PENDIDIKAN
-
USUL PENELITIAN HIBAH BERSAING Tahun Anggaran 2012
FORMAT PENDIDIKAN ALTERNATIF BERBASIS KARAKTER BANGSA PADA LEMBAGA PENDIDIKAN YANG DIKELOLA ORMAS Peneliti Utama : Ferawati, M.Pd Anggota : Dr. H. Gunawan Suryoputro Endy Sjaiful Alim, ST. MT.
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA MEI 2011 i
HALAMAN PENGESAHAN 1.
Judul Penelitian
: Format Pendidikan Alternatif Berbasis Karakter Bangsa Pada Lembaga Pendidikan yang dikelola Organisasi Masyarakat
2.
Ketua Peneliti a. Nama b. Jenis Kelamin c. NIP d. Jabatan Struktural e. Jabatan Fungsional f. Fakultas/Jurusan g. Pusat Penelitian h. Alamat i. Telpon / Faks j. Alamat Rumah
: : : : : : : : : : :
k.
Ferawati, S.Pd.M.Pd Perempuan D.070.653 Asisten Ahli FKIP/Pendidikan Fisika Lemlitbang UHAMKA Jl. Limau II, Kebayoran Baru Jakarta 12130. 021-7256659 / 021-7256659 Jl. Dermaga Rt. 10/03 No.18a Balekambang Kramat Jati, Jakarta Timur Telpon/Faks/email : 085880650134/
[email protected]
3.
Jangka Waktu Penelitian : 2 tahun Usulan ini adalah usulan tahun ke-1
4.
Pembiayaan a. Jumlah biaya yang diajukan ke DIKTI b. Jumlah biaya yang diajukan UHAMKA - Biaya yang diajukan ke DIKTI tahun ke 1 - Biaya yang diajukan ke UHAMKA tahun ke 1
: Rp 95.000.000 : Rp 100.000.000 : Rp 48.500.000 : Rp 50.000.000
Jakarta, 18 April 2011 Ketua Peneliti,
Ferawati, S.Pd. M.Pd
Menyetujui, Ketua Lemlitbang UHAMKA
H. Endy Sjaeful Alim, ST., MT ii
2
I. IDENTITAS PENELITIAN I.1. Judul Penelitian
: Format Pendidikan Alternatif Berbasis Karakter Bangsa Pada Lembaga Pendidikan yang dikelola Organisasi Masyarakat
I.2. Ketua Peneliti a. Nama b. Jenis Kelamin c. NIP d. Jabatan Struktural e. Jabatan Fungsional f. Fakultas/Jurusan g. Pusat Penelitian h. Alamat i. Telpon / Faks j. Alamat Rumah
: : : : : : : : : : :
k.
Ferawati, S.Pd.M.Pd Perempuan D.070.653 Asisten Ahli FKIP/Pendidikan Fisika Lemlitbang UHAMKA Jl. Limau II, Kebayoran Baru Jakarta 12130. 021-7256659 / 021-7256659 Jl. Dermaga Rt. 10/03 No.18a Balekambang Kramat Jati, Jakarta Timur Telpon/Faks/email : 085880650134/
[email protected]
I.3. Anggota Peneliti : No Nama dan Gelar
Bidang Keahlian
Instansi
Alokasi waktu (jam/Minggu)
1
Dr. Gunawan Suryoputro
Pendidikan
UNTAR
10
UHAMKA
10
Linguistik 2
Endy Sjaiful Alim,ST.MT
ICT
I.4. Objek Penelitian : Penelitian ini mengamati dan mencari format pendidikan alternatif berbasis pada penguatan karakter bangsa pada lembaga pendidikan yang di kelola organisasi masyarakat. Organisasi Masyarakat yang menjadi sampel disini adalah Organisasi Muhammadiyah.
I.5. Masa Pelaksanaan Penelitian :
Mulai
: 1 September 2012
Berakhir
: 1 September 2014
3
I.6. Jumlah anggaran yang diusulkan :
Tahun pertama
: Rp 49,500,000
Anggaran Keseluruhan
: Rp 95.000.000,-
I.7. Lokasi Penelitian : No Nama Laboratorium
Instansi
1
Micro Teaching FKIP
Universitas Muhammadiyah
UHAMKA
Prof.DR.HAMKA Jakarta
2
3
4
5
6
Laboratorium Multimedia
Universitas Muhammadiyah
Fakultas Teknik UHAMKA
Prof Dr HAMKA
Laboratorium
Universitas Muhammadiyah
Microteaching FKIP UMM
Malang
Laboratorium
Universitas Muhammadiyah
Microteaching FKIP UMS
Surakarta
Laboratorium
Universitas Muhammadiyah
Microteaching FKIP UMP
Palembang
Laboratorium
Universitas Islam
Microteaching FKIP
Muhammadiyah Makasar
UnisMuh Makasar
I.8. Hasil yang ditargetkan :
Dapat mengamati, menganalisa, permasalahan pengelolaan pendidikan pada lembaga pendidikan muhammadiyah.
Menemukan jati diri karakter bangsa yang dapat diterapkan dalam bidang pendidikan.
Menganalisa
kebutuhan
penerapan
Teknologi
Informasi
dan
Komunikasi pada lembaga pendidikan Muhammadiyah.
4
I.9. Instansi lain yang terlibat
:
FKIP Universitas Muhammadiyah Malang
FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta
FKIP Unismuh Makasar
I.10. Keterangan lain yang dianggap perlu : Tidak ada
5
II. SUBSTANSI PENELITIAN
ABSTRAK
Pendidikan Karakter Bangsa sangat dibutuhkan guna mempersiapkan generasi penerus bangsa yang tangguh. Muhammadiyah sebagai salah satu Ormas yang memiliki banyak lembaga pendidikan memiliki kepentingan terhadap format pendidikan berbasis karakter bangsa. Pada Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan; 1)Gambaran umum konsep dan pengembangan di Muhammadiyah, era kemerdekaan, orde lama, orde baru, hingga era reformasi saat ini, 2)Gambaran dan pemetaan permasalahan dan dinamika pendidikan di Muhammadiyah, 3)Bentuk intervensi kebijakan yang dilakukan pimpinan dan pengelola pendidikan di Muhammadiyah yang berkaitan dengan pengembangan dan pembaharuan di Muhammadiyah, 4)Konsep dan pengembangan pendidikan Muhammadiyah di abad kedua. Penelitian ini direncanakan dilakukan dengan pola sebagai berikut:1)melakukan studi komprehensif tentang Format baru pendidikan Muhammadiyah dalam membangun karakter bangsa di abad kedua, 2)melakukan pemetaan permasalahan dan dinamika serta intervensi kebijakan pimpinan dan pengelola pendidikan di Muhammadiyah yang meliputi sekolah dan perguruan tinggi terpilih, 3)mengembangkan konsep serta pengembangan pendidikan Muhammadiyah di abad kedua melalui studi workshop mengeksplorasikan gagasan dan konsep pengembangan pendidikan Muhammadiyah di abad kedua. Ketiga pola tersebut menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan grounded dan etnografi. Kata kunci: Muhammadiyah, Pendidikan, Pembaharuan, Karakter Bangsa dan abad kedua
6
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Muhammadiyah adalah salah satu Ormas keagamaan yang yang memiliki perhatian terhadap pengembangan Sumber Daya Manusia. Sebagai upaya dalam turut serta mengembangkan sumberdaya manuasia Indonesia, Muhammadiyah senantia mengembangkan amal usaha dalam bidang pendidikan. Paling tidak wujud komitmen tersebut dapat diamati dari aset Muhammadiyah dalam hal penyelenggaraan pendidikan yang
terdiri dari 3015 Taman Pendidikan Al-
Qur’an, 1768 Madrasah Ibtidaiyah atau Madrasah Diniyah, 534 Madrasah Tsanawiyah, 171 Madrasah Aliyah. 1128 Sekolah Dasar, 1179 Sekolah Menengah Pertama, 512 Sekolah Menengah Atas atau Sekolah Menengah Kejuruan, 3370 Taman Kanak-kanak A’isyiyah Bustanul Athfal, 25 Pondok Pasantren (madrasah muallimin dan muallimat), 71 Sekolah Luar Biasa dan 151 Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang tersebar seantero nusantara. Karena itu visi utama pendidikan Muhammadiyah bertumpu pada human investmens. Selanjutnya visi tersebut diejawantahkan pada format desain pendidikan yang modern dan berkemajuan yang melampaui cakrawala berpikir manusia. Ditengah pesatnya perkembangan unit amal usaha Muhammadiyah dibidang
pendidikan,
tidak
terlepas
dari
berbagai
permasalahan
yang
menyelimutinya. Pertama, kontribusi Muhammadiyah terhadap bangsa ini dalam konteks pendidikan perlu ditelaah kembali secara komprehensif untuk mengetahui makna filosofis pendidikan yang digagas persyarikatan Muhammadiyah yang tidak hanya sebatas instusi sekolah semata, namun meliputi pula aspek pergerakan, human investment, aspek nilai-nlai keagamaan yang moderat dan berkemajuan dan aspek kemanfaatan terhadap masyarakat dan umat. Kedua, seperti
diketahui
proses
perjalanan
persyarikatan
Muhammadiyah
telah
melampaui 100 tahun. Tentunya upaya revitalisasi dan pembaharuan pendidikan di Muhammadiyah menjadi kebutuhan utama, agar pembaharuan senantiasa berkelanjutan dan berkesinambungan. Apalagi dikontekskan dengan kompleksitas
7
kehidupan saat ini, diperlukan format baru pendidikan Muhammadiyah yang lebih kekinian namun tetap tidak kehilangan kendali, arah serta pijakan. Ketiga, agar arah baru pendidikan Muhammadiyah dapat terwujud dibutuhkan pembacaan serta pemetaan yang komprehensif mengenai dinamika permasalahan
yang
mengitari
pendidikan
Muhammadiyah.
Pemetaan
permasalahan ini diharapkan mampu menjadi pertimbangan untuk menentukan skala prioritas serta merumuskan arah baru pendidikan di Muhammadiyah diabad kedua.
Keempat, Formulasi pendidikan Muhammadiyah menjadi agenda
mendesak agar dalam memasuki abad keduanya, pendidikan Muhammadiyah senantiasa proaktif dalam pembaharuan serta kemajuan untk umat dan bangsa. Karena itu topik yang diangkat dalam penelitian ini adalah “ Format Baru Pendidikan Muhammadiyah diabad Kedua”.
B. Tujuan Khusus Menyongsong Abad Kedua Pendidikan Muhammadiyah kita berbicara mengenai Format Baru Pendidikan Muhammadiyah, mulai “dari mana” dan “kemana”. Seputar pembicaraan itu akan memberikan makna dan membuahkan manfaat bagi gerak persyarikatan, bagi kehidupan dan kemajuan umat, dan bagi bangsa yang saat ini dan masa yang akan datang. Pada Penelitian ini terutama bertujuan untuk menjelaskan: 1. Gambaran umum konsep dan pengembangan di Muhammadiyah, era kemerdekaan, orde lama, orde baru, hingga era reformasi saat ini. 2. Gambaran dan pemetaan permasalahan dan dinamika pendidikan di Muhammadiyah. 3. Bentuk intervensi kebijakan yang dilakukan pimpinan dan pengelola pendidikan di Muhammadiyah dalam menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan pengembangan dan pembaharuan di Muhammadiyah. 4. Konsep dan pengembangan pendidikan Muhammadiyah di abad kedua yang diarahkan kepada peningkatan kesadaran terhadap nilai-nilai budaya, integritas dan integritas nasional.
8
C. Keutamaan Penelitian Penelitian ini berorientasi pada pembangunan manusia dan daya saing bangsa (human development and competitiveness) melalui pendidikan, khususnya pendididikan di Muhammadiyah. Pada Penelitian ini akan dirumuskan arah baru pendidikan Muhammadiyah diabad kedua, sehingga diperoleh informasi dan data yang mendetail mengenai pendidikan Muhammadiyah sejak awal berdiri hingga saat ini. Realitas di lapangan, dengan organisasi besar seperti Muhammadiyah yang menyebar hingga pelosok-pelosok desa di kepulauan Indonesia, dia menjadi organisasi dengan entitas yang banyak, bergandengan dengan kebudayaan, srtuktur sosial masyarakat Indonesia yang juga beragam, keberagaman ini membuat Muhammadiyah menjadi kaya, dan memiliki banyak pengikut, gaya modernist yang ditawarkan oleh muhammadiyah dalam memberantas TBC mendapat hati di kalangan kebanyakan rakyat Indonesia yang tidak akrab dengan gaya fundamentalis yang memakai cara-cara kekerasan dalam mengembangkan idenya. Penelitian-penelitian seperti yang telah dilakukan sebelumnya, melihat secara umum pendidikan sebagai dinamika penggerak organisasi muhammadiyah, maka posisi penelitian ini, seperti yang juga dijelaskan pada bagian tujuan penelitian di bawah, ingin menampilkan “dinamika penggerak” itu dalam ruang besar yang lebih kompleks yang tidak hanya sekedar melahirkan euphoria keberhasilan
Muhammadiyah
meluaskan
sayapnya
melingkari
kepulauan
Indonesia, riset ini ingin melihat keberagaman corak dinamika pendidikan muhammadiyah dan memetakan corak-corak tersebut, untuk kepentingan membangun visi gelombang kedua pembaharuan Muhammadiyah setelah gelombang pertama oleh KH Ahmad Dahlan. Prioritas penelitian ini dilakukan dalam upaya untuk dapat melakukan pemetaan permasalahan dan dinamika serta intervensi kebijakan pimpinan dan pengelola pendidikan di Muhammadiyah melalui studi lapangan yang mendalam mengenai pendidikan di Muhammadyah yang meliputi sekolah dan perguruan tinggi terpilih. Dan Untuk dapat mengembangkan konsep serta pengembangan
9
pendidikan Muhammadiyah di abad kedua diperlukan melalui studi workshop dalam mengeksplorasikan
gagasan dan konsep pengembangan
kedepan
pendidikan Muhammadiyah di abad kedua.
10
BAB II. STUDI PUSTAKA
A. Latar Belakang Kim Hyung Juun, dalam karya monumentalnya, "Practices and Religious Authority: The Case of Dahlan, the Founder of Muhammadiyah in Indonesia” selain
mengkritik
pola
regenerasi
kepemimpinan
Muhammadiyah
yang
didominasi generasi tua, membahas secara umum tentang peran muhammadiyah dalam mendobrak tradisi lama pendidikan Indonesia yang berada di bawah kekangan pemerintah kolonial, dalam tulisannya yang banyak menekankan pada aspek histories Muhammadiyah, dia memperlihatkan nilai-nilai independensi, egalitarian,
dan
demokrasi
yang
dibawa
oleh
Muhammadiyah
dalam
mengembangkan sayap organisasi yang didirkan KH Ahmad Dahlan dengan mempersandingkannya dalam pengejawantahan nilai-nilai yang kemudian berkembang menjadi dasar filosofi pendidikan muhammadiyah. Inilah awal dari berdirinya dasar organisasi muhammadiyah, karena aktivitas “mendidik” ini dilakukan oleh KH Ahmad Dahlan, jauh sebelum Muhammadiyah di deklarasikan, aktivitas pendidikan ini juga yang mengawali bentuk-bentuk amal usaha yang lain seperti PKU (Pertolongan kesengsaraan Umum) yang berkembang menjadi rumah sakit muhammadiyah, kepanduan, beladiri tapak suci, dll. Secara implicit, dalam karya ini dapat ditemukan titik-titik kemiripan yang hampir sama dengan paradigma pendidikan Pembebasan yang dilakukan oleh Paolo Frere di Amerika Latin karena titik sasar yang dibidik oleh Muhammadiyah adalah pembebasan manusia dari pembodohan lewat lembaga pendidikan. Sementara
itu
Mitsuo
Nakamura.
"The
Reformist
Ideology
of
Muhammadiyah." dalam Journal of Indonesia, the making of a culture. Yang dieditori oleh James Fox dalam program Research School of Pacific Studies, Australian National University –terlepas dari kritikannya terhadap keterlibatan Muhammdiyah dalam praktek politik praktis- menegaskan selain akomodatifnya Muhammadiyah terhadap tradisi dan budaya masyarakat Jawa, bahwa pendidikan, adalah bentuk tertinggi dari wujud ideology reformist yang dibawa oleh Muhammadiyah, oleh karena itulah, pendidikan menjadi bagian yang mengawali
11
berkembangnya Muhammadiyah kedepan, menurut nya, pendidikan lah yang mencirikan Muhammdiyah sebagai organisasi pembaharu, meminjam istilah Dawam Rahardjo -dalam tulisannya Sebuah Tesis Menjawab Pertanyaan: Quo Vadis Muhammadiyah- “Gelombang Pembaharuan Islam Muhammadiyah itu dapat dilihat dari gaya pendidikan dalam system pendidikan Muhammadiyah, jika itu tidak ada, maka tidak ada yang bisa ditonjolkan sebagai sifat pembaharu dalam organisasi muhammadiyah”. Bukti empiris, yang berhasil di rangkum dalam satu karya akademik yang padu tentang peran dan fungsi lembaga pendidikan Muhammadiyah sebagai ujung tombak perjuangan organisasi persyarikatan ini, dijelaskan dalam karya Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan yang berjudul Marhaenisme Muhammadiyah, buku yang ditulis dengan cara ethnografis ini berhasil menampilkan sebuah komunitas pengikut Partai Nasionalis Indonesia tahun 1960 di Jawa Timur yang menjadi pengikut Muhammadiyah karena keterlibatan tokoh-tokoh mereka di lembaga pendidikan tinggi Muhammadiyah yang saat itu menjadi satu-satunya pendidikan tinggi yang ada di wilayah Jawa Timur, komunitas di sebuah kampung di Jember (Jawa
Timur)
inilah
cikal
bakal
penyebutan
Marmud
(Marhaenis-
Muhammadiyah) yang kemudian berkembang untuk sebutan bagi warga Muhammadiyah yang hidup di kawasan-kawasan pertanian pedesaan pedalaman dan pesisir di kepulauan Indonesia.
B. Dinamika Pendidikan Muhammadiyah Nafas pembaharuan dan perubahan agaknya tidak dapat dilepaskan dari perjalanan pendidikan Muhammadiyah tumbuh dan berkembang seiring dengan dinamika organisasi/persyarikatan Muhammadiyah, Sejak tanggal 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah atau bertepatan dengan tanggal 18 November 1912 Miladiyah di Yogyakarta, Muhammadiyah resmi didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan. Sejak saat itu pula, embrio pendidikan Muhammadiyah mulai tumbuh dan berkembang berlandaskan pada keinginan untuk berdakwah sekaligus wujud pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan negara. Maarif (2006) menegaskan komitmen Muhammadiyah
terhadap
pendidikan
dengan
mengemukakan
bahwa
12
Muhammadiyah ingin tampil sebagai gerakan ilmu di bawah bendera dakwah dengan formula “amar ma’ruf nahi mungkar”. Pendidikan berbasis Muhammadiyah berbeda dengan pendidikan umum yang dikembangkan oleh pemerintah. Perbedaan tersebut terlihat tidak hanya pada falsafah pendiriannya, di mana pendidikan Muhammadiyah memegang teguh dasar agama Islam terutama nilai-nilai dakwah amar ma’ruf nahi mungkar, tetapi juga
proses
pendirian
dan
tumbuh
kembangnya.
Suprayogo
(2009)
mengemukakan bahwa pada dasarnya, pendidikan Muhammadiyah didirikan dan dikembangkan oleh individu yang merasa tergerak untuk turut memperbaiki kondisi bangsa dan negara melalui pendidikan. Hal ini selaras dengan semangat enterpreneurship yang juga menjadi bagian tak terpisahkan dari pola pendidikan Muhammadiyah sejak awal pendiriannya. Pola pengembangan pendidikan Muhammadiyah agak berbeda dengan pola pendidikan pemerintah yang pada umumnya dikembangkan dari atas dan didukung sumberdaya dan sarana prasarana yang tergolong lengkap dan didukung dengan pendanaan yang memadai. Namun, justru karena proses pendirian yang sering diwarnai kesederhanaan inilah yang menjadikan pendidikan Muhammadiyah benar-benar dirasakan sebagai bagian dari masyarakat. Dengan memaknai Perguruan Muhammadiyah (PM) sebagai suatu sistem Pendidikan (A. Malik Fadjar, 2001:11), maka manakala berbicara peningkatan pengelolaannya, pada hakikatnya juga mengandung implikasi bagi “reinventing” SPN. Minimal ada empat alasan atas pernyataan itu. Pertama, PM itu secara defacto merupakan suatu pendidikan alternatif yang telah efektif dari masa ke masa sebagai wahana mencerdaskan anak bangsa, karena realitas eksistensial kelembagaan dan operasional kiprah amaliyahnya telah tersebar hampir ke seluruh pelosok “nation wide” kawasan nusantara mulai dari Tanah Aceh sampai Tanah Papua dan dari Sulut sampai NTT. Kedua, PM (melalui para eksponennya) telah berkontribusi secara signifikan bagi terwujudnya landasan kebijakan dasar SPN, karena banyak konsep, gagasan dan prinsip yang merupakan “ruh” dan “watak”-nya PM, yang merupakan landasan praktis kiprah amaliyah selama ini, telah terakomodasi
13
sebagai muatan kandungan UUSPN No. 20 Tahun 2003, diantaranya ialah: Pendidikan bersifat demokratis, berkeadilan, dan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi nilai keagamaan dan nilai kultural serta kemajemukan bangsa; pendidikan merupakan suatu kesatuan sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna; pendidikan merupakan suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat; pendidikan berbasis masyarakat dan berbasis sekolah/madrasah (MBS) dan sebagainya. Ketiga,
PM
telah
merintis
penyelenggaraan
model
pendekatan
komprehensif dan mengesampingkan pemilahan dikhotomik (umum-keagamaan), karena itu dalam struktur kelembagaan PM terdapat ragam model format kelembagaan dan program layanan pendidikan yang variatif sebagaiaman halnya ditemukan dalam SPN, selaras dengan tuntutan perkembangan zaman. Keempat, PM dari zaman ke zaman telah banyak melahirkan kader anak bangsa melalui berbagai institusi dan program pendidikannya, yang telah secara aktif berperan serta dalam perjuangan dan pembangunan negara dan memajukan kesejahteraan hidup anak bangsa, baik melalui institusi pemerintah, maupun melalui LSM/NGO.
C.
KONSEP DAN PRINSIP PENINGKATAN PENGELOLAAN SISTEM PENDIDIKAN C.1.Konsep dan Prinsip Dasar Pendidikan Istilah pendidikan (education – Ing; educere – Lat; Tarbiyatun – Arab) secara harfiyah atau leksikal menunjukkan makna memelihara, mengembangkan, memekarkan, dan melatih mental fisik secara sistematis (Horby, et.al., 1964). Adapun makna konseptual dan kontekstualnya terdapat banyak sekali model rumusan definisinya dan tidak satu model definisi tunggal yang formal disepakati semua pakarnya. Namun demikian, kata Jarvis (1983: 5), pada umumnya para pakar sepakat minimal terdapat tiga ciri pokok (basic essential) menandai karakteristik apa yang disebut pendidikan itu: 1)Merupakan hakekat azasi manusia (humanistic basis), 2)Menuju ke arah pembelajaran dan pemahaman peserta didik (toward the
14
participants learning and understanding), dan 3) Merupakan suatu proses rangkaian peristiwa terencana (any planned series of incidents). Kesepakatan nasional secara formal konstitusional: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Nampak dalam definisi pendidikan yang formal itu bukan saja sekedar memadai rumusan model umum yang universal melainkan lengkap dengan arah normatif pada karakteristik lulusan hasil pendidikan itu demikian indahnya, beranjak dari suasana PBM yang spesifik peristiwanya, tetapi
implikasi
dampaknya
(nurturant
effect)
sampai
menyentuh
kepentingan hidup masyarakat luas, bangsa bahkan negara. Menurut A. Malik Fadjar (Mendiknas, 2002-2003) kata-kata dalam rumusan definisi itu memang bagus-bagus, tetapi hendaknya tidak jadi “Jargon” saja melainkan perlu dijabarkan ke dalam praksis amaliyahnya. Fuad Hasan (Mendiknas, 1985-1993) mungkin sependapat juga dengan rumusan model yang formal itu, tetapi mungkin akan menyarankan bahwa titik berat hasil pendidikan itu bukan sekedar memiliki (having) sesuatu keterampilan atau pengetahuan, melainkan peserta didik itu harus berkembang jati dirinya (being a person) dan cakupan upaya pendidikan itu luas sekali mulai dari kursus merangkai bunga sampai eksperimen di laboratoria perguruan tinggi. Nampaknya memang
relevan
Muhammadiyah:
pula
dengan
tujuan
pendidikan
Perguruan
“agar manusia mampu memaknai dirinya dalam
meningkatkan derajat hidupnya dalam konteks kehidupan duniawinya (A. Malik Fadjar; 2001: 11). Adapun
prinsip-prinsip dasar pendidikan yang relevan dengan
definisi formal itu, pada hakekatnya mencakup apa yang telah dipaparkan terdahulu dan pada dasarnya mewarnai baik kandungan Sistem Pendidikan Nasional (SPN) maupun Perguruan Muhammadiyah, baik aspek-aspek
15
fundasional dan struktural maupun operasionalnya yang berlangsung dalam konteks lingkungan, keluarga, sekolah dan masyarakat (M. Buchari, 1994). C.2.Konsep dan Prinsip Dasar Sistem Secara harfiyah atau leksikal istilah sistem (system–Ing; nidhoomun– Arab) menunjukkan ragam pengertian, antara lain: “method, way, order, rule, arrangement, plan, scehem, and regularity” (Cyssco, 2001: 407). Namun esensinya pada hakekatnya dua saja, ialah: (1) sebagai metode atau cara kerja atau operasi; dan (2) keteraturan atau regularitas. Pemaknaan konvensional yang masih banyak digunakan orang umumnya seperti yang dikemukakan Hornby et.al. (1964: 1024): (1) group of things or parts working together in a regular relations; (2) ordered set of ideas, theories, principles, etc.; (3) orderliness. Pada prinsipnya asal ada kejelasan mengenai kelengkapan sistemnya (properties of systems) yang esensinya terdiri atas: 1) Input → Throughput → Output, 2) Input → Process → Output → Outcome, 3) Contex → Input → Process → Output → Outcome, dan Dilengkapi dengan feedback dan control system-nya, pada umumnya permasalahan serumit apapun dapat terpecahkan (Razik and Swanson, 1995). C.3. Konsep dan Prinsip Dasar Pengelolaan Secara
leksikal
atau
harfiyah
terminologi
“pengelolaan”
(management – Ing; mangiare – Lat; edraarotun – Arab) makna esensialnya pengaturan atau pengurusan atau penataan (Cyssco, 2001: 247). Dewasa ini banyak digunakan istilah atau ungkapan tata kelola (tapi diangkat dari kata “governance”; government). Namun di lapangan dalam prakteknya sering dipertukarkan. Dapat difahami karena dalam kamus Cyssco juga to govern interchangeable (syn) dengan to manage, to rule. Dewasa ini manajemen itu dipertukarkan dengan leadership (kepemimpinan). Hal itu juga dapat dimaklumi, karena sering dipandang sinonim direction atau superintendence. Namun esensinya masih serupa ialah pengaturan atau penataan atau pengurusan. Secara konseptual, banyak sekali model rumusan tentang definisi pengelolaan (manajemen) itu dan
16
tidak ada yang secara tunggal formal disepakati masyarakat pakarnya. Namun demikian, pada umumnya mereka sepakat bahwa suatu definisi yang lengkap menunjukkan ciri pokoknya, antara lain, menjawab pertanyaan berikut ini: (1)Apa esensinya, (2) Apa misi dan/atau fungsinya, dan (3) Bagaimana operasinya. Adapun sistem pengendalian mutunya dapat menggunakan model pendekatan: Quality Control (QC), Quality Assurance (QA), Total Quality dan Management (TQM). Dengan menggunakan model standar penilaian: Nasional (SNP, BAN, BAS, dsb.) dan Internasional (ISO, etc.). Sedangkan aspek sasaran penilaiannya dapat menggunakan model pendekatan, antara lain: I – P – O, C – I – P – O, C – I – P – O – I, dan lainnya. Dengan cakupan isinya sesuai Sandar Nasional Pendidikan (SNP) ialah delapan aspek ISI, PROSES, SARPRAS, SDM, DANA, LULUSAN, PENGELOLAAN dan PENILAIAN. Serta pemeringkatan kualifikasi hasilnya ke dalam kategori: SPM, SSN, dan SBI. Dengan menerapkan strategi
pengelolaan
SPN,
termasuk
di
dalamnya
Perguruan
Muhammadiyah, diharapkan dapat meningkatkan daya saing (Fastabiqul Khairat) baik dalam tataran lokal, nasional, regional dan global. C.3.a. Konsep dan Prinsip Dasar Peningkatan Secara harfiyah dan leksikal istilah “peningkatan” (enhancement– Ing; rofa’a atau roqqaa–Arab) esensinya menunjukkan kepada adanya suatu “perubahan” (change– Ing; taghayyaro– Arab) dari posisi/kedudukan/status awal kepada akhir berikutnya dalam ukuran peringkat (grade–Ing; mustawa–Arab) atau derajat (degree–Ing; darojatun–Arab). Dalam implementasi di bidang kajian pengelolaan sistem pendidikan, seperti telah dijelaskan dalam paragraf terdahulu, maka dapat dimaknai sebagai suatu perubahan status sesuatu organisasi atau satuan pendidikan (sekolah/madrasah) dari SPM ke SSN atau SBI, dan atau sistem pemeringkatan lainnya. Secara konseptual, mengingat makna esensial dari peningkatan itu pada hakekatnya merupakan perubahan dengan demikian dalam rangka
17
pemahaman ini perlu ditelaah lebih lanjut; (1) apa sesungguhnya makna perubahan itu; (2) apa tipologinya; (3) bagaimana strateginya; (4) apa kemungkinan resistensinya terhadap perubahan; (5) bagaimana perubahan itu direncanakan; (6) bagaimana perubahan itu dikelola; (7) siapa yang bertanggungjawab membuat keputusan untuk melakukan perubahan; dan (8) apa dampak dan/atau manfaat dari suatu perubahan. Secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut:
C.3.b. Perubahan (change) Hanson (1985) dalam konteks suatu organisasi telah mendefinisikan: “change as the altering of ……..behavior, structures, procedures, purposes, or outputs of some units or a whole within an organization”. Pakar lain memandang perubahan itu sebagai inovasi (innovation); sedangkan lainnya lagi mengatakan sebagai penyesuaian (adaptation) atau penyerasian (adjustment) dan pembenahan atau pemantapan (establishment) yang dimaksud dengan inovasi itu menurut Thompson (1965) “as the generation, acceptance, and implementation of new ideas, process, products or service”. Namun diingatkan oleh Razik dan Swanson (1995: 508 – 509) bahwa perubahan itu bukan sekedar asal berubah, melainkan perubahan itu harus positif dan bermanfaat. Syaratnya, suatu organisasi itu mampu mempertahankan fleksibilitas dan merespon secara tepat terhadap desakan kekuatan dan perubahan lingkungan. C.3.c. Tipologi perubahan, strategi dan resistensi. Lipham, Rankin dan Hock (1985) mengidentifikasikan tipologi perubahan dalam tiga kategori sebagai berikut: enforced, expedient or essential. Tipe pertama, perubahan itu dilakukan secara fundamental dan menyeluruh karena adanya tekanan yang kuat dari luar. kedua, perubahan itu dengan penuh kearifan meskipun karena desakan dari luar juga kuat, dilakukan bertahap tetapi mantap. Ketiga, terjadi berkat desakan dari dalam organisasi sendiri atas kesadaran dan kehendaknya dan perubahannya
18
mungkin fundamental dan menyeluruh mungkin juga tidak, tetapi meyakinkan. Institusi pendidikan tentu dapat melakukan tipe perubahan mana yang dipandang fleksibel. Banyak pula studi telah dilakukan terhadap resistensi atas upaya perubahan. Di antaranya hasil studi Stanislao (1980) menunjukkan ada delapan alasan pada umumnya yang melakukan resistensi atas perubahan itu, yaitu: (1) Surprise and fear of the unknown; (2) Climate of mistrust; (3) Fear of failure; (4) Loss of status and/or job security; (5) Peer pressure; (6) Discription of culture traditions and/or group relationship; (7) Personality conflict; and (8) Lack of tack or poor planning. C.3.d. Perencanaan dan Pengelolaan Banyak model pendekatan yang telah dikembangkan para pakarnya. Namun yang paling ideal sebaiknya menggunakan pendekatan perencanaan dan manajemen strategik. London (1988) mengemukakan bahwa perangkat leadership dalam arti decition makers and managers, merupakan pihak yang paling bertanggung jawab. Perubahan akan berhasil apabila dirasakan sebagai kebutuhan, kepentingan dan partisipasi bersama. Oleh karena itu, model kepemimpinan partisipatif sangat cocok untuk melakukan perubahan. Owens (1987) yang menekuni model-model perubahan di bidang pendidikan, menunjukkan betapa besar dan manfaat yang signifikan dari perubahan. Manfaat itu lebih besar, kalau perubahan itu dilakukan secara terencana secara strategis dan bukan sesaat saja. Dampaknya bukan hanya akan dirasakan oleh masyarakat pendidikan saja, melainkan bagi masa depan kehidupan bangsa.
19