V. PERENCANAAN INDUSTRI A. Analisis Pasar dan Pemasaran Dalam menganalisis aspek pasar dan pemasaran, beberapa hal yang diperhatikan adalah kedudukan produk dalam pasar saat ini, komposisi dan perkembangan permintaan produk, dan kemungkinan persaingan. Kotler (2000) mengemukakan bahwa untuk memasuki pasar harus memperkirakan pasar potensial agar sumber daya yang dimiliki dapat dimanfaatkan secara efektif. Pasar potensial adalah sejumlah konsumen yang mempunyai kadar minat tertentu pada tawaran tertentu. Serbuk sawit merupakan hasil pengolahan dari limbah batang kelapa sawit yang nantinya akan digunakan sebagai aditif (Loss Circulation Material) pada lumpur pengeboran didalam proses pengeboran minyak. Konsumen dari produk LCM serbuk sawit ini dikhususkan kepada perusahaan-perusahaan pengeboran minyak serta perusahaan penyedia lumpur pengeboran baik dalam negeri maupun luar negeri. 1.
Potensi Pasar Pemenuhan kebutuhan bahan aditif (LCM) didalam lumpur pengeboran merupakan faktor yang cukup penting didalam proses pengeboran minyak bumi. Bahan aditif (LCM) mengambil peran sebesar 10% didalam komposisi lumpur pengeboran bersamaan dengan fasa cair sebesar 70% dan fasa padat (Clay-Bentonite) sebesar 20%. Suatu perusahaan pengeboran yang menggunakan lumpur pengeboran akan terlihat jelas volume minyak yang diperoleh. Berdasarkan wawancara dengan pakar di bidang pengeboran minyak, jumlah volume minyak yang didapat akan lebih besar dibandingan dengan yang tidak menggunakan lumpur pengeboran. Selain itu harga jual minyak bumi yang diperoleh juga akan lebih mahal dengan persentasi margin 10-50% dari harga jual yang tidak menggunakan lumpur pengeboran. Dilihat dari margin harga jual minyak bumi yang mencapai 50%, akan sangat prospektif sekali untuk membangun suatu industri LCM serbuk sawit dimana peran LCM sebagai aditif didalam lumpur pengeboran juga cukup penting. Captivated market dari serbuk sawit selain digunakan sebagai LCM dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan (persentase sebesar 25%) yang digunakan dalam pembuatan hydrolite polyakrilamit dengan campuran surfaktan yang nantinya akan digunakan dalam membantu proses pengeboran. Akan tetapi, produk tersebut sampai saat ini belum dilakukan penelitian sehingga produk tersebut belum dapat digunakan untuk membantu proses pengeboran. LCM serbuk sawit merupakan bahan aditif alternatif yang berasal dari pemanfaatan limbah batang kelapa sawit yang sudah tidak terpakai lagi. Selain batang kelapa sawit, masih banyak bahan lain yang potensial atau pemanfaatan limbah yang dapat digunakan sebagai bahan aditif didalam lumpur pengeboran dikarenakan sifat bahan aditif yang digunakan tidak terlalu rumit dan tidak memerlukan standard tertentu. Indonesia memiliki lahan perkebunan kelapa sawit yang sangat luas dan jumlahnya yang sangat banyak. Perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia juga sangatlah banyak jumlahnya sehingga limbah yang dihasilkan dari kegiatan di kebun memiliki massa terbesar. Saat ini, isu mengenai pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari perkebunan kelapa sawit sedang marak dibicarakan khususnya mengenai pencemaran udara yang dilakukan perusahaan-perusahaan perkebunan kelap sawit terhadap limbah batang kelapa sawit. Batang kelapa sawit yang sudah habis umur ekonomisnya yaitu sekitar 25 tahun sampai saat ini penanganannya hanya melalui pembakaran besar-besaran yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Selain pembakaran juga saat ini dilakukan penyuntikan batang kelapa sawit yang
sudah habis umur ekonomisnya sehingga batang tersebut mati dan tumbang dengan sendirinya. Pengolahan batang kelapa sawit menjadi produk yang bernilai ekonomis masih sangat minim, oleh karna itu pengolahan batang kelapa sawit menjadi LCM serbuk sawit sangatlah potensial. Pengembangan LCM serbuk sawit dapat memacu perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk berinovasi dalam memanfaatkan limbah yang dihasilkan menjadi suatu produk yang bernilai ekonomis, menambah kesempatan bekerja masyarakat serta berdampak juga kepada pembangunan negara. Perlu disadari bahwa untuk menjamin pemasaran yang lancar dan harga jual yang tinggi diperlukan serbuk sawit dengan kualitas yang baik. 2.
Strategi Pemasaran Faktor yang menentukan dalam pencapaian keberhasilan suatu industri adalah kemampuan industri tersebut memenuhi kebutuhan konsumen melalui pemasaran produk yang dilakukan oleh industri yang bersangkutan. Untuk mencapai keberhasilan tersebut diperlukan sebuah strategi yang tepat dalam memasarkan produk LCM serbuk sawit yang dibuat. Industri LCM serbuk sawit memerlukan strategi pemasaran dan bauran pemasaran yang tepat. Pemasaran produk difokuskan pada konsumen industri dengan penjualan melalui strategi bisnis ke bisnis. Secara lebih spesifik, strategi pemasaran yang akan dilakukan pada tahap awal meliputi: a.
Segmenting Segmentasi pasar adalah usaha pemisahan pasar pada kelompok-kelompok pembeli menurut jenis-jenis produk tertentu dan yang memerlukan bauran pemasaran tersendiri. Perusahaan menetapkan berbagai cara yangberbeda dalam memisahkan pasar tersebut, kemudian mengembangkan profil-profil yang ada pada setiap segmen pasar, dan penentuan daya tarik masing-masing segmen. LCM serbuk sawit merupakan produk yang dihasilkan dengan memanfaatkan limbah batang kelapa sawit yang sudah berumur tua dan tidak produktif lagi. LCM serbuk sawit digunakan sebagai aditif didalam lumpur pengeboran. LCM serbuk sawit mempunyai kelebihan yaitu sebagai bahan yang digunakan untuk menyumbat bagian yang menimbulkan loss circulation ketika proses pengeboran berlangsung. Segmentasi pasar produk LCM serbuk sawit adalah dibedakan berdasarkan jenis industri pengguna yakni perusahaan penyedia lumpur pengeboran dan perusahaan-perusahaan pengeboran minyak seperti PT. Chevron Indonesia, PT. Exxon Mobile Oil Indonesia baik dalam negeri maupun luar negeri. b.
Targeting Setelah proses segmentasi pasar selesai dilakukan, maka dapat diketahui beberapa segmen yang dianggap potensial untuk dimasuki. Secara umum, penetapan pasar sasaran dilakukan dengan mengevaluasi kelebihan setiap segmen, kemudian dilakukan penentuan target pasar yang akan dilayani. Targeting adalah suatu tindakan memilih satu atau lebih segmen pasar yang akan dimasuki. Target pasar dari produk LCM serbuk sawit ini adalah perusahaan penyedia lumpur pengeboran serta perusahaan-perusahaan pengeboran minyak yang ada di seluruh Indonesia. Dalam proses targeting produk LCM serbuk sawit ini, tidak menutup kemungkinan untuk mengekspor produk keluar negeri khususnya pada perusahaan-perusahaan pengeboran minyak serta perusahaan penyedia lumpur pengeboran.
c.
Positioning Salah satu elemen penting dari strategi pemasaran adalah positioning, yaitu bagaimana menempatkan keunggulan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen. Dengan menempatkan keunggulan di benak konsumen hal ini akan menumbuhkan kepuasan konsumen sekaligus akan membedakan produk dari para pesaing di benak target pasar. Jika diamati pada keadaan pasar, produk LCM serbuk sawit masih belum ditemukan terutama dikalangan produsen LCM lainnya dalam negri sehingga produk ini sangat potensial untuk dikembangkan. Sampai saat ini, belum ada pesaing dari produk LCM serbuk sawit di indonesia, akan tetapi perlu diperhatikan pula produsen LCM lainnya yang berasal dari Canada, Amerika Serikat dan sebagainya. Melalui kegiatan positioning, perusahaan harus mampu membentuk citra produk unggulan dimana persepsi konsumen terhadap LCM serbuk sawit yang diproduksi sebagai produk yang lebih unggul dibanding dengan produk pesaing dengan kualitas yang dapat dipercaya. Elemen positioning yang dimiliki oleh produk LCM serbuk sawit adalah elemen benefit positioning. Benefit positoning dari produk LCM serbuk sawit yaitu produk yang dibuat sesuai dengan kebutuhan konsumen industri yang menggunakan produk, lebih menekankan pada spesifikasi dan fungsi produk yang dibutuhkan oleh perusahaan pengguna. Positioning dari produk LCM serbuk sawit lebih mengutamakan kualitas dan spesifikasi terstandar dari industri pengguna produk tersebut, karena pengguna merupakan konsumen akhir maka positioning dari LCM serbuk sawit adalah barang berkualitas dengan tingkat standarisasi yang sesuai. d.
Bauran Pemasaran Bauran pemasaran (marketing mix) merupakan seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus menerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran (Kotler, 2000). Alat-alat itu diklasifikasikan menjadi empat kelompok yang luas yang disebut empat P dalam pemasaran yaitu produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion). Strategi Produk Strategi produk sangat perlu disiapkan dengan baik oleh suatu perusahaan yang berkaitan dengan produk yang dipasarkannya. Strategi produk yang tepat akan menempatkan perusahaan dalam suatu posisi persaingan yang lebih unggul daripada pesaingnya. Produk yang dihasilkan oleh industri pengolahan batang kelapa sawit adalah LCM serbuk sawit. Menurut tujuan pemakaian, produk LCM serbuk sawit yang diproduksi tergolong barang industri karena LCM serbuk sawit digunakan kembali sebagai aditif didalam pembuatan lumpur pengeboran (proses produksi berikutnya). Produk adalah sesuatu yang ditawarkan dan dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan konsumen. LCM serbuk sawit dibuat untuk memenuhi permintaan industri lumpur pengeboran dan perusahaan pengeboran yang ada baik dari dalam negeri maupun luar negeri. LCM serbuk sawit yang dihasilkan dari pengolahan limbah batang kelapa sawit belum memiliki pesaing yang amat kuat, akan tetapi pesaing yang ada biasanya berupa perusahaanperusahaan LCM lainnya yang menyediakan produk LCM serupa dengan bahan baku lain seperti serbuk gergaji, kulit walnut dan sebagainya. LCM serbuk sawit tergolong barang industri yang tergolong baru akan tetapi tidak diperlukan pengujian yang spesifik dan ekstensif dikarenakan produk sejenis LCM ini tidak membutuhkan standarisasi yang cukup signifikan. Orientasi perusahaan ke arah pasar menggunakan pendekatan konsep produk dimana dalam implementasi pemasarannya sangat mengutamakan keunggulan produk baik dari tingkat
mutu, bahan baku yang digunakan aman dan tidak berbahaya. Pendekatan konsep itu dibentuk dengan harapan LCM serbuk sawit dapat bersaing di pasaran. Produk yang dihasilkan dalam bentuk serbuk kemudian dikemas kedalam satu jenis kemasan. Produk LCM serbuk sawit dikemas dalam kemasan primer berupa karung plastik yang berukuran 25 kg per karung dan kemasan sekunder berupa pallete kayu. Penampakan produk dan kemasan LCM serbuk sawit yang berupa karung plastik dapat dilihat pada Gambar 17 berikut.
Gambar 17. Produk dan kemasan LCM serbuk sawit Strategi Harga Menentukan harga suatu produk merupakan keputusan penting dari perusahaan, karena harga adalah satu-satunya variabel strategi pemasaran yang secara langsung menghasilkan pendapatan. Umumnya harga yang ditetapkan perusahaan akan berada pada suatu titik antara harga yang terlalu rendah dan harga yang terlalu tinggi. Biaya produk menentukan harga terendah dan persepsi konsumen terhadap nilai produk menentukan harga tertinggi. Perusahaan harus dapat menentukan harga diantara kedua titik tersebut untuk menentukan harga yang paling baik. Penentuan harga harus berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan, pengaruh persaingan, dan pembentukan persepsi pelanggan tentang nilai produk yang dihasilkan. Biaya adalah seluruh biaya yang harus dikeluarkan (baik biaya tetap maupun biaya variabel) untuk membuat suatu produk, sedangkan harga adalah harga jual per unit yang akan ditawarkan kepada pelanggan. Tujuan penetapan harga adalah untuk : 1) Mencapai target pengembalian investasi atau tingkat penjualan netto suatu perusahaan 2) Memaksimalkan keuntungan 3) Alat persaingan utama untuk perusahaan sejenis 4) Menyeimbangkan harga itu sendiri 5) Sebagai penentu pangsa pasar, karena dengan harga dapat diperkirakan kenaikan atau penurunan penjualannya (Gitosudarmo dalam Yuliana, 2003) Menurut Kotler (2002) salah satu metode dalam penetapan harga yaitu harga margin. Dalam menentukan harga LCM serbuk sawit digunakan metode harga margin. Dipilihnya metode tersebut karena dari sisi penjual memiliki kepastian yang lebih besar mengenai biaya daripada megenai permintaan. Penjual tidak harus terlalu sering melakukan penyesuaian terhadap perubahan permintaan, dan jika semua perusahaan dalam industri menggunakan metode ini, maka harga akan cenderung sama dan persaingan harga akan minimal. Namun kelemahan dari metode ini adalah harga margin hanya berjalan jika benar-benar membawa ke tingkat penjualan yang dikehendaki dan penjual tidak memanfaatkan pembeli ketika permintaan pembeli tinggi.
Strategi yang dapat diterapkan untuk mempengaruhi harga adalah berkaitan dengan pengaruh kapasitas produksi LCM serbuk sawit yang bersangkutan. Kapasitas produksi dari LCM serbuk sawit dapat berpengaruh terhadap biaya produksi LCM serbuk sawit tersebut. Oleh karena itu, strategi yang dapat diterapkan adalah harus tepat guna dalam memproduksi LCM serbuk sawit, baik untuk penggunaan mesin dan peralatan maupun penggunaan bahan baku dan bahan tambahan, diusahakan untuk seefisien mungkin guna menghasilkan output yang tinggi sehingga biaya produksi yang dikeluarkan rendah serta harga jual ke konsumen dapat ditekan. Harga akhir produk LCM serbuk sawit dalam satuan per kg adalah sebesar : Harga pokok = biaya tetap tahun pertama + biaya variabel tahun pertama kapasitas penjualan tahun pertama (80%) = 493,335,145 /128000 = Rp 3854 Harga jual = Harga pokok + Margin (20%) = Rp 3854 + Rp 771 = Rp 4625/kg Strategi Distribusi Menurut Kotler (2000) saluran pemasaran dapat dilihat sebagai sekumpulan organisasi yang saling tergantung satu dengan yang lainnya serta terlibat dalam proses penyediaan sebuah produk atau pelayanan untuk digunakan. Saluran pemasaran dicirikan dengan jumlah tingkat saluran. LCM serbuk sawit sebagai barang industri memiliki tipe saluran pemasaran untuk memasarkan produk tersebut ke industri penyedia lumpur pengeboran sebagai pengguna produk. Terdapat alternatif saluran pemasaran yang dapat digunakan. Perusahaan dapat membentuk organisasi penjualan produk LCM serbuk sawit untuk menjual secara langsung produk ini ke pelanggan industri melalui metode bisnis ke bisnis. Pemilihan strategi ini mengharuskan perusahaan mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pemasaran produk LCM serbuk sawit yang dihasilkan, diantaranya pembentukan, tim pemasaran, tempat persediaan produk, dan startegi pemasaran. Strategi Promosi Dalam pelaksanaan pemasaran produk LCM serbuk sawit diperlukan strategi promosi yang tepat karena produk LCM serbuk sawit masih tergolong produk baru yang berada pada tahap pengenalan. Promosi merupakan suatu komponen yang sangat penting dalam pemasaran karena promosi dapat dijadikan alat pengenalan produk sekaligus neraih pangsa pasar. Bauran komunikasi pemasaran (bauran pemasaran) terdiri dari empat perangkat utama, yaitu iklan, promosi penjualan (sales promotion), hubungan masyarakat (public relation), dan penjualan personal (personal selling) (Kotler, 2000). Bauran promosi yang digunakan yaitu melalui promosi penjualan melalui internet (e-commerce) dan melakukan penjualan personal bisnis ke bisnis dengan cara penawaranpenawaran ke industri pengguna LCM serbuk sawit dan selanjutnya menjalin hubungan kemitraan dengan perusahaan pengguna produk LCM serbuk sawit tersebut. Strategi pemasaran yang digunakan yaitu strategi bisnis ke bisnis karena target pasar dari produk LCM serbuk sawit adalah konsumen penyedia lumpur pengeboran dan perusahaan pengeboran minyak baik dalam negeri maupun luar negeri. Hal utama yang dipertimbangkan dalam strategi bisnis ke bisnis adalah spesifikasi dan mutu dari produk LCM serbuk sawit yang ditawarkan sesuai dengan kebutuhan perusahaan penyedia lumpur pengeboran serta perusahaan pengeboran minyak yang ada di indonesia yang akan menggunakan produk tersebut. Strategi bisnis ke bisnis dilakukan melalui promosi dengan menitik beratkan pada metode penjualan
personal melalui presentasi penjualan, pertemuan penjualan, komunikasi melalui media elektronika (telepon, fax, email) serta melalui pameran dagang nasional maupun internasional. Dalam melakukan promosi produk LCM serbuk sawit dilakukan penjualan dengan menjual sendiri menggunakan tenaga pemasar yang dimiliki perusahaan. Konsumen dari industri LCM serbuk sawit yaitu beberapa industri penyedia lumpur pengeboran serta perusahaan-perusahaan pengeboran minyak yang masih sedikit mengetahui kehadiran produk LCM serbuk sawit. Oleh karena itu tahapan untuk memperkenalkan kepada konsume dimulai dari menarik perhatian (awareness), setelah itu tumbuh minat (interest), kemudian berkehendak (desire) untuk melakukan (action) pembelian produk tersebut. Di Indonesia, produk LCM serbuk sawit sama sekali belum digunakan oleh industri penyedia lumpur pengeboran dan perusahaan-perusahaan pengeboran minyak akan tetapi sudah ada beberapa industri yang menghasilkan produk sejenis dengan LCM serbuk sawit dengan menggunakan bahan baku seperti serbuk gergaji. Oleh karena itu, perusahaan ini perlu menciptakan pasar, sehingga untuk memperoleh pasar perlu diciptakan pula pasar pengguna LCM serbuk sawit serta memperkenalkan produk yang dibuat pada pasar dengan menciptakan citra produk pada benak konsumen industri sebagai produk tersandar yang memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan oleh masing-masing industri penyedia lumpur pengeboran maupun perusahaan-perusahaan pengeboran yang ada di Indonesia. B. Analisis Teknis dan Teknologis 1. Spesifikasi Bahan Baku Limbah batang sawit yang selama ini menjadi persoalan serius bagi pengelola kebun ternyata bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku produk aditif didalam proses pengeboran minyak. Potensi ini belum banyak diketahui orang padahal dapat dijadikan sebagai bahan baku industri pengolahan batang kelapa sawit menjadi serbuk sawit, stok limbah kayu kelapa sawit sangat melimpah. Limbah yang tidak pernah diperhitungan sebelumnya bisa dijadikan bahan baku alternatif. Batang kelapa sawit terdiri dari dua komponen utama yaitu jaringan ikatan pembuluh (vascular bundles) dan jaringan parenkim. Hasil analisa kimia menunjukkan bahwa kadar pati kelapa sawit termasuk tinggi (Bakar, 2003). Kelapa sawit merupakan bahan yang memiliki sejumlah kekurangan. Kelemahan tersebut menurut Bakar (2003) antara lain terletak pada stabilitas dimensi, kekuatan, keawetan dan sifat permesinan. Dalam bentuk alami, kayu gergajian kelapa sawit dimensinya tidak stabil dengan variasi susut 9.2%-14%. Dari segi kekuatan, kayu kelapa sawit tergolong sangat lemah dimana papan tepinya termasuk kedalam kelas kuat IV-V. Dari segi keawetan, tergolong sangat tidak awet (kelas V). Dengan demikian perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas dengan penambahan bahan plastik. Tabel 5 menunjukkan sifat-sifat dasar dari batang kelapa sawit. Tabel 5 . Komponen-komponen batang kelapa sawit Komponen Kandungan % Air 12.05 Abu 2.25 SiO2 0.48 Lignin 17.22 Hemiselulosa 16.81 α-selulosa 30.77 Pentosa 20.05 Sumber : Nasution DY, 2001
Pohon kelapa sawit produktif hingga berumur 25 tahun, tingginya mencapai 9 – 12 meter dan diameter 45 – 65 cm. Komponen-komponen yang terkandung dalam kayu kelapa sawit adalah selulosa, lignin, parenkim, air, dan abu (Tomimura, 1992). Menurut Lasino (2005) Pemanfaatan batang kelapa sawit hingga saat ini penggunaannya baru sampai pada pengolahan menjadi papan komposit, kayu plastik, papan partikel dan panel kayu. Dengan banyaknya jumlah limbah kelapa sawit, maka salah satu upaya yang harus dilakukan adalah dengan pemanfaatan limbah tersebut untuk berbagai kebutuhan sehingga mempunyai nilai ekonomis seperti pada produk serbuk sawit. Diagram alir pengolahan batang kelapa sawit menjadi serbuk sawit dapat dilihat pada Gambar 18 sebagai berikut.
Batang Kelapa Sawit
Pengeringan
Pemotongan (ukuran balok)
Pengecilan Ukuran (1/4’’)
Serbuk Sawit
Gambar 18. Diagram alir proses pengolahan batang kelapa sawit menjadi serbuk sawit 2.
Ketersediaan dan Prakiraan Bahan Baku Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera Selatan merupakan propinsi sentra perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia. Data luas areal perkebunan kelapa sawit keempat propinsi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3. Dari keempat propinsi tersebut, Riau merupakan daerah yang memiliki luas areal perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia. Menurut data yang didapat dari Badan Pusat Statistik, luas areal perkebunan kelapa sawit propinsi Riau tahun 2009 sebesar 1,522,308 hektare dan diperkirakan akan terus bertambah pada tahun 2010, 2011 dan seterusnya. Di Riau sendiri terdapat beberapa kabupaten yang memiliki luas areal perkebunan sawit terbesar yaitu pada kabupaten Rokan Hulu, Pelalawan, Kuantan Singingi, dan Indragiri Hulu yang dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.
Tabel 6. Luas areal terbesar 5 kabupaten provinsi Riau Kabupaten
Luas Areal (Ha)
Rokan Hulu
294,539
Kampar
212,771
Pelalawan
162,500
Kuantan Singingi
123,901
Indragiri Hulu 97,253 Sumber: Badan Pusat Statistik 2009 Dari keempat propinsi yang menjadi sentra perkebunan kelapa sawit, dilakukan pencarian beberapa kabupaten yang mempunyai luas areal perkebunan kelapa sawit untuk dilihat seberapa besar bahan baku limbah batang kelapa sawit yang tersedia. Pada propinsi Sumatera Barat terdapat tiga kabupaten yang potensial sebagai penyedia bahan baku seperti kabupaten Pasaman Barat, Dharmas Raya dan Solok Selatan. Pada Propinsi Sumatera Utara terdapat kabupaten Labuhan Batu, Tapanuli Selatan, Simalungun, Langkat, dan Asahan sedangkan pada Propinsi Sumatera Selatan terdapat kabupaten Musi Banyuasin, Ogan Kemening Ilir, dan Musi Rawas yang sangat potensial dalam penyediaan bahan baku yang berupa limbah batang kelapa sawit. Dilihat dari luas areal perkebunan kelapa sawit yang dimiliki tiap kabupaten tersebut, dapat diperkirakan besarnya bahan baku yang dimiliki yang dapat diolah dan dijadikan produk yang bernilai ekonomis atau dengan kata lain industri akan sangat kecil sekali untuk dapat kekurangan bahan baku yang nantinya akan diolah menjadi serbuk sawit. Analisis prakiraan luas perkebunan kelapa sawit di empat propinsi penghasil terbesar dihitung berdasarkan data historis yang terhitung selama 15 tahun sejak tahun 1995-2009. Analisis prakiraan bahan baku ini dihitung dengan menggunakan metode time series, linier trend analysis. Data yang didapat dari hasil prakiraan ini dapat digunakan dalam menghitung jumlah batang kelapa sawit yang dihasilkan per kilogram per hektarnya dengan menggunakan asumsi-asumsi yang digunakan didalam perhitungan neraca massa dari bahan baku tersebut. Hasil prakiraan dapat dilihat pada Tabel 7 dan salah satu grafik dari hasil prakiraan dapat dilihat pada Gambar 19. Untuk tabel luas areal perkebunan kelapa sawit sebelum di prakirakan dapat dilihat pada Lampiran 4 sedangkan untuk grafik hasil perhitungan prakiraan luas areal perkebunan kelapa sawit lainnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 7. Hasil prakiraan luas areal perkebunan kelapa sawit (2010-2019)
Provinsi Sumatera Utara Riau Sumatera Selatan Sumatera Barat
Jumlah Prakiraan Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit (Ha) 2012 2013 2014 2015 2016 2017
2010
2011
2018
2019
1,259,974 1,774,648
1,308,673 1,864,222
1,357,372 1,953,797
1,406,070 2,043,371
1,454,769 2,132,945
1,503,468 2,222,520
1,552,167 2,312,094
1,600,866 2,401,668
1,649,565 2,491,242
1,698,264 2,580,817
812,606
851,900
891,195
930,489
969,783
1,009,078
1,048,372
1,087,667
1,126,961
1,166,255
465,752
488,216
510,679
533,143
555,607
578,071
600,535
622,999
645,463
667,927
Gambar 19. Grafik prakiraan luas areal perkebunan kelapa sawit provinsi Riau Berdasarkan grafik , hampir di semua provinsi mengalami kenaikan walaupun kenaikan tersebut tidak terlalu besar. Hal ini disebabkan karena setiap tahunnya perkebunan kelapa sawit pasti akan mengalami kondisi re-planting atau penebangan dikarenakan umur ekonomis kelapa sawit sudah usai dan tidak produktif lagi. Oleh karena itu perlu adanya perhatian yang cukup agar kebutuhan bahan baku yang berupa batang kelapa sawit tetap terpenuhi. 3.
Kapasitas Produksi Kapasitas produksi adalah volume atau jumlah satuan produk yang dihasilkan selama satuan waktu tertentu dan dinyatakan dalam bentuk keluaran (output) per satuan waktu. Penentuan kapasitas produksi dapat ditentukan dari berbagai faktor. Dalam industri LCM serbuk sawit beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu ketersediaan bahan baku, daya serap pasar, jumlah investasi, dan kemampuan teknis. Potensi pasar LCM serbuk sawit diperkirakan cukup besar karna produk tersebut dibutuhkan oleh industri penyedia lumpur pengeboran serta perusahaan-perusahaan pengeboran minyak. Berdasarkan kajian kebutuhan potensial produk LCM secara umum di Indonesia yaitu sebesar 40-80 ton pertahun. Hingga saat ini, beberapa perusahaan pengeboran minyak di Indonesia masih ada yang mengandalkan pasokan impor dan belum ada industri LCM dengan bahan baku yang berasal dari limbah sehingga daya serap pasar masih sangat terbuka bagi industri LCM serbuk sawit. Selain berdasar pada pertimbangan ketersediaan bahan baku, kemampuan investasi menjadi faktor yang mempengaruhi penentuan kapasitas produksi. Sejauh mana investasi mampu memenuhi target kapasitas produksi yang akan ditetapkan. Faktor berikutnya yang harus dipertimbangkan adalah kemmapuan teknis peralatan dan tenaga kerja manusia yang akan menangani proses produksi. Kapasitas produksi harus berdasar pada kemampuan peralatan yang tersedia yang diimbangi dengan kemampuan sumberdaya manusia yang dimiliki. Berdasarkan pertimbangan daya serap pasar, ketersediaan bahan baku, kemampuan investasi, dan kemampuan teknis tersebut, maka kapasitas produksi yang dipilih adalah mengambil dua kali lipat dari pasar potensial yang diperkirakan yaitu 160 ton pertahun. Penentuan pasar yang diambil sebesar dua kali lipat dikarenakan LCM serbuk sawit merupakan produk baru yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi sehingga proses pencarian pasar akan lebih mudah dan persaingan pun tidak terlalu besar. Nilai 160 ton pertahun dianggap cukup optimis untuk membuka
pasar dikarenakan kebutuhan LCM di Indonesia akan meningkat setiap tahunnya serta melimpahnya ketersediaan bahan baku yang ada serta kemudahan yang didapat. Dengan kapasitas produksi diatas, diperkirakan kebutuhan bahan baku yang cukup besar akan dapat terpenuhi dengan mudah yang diimbangi dengan investasi yang memadai (Ibrahim, PT. Tiara Bumi Petroleum). 4. a.
Proses Produksi Proses Pembuatan LCM serbuk sawit diproduksi dengan menggunakan bahan baku limbah batang kelapa sawit. Batang kelapa sawit yang digunakan harus memiliki kadar air yang rendah sekitar 5-10%. Berikut proses pembuatan LCM serbuk sawit dan asumsi-asumsi yang digunakan dalam pengolahan batang kelapa sawit menjadi serbuk sawit.
Pengeringan. Batang kelapa sawit yang telah ditebang dan dibersihkan kulitnya masih memiliki kadar air yaitu sekitar12.05%. Dalam pembuatan LCM serbuk sawit, kadar air yang baik untuk dimiliki oleh suatu produk yang berupa serbuk yaitu sekitar 5-10%. Hal ini dikarenakan agar ketika serbuk dicampurkan kedalam lumpur pengeboran, fase cair dari lumpur pengeboran tidak melebihi standar yang ditentukan yaitu sebesar 70-80%. Proses pengeringan dilakukan dengan menjemur batang kelapa sawit yang telah dibersihkan kulitnya dibawah sinar matahari langsung sekitar dua sampai tiga hari.
Pemotongan (Ukuran balok) Batang kelapa sawit yang telah dikeringkan sampai kadar air 10% dilakukan pemotongan ukuran balok agar mempermudah untuk pengolahan pada proses berikutnya.
Pengecilan Ukuran Proses pengecilan ukuran dilakukan dengan menggunakan Hammer mills. Batang kelapa sawit yang berbentuk balok digiling untuk mendapatkan ukuran serbuk. b.
Mesin dan Alat Pada proses produksi LCM serbuk sawit diatas diperlukan beberapa mesin dan peralatan yang mendukung proses produksi. Alat-alat yang digunakan pada proses produksi pembuatan LCM serbuk sawit adalah Hammer mills dan oven pengering untuk menguji kadar air produk.
Hammer Mills Bahan baku berupa batang kelapa sawit kering diproses dengan diberi perlakuan pengecilan ukuran yaitu dengan cara digiling dan dihancurkan. Alat yang digunakan untuk menggiling batang kelapa sawit tersebut adalah Hammer Mills. Mesin penggiling tipe ini memiliki rotor kecepatan tinggi yang berputar didalam rumahan berbentuk silinder dengan sumbu putar yang biasanya mendatar (Horizontal). Pada alat ini dimodifikasi dengan serbuk nantinya ditiup melalui sistem perpipaan yang solid masuk kedalam kemasan. Hammer mills secara umum memiliki prinsip mengalirkan umpan menuju penggilingan, kemudian produk dipukul-pukul dengan menggunakan martil khusus yang bergabung dengan beater rotor dimana akan memperkecil ukuran partikel sampai dengan ukuran yang diinginkan.
Ukurannya dapat mencapai ¼ inch. Spesifikasi Hammer Mills yang digunakan pada industri ini dapat dilihat pada Tabel 8 dan penampakan Hammer mills dapat dilihat pada Gambar 20. Tabel 8. Spesifikasi Hammer Mills secara umum Hammer Mills untuk pengecilan ukuran
Fungsi Bahan Konstruksi
Baja
Ukuran Produk
0.25 inch
Kapasitas
600 kg/jam
Konsumsi Daya
11000 watt
Dimensi
1.7 x 1.2 x 1.2 m
Efisiensi
80% Sumber: www.perkakasku.com
Gambar 20. Hammer Mills dengan modifikasi pipa Sumber: www.perkakasku.com
Oven Pengering Oven pengering berfungsi untuk mengeringkan sampel batang kelapa sawit didalam mini lab untuk standar kualitas kadar air dari produk serbuk sawit yang dihasilkan. Oven pengering mempunyai spesifikasi temperature 40-120 derajat celcius dengan konsumsi daya 2500 watt. Berikut merupakan gambar penampakan dari oven pengering yang dapat dilihat pada Gambar 21 dibawah ini.
Gambar 21. Oven pengering
Pompa Air Pompa air digunakan untuk mengalirkan kebutuhan air pada keseluruhan proses. Spesifikasi pompa yang digunakan ditampilkan pada Tabel 9 dan penampakan Pompa dapat dilihat pada Gambar 22.
Tabel 9. Spesifikasi pompa yang digunakan pada proses produksi LCM serbuk sawit Pompa Model
JetS60
Daya
0.5 HP
H.max
38 M
S.Head
9M
Kapasitas
42 Liter/Min 220V/50Hz/1 phase
Maksimum tekanan operasi 8 Bar Sumber: www.perkakasku.com Gambar 22. Pompa yang digunakan pada proses produksi LCM serbuk sawit
Generator Set Energi listrik merupakan sumber daya yang penting yang digunakan dalam kegiatan industri LCM serbuk sawit. Karena sebagian besar pengoperasian alat menggunakan listrik. Untuk mencegah terjadinya kegagalan produksi akibat listrik mati, maka disediakan genset untuk persediaan energi apabila listrik mati. Penampakan dari generator set dapat dilihat pada Gambar 23.
Gambar 23. Generator set
c.
Neraca Massa dan Kebutuhan Energi Listrik dari Mesin dan Peralatan yang Digunakan
Neraca Massa Proses produksi LCM serbuk sawit yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan kajian yang dilakukan oleh penulis. Neraca massa proses pengolahan limbah batang kelapa sawit menjadi serbuk sawit dapat dilihat pada Gambar 24 di bawah ini. Asumsi: Perhitungan Neraca Massa Diameter = 60 cm = 0.6 m, r = 0.3 m Tinggi = 15 m Berat Jenis = 0.3 Ton/m3 Volume = ∏ r2 t = 3.14 x 0.09 m2 x 15 m = 4.24 m3 Massa = 4.24 m3 x 0.3 ton/m3 = 1.28 ton/batang = 1280 kg/batang Dalam 1 hektare = 143 batang x 1.28 ton/batang = 183 ton Loss pengecilan ukuran = 13% Kadar Air Batang Kelapa Sawit = 12.05% Kadar Air Produk (Serbuk Sawit) = 5% Sumber: http://membangunkebunkelapasawit.webs.com/ Sistem jarak tanaman Segitiga sama sisi jarak = 9 m X 9 m X 9 m. Jarak Utara-Selatan tanaman = 7.82 m Jarak antara setiap tanaman =9m Populasi (kerapatan) tanaman = 143 pohon / hektare Sumber: http://rizals.student.umm.ac.id/2010/01/23/budidaya-tanaman-kelapa-sawit/ Perhitungan Kadar Air (Basis Kering) Awal: KA 12.05% (wet base) Massa air bahan = (12.05/100) x 1280 = 154 kg air Massa bahan kering = 1280 – 154 = 1126 kg bahan kering Akhir: KA 5% (wet base) Massa air produk = (5/95) x 1126 kg bahan kering = 59 kg air Total produk setelah dikeringkan = 1126 + 59 = 1185 kg Total air yang diuapkan = 154 – 59 = 95 kg
Batang Kelapa Sawit 1280 Kg
Uap Air 95 Kg
Pengeringan KA 5%
Batang Kering 1185 Kg
Pemotongan (ukuran Balok) 100%
Balok Sawit 1185 Kg
Pengecilan Ukuran (1/4”) 87%
Loss 13%= 154 Kg
Serbuk Sawit 1030 Kg
Gambar 24. Neraca massa proses pengolahan batang kelapa sawit menjadi serbuk sawit
Kebutuhan Energi Listrik Mesin dan Alat Mesin dan alat yang digunakan sebagian besar memanfaatkan energi listrik. Pada Tabel 10 diperlihatkan jumlah energi listrik yang dibutuhkan oleh mesin dan alat pada proses produksi LCM serbuk sawit. Tabel 10. Kebutuhan energi listrik pada mesin dan peralatan yang digunakan oleh industri LCM serbuk sawit. Jumlah Mesin
Daya Listrik (kWh)
Waktu Operasi Per Hari
kWh/Hari (kWh)
kWh/Bulan (kWh)
kWh/Tahun (kWh)
Hammer Mills
2
11
7
154
4312
51744
Oven Pengering
1
2.5
4
10
280
1440
Pompa
1
2
4
8
224
1152
MesinPengemas
1
2
7
Nama Mesin
Total
14
392
1680
186
5208
56016
5.
Penentuan Lokasi Pabrik Penentuan lokasi pabrik merupakan suatu hal penting yang perlu diperhatikan dalam pendirian suatu industri. Pemilihan lokasi yang tepat akan berpengaruh terhadap kelangsungan dan efisiensi perusahaan. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi pabrik adalah ketersediaan bahan mentah, letak pasar yang dituju, tenaga listrik dan air, pasokan tenaga kerja, dan fasilitas transportasi (Husnan dan Muhammad, 2005). Suatu industri yang lokasinya tidak tepat, akan menghadapi persoalan yang terus menerus dan tidak terselesaikan, terutama dalam menghadapi saingan sehingga kelangsungan hidup dan stabilitas industri tersebut akan selalu mengalami kesulitan. Oleh sebab itu, untuk memperoleh keputusan yang teapat dalam penentuan lokasi, maka perlu dilakukan pengkajian berbagai faktor yang mempengaruhinya. Lokasi industri yang tepat dapat melayani proses-proses baru, perkembangan teknologi, dan dapat menampung kemungkinan-kemungkinan perluasan industri. Calon lokasi pabrik LCM serbuk sawit ditetapkan oleh calon pendiri pabrik yaitu di Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Kampar, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Langkat, Kabupaten Musi Banyuasin, Kabupaten Pasaman Barat dan Kabupaten Dharmas Raya. Pemilihan lokasi perlu dilakukan oleh pakar yang berasal dari pelaku bisnis kelapa sawit, manager operasional pengeboran minyak dan pelaku bisnis pengeboran minyak dengan cara mengisi kuisioner dan membandingkan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pemilihan tersebut. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE), lokasi yang terpilih adalah Kabupaten Rokan Hulu dengan total nilai pilihan terbesar yaitu 471,353,225 diikuti oleh alternatif berikutnya yaitu Kabupaten Kampar 460,340,810 dan Kabupaten Pelalawan 449,328,395 yang selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 12. Kuisioner dari pemilihan lokasi potensial tersebut dapat dilihat pada Lampiran 6. Penetapan lokasi pabrik didasarkan pada berbagai pertimbangan yang perlu diperhatikan. Dikaji dari karakteristiknya industri LCM serbuk sawit membutuhkan lokasi yang tidak terlalu luas karena hanya melakukan proses pengecilan ukuran sehingga luas area yang dibutuhkan hanya meliputi area pabrik dan kelengkapannya. Industri LCM serbuk sawit tidak menghasilkan limbah padat, cair, dan gas yang membahayakan bagi lingkungan sehingga lokasi pendirian industri pun tidak harus jauh dari pemukiman penduduk. Untuk mendukung proses pendistribusian bahan baku dan produk dibutuhkan infrastruktur yang mendukung. Diperlukan kedkatan dengan akses pasar akan mempermudah kegiatan pemasaran produk dan mampu meringankan biaya distribusi produk. Industri LCM serbuk sawit membutuhkan infrastruktur yang mendukung yaitu kebutuhan tenaga listrik harus memadai, pasokan air tanah memadai dengan kualitas air masih cukup baik. Keseluruhan kriteria kebutuhan pendirian industri tersebut terpenuhi pada alternatif lokasi Kabupaten Rokan Hulu, sehingga pemilihan lokasi di Kabupateb Rokan Hulu sudah tepat. Ketersediaan sumberdaya manusia pun menjadi faktor penting yang perlu dipertimbangkan. Pasokan sumber daya yang kompeten dan tenaga kerja tersedia dalam jumlah memadai. Dengan adanya industri di atas, tenaga kerja daerah ini dapat terserap dan mengurangi tingkat pengangguran. Selain itu faktor berbagai biaya seperti transportasi pemasaran, biaya pembelian lahan dan pembangunan lahan yang lebih rendah. Dalam pemilihan lokasi ini, tidak menutup kemungkinan pendiri industri mendirikan industri ini di sentra-sentra kabupaten yang banyak terdapat perkebunan kelapa sawit serta daerahdaerah yang menjadi sentra pengeboran minyak sehingga tidak menutup kemungkinan untuk membangun lebih dari satu pabrik. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat rencana pendirian industri ini yang tidak terlalu besar dan tidak terlalu rumit. Pendirian industri di berbagai
kabupaten tersebut dilakukan agar meminimumkan biaya transportasi serta distribusi dari produk LCM serbuk sawit itu sendiri. Tabel 11. Jumlah perkebunan kelapa sawit 4 provinsi terbesar di Indonesia
Provinsi Sumatera Utara Riau Sumatera Selatan Sumatera Barat
Tahun 2008 367 122 100 67
Tahun 2009 330 133 111 66
Tabel 12. Hasil perhitungan lokasi potensial pendirian industri LCM serbuk sawit KRITERIA ALTERNATIF A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 BOBOT
K1
K2
K3
K4
K5
K6
K7
Nilai MPE
PERINGKAT
9 9 9 8 8 7 7 7 7 7
8 7 7 7 7 6 7 6 6 6
8 8 7 8 8 7 7 6 7 7
6 6 6 6 6 6 6 5 6 6
8 8 8 8 8 7 8 7 7 7
8 8 8 8 8 8 7 6 7 7
8 8 8 7 7 7 7 7 7 6
471,353,225 460,340,810 449,328,395 196,125,634 196,125,634 76,151,498 80,236,683 56,937,682 65,139,083 61,053,898
1 2 3 4 4 6 5 9 7 8
9
8
8
6
8
8
8
Keterangan: A1: Kabupaten Rokan Hulu A2 : Kabupaten Kampar A3 : Kabupaten Pelalawan A4 : Kabupaten Labuhan Batu A5 : Kabupaten Tapanuli Selatan A6 : Kabupaten Simalungun A7 : Kabupaten Langkat A8 : Kabupaten Musi Banyuasin A9 : Kabupaten Pasaman Barat A10 : Kabupaten Dharmas Raya 6.
K1: Ketersediaan Bahan Baku K2: Ketersediaan Tenaga Kerja K3: Ketersediaan Infrastruktur yang Baik K4: Masyarakat Sekitar yang Mendukung K5: Sudah Terbangunnya Jaringan Distribusi K6: Peraturan Pemerintah Lokal yang Mendukung K7: Biaya
Desain Tata Letak dan Kebutuhan Ruang Pabrik Desain tata letak sangat dibutuhkan dalam rangka pendirian suatu pabrik, karena hal ini berhubungan dengan penyusunan letak mesin, peralatan-peralatan produksi, dan ruangan-ruangan dalam pabrik. Pada tahapan proses pendirian industri LCM serbuk sawit, penentuan desain tata letak menjadi salah satu faktor yang sangat diperhatikan karena akan membuat proses produksi
dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Hal ini mengacu pada Heinzer dan Render (2004) yang menyatakan bahwa tata letak merupakan salah satu strategi wilayah yang akan menentukan efisiensi operasi dalam jangka panjang. Tata letak pabrik merupakan perwujudan suatu sistem pembuatan produk meliputi pengaturan fasilitas-fasilitas fisik produksi antara pelaksana, aliran barang, aliran informasi dan tata cara yang diperlukan untuk memperlancar proses produksi. Fasilitas fisik yang dimaksud dapat berupa mesin, peralatan, meja, bangunan dan sebagainya. Secara garis besar tujuan utama perancangan tata letak fasilitas pabrik adalah untuk mengatur area kerja dan seluruh fasilitas yang digunakan dalam proses produksi sehingga dapat berjalan dengan lancar, dalam waktu lebih singkat, lebih ekonomis dan aman. Beberapa prinsip dasar yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan tata letak fasilitas pabrik adalah sebagai berikut : Prinsip integrasi total, seluruh elemen produksi yang ada merupakan satu unit operasi yang besar. Prinsip minimal jarak perpindahan bahan guna meningkatkan waktu produksi. Prinsip aliran proses kerja, diusahakan menghindari gerakan balik (back tracking) gerakan memotong (cross movement) dan kemacetan dalam aliran kerja. Prinsip pemanfaatan ruang, mempertimbangkan luasnya.
mempertimbangkan
dimensi
dan
tidak
sekedar
Prinsip kepuasan dan keselamatan kerja, tata letak yang baik adalah tata letak yang mampu menjamin kepuasan dan keselamatan kerja. Prinsip fleksibilitas, suatu tata letak harus fleksibel untuk diadakan penyesuaian atau pengaturan kembali dalam usaha mengimbangi perkembangan perusahaan. Perencanaan rancangan tata letak fasilitas pabrik yang baik selain dapat memperlancar proses produksi juga dapat memberikan keuntungan lain yaitu :
Meningkatkan output produksi dalam waktu singkat dengan biaya produksi lebih murah.
Mengurangi proses pemindahan bahan (material handling).
Mengurangi adanya inventori in-proses karena proses berjalan dengan lancar.
Mengurangi waktu tunggu (delay) dan waktu menganggur.
Memperbaiki moral dan kepuasan kerja. Pada penentuan tata letak pabrik, terdapat tiga tipe tata letak pada pabrik yaitu antara lain
adalah :
Tata Letak Berdasarkan Produk (Layout by Product) Tata letak jenis ini membentuk suatu garis mengikuti jenjang proses pengerjaan produksi suatu produk dari awal hingga akhir.
Tata Letak Berdasarkan Proses (Layout by Process) Layout pada jenis tata letak berdasarkan proses memiliki bagian yang saling terpisah satu sama lain dimana aliran bahan baku terputus-putus dengan mesin disusun sesuai fungsi dalam suatu group departemen.
Tata Letak Berdasarkan Stationary (Layout by Stationary)
Tata letak jenis ini mendekatkan sumber daya manusia (SDM) serta perlengkapan yang ada pada bahan baku untuk kegiatan produksi. Industri LCM serbuk sawit memproduksi satu jenis produk yaitu serbuk sawit. Oleh karena itu, tipe tata letak yang digunakan adalah tipe produk. Layout by Product adalah cara pengaturan dan penempatan semua fasilitas produksi yang diperlukan ke dalam suatu departemen tertentu atau khusus. Suatu produk dapat diproduksi sampai selesai di dalam departemen tersebut, dan tidak perlu dipindah-pindahkan ke departemen yang lain. Dalam Layout by Product, mesinmesin atau alat bantu disusun menurut urutan proses dari suatu produk. Produk bergerak secara terus menerus dalam suatu garis perakitan. Layout by Product akan digunakan apabila volume produksi cukup tinggi dan variasi produk tidak banyak dan sangat sesuai untuk produk yang kontinyu. Tujuan dari Layout by Product pada dasarnya adalah untuk mengurangi proses pemindahan bahan dan memudahkan pengawasan di dalam aktivitas produksi, sehingga pada akhirnya terjadi penghematan biaya (Purnomo, 2004). Ruangan yang terdapat di industri biodiesel ini adalah ruang penerimaan bahan baku, ruang produksi, ruang pengemasan, ruang penyimpanan produk, ruang penampungan limbah, mini lab, sumber air, kantor, mushola dan toilet. Luas ruang produksi adalah sekitar 375 m 2. Tata letak ruang produksi adalah sebagai berikut : 1. Mesin pengecil ukuran 1 2. Mesin pengecil ukuran 2 3. Mesin pengemas Terdapat beberapa pola aliran bahan dalam ruang produksi, yaitu : pola aliran garis lurus jika proses produksinya pendek dan sederhana, pola aliran bentuk “L” jika terdapat keterbatasan pada besar gedung, pola aliran bentuk “U” jika aliran masuk dan keluar pada lokasi yang sama, pola aliran bentuk “O” jika bahan baku dan produk ditempatkan pada satu ruang, dan pola aliran bentuk “S” (zig zag) jika aliran produksi panjang. Aliran bahan yang lancar secara otomastis akan mengurangi biaya dan akhirnya akan meningkatkan produktivitas. Pola aliran bahan dalam ruang produksi untuk memproduksi serbuk sawit adalah pola aliran bahan berbentuk “L” yang dapat dilihat pada Gambar 25 berikut.
1
2
3
Gambar 25. Pola aliran bahan dalam ruang produksi LCM serbuk sawit Keterangan : 1. Mesin pengupas 2. Mesin pengecil ukuran 1 3. Mesin pengecil ukuran 2 Keterkaitan aktivitas digambarkan dengan menggunakan bagan yang disebut dengan bagan keterkaitan aktivitas. Bagan keterkaitan aktivitas merupakan bagan yang menggambarkan tingkat keterkaitan antara dua aktivitas yang ada dan dapat dilihat pada Gambar 26. Derajat keterkaitan di gambarkan dengan simbol :
A E I
= mutlak perlu = sangat penting = penting
O U X
= cukup/biasa = tidak penting = tidak dikehendaki
1 2
1. R. penerimaan BB
3
A
4
O
2. R. Produksi A
E
E I
4. R. Penyimpanan Produk O
6
I
O
3. R. Pengemasan
5. R. Penampungan Limbah
5
O
A
O
U
O
7. Sumber Air O
I
1 2
3 4
5 6
I 7
I
9. Mushola
U U
U
O
U U
U
10 U
U U
U
8. Kantor
U U
I O
9
I O
I I
I
U U
6. Mini Lab
8
I
O
O
7
O
8
I 9
10. Toilet 10
Gambar 26. Diagram keterkaitan antar aktivitas
Bagan keterkaitan aktivitas di atas dijadikan patokan sebagai perhitungan keterkaitan antar ruang. Diagram keterkaitan antar aktivitas menggunakan template-template yang menggambarkan kegiatan yang ada (Apple, 1990). Untuk membuat diagram ini dihitung dengan menggunakan metode Total Closeness Rating (TCR). Perhitungan TCR ini adalah penjumlahan dari bobot setiap simbol dalam satu kegiatan. Bobot dari simbol-simbol tersebut adalah : A = 3 pangkat 4 O = 3 pangkat 1 E = 3 pangkat 3 U = 3 pangkat 0 I = 3 pangkat 2 X =0
Tabel 13. Nilai Total Closeness Rating (TCR) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kegiatan Penerimaan bahan baku Proses Produksi Ruang Pengemasan Gudang Produk Penampungan Limbah Mini Lab Sumber Air Kantor Mushola Toilet
Nilai TCR 113 293 129 49 65 105 53 51 27 33
Parkir
Peringkat 3 1 2 8 5 4 6 7 10 9
Penerimaan Bahan Baku Proses Produksi
Kantor
Pengemasan Sumber air MusholaKantor Toilet
Mini Lab
Penampungan Limbah
Gudang produk jadi
Ruang produksi
Stasiun pengeluaran produk
Gambar 27. Keterkaitan ruang Setelah dianalisis hubungan keterkaitan antar aktivitas dan dibuat bagan dan diagram keterkaitan antar aktivitas, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis kebutuhan ruang yang diperlukan. Kebutuhan luasan ruang produksi tergantung pada jumlah mesin/peralatan, tenaga kerja atau operator yang menangani fasilitas produksi, serta jumlah dan jenis sarana lain yang mendukung kegiatan produksi yang bersangkutan. Jumlah mesin atau tenaga kerja tergantung pada tingkat produksi secara keseluruhan dan tingkat produksi pada setiap tahapan kegiatan produksi. Mesin-mesin dan peralatan yang digunakan mempunyai sistem kerja yang otomatis dan berteknologi tinggi, sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan tidak banyak dan harus terampil, ahli dan mengerti dengan baik proses yang berjalan. Pada Tabel 14 disajikan kebutuhan ruang produksi. Kebutuhan luasan ruang pabrik industri pengolahan LCM serbuk sawit dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 14. Kebutuhan ruang produksi
No
Jumlah
Nama Ruang
1
Penerimaan bahan baku
2
Proses Produksi
Mesin
Operator
Sub total (m2)
Total x 150 %
70
105
60
90
Pengupasan Pemotongan
2
2
60
90
Pengecilan Ukuran
2
2
40
60
Pengemasan
1
1
20
30
5
5
250
375
Total
Area kelonggaran ditentukan sebesar 150 %. Kelonggaran 150 % ini disediakan untuk kegiatan penanganan bahan, pergerakan pekerja dan perawatan, lorong, kolom, dan sebagainya sesuai dengan kebutuhan. Jika jumlah mesin yang akan ditangani operator sudah ditetapkan, maka kebutuhan luas ruang untuk mesin/peralatan dapat ditentukan. Salah satu metode dalam menentukan luasan ruang produksi adalah metode pusat produksi. Pusat produksi terdiri dari mesin dan semua perlengkapan untuk mendukung proses produksi, serta luasan untuk melaksanakan proses operasi. Tabel 15. Kebutuhan luasan ruang pabrik industri LCM serbuk sawit No
Lokasi
1
Ruang Produksi
2
Ruang non Produksi
3
Total
Luas (m2) 375
a. Kantor
30
b. Mini Lab
15
c. Penampungan Limbah
10
d. Mushola dan toilet
20
e. Sumber air
8
Lain-lain a. Parkir
30
b. Jalan
70
c. Lahan terbuka
100 658
72.0 in. x 36.0 in.
Penerimaan dan Pensortiran Bahan Baku Kantor Ruang Produksi
Ruang Pengemasan Mini Lab 72.0 in. x 36.0 in.
Musholla
Gudang Penyimpanan
Sumber Air
Penampungan Limbah
Tree
Tree
Tree
Gambar 28. Layout pabrik LCM serbuk sawit C. Aspek Manajemen dan Organisasi 1. Kebutuhan Tenaga Kerja Analisis kebutuhan tenaga kerja merupakan salah satu aspek dalam manajemen operasi yang perlu direncanakan pada awal proyek. Proses produksi LCM serbuk sawit sebagian besar dilakukan dengan menggunakan mesin, namun dalam pelaksanaan proses produksi tetap dibutuhkan tenaga kerja manusia sebagai operator, pengawas proses produksi, dan beberapa kegiatan produksi yang membutuhkan campur tangan manusia secara langsung. Selain dalam lingkup proses produksi, tenaga kerja dibutuhkan dalam pelaksanaan aktivitas di luar produksi seperti kegiatan administrasi, kegiatan pemasaran, kegiatan distribusi, dan transportasi, serta kegiatan lainnya. Tenaga kerja yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan pekerjaan dan kriteria tenaga kerja yang dibutuhkan. Industri LCM serbuk sawit merupakan perusahaan yang benar-benar baru didirikan sehingga kebutuhan sumber daya merupakan hal yang sangat penting untuk ditetapkan dengan baik. Untuk saat ini perlu dibuat penggolongan pekerja ke dalam golongan tetap, yaitu beberapa orang pekerja mulai dari direktur, manajer, operator, laboran, dan staf masing-masing bidang yng telah ditetapkan dan sistem penggajian ditetapkan dengan cara pembayaran berkala setiap bulan. Sedangkan buruh tebang digolongkan ke dalam tenaga kerja tidak tetap. Penentuan jumlah tenaga kerja diperhitungkan dengan mengidentifikasi kegiatan, sifat, dan beban kerja sehingga dapat ditentukan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan tersebut. Rincian penetapan kebutuhan tenaga kerja disajikan pada Tabel 16 berikut.
Tabel 16. Penentuan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan pada setiap pekerjaan
Temporer
Jumlah Tenaga Kerja (orang) 5
Rutin Harian Rutin Harian
2 1
Rutin Harian
1
Rutin Bulanan
1
Administrasi a. melakukan pembukuan perusahaan b. melakukan maintenance perlengkapan kantor perusahaan
Rutin Harian Temporer
1
Keuangan a. Melakukan pembukuan keuangan b. Mengatur pemasukan dan pengeluaran perusahaan c. Mengatur kerjasama dengan bank serta investor
Rutin Harian Rutin Harian Temporer
2
No. 1 2
3
4
5
6
7
Kegiatan Penebangan Produksi a. Pengecilan ukuran b. Pengemasan Perencanaan Produksi a. Membuat perencanaan produksi minimal 5 tahun ke depan b. Berkoordinasi dengan bagian pemasaran dan logistik untuk mengontrol kontinuitas produksi
Pemasaran a. Membuat perencanaan pasar untuk 10 tahun ke depan (disesuaikan dengan umur proyek) b. Menetapkan sistem pemasaran bagi perusahaan c. Membuat dan maintenance web perusahaan d. Menjalin kerja sama dengan perusahaan pengguna LCM serbuk sawit e. Menjalin kerja sama dengan perusahaan pengeboran asing yang potensial yang menggunakan LCM
Sifat
Temporer
1
Rutin Harian Temporer Rutin Harian
2
Rutin Harian
Logistik a. mengatur jumlah persediaan bahan baku dan produk
Rutin Harian
1
8
Keamanan a. menjaga keamanan pabrik selama 24 jam (dibagi menjadi 2 shift)
Rutin Harian
2
9
Distribusi bahan baku dan produk a. Pendistribusian bahan baku dan produk dilakukan oleh supir dan bagian pemasaran
Rutin
3
Pengawasan mutu a. Melakukan pengawasan pada mutu produk yang dihasilkan
Rutin Harian
2
Kebersihan a. Membersihkan lingkungan pabrik b. Membantu para pekerja memaintenance aset perusahaan
Rutin Harian Rutin Harian
1
10 11
Total
25
Berdasarkan perhitungan kebutuhan tenaga kerja tersebut, langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah membuat tabel kebutuhan tenaga kerja beserta kualifikasinya yang disajikan pada Tabel 17 berikut. Tabel 17. Kebutuhan dan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan pada industri LCM serbuk sawit No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Total
Jabatan Dierektur Manajer produksi Manajer logistik, administrasi, dan keuangan Manajer pemasaran Staff pemasaran Staff logistik Staff administrasi Staff keuangan Operator laboran Buruh Supir Security
Kualifikasi Pendidikan S2 S1
Jumlah (orang) 1 1
S1 S1 S1 S1/D3 SMK Sekretari SMK Akuntansi SMK Mesin SMA/SMK SMP SMA SMP
1 1 2 1 1 1 3 2 7 2 2 25
Pada kajian ini diperkirakan jumlah sumberdaya yang dibutuhkan adalah 25 orang, dengan rincian pekerja tetap sebanyak 20 orang dan pekerja tidak tetap sebanyak lima orang. pada awal pendirian industri, komposisi tenaga kerja terbanyak difokuskan pada bagian pemasaran. Hal ini berkaitan dengan sifat produk yang terglong produk baru dan masih berada pada tahap pengenalan sehingga pemasaran merupakan satu hal yang penting dalam rangka pengenalan dan pencarian pasar LCM serbuk sawit yang diproduksi. Untuk perkembangan perusahaan kedepannya tidak menutup kemungkinan dilakukan perubahan komposisi tenaga kerja maupun dilakukan rotasi kerja. 2.
Struktur Organisasi Setelah identifikasi jabatan menghasilkan gambaran yang jelas yang kemudian disusun neraca organisasi pengelola operasi. Karena penekanan kepada spesialisasi dan efisiensi, maka struktur organisasi operasi umumnya disusun/dikelompokkan berdasarkan fungsi (dengan beberapa variasi seperti organisasi berdasarkan produk atau area). Organisasi ini memberikan kerangka dasar kepada organisasi selanjutnya bilamana perusahaan tumbuh dan berkembang. Manajemen operasional industri yang baik akan mampu memenuhi segala kebijakan dan tujuan perusahaan. Tenaga manajemen yang ahli merupakan faktor utama dalam keberhasilan manajemen industri. Menurut Sutojo (2000), beberapa hal penting yaitu uraian jenis pekerjaan atau tugas pokok yang diperlukan untuk menjalankan operasional industri, struktur organisasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas perusahaan secara efisien, persyaratan minimal yang harus dipenuhi untuk mengisi jabatan yang ada untuk mengisi kekurangan ahli.
Semua pekerjaan yang akan dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan harus dirinci dan didistribusikan semuanya kepada orang-orang yang mampu bekerja di bidang tersebut. Untuk itu harus disiapkan mekanisme koordinasi. Pada perusahaan LCM serbuk sawit yang akan didirikan, setiap pekerjaan didistribusikan kepada pekerja berdasarkan kualifikasi yang dimiliki. Keseluruhan rangkaian kegiatan operasi akan dijalankan oleh beberapa bagian sesuai dengan bidang masing-masing. Secara umum struktur organisasi pada perusahaan LCM serbuk sawit terbagi menjadi beberapa tahapan hirarki yaitu direktur, beberapa manajer, dan staf. Rencana struktur organisasi perusahaan yang menunjukan setiap bagian memiliki peranan dalam bidang yang menjadi tangung jawabnya dapat dilihat pada Gambar 29 berikut. Gambar 29. Struktur organisasi industri LCM serbuk sawit
Direktur
Manajer Produksi dan QC
Manajer pemasaran
Staf Pemasaran
Operator
Laboran
Manajer Logistik, administrasi, dan Keuangan
Buruh
Staf Logistik
Staf Administrasi
Staf Keuangan
Sopir
3.
Deskripsi Pekerjaan Agar pembagian tugas dan tanggung jawab menjadi jelas, maka perlu disusun uraian kerja masing-masing posisi sehingga setiap tanggung jawab dapat dilaksanakan dengan baik. Setiap pekerjaan dideskripsikan secara jelas dan diberikan kepada pekerja yang memiliki kemampuan dalam melaksanakan tanggung jawab tersebut. Deskripsi pekerjaan pada industri ini adalah sebagai berikut.
Direktur Direktur bertugas mengelola keseluruhan fungsi perusahaan LCM serbuk sawit yang meliputi kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, dan mengawasi kegiatan manajer dan staf yang berada di bawahnya.
Manajer produksi dan Quality Control (QC) Manajer produksi dan quality control (QC) bertugas melakukan pengawasan dan pelaksanaan kegiatan produksi LCM serbuk sawit, pengawasan kualitas bahan baku batang kelapa sawit, pemeliharaan sarana produksi, dan penelitian dan pengembangan produk (research and development) agar mampu menghasilkan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen sasaran.
Manajer Logistik, Administrasi, dan Keuangan Manajer logistik, administrasi dan keuangan bertugas mengelola pengadaan bahan baku batang kelapa sawit, pendistribusian produk, dan mengelola berbagai hal yang terkait dengan pengadaan logistik LCM serbuk sawit serta administrasi di dalam perusahaan.
Security
Manajer Pemasaran Manajer pemasaran bertugas mengelola keseluruhan kegiatan pemasaran baik promosi, penjualan, kerja sama dengan mitra maupun proyeksi permintaan untuk setiap periode.
Staf Pemasaran Staf pemasaran bertugas memasarkan produk, melaksanakan strategi pemasaran yang ditetapkan, menjalankan kegiatan promosi dan menjalin kerja sama dengan mitra.
Staf Keuangan Staf keuangan bertugas melaksanakan dan mengelola kegiatan pencatatan keuangan dan pengelolaan keuangan perusahaan.
Staf Administrasi Staf administrasi bertugas melaksanakan dan mengawasi kegiatan pencatatan administrasi kantor dan operasional perusahaan.
Staf Logistik Staf logistik pemasaran bertugas mengelola pendistribusian produk dan mengatur pengadaan dan pengelolaan bahan baku.
Operator Operator bertugas menjalankan mesin sesuai dengan kriteria yang seharusnya. Operator harus secara terus menerus melakukan pengawasan terhadap proses produksi dan kinerja mesin agar tidak terjadi penyimpangan produk yang tidak diinginkan. Operator juga bertugas untuk melakukan perawatan mesin dan alat-alat produksi.
Laboran Laboran bertugas melakukan pengawasan terhadap mutu produk dengan melakukan pengecekan mutu bahan baku, hasil dari tiap tahap produksi, dan produk akhir sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan sesuai dengan arahan dari manajer produksi dan QC.
Supir Supir bertugas mengendarai kendaraan beroda empat milik perusahaan dalam rangka pendistribusian bahan baku maupun produk LCM serbuk sawit yang dihasilkan. Selain itu supir bertugas melaksanakan kegiatan transportasi yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan.
Security Security bertugas menjaga keamanan perusahaan dengan jumlah jam kerja 24 jam siang dan malam dengan pembagian waktu kerja menjadi dua shift.
Buruh Buruh tergolong kedalam tenaga kerja langsung produksi karena bertugas mengangkut bahan baku, produk yang diproduksi, melakukan penebangan batang kelapa sawit serta melakukan proses pengupasan kulit batang kelapa sawit. D. Aspek Lingkungan dan Legalitas 1. Lingkungan Limbah merupakan hasil dari proses yang terjadi di dalam industri yang dapat bersifat merugikan ataupun menguntungkan. Pencemaran pada setiap proses produksi tidak dapat dihilangkan atau dihindari tetapi pencamaran dapat dikendalikan sehingga menimbulkan dampak yang seminimal mungkin. Industri LCM serbuk sawit menghasilkan limbah berupa limbah padat. Limbah padat dihasilkan dari proses pembersihan batang kelapa sawit yaitu berupa kulit batang kelapa sawit dan proses pengecilan ukuran atau penggilingan yaitu berupa loss serbuk yang dihasilkan dari mesin pengecil ukuran. Limbah padat ini dapat tidak tergolong limbah berbahaya bagi lingkungan dan
umumnya dapat terurai secara alami sehingga dapat dibuang langsung ke lingkungan. Selain limbah padat yang dihasilakn dari proses pengolahan, kemasan pun dapat menjadi sumber limbah industri. Misalnya kemasan bocor atau rusak maka akan menjadi potensi dihasilkannya limbah padat. Limbah berupa kemasan akan ditampung dan dibuang secara berkala ke tempat pembuangan sampah. 2.
Legalitas Suatu industri yang didirikan perlu mendapatkan legalitas dari pihak terkait, dalam hal ini pemerintah. Hal ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan industri tersebut dan memberikan kemudahan dalam perjalanan melakukan kegiatan usaha, mendapatkan dukungan serta terikat pada kebijakan yang berlaku pada daerah tertentu. Untuk melegalisasi pendirian dan pengoperasian industri LCM serbuk sawit perlu dibentuk menjadi badan usaha. a.
Badan Usaha Perusahaan yang ada di Indonesia terdapat dalam beberapa bentuk, yaitu Perseroan Terbatas (PT), Persekutuan Komanditer (CV), Koperasi, Firma, Kongsi, Yayasan dan bentuk usaha tetap. Dalam hal pemilikan, bentuk perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ukuran perusahaan, jenis perusahaan, pembagian laba, resiko yang akan ditanggung, pembagian pengawasan dan aturan penguasaan perusahaan. Berdasarkan pertimbangan diatas, maka bentuk perusahaan yang sesuai untuk industri LCM serbuk sawit ini adalah Perseroan Terbatas (PT). Pemilihan ini dilakukan dengan alasan modal investasi yang dibutuhkan relatif cukup besar. b.
Perizinan Untuk mendirikan suatu industri, menurut Keputusan Menteri Negara Investasi (Menives) No. 38/SK/1999 pada Bab I tentang Ketentuan Umum, diperlukan izin-izin dan persyaratan legalitas sebagai berikut : 1. Persetujuan fasilitas dan izin pelaksanaan penanaman modal yang dikeluarkan Menives/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM) atau Ketua BPKMD terdiri dari : Persetujuan pemberian fasilitas pembebasan bea masuk dan fasilitas perpajakan atas pengimporan barang modal. Persetujuan pemberian fasilitas pembebasan bea masuk atas pengimporan bahan baku dan/atau bahan penolong untuk keperluan produksi 2 (dua) tahun berdasarkan kapasitas terpasang. Persetujuan pemberian fasilitas pajak penghasilan yang ditanggung oleh pemerintah untuk usaha industri tertentu. Angka Pengenal Importir Terbatas (APIT). Keputusan tentang Rencana Penggunaan Tenaga Kerja warga Negara asing pendatang (RPTK). Keputusan tentang Izin Kerja Tenaga Kerja Warga Negara Asing pendatang (IKTA). 2.
Izin Usaha Tetap (IUT), Izin Usaha Perluasan dan Pembaharuan IUT. Izin pelaksanaan penanaman modal yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota terdiri dari : Izin lokasi Izin Undang-undang Gangguan (UUG)/HO Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
Daerah
Menurut Ariyoto (1990), minimal diperlukan izin-izin dan persyaratan legalitas sebagai berikut : Persetujuan prinsip mendirikan industri Surat Izin Umum Perusahaan (SIUP) Tanda Daftar Perusahaan (TERDAPAT) Akta Pendirian Perusahaan Persyaratan izin Undang-undang gangguan (HO) dan izin tempat usaha adalah sebagai berikut: Mengisi formulir permohonan dan materai Rp.3000 sebanyak 2 Surat persyarataan tidak keberatan dari tetangga Rekomendasi pertimbangan dari Camat Berita acara pemeriksaan lapangan dari kecamatan setempat Gambar lokasi ruangan yang akan dipergunakan Keterangan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Pas photo hitam putih ukuran 3 x 4 sebanyak 6 lembar Akta Pendirian Perusahaan, bagi yang berbadan hukum Surat keterangan tanda bukti pemilikan/penyewaan bangunan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Surat Keterangan (SEKRI) bagi keturunan asing Rekomendasi dari instansi yang sesuai dengan jenis yang dimohon Perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia. Perseroan memperoleh status sebagai badan hukum setelah akta pendirian persero disyahkan oleh menteri kehakiman Republik Indonesia. Berdasarkan UU Republik Nomor 1 tahun 1995 tentang perseroan terbatas (PT), pasal delapan menyatakan bahwa akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan lain, seperti : Nama lengkap, tempat tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal dan kewarganegaraan pendiri Susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan anggota direksi dan komisaris yang pertama kali diangkat Nama pemegang saham yang mengambil bagian saham pada saat pendirian Anggaran Dasar perseroan memuat sekurang-kurangnya : Nama dan tempat kedudukan perseroan Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan Jangka waktu berdirinya perseroan Besarnya jumlah modal Susunan, jumlah dan nama anggota direksi dan komisaris Tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen Selain itu, berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, direksi perseoan wajib mendaftarkan perusahaan. Hal-hal yang harus didaftarkan : Akta pendirian beserta surat pengesahan menteri kehakiman RI Akta perubahan Anggaran Dasar beserta laporan kepada menteri kehakiman RI
Untuk mendirikan suatu industri juga diperlukan izin lokasi usaha, untuk memperoleh izin lokasi, pemohon menyampaikan permohonan secara tertulis kepada gubernur kepala daerah melalui Kanwil BPN dengan dilengkapi : Rekomendasi Bupati/Walikota Kepala Daerah Akte pendirian perusahaan bagi perusahaan yang berbadan hukum atau Surat Izin Usaha bagi perusahaan perseorangan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Lay out pabrik Garis besar uraian proyek Pernyataan kesanggupan memberikan ganti rugi dan atau menyediakan tempat penampungan bagi pemilik tanah Pertimbangan aspek penatagunaan tanah Peta rencana tata ruang lokasi yang bersangkutan Dewasa ini, pemerintah masih membuka kesempatan lebar bagi perusahaan yang bermaksud mendirikan industri yang dapat meningkatkan nilai tambah pada bahan baku, memperluas kesempatan kerja, serta meningkatkan pendapatan daerah. Oleh karena itu, selama persyaratan yang dibutuhkan dapat dipenuhi, maka tidak akan ada kesulitan untuk memperoleh perizinan tersebut. c.
Pajak Industri LCM serbuk sawit tidak terlepas dari kewajiban pajak yang dibebankan, sesuai dengan Undang-Undang No. 17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan yang menyatakan bahwa yang menjadi subjek pajak adalah badan yang terdiri dari Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah, Perseroan atau perkumpulan lainnya, Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan atau lembaga untuk usaha tetap. Penentuan besar pajak penghasilan yang dilakukan berdasarkan Undang-Undang Perpajakan No.17 tahun 2000, yaitu keuntungan dibawah Rp 50 juta maka dikenakan pajak sebesar 10 persen dari pendapatan, apabila pendapatan antara Rp 50 juta sampai dengan Rp 100 juta, maka dikenakan pajak 10 persen dari Rp 50 juta ditambah dengan 15 persen dari pendapatan yang telah dikurangi dengan Rp 50 juta, kemudian apabila pendapatan berada diatas Rp 100 juta, maka dikenakan pajak sebesar 10 persen dari Rp 50 juta ditambah 15 persen dari Rp 50 juta dan ditambah dengan 30 persen dari pendapatan yang telah dikurangi Rp 100 juta. E. Analisis Finansial Analisis aspek finansial bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan. Untuk melakukan perhitungan analisis finansial ini diperlukan beberapa parameterparameter yang berasal dari analisis sebelumnya yaitu kapasitas produksi, pangsa pasar, teknologi yang dipakai, pilihan peralatan, jumlah tenaga kerja, fasilitas pendukung, dan proyeksi hargaharga. 1. Asumsi Perhitungan Finansial Asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisis finansial industri LCM serbuk sawit ini adalah sebagai berikut. a. Umur investasi diasumsikan selama 10 tahun b. Nilai sisa bangunan sebesar 50 persen dari nilai awal, nilai sisa tanah tetap dari nilai awal sedangkan nilai sisa mesin 10 persen dari nilai awal
c. d. e. f. g. h. i.
j. k.
Umur ekonomis mesin, peralatan dan kendaraan sebesar lima tahun Biaya pemeliharaan mesin dan peralatan sebesar 0.5 persen dari harga. Asuransi asset sebesar 0.5 persen Kapasitas produksi sebesar 160,000 ton pertahun Kebutuhan bahan baku untuk LCM serbuk sawit: 125 batang kelapa sawit pertahun Target kapasitas produksi untuk tahun pertama yaitu sebesar 80%, tahun kedua sebesar 90%, tahun ketiga dan seterusnya sebesar 100%. Jumla hari kerja pertahun adalah 312 hari dengan asumsi satu bulan terdapat 26 hari kerja. Harga-harga yang digunakan dalam analisa finansial ini berdasarkan harga pada saat analisis teknoekonomi tahun 2011 dan selama tahun perencanaan yang dipengaruhi discount factor pada MARR sebesar 12 persen di bank. Debt Equity Ratio (DER) yang ditetapkan adalah sebesar 300 juta modal sendiri dan 400 juta modal yang dipinjam dari bank, besar angsuran tiap tahun seragam. Besar pajak keuntungan didasarkan pada undang-undang no. 17 tahun 2000 dan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) berdasarkan pasal 1 undangundang PPN, yaitu sebagai berikut: Jika pendapatan < 50.000.000 maka 10 persen x pendapatan Jika 50.000.000 < pendapatan < 100.000.000 maka (10 persen x 50.000.000) + (15 persen x pendapatan - 50.000.000)
Jika pendapatan > 100.000.000 maka (10 persen x 50.000.000) + (15 persen x 50.000.000) + (30 persen x pendapatan - 100.000.000). l. Modal kerja dihitung berdasarkan modal dasar dan pinjaman yang diperoleh dari bank. m. Proyek dimulai pada tahun ke-0 sedangkan produksi pertama dimulai pada tahun ke-1. Asumsi-asumsi lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 7. 2.
Sumber Dana dan Struktur Pembiayaan Pembiayaan investasi terdiri atas dua sumber dana yaitu dari dana pinjaman Bank dan modal sendiri. Untuk dana pinjaman berasal dari Bank Konvensional, yaitu kredit investasi yang diberikan untuk mendirikan usaha baru. Nilai suku bunga yang berlaku untuk pinjaman tersebut adalah 12 persen, sedangkan untuk Debt Equity Ratio (DER) atau porsi pendanaan yang berlaku adalah 400 juta dari pihak bank dan 300 juta merupakan modal dasar. Struktur pendanaan dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Struktur pembiayaan industri LCM serbuk sawit Jenis kredit Modal investasi tetap Modal kerja Jumlah
Kebutuhan investasi
Modal sendiri
Pinjaman
(559,298,250)
300,000,000
(559,298,250)
300,000,000
259,298,250 140,701,750 400,000,000
Pembayaran pinjaman sumber dana untuk investasi dilakukan selama enam tahun, Pembayaran angsuran pinjaman pokok dan bunga dimulai pada tahun pertama. Struktur pembiayaan pembayaran kepada bank dapat dilihat pada lampiran 8.
3.
Biaya Investasi Biaya investasi adalah biaya yang dibutuhkan pada saat akan mendirikan industri biodiesel dari biji nyamplung. Biaya investasi terdiri dari atas biaya investasi tetap dan modal kerja. Biaya investasi tetap merupakan biaya yang diperlukan untuk keperluan pabrik, mulai dari biaya pra investasi, pembangunan pabrik, fasilitas penunjang, pembelian mesin-mesin, peralatan kantor dan transportasi. Perincian investasi pabrik lampiran 9 sedangkan untuk perincian nilai sisa dan penyusutan dari modal investasi tetap terdapat pada lampiran 10. Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), biaya modal kerja adalah biaya operasi yang diperlukan untuk memproduksi biodiesel pada kali pertama. Perhitungan modal kerja tergantung pada kebijakan perusahaan yang pembeliaan atau penjualannya secara kredit tentu akan membutuhkan modal kerja yang berbeda dengan perusahaan yang melakukan tunai. Modal kerja diperlukan untuk menjamin kegiatan pada awal produksi, Modal kerja dihitung dalam satu bulanan untuk mengetahui besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk memulai produksi dalam satu bulan. Komposisi dari modal kerja tersebut dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Komposisi modal kerja NO. 1
MODALKERJA Sisa Uang
NILAI 140,701,750
Rp
TOTAL MODAL
Rp 140,701,750
Investasi pabrik LCM serbuk sawit bernilai Rp. 559,298,250 seperti yang terinci pada Tabel 20. Tabel 20. Biaya investasi Industri LCM serbuk sawit Komponen
Nilai (dalam rupiah)
1. Modal tetap Pra investasi
35,000,000
Bangunan
350,800,000
Mesin dan peralatan
123,265,000
Alat kantor
14,300,000
Peralatan Penunjang
9,300,000
Kontingensi
26,633,250
Total
559,298,250
Modal tetap memiliki presentase sebesar 90 persen dari total investasi atau senilai Rp 607,298,250 . 4.
Harga dan Prakiraan Penerimaan Harga pokok dari LCM serbuk sawit adalah Rp. 3854 , harga akhir LCM serbuk sawit yang telah ditambah margin sebesar 20 persen adalah Rp.4625 per kg. Harga akhir diperoleh dari biaya variabel, biaya tetap dan kapasitas produksi pada tahun pertama. Untuk tahun pertama kapasitas produksi adalah sebesar 80%, sedangkan tahun kedua adalah 90% dan tahun ketiga
sampai seterusnya adalah 100%, Asumsi yang dipakai adalah produk terjual 100 % dari yang diproduksi. Jumlah produksi untuk tahun pertama sebesar 128,000 kg untuk tahun kedua sebesar 144,000 kg dan untuk tahun ketiga sampai tahun kesepuluh kapasitas produksi LCM serbuk sawit sebesar 160,000 kg. Total penjualan dapat dilihat pada lampiran 11. Berdasarkan perhitungan seluruh biaya yang berkaitan dengan harga LCM serbuk sawit sehingga dapat diperoleh harga akhir untuk konsumsi perusahaan penyedia lumpur pengeboran dan perusahaan pengeboran minyak tidak terlalu tinggi, hal tersebut dikarenakan biaya produksi yang dikeluarkan tidak terlalu mahal untuk pembuatan LCM serbuk sawit tersebut. Penerimaan tahunan didapatkan dari hasil penjualan pada tahun tersebut. Asumsi yang digunakan adalah setiap tahun seluruh produk yang diproduksi habis terjual. Hal ini disebabkan LCM serbuk sawit yang diproduksi telah memiliki standar kualitas dan harga kompetitif, sehingga dengan spesifikasi yang dihasilkan diharapkan dapat bersaing dipasaran. Ditargetkan 100 persen LCM serbuk sawit dapat terjual dari total produk yang diproduksi pada tahun tersebut. Pada tahuntahun berikutnya penjualan tetap dipertahankan sebesar 100 persen dari total LCM serbuk sawit yang diproduksi. Asumsi biaya operasional dapt dilihat pada lampiran 12 dan perhitunga total biaya operasi pabrik dapat dilihat pada lampiran 13. 5.
Proyeksi Laba Rugi Laporan laba rugi adalah suatu laporan yang sistematis tentang penghasilan, biaya, rugilaba yang diperoleh oleh suatu perusahaan selama periode tertentu. Dalam laporan laba rugi ini menggambarkan mengenai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan rugi-laba dalam suatu periode tertentu. Laporan laba rugi mempunyai 2 unsur yaitu pendapatan dan beban/biaya :
Penghasilan (income) Adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akutansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Pendapatan timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan seperti penjualan barang (produk) dan produk samping.
Beban (expanse) Adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akutansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya nilai aktiva atau kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal. Contoh yang termasuk dalam kategori beban/biaya adalah biaya pemasaran, biaya gaji karyawan, biaya penyusutan dan sejenisnya. Proyeksi laba rugi diperlukan untuk mengetahui tingkat profitabilitas suatu usaha. Laba bersih yang didapatkan memiliki karakteristik laba operasi earning before interest and tax (EBIT) yang dikurangi dengan pembayaran angsuran dan pajak. Laporan laba rugi tersebut dapat dilihat pada lampiran 14. Pajak dihitung berdasarkan Undang-undang no.17 tahun 2000, untuk mendapatkan laba bersih dilakukan pengurangan pada laba atas pajak. Laba bersih ini kemudian menjadi dasar perhitungan dalam analisis arus kas. 6.
Proyeksi Arus Kas Aliran arus kas proyek dikelompokkan menjadi tiga yaitu, aliran kas awal (initial cash flow), aliran kas periode operasi (operational cash flow), dan aliran kas terminal (terminal cash flow). Aliran kas awal adalah pengeluaran untuk merealisasikan gagasan sampai menjadi
kenyataan fisik, misalnya aliran kas langsung pengeluaran biaya pembangunan unit instalasi. Aliran kas periode operasi merupakan aliran kas yang masuk dari penjualan produk dan aliran kas yang keluar yang terdiri dari biaya produksi, pemeliharaan, depresiasi dan pajak. Aliran kas terminal adalah aliran kas yang didapat pada saat proyek berakhir, aliran kas ini terdiri dari dari nilai sisa (salvage value) aktiva tetap dan pengembalian (recovery) modal kerja. (Soeharto, 2000). Proyeksi arus kas dapat dilihat pada lampiran 15. 7.
Titik Impas (Break Event Point) Titik impas adalah titik dimana total biaya produksi sama dengan pendapatan. Titik impas menunjukkan bahwa tingkat produksi telah menghasilkan pendapatan yang sama besarnya dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Selain dapat menghubungkan antara volume penjualan, harga satuan dan laba, analisa titik impas juga memberikan informasi mengenai hubungan antara biaya tetap dan biaya variabel. Perhitungan titik impas untuk pabrik LCM serbuk sawit adalah : BEP = Biaya Tetap 1- (Biaya Variabel / Penerimaan) BEP = 390,051,315 1- (185,715,200 / 740,259,000 ) = Rp. 520,068,420 atau = 112,447 kg 8.
Kriteria Kelayakan Investasi Kriteria investasi yang digunakan antara lain adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Pay Back Period (PBP). Untuk menentukan layak atau tidaknya proyek tersebut didanai, maka diperlukan metode yang memperhitungkan pula berubahnya nilai uang terhadap waktu atau faktor diskonto. Hal ini dikarenakan faktor diskonto merupakan suatu teknik, dan dengan teknik tersebut dapat menurunkan manfaat yang diperoleh pada masa mendatang dan arus biaya menjadi nilai biaya pada masa sekarang (Gittinger, 1986). Perhitungan berbagai kriteria investasi harus didasarkan pada proyeksi arus uang, dalam hal ini proyeksi arus uang bersih (net cash flow). Net cash flow merupakan hasil penjumlahan laba bersih dengan penyusutan. Nilai ini merupakan penerimaan nilai riil yang dapat diperhitungkan untuk pengembalian bunga pinjaman dan angsuran serta untuk memperkirakan jangka waktu pengembalian kredit. Berdasarkan proyeksi arus uang tersebut dapat dihitung berbagai kriteria investasi. a. Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) merupakan selisih dari nilai investasi sekarang dengan nilai penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Untuk menghitung nilai sekarang tersebut perlu ditentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang dianggap relevan. Apabila nilai penerimaan kas bersih di masa yang akan datang lebih besar daripada nilai sekarang investasi, maka proyek tersebut menguntungkan sehingga dinyatakan layak dan begitu pula sebaliknya. Nilai NPV yang diperoleh untuk proyek pendirian pabrik LCM serbuk sawit adalah sebesar 723,717,481. Nilai tersebut lebih besar dari nol, ini berarti bahwa proyek memperoleh peningkatan nilai uang, sehingga pendirian pabrik ini dianggap layak sesuai perhitungan NPV.
b. Internal Rate of Return Internal Rate of Return (IRR) atau arus pengembalian internal merupakan tingkat kemampuan proyek untuk menghasilkan keuntungan dan dapat dinyatakan sebagai tingkat suku bunga pinjaman (bank) yang menghasilkan nilai NPV aliran kas masuk sama dengan dengan aliran kas keluar. Untuk menentukan layak atau tidaknya proyek dilaksanakan maka sebagai patokan dasar pembanding adalah tingkat bunga yang berlaku di lembaga keuangan yang ada yaitu ditetapkan sebesar 12 persen. Jika nilai IRR lebih besar dibandingkan tingkat suku bunga bank, maka usaha dinyatakan layak. IRR pada usaha ini sebesar 30 persen yang berarti bahwa pendirian pabrik LCM serbuk sawit layak untuk dilaksanakan. c. Net B/C Ratio Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) menunjukkan manfaat yang diberikan dari proyek ini untuk kepentingan umum dan bukan keuntungan finansial perusahaan. Nilai Net B/C dihitung berdasarkan nilai arus kas yang telah diperhitungkan nilai perubahannya terhadap waktu. Nilai net B/C proyek ini diperoleh sebesar 2.19 yang menunjukkan bahwa pendirian pabrik LCM serbuk sawit ini layak untuk dilaksanakan, karena nilai net B/C lebih besar dari satu. d. Pay Back Period (PBP) PBP merupakan jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan seluruh modal suatu investasi, yang dihitung dari aliran kas bersih. Menurut Rangkuti (2000), Pay back period adalah suatu periode yang menunjukkan berapa lama modal yang ditanam dalam proyek dapat kembali dan menggambarkan lamanya waktu agar dana yang telah diinvestasikan dapat dikembalikan. Berdasarkan hasil perhitungan, nilai PBP untuk proyek ini adalah 3.8 tahun yang berarti untuk mengembalikan investasi awal pabrik dibutuhkan waktu 3 tahun 8 bulan setelah pabrik berproduksi. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa industri LCM serbuk sawit layak untuk didirikan karena waktu pengembalian modal lebih cepat dibandingkan dengan umur proyek. Berdasarkan semua kriteria investasi yang telah dipaparkan maka dapat disimpulkan bahwa industri pengolahan batang kelapa sawit menjadi LCM serbuk sawit layak untuk direalisasikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 21 dan lampiran 16. Tabel 21. Penilaian kriteria investasi
9.
Kriteria
Nilai
NPV
723,717,481
IRR
30%
Net B/C
2.19
PBP (Tahun)
3.8
Analisis Kepekaan/Sensitivitas Analisis kepekaan ini dimaksudkan untuk mengkaji sejauh mana perubahan parameter dalam aspek finansial berpengaruh terhadap keputusan yang dipilih. Bila nilai unsur tertentu berubah dengan variasi yang relatif besar tetapi tidak berakibat terhadap keputusan investasi, maka dikatakan bahwa keputusan untuk berinvestasi pada suatu proyek tidak sensitif terhadap unsur yang dimaksud.
Gray et al. (1992) menambahkan, analisis sensitivitas diperlukan apabila terjadi suatu kesalahan dalam menilai biaya atau manfaat serta untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi perubahan suatu unsur harga pada saat proyek tersebut dilaksanakan. Perhitungan kembali perlu dilaksanakan, mengingat proyeksi-proyeksi yang ada banyak mengandung unsur ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Selanjutnya, Gray et al. (1992) menyatakan bahwa perubahan-perubahan yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut: a. Kenaikan dalam biaya konstruksi (cost over run), karena perhitungan yang terlalu rendah yang kemudian ternyata pada saat pelaksanaan biaya meningkat karena harga peralatan, mesin, dan bahan bangunan meningkat. b. Perubahan dalam harga hasil produksi, misalnya karena turun harga di pasaran umum. c. Terjadinya penurunan pelaksanaan pekerja. Analisa sensitivitas dilakukan terhadap perbedaan proses yang dapat berpengaruh dengan harga jual dan kapasitas yang dihasilkan, kenaikan harga bahan baku, dan penurunan harga jual produk. Analisis dilakukan pada empat kriteria investasi, yaitu NPV, IRR, B/C Ratio. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Analisis sensitivitas terhadap penurunan kapasitas dan harga jual
Perubahan Penurunan Kapasitas menjadi 80,000 kg/tahun Penurunan harga jual sebesar 10 persen
Kriteria investasi NPV
IRR
Net B/C
PBP (tahun)
342,206,175
22%
1.68
4.7
25,368,897
13%
1.04
7.0
Penurunan harga jual sebesar 20,7 persen
(224,127,612)
6%
0.63
10.5
Penurunan harga jual sebesar 20,8 persen
(226,544,043)
6%
0.63
10.5
Pengurangan kapasitas guna mengetahui apakah jumlah kebutuhan yang saat ini digunakan berdasarkan kebutuhan pasar dapat berpengaruh terhadap harga produk dan kriteria investasi yang cenderung lebih besar apabila dibandingkan dengan keadaan normal. Harga produk yang pada awalnya adalah Rp. 3,854 per kilogram menjadi lebih tinggi yaitu Rp. 6,417 per kilogram dengan kriteria kelayakan investasi yang menunjukkan industri ini masih layak didirikan. Sama halnya dengan sensitivitas terhadap penurunan harga mempunyai titik kritis berkisar antara 10 % dan 20,7 sampai 20,8 persen dari harga awal Industri masih dikatakan layak jika terjadi penurunan harga sebesar 10 persen. Namun, jika sudah mencapai penurunan sebesar 20,7 sampai dengan 20,8 persen maka industri sudah dianggap tidak layak, karena semua kriteria investasi atau salah satu menunjukkan ketidaklayakan. Penurunan masih diperbolehkan sampai 10 persen. Jadi jika akan melakukan potongan harga, batas maksimalnya adalah sampai Rp. 3469 per kilogram. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 17 sampai dengan Lampiran 20.