Kode Rumpun Ilmu: 351/Kesehatan Masyarakat
USULAN PENELITIAN DOSEN MUDA
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN BEROBAT PADA PENDERITA TB PARU DI PUSKESMAS CIHIDEUNG KOTA TASIKMALAYA
Pengusul : H. Kamiel Roesman Bachtiar, dr., M.Si/ NIDN : 04-2111-5301 Iseu Siti Aisyah, S.P,M.Kes/ NIDN : 04-2406-8004
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS SILIWANGI TASIKMALAYA 2017
RINGKASAN Tuberculosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2013 terdapat 9 juta penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB (WHO, 2014). Ancaman TB Paru yang lain adalah adanya Multiple DrugResistance (MDR) yang terjadi karena penderita TB tidak patuh dalam mengkonsumsi Obat Anti TBC (OAT) secara teratur, hal ini disebabkan karena beberapa hal salah satunya adalah kurangnya pengetahuan tentang pengobatan TB Paru pada Pengawas Menelan Obat (PMO) dan penderita itu sendiri. Penelitian ini ingin menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan berobat penderita TB paru. Desain penelitian adalah kasus kontrol dengan populasi pada penelitian ini adalah Pasien TB paru di Puskesmas Cihideung dan sampelnya adalah penderita TB paru sebanyak 90 orang. Analisis bivariat menggunakan uji statistik chi square pada derajat kepercayaan 95%. Kata kunci : Tuberculosis (TB Paru), Pengetahuan, Kepatuhan Berobat
DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul Halaman Pengesahan Daftar Isi ………………………………………………………. Ringkasan ……………………………………………………….. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .......................................................................... B. Perumusan Masalah …………………………………………. C. Tujuan Penelitian …………………………………………..... D. Luaran Penelitian …………………………………………….. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Tuberkulosis....................................................................... B. Pengobatan Tb Paru ........................................…………………. C. Kepatuhan Berobat.......................................................................12 D. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan berobat penderita TB Paru
i 1 5 6 6 7 8 10
.........................................15
BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep ……………………………………………. B. Hipotesis …………………………………………………….. C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional …………………. D. Metode Penelitian ……………………………………………. E. Populasi dan Sampel …………………………………………. F. Instrumen Penelitian ………………………………………… G. Pengolahan dan Analisis Data ……………………………….. BAB IV ANGGARAN BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN A. Anggaran Biaya ......................................................................... B. Jadwal Penelitian ............................................................................ DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Lampiran 1 Justifikasi Anggaran Lampiran 2 Susunan Organisasi dan Pembagian Tugas Lampiran 3 Biodata Ketua dan Anggota Peneliti Lampiran 4 Surat Pernyataan Ketua Peneliti
18 18 19 21 22 23 24 25 25
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Tuberculosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2013 terdapat 9 juta penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB (WHO, 2014). Pada tahun 2014 terdapat 9,6 juta penduduk dunia terinfeksi kuman TB (WHO, 2015). Pada tahun 2014, jumlah kasus TB paru terbanyak berada pada wilayah Afrika (37%), Wilayah Asia tenggara (28%), dan wilayah Mediterania Timur (17%) (WHO, 2015). Menurut hasil Riskesdas 2013, prevalensi TB berdasarkan diagnosis sebesar 0,4% dari jumlah penduduk. Menurut Provinsi, prevalensi TB paru tertinggi berdasarkan diagnosis yaitu Jawa Barat sebesar 0,7%, DKI Jakarta dan Papua masing-masing sebesar 0,6%. Sedangkan Provinsi Riau, Lampung dan Bali merupakan Provinsi dengan prevalensi TB paru terendah berdasarkan diagnosis yaitu masing-masing sebesar 0,1% (Kemenkes, 2014) Didalam target MDGs 2015 pada poin ke enam terdapat target pengendalian penyebaran penyakit menular dan salah satunya adalah Tuberkulosis. Target penurunan kejadian tuberkulosis yang telah ditentukan dalam MDGs 2015 yaitu sebanyak 222 kasus per 100.000 penduduk. Akan tetapi, pada tahun 2013 target tersebut telah tercapai dengan angka kejadian tuberkulosis sebanyak 183 kasus per 100.000 penduduk (Laporan MDGs, 2014). Meskipun demikian, hal tersebut masih belum sesuai dengan Visi Kemenkes RI direktorat jenderal pengendalian penyakit yaitu “menuju masyarakat bebas masalah TB, sehat, mandiri dan berkeadilan” (Kemenkes RI, 2014). Ancaman TB Paru yang lain adalah adanya Multiple Drug Resistance (MDR) yang terjadi karena diantara penderita TB tidak patuh dalam mengkonsumsi Obat Anti TBC (OAT) secara teratur, hal ini disebabkan karena beberapa hal salah satunya adalah kurangnya pengetahuan tentang
pengobatan TB Paru pada Pengawas Menelan Obat (PMO) dan penderita itu sendiri. Hal tersebut bisa terjadi tidak tuntasnya pengobatan TB Paru yang relatif lama dan kebosanan pada penderita dalam mengkonsumsi Obat Anti TB (OAT), karena pengobatan TB memerlukan waktu yang relatif lama. Dengan demikian untuk mendukung keberhasilan pemerintah dalam penyakit TB, prioritas utama ditujukan terhadap peningkatan mutu pelayanan, penggunaan obat yang rasional dan paduan obat yang sesuai dengan strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) (Gerdunas TB, 2005). Serangan penyakit Tuberculosis-Multi drug Resistant Tuberculosis (TBMDR) yang kebal dari pengobatan, mengalami kenaikan, di tingkat global, Indonesia berada di peringkat 8 dari 27 negara dengan beban TBMDR terbanyak di dunia dengan perkiraan pasien TBMDR sebanyak 6900 kasus, yaitu 1,9% dari kasus baru, dan 12% dari kasus pengobatan berulang (WHO Global Report 2013). Di provinsi Jawa Barat 0,7% bahkan
di Kota
Tasikmalaya menggambarkan kenaikan yang bermana sebanyak 10% dari 686 kasus TB paru. Pada awal tahun 2012 di Kecamatan Cihideung hanya tercatat empat orang namun hingga pada bulan Mei 2013, jumlah penderita TBMDR menjadi 7 orang. (Data Dinkes Kota Tasikmalaya, 2013) dalam (Tribun News,2013).
Dalam survey awal yang dilaksanakan pada hari kerja
puskesmas Cihideung melakukan wawancara terhadap 20 pasien yang datang untuk berobat khusus penyakit Tubeculosa maka didapatkan hasil sebagai berikut, 13 orang (65%) menyatakan responden tidak patuh obat karena pengetahuan yang rendah, dan 7 pasien (35%) tidak patuh karena peran PMO. Berdasarkan keadaan tersebut, penulis tertarik untuk meneliti tentang analisa faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan menggunakan OAT di Puskesmas Cihideung Kota Tasikmalaya.
B. Rumusan Masalah Munculnya penyakit Tuberculosa dengan katagori TBMDR yang kebal pengobatan pada akhir-akhir ini mengalami kenaikan dan akan menjadi beban
baru dengan timbulnya kasus-kasus tersebut, terutama di kota Tasikmalaya terjadi kenaikan yang bermakna ( 4 menjadi 7 kasus ) atau 63% dari penderita TB Paru –TBMDR. Diperkuat dengan hasil survey awal adalah sebagai berikut 13 orang (65%) tidak patuh dalam berobat karena pengetahuan akan TB paru yang rendah. Untuk mengantisipasi hal tersebut diatas saya terdorong untuk melakukan analisa melalui penelitian
terhadap faktor-faktor yang
berhubungan dengan kepatuhan berobat pada penderita TB Paru di puskesmas Kecamatan Cihideung Kota Tasikmalaya.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan berobat pada penderita Tuberkulosis (TB) paru di wilayah kerja Puskesmas Cihideung Kota Tasikmalaya. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan karakteristik responden penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Cihideung Kota Tasikmalaya); b. Menganalisis hubungan umur dengan kepatuhan berobat pada penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Cihideung Kota Tasikmalaya; c. Menganalisis hubungan jenis kelamin dengan kepatuhan berobat pada penderita TBParu di wilayah kerja Puskesmas Cihideung Kota Tasikmalaya; d. Menganalisis hubungan tingkat pendidikan dengan kepatuhan berobat penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Cihideung Kota Tasikamalaya; e. Menganalisis hubungan penghasilan dengan kepatuhan berobat pada penderita
TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Cihideung Kota
Tasikmalaya; f. Menganalisis hubungan pengetahuan dengan kepatuhan berobat pada penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Cihideung Kota Tasikamalaya;
D. Luaran Penelitian Penelitian ini akan menghasilkan luaran berupa artikel ilmiah yang akan dimuat pada jurnal nasional yang ber-ISSN.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Tuberkulosis Tuberkulosis (TB) adalah penyakit radang parenkim paru yang menular karena infeksi kuman TB yaitu Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. (Depkes RI, 2008). Sedangkan menurut Somantri (2009) Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat juga menyebar ke bagian seluruh tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe. TB adalah suatu penyakit infeksi kronik yang dihubungkan dengan tempat tinggal di daerah urban dan lingkungan yang padat. (Bahar dan Amirn, 2006). Menurut
Achmadi
(2014)
Penyakit
Tuberkulosis
merupakan
penyebab kematian terutama di Negara-negara berkembang di seluruh dunia. Penyakit ini menyerang paru-paru. Umumnya Tuberkulosis pada waktu menyerang pertama kali pada usia anak-anak, dan akan sembuh dengan sendirinya. Namun pada kondisi daya tahan menurun, pada anak-anak biasanya akibat kurang gizi, penyakit ini dapat berkembang kembali. Penyakit ini apabila tidak diobati dengan benar, maka akan berkembang progresif yang diakhiri dengan kematian. Pada penderita yang memiliki status tidak memiliki daya tahan seperti HIV/AIDS, tuberkulosis dapat berkembang dengan sangat progresif. Akibat pengobatan tuberkulosis yang tidak benar, maka kini berkembang Mycobacterium yang resisten terhadap pengobatan. Penyakit tuberkulosis tersebar di seluruh dunia, dan Indonesia dikenal 10 sebagai Negara terbesar dengan penderita TB di seluruh dunia setelah india
dan Cina (Achmadi, 2014). Tuberkulosis (TB) Paru adalah TB yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura sedangkan Tuberkulosis ekstra paru adalah TB yang
menyerang organ tubuh selain paru, misalnya pleura, kelenjar getah bening, selaput otak, perikard, tulang, persendian,kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dll. Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstra paru aktif (Richard,dkk, 2003) dalam (Sianturi, 2013) Adapun klasifikasi TB paru berdasarkan hasil pemeriksaan dahak diantaranya yaitu: a. Tuberkulosis Paru BTA Positif (+) adalah: 1) Sekurang-kurangnya 2 dari spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif (+) 2) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+) dan foto toraks menunjukkan gambaran tuberkulosis (TB). 3) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+) dan biakan kuman TB positif. 4) Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif, setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian non OAT. b. Tuberkulosis Paru BTA Negatif (-) 1) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA (-) 2) Foto toraks abnormal menunjukkan tuberkulosis (TB) 3) Tidak ada perbaikan setelah anti biotika non OAT 4) Ditemukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan (Sianturi, 2013). Menurut Gultom (2015) Pencegahan untuk penderita TB paru agar keluarga tidak tertular antara lain: minum obat secara teratur sampai dengan selesai program pengobatan, menutup mulut waktu bersin dan batuk, tidak meludah di sembarang tempat (meludah di tempat yang terkena sinar matahari/dalam wadah tertutup yang telah diisi dengan cairan sabun/lisol), jemur kasur bekas penderita secara teratur satu minggu satu kali, buka jendela lebar-lebar agar udara segar dan sinar matahari dapat masuk,
keluarga yang mempunyai gejala TB paru sebaiknya memeriksakan diri ke puskesmas. 2.
Pengobatan TB Paru
Penderita yang sudah dinyatakan positif TB, harus diobati dengan segera dan minum obat anti tuberculosis (OAT) selama 6-8 bulan lamanya (Girsang, 2010). Obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6 – 8 bulan, supaya semua kuman persister dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal pada saat perut kosong. Apabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan) kuman TB akan berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). Pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung oleh seorang PMO untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, tahap awal dan tahap Lanjutan. a. Tahap Awal (Intensif Fase) Pada tahap ini penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap Rifampisin. Bila saat tahap ini diberikan secara tepat, penderita menjadi tidak menular dalam waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB yang BTA positif menjadi BTA negative pada akhir tahap intensif. b. Tahap lanjutan (Intermitten Fase) Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat dalam jangka waktu yang lebih lama dan obat yang diberikan lebih sedikit untuk mencegah terjadinya kekambuhan. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Beberapa katagori pengobatan TBC: a. Pengobatan dengan kategori 1:
Akhir bulan ke 2 pengobatan sebagian besar dari penderita dahak yang diperiksa sudah menjadi BTA negatif (konversi). Penderita ini dapat meneruskan pengobatan dengan tahap lanjutan. Jika pemeriksaan ulang dahak pada akhir bulan ke 2 hasilnya masih BTA positif, pengobatan diteruskan dengan OAT sisipan selama 1 bulan. Setelah paket sisipan 1 bulan selesai, dahak diperiksa kembali. Pengobatan tahap lanjutan tetap diberikan meskipun hasil pemeriksaan ulang dahak dahak BTA masih tetap positif. Untuk penderita TB yang BTA negative tetapi Rontgen positif dilakukan Foto Rontgen Thorax ulang pada akhir bulan 2 untuk mengetahui tingkat kerusakan paru-paru. c.
Pengobatan dengan kategori 2. Jika pemeriksaan ulang dahak pada akhir bulan ke 3 masih positif,
tahap intensif harus diteruskan lagi selama 1 bulan dengan OAT sisipan. Setelah 1 bulan diberi sisipan, diperiksa dahaknya kembali. Pengobatan tahap lanjutan tetap diberikan meskipun hasil pemeriksaan dahak ulang masih BTA masih positif. Bila memungkinkan specimen dahak penderita dikirim untuk dilakukan biakan dan uji kepekaan obat (sensitivity test). Sementara pemeriksaan dilakukan, penderita meneruskan pengobatan tahap lanjutan. Bila hasil uji kepekaan obat menunjukkan bahwa kuman sudah resisten terhadap 2 atau lebih jenis OAT, maka penderita tersebut dirujuk ke unit pelayanan spesialistik yang dapat menangani kasus resisten. Bila tidak mungkin, maka pengobatan dengan tahap lanjutan diteruskan sampai selesai. c. Pengobatan dengan kategori 3 Meskipun pengobatan kategori 3 adalah untuk penderita BTA negative, Rontgen Positif namun pemeriksaan ulang dahak pada akhir bulan ke 2. Bila hasil pemeriksaan ulang dahak BTA Positif, maka ada 2 kemungkinan yaitu: pertama suatu kekeliruan pada pemeriksaan 1 (pada saat diagnosis sebenarnya adalah BTA Positif tapi dilaporkan sebagai BTA negatif). Kedua, penderita berobat tidak teratur. Seorang penderita
yang didiagnosis sebagai penderita BTA negative dan diobati dengan katagori 3, yang hasil pemeriksaan ulang dahak pada akhir bulan ke 2 adalah BTA positif, harus didaftar kembali sebagai penderita BTA positif dan mendapat pengobatan dengan kategori 2 mulai dari awal. Pemeriksaan dahak pada sebelum akhir pengobatan (AP) bertujuan untuk menilai hasil pengobatan (sembuh atau gagal)
3. Kepatuhan Berobat Kepatuhan (Complience) berarti mengikuti suatu spesifikasi, standar atau hukum yang telah diatur dengan jelas yang biasanya diterbitkan oleh suatu lembaga/ organisasi yang berwenang dalam suatu bidang tertentu. Lingkup suatu aturan dapat bersifat internasional seperti misalnya standar internasional yang diterbitkan oleh ISO serta aturan-aturan nasional yang diterbitkan oleh Bank Indonesia untuk sektor Perbankan Indonesia. (Wikipedia, 2000). Kepatuhan dalam berobat menggunakan OAT jenis FDC meliputi kepatuhan dalam menelan OAT secara teratur dan terus menerus tanpa terputus setiap hari (terutama dalam fase intensif/ awal), sesuai dengan dosis yang dianjurkan, sesuai dengan jumlah obat yang ditelan, sesuai dengan waktu menelan obat dan sesuai dengan jadual kunjungan berobat di puskesmas. Ketidak patuhan (mangkir) pasien dalam menelan obat terjadi bila pasien tidak menelan obat selama 1 sampai 14 hari
walaupun
nantinya
bisa
ditolerir
dengan
melanjutkan
pengobatannya yang terputus. Mangkir juga terjadi bila pasien menelan obat tidak sesuai dengan dosis yang dianjurkan misalnya, menelan obat OAT-FDC sehari 3 kali yang seharusnya sehari 1 kali. Kemudian menelan obat dengan jumlah yang lebih dari seharusnya. Selain itu, pasien dikatakan mangkir bila pasien tidak mematuhi jadual kunjungan pengambilan OAT di Puskesmas.
Tabel 2.3: Pengobatan Pasien TB Paru BTA Positif Yang Berobat Tidak Teratur. Lama Pengobatan Sebelumnya
Lamanya Pengobatan Terputus
Perlu Tidaknya Pemeriksaan Dahak
Hasil Pemeriksaan Dahak
Dicatat Kembali Sebagai
Tindakan Pengobatan
< 2 minggu
Tidak
-
-
Lanjutkan Kat-1
2-8 minggu
Tidak
-
-
< 1 bulan
Mulai lagi Kat-1 dari awal
8
Positif
Ya
-
Mulai lagi
.
Kat-1 dari
a
awal
Negatif.
-
1
Lanjutkan Kat-1
. 1 . 1 .
> 8 minggu 1-2 bulan
< 2 minggu
Tidak
-
-
Lanjutkan Kat-1
2-8 minggu
Ya
Positif
-
Tanbahkan 1 bulan sisipan
Negatif
-
Lanjutkan Kat-1
> 8 minggu
Ya
Positif
Pengoba
Mulai
Negatif
tan
dengan
setelah
Kat-2 dari
Default
awal
Pengoba
Lanjutkan
tan
Kat-1
setelah Default >2 bulan
< 2 minggu
Tidak
--
-
Lanjutkan Kat-1
2-8 minggu
Ya
Positif
-
Mulai dengan Kat-2 dari awal
Negatif
-
Lanjutkan Kat-1
Ya
8
Positif
Pengoba
Mulai
.
tan
dengan
a
setelah
Kat-2 dari
.
Default
awal
Negatif1
Pengoba
Lanjutkan
.
tan
Kat-1
1
setelah
.
Default
2 .
> 8 minggu Sumber:
Pedoman
Nasional
Penanngulangan
Departemen Kesehatan RI Tahun 2002.
Tuberculosis
4. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan berobat penderita TB Paru Beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan berobat penderita TB paru adalah: 1) Umur Variabel umur berperan dalam kejadian penyakit TB paru. Risiko untuk mendapatkan TB paru dapat dikatakan seperti halnya kurva normal terbalik, yakni tinggi ketika awalnya, menurun karena diatas dua tahun hingga dewasa memiliki daya tangkal terhadap TB dengan baik. Puncaknya tentu dewasa muda dan menurun kembali ketika seseorang atau kelompok menjelang usia tua. Namun di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB adalah usia produktif, yakni 15 tahun hingga 50 tahun (Achmadi, 2010) 2) Jenis Kelamin Jenis kelamin merupakan suatu variabel untuk membedakan presentasi penyakit antara laki-laki dan perempuan. Kadang-kadang ditemukan presentasi laki-laki lebih dari 50% dari jumlah kasus. Pada tahun 2012 WHO melaporkan bahwa di sebagian besar dunia, lebih banyak laki-laki dari pada perempuan didiagnosis tuberkulosis. Hal ini didukung dalam data yaitu antara tahun 1985-1987 penderita tuberkulosis paru pada laki-laki cenderung meningkat sebanyak 2,5%, sedangkan pada perempuan menurun 0,7%. Tuberkulosis paru lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya tuberkulosis paru (WHO, 2002). 3) Tingkat Pendidikan Pendidikan akan menggambarkan perilaku seseorang dalam kesehatan. Semakin rendah pendidikan maka ilmu pengetahuan di bidang kesehatan semakin berkurang, baik yang menyangkut asupan makanan, penanganan keluarga yang menderita sakit dan usaha-usaha preventif lainnya (Crofton, 1992) di dalam (Muaz, 2014).
Tingkat
pendidikan
yang
rendah
dapat
mempengaruhi
pengetahuan di bidang kesehatan, maka secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi lingkungan fisik, lingkungan biologis dan lingkungan sosial yang merugikan kesehatan dan dapat mempengaruhi penyakit TB dan pada akhirnya mempengaruhi tingginya kasus TB yang ada (Depkes RI, 2004) dalam (Muaz, 2014). 4) Status Ekonomi Menurut WHO (2003) menyebutkan 90% penderita TB paru di dunia menyerang kelompok dengan sosial ekonomi lemah atau miskin (Fatimah, 2008). Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat (syafrudin, 2015) faktor ekonomi selalu menjadi penyebab utama dalam rendahnya status kesehatan (Syafrudin, 2008) Status ekonomi masyarakat erat kaitannya dengan pendapatannya. Pendapatan akan banyak berpengaruh terhadap perilaku dalam menjaga kesehatan peridividu dan dalam keluarga. Hal ini disebabkan pendapatan mempengaruhi pendidikan dan pengetahuan seseorang dalam
mencari
pengobatan,
mempengaruhi
asupan
makanan,
mempengaruhi tempat tinggal seperti keadaan rumah dan bahkan kondisi pemukiman yang ditempati (Crofton, 1992) dalam (Muaz, 2014). Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan telah menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota Jawa Barat 2016 melalui Keputusan Gubernur
Nomor
561/Kep.1322-Bangsos/2015
tertanggal
20
November 2015 tentang UMK di Jawa Barat tahun 2016. Kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Barat ditetapkan sebesar Rp 11,5 persen sesuai dengan aturan dalam PP 78/2015 tentang Pengupahan. Berdasarkan UMK yang ditetapkan, Kota Tasikmalaya menjadi daerah dengan UMK sebesar Rp.1.641.280,00 (Pikiran Rakyat, 2015).
5) Pengetahuan Notoatmojo (2003) mengatakan bahwa pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia, yang menjawab what dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengalaman manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Pengetahuan merupakan proses kognitif dari seseorang atau individu untuk memberi arti terhadap lingkungan, sehingga masingmasing individu akan memberi arti sendiri-sendiri terhadap stimuli yang diterimanya meskipun stimuli itu sama. Pengetahuan merupakan aspek pokok
untuk
mengubah
perilaku
seseorang
yang
disengaja
(Nurhidayati, 2005). Perubahan perilaku yang terjadi pada prinsipnya adalah hasil dari pendidikan maksudnya dalam hal ini pendidkan kesehatan. Ada faktorfaktor tertentu akan melatar belakangi perubahan perilaku. Hal tersebut dikemukakan oleh Lewrence Green bahwa faktor- faktor tersebut adalah faktor prediposisi ( predisposing factors ), faktor yang mendukung ( enabling factors ) dan faktor yang memperkuat ( reinforcing factors ). oleh sebab itu pendidikan kesehatan sebagai faktor usaha intervensi perilaku harus diarahkan pada ketiga fakor tersebut. Senada dengan prinsip dasar kepatuhan untuk berobat pada penderita TB Paru untuk menjamin kesembuhan teori Lewrence Green yang dimodifikasikan dengan teori HL Bloom menjadi kerangka teori dalam penelitian ini.
Kepatuhan berobat
Predisposing factor: identitas Pengetahuan Sosek, tradisi dll
Enabling factors Ketersediaan sumber/fasilitas
Reinforsing factors Mutu pelayanan
Penderita TB
Modifikasi teori Lewrence Green dab Hl. Bloom
BAB III METODE PENELITIAN
A. Kerangka Konsep Variabel Bebas : Variabel Terikat:
1. Umur 2.Jenis Kelamin 3.Tingkat Pendidikan 4.Penghasilan 5.Pengetahuan
Kepatuhan berobat pada Penderita TB paru
Factor pengganggu : Ketersediaan obat Aksesebilitas Mutu pelayanan
B. Hipotesis Rumusan Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Ada hubungan umur dengan kepatuhan berobat pada penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Cihideung Kota Tasikmalaya; 2. Ada hubungan jenis kelamin dengan kepatuhan berobat pada penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Cihideung Kota Tasikmalaya;
3. Ada hubungan tingkat pendidikan dengan kepatuhan berobat penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Cihideung Kota Tasikamalaya; 4. Ada hubungan penghasilan dengan kepatuhan berobat pada penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Cihideung Kota Tasikmalaya; 5. Ada hubungan pengetahuan dengan kepatuhan berobat pada penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Cihideung Kota Tasikamalaya; C. Variabel Penelitian 1. Variabel independen/bebas adalah variabel yang sering disebut sebagai variabel stimulus, predicator, antencendent. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, penghasilan dan pengetahuan. 2. Variabel dependent/terikat sering disebut sebagai variabel output kriteria, konsekuen. Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu kepatuhan berobat pada penderita Tuberkulosis (TB) paru di Wilayah kerja Puskesmas Cihideung Kota Tasikmalaya.
D. Definisi Operasional Adapun Definisi Operasional pada penelitian ini diantaranya yaitu: Tabel 3.1 Definisi Operasional Kondisi Fisik Rumah
No
1
Nama
Definisi
Variabel
Operasional
Umur
Alat Ukur
Angka dalam tahun kuesioner
Skala
-
Kategori
0.
bukan
usia
yang diperhitungkan
produktif
dari
1.Usia produktif (15-
sejak
lahir
sampai ulang tahun
50 tahun).
terakhir responden. 2
Jenis
Perbedaan
kelamin
sifat
dan
(Achmadi, 2010)
bentuk, Kuesioner
-
fungsi
1. Perempuan
Biologis responden 3
Tingkat
Urutan
n
(WHO, 2002)
pendidikan Kuesioner
pendidika formal
0. Laki-laki
-
terakhir
0.Tidak sekolah/tidak tamat Sekolah Dasar
responden.
1.Sekolah Dasar (SD) 2.Sekolah
Dasar
Pertama (SMP) 3.Sekolah Menengah Atas
(SMA)/
sederajat 4.Lulusan Perguruan Tinggi (S1/S2/S3). (Muaz, 2014) 4
Penghasil
Pendapatan keluarga Kuesioner
an
responden
-
yang
0.
terhitung dalam satu
1.≥UMK
bulan.
(1.641.280,00). (Pikiran
Rakyat,
2015) 5
Pengetah
Pengetahuan
uan
penderita
kuesioner tentang
nomin
1. Baik
al
2. kurang
apa itu Tb paru, pentingnya pengobatan Tb paru, bahayanya
putus
dalam pengobatan 6
Kepatuha
Kepatuhan
n Berobat dalam
pasien kuesioner
bila nomin 1.patuh, penderita berobat al secara teratur sewaktu 6 bulan dalam 2 fase
mengkonsumsi obat yang telah diberikan oleh petugas minum obat.
pengobatan yaitu intensif dan lanjutan 2.tidak patuh bila penderita mengalami putus berobat pada waktu
yang
ditetapkan
E. Metode Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan desain penelitian case control (kasus kontrol). Penelitian kasus kontrol studi analitik yang digunakan untuk mengetahui faktor risiko atau masalah kesehatan yang diduga memiliki hubungan erat dengan penyakit yang terjadi di masyarakat.
telah
Faktor Risiko (FR)
Efek/Penyakit
Ya
Kasus (Subjek dengan penyakit)
Tidak
POPULASI Ya
Kontrol (Subjek tanpa penyakit)
Tidak
Perjalanan waktu Arah pengusulan data Gambar 3.1 Rancangan Penelitian kasus kontrol Sumber : Bhisma (1995)
F. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi kasus dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang terkena penyakit Tuberkulosis (TB) paru di wilayah kerja Puskesmas Cihideung Kota Tasikmalaya pada tahun 2016 trimester 2 yaitu dimulai dari bulan januari sampai bulan Juni. Berdasarkan data dari Puskesmas Cihideung, jumlah kasus TB paru dari Bulan Januari sampai Juni sebanyak 45 orang. 2. Sampel a. Kelompok Kasus Kelompok kasus adalah pasien yang didiagnosis terkena penyakit TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Cihideung Kota Tasikmalaya dengan total kasus sebanyak 45 kasus. b. Kelompok Kontrol
Kelompok kontrol adalah sampel yang tidak didiagnosis terkena penyakit TB paru di Wilayah kerja Puskesmas Cihideung Kota Tasikmalaya.
Besaran
sampel
penelitian
dihitung
berdasarkan
perbandingan kasus : kontrol yaitu 1:1. Sehingga total sampel penelitian berjumlah 90 sampel dengan proporsi 45 sampel kelompok kasus dan 45 sampel kelompok kontrol.
G. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 1. Kriteri Inklusi a. Penderita TB paru yang sedang dalam pengobatan b. Berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Cihideung; c. Dapat berkomunikasi dengan baik; d. Bersedia menjadi sampel/responden penelitian. 2. Kriteria Eksklusi a. Penderita TB paru yang dinyatakan sembuh atau putus dalam pengobatan b. Tidak dapat berkomunikasi dengan baik; c. Tidak bersedia menjadi sampel/responden penelitian.
H. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya yaitu: kuesioner. Kuesioner ini berisi pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan oleh peneliti kepada responden penelitian terkait dengan hal-hal yang bersangkutan dengan variabel penelitian contoh : umur, jenis pekerjaan, pendapatan, pendidikan,dsb.
I. Metode Pengolahan dan Analisis Data 1. Pengolahan Data Data yang telah terkumpul kemudian akan diolah (editing, cleaning, entry dan tabulating data) dengan menggunakan program komputer SPSS.
a. Editing (Pengeditan), yaitu merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir atau kuesioner memastikan jawaban yang ada pada kuesioner sudah jelas, lengkap, relevan dan konsisten. b. Coding (Pengkodean), melakukan pemberian kode-kode tertentu dengan tujuan mempersingkat dan mempermudah pengolahan data. c. Entry, yaitu proses memasukkan data ke dalam komputer agar diperoleh masukan data yang siap diolah dengan program SPSS. d. Cleaning, yaitu pengecekan dan koreksi terhadap data yang telah dientry untuk memeriksa apabila ada kesalahan dalam mengentry. e. Tabulating, yaitu mengelompokkan data sesuai variabel yang akan diteliti guna memudahkan analisis data. 2. Analisis Data Tahapan berikutnya setelah pengolahan data adalah analisis data. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi dan variabel yang diteliti untuk menganalisis hubungan anatara variabel bebas dengan variabel terikat menggunakan program komputer SPSS yang terdiri dari: a. Analisis Univariat Analisis univariat adalah analisis yang digunakan dengan menjabarkan secara deskriptif untuk melihat distribusi dari variabelvariabel yang diteliti baik dari variabel bebas maupun variabel terikat dengan cara membuat table distribusi frekuensi. b. Analisis Bivariat Analisis bivariat adalah uji korelasi, tujuan dari analisis bivariat yaitu untuk menentukan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Analisis bivariat yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu menggunakan uji chisquare dengan nilai kemaknaan p value = 0,05. Jika p value >0,05 maka Ho diterima, Ha ditolak, sehingga tidak ada hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Jika p value <0,05 maka Ho ditolak, Ha diterima, sehingga ada hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.
BAB IV ANGGARAN BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN
A. Anggaran Biaya
No 1. 2. 3. 4.
Biaya yang Diusulkan (Rp) Honor 2.500.000 Peralatan penunjang dan bahan habis pakai 6.875.000 Perjalanan 1.000.000 Lain-lain ( publikasi, penyusunan proposal dan laporan 2.125.000 penelitian) Sub Total 12.500.000 Jenis Pengeluaran
B. Jadwal Penelitian No
Kegiatan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Penelusuran pustaka Studi pendahuluan Penyusunan proposal Pengambilan data Pengolahan dan analisis data Penyusunan laporan penelitian Pembuatan jurnal penelitian Pengiriman jurnal untuk dimuat di jurnal ber-ISSN Pengiriman laporan hasil penelitian
9.
1
2
3
4
5
Minggu ke6 7 8
9
10
11
12
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Umar Fachmi (2010). Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta: Kompas. Achmadi, Umar Fachmi. (2013). Kesehatan Masyarakat Teori dan Aplikasi. Depok: PT. Rajagrafindo Persada. Achmadi, Umar Fachmi. (2014). Dasar-dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Depok: PT. Rajagrafindo Persada. BAPPENAS. (2014). Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium di Indonesia 2014. Jakarta: Kementrian Pembangunan Perencanaan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). BAPPENAS. (06 Februari 2014). Agenda Pembangunan Global Paska 2015. [Online]. Terdapat: http://sekretariatmdgs.or.id/?p=545. Bahar A ,. Amirn, Z. (2006). Tuberkulosis Paru Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Depok: Universitas Indonesia. Crofton, Jhon, dkk. (1992). Clinical Tuberculosis. Hongkong: Mc. Millan Education. Crofton, dkk. (2002).Tuberkulosis Klinis. Jakarta : Widya Medika. Departemen Kesehatan RI. (2002). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Paru Cetakan Ke- 6. Jakarta: Depkes RI. Depkes RI. (1994). Strategi Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Depkes RI. Depkes RI. (2008). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis dan Standar Internasional Untuk Pelayanan Tuberkulosis. Jakarta: Depkes RI Ditjen PP dan PL. Dinas Kesehatan Tasikmalaya. (2015). Profil Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya. Kota Tasikmalaya: Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. (2012). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat 2012. Bandung : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. Dinas Kesehatan Jabar. (2014). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2014. Bandung: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat (2014) Resume Tabel Kesehatan Provinsi Jawa Barat. Bandung: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat.
Fauci, dkk. (2007). Harisson Manual Kedokteran. Tangerang Selatan: Karisma Publisher Group. Hasmi. (2016). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: IN MEDIA. Kemenkes RI. (2010). Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Kemenkes RI. (2014). Profil Kesehatan Indonesia 2014. Jakarta: Kemenkes RI. Kemenkes RI. (2014). Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Kemenkes RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Kemenkes RI. (2009). Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Kemenkes RI. Keputusan Menteri Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Kepmenkes RI) No. 829/Menkes/SK/VII/1999. (1999). Pemukiman dan Prasarana. Jakarta. Kemenkes RI Muaz, Faris. (2014). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Tuberkulosis Paru Basil Tahan Asam Positif di Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang Kota Serang. Jakarta : UIN Syarif Hidayatulloh Jakarta. Murti, Bhisma. (1995). Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Surakarta: Universitas Gajah Mada. Naga, Sholeh. (2014). Ilmu Penyakit Dalam. Yogyakarta: Diva Pers. Notoatmodjo, S. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. (2010) Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Puskesmas Cihideung. (2016). Data Kasus TB Paru Puskesmas Cihideung. Kota Tasikmalaya: Puskesmas Cihideung Kota Tasikmalaya Syafrudin. (2015). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta Timur: CV Trans Info Media. Sianturi, Ruslantri. (2013). Analisis Faktor yang Berhubungan Kekambuhan TB Paru. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
dengan
Somantri, Irman. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika. Sudoyo, dkk. (2009). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru. Depok: UI
Lampiran 2. Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pembagian Tugas Alokasi Waktu (jam/mgg)
Instansi Asal
Bidang Ilmu
1.
Dr. Kamiel Roesman Bachtiar, M.si 0421115301
Universitas Siliwangi
Kesehatan Masyarakat/Admin istrasi Kebijakan
10 jam/mgg
2.
Iseu Siti Aisyah, SP., M.Kes 04-2406-8004
Universitas Siliwangi
Kesehatan Masyarakat/ Pendi dikan dan Promosi Kesehatan
10jam/mgg
NO
Nama/NIDN
Uraian Tugas Pengumpulan data Survey lapangan Pengukuran/observasi analisis data Pengumpulan data Survey lapangan Pengukuran/observasi analisis data
Biodata Ketua Peneliti A. Identitas Diri 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Nama Lengkap Jenis Kelamin Jabatan Fungsional NIP NIDN Tempat dan Tanggal Lahir Email Nomor Hp Alamat Kantor Lulusan yang telah dihasilkan Mata Kuliah yang Diampu
Kamiel Roesman Bachtiar, dr, M.Si Laki-Laki Asisten ahli 0421115301 Tasikmalaya, 21 November 1953
[email protected] 082 121 322 555 Jl. Siliwangi No. 24 Dasar Ilmu Pengembangan Kesehatan
Kesehatan Masyarakat, Organisasi dan Kebijakan
B. Riwayat Pendidikan S1 Kedokteran Perguruan Fakultas Universitas Gajah Mada (UGM) Kedokteran Bidang Ilmu Tahun Masuk-Lulus 1973-1981 Judul Skripsi/Disertasi Nama Tinggi
Nama Pembimbing
-
S2 Universitas Garut
Administrasi 2000-2002 Pengaruh Koordinasi Terhadap Produktivitas Pelayanan Kesehatan Dasar Puskesmas Kab. Tasikmalaya Prof. Dr. Jusman
C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir Tahun
Judul Penelitian
-
Ketua/ Anggota Tim
Pendanaan Sumber Jml (juta Rp)
Biodata Peneliti D. Identitas Diri 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Nama Lengkap Jenis Kelamin Jabatan Fungsional NIP NIDN Tempat dan Tanggal Lahir Email Nomor Hp Alamat Kantor Lulusan yang telah dihasilkan Mata Kuliah yang Diampu
Iseu Siti Aisyah, S.P,M.Kes P 198006242015042002 04-2406-8004 Bandung, 24 Juni 1980
[email protected] 081394079448 Jl. Siliwangi Nomor 24 Tasikmalaya 46115 1. 2. 3. 4.
Renval PKM Dasar Promosi Kesehatan Teknologi Informasi Kesehatan Current Isue Pelayanan Kesehatan
E. Riwayat Pendidikan S1 Perguruan Institut Pertanian Bogor (IPB)
Nama Tinggi Bidang Ilmu
Tahun Masuk-Lulus Judul Skripsi/Disertasi
Nama Pembimbing
Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga 1998-2004 Keharmonisan Keluarga, Kualitas Pengasuhan, Perilaku Sosial Anak Usia 3-5 tahun Pada Keluarga Miskin di Kota Bogor
Ir. Suprihatin Guhardja, MS Ir.Dwi Hastuti, M.Sc.
S2 Universitas Padjadjaran Bandung Magister Kesehatan Masyarakat 2007-2009 Perbedaan antara Metode Pendidikan Peer Education dengan Ceramah Terhadap Pengetahuan dan Sikap Pelajar SMA tentang Narkoba, Alkohol, Psikotropika dan Dzat Adiktif (NAPZA) di Cicalengka Kab. Bandung tahun 2009 Prof. Ridad Agoes, dr.,M.PH Guswan Wiwaha, dr., M.Si
F. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir Tahun
2013
2016
2016
Judul Penelitian
Ketua/ Anggota Tim Hubungan Tingkat Ketua Pengetahuan Ibu Balita Mengenai Penyakit Pneumonia dan Kondisi Paparan Pencemaran Polusi Udara di Lingkungan Rumah Dengan Tingkat Kejadian Pneumonia Hubungan anemia pada ibu Anggota hamil dan berat badan bayi lahir rendah (BBLR) Analisis Faktor Risiko yang Anggota Berhubungan dengan Obesitas Remaja
Pendanaan Sumber Jml (juta Rp) Pribadi 1.000.000
LPPM
11.500.000
LPPM
9.000.000
G. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir Tahun
2011
20112012
2012
2013
Judul Pegabdian Kepada Masyarakat
Tempat
Pendanaan Sumber Jml (juta Rp) PT.Dewhirst 1.000.000
Narasumber pada Pelatihan Kesehatan Karyawan PT.Dewhirst tentang Nutrisi bagi bayi. Tenaga Kader Pendamping Kadarzi dan Lingbasrangan BKPD Pemprov Jabar
PT.Dewhirst
Kec. Cikancung, Kab.Bandung
BKPD Pemprov Jabar
400.000
Narasumber pada Pelatihan Kesehatan Karyawan PT.Dewhirst tentang Manajemen Balita Sakit Narasumber pada Pelatihan Kesehatan Karyawan PT.Dewhirst tentang
PT.Dewhirst
PT.Dewhirst
1.000.000
PT.Dewhirst
PT.Dewhirst
1.000.000
2014
20122014 2016
Personal Hygiene Narasumber pada Pelatihan Kesehatan Karyawan PT.Dewhirst tentang Kesehatan Reproduksi Wanita Pendamping Kader Posyandu Kecamatan Cikancung Kab. Bandung IbP.Grafik IMT sebagai alat Ukur Status Gizi Mandiri di Pesantren
PT.Dewhirst
PT.Dewhirst
1.000.000
Kab. Bandung
BPMPD
1.000.000
Pemprov Jabar Pesantren Kab LPPM Tasikmalaya
E.Publikasi Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir
10.000.000
LEMBAR KUESIONER
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN BEROBAT PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIHIDEUNG TASIKMALAYA A. Identitas Responden 1. Tanggal 2. No. Responden 3. Status Responden 4. 5.
6. 7.
8.
: : : 0. Kasus 1. Kontrol Nama : Umur : 0. Usia Produktif (15 – 50 tahun) 1. bukan usia produktif (<15 tahun atau >50 tahun) Jenis Kelamin : 0. Laki-laki 1. Perempuan Tingkat Pendidikan : 0. Tidak Tamat SD 1. Tamat SD 2. Tamat SMP 3. Tamat SMA 4. Tamat Perguruan Tinggi (S1,S2,S3) Penghasilan : 0.
B. Pengetahuan 1. TB (TUBERCOLOSIS) adalah penyakit paling sering menyerang …. a. Paru-paru b. Kulit c. hati 2. Adapun jenis penyakit TB (TUBERCOLOSIS) ialah…. a. TBC b. Pneumonia c. Sesak nafas 3. Menurut saudara/saudari apa yang dimaksud dengan Tuberkulosis Paru ? a. Penyakit batuk berdahak bercampur darah. b. Penyakit batuk-batuk akibat merokok. c.
Batuk dengan gatal ditenggorokan
4. Menurut saudara/saudari penyebab penyakit Tuberkulosis Paru adalah : a. Kuman atau bakteri b. Debu, asap dan udara kotor c. Guna-guna. 5. Menurut saudara/saudari bagaimana tanda-tanda / gejala penyakit Tuberkulosis Paru : a. Batuk berdahak lebih dari 3 (tiga) minggu ,bercampur darah, sesak napas, rasa nyeri dada, badan lemas, nafs u makan menurun, berat badan turun, berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan dan demam lebih dari sebulan. b. Batuk yang disertai demam. c. Batuk dengan gatal di tenggorokan. 6.
Menurut saudara/saudari pe nyakit Tuberkulosis Paru dapat menular kepada anggota keluarga lain karena : a. Terhirup percikan ludah atau dahak penderita Tuberkulosis. b. Bicara berhadap-hadapan dengan penderita Tuberkulosis. c. Sudah ada dari masih dikandungan
7. Menurut saudara/saudari penularan Tuberkulosis Paru melalui : a. Udara. b. Pakaian. c. Makanan/minuman. 8. Menurut saudara/saudari penyakit Tuberkulosis Paru dapat menular apabila : a. Tidur sekamar dengan penderita Tuberkulosis Paru. b. Tidak tidur sekamar dengan penderita Tuberkulosis Paru. c. Tidur beramai-ramai. 9.
Menurut saudara/saudari cara terbaik
untuk menghidari penularan terhadap
saudara/i adalah : a.
Menutup mulut/hidung saat pasien TB paru batuk/bersin .
b.
Mengisolasi pasien
c. Bertindak biasa saja
10. Menurut saudara/saudari untuk mencegah penularan penyakit Tuberkulosis Paru melalui lantai : a. Tidak meludah sembarangan di lantai, membersihkan dan mendesinfektan lantai dengan karbol atau pembersih lantai. b. Tidak meludah dilantai dan membersihkan lantai dengan cara disapu. c.
Tidak tahu.
11. Menurut saudara/saudari apakah fungsi ventilasi ? a. Tempat keluar masuknya udara segar sehingga ruangan tidak pengap dan segar. b. Agar ruangan tidak bau. c. Sebagai hiasan. 12. Menurut saudara/saudari manfaat sinar matahari pagi terhadap ruangan rumah adalah : a. Mematikan bakteri dan mikroorganisme lain yang terdapat dilingkungan dan dapat menghambat perkembang biakan kuman tuberkulosis dan kuman penyakit lainnya. b. Untuk penerangan. c. Tidak ada manfaatnya. 13. Menurut saudara/ri penyakit Tuberkulosis dapat dicegah dengan imunisasi ? a. Ya dengan imunisasi BCG. b.
Ya dengan imunisasi apa saja.
c.
Tidak bisa dicegah dengan imunisasi.
14. Menurut saudara/saudari bagaimana hubungan pengobatan Tuberkulosis Paru dengan gizi .. a. Pengobatan Tuberkulosis akan semakin baik dengan gizi yang baik. b. Pengobatan Tuberkulosis hanya sedikit dipengaruhi oleh gizi yang baik c. Tidak ada pengaruh selama makan obat. 15. Menurut saudara/saudari penyakit Tuberkulosis dapat disembuhkan melalui : a. Pengobatan dengan obat TB secara teratur disertai dengan lingkungan dan perubahan perilaku. b. Berobat kalau ada waktu.
perbaikan
c. Pengobatan dengan obat yang diberikan dokter selama 5 hari. C.Kepatuhan Berobat Isilah pernyataan dibawah ini dengan memberikan tanda checklist (√) pada kotak . SS, S, TS, STS sesuai pilihan jawaban anda! Jika anda ingin mengganti jawaban silakan mencoret dan menulis kembali ke kontak jawaban pada pernyataan yang sama menurut anda paling benar. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Pernyataan Saya minum obat setiap hari satu kali sebanyak satu tablet/kapsul Saya tidak minum obat sesuai petunjuk yang dijelaskan petugas kesehatan karena tidak mengerti Saya kadang tidak minum obat karena sudah merasa sehat dan lebih baik Saya minum obat setiap harinya dalam waktu yang sama Saya tidak pernah lupa untuk minum obat karena jumlah obatnya tidak banyak Pada tahap intensif pengobatan TB paru saya mengambil obat sebanyak dua kali Pada tahap lanjutan saya mengambil obat tiap 3 kali seminggu Saya selalu tepat waktu mengambil obat sebelum obat saya habis. Saya tidak mengambil obat karena merasa sudah lebih sehat Saya tidak tahu jadwal pengambilan obat karena tidak dijelaskan petugas kesehatan Saya melewati tahap intensif pengobatan TB paru selama 2 bulan Saya melewati tahap lanjutan pengobatan TB paru selama 4 bulan Saya tidak perlu melewati tahap lanjutan karena saya sudah sembuh pada tahap intensif Saya tidak melanjutkan pengobatan sampai 6 bulan karena merasa jenuh harus minum obat terus Saya harus melewati pengobatan TB paru selama 6 bulan agar dapat sembuh total
16
Saya kadang tidak minum obat karena menurut saya obat yang saya minum tidak bisa menyembuhkan
17
Saya tidak begitu mengerti tentang jenis obat yang saya konsumsi karena semuanya seperti sama
18
Saya kadang merasa jenuh apabila harus minum obat setiap hari
SS
S
TS
STS