LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING
PERBAIKAN KONDISI KERJA BERBASIS KEARIFAN LOKAL YANG RELEVAN DENGAN KONSEP ERGONOMI UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS KESEHATAN DAN PRODUKTIVITAS PEMATUNG DI DESA PELIATAN UBUD GIANYAR
OLEH:
Prof. Dr. I Made Sutajaya, M.Kes. Dr. Ni Putu Ristiati, M.Pd. Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penugasan Penelitian Hibah Bersaing Nomor: 043/SP2H/PL/Dit.Litabmas/IV/2011, tanggal 14 April 2011
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA Tahun 2011
i
HALAMAN PENGESAHAN 1. Judul Penelitian: Perbaikan Kondisi Kerja Berbasis Kearifan Lokal yang Relevan dengan Konsep Ergonomi untuk Meningkatkan Kualitas Kesehatan dan Produktivitas Pematung di Desa Peliatan Ubud Gianyar 2. Ketua Peneliti a. Nama Lengkap : Prof. Dr. I Made Sutajaya, M.Kes. b. Jenis kelamin : pria c. NIP/ Golongan : 19681217199303 1 003/ IV c d. Strata/ Jabatan Fungsional: S3/ Guru Besar e. Jabatan Struktural : f. Fakultas/ Jurusan : MIPA/ Pendidikan Biologi g. Bidang Ilmu : Kesehatan h. Alamat Kantor : Jalan Udayana Singaraja Bali i. Telepon/ Fax : (0362) 25072/ (0362) 25335 j. Alamat Rumah : Br. Tengah Kauh, Peliatan, Ubud, Gianyar k. Telpon/ E-mail : 081338193753/
[email protected] 3. Lokasi Penelitian
: Desa Peliatan, Ubud, Gianyar, Bali.
4. Jangka Waktu Penelitian Penelitian ini untuk
: 2 (dua) tahun : Tahun ke-1
5. Keanggotaan Peneliti Nama Anggota
: Dr. Ni Putu Ristiati, M.Pd.
6. Pembiayaan a. Tahun ke-1 (2011) b. Tahun ke-2 (2012)
: : Rp. 45.000.000,- (Empat Puluh Lima Juta Rupiah) : Rp. 50.000.000,- (Lima Puluh Juta Rupiah)
Mengetahui,
Singaraja, 30 November 2011
Dekan Fakultas MIPA
Ketua Peneliti,
Prof. Dr. Ida Bagus Putu Arnyana, M.Si. NIP.19581231198601 1 005
Prof. Dr. I Made Sutajaya, M.Kes. NIP. 19681217199303 1 003
Menyetujui Ketua Lembaga Penelitian
Prof. Dr. Anak Agung Istri Ngurah Marhaeni, M.A. NIP. 19640326199003 2 002
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat’Nyalah maka Laporan Penelitian Hibah Bersaing yang berjudul: “Perbaikan Kondisi Kerja Berbasis Kearifan Lokal yang Relevan dengan Konsep Ergonomi untuk Meningkatkan Kualitas Kesehatan dan Produktivitas Pematung di Desa Peliatan Ubud Gianyar” dapat diselesaikan sesuai rencana. Dalam penulisan laporan penelitian ini, kami banyak mendapat masukan-masukan atau saran-saran dari berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penulisan laporan penelitian tersebut. Kami menyadari sepenuhnya akan kekurangan isi laporan penelitian ini, sehingga dengan kerendahan hati kami mohon kritik dan saran untuk kelengkapan dan kesempurnaan laporan penelitian tersebut. Sebagai akhir kata kami berharap agar laporan penelitian ini bermanfaat terutama bagi mereka yang tertarik dengan masalah-masalah ergonomi di industri kecil, khususnya dalam bidang kesehatan pekerja.
Singaraja, November 2011
Peneliti
iii
DAFTAR ISI
Halaman Judul……………………………………………………………………….
i
Halaman Pengesahan..................................................................................
ii
Kata Pengantar............................................................................................
iii
Daftar isi…………………………………………………………………...
iv
Abstrak……………………………………………………………….........
vi
Abstract ......................................................................................................
vii
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……………………………………………………….
1
1.2 Tujuan Khusus……………………………………………………….
3
1.3 Urgensi (Keutamaan) Penelitian……………………………………..
4
BAB II. STUDI PUSTAKA 2.1 Ergonomi dan Manfaatnya……………………………………………
6
2.2 Antropometri dan Stasiun Kerja ……………………………..............
7
2.3 Faktor Beban Kerja yang Dipertimbangkan dalam Mendesain Stasiun Kerja........................................................………..
8
2.4 Faktor Kelelahan yang Dipertimbangkan dalam Mendesain Stasiun Kerja…………………………………………......
9
2.5 Kaitan antara Keluhan Muskuloskeletal dan Stasiun Kerja................
10
2.6 Kearifan Lokal yang Berkaitan dengan Ergonomi..............................
10
2.7 Faktor Sosial Budaya dalam Ergonomi...............................................
11
2.8 Kerangka Konsep dan Hipotesis..........................................................
15
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian……………………………………………………
16
3.2 Penentuan Sumber Data…………………………………………………
17
3.3 Besar Sampel……………………………………………………………
18
iv
3.4 Variabel Penelitian………………………………………………………
19
3.5 Prosedur Penelitian………………………………………………………
19
3.6 Bagan Alir Penelitian……………………………………………………..
22
3.7 Analisis Data………………………………………………………………
23
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian...........................................................................................
24
4.1.1 Karakteristik Pekerja...................................................................
24
4.1.2 Antropometri Pekerja.................................................................
25
4.1.3 Jenis, Fungsi dan Ukuran Alat Kerja............................................
27
4.1.4 Kearifan Lokal yang Relevan dengan Konsep Ergonomi...............
30
4.1.5 Kualitas Kesehatan Pematung........................................................
31
4.2 Pembahasan.....................................................................................................
32
4.2.1 Manfaat Praktis Antropometri dalam Mendesain Tempat Kerja.....
32
4.2.2 Beban Kerja Pematung.................................................................
33
4.2.3 Keluhan Muskuloskeletal Pematung..........................................
33
4.2.4 Kelelahan Pematung...................................................................
34
4.2.5 Produktivitas Pematung.............................................................
35
BAB V. PENUTUP 5.1 Simpulan......................................................................................................
36
5.2 Saran............................................................................................................
36
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………
37
LAMPIRAN……………………………………………………………………
40
v
Abstrak PERBAIKAN KONDISI KERJA BERBASIS KEARIFAN LOKAL YANG RELEVAN DENGAN KONSEP ERGONOMI UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS KESEHATAN DAN PRODUKTIVITAS PEMATUNG DI DESA PELIATAN UBUD GIANYAR Oleh: I Made Sutajaya & Ni Putu Ristiati Jurusan Pendidikan Biologi, FMIPA Undiksha Singaraja Saat ini belum banyak dimanfaatkan ukuran-ukuran antropometri di dalam mendesain alat-alat kerja dan tempat kerja, padahal sesungguhnya antropometri ini sudah dimanfaatkan oleh orang Bali pada saat membangun rumah dan membuat peralatan kerja yaitu dengan menggunakan konsep asta kosala-kosali dan asta bumi yang pada prinsipnya hampir sama dengan konsep antropometri. Di samping itu konsep yang tertuang pada Tri Hita Karana, konsep pamali, dan Ayurveda Ilmu Kedokteran Hindu juga digunakan sebagai acuan di dalam memperbaiki stasiun dan proses kerja di industri kecil yang dikaitkan dengan parameter kualitas kesehatan dan produktivitas. Ini merupakan kearifan lokal yang dapat diterapkan di masyarakat dengan mengacu kepada prinsip-prinsip ergonomi. Tujuan utama penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penerapan ergonomic berbasis kearifan lokal terhadap kualitas kesehatan dan produktivitas pekerja. Penelitian ini dilakukan di Desa Peliatan Kecamatan Ubud Kabupaten Gianyar yang melibatkan 30 orang pekerja. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah: (1) sekitar 82% stasiun kerjanya belum mengacu kepada konsep asta kosala-kosali yang sepadan dengan konsep antropometri; (2) kearifan lokal yang relevan dengan prinsip ergonomi adalah konsep menyama-braya (kerjasama tim), pantangan kerja malam hari/ siang hari, penerapan istirahat aktif melalui kegiatan mebongbong, beternak itik/ ayam/ sapi, pemberian sarin pegae sebagai bonus kerja, melaksanakan upacara tumpek landep sebagai spirit kerja, menggunakan ukuran tubuh seperti ajengkal, aguli, adepa, adepa agung saat mengukur peralatan dan objek kerja (sepadan dengan konsep antropometri); (3) kualitas kesehatan dilihat dari beban kerjanya ternyata terjadi peningkatan sebesar 37,5%; keluhan musculoskeletal meningkat sebesar 50,8%, dan kelelahan meningkat 31,5%, antara sebelum dan sesudah kerja. Itu semua tentu akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa: (1) data antropometri yang sepadan dengan konsep asta kosala-kosali sangat diperlukan dalam mendesain stasiun kerja; (2) kearifan lokal yang ditemukan pada penelitian ini sangat relevan dengan konsep ergonomi dan ada yang bersifat umum ada yang bersifat khas di masing-masing daerah; (3) kualitas kesehatan pekerja ternyata sangat dipengaruhi oleh kondisi kerjanya, karena terbukti terjadi peningkatan beban kerja, kelelahan, dan keluhan musculoskeletal antara sebelum dan sesudah kerja secara bermakna (p < 0,05). Untuk itu disarankan agar konsep kearifan lokal yang secara alami sudah teruji hendaknya dikembangkan kembali dan diterapkan dalam mengatasi kondisi kerja yang tidak ergonomik. Kata kunci: antropometri, kearifan local, ergonomi, dan stasiun kerja Abstract vi
IMPROVEMENT OF WORKING CONDITION BASED LOCAL WISDOM WHICH RELEVAN TO ERGONOMIC CONCEPTS TO INCREASE HEALTH QUALITY AND PRODUCTIVITY OF WOOD CARVERS IN PELIATAN, UBUD GIANYAR By I Made Sutajaya & Ni Putu Ristiati Biology Education Department, MIPA Faculty, UNDIKSHA Currently it was not utilized the anthropometric data in designing the hand tools and work station. Therefore, the anthropometric data had been utilized by the Balinese people when they are in building their house and made the hand tools. They used the asta kosalakosali and asta bumi concept which was principally similar to anthropometric concept. Beside that, the concept of the Tri Hita Karana, pamali, and Hindu Medicine Knowledge of Ayur Weda so it could be used as a reference in overcoming the work station and work process in small scale industries related to the parameter of health quality and productivity. This is a local wisdom which was applied on the society with refers to ergonomic principles. The main purpose of this study was to know the influence of the ergonomic application based on the local wisdom to health quality and productivity. This explorative research was done in Peliatan Village, Gianyar Regency and involved is about 30 subjects. The result study was found: (1) about 82% the working station had not been designed based asta kosala-kosali concept which relevance to anthropometric concept; (2) local wisdom which relevance to ergonomic principles are: menyama-braya concept (team work), working in the night and afternoon are a taboo; the applied of active rest pauses through mebongbong (cockfight exercises) activity, give the sarin pegae as a bonus to motivate the workers, look after of the cattle such as duck/ chicken/ cow, tumpek landep ceremony as a working spirit, using the body size such as ajengkal, aguli, adepa, adepa agung to the size of the hand grip and working object (relevance to anthropometric concept); (3) the health quality with the indicators i.e. workload increase about 37.5%, musculoskeletal complaints increase about 50.8%, and fatigue increase about 31.5%, between before and after working. This condition was predicted to productivity. Therefore, it could be concluded that: (1) anthropometric data similar to asta kosala-kosali concept is most needed in designing the working station; (2) the local wisdom which was found in this study most relevance to ergonomic concept and it had generally and specific characteristic in the each regency; (3) the workers health quality is most influenced to working condition, because in this study was found that the significantly increase of workload, fatigue, and musculoskeletal complaints between before and after working (p < 0.05); (4) the productivity could be increased through the application of the local wisdom which relevance to ergonomic principles. So, it could be recommended that the local wisdom which had been tested naturally must be developed and applied in overcoming the un-ergonomic working condition. Key words: anthropometric, local wisdom, ergonomic, work station
vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Di dalam mendesain stasiun dan proses kerja, sampai saat ini belum mengacu kepada data antropometri pekerja yang ada di areal tempat mereka beraktivitas. Umumnya yang digunakan sebagai acuan adalah data sekunder yang ada pada litetatur atau sumber bacaan yang relevan yang umumnya masih menggunakan ukuran orang barat. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan eksplorasi data dasar yang akan digunakan sebagai acuan di dalam membuat desain stasiun kerja yang ergonomis. Di samping itu melalui pendekatan sistemik, holistik, interdisipliner dan partisipatori (SHIP) akan terwujud desain stasiun dan proses kerja yang secara teknis sesuai dengan pekerjanya dan secara fisiologis tidak menimbulkan keluhan muskuloskeletal, tidak mengakibatkan beban kerja yang terlalu berat dan dapat memperlambat munculnya kelelahan (Manuaba, 2006 a; Azadeh, et al, 2007; Ercan, et al, 2006). Antropometri merupakan ukuran dan proporsi tubuh manusia yang mempunyai manfaat praktis untuk menentukan ukuran tempat duduk, meja kerja, jangkauan, genggaman, ruang gerak dan batas-batas gerakan sendi (Grandjean, 2007). Jika dikaji mengenai hubungan antara alat, menusia dan pekerjaannya masing-masing, maka data antropometri akan sangat dibutuhkan untuk memperoleh kesesuaian antara ukuran diri mereka dengan alat-alat yang digunakan. Saat ini masih belum banyak dimanfaatkan ukuran-ukuran antropometri di dalam mendesain alat-alat kerja dan tempat kerja, padahal sesungguhnya antropometri ini sudah dimanfaatkan oleh orang Bali pada saat membangun rumah dan membuat peralatan kerja yaitu dengan menggunakan asta kosala-kosali dan asta bumi yang pada prinsipnya hampir sama dengan konsep antropometri. Di samping itu konsep yang tertuang pada Tri Hita Karana, konsep pemali, dan Ayurveda Ilmu Kedokteran Hindu juga digunakan sebagai acuan di dalam memperbaiki stasiun dan proses kerja di industri kecil yang dikaitkan dengan parameter kualitas kesehatan dan produktivitas. Ini merupakan kearifan lokal yang dapat diterapkan di masyarakat dengan mengacu kepada prinsip-prinsip ergonomi. Penerapan ergonomi yang mengupayakan agar pekerja selalu dalam kondisi sehat, aman, dan nyaman dalam proses kerja merupakan suatu yang urgen untuk dilaksanakan dan 1
sesegera mungkin harus diimplementasikan (Manuaba, 2006 a; Azadeh, et al, 2007; Ercan, et al, 2006). Jika hal ini diabaikan, maka kualitas kesehatan pekerja diyakini akan terganggu bahkan bisa menimbulkan deformitas pada organ tubuhnya dan pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja. Salah satu cara yang bisa ditempuh agar para pekerja yang berkecimpung di dalam kegiatan yang ada di industri kecil tetap dalam kondisi yang sehat, aman, nyaman, efektif dan efisien serta produktivitasnya tinggi maka diperlukan kaidahkaidah ergonomi yang berbasis kearifan lokal di dalam melakukan kegiatan atau aktivitas di tempat kerja. Sebab seandainya hal ini tidak dilakukan maka akan menimbulkan berbagai macam gangguan, kelainan dan penyakit yang terkait dengan sistem otot dan rangka, misalnya; (1) terganggunya mekanika tubuh manusia secara umum, (2) bisa terjadi luka atau cedera pada persendian, (3) epimisium dan perimisium otot bisa sobek, (4) rasa sakit pada vertebrae (tulang belakang) dan (5) terjadi deformitas atau degenerasi pada diskus intervertebralis (cakram atau piringan pada persendian tulang belakang) (Grandjean, 2007). Dengan demikian kualitas kesehatan pekerja akan terancam yang pada akhirnya produktivitas kerja akan menurun. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dapat dibuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut. Pada Tahun I 1. Bagaimanakah caranya menyesuaikan antropometri pekerja dengan ukuran alat kerjanya? 2. Bagaimanakah caranya mendesain stasiun kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi agar tidak menimbulkan efek negatif terhadap kualitas kesehatan pekerja? 3. Bagaimanakah caranya menentukan kriteria beban kerja yang menyertai pekerja di sektor industri kecil pada saat melakukan aktivitas di tempat kerja ? 4. Bagaimanakah caranya menentukan lokasi keluhan muskuloskletal yang terjadi seandainya ukuran alat kerja tidak sesuai dengan antropometri pekerja? 5. Bagaimanakah caranya menentukan kelelahan pekerja pada saat beraktivitas?
2
Pada Tahun II 1. Apakah perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi dapat mengurangi beban kerja pematung ? 2. Apakah perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi dapat mengurangi keluhan muskuloskeletal pematung ? 3. Apakah perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi dapat mengurangi kelelahan pematung ? 4. Apakah perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi dapat meningkatkan produktivitas pematung ?
1.2 Tujuan Khusus Menyimak latar belakang masalah tersebut, tujuan khusus yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Tujuan penelitian pada tahun pertama adalah sebagai berikut. 1. Mengetahui cara penyesuaian antropometri pekerja dengan ukuran alat kerjanya. 2. Mengatahui cara mendesain stasiun kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi agar tidak menimbulkan efek negatif terhadap kualitas kesehatan pekerja. 3. Mengetahui cara menentukan kriteria beban kerja yang menyertai pekerja di sektor industri kecil pada saat melakukan aktivitas di tempat kerja. 4. Mengetahui cara menentukan lokasi keluhan muskuloskletal yang terjadi seandainya ukuran alat kerja tidak sesuai dengan antropometri pekerja. 5. Mengatahui cara menentukan kelelahan pekerja pada saat beraktivitas.
b. Tujuan penelitian pada tahun kedua adalah sebagai berikut. 1. Mengetahui pengaruh perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi terhadap beban kerja pematung. 2. Mengetahui pengaruh perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi terhadap keluhan muskuloskeletal pematung. 3. Mengatahui pengaruh perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi terhadap kelelahan pematung. 3
4. Mengatahui pengaruh perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi terhadap produktivitas pematung
1.3 Urgensi (Keutamaan) Penelitian Urgensi (keutamaan) penelitian difokuskan pada luaran sebagai berikut. 1. Implementasi data antropometri yang mengacu kepada kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi dan dilengkapi dengan hasil analisis persentil yang dapat digunakan sebagai acuan di dalam mendesain stasiun kerja. Luaran ini dapat digunakan sebagai acuan dalam memperbaiki infrastruktur di industri kecil sehingga dapat meminimalkan penyakit akibat kerja dan kualitas kesehatan pekerja dapat ditingkatkan. 2. Implementasi data ukuran alat kerja termasuk meja kerja dan tempat duduk yang dapat digunakan untuk mencari kesesuaian antara antropometri pekerja dengan stasiun kerjanya serta geometri yang mengacu kepada konsep asta bumi. 3. Implementasi data antropometri dan data ukuran alat kerja di dalam melakukan uji coba penuntun praktis pengukuran antropometri pekerja yang mengacu kepada prinsip asta kosala-kosali dan asta bumi. 4. Kualitas kesehatan yang mengacu kepada indikator sebagai berikut. a. Nilai frekuensi denyut nadi sebelum dan sesudah kerja dapat digunakan sebagai data dasar di dalam menentukan kriteria beban kerja yang mengacu kepada subjek yang digunakan sebagai sample dalam penelitian dan digeneralisasi kepada populasi. Pemeriksaan denyut nadi ini mengacu kepada konsep nadi pariksha yang tertuang dalam ayurveda. b. Skor keluhan muskuloskeletal yang dilengkapi dengan analisis validitas dan reliabilitasnya dapat digunakan sebagai data dasar dalam membuat penuntun praktis penentuan lokasi keluhan otot yang ada pada tubuh pekerja dan berbasis kepada ayurveda ilmu kedokteran Hindu yaitu Dhatu Waisamya (perubahan fungsi organ) c. Skor kelelahan yang dilengkapi dengan analisis validitas dan reliabilitasnya yang dapat digunakan sebagai data dasar di dalam 4
membuat penuntun praktis dalam penentuan tingkat kelelahan pekerja. 5. Implementasi data antropometri, data ukuran alat kerja, data kondisi lingkungan di dalam menguji coba contoh desain stasiun kerja yang ergonomik yang dirancang pada tahun I 6. Gambaran tentang kualitas kesehatan pematung yang dapat ditingkatkan melalui perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi sebagai temuan pada tahun II 7. Gambaran tentang produktivitas pematung setelah dilakukan perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi sebagai temuan pada tahun II.
5
BAB II STUDI PUSTAKA
2.1 Ergonomi dan Manfaatnya Ergonomi berasal dari kata Yunani yaitu ergon (kerja) dan nomos (aturan). Definisi ergonomi adalah ilmu, teknologi dan seni untuk menyerasikan alat, cara kerja dan lingkungan pada kemampuan, kebolehan dan batasan manusia sehingga diperoleh kondisi kerja dan lingkungan yang sehat, aman, nyaman dan efisien sehingga tercapai produktivitas yang setinggi-tingginya (Manuaba, 2006 a). Ergonomi sangat diperlukan di dalam suatu kegiatan yang melibatkan manusia di dalamnya dengan memperhitungkan kemampuan dan tuntutan tugas. Kemampuan manusia sangat ditentukan oleh faktor-faktor profil, kapasitas fisiologi, kapasitas psikologi dan kapasitas biomekanik, sedangkan tuntutan tugas dipengaruhi oleh karakteristik dari materi pekerjaan, tugas yang harus dilakukan, organisasi dan lingkungan dimana pekerjaan itu dilakukan (Manuaba, 2006 a, 2006 b). Dengan ergonomi dapat ditekan dampak negatif pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena dengan ergonomi berbagai penyakit akibat kerja, kecelakaan, pencemaran, keracunan, ketidak-puasan kerja, kesalahan unsur manusia, bisa dihindari atau ditekan sekecil-kecilnya (Manuaba, 2006 b). Pemanfaatan prinsip-prinsip ergonomi dalam mendesain suatu produk membuat produk tersebut menjadi lebih sesuai dengan pemakai (users friendly), memuaskan, nyaman dan aman (Manuaba 2006 a; Fam, et al, 2007; Limerick, et al, 2007). Untuk memudahkan dan mengurangi dampak negatif yang mungkin timbul, penerapan ergonomi hendaknya menggunakan bahasa yang sederhana, bahasa perusahaan atau bahasa masyarakat. Pendekatan sistemik, holistik, interdisipliner dan partisipatori (SHIP) hendaknya selalu dimanfaatkan dalam setiap pemecahan masalah atau merencanakan sesuatu sehingga tidak ada lagi masalah yang tertinggal atau muncul di kemudian hari (Manuaba, 2006 a; Adiputra, 2006 a; Artayasa, 2006; Sutajaya, 2006 c; Azadeh, et al, 2007; Ercan, et al, 2006). Di samping itu pendekatan SHIP hendaknya diterapkan dalam pemilihan dan alih teknologi sehingga menjadi tepat guna, dengan persyaratan: (a) secara teknik hasilnya lebih baik; (b) secara ekonomi lebih menguntungkan; (c) secara sosial budaya dapat diterima; (d) kesehatan dapat dijamin dan dipertanggungjawabkan; (e) hemat dalam pemakaian energi; dan (f) tidak 6
merusak lingkungan (Manuaba, 2006 b, dan 2008; Sutjana & Adiputra, 2006; Munaf, dkk, 2008). Dari beberapa perbaikan ergonomi terbukti bahwa dengan penerapan ergonomi mampu memberikan keuntungan secara ekonomi, meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kerja. Malah telah sampai pada simpulan good ergonomi is good economic (Sutjana & Adiputra, 2006).
2.2 Antropometri dan Stasiun Kerja Di dalam mendesain alat kerja dan ruang kerja yang mengacu kepada antropometri pemakai, perlu dipertimbangkan: (a) tinggi rendahnya tuntutan terhadap beban otot pada saat beraktivitas; (b) tingkat bahaya yang ditimbulkan pada saat melakukan aktivitas dengan menggunakan alat kerja tertentu dan di ruang kerja tertentu pula; (c) letak beban paling besar pada saat mengangkat dan mengangkut beban, mengoperasikan alat-alat kerja, duduk di kursi kerja, dan bekerja di meja kerja; (d) posisi kerja pada saat melakukan kegiatan (duduk, berdiri, jongkok, setengah jongkok, duduk bersila, kombinasi); (e) sikap kerjanya (alamiah atau tidak alamiah); (f) sifat kerjanya statis atau dinamis dilihat dari kontraksi otot yang terjadi pada saat melakukan aktivitas; (g) kemungkinan variasi posisi dan sikap kerja; (h) pola-pola gerakan badan yang dikaitkan dengan batasan-batasan gerakan sendi; (i) lamanya kerja dengan memanfaatkan tenaga fisik atau otot; (j) tinggi rendahnya presisi atau ketelitian yang diinginkan; dan (k) organ-organ yang terlibat langsung dengan komponen-komponen alat (Grandjean, 2007; Bazrgari, 2007; Sutjana, et al, 2008). Di dalam mendesain alat dan ruang kerja perlu dipertimbangkan konponen-komponen di atas, karena upaya untuk menyesuaikan antropometri dengan desain alat dan ruang kerja pada dasarnya tergantung kepada: (a) keadaan, frekuensi dan kesulitan dari aktivitas yang dilakukan terkait dengan pengoperasian alat-alat kerja; (b) sikap tubuh selama beraktivitas; (c) syarat-syarat untuk keleluasaan gerak terkait dengan aktivitas yang dilakukan di ruang kerja tersebut; dan (d) keamanan, kenyamanan dan keselamatan yang diharapkan dengan penambahan dimensi kritis (Grandjean, 2007). Di samping itu ada beberapa gerakan yang harus didukung oleh kesesuaian antara antropometri pemakai dengan alat yang dioperasikan atau ruang kerja tempat beraktivitas yaitu; (a) gerakan pada saat duduk, berdiri, berjalan atau kombinasi; (b) gerakan di dalam menggunakan fasilitas atau mengoperasikan alat-alat kerja; (c) gerakan-gerakan yang 7
berkaitan dengan emergency; (d) gerakan pada saat mengambil atau menaruh dan menjangkau sesuatu; dan (e) gerakan melintas di gang atau di antara alat-alat kerja yang ada pada saat pindah tempat kerja (Grandjean, 2007). Antropometri memang sangat diperlukan untuk menyesuaikan antara alat atau ruang kerja dengan orang yang bekerja atau beraktivitas di tempat tersebut, sebab seandainya ini tidak terpenuhi maka akan menimbulkan: (a) ketidak-nyamanan dalam beraktivitas; (b) kelelahan lebih cepat muncul; (c) risiko terjadinya kesalahan dalam beraktivitas lebih tinggi; (d) beban kerja meningkat lebih cepat; (e) energi yang diperlukn untuk usaha kerja yang sama ternyata lebih tinggi; (f) sering menimbulkan gangguan otot terutama pada sistem musculoskeletal; dan (g) produktivitas menurun (Grandjean, 2007).
2.3 Faktor Beban Kerja yang Dipertimbangkan dalam Mendesain Stasiun Kerja Aasa, et al. (2006) melaporkan bahwa aktivitas yang disertai dengan adanya stres mental dan fisik dapat meningkatkan rerata denyut nadi secara bermakna sebesar 16,80 denyut per menit pada pria dan 18,70 denyut per menit pada wanita (p < 0,01). Pada proses kerja tampaknya beban kerja yang dipengaruhi oleh faktor eksternal maupun internal akan saling mempengaruhi sehingga memunculkan perpaduan antara beban kerja fisik dan mental. Beban kerja tersebut diekspresikan melalui perubahan frekuensi denyut nadi yang dapat digunakan sebagai salah satu data objektif untuk menentukan berat-ringannya suatu aktivitas. Akan tetapi dari beberapa laporan peneliti tampaknya suatu pekerjaaan yang didominasi oleh beban kerja mental tidak akan mengubah kategori beban kerja atau beban kerja berada pada kategori ringan (75 - 100 denyut per menit). Oleh karena itu perlu dilihat peningkatan frekuensi dari denyut nadi istirahat ke denyut nadi kerja sesuai dengan pernyataan Adiputra (2006 b) bahwa perubahan frekuensi denyut nadi tidak boleh melebihi 35 denyut per menit pada pria dan 30 denyut per menit pada wanita dari denyut nadi istirahat. Adiputra (2006 b) menyatakan bahwa untuk beban kerja yang sama, subyek orang Bali telah merespon lebih berat 15% di atas orang Thai dan 30% di atas orang Barat. Itu berarti kriteria di atas harus dikurangi 30% dari orang barat yaitu: (a) untuk pria 35 – (35 x 30%) = 24,5 denyut per menit dan (b) untuk wanita 30 – (30 X 30%) = 21 denyut per menit. Dengan kata lain, walaupun kategori beban kerjanya sama, namun peningkatan frekuensi denyut nadi dengan subjek orang Bali tidak boleh melebihi 25 denyut per menit untuk pria 8
dan 21 denyut per menit untuk wanita. Kondisi seperti ini diprediksi akan berlaku sama untuk orang Indonesia karena mereka hidup di daerah tropis dengan temperatur udara dan kelembaban yang tinggi. Kondisi seperti ini dinyatakan dapat mempengaruhi kemampuan dan kesehatan seseorang.
2.4 Faktor Kelelahan yang Dipertimbangkan dalam Mendesain Stasiun Kerja Kelelahan secara umum merupakan suatu keadaan yang tercermin dari gejala perubahan psikologis berupa kelambanan aktivitas motoris dan respirasi, adanya perasaan sakit, berat pada bola mata, pelemahan motivasi, aktivitas dan fisik lainnya yang akan mempengaruhi aktivitas fisik maupun mental (Grandjean, 2007; Richardson, 2006; Steward, et al, 2008; Suter, 2008). Kelelahan sesungguhnya merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut atau dapat dikatakan sebagai alarm tubuh yang mengisyaratkan seseorang untuk segera beristirahat. Mekanisme ini diatur oleh sistem saraf pusat yang dapat mempercepat impuls yang terjadi di sistem aktivasi oleh sistem saraf simpatis dan memperlambat impuls yang terjadi di sistem inhibisi oleh saraf parasimpatis. Menurunnnya kemampuan dan ketahanan tubuh akan mengakibatkan menurunnya efisiensi dan kapasitas kerja. Seandainya kondisi seperti ini dibiarkan berlanjut tentunya akan mempengaruhi produktivitas seseorang. Grandjean (2007) menyatakan bahwa kelelahan yang berlanjut dapat menyebabkan kelelahan kronis dengan gejala: (a) terjadi penurunan kestabilan fisik; (b) kebugaran berkurang; (c) gerakan lamban dan cenderung diam; (d) malas bekerja atau beraktivitas; dan (e) adanya rasa sakit yang semakin meningkat. Di samping itu kelelahan juga menyebabkan gangguan psikosomatik seperti: (a) sakit kepala; (b) pusing-pusing; (c) mengantuk; (d) jantung berdebar; (e) keluarnya keringat dingin; (f) nafsu makan berkurang atau hilang; dan (g) adanya gangguan pencernaan (Grandjean, 2007). Terkait dengan fakta tersebut tampaknya dalam proses kerja para pekerja tidak akan terlepas dari kelelahan saat mengikuti aktivitas. Kondisi tersebut akan semakin parah jika pada proses kerja disertai dengan kondisi lingkungan yang tidak sehat, aman dan nyaman, suasana kerja yang membosankan dan sarana atau prasarana yang tidak mengacu aspek-aspek ergonomi.
9
2.5 Kaitan antara Keluhan Muskuloskeletal dan Stasiun Kerja Aasa, et al (2006), David, et al (2008), dan Marras, et al (2009) melaporkan bahwa keluhan sistem muskuloskeletal merupakan masalah besar dalam suatu industri yang disebabkan oleh: (a) tempat kerja yang tidak memadai; (b) aktivitas yang bersifat repetitif; (c) desain alat dan peralatan yang tidak sesuai dengan si pemakai; (d) organisasi kerja yang tidak efisien; (e) jadwal istirahat yang tidak teratur; dan (f) sikap kerja yang tidak alamiah. Escorpiso (2008) melaporkan bahwa keluhan muskuloskeletal menempati urutan pertama di antara penyakit akibat kerja lainnya yang dipengaruhi oleh karakteristik individu (umur lebih dari 30 tahun), di mana pekerja yang mengalami gangguan tersebut sebanyak 44,9%. Grandjean (2007) menyatakan bahwa sikap kerja yang tidak alamiah menimbulkan kontraksi otot secara statis (isometrik) pada sejumlah besar sistem otot tubuh manusia dan kontraksi otot statis dapat mengakibatkan: (a) tenaga atau energi yang diperlukan lebih tinggi dalam usaha yang sama; (b) denyut nadi meningkat lebih tinggi; (c) cepat merasa lelah; dan (d) setelah bekerja, otot memerlukan waktu pemulihan yang lebih lama (Sutajaya, 2006a, 2006b). Reenan, et al (2009) dan Vayvay, et al (2008) menyatakan bahwa keluhan muskuloskeletal terjadi pada sistem muskuloskeletal yang meliputi: (a) tulang-tulang yang merupakan struktur penyangga tubuh; (b) jaringan otot yang dapat berkontraksi sehingga menimbulkan gerakan; (c) tendo yang merupakan jaringan penghubung otot dengan tulang; (d) ligamen yang merupakan jaringan penghubung tulang dengan tulang; (e) kartilago (tulang rawan) yang berfungsi sebagai bantalan sendi; (f) saraf yang merupakan sistem komunikasi antara otot, tendo dan jaringan lainnya dengan otak; dan (g) pembuluh darah yang berfungsi sebagai organ transportasi nutrisi ke seluruh jaringan tubuh melalui darah dan ke organ pembuangan.
2.6 Kearifan Lokal yang Berkaitan dengan Ergonomi Kearifan lokal adalah unsur kebudayaan tradisional yang telah memiliki sejarah yang panjang dan hidup dalam kesadaran kesadaran kolektif manusia dan masyarakat sejagat, terkait dengan sumber daya alam, sumber daya kebudayaan, sumber daya manusia, ekonomi, hokum dan keamanan (Geriya, 2007). Secara konseptual kearrifan lokal merupakan bagian dari sistem pengetahuan sederhana (Sarna, 2008). Di antara keanekaragaman jenis kearifan 10
lokal, ditemukan beberapa kearifan lokal yang memiliki kualitas dan keunggulan dengan kandungan nilai-nilai universal seperti historis, religius, etika, estetika, sains dan teknologi yang disebut lokal genius. Tri Hita Karana sebagai warisan budaya Bali ternyata memiliki banyak keterkaitan dengan ergonomi karena kaya dengan filosofi, nilai, etika lokal, dan dengan focus berupa konfigurasi nilai harmoni. Dalam hal ini prinsip ergonomi yang mengutamakan unsur kenyamanan, kesehatan, keamanan, efisiensi, dan efektivitas serta produktivitas kerja amat terkait dengan konsep Tri Hita Karana yang sangat mempengaruhi perilaku orang Bali dalam beraktivitas. Di samping itu warisan leluhur tentang konsep keseimbangan yang dikenal dengan istilah Tri Hita Karana tersebut selalu menjadi inspirasi bagi pengelolaan sumber daya alam di Bali. Dalam hal ini penerapan ergonomi di industri kecil yang berbasis kearifan lokal sesungguhnya adalah beruasaha agar terjadi keseimbangan antara aktivitas manusia dengan daya dukung alam di sekitarnya. Penanganan limbah perusahaan dan pembatasan waktu kerja merupakan upaya ergonomi untuk menserasikan antara tuntutan tugas dengan kemampuan manusia dan faktor lingkungan yang menyertai para pekerja saat beraktivitas. Budaya Bali sangat menekankan keseimbangan dari pola relasi hubungan dengan Tuhan, manusia, dan lingkungan. Kedinamisan keseimbangan pola relasi ini sangat terkait dengan dinamika perjalanan waktu dan keadaan yang terjadi (desa, kala, patra). Konsep desa kala patra juga menjadi acuan dalam perbaikan stasiun dan proses kerja di industri kecil, karena konsep ini sangat berpengaruh terhadap keberhasilan intervensi ergonomi di suatu daerah. Ajaran Catur Purusartha (Dharma, Artha, Kama, Moksa) diarahkan untuk mencapai tujuan kebebasan yang abadi dan kesejahteraan seantero alam semesta dengan istilah mokshartam jagadhita. Tujuan untuk mencapainya adalah dengan Catur Marga (Karma, Bhakti, Jnana, Raja). Konsep ini amat terkait dengan prinsip ergonomi yang menekankan kepada upaya manusia untuk meningkatkan produktivitas kerjanya dalam mencapai kesejahteraan hidup dan tetap terjaganya kualitas kesehatan jasmani dan rohani.
2.7 Faktor Sosial Budaya dalam Ergonomi Ergonomi menekankan bahwa manusia dalam memenuhi kebutuhannya tidak bisa terlepas dari: (a) alat-alat kerja dan tugasnya (task); (b) organisasi kerja; dan (c) lingkungan 11
kerja. Di tempat kerja berbagai masalah ergonomi masih banyak terjadi seperti: (a) alat kerja yang tidak memadai atau tidak sesuai denngan antropometri; (b) sikap kerja yang tidak alamiah; (c) mikroklimat yang tidak memadai; (d) organisasi kerja yang tidak mendukung tercapainya hasil yang maksimal; (e) jam kerja berkepanjangan tanpa istirahat; (f) kerja bergilir yang tidak manusiawi; (g) kerja statis; (h) kurang gizi; dan (i) ligkungan kerja yang tidak aman dan tidak nyaman. Untuk mengatasi masalah tersebut penerapan ergonomi sejak dini mutlak diperlukan dan merupakan suatu keharusan untuk mempertimbangkan unsurunsur budaya yang akan mempengaruhi mekanisme atau proses penerapannya demi tercapainya hasil yang maksimal. Geriya (2007) menyatakan bahwa kristalisasi nilai-nilai budaya yang digali dari bumi Indonesia adalah: (a) unsur ke-Tuhanan yang diungkapkan dengan bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrua yang artinya berbeda-beda tetapi satu dan tidak ada agama yang memiliki tujuan berbeda dimana unsur kerukunan dan toleransi agama menjadi bingkai pemersatu; (b) unsur kemanusiaan yang egaliter dapat dijumpai pada tata kehidupan bermasyarakat yakni menghargai sesama umat dan saling membantu jika tertimpa musiba;, (c) unsur persatuan yang terihat jelas dengan adanya kebersamaan (collectives), kekeluargaan, persatuan dan kesatuan serta kegotong-royongan; (d) unsur kerakyatan sebagai ciri demokrasi terlihat dalam pengambilan keputusan dilakukan melalui jalan musyawarah mufakat; dan (e) unsur keadilan tercermin dalam kehidupan hukum adat sebagai salah satu aspek budaya yang mengatur secara adil dan merupakan kewajiban warga masyarakat setempat. Pendapat ini sangat berkaitan dengan unsur-unsur yang perlu dipertimbangkan dalam penerapan ergonomi khususnya di Bali yaitu: (a) bekerja diyakini sebagai suatu darma seseorang dan hasilnya akan dipertanggung-jawabkan kepada Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) melalui pelaksanaan karma marga sebagai wujud bakti kepadaNya; (b) melalui penerapan ergonomi sejak dini diharapkan dicapai kondisi kerja yang lebih manusiawi dan tidak memaksa seseorang untuk bekerja di luar batasan, kemampuan dan kebolehannya; (c) suatu pekerjaan akan bisa dilakukan secara efektif dan efisien dengan hasil maksimal jika dikerjakan secara bersama-sama melalui tim kerja yang kondusif; (d) unsur kerakyatan sebagai ciri demokrasi sangat kentara di dalam suatu organisasi kerja yang menerapkan pendekatan SHIP (sistemik, holistik, interdisipliner dan partisipatori) karena pendekatan tersebut memberi peluang kepada setiap orang untuk berkontribusi sama dalam setiap 12
mengambil keputusan dan mereka yang ingin menang sendiri dan otoriter akan tereliminasi; dan (e) unsur keadilan dapat dilihat pada sistem pengupahan di mana prinsip ergonomi selalu menekankan kepada sistem pengupahan yang proporsional sesuai dengan beban kerja atau risiko yang dihadapi pekerja. Penelitian ergonomi yang menyentuh unsur tubuh manusia yaitu: bayu (kekuatan), sabda (suara) dan idep (pikiran) dapat dijelaskan sebagai berikut (Sutajaya, dkk, 2009). 1. Dalam menentukan permasalahan di tempat kerja hendaknya memperhatikan status nutrisi atau energi dan pemanfaatan tenaga otot (bayu) terkait dengan subjek yang akan dilibatkan dan intervensi ergonomi yang dikenakan terhadap subjek penelitian. 2. Dalam membuat protokol penelitian unsur sabda atau pendapat (suara) subjek perlu diperhatikan, karena apa yang diinginkan peneliti belum tentu sesuai dengan keinginan subjek. 3. Saat memperbaiki kondisi kerjanya diharuskan untuk mengajak subjek secara partisipatori turut berpikir atau memanfaatkan idep mereka demi tercapainya kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak. Penelitian ergonomi yang menyentuh unsur sarana berlogika yaitu desa (tempat), kala (waktu) dan patra (kebiasaan) dapat dijelaskan sebagai berikut (Sutajaya, dkk, 2009). 1. Pada proses penelitian karateristik lokasi (tempat) penelitian sangat menentukan keberhasilan suatu penelitian karena terkait dengan cara pemilihan sampel, rancangan yang digunakan, dan strategi pendataan. Untuk itu perlu diketahui karakteristik suatu wilayah yang akan dijadikan objek penelitian sehingga penelitian dapat berlangsung lancar dengan hasil yang maksimal. 2. Waktu penelitian juga sangat menentukan validitas dan reliabilitas data yang diperoleh karena jika salah menentukan alokasi waktu penelitian bisa berakibat fatal atau penelitian mengalami kegagalan, misalnya: penelitian dilakukan saat ada upacara agama, ini tentu akan mempengaruhi kondisi subjek. 3. Kebiasaan setempat perlu dipertimbangkan agar diperoleh data yang akurat karena kebiasaan seseorang yang mungkin sudah dilakukan selama bertahuntahun atau bahkan berabad-abad lamanya tidak bertindak sebagai variabel pengganggu atau menjadi masking effect dalam analisis data. 13
Penelitian ergonomi yang menyentuh unsur peradilan yaitu bukti, saksi dan ilikita (logika) dapat dijelaskan sebagai berikut (Sutajaya, dkk, 2009). 1. Bukti keberhasilan intervensi ergonomi sering digunakan sebagai acuan di dalam melaksanakan intervensi berikutnya, karena bukti yang bisa dilihat dan dirasakan oleh pekerja dapat bertindak sebagai pemicu motivasi pihak terkait untuk memperbaiki kondisi kerjanya. 2. Saksi juga diperlukan untuk mempromosikan keberhasilan intervensi ergonomi karena apa yang dikatakan atau dilaporkan oleh saksi yang dalam hal ini adalah subjek dan peneliti dapat mempengaruhi minat pekerja atau orang lain yang tertarik dengan intervensi tersebut untuk diterapkan di tempat mereka. 3. Ilikita atau logika sangat berpengaruh dalam mengambil suatu keputusan terkait dengan upaya perbaikan yang akan dilakukan, karena dalam penerapan ergonomi diawali dengan perbaikan yang sifatnya mudah dikerjakan, murah biayanya dan masuk akal. Itu berarti secara logis apa yang diterapkan dalam penelitian ergonomi hendaknya masuk akal dan bisa berlanjut atau tidak hanya terbatas sebagai penelitian saja.
14
2.8 Kerangka Konsep dan Hipotesis Kerangka konsep pada penelitian ini dapat dicermati pada Gambar 2.1. Organization input : Karakteristik pimpinan Sistem pengupahan Manajemen perusahaan
Raw input: Pekerja di Industri Kecil umur jenis kelamin berat badan kesehatan antropometrik
Instrumental input: Alat kerja Stasiun kerja Alat pelindung diri
Process: Perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi
Output: Stasiun kerja yang ergonomik Gambaran tentang kualitas kesehatan (beban kerja, kelelahan, dan keluhan muskuloskeletal) Produktivitas
Environmental input: Suhu Kelembaban relatif Intensitas pencahayaan Kecepatan angin Kebisingan Vibrasi
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Konsep Bertolak dari kerangka konsep yang telah diuraikan pada Gambar 2.1 dapat dibuat hipotesis penelitian (khusus untuk penelitian tahun II) sebagai berikut. 1. Perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi dapat mengurangi beban kerja pematung. 2. Perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi dapat mengurangi keluhan muskuloskeletal pematung. 3. Perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi dapat mengurangi kelelahan pematung. 4. Perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi dapat meningkatkan produktivitas pematung. 15
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Pada tahun I dilakukan penelitian deskriptif yang difokuskan pada eksplorasi kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi yang cocok diimplementasikan dalam mendesain stasiun kerja pematung dan dikaitkan dengan kualitas kesehatannya yang dinilai dari indikator beban kerja, keluhan muskuloskeletal, dan kelelahan. Pada tahun II dilakukan penelitian eksperimental yang dirancang berdasarkan pendekatan sistemik, holistik, interdisipliner dan partisipatori (SHIP). Sistemik atau melalui pendekatan sistem artinya dimana semua faktor yang berada di dalam satu sistem dan diperkirakan dapat menimbulkan masalah harus ikut diperhitungkan sehingga tidak ada lagi masalah yang tertinggal atau munculnya masalah baru sebagai akibat dari keterkaitan system. Holistik artinya semua faktor atau sistem yang terkait atau diperkirakan terkait dengan masalah yang ada, haruslah dipecahkan secara proaktif dan menyeluruh. Interdisipliner artinya semua disiplin terkait harus dimanfaatkan, karena makin kompleksnya permasalahan yang ada diasumsikan tidak akan terpecahkan secara maksimal jika hanya dikaji melalui satu disiplin, sehingga perlu dilakukan pengkajian melalui lintas disiplin ilmu. Partisipatori artinya semua orang yang terlibat dalam pemecahan masalah tersebut harus dilibatkan sejak awal secara maksimal agar dapat diwujudkan mekanisme kerja yang kondusif dan diperoleh produk yang berkualitas sesuai dengan tuntutan jaman (Manuaba, 2006 a dan 2006 b). Penelitian ekperimental ini menggunakan rancangan pre and post test group design (treatment by subjects design), dengan pola dasar sebagai berikut (Colton, 2007).
P ---- RS-------O1-----(-)-----O2-------WOP-----O3------(p)-------O4
Gambar 1. Bagan Rancangan Penelitian
Keterangan: P adalah populasi berupa pekerja di industri kecil RS adalah sampel dipilih secara random
16
O1 adalah pendataan sebelum kerja pada kelompok yang belum mendapatkan perlakuan berupa perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi O2 adalah pendataan sesudah kerja pada kelompok yang belum mendapatkan perlakuan berupa perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi O3 adalah pendataan sebelum kerja pada kelompok yang sudah mendapatkan perlakuan berupa perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi O4 adalah pendataan sesudah kerja pada kelompok yang sudah mendapatkan perlakuan berupa perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi (-) adalah kondisi kerja sebelum perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi (p) adalah kondisi kerja setelah perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi WOP adalah washing out period atau proses penghilangan efek sebelum diberi perlakuan yang diberikan selama dua hari
3.2 Penentuan Sumber Data 3.2.1 Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah pematung yang ada di Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, alat kerjanya, dan stasiun kerja yang digunakan untuk beraktivitas.
3.2.2 Populasi dan Sampel Populasi target pada penelitian ini adalah semua pematung yang ada di Desa Peliatan. Populasi terjangkau adalah semua pematung yang memenuhi kriteria inklusi yang berjumlah 107 pematung. Sampel pada penelitian ini adalah 30 pematung yang terpilih dalam penentuan jumlah sampel dan dilibatkan secara penuh pada penelitian ini.
17
3.2.3 Kriteria Sampel Untuk menghindari adanya bias yang disebabkan oleh karakterisistik subjek dibuat kriteria untuk membatasi jumlah subjek yang bisa dilibatkan dalam penelitian ini. Kriteria inklusi dalam penentuan sampel adalah sebagai berikut. a. Berbadan sehat. b. Bersedia sebagai subjek penelitian. c. Tidak memiliki cacat tubuh. d. Tidak dalam keadaan sakit pada otot dan tulangnya. Di samping itu juga ditentukan kriteria eksklusi dengan ketentuan sebagai berikut. a. Bekerja secara individu b. Jika bekerja berkelompok, jumlah anggota kelompok kurang dari 12 orang. c. Tidak menggunakan peralatan bermesin Kriteria drop out yang dipersyaratkan pada penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Tidak bekerja pada saat penelitian. b. Menderita sakit saat penelitian berlangsung c. Karena alasan tertentu mengundurkan diri sebagai sampel
3.3 Besar Sampel Jumlah sampel yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 orang yang dipilih secara acak bertingkat (multistage random sampling). Teknik penentuan besar sampel adalah sebagai berikut. 1. Mengacu kepada jumlah populasi terjangkau sebanyak 107 pematung yang tersebar di sepuluh banjar yang ada di Desa Peliatan dibuat daftar nama pematung. 2. Dari daftar nama tersebut dicermati jumlah pematung yang bekerja berkelompok dan bekerja secara individu. 3. Pematung yang bekerja secara berkelompok di masing-masing banjar dirandom untuk mendapatkan tiga kelompok pematung dengan jumlah anggota kelompok antara 12 – 17 pematung. 4. Dari ketiga kelompok pematung tersebut dipilih secara acak 30 pematung sebagai sampel penelitian. 18
3.4 Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah: (a) variabel bebasnya adalah perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi; (b) variabel tergantungnya adalah (1) kualitas kesehatan yang dinilai dari indikator beban kerja, keluhan muskuloskeletal, dan kelelahan dan (2) produktivitas pematung; dan (c) variabel kontrolnya adalah kondisi subjek (umur, berat badan, tinggi badan, jenis kelamin, dan status kesehatan), organisasi kerja (sistem pengupahan, metode kerja, dan proses kerja), dan kondisi lingkungan di tempat kerja (suhu, kelembaban, dan kebisingan)
3.5 Prosedur Penelitian Untuk menghindari adanya kesalahan dalam pengumpulan data, dibuat prosedur penelitian sebagai berikut.
3.5.1 Pendataan pada tahun I 1. Data kearifan local yang relevan dengan konsep ergonomi didata dengan metode wawancara dan dikaitkan dengan literatur yang relevan. 2. Antropometri pekerja diukur dengan menggunakan antropometer di mana pekerja diminta untuk bersandar di tembok pada posisi tegak dimana buttock dan belakang kepala harus menyentuh tembok. 3. Gambaran tentang kualitas kesehatan pematung didata dengan cara sebagai berikut. a. Denyut nadi (beban kerja) dihitung dengan metode sepuluh denyut (ten pulse method), dilakukan sebanyak 2 kali yaitu: (1) denyut nadi istirahat (pretest) dihitung 10 menit sebelum kerja (setelah pekerja istirahat selama 5 menit) dan (2) denyut nadi kerja dihitung sesaat akan berakhirnya pekerjaan (posttest). Data dasar ini digunakan untuk menentukan kriteria beban kerja. b. Keluhan muskuloskeletal yang didata dengan kuesioner Nordic Body Map, dilakukan sebelum dan sesudah kerja dengan jalan memberi tanda silang (X) pada jawaban yang tersedia, sesuai dengan rasa sakit atau kaku pada otot skeletal yang dirasakan. Data dasar ini digunakan 19
untuk
membuat
penuntun
praktis
penentuan
lokasi
keluhan
muskuloskeletal. c. Kelelahan didata dengan 30 items of rating scale dengan cara memilih item-item yang tersedia sesuai dengan kondisi pekerja saat itu. Data dasar ini digunakan untuk menganalisis validitas dan reliabilitas kuesioner dan nantinya akan digunakan sebagai penuntun praktis dalam penentuan tingkat kelelahan pekerja. 4. Keseluruhan data di atas dan dilengkapi dengan data kondisi lingkungan seperti intensitas penerangan, kelembaban relatif, suhu ruang kerja, dan kecepatan angin serta data ukuran alat-alat kerja digunakan sebagai data dasar di dalam membuat desain stasiun kerja yang mengacu kepada kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi.
3.5.2 Pendataan pada Tahun II 1. Kualitas kesehatan pematung dinilai dari indikator sebagai berikut. a. Denyut nadi (beban kerja) dihitung dengan metode sepuluh denyut (ten pulse method), dilakukan sebanyak 2 kali yaitu: (1) denyut nadi istirahat (pretest) dihitung 10 menit sebelum kerja (setelah pekerja istirahat selama 5 menit) dan (2) denyut nadi kerja dihitung sesaat akan berakhirnya pekerjaan (posttest). b. Keluhan muskuloskeletal yang didata dengan kuesioner Nordic Body Map, dilakukan sebelum dan sesudah kerja dengan jalan memberi tanda silang (X) pada jawaban yang tersedia, sesuai dengan rasa sakit atau kaku pada otot skeletal yang dirasakan. c. Kelelahan didata dengan 30 items of rating scale dengan cara memilih item-item yang tersedia sesuai dengan kondisi pekerja saat itu. 2. Data produktivitas dihitung dengan rumus output (jumlah produk yang dihasilkan) per input (perubahan parameter fisiologis) dikalikan time (waktu yang diperlukan dalam bekerja)
20
3. Kondisi lingkungan antara sebelum dan sesudah perbaikan kondisi kerja didata sebanyak tiga kali yaitu: (a) ketika pematung mulai bekerja; (b) setelah pematung bekerja selama dua jam; dan (c) setelah pematung bekerja empat jam. Dalam proses pendataan digunakan alat ukur atau instrumen penelitian sebagai berikut. 1. Anthropometer merek Super 686 buatan Jepang dengan ketelitian 1 mm untuk mengukur antropometri pekerja. 2. Nordic Body Map yang digunakan untuk mendata keluhan muskuloskeletal. 3. Kuesioner 30 items of rating scale yang digunakan untuk mendata kelelahan. 4. Daftar isian biodata untuk mendata riwayat hidup subjek. 5. Stop watch digital merek Alba sebagai alat bantu dalam menghitung denyut nadi (beban kerja) 6. Meteran logam merek Imundex untuk mengukur alat-alat kerja dan dimensi stasiun kerja. 7. Sling thermometer dengan skala Celsius buatan Jerman untuk mendata suhu lingkungan. 8. Psychrometric Chart digunakan untuk menentukan kelembaban relatif di tempat kerja yang dinilai dari suhu basah dan suhu kering. 9. Luxmeter merek Gossen Panlux Electronic 2 buatan Jerman untuk mengukur intensitas pencahayaan di tempat kerja. 10. Termometer ruangan merek MC dengan skala Celsius untuk mengukur suhu basah dan suhu kering di ruang kerja. 11. Anemometer merek Lutron AM-4201 buatan Taiwan untuk mengukur kecepatan angin di ruang kerja.
21
3.6 Bagan Alir Penelitian Identifikasi Masalah Temuan pada studi pendahuluan Sarana dan prasarana atau infrastrustur di industri kecil tidak antropometris Proses kerja sangat statis Kondisi lingkungan di ruang kerja tidak nyaman Produktivitas rendah Muncul berbagai penyakit akibat kerja yang berpotensi menurunkan kualitas kesehatan pematung
Indikator yang dinilai sebagai akibat dari masalah tersebut adalah 1. Kualitas kesehatan yang tercermin dari: a) Peningkatan kelelahan pekerja b) Peningkatan keluhan muskuloskeletal c) Peningkatan frekuensi denyut nadi kerja (beban kerja) 2. Produktivitas 3. Kondisi lingkungan kerja
SHIP Approach
Prioritas masalah (urgen, esensial, dan penting)
Delapan (8) aspek ergonomi: (1) energi/ status nutrisi; (2) pemanfaatan tenaga otot; (3) sikap/posisi tubuh saat beraktivitas; (4) kondisi lingkungan; (5) kondisi waktu; (6) kondisi sosial; (7) kondisi informasi; dan (8) interaksi manusia dan alat kerja. Enam (6) kajian teknologi tepat guna: (1) secara teknik bisa dikerjakan; (2) secara ekonomi terjangkau dan lebih menguntungkan; (3) secara sosial budaya dapat diterima semua pihak; (4) kesehatan dapat dijamin dan dipertanggungjawabkan; (5) hemat energi; dan (6) tidak merusak lingkungan Konsep kearifan lokal berupa: (1) Asta Kosala-kosali; (2) Asta Bumi; (3) Tri Hita Karana; (4) konsep pemali; dan (5) Ayurveda Ilmu Kedokteran Hindu
SWOT analisis terhadap sarana/prasarana, infrastruktur di industri kecil, peluang peningkatan produktivitas, dan kondisi ruang kerja
Pelaporan hasil atau temuan pada Tahun I (2011) yang merupakan kebaharuan penelitian: (1) kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomic dan cocok diterapkan di industri kecil; (2) prioritas masalah ergonomi dalam proses pembuatan patung yang berdampak terhadap kualitas kesehatan dan produktivitas; (3) antropometri pekerja; (4) desain ruang kerja; (5) penuntun praktis penelusuran kualitas kesehatan yang mengacu kepada indikator keluhan muskuloskeletal, denyut nadi, dan kelelahan; (6) data dasar mikroklimat di ruang kerja; dan (7) gambaran produktivitas sebelum dan sesudah perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan local yang relevan dengan konsep ergonomi. Luarannnya: Buku Penuntun Penerapan Ergonomi berbasis Kearifan Lokal dan contoh Desain Stasiun Kerja yang Ergonomis
Rencana aksi/ tindak lanjut (action plan) yang mengacu kepada unsur 5 W 2H dan 1R yaitu; What: apa yang akan dikerjakan Why: mengapa itu yang dikerjakan How: bagaimana cara mengerjakannnya When: kapan mulai dilaksanakan Where: di mana dilaksanakan Who: siapa stakeholders yang dilibatkan How Much: berapa biaya yang diperlukan Regulation: peraturan yang mana yang bisa memayungi kegiatan tersebut
22
Rencana Penelitian Tahun II (2012) Implementasi kearifan lokal yang relevan dengan kosep ergonomi dalam memperbaiki infrastruktur di industri kerajinan patung
3.7 Analisis Data Data yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis dengan cara sebagai berikut. 1. Data kondisi subjek dianalisis secara deskriptif dengan mencari rerata dan simpang baku atau standar deviasinya. 2. Data antropometri pekerja dianalisis dengan uji persentil 5, 50, dan 95. 3. Data kualitas kesehatan pekerja yang dinilai dari frekuensi denyut nadi, keluhan muskuloskeletal, dan kelelahan dianalisis dengan uji t paired pada taraf signifikansi 5%, karena datanya berdistribusi normal.
23
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Karakteristik Pekerja Karakteristtik pekerja yang dilihat dari umur, jenis kelamin, pengalaman kerja, pendidikan terakhir, dan berat badan dapat dicermati pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Karakteristik Pekerja di Industri Kecil Kerajinan Patung di Desa Peliatan, Kecamatan Ubud Kabupaten Gianyar No
Inisial Subjek 1 Dlt 2 Nm 3 Krt 4 Sm 5 Sur 6 Drm 7 Kyt 8 Kjn 9 Dgl 10 Ptr 11 Plr 12 Arn 13 Blk 14 Mrs 15 Mg 16 Bjr 17 Whd 18 Srm 19 Wtr 20 Skn 21 Bds 22 Apk 23 Mrt 24 Pd 25 Srd 26 Kmr 27 Bks 28 Mr 29 Gbh 30 Wrd Minimum Maksimum Rerata SB
Umur (th) 30 29 24 40 35 28 27 28 32 30 24 33 38 43 41 51 38 42 46 48 38 46 41 38 40 42 42 45 41 47 24 51 37,57 7,48
Pengalaman kerja (th) 12 11 8 22 18 10 15 13 14 13 8 15 20 21 22 33 21 24 30 31 18 30 18 18 21 23 22 26 23 30 8 33 19,67 6,96
Penddidikan terakhir SMA SMA SMP SD SMP SMA SMA SMP SMP SMP SMP SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA SD SMP SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA -
24
Tinggi Badan
Berat Badan
155.00 162.00 160.00 158.00 162.00 167.00 165.00 173.00 168.00 166.00 157.00 161.00 166.00 172.00 167.00 163.00 164.00 160.00 158.00 161.00 162.00 159.00 160.00 168.00 164.00 163.00 158.00 166.50 157.50 167.00 155 173 163,00 4,45
56.00 61.00 54.00 67.00 68.00 57.00 62.00 64.00 68.00 64.00 60.00 58.00 64.00 70.00 70.00 62.00 60.00 58.00 58.00 64.00 65.00 68.00 63.00 62.00 65.00 53.00 61.00 58.00 55.00 64.00 53 70 61,97 4,45
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dijelaskan bahwa rerata umur pekerja 37,57 tahun dengan rentangan umur antara 24 s.d. 51 tahun yang merupakan umur produktif dan dalam kondisi maksimal untuk bekerja sebagai pematung. Dilihat dari jenis kelamin pekerja ternyata semuanya berjenis kelamin laki-laki. Rerata pengalaman kerja subjek adalah 19,67 tahun dengan rentangan 8 s.d. 33 tahun yang menunjukkan bahwa mereka sudah cukup lama berkecimpung di sektor industri kecil sebagai pematung. Tingkat pendidikan subjek berada pada rentangan SD s.d. SMA. Itu berarti subjek tidak ada yang buta huruf sehingga tidak mengganggu mekanisme penelitian terutama dalam pemberian kuesioner dan dalam pemahaman terhadap perbaikan kondisi kerja yang akan dilakukan pada tahun kedua. Rerata berat badan pekerja 61,97 kg dengan rentangan 53 s.d. 70 kg yang menunjukkan bahwa berat badan mereka dalam kategori ideal sampai normal jika dibandingkan dengan tinggi badan subjek dengan rerata 163,00 cm dan berada pada rentangan tinggi badan 155 s.d. 173 cm.
4.1.2 Antropometri Pekerja Beberapa item antropometri yang diperlukan dalam mendesain stasiun kerja diukur dengan antropometer dan dianalisis dengan uji persentil 5, 50, dan 95. Data antropometri pematung merupakan data antropometri dinamik yang diukur pada bagian-bagian tertentu dari tubuh pekerja dan pekerja tetap memakai pakaian kerja. Data antropometri yang diperlukan adalah tinggi badan, tinggi siku pada posisi berdiri, tinggi genggaman, jangkauan ke atas, jangkauan ke samping, diameter genggaman, tingi lutut, tinggi poplitea, jarak buttock-poplitea, lebar pinggul, dan lebar bahu. Antropometri pekerja yang dimanfaatkan sebagai acuan di dalam melakukan perbaikan kondisi kerja pada tahun kedua dapat dicermati pada Tabel 4.2.
25
Tabel 4.2 Antropometri Pekerja di Industri Kecil Kerajinan Patung di Desa Peliatan Kecamatan Ubud Kabupaten Gianyar Antropometri (cm) Sbj TB TS TG 155.00 97.00 67.00 Dlt 162.00 98.00 72.00 Nm 160.00 97.00 69.50 Krt 158.00 93.50 67.50 Sm 70.00 Sur 162.00 96.30 Drm 167.00 107.00 75.00 Kyt 165.00 101.00 71.00 Kjn 173.00 107.00 75.00 Dgl 168.00 107.00 72.00 166.00 107.00 74.00 Ptr 157.00 93.50 68.00 Plr 69.30 Arn 161.00 96.30 Blk 166.00 106.50 76.00 Mrs 172.00 109.00 77.00 Mg 167.00 106.50 76.60 163.00 98.00 70.30 Bjr Whd 164.00 104.00 70.00 70.00 Srm 160.00 99.00 66.00 Wtr 158.00 97.00 71.00 Skn 161.00 98.00 162.00 97.00 69.50 Bds 67.50 Apk 159.00 93.50 69.30 Mrt 160.00 96.30 168.00 106.50 76.60 Pd Srd 164.00 105.00 72.00 68.50 Kmr 163.00 96.00 68.50 Bks 158.00 94.50 166.50 106.00 74.00 Mr 69.00 Gbh 157.50 92.50 Wrd 167.00 107.50 77.00 66,55 5tile 156,10 93,05 tile 162,50 98,00 70,15 50 tile 172,45 108,18 77,00 95 Keterangan: Sbj : Subjek TB : Tinggi Badan TS : Tinggi Siku TG : Tinggi Genggaman JA : Jangkauan Atas JS : Jangkauan Samping DG : Diameter Genggaman
JA 184.00 190.00 184.50 182.00 188.00 196.00 190.00 203.00 196.00 197.00 182.00 189.20 197.00 209.00 197.00 189.80 194.00 191.00 184.00 191.00 184.50 182.00 189.20 197.00 193.00 183.50 181.00 196.00 183.00 197.00 181,55 190,00 205,70
JS 56.00 57.00 52.00 55.00 64.00 57.30 62.00 65.50 59.00 60.00 54.50 63.00 57.20 65.50 57.20 61.80 52.00 58.00 56.00 56.00 52.00 54.50 63.00 57.20 52.00 53.00 53.50 61.00 53.50 56.20 52,00 57,10 65,5 TL TP BP LP LB 5tile 50tile 95tile
26
DG 4.00 3.60 3.50 4.00 4.50 4.30 3.60 4.80 5.00 5.00 3.70 4.30 4.40 4.50 4.20 3.90 4.00 3.80 4.00 3.50 3.50 3.80 4.30 4.20 4.00 3.50 3.80 5.00 3.70 4.40 3,50 4,00 5,00
TL 48.50 49.00 44.50 48.00 47.00 48.50 50.00 54.50 54.00 53.00 45.00 46.50 49.00 54.50 48.00 45.00 48.00 51.00 48.50 48.00 47.00 45.00 46.50 48.00 49.00 48.00 45.00 53.00 44.00 48.00 44,28 48,00 54,50
TP 43.00 43.00 38.50 40.00 37.00 42.50 38.00 43.00 46.00 46.50 39.50 37.00 42.00 42.00 40.00 36.80 37.50 43.50 42.00 43.00 38.50 39.50 37.00 42.50 38.00 37.50 38.50 45.50 38.50 42.00 36,91 40,00 46,23
BP 46.00 46.00 49.00 45.00 47.00 49.00 45.00 57.00 42.00 43.50 44.50 46.70 50.00 56.20 50.00 48.00 58.00 45.00 45.00 46.00 49.00 44.50 46.70 49.00 58.00 48.00 44.50 43.50 44.50 51.00 42,83 46,70 58,00
: Tinggi Lutut : Tinggi Poplitea : Panjang Buttock-Poplitea : Lebar Pinggul : Lebar Bahu : Persentil 5 : Persentil 50 : Persentil 95
LP 30.50 33.00 32.50 32.50 32.00 31.60 33.00 36.00 35.00 35.50 32.50 33.00 31.80 36.30 31.80 32.30 33.00 34.50 30.50 32.50 32.50 32.50 32.50 31.80 33.00 33.50 32.50 35.50 33.50 31.80 30,50 32,50 36,14
LB 40.00 41.00 36.00 38.00 35.00 40.00 37.00 41.00 44.00 44.50 37.00 35.00 40.00 40.00 40.00 34.00 35.00 41.00 40.00 41.00 36.00 37.00 35.00 40.00 34.00 36.00 37.00 44.50 37.00 40.00 34,00 39,00 44,50
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dijelaskan bahwa: (a) tinggi badan pekerja pada persentil 95 dimanfaatkan sebagai acuan di dalam mendesain tempat penyimpanan alat dan produk yang dihasilkan; (b) tinggi siku pada posisi berdiri pada persentil 5 dimanfaatkan sebagai acuan di dalam mendesain tinggi tempat band saw dan tinggi tempat penyimpanan produk serta alat kerja yang paling sering digunakan; (c) tinggi genggaman pada persentil 5 dimanfaatkan sebagai acuan di dalam mendesain rak penempatan bahan/ produk/ peralatan kerja pada sel di tengah-tengah; (d) jangkauan ke atas pada persentil 5 dimanfaatkan sebagai acuan dalam mendesain tempat bahan/ produk/ peralatan kerja yang di taruh di sel rak paling atas; (e) jangkauan ke samping pada persentil 5 dimanfaatkan sebagai acuan di dalam mendesain penempatan bahan dan alat kerja yang ditaruh di bagian samping; (f) diameter genggaman pada persentil 5 dimanfaatkan sebagai acuan di dalam mendesain gagang alat kerja; (g) tinggi lutut pada persentil 5 dimanfaatkan sebagai acuan di dalam mendesain tinggi ruang gerak di bawah meja kerja; (h) tinggi poplitea pada persentil 5 dimanfaatkan sebagai acuan di dalam mendesain tinggi tempat duduk; (i) panjang buttock-poplitea pada persentil 5 dimanfaatkan sebagai acuan di dalam mendesain kedalaman tempat duduk; (j) lebar pinggul pada persentil 95 dimanfaatkan sebagai acuan di dalam mendesain lebar tempat duduk; dan (k) lebar bahu pada persentil 95 dimanfaatkan sebagai acuan di dalam mendesain sandaran pada tempat duduk.
4.1.3 Jenis, fungsi dan ukuran alat kerja Jenis, fungsi, dan ukuran alat kerja yang digunakan oleh para pekerja saat ini yang diwarisi secara turun-temurun dapat dicermati pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Jenis, Fungsi, dan Ukuran Alat Kerja yang Digunakan dalam Proses Pembuatan Patung No 1
Nama alat
Fungsi
Ukuran
Alat-alat bermesin a. Chain saw
Untuk memotong kayu dalam membuat bakalan
a. Gergajinya panjang: 33 cm lebar : 7 cm b. Pegangan gergaji panjang : 25 cm
27
diameter: 3,19 cm c. Pegangan starter panjang : 7 cm diameter : 2,55 cm d. Tali starter panjang : 80 cm e. Berat : 5 kg b. Band saw
Untuk memotong bagian-bagian yang tidak diinginkan
a. Tinggi meja 23 cm
(setelah proses memahat) c. Bor listrik
Untuk membuat lubang pada bagian-bagian tertentu
a. Pegangan panjang : 12 cm diameter : 3,82 cm
d. Gerinda listrik
Untuk membuat lekukan-lekukan pada bagian-bagian tertentu dan untuk menghaluskan bagian permukaan
a. Pegangan kanan panjang : 10,5 cm diameter : 3,82 cm b. Pegangan kiri panjang : 10 cm diameter : 3,19 cm
patung yang agak luas 2
Alat-alat tidak bermesin a. Pengotok (pemukul)
Untuk memukul pahat saat
Pegangan 1. Pengotok kecil
digunakan untuk memahat
panjang : 21 cm diameter : 2,23 cm 2. Pengotok sedang panjang : 20 cm diameter : 3,50 cm 3. Pengotok besar panjang : 22 cm
28
diameter : 3,50 cm b. Gergaji tangan
Untuk memotong bagian-bagian yang tidak diinginkan
Pegangan panjang : 20 cm diameter : 3,50cm
c. Mutik
Untuk menghaluskan hasil pahatan
Pegangan 1. Mutik kecil panjang : 15 cm diameter : 2,07 cm 2. Mutik sedang panjang : 16 cm diameter : 2,07 cm 3. Mutik besar panjang : 20 cm diameter : 3,19 cm
d. Pangot
Untuk menghaluskan
Pegangan 1. Pangot kecil
bagian-bagian yang melekuk
panjang : 14 cm diameter : 1,19 cm 2. Pangot sedang panjang : 18 cm diameter : 2,7 cm 3. Pangot besar panjang : 19 cm diameter : 3,03 cm
e. Pahat penguku (ujungnya melengkung/ segitiga)
Untuk memahat bakalan yang permukaannya melengkung
1. Penguku terkecil panjang : 20,5 cm lebar pangkalnya: 0,5 cm lebar ujungnya : 0,7 cm 2. Penguku terbesar panjang : 29,5 cm lebar pangkalnya: 1,5 cm lebar ujungnya: 4 cm
f. Pahat pengancap
Untuk memahat
1. Pengancap terkecil
(ujungnya lurus)
bagian permukaan yang rata 29
panjang : 20,5 cm lebar pangkalnya: 0,5 cm
lebar ujungnya: 0,7 cm 2. Pengancap terbesar panjang : 29,5 cm lebar pangkalnya: 1,5 cm lebar ujungnya: 4 cm g. Batu asahan
Untuk mengasah pahat, mutik dan pangot
tingginya bervariasi (13 - 18 cm)
h. Kikir segitiga
Untuk mengikir bor gepeng dan gergaji
Pegangan panjang : 12 cm diameter 3,19 cm
tangan I. Kikir bulat
Untuk mengikir rantai “chain saw”
Pegangan panjang : 15 cm diameter : 3,5 cm
j. Serut
Untuk menghaluskan
Pegangan panjang : 10 cm
bagian-bagian patung yang permukaannya agak luas
diameter : 2,7 cm
4.1.4 Kearifan Lokal yang Relevan dengan Konsep Ergonomi Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pematung, pihak pengelola, dan para tokoh masyarakat yang pernah berkecimpung dalam pembuatan patung, terungkap beberapa kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi. Kearifan lokal tersebut dapat dicermati pada Tabel 4.4.
30
Tabel 4.4. Kearifan Lokal yang Relevan dengan Konsep Ergonomi No 1 2 3 4
5
6
7 8 9 10
Kearifan Lokal
Relevansi dengan Prinsip Ergonomi Menyama braya Kerjasama tim Ada istilah kakak-adik (beline-adine) dalam Fungsi hand tools terkait menentukan ukuran alat kerja power dan presisi Tidak boleh melangkahi (ngelangkahin) patung Menghargai hasil karya/ yang sudah jadi produk Pada hari-hari suci Agama Hindu melakukan Spirit kerja sembahyang di Patung Brahma Rare sebagai ungkapan syukur dan mohon keselamatan dalam berkarya Ada kepercayaan tidak boleh menggunakan kayu Mempertahankan kualitas yang terbalik ketika membuat patung yaitu bagian produk kepala harus menggunakan bagian ujung atas kayu dan bagian kaki menggunakan bagian pangkal kayu Tidak boleh bekerja tengai tepet (pukul 12.00 Antisipasi terhadap akumulasi WITA), karena ile-ile dahat dan bisa kelelahan yang akan mencapai menimbulkan bencana/ kecelakaan puncaknya pada pukul 12.00 WITA Kebiasaan mengumandangkan lagu-lagu Bali saat Mengatasi stress akibat kerja bekerja Tidak boleh bekerja di malam hari karena dapat Tidak boleh kerja lembur mendatangkan ular Peralatan kerjanya diupacarai pada hari Raya Maintenance peralatan kerja Tumpek Landep dan saat itu tidak boleh bekerja Makanan khasnya babi guling Gizi dan nutrisi
4.1.5 Kualitas Kesehatan Pematung Pada penelitian ini parameter kualitas kesehatan pematung dilihat dari beban kerja yang ditung berdasarkan perubahan frekuensi denyut nadi antara sebelum dan sesudah bekerja, keluhan muskuloskeletal yang dinilai dari rasa sakit yang terjadi pada otot setelah beraktivitas di tempat kerja, dan kelelahan yang dirasakan oleh pematung setelah bekerja. Hasil analisis data kualitas kesehatan pekerja dapat dicermati pada Tabel 4.5.
31
Tabel 4.5. Hasil Analisis Data Kualitas Kesehatan Pematung No
1 2
3
Variabel
Beban kerja pematung Keluhan musculoskelet al pematung Kelelahan pematung
Nilai t
Nilai p
Persentase Peningkatan
7,87
14,629
0,0001
37,5%
44,47
3,37
19,645
0,0001
50,8%
41,37
2,25
20,117
0,0001
31,5%
Sebelum kerja
Sesudah kerja
Rerata
SB
Rerata
SB
74,67
8,24
102,70
29,50
1,64
31,47
1,41
Hasil analisis data pada Tabel 4.5 menunjukkan bahwa beban kerja, keluhan muskuloskeletal, dan kelelahan antara sebelum dan sesudah kerja terjadi peningkatan yang bermakna (p < 0,05). Itu berarti perbaikan kondisi kerja berbasis kearifan local yang relevan dengan konsep ergonomic sangat diperlukan. Untuk merealisasikan perbaikan tersebut pada tahap awal diperlukan pedoman penataan lingkungan kerja dan pedoman penelusuran kualitas kesehatan pekerja. Kedua pedoman ini merupakan produk yang dihasilkan pada penelitian tahun I dan digunakan sebagai acuan di dalam melakukan perbaikan kondisi kerja di tahun kedua.
4.2 Pembahasan 4.2.1 Manfaat Praktis Antropometri dalam Mendesain Tempat kerja Temuan pada penelitian ini menunjukkan bahwa sampai saat ini secara umum penggunaan ukuran tubuh manusia yang dikenal dengan konsep asta kosala-kosali masih digunakan di masyarakat khususnya dalam menentukan ukuran alat kerja (hand tools). Akan tetapi ada beberapa alat kerja di beberapa industri kecil yang ada di Bali yang tidak sesuai dengan ukuran tubuh pemakainya. Kondisi tersebut dapat memicu munculnya keluhan muskuloskeletal pekerja dilihat dari peningkatan skor keluhan muskuloskeletal antara sebelum dan sesudah beraktivitas. Hasil analisis data menunjukkan adanya peningkatan keluhan muskuloskeletal sebesar 50,8%. Ini menunjukkan bahwa peningkatan keluhan muskuloskeletal tersebut memerlukan penanganan yang serius sehingga tidak menganggu produktivitas kerjanya. Di samping itu juga terjadi peningkatan kelelahan pekerja sebesar 31,5% yang diprediksi diakibatkan oleh stasiun kerja yang tidak ergonomic dan kurang 32
dimanfaatkannya potensi kearifan local yang sudah ada sejak leluhur mereka bekerja di tempat tersebut. Beban kerja juga menunjukkan peningkatan yang bermakna yaitu sebesar 37,5% antara sebelum dan sesudah beraktivitas. Ini menunjukkan bahwa beban kerja yang diakibatkan oleh kondisi kerja yang tidak ergonomik perlu diperbaiki yang mengacu kepada potensi kearifan lokal yang relevan dengan konsep-konsep ergonomi seperti konsep asta kosala-kosali, asta bumi, pamali, upakara dan upacara, tabu, dan beberapa pantangan lainnya yang berkaitan dengan waktu kerja.
4.2.2 Beban Kerja Pematung Perbaikan kondisi kerja yang dilakukan di industri kerajinan patung di Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar sangat diperlukan sebagai upaya untuk mengurangi beban kerja perajin. Dikatakan demikian karena ternyata setelah bekerja pematung mengalami peningkatan beban kerja sebesar 37,5% (p < 0,05). Persentase peningkatan beban kerja yang relatif besar tersebut mengindikasikan bahwa penerapan istirahat aktif dan perbaikan sikap kerja sangat perlu untuk diimplementasikan sebagai upaya untuk menurunkan beban kerja secara bermakna. Pernyataan ini didukung oleh peneliti lain yaitu: (a) Arimbawa (2009) melaporkan bahwa redesain peralatan kerja secara ergonomis dapat mengurangi beban kerja para pembuat minyak kelapa di Kecamatan Dawan Klungkung sebesar 14,69%; (b) Erawan (2002) melaporkan bahwa perbaikan rancang bangun traktor tangan dapat mengurangi beban kerja pekerja sebesar 35,04%; (c) Hilda (2000) melaporkan bahwa perbaikan sikap kerja saat mengangkat dan mengangkut kotak kemas dapat mengurangi beban kerja sebesar 18,02%; (d) Artayasa (2007) melaporkan bahwa pendekatan ergonomi total pada proses angkat angkut kelapa dapat mengurangi beban kerja sebesar 10,61%; dan (e) Purnomo (2007) melaporkan bahwa sistem kerja dengan pendekatan ergonomi total dapat mengurangi beban kerja pekerja di industri gerabah Kasongan Bantul sebesar 21,69%
4.2.3 Keluhan Muskuloskeletal Pematung Perbaikan kondisi kerja khususnya pada pilot projek yang dilakukan di industri kerajinan patung di Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar sebagai upaya untuk mengurangi keluhan muskuloskeletal perajin dan ternyata setelah bekerja mengalami 33
peningkatan keluhan muskuloskeletal sebesar 50,8% (p < 0,05). Persentase peningkatan keluhan muskuloskeletal yang relatif besar pada kerajinan patung tersebut mengindikasikan bahwa kondisi kerja mereka belum ergonomis, sehingga penerapan istirahat aktif dan perbaikan sikap kerja sangat diperlukan sebagai salah satu implementasi ergonomi yang berbasis kearifan lokal. Hal ini didukung oleh: (a) Erlangga dan Sutalaksana (2001) yang menyatakan bahwa gangguan muskuloskeletal merupakan fenomena kecelakaan kerja yang bersifat kumulatif yang sering diakibatkan oleh posisi dan sikap kerja yang tidak alamiah karena tidak diperhatikannya antara antropometri pekerja dengan tinggi bidang kerjanya; (b) Yassierli dan Sutalaksana (2000) menyatakan bahwa dalam bekerja manusia akan memposisikan dirinya mengikuti rancangan sistem yang ada dan hal ini sering menimbulkan posisi dan sikap kerja yang tidak alamiah yang pada akhirnya akan menimbulkan gangguan atau rasa sakit pada tulang belakang, leher, bahu, lengan, pergelangan tangan, tangan, paha, betis, dan kaki; dan (c) Diwyastra (2000) melaporkan bahwa perajin ukiran sanggah di Desa Semana, 80% mengeluh nyeri punggung dan 100% nyeri pinggang yang diakibatkan oleh sikap kerja membungkuk dan duduk bersila yang dilakukan dalam waktu relatif lama.
4.2.4 Kelelahan Pematung Perbaikan kondisi kerja yang dilakukan di industri kerajinan patung di Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar sangat perlu dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi kelelahan perajin. Dapat dikatakan demikian, karena ternyata setelah mereka bekerja mengalami peningkatan kelelahan sebesar 31,5% (p < 0,05). Persentase peningkatan kelelahan yang relatif besar tersebut semakin meyakinkan bahwa penerapan istirahat aktif dan perbaikan sikap kerja mutlak diperlukan untuk menurunkan kelelahan secara bermakna. Pernyataan tersebut didukung oleh: (a) Sutjana, dkk (2005) melaporkan bahwa kelelahan pekerja antara sebelum dan sesudah kerja pada proses angkat-angkut sebelum dilakukan perbaikan meningkat sebesar 44,09% (p < 0,05), akan tetapi setelah dilakukan perbaikan cara angkat dan angkut sesuai antropometri ternyata dapat mengurangi kelelahan sebesar 41,18% ( p < 0,05); (b) Tunas, dkk (2005) menemukan bahwa kondisi kerja yang tidak ergonomik ternyata dapat meningkatkan kelelahan perajin perak di Desa Poh Manis Penatih Denpasar sebesar 39,94% antara sebelum dan sesudah kerja (p < 0,05), dan dari hasil perbaikan kondisi kerja yang mengupayakan agar para perajin tidak selalu berada di satu tempat dan dapat 34
melakukan istirahat aktif ternyata mampu mengurangi kelelahan sebesar 45,77% antara sebelum dan sesudah perbaikan kondisi kerja (p < 0,05); (c) Sudiadjeng (2003) melaporkan bahwa tempat kerja yang ergonomik pada proses pengadukan beton dapat mengurangi kelelahan pekerja sebesar 30,76% (p < 0,05); dan (d) Wulanyani (2003) melaporkan bahwa pengaturan istirahat dan penggunaan musik pengiring kerja dapat mengurangi kelelahan pelinting rokok sebesar 28,42% (p < 0,05).
4.2.5 Produktivitas Pematung Perbaikan yang mengacu kepada kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi diharapkan mampu untuk mengatasi penurunan kualitas kesehatan yang dinilai dari indikator beban kerja, keluhan muskuloskeletal, dan kelelahan. Jika ini bisa dilakukan bukan hal yang mustahil jika terjadi peningkatan produktivitas. Ini bisa terjadi karena beban kerja para perajin dapat diturunkan dan disertai dengan tidak terjadinya akumulasi kelelahan. Hal serupa juga dilaporkan oleh beberapa peneliti yaitu: (a) Arimbawa (2009) melaporkan bahwa redesain peralatan kerja secara ergonomis dapat meningkatkan produktivitas kerja para pembuat minyak kelapa di Kecamatan Dawan Klungkung sebesar 35,71%; (b) Wulanyani (2004) melaporkan bahwa penerapan istirahat aktif dan pemberian musik pengiring pada proses pelintingan rokok di CV X Denpasar dapat meningkatkan produktivitas sebesar 121,89%; (c) Erawan (2002) melaporkan bahwa perbaikan rancang bangun traktor tangan meningkatkan produktivitas pekerja sebesar 23,25%; (d) Hilda (2000) melaporkan bahwa perbaikan sikap kerja saat mengangkat dan mengangkut kotak kemas dapat meningkatkan produktivitas sebesar 119,71%; (e) Adiatmika (2007) melaporkan bahwa perbaikan kondisi kerja dengan pendekatan ergonomi total dapat meningkatkan produktivitas perajin pengecatan logam di Kediri Tabanan sebesar 61,66%; (f) Artayasa (2007) melaporkan bahwa pendekatan ergonomi total pada proses angkat angkut kelapa dapat meningkatkan produktivitas sebesar 48,84%; dan (g) Purnomo (2007) melaporkan bahwa sistem kerja dengan pendekatan ergonomi total dapat meningkatkan produktivitas pekerja di industri gerabah Kasongan Bantul sebesar 59,49%
35
BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Bertolak dari hasil dan pembahasan yang telah diuraikan dan dikaji di atas dapat dibuat simpulan sebagai berikut. 1. Penyesuaian antropometri pekerja dengan ukuran alat kerja perajin mengacu kepada konsep asta kosala-kosali sebagai salah satu kearifan lokal yang masih relevan diterapkan dalam mendesain peralatan kerja. 2. Stasiun kerja dapat didesain melalui penerapan kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi agar implementasinya dapat berkesinambungan. 3. Kriteria beban kerja dapat ditentukan berdasarkan perubahan frekuensi denyut nadi, dan dalam penelitian ini ditemukan bahwa kondisi kerja yang tidak ergonomis dapat meningkatkan beban kerja pematung sebesar 37,5%. 4. Lokasi keluhan muskuloskeletal dapat ditelusuri melalui peta otot tubuh manusia dan pada penelitian ini ditemukan bahwa kondisi kerja yang tidak ergonomis dapat meningkatkan keluhan muskuloskeletal pematung sebesar 50,8% . 5. Kelelahan dapat ditentukan berdasarkan kondisi tubuh seseorang yang diekpresikan melalui berbagai perasaan yang berkaitan dengan indikator kelelahan dan pada penelitian ini ditemukan bahwa kondisi kerja yang tidak ergonomis dapat meningkatkan kelelahan pematung sebesar 31,5%.
5.2 Saran Saran yang tampaknya penting untuk disampaikan adalah sebagai berikut. 1. Agar para pekrja di industri kecil mencermati kondisi kerjanya ditinjau dari pendekatan ergonomic dan dipadukan dengan kearifan local yang relevan. 2. Penerapan kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi hendaknya dimaksimalkan agar dicapai hasil yang memuaskan terkait dengan upaya perbaikan stasiun kerja. 3. Penerapan konsep ergonomi berbasis kearifan lokal sudah seharusnya dilakukan agar dicapai kondisi kerja yang sehat, aman, nyaman, efektif, dan efisien serta tercapai produktivitas yang setinggi-tingginya. 36
DAFTAR PUSTAKA Aasa, U., Bergkvist, M.B., Axel, K., Brulin, C. 2006. Relationship Between Work-Related Factors and Disorders in The Neck Shoulders and Low Back Region among Female and Male Ambulance Personnel. Journal Occupational Health, Vol. 47. No. 6. November: 481 – 489. Adiputra, N. 2006a. SHIP Approach Supports the Conservation’s Program of the Medical Plants in Bali. Proceeding Ergo Future, International Symposium on Past, Present and Future Ergonomis, Occupational Safety and Health. Ed. Adiatmika & Dewa Alit Putra. Denpasar: Department of Physiology, Udayana University. Adiputra, N. 2006b. Facing the Changing World: How do the Balinese Survive with Their Culture Wisdoms, from Ergonomis Perspective. Proceeding Ergo Future, International Symposium on Past, Present and Future Ergonomis, Occupational Safety and Health. Ed. Adiatmika & Dewa Alit Putra. Denpasar: Department of Physiology, Udayana University. Artayasa, N. 2006. Total Ergonomis Application of Women Coconut Handler. Proceeding Ergo Future, International Symposium on Past, Present and Future Ergonomis, Occupational Safety and Health. Ed. Adiatmika & Dewa Alit Putra. Denpasar: Department of Physiology, Udayana University.
Azadeh, A., Fam, M., Garakani,M.M. 2007. A Total Ergonomis Design Approach to Enhance the Productivity in A Complicated Control System. Journal of Information Technology. 6 (7): 1036 – 1042. Bazrgari, B,, Shirazi-Adl, A., & Arjmand, N. 2007. Analysis of Squat and Stoop Dynamic Lifting: Muscle Forces and Internal Spinal Loads. Journal of Eur Spine. Vol. 16: 687699 Colton, T. 2007. Statistics in Medicine. Boston: Litle Brown & Company. David, G., Wood, V., Li, G., Buckle, P. 2008. The Development of the Quick Exposure Check (QEC) for Assessing Exposure to Risk Factors Work Related Musculosceletal Disorders. Journal of Applied Ergonomis. Vol. 39. No. 1: 57 – 69. Ercan, S., & Erdinc, O. 2006. Challenges of Leardership in Industrial Ergonomis Projects. Journal Istanbul Ticaret Universitesi Fen Bilimleri Dergisi. Vol.5 (9): 119 – 127. Escorpizo, R. 2008. Understanding Work Productivity and Its Application to Work-Related Musculosceletal Disorders. International Journal of Industrial Ergonomis. Vol. 38, No. 3 – 4: 291 – 297. Fam, M., Azadeh, A., Azam, A. 2007. Modeling an Integrated Health, Safety, and Ergonomis Management System: Application to Power Plants. Journal of Res Health Sciences. Vol 7 (2): 1 – 10. 37
Geriya. 2007. Konsep dan Strategi Revitalisasi Kearifan Lokal dalam Penataan Lingkungan Hidup di Bali. Denpasar: Universitas Udayana. Grandjean, E. 2007. Fitting the task to the Man. A Textbook of Occupational Ergonomis. 4th Edition. London: Taylor & Francis. Limerick, L.B. Straker, L., Pollock, C. Dennis, G., Leveritt, S., Johnson, S. 2007. Implementation of the Participative Ergonomis for Manual Tasks (PErforM) Programme at Four Australian Underground Coal Mines. International Journal of Industrial Ergonomis. Vol. 37, No. 2. February: 145 – 155. Manuaba, A. 2006 a. Aplikasi Ergonomi dengan Pendekatan Holistik Perlu, Demi Hasil yang Lebih Lestari dan Mampu Bersaing. Jurnal Sosial dan Humaniora, Vol. 01 No. 03: 235-249. Manuaba, A. 2006 b. Total Ergonomis Approach is a Must to Attain Humane, Competitive and Sustainable Work System and Products. Proceeding Ergo Future. International Symposium on Past, Present and Future Ergonomis, Occupational Safety and Health. Ed. Adiatmika & Dewa Alit Putra. Denpasar: Department of Physiology, Udayana University. Manuaba, A. 2008. Membangun Bali atau Membangun di Bali. Bali-HESG. Denpasar. Marras, W., Cutlip, R.G., Burt, S.E., Waters, T.R. 2009. National Occupational Research Agenda (NORA) Future Direction in Occupational Musculoskeletal Disorders Health Research. Journal of Applied Ergonomic. Vol. 40: 15 – 22. Munaf, D.R., Suseno, T., Janu, R.I., Badar, A.M. 2008. Peran teknologi Tepat Guna untuk Masyarakat Daerah Perbatasan. Jurnal Sosioteknologi No. 13 Tahun 7, April. Reenan, H.H.H., Van der Beek, A.J., Blatter, B.M., Van Mechelen, W., Bongers, P.M. 2009. Age-Related Differences in Muscular Capacity among Workers. Journal of Int Arch Occup Environ Health. No. 82: 1115 – 1121. Richardson, G.E., Jenkins, P. L., Strogatz, D., Bell, E.M., May, J.J. 2006. Development and Initial Assessment of Objective Fatigue Measures for Apple Harvest Work. Journal Applied Ergonomis, Vol. 37. No. 6. November: 719 – 727. Sarna, K. 2008. Pengembangan Bahan Ajar Biologi Berbasis Lokal Genius. Makalah disampaikan dalam Seminar Jurusan Pendidikan Biologi Undiksha, Singaraja. Steward, I.B., McDonald, M.D., Hunt, A.P., Paker, T.W. 2008. Physical Capacityof Rescue Personnel in The Mining Industry. Journal of Occupational Medicine and Toxicology. Available at http://www.occup-med.com/content/3/1/22. Sutajaya, I.M. 2006 a. Manfaat Praktis Ergonomi. Denpasar: Bagian Ilmu Faal FK UNUD. 38
Sutajaya, I. M. 2006 b. Ergonomi dalam Pembelajaran. Denpasar: Bagian Ilmu Faal FK UNUD. Sutajaya, IM. 2006 c. SHIP Approach in Teaching Learning Process Reduces Boredom and Increase Learning Out Come among Biology Student IKIP Singaraja. Proceeding Ergo Future, International Symposium on Past, Present and Future Ergonomis, Occupational Safety and Health. Ed. Adiatmika & Dewa Alit Putra. Denpasar: Department of Physiology, Udayana University. Sutajaya, I M. Ristiati, N.P, Setiabudi, G. I. 2009. Penerapan Ergonomi Berbasis Kearifan Lokal untuk Meningkatkan Kualitas Kesehatan dan Produktivitas Pekerja di Industri Kecil. Laporan Penelitan Strategis Nasional. Jurusan Pendidikan Biologi. F MIPA. UNDIKSHA.
Suter, P.M., Schutz, Y. 2008. The Effect of Exercise, Alcohol or Both Combined on Health and Physical Performance Alcohol Metabolism during Exercise. International Journal of Obesity. Vol. 32: 48 – 52. Sutjana, I.D.P. & Adiputra, N. 2006. Change of Ergonomi Application in Bali Agricultural Tool Design-A SHIP Approach Experience. Proceeding Ergo Future, International Symposium on Past, Present and Future Ergonomis, Occupational Safety and Health. Ed. Adiatmika & Dewa Alit Putra. Denpasar:Department of Physiology, Udayana University.. Sutjana, I D.P. Sutajaya, I M., Purnawati, S. Adiamika, P, Tunas, K. Suardana, E, & Swamardika, I.B.A. 2008. Preliminary Anthropometric Data of Medical Students for Equipment Applications. Journal of Human Ergology Vol. 37. No 1.: 45 – 48. Vieira, E.R., Kumar, S., Narayan, Y. 2008. Smoking, No-Exercise, Overweight and Low Back Disorder in Welders and Nurses. International Journal of Industrial Ergonomis. Vol. 38: 143 – 149.
39
LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Analisis Data Antropometri Pekerja Statistics TB N
TS
TG
JA
JS
DG
TL
TP
BP
LP
JB
Valid
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
Missi
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
ng Percent 5 iles
50 95
156.10 93.05
66.55
181.55
52.00
3.50
44.28
36.91
42.83
30.50 34.00
162.50 98.00
70.15
190.00
57.10
4.00
48.00
40.00
46.70
32.50 39.00
172.45 108.18 77.00
205.70
65.5
5.00
54.50
46.23
58.00
36.14 44.50
Lampiran 2. Hasil Analisis Data Karakteristik Subjek Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Umur
30
24.00
51.00
37.5667
7.47725
PengKerja
30
8.00
33.00
19.6667
6.95965
TB
30
155.00
173.00
163.0000
4.45088
BB
30
53.00
70.00
61.9667
4.65709
Valid N (listwise)
30
40
Lampiran 3. Hasil Uji Normalitas Data One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test DNIst N Normal Parameters
DNKerja 30
a,,b
MSDSeb
MSDSed
KelSeb
KelSed
30
30
30
30
30
Mean
74.6667 102.7000
29.5000
44.4667
31.4667
41.3667
Std.
8.24342
7.87028
1.63475
3.37060
1.40770
2.25118
Absolute
.191
.183
.221
.119
.218
.120
Positive
.191
.134
.221
.088
.218
.120
Negative
-.138
-.183
-.179
-.119
-.149
-.102
1.044
1.002
1.208
.654
1.194
.658
.225
.268
.108
.786
.116
.780
Deviation Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
41
Lampiran 4. Hasil Uji t Paired terhadap Kualitas Kesehatan Pekerja Paired Samples Statistics Mean Pair 1
Pair 2
Pair 3
DNIst
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
74.6667
30
8.24342
1.50504
DNKerja
102.7000
30
7.87028
1.43691
MSDSeb
29.5000
30
1.63475
.29846
MSDSed
44.4667
30
3.37060
.61538
KelSeb
31.4667
30
1.40770
.25701
KelSed
41.3667
30
2.25118
.41101
Paired Samples Correlations N
Correlation
Sig.
Pair 1
DNIst & DNKerja
30
.152
.423
Pair 2
MSDSeb & MSDSed
30
-.307
.099
Pair 3
KelSeb & KelSed
30
-.034
.858
Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference
Mean Pair 1 DNIst DNKerja Pair 2 MSDSeb -
Std.
Std. Error
Deviation
Mean
- 10.49625
1.91634
Lower -31.95270
28.03333 -
MSDSed
14.96667
Pair 3 KelSeb -
-9.90000
Upper
t - -14.629
df
Sig. (2-tailed)
29
.000
29
.000
29
.000
24.11397 4.17285
.76185
-16.52483
- -19.645 13.40850
2.69546
.49212
-10.90650 -8.89350 -20.117
KelSed
42
Lampiran 5. Artikel sebagai Produk yang Dihasilkan pada Tahun I PERBAIKAN KONDISI KERJA BERBASIS KEARIFAN LOKAL YANG RELEVAN DENGAN KONSEP ERGONOMI UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS KESEHATAN DAN PRODUKTIVITAS PEMATUNG DI DESA PELIATAN UBUD GIANYAR Oleh: I Made Sutajaya & Ni Putu Ristiati Jurusan Pendidikan Biologi, FMIPA Undiksha Singaraja Abstrak Saat ini belum banyak dimanfaatkan ukuran-ukuran antropometri di dalam mendesain alat-alat kerja dan tempat kerja, padahal sesungguhnya antropometri ini sudah dimanfaatkan oleh orang Bali pada saat membangun rumah dan membuat peralatan kerja yaitu dengan menggunakan konsep asta kosala-kosali dan asta bumi yang pada prinsipnya hampir sama dengan konsep antropometri. Di samping itu konsep yang tertuang pada Tri Hita Karana, konsep pamali, dan Ayurveda Ilmu Kedokteran Hindu juga digunakan sebagai acuan di dalam memperbaiki stasiun dan proses kerja di industri kecil yang dikaitkan dengan parameter kualitas kesehatan dan produktivitas. Ini merupakan kearifan lokal yang dapat diterapkan di masyarakat dengan mengacu kepada prinsip-prinsip ergonomi. Tujuan utama penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penerapan ergonomic berbasis kearifan lokal terhadap kualitas kesehatan dan produktivitas pekerja. Penelitian ini dilakukan di Desa Peliatan Kecamatan Ubud Kabupaten Gianyar yang melibatkan 30 orang pekerja. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah: (1) sekitar 82% stasiun kerjanya belum mengacu kepada konsep asta kosala-kosali yang sepadan dengan konsep antropometri; (2) kearifan lokal yang relevan dengan prinsip ergonomi adalah konsep menyama-braya (kerjasama tim), pantangan kerja malam hari/ siang hari, penerapan istirahat aktif melalui kegiatan mebongbong, beternak itik/ ayam/ sapi, pemberian sarin pegae sebagai bonus kerja, melaksanakan upacara tumpek landep sebagai spirit kerja, menggunakan ukuran tubuh seperti ajengkal, aguli, adepa, adepa agung saat mengukur peralatan dan objek kerja (sepadan dengan konsep antropometri); (3) kualitas kesehatan dilihat dari beban kerjanya ternyata terjadi peningkatan sebesar 37,5%; keluhan musculoskeletal meningkat sebesar 50,8%, dan kelelahan meningkat 31,5%, antara sebelum dan sesudah kerja. Itu semua tentu akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa: (1) data antropometri yang sepadan dengan konsep asta kosala-kosali sangat diperlukan dalam mendesain stasiun kerja; (2) kearifan lokal yang ditemukan pada penelitian ini sangat relevan dengan konsep ergonomi dan ada yang bersifat umum ada yang bersifat khas di masing-masing daerah; (3) kualitas kesehatan pekerja ternyata sangat dipengaruhi oleh kondisi kerjanya, karena terbukti terjadi peningkatan beban kerja, kelelahan, dan keluhan musculoskeletal antara sebelum dan sesudah kerja secara bermakna (p < 0,05). Untuk itu disarankan agar konsep kearifan lokal yang secara alami sudah teruji hendaknya dikembangkan kembali dan diterapkan dalam mengatasi kondisi kerja yang tidak ergonomik. Kata kunci: antropometri, kearifan local, ergonomi, dan stasiun kerja
43
Abstract IMPROVEMENT OF WORKING CONDITION BASED LOCAL WISDOM WHICH RELEVAN TO ERGONOMIC CONCEPTS TO INCREASE HEALTH QUALITY AND PRODUCTIVITY OF WOOD CARVERS IN PELIATAN, UBUD GIANYAR Currently it was not utilized the anthropometric data in designing the hand tools and work station. Therefore, the anthropometric data had been utilized by the Balinese people when they are in building their house and made the hand tools. They used the asta kosalakosali and asta bumi concept which was principally similar to anthropometric concept. Beside that, the concept of the Tri Hita Karana, pamali, and Hindu Medicine Knowledge of Ayur Weda so it could be used as a reference in overcoming the work station and work process in small scale industries related to the parameter of health quality and productivity. This is a local wisdom which was applied on the society with refers to ergonomic principles. The main purpose of this study was to know the influence of the ergonomic application based on the local wisdom to health quality and productivity. This explorative research was done in Peliatan Village, Gianyar Regency and involved is about 30 subjects. The result study was found: (1) about 82% the working station had not been designed based asta kosala-kosali concept which relevance to anthropometric concept; (2) local wisdom which relevance to ergonomic principles are: menyama-braya concept (team work), working in the night and afternoon are a taboo; the applied of active rest pauses through mebongbong (cockfight exercises) activity, give the sarin pegae as a bonus to motivate the workers, look after of the cattle such as duck/ chicken/ cow, tumpek landep ceremony as a working spirit, using the body size such as ajengkal, aguli, adepa, adepa agung to the size of the hand grip and working object (relevance to anthropometric concept); (3) the health quality with the indicators i.e. workload increase about 37.5%, musculoskeletal complaints increase about 50.8%, and fatigue increase about 31.5%, between before and after working. This condition was predicted to productivity. Therefore, it could be concluded that: (1) anthropometric data similar to asta kosala-kosali concept is most needed in designing the working station; (2) the local wisdom which was found in this study most relevance to ergonomic concept and it had generally and specific characteristic in the each regency; (3) the workers health quality is most influenced to working condition, because in this study was found that the significantly increase of workload, fatigue, and musculoskeletal complaints between before and after working (p < 0.05); (4) the productivity could be increased through the application of the local wisdom which relevance to ergonomic principles. So, it could be recommended that the local wisdom which had been tested naturally must be developed and applied in overcoming the un-ergonomic working condition. Key words: anthropometric, local wisdom, ergonomic, work station
44
1. PENDAHULUAN Di dalam mendesain stasiun dan proses kerja, sampai saat ini belum mengacu kepada data antropometri pekerja yang ada di areal tempat mereka beraktivitas. Umumnya yang digunakan sebagai acuan adalah data sekunder yang ada pada litetatur atau sumber bacaan yang relevan yang umumnya masih menggunakan ukuran orang barat. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan eksplorasi data dasar yang akan digunakan sebagai acuan di dalam membuat desain stasiun kerja yang ergonomis. Di samping itu melalui pendekatan sistemik, holistik, interdisipliner dan partisipatori (SHIP) akan terwujud desain stasiun dan proses kerja yang secara teknis sesuai dengan pekerjanya dan secara fisiologis tidak menimbulkan keluhan muskuloskeletal, tidak mengakibatkan beban kerja yang terlalu berat dan dapat memperlambat munculnya kelelahan (Manuaba, 2006 a; Azadeh, et al, 2007; Ercan, et al, 2006). Antropometri merupakan ukuran dan proporsi tubuh manusia yang mempunyai manfaat praktis untuk menentukan ukuran tempat duduk, meja kerja, jangkauan, genggaman, ruang gerak dan batas-batas gerakan sendi (Grandjean, 2007). Jika dikaji mengenai hubungan antara alat, menusia dan pekerjaannya masing-masing, maka data antropometri akan sangat dibutuhkan untuk memperoleh kesesuaian antara ukuran diri mereka dengan alat-alat yang digunakan. Saat ini masih belum banyak dimanfaatkan ukuran-ukuran antropometri di dalam mendesain alat-alat kerja dan tempat kerja, padahal sesungguhnya antropometri ini sudah dimanfaatkan oleh orang Bali pada saat membangun rumah dan membuat peralatan kerja yaitu dengan menggunakan asta kosala-kosali dan asta bumi yang pada prinsipnya hampir sama dengan konsep antropometri. Di samping itu konsep yang tertuang pada Tri Hita Karana, konsep pemali, dan Ayurveda Ilmu Kedokteran Hindu juga digunakan sebagai acuan di dalam memperbaiki stasiun dan proses kerja di industri kecil yang dikaitkan dengan parameter kualitas kesehatan dan produktivitas. Ini merupakan kearifan lokal yang dapat diterapkan di masyarakat dengan mengacu kepada prinsip-prinsip ergonomi. Penerapan ergonomi yang mengupayakan agar pekerja selalu dalam kondisi sehat, aman, dan nyaman dalam proses kerja merupakan suatu yang urgen untuk dilaksanakan dan sesegera mungkin harus diimplementasikan (Manuaba, 2006 a; Azadeh, et al, 2007; Ercan, et al, 2006). Jika hal ini diabaikan, maka kualitas kesehatan pekerja diyakini akan terganggu bahkan bisa menimbulkan deformitas pada organ tubuhnya dan pada akhirnya akan 45
menurunkan produktivitas kerja. Salah satu cara yang bisa ditempuh agar para pekerja yang berkecimpung di dalam kegiatan yang ada di industri kecil tetap dalam kondisi yang sehat, aman, nyaman, efektif dan efisien serta produktivitasnya tinggi maka diperlukan kaidahkaidah ergonomi yang berbasis kearifan lokal di dalam melakukan kegiatan atau aktivitas di tempat kerja. Sebab seandainya hal ini tidak dilakukan maka akan menimbulkan berbagai macam gangguan, kelainan dan penyakit yang terkait dengan sistem otot dan rangka, misalnya; (1) terganggunya mekanika tubuh manusia secara umum, (2) bisa terjadi luka atau cedera pada persendian, (3) epimisium dan perimisium otot bisa sobek, (4) rasa sakit pada vertebrae (tulang belakang) dan (5) terjadi deformitas atau degenerasi pada diskus intervertebralis (cakram atau piringan pada persendian tulang belakang) (Grandjean, 2007). Dengan demikian kualitas kesehatan pekerja akan terancam yang pada akhirnya produktivitas kerja akan menurun. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut. 1. Bagaimanakah caranya menyesuaikan antropometri pekerja dengan ukuran alat kerjanya? 2. Bagaimanakah caranya mendesain stasiun kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi agar tidak menimbulkan efek negatif terhadap kualitas kesehatan pekerja? 3. Bagaimanakah caranya menentukan kriteria beban kerja yang menyertai pekerja di sektor industri kecil pada saat melakukan aktivitas di tempat kerja ? 4. Bagaimanakah caranya menentukan lokasi keluhan muskuloskletal yang terjadi seandainya ukuran alat kerja tidak sesuai dengan antropometri pekerja? 5. Bagaimanakah caranya menentukan kelelahan pekerja pada saat beraktivitas?
2. METODE PENELITIAN Penelitian deskriptif-eksploratif ini dirancang berdasarkan pendekatan sistemik, holistik, interdisipliner dan partisipatori (SHIP). Khusus mengenai kualitas kesehatan dan produktivitas pekerja sebelum dan sesudah penerapan ergonomi berbasis kearifan lokal dilakukan penelitian eksperimental dengan rancangan pre and post test group design (treatment by subjects design). 46
Populasinya adalah pekerja di industri kecil yang ada di Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar. Melalui pemilihan sampel secara multistage random sampling, terpilih 30 orang pekerja yang tergabung dalam satu kelompok kerja. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji t paired pada taraf signifikansi 5%
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Penelitian Kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi adalah: (a) pemanfaatan ukuran tubuh pekerja dalam mendesain alat kerja yang mengacu kepada konsep asta kosala-kosali sangat relevan dengan konsep antropometri; (b) penentuan jarak antar tempat kerja yang menggunakan konsep asta bumi sangat relevan dengan konsep geometri dalam ergonomi; (c) konsep pamali dalam bekerja di siang hari (tengai tepet/ rikala tajeg Sang Hyang Surya) dan bekerja sandikala (menjelang malam) serta bekerja malam hari sangat relevan dengan konsep istirahat panjang, istirahat pendek, dan kerja lembur; (d) konsep sarin pegae sangat relevan dengan konsep bonus kerja dalam ergonomi; (e) penempatan pelangkiran di setiap tempat kerja relevan dengan konsep spirit kerja dalam ergonomi; (f) rasa jengah dalam berkarya relevan dengan konsep motivasi kerja dalam ergonomi; (g) konsep sagilik-saguluk, salunglung-sabaya-antaka dan menyama-braya amat relevan dengan konsep kerjasama tim yang kondusif dalam ergonomi; (h) upacara tumpek landep amat relevan dengan upaya maintenance peralatan kerja dalam ergonomi. Kualitas kesehatan yang didata dalam penelitian ini adalah berupa keluhan musculoskeletal pekerja, kelelahan, dan beban kerja. Sedangkan produktivitas yang didata di dua pilot projek penelitian menunjukkan adanya peningkatan setelah diterapkan istirahat aktif dan istirahat pendek serta pengaturan stasiun kerja yang mengacu kepada potensi kearifan local yang ada di daerah tersebut yang relevan dengan konsep ergonomi. Hasil analisis data dapat dicermati pada Tabel 3.1.
47
Tabel 3.1. Hasil Analisis Data Kualitas Kesehatan Pematung No
1 2
3
Variabel
Beban kerja pematung Keluhan musculoskelet al pematung Kelelahan pematung
Nilai t
Nilai p
Persentase Peningkat-an
7,87
14,629
0,0001
37,5%
44,47
3,37
19,645
0,0001
50,8%
41,37
2,25
20,117
0,0001
31,5%
Sebelum kerja
Sesudah kerja
Rerata
SB
Rerata
SB
74,67
8,24
102,70
29,50
1,64
31,47
1,41
3.2 Pembahasan 3.2.1 Manfaat Praktis Antropometri dalam Mendesain Tempat kerja Temuan pada penelitian ini menunjukkan bahwa sampai saat ini secara umum penggunaan ukuran tubuh manusia yang dikenal dengan konsep asta kosala-kosali masih digunakan di masyarakat khususnya dalam menentukan ukuran alat kerja (hand tools). Akan tetapi ada beberapa alat kerja di beberapa industri kecil yang ada di Bali yang tidak sesuai dengan ukuran tubuh pemakainya. Kondisi tersebut dapat memicu munculnya keluhan muskuloskeletal pekerja dilihat dari peningkatan skor keluhan muskuloskeletal antara sebelum dan sesudah beraktivitas. Hasil analisis data menunjukkan adanya peningkatan keluhan muskuloskeletal sebesar 50,8%. Ini menunjukkan bahwa peningkatan keluhan muskuloskeletal tersebut memerlukan penanganan yang serius sehingga tidak menganggu produktivitas kerjanya. Di samping itu juga terjadi peningkatan kelelahan pekerja sebesar 31,5% yang diprediksi diakibatkan oleh stasiun kerja yang tidak ergonomic dan kurang dimanfaatkannya potensi kearifan local yang sudah ada sejak leluhur mereka bekerja di tempat tersebut. Beban kerja juga menunjukkan peningkatan yang bermakna yaitu sebesar 37,5% antara sebelum dan sesudah beraktivitas. Ini menunjukkan bahwa beban kerja yang diakibatkan oleh kondisi kerja yang tidak ergonomik perlu diperbaiki yang mengacu kepada potensi kearifan lokal yang relevan dengan konsep-konsep ergonomi seperti konsep asta kosala-kosali, asta bumi, pamali, upakara dan upacara, tabu, dan beberapa pantangan lainnya yang berkaitan dengan waktu kerja.
48
3.2.2 Beban Kerja Pematung Perbaikan kondisi kerja yang dilakukan di industri kerajinan patung di Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar sangat diperlukan sebagai upaya untuk mengurangi beban kerja perajin. Dikatakan demikian karena ternyata setelah bekerja pematung mengalami peningkatan beban kerja sebesar 37,5% (p < 0,05). Persentase peningkatan beban kerja yang relatif besar tersebut mengindikasikan bahwa penerapan istirahat aktif dan perbaikan sikap kerja sangat perlu untuk diimplementasikan sebagai upaya untuk menurunkan beban kerja secara bermakna. Pernyataan ini didukung oleh peneliti lain yaitu: (a) Arimbawa (2009) melaporkan bahwa redesain peralatan kerja secara ergonomis dapat mengurangi beban kerja para pembuat minyak kelapa di Kecamatan Dawan Klungkung sebesar 14,69%; (b) Erawan (2002) melaporkan bahwa perbaikan rancang bangun traktor tangan dapat mengurangi beban kerja pekerja sebesar 35,04%; (c) Hilda (2000) melaporkan bahwa perbaikan sikap kerja saat mengangkat dan mengangkut kotak kemas dapat mengurangi beban kerja sebesar 18,02%; (d) Artayasa (2007) melaporkan bahwa pendekatan ergonomi total pada proses angkat angkut kelapa dapat mengurangi beban kerja sebesar 10,61%; dan (e) Purnomo (2007) melaporkan bahwa sistem kerja dengan pendekatan ergonomi total dapat mengurangi beban kerja pekerja di industri gerabah Kasongan Bantul sebesar 21,69%
3.2.3 Keluhan Muskuloskeletal Pematung Perbaikan kondisi kerja khususnya pada pilot projek yang dilakukan di industri kerajinan patung di Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar sebagai upaya untuk mengurangi keluhan muskuloskeletal perajin dan ternyata setelah bekerja mengalami peningkatan keluhan muskuloskeletal sebesar 50,8% (p < 0,05). Persentase peningkatan keluhan muskuloskeletal yang relatif besar pada kerajinan patung tersebut mengindikasikan bahwa kondisi kerja mereka belum ergonomis, sehingga penerapan istirahat aktif dan perbaikan sikap kerja sangat diperlukan sebagai salah satu implementasi ergonomi yang berbasis kearifan lokal. Hal ini didukung oleh: (a) Erlangga dan Sutalaksana (2001) yang menyatakan bahwa gangguan muskuloskeletal merupakan fenomena kecelakaan kerja yang bersifat kumulatif yang sering diakibatkan oleh posisi dan sikap kerja yang tidak alamiah karena tidak diperhatikannya antara antropometri pekerja dengan tinggi bidang kerjanya; (b) 49
Yassierli dan Sutalaksana (2000) menyatakan bahwa dalam bekerja manusia akan memposisikan dirinya mengikuti rancangan sistem yang ada dan hal ini sering menimbulkan posisi dan sikap kerja yang tidak alamiah yang pada akhirnya akan menimbulkan gangguan atau rasa sakit pada tulang belakang, leher, bahu, lengan, pergelangan tangan, tangan, paha, betis, dan kaki; dan (c) Diwyastra (2000) melaporkan bahwa perajin ukiran sanggah di Desa Semana, 80% mengeluh nyeri punggung dan 100% nyeri pinggang yang diakibatkan oleh sikap kerja membungkuk dan duduk bersila yang dilakukan dalam waktu relatif lama.
3.2.4 Kelelahan Pematung Perbaikan kondisi kerja yang dilakukan di industri kerajinan patung di Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar sangat perlu dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi kelelahan perajin. Dapat dikatakan demikian, karena ternyata setelah mereka bekerja mengalami peningkatan kelelahan sebesar 31,5% (p < 0,05). Persentase peningkatan kelelahan yang relatif besar tersebut semakin meyakinkan bahwa penerapan istirahat aktif dan perbaikan sikap kerja mutlak diperlukan untuk menurunkan kelelahan secara bermakna. Pernyataan tersebut didukung oleh: (a) Sutjana, dkk (2005) melaporkan bahwa kelelahan pekerja antara sebelum dan sesudah kerja pada proses angkat-angkut sebelum dilakukan perbaikan meningkat sebesar 44,09% (p < 0,05), akan tetapi setelah dilakukan perbaikan cara angkat dan angkut sesuai antropometri ternyata dapat mengurangi kelelahan sebesar 41,18% ( p < 0,05); (b) Tunas, dkk (2005) menemukan bahwa kondisi kerja yang tidak ergonomik ternyata dapat meningkatkan kelelahan perajin perak di Desa Poh Manis Penatih Denpasar sebesar 39,94% antara sebelum dan sesudah kerja (p < 0,05), dan dari hasil perbaikan kondisi kerja yang mengupayakan agar para perajin tidak selalu berada di satu tempat dan dapat melakukan istirahat aktif ternyata mampu mengurangi kelelahan sebesar 45,77% antara sebelum dan sesudah perbaikan kondisi kerja (p < 0,05); (c) Sudiadjeng (2003) melaporkan bahwa tempat kerja yang ergonomik pada proses pengadukan beton dapat mengurangi kelelahan pekerja sebesar 30,76% (p < 0,05); dan (d) Wulanyani (2003) melaporkan bahwa pengaturan istirahat dan penggunaan musik pengiring kerja dapat mengurangi kelelahan pelinting rokok sebesar 28,42% (p < 0,05).
50
3.2.5 Produktivitas Pematung Perbaikan yang mengacu kepada kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi diharapkan mampu untuk mengatasi penurunan kualitas kesehatan yang dinilai dari indikator beban kerja, keluhan muskuloskeletal, dan kelelahan. Jika ini bisa dilakukan bukan hal yang mustahil jika terjadi peningkatan produktivitas. Ini bisa terjadi karena beban kerja para perajin dapat diturunkan dan disertai dengan tidak terjadinya akumulasi kelelahan. Hal serupa juga dilaporkan oleh beberapa peneliti yaitu: (a) Arimbawa (2009) melaporkan bahwa redesain peralatan kerja secara ergonomis dapat meningkatkan produktivitas kerja para pembuat minyak kelapa di Kecamatan Dawan Klungkung sebesar 35,71%; (b) Wulanyani (2004) melaporkan bahwa penerapan istirahat aktif dan pemberian musik pengiring pada proses pelintingan rokok di CV X Denpasar dapat meningkatkan produktivitas sebesar 121,89%; (c) Erawan (2002) melaporkan bahwa perbaikan rancang bangun traktor tangan meningkatkan produktivitas pekerja sebesar 23,25%; (d) Hilda (2000) melaporkan bahwa perbaikan sikap kerja saat mengangkat dan mengangkut kotak kemas dapat meningkatkan produktivitas sebesar 119,71%; (e) Adiatmika (2007) melaporkan bahwa perbaikan kondisi kerja dengan pendekatan ergonomi total dapat meningkatkan produktivitas perajin pengecatan logam di Kediri Tabanan sebesar 61,66%; (f) Artayasa (2007) melaporkan bahwa pendekatan ergonomi total pada proses angkat angkut kelapa dapat meningkatkan produktivitas sebesar 48,84%; dan (g) Purnomo (2007) melaporkan bahwa sistem kerja dengan pendekatan ergonomi total dapat meningkatkan produktivitas pekerja di industri gerabah Kasongan Bantul sebesar 59,49%
4. PENUTUP 4.1 Simpulan Bertolak dari hasil dan pembahasan yang telah diuraikan dan dikaji di atas dapat dibuat simpulan sebagai berikut. 1. Penyesuaian antropometri pekerja dengan ukuran alat kerja perajin mengacu kepada konsep asta kosala-kosali sebagai salah satu kearifan lokal yang masih relevan diterapkan dalam mendesain peralatan kerja. 2. Stasiun kerja dapat didesain melalui penerapan kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi agar implementasinya dapat berkesinambungan. 51
3. Kriteria beban kerja dapat ditentukan berdasarkan perubahan frekuensi denyut nadi, dan dalam penelitian ini ditemukan bahwa kondisi kerja yang tidak ergonomis dapat meningkatkan beban kerja pematung sebesar 37,5%. 4. Lokasi keluhan muskuloskeletal dapat ditelusuri melalui peta otot tubuh manusia dan pada penelitian ini ditemukan bahwa kondisi kerja yang tidak ergonomis dapat meningkatkan keluhan muskuloskeletal pematung sebesar 50,8% . 5. Kelelahan dapat ditentukan berdasarkan kondisi tubuh seseorang yang diekpresikan melalui berbagai perasaan yang berkaitan dengan indikator kelelahan dan pada penelitian ini ditemukan bahwa kondisi kerja yang tidak ergonomis dapat meningkatkan kelelahan pematung sebesar 31,5%.
4.2 Saran Saran yang tampaknya penting untuk disampaikan pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Agar para pekrja di industri kecil mencermati kondisi kerjanya ditinjau dari pendekatan ergonomic dan dipadukan dengan kearifan local yang relevan. 2. Penerapan kearifan local yang relevan dengan konsep ergonomi hendaknya dimaksimalkan agar dicapai hasil yang memuaskan terkait dengan upaya perbaikan stasiun kerja. 3. Penerapan konsep ergonomi berbasis kearifan lokal sudah seharusnya dilakukan agar dicapai kondisi kerja yang sehat, aman, nyaman, efektif, dan efisien serta tercapai produktivitas yang setinggi-tingginya.
Daftar Pustaka Aasa, U., Bergkvist, M.B., Axel, K., Brulin, C. 2006. Relationship Between Work-Related Factors and Disorders in The Neck Shoulders and Low Back Region among Female and Male Ambulance Personnel. Journal Occupational Health, Vol. 47. No. 6. November: 481 – 489. Adiputra, N. 2006a. SHIP Approach Supports the Conservation’s Program of the Medical Plants in Bali. Proceeding Ergo Future, International Symposium on Past, Present and Future Ergonomis, Occupational Safety and Health. Ed. Adiatmika & Dewa Alit Putra. Denpasar: Department of Physiology, Udayana University. Adiputra, N. 2006b. Facing the Changing World: How do the Balinese Survive with Their Culture Wisdoms, from Ergonomis Perspective. Proceeding Ergo Future, International Symposium on Past, Present and Future Ergonomis, Occupational 52
Safety and Health. Ed. Adiatmika & Dewa Alit Putra. Denpasar: Department of Physiology, Udayana University. Artayasa, N. 2006. Total Ergonomis Application of Women Coconut Handler. Proceeding Ergo Future, International Symposium on Past, Present and Future Ergonomis, Occupational Safety and Health. Ed. Adiatmika & Dewa Alit Putra. Denpasar: Department of Physiology, Udayana University. Azadeh, A., Fam, M., Garakani,M.M. 2007. A Total Ergonomis Design Approach to Enhance the Productivity in A Complicated Control System. Journal of Information Technology. 6 (7): 1036 – 1042. Bazrgari, B,, Shirazi-Adl, A., & Arjmand, N. 2007. Analysis of Squat and Stoop Dynamic Lifting: Muscle Forces and Internal Spinal Loads. Journal of Eur Spine. Vol. 16: 687699 Colton, T. 2007. Statistics in Medicine. Boston: Litle Brown & Company. David, G., Wood, V., Li, G., Buckle, P. 2008. The Development of the Quick Exposure Check (QEC) for Assessing Exposure to Risk Factors Work Related Musculosceletal Disorders. Journal of Applied Ergonomis. Vol. 39. No. 1: 57 – 69. Ercan, S., & Erdinc, O. 2006. Challenges of Leardership in Industrial Ergonomis Projects. Journal Istanbul Ticaret Universitesi Fen Bilimleri Dergisi. Vol.5 (9): 119 – 127. Escorpizo, R. 2008. Understanding Work Productivity and Its Application to Work-Related Musculosceletal Disorders. International Journal of Industrial Ergonomis. Vol. 38, No. 3 – 4: 291 – 297. Fam, M., Azadeh, A., Azam, A. 2007. Modeling an Integrated Health, Safety, and Ergonomis Management System: Application to Power Plants. Journal of Res Health Sciences. Vol 7 (2): 1 – 10. Geriya. 2007. Konsep dan Strategi Revitalisasi Kearifan Lokal dalam Penataan Lingkungan Hidup di Bali. Denpasar: Universitas Udayana. Grandjean, E. 2007. Fitting the task to the Man. A Textbook of Occupational Ergonomis. 4th Edition. London: Taylor & Francis. Limerick, L.B. Straker, L., Pollock, C. Dennis, G., Leveritt, S., Johnson, S. 2007. Implementation of the Participative Ergonomis for Manual Tasks (PErforM) Programme at Four Australian Underground Coal Mines. International Journal of Industrial Ergonomis. Vol. 37, No. 2. February: 145 – 155. Manuaba, A. 2006 a. Aplikasi Ergonomi dengan Pendekatan Holistik Perlu, Demi Hasil yang Lebih Lestari dan Mampu Bersaing. Jurnal Sosial dan Humaniora, Vol. 01 No. 03: 235-249. Manuaba, A. 2006 b. Total Ergonomis Approach is a Must to Attain Humane, Competitive and Sustainable Work System and Products. Proceeding Ergo Future. International Symposium on Past, Present and Future Ergonomis, Occupational Safety and Health. Ed. Adiatmika & Dewa Alit Putra. Denpasar: Department of Physiology, Udayana University. Manuaba, A. 2008. Membangun Bali atau Membangun di Bali. Bali-HESG. Denpasar. Marras, W., Cutlip, R.G., Burt, S.E., Waters, T.R. 2009. National Occupational Research Agenda (NORA) Future Direction in Occupational Musculoskeletal Disorders Health Research. Journal of Applied Ergonomic. Vol. 40: 15 – 22. Munaf, D.R., Suseno, T., Janu, R.I., Badar, A.M. 2008. Peran teknologi Tepat Guna untuk Masyarakat Daerah Perbatasan. Jurnal Sosioteknologi No. 13 Tahun 7, April. 53
Reenan, H.H.H., Van der Beek, A.J., Blatter, B.M., Van Mechelen, W., Bongers, P.M. 2009. Age-Related Differences in Muscular Capacity among Workers. Journal of Int Arch Occup Environ Health. No. 82: 1115 – 1121. Richardson, G.E., Jenkins, P. L., Strogatz, D., Bell, E.M., May, J.J. 2006. Development and Initial Assessment of Objective Fatigue Measures for Apple Harvest Work. Journal Applied Ergonomis, Vol. 37. No. 6. November: 719 – 727. Sarna, K. 2008. Pengembangan Bahan Ajar Biologi Berbasis Lokal Genius. Makalah disampaikan dalam Seminar Jurusan Pendidikan Biologi Undiksha, Singaraja. Steward, I.B., McDonald, M.D., Hunt, A.P., Paker, T.W. 2008. Physical Capacityof Rescue Personnel in The Mining Industry. Journal of Occupational Medicine and Toxicology. Available at http://www.occup-med.com/content/3/1/22. Sutajaya, I.M. 2006 a. Manfaat Praktis Ergonomi. Denpasar: Bagian Ilmu Faal FK UNUD. Sutajaya, I. M. 2006 b. Ergonomi dalam Pembelajaran. Denpasar: Bagian Ilmu Faal FK UNUD. Sutajaya, IM. 2006 c. SHIP Approach in Teaching Learning Process Reduces Boredom and Increase Learning Out Come among Biology Student IKIP Singaraja. Proceeding Ergo Future, International Symposium on Past, Present and Future Ergonomis, Occupational Safety and Health. Ed. Adiatmika & Dewa Alit Putra. Denpasar: Department of Physiology, Udayana University. Sutajaya, I M. Ristiati, N.P, Setiabudi, G. I. 2009. Penerapan Ergonomi Berbasis Kearifan Lokal untuk Meningkatkan Kualitas Kesehatan dan Produktivitas Pekerja di Industri Kecil. Laporan Penelitan Strategis Nasional. Jurusan Pendidikan Biologi. F MIPA. UNDIKSHA.
Suter, P.M., Schutz, Y. 2008. The Effect of Exercise, Alcohol or Both Combined on Health and Physical Performance Alcohol Metabolism during Exercise. International Journal of Obesity. Vol. 32: 48 – 52. Sutjana, I.D.P. & Adiputra, N. 2006. Change of Ergonomi Application in Bali Agricultural Tool Design-A SHIP Approach Experience. Proceeding Ergo Future, International Symposium on Past, Present and Future Ergonomis, Occupational Safety and Health. Ed. Adiatmika & Dewa Alit Putra. Denpasar:Department of Physiology, Udayana University.. Sutjana, I D.P. Sutajaya, I M., Purnawati, S. Adiamika, P, Tunas, K. Suardana, E, & Swamardika, I.B.A. 2008. Preliminary Anthropometric Data of Medical Students for Equipment Applications. Journal of Human Ergology Vol. 37. No 1.: 45 – 48. Vieira, E.R., Kumar, S., Narayan, Y. 2008. Smoking, No-Exercise, Overweight and Low Back Disorder in Welders and Nurses. International Journal of Industrial Ergonomis. Vol. 38: 143 – 149.
54
Lampiran 6. Buku Pedoman Penataan Lingkungan Kerja sebagai Produk Tahun I
BUKU PEDOMAN PENATAAN LINGKUNGAN KERJA
Oleh: I Made Sutajaya Ni Putu Ristiati
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
Singaraja Bali 2011
55
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat’Nyalah maka buku yang berjudul: “Pedoman Penataan Lingkungan Kerja” dapat diselesaikan sesuai rencana. Dalam penulisan buku pedoman ini, kami banyak mendapat masukan-masukan atau saran-saran dari berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penulisan buku pedoman tersebut. Kami menyadari sepenuhnya akan kekurangan isi buku pedoman ini, sehingga dengan kerendahan hati kami mohon kritik dan saran untuk kelengkapan dan kesempurnaan buku pedoman tersebut. Sebagai akhir kata kami berharap agar buku pedoman ini bermanfaat terutama bagi mereka yang tertarik dengan masalah-masalah ergonomi di industri kecil, khususnya dalam bidang kesehatan pekerja.
Singaraja, Oktober 2011
Penulis
56
DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar............................................................................................................... ii Daftar Isi..........................................................................................................................
iii
BAB I PENATAAN LINGKUNGAN KERJA 1.1 Tempat Duduk dan Meja Kerja.....................................................................
1
1.2 Penerangan Ruangan.....................................................................................
2
1.3 Mikroklimat di Ruang Kerja............................................................................
3
1.4 Ergonomi Diperlukan di dalam Mendesain Ruang Kerja................................
5
1.5 Upaya-upaya yang Efektif dan Efisien untuk Mengatasi Masalah Stasiun Kerja yang Tidak Ergonomis.................
6
1.6 Kendala-kendala yang Dihadapi dalam Upaya Mengatasi Desain Stasiun Kerja yang Tidak Ergonomis.................................. 7 BAB II MANFAAT ANTROPOMETRI DALAM PENATAAN LINGKUNGAN 2.1 Pengertian........................................................................................................
10
2.2 Antropometri dan Desain Alat atau Ruang Kerja...........................................
11
2.3 Antropometri dalam Posisi Berdiri................................................................... 12 2.4 Antropometri dalam Posisi Duduk................................................................
15
2.5 Antropometri Kepala........................................................................................ 25 2.6 Antropometri Tangan........................................................................................ 23 2.7 Antropometri Kaki.............................................................................................. 25
DAFTAR RUJUKAN....................................................................................................... 33
57
BAB I PENATAAN LINGKUNGAN KERJA
1.1 Tempat Duduk dan Meja Kerja Biasanya tempat duduk yang setiap hari diduduki kurang diperhatikan. Padahal tempat duduk tersebut merupakan alat yang memegang peranan penting, terutama bagi mereka yang melakukan aktivitas sambil duduk (contohnya: aktivitas di industri kecil yang memerlukan tempat duduk). Sebuah tempat duduk (kursi) yang lengkap, minimal harus mempunyai kaki, alas duduk, sandaran pinggang dan punggung dan sandaran lengan (Nala, 1994). Agar tempat duduk nyaman dipakai pada waktu kerja, maka ukuran-ukurannya harus disesuaikan dengan antropometri orang yang akan memakainya. Dalam hal ini diperlukan pembakuan terhadap ukuran-ukuran tubuh (antropometri) orang-orang Indonesia pada umumnya atau orang-orang Bali pada khususnya, sehingga dalam mendesain tempat duduk (kursi) dapat mengacu kepada ukuran-ukuran tersebut. Seandainya ukuran-ukuran baku tersebut belum ada, dapat dilakukan pengukuran terhadap antropometri siswa atau mahasiswa yang akan menggunakan tempat duduk tersebut. Tapi jika data antropometri siswa atau mahasiswa tersebut juga tidak ada, maka dapat digunakan persyaratan tempat duduk sebagai berikut (Nala, 1994). 1) Tinggi alas duduk dari lantai 38 – 54 cm (setinggi telapak kaki sampai belakang lutut atau popliteal). 2) Alas duduk hendaknya agak miring ke belakang (14o – 24o dari bidang horizontal atau dari lantai). Kemiringan ini diperlukan, agar tubuh tidak melorot ke depan pada saat duduk 3) Ujung tepi depan alas duduk dibuat agak bulat untuk menghindari tekanan pada bagian bawah paha. Ujung bagian depan ini dapat ditinggikan 4 o – 6o dari alas duduk. 4) Luas alas duduk sebaiknya disesuaikan dengan ukuran pantat yaitu: 40 – 45 cm melintang dan 38 – 42 cm membujur. 5) Sandaran pinggang dan punggung hendaknya agak miring ke belakang dengan sudut 105o – 110o terhadap alas duduk. Bentuk sandaran pinggang dan punggung 58
sebaiknya disesuaikan dengan lengkung vertebrae pada tubuh manusia. Sandaran tersebut akan menopang punggung dan pinggang dengan baik bila ukuran tingginya 48 – 50 cm dan lebarnya 32 – 36 cm. Meja kerja adalah meja yang digunakan sebagai alas pada saat melakukan aktivitas kerja. Bila meja kerja terlalu tinggi maka bahu akan lebih sering terangkat pada saat beraktivitas atau meletakkan tangan di atas meja dan bila terlalu rendah maka sikap tubuh akan membungkuk pada saat beraktivitas. Sikap tubuh yang seperti itu dapat mengakibatkan sakit pinggang atau punggung dan sakit pada otot-otot leher dan bahu. Untuk mengatasi masalah tersebut maka perlu dipilih meja kerja yang sesuai dengan si pemakainya. Dalam hal ini Grandjean (1988) menyatakan bahwa tinggi meja kerja yang ergonomis adalah antara 74 – 78 cm untuk laki-laki dan antara 70 – 74 cm untuk wanita. Sedangkan Dul & Weerdmeester (1993) menyatakan bahwa untuk kegiatan yang sering menggunakan mata, tangan dan lengan sebaiknya bidang kerja berada pada 0 – 15 cm di atas tinggi siku.
1.2 Penerangan Ruangan Penerangan yang baik sangat penting, agar pekerjaan dapat dilakukan dengan benar dan dalam situasi nyaman. Di samping itu pada saat melakukan aktivitas dapat melihat objek dengan jelas dan cepat, sehingga tidak melelahkan mata. Prinsip penerangan yang baik adalah sebagai berikut (Manuaba, 1992). 1) Jumlah atau intensitas penerangan yang diperlukan hendaknya disesuaikan dengan jenis pekerjaan, tajam lihat seseorang dan lingkungannya. 2) Diupayakan agar mendapatkan penampilan penglihatan sebesar 100% 3) Di dalam merencanakan penerangan, di samping efisiensi penglihatan, faktor keamanan, kenyamanan dan keselamatan perlu diperhitungkan. 4) Intensitas penerangan yang baik adalah minimal 200 lux, atau disesuaikan dengan jenis aktivitas di tempat tersebut. 5) Penerangan harus diutamakan pada pekerjaan pokok, kemudian pada latar belakangnya dan terakhir pada lingkungannya (dinding, atap, lantai dan lain-lain). Untuk aktivitas yang memerlukan ketelitian dan sentuhan seni diperlukan intensitas penerangan sebesar 350 – 700 lux (Grandjean, 1988). Untuk memperoleh penerangan sebesar
59
600 lux, berapa diperlukan lampu TL 40 watt dalam ruangan seluas 100 m 2, dapat dilihat pada perhitungan sebagai berikut.
100 x 60 x 1/15 watt = 6000/15 watt = 400 watt 400 watt/ 40watt = 10 lampu TL Jadi diperlukan 10 lampu TL
Dalam hal ini penggunaan lampu neon (TL) lebih baik daripada lampu pijar, karena lampu TL memberi penerangan sebesar 75% dan panas hanya 25%. Sedangkan lampu pijar mengeluarkan panas 75% dan memberi penerangan hanya 25%. Di samping kelebihan tersebut, lampu TL juga memiliki kekurangan yaitu: adanya efek getaran. Masalah ini dapat diatasi dengan jalan menutup ujung-ujung lampu TL, jika digunakan hanya satu lampu, tapi jika digunakan lebih dari satu lampu TL, hendaknya dipasang dengan T sistem. Jika menggunakan penerangan alami, hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut. 1) Upayakan luas jendela 1/5 x luas lantai 2) Diupayakan agar lantai dan plafon berwarna lembut atau putih untuk membantu refleksi sinar dan untuk mengurangi kontras. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penerangan di ruang kerja dapat diupayakan dengan menyesuaikan intensitas penerangan dengan jenis kegiatan yang dilakukan di ruang kerja. Hal ini akan sangat membantu untuk mengatasi kelelahan mata yang diakibatkan oleh intensitas penerangan yang tidak cukup.
1.3 Mikroklimat di Ruang Kerja Mikroklimat di ruang kerja ditentukan oleh suhu udara, suhu permukaan (suhu di atas meja, jendela, dinding, lantai dan lain-lain), kelembaban udara, gerakan udara dan kualitas udara. Suhu yang dirasakan seseorang merupakan rerata dari suhu udara dan suhu permukaan. Untuk rasa nyaman, perbedaan suhu udara dan suhu permukaan hendaknya sekecil mungkin, karena itu diambil patokan agar perbedaan rerata suhu permukaan hendaknya tidak lebih dari 2 – 3o C di atas atau di bawah suhu udara. Sedangkan perbedaan suhu antara di dalam dengan di luar ruangan, tidak lebih dari 4 o C. Jika melebihi batas 60
tersebut, hendaknya dibuat ruang antara untuk proses adaptasi terhadap perbedaan suhu tersebut (Manuaba, 1998). Suhu udara di satu ruangan, hendaknya antara 20 – 24o C pada musim dingin dan antara 23 – 26o C di musim panas (Helander, 1995). Sedangkan kelembaban relatif di satu ruangan tidak boleh kurang dari 30% atau antara 40 – 60% di musim panas, merupakan kelembaban relatif yang memberi suasana nyaman di ruangan tersebut. Gerakan udara di satu ruangan memberi pengaruh kepada suhu yang dirasakan seseorang. Agar gerakan udara tersebut tidak menimbulkan dampak yang tidak diinginkan, maka dalam hal ini dianjurkan agar gerakan udara di dalam ruangan tidak lebih dari 0,2 m/ detik (Manuaba, 1998). Seandainya mikroklimat di ruang kerja tidak diperhatikan, sehingga ruang tersebut menjadi panas, maka akan menimbulkan respon fisiologis sebagai berikut. 1) Meningkatnya rasa lelah yang diikuti dengan hilangnya efisiensi kerja mental dan fisik. 2) Denyut jantung meningkat 3) Tekanan darah meningkat 4) Aktivitas alat pencernaan menurun 5) Suhu inti tubuh meningkat 6) Aliran darah ke kulit juga meningkat 7) Produksi keringat meningkat. Melihat dampak negatif yang ditimbulkan oleh suhu ruangan yang panas, maka sudah menjadi keharusan untuk mendesain ruang kerja yang mengacu kepada kaidah-kaidah ergonomi, demi tercapainya produktivitas kerja yang setinggi-tingginya. Dengan demikian berarti energi yang dikeluarkan sepenuhnya untuk kerja dan tidak ada energi yang terbuang untuk mengatasi kondisi ruangan yang tidak nyaman.
1.4 Ergonomi Diperlukan di dalam Mendesain Ruang Kerja Ruang kerja yang ergonomis tentunya akan membuat seseorang merasa nyaman di dalam melakukan aktivitasnya di ruang tersebut. Ergonomi sesuai dengan mottonya sehat, aman, nyaman, selamat, efektif dan efisien mengupayakan agar ruang kerja betul-betul dalam kondisi nyaman ketika digunakan untuk beraktivitas sehingga energi sepenuhnya digunakan 61
untuk kerja bukan untuk mengatasi kondisi ruangan yang tidak nyaman. Dengan demikian berarti ergonomi memang sangat diperlukan di dalam mendesain ruang kerja. Dalam mendesain ruang kerja perlu disuaikan antara antropometri orang yang akan bekerja di tempat tersebut dengan meja dan kursi yang akan digunakan. Tinggi meja hendaknya disesuaikan dengan tinggi siku orang yang akan menggunakannya, sedangkan tinggi tempat duduk hendaknya disesuaikan dengan tinggi poplitealnya. Seandainya banyak orang yang menggunakan meja dan tempat duduk tersebut, maka ukuran antropometri mereka ditetapkan berdasarkan persentil (dalam hal ini digunakan persentil 5). Kedalaman kursi megacu kepada panjang buttock poplitea pemakai, juga menggunakan persentil 5. Lebar kursi mengacu kepada lebar buttock dengan menggunakan persentil 95. Tinggi sandaran mengacu kepada tinggi bahu yang diukur dari bidang yang diduduki dengan menggunakan persentil 5. Sedangkan lebar sandaran mengacu kepada lebar bahu, dengan menggunakan persentil 95. Dengan mengikuti kaidah-kaidah tersebut diharapkan tidak ada lekuk-lekuk tubuh yang tertekan atau tidak terjadi sikap tubuh yang tidak alamiah. Mikroklimat di ruang kerja juga sering diabaikan, sehingga pekerja yang bekerja di tempat tersebut akan teraniaya oleh mikroklimat yang tidak adekuat. Konsekuensinya energi yang mereka keluarkan tidak sepenuhnya untuk bekerja, akan tetapi akan ada energi yang dikeluarkan untuk melawan mikroklimat yang tidak adekuat tersebut. Ventilasi silang sangat diperlukan untuk mengatasi panas di ruang kerja, karena dengan ventilasi silang dapat meningkatkan sirkulasi udara di dalam ruangan. Kaidah-kaidah ergonomi yang diterapkan untuk mengatasi mikroklimat di ruang kerja harus diterapkan sejak perencanaan, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk hal itu bisa diminimalkan.
1.5 Upaya-upaya yang Efektif dan Efisien untuk Mengatasi Masalah Stasiun Kerja yang Tidak Ergonomis Banyak upaya yang telah dilakukan untuk membuat ruang kerja yang nyaman, namun langkah yang efektif dan efisien belum banyak diketahui, sehingga dalam mengupayakan ruang kerja yang nyaman diperlukan banyak biaya yang dapat bertindak sebagai penghambat di dalam merealisasikan keinginan tersebut. Terkait dengan hal tersebut, dalam hal ini dikemukakan beberapa alternatif langkah-langkah yang efektif dan efisien dalam upaya meningkatkan kenyamanan di ruang kerja. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut. 62
1) Kaidah-kaidah ergonomi hendaknya sudah diterapkan
sejak perencanaan,
sehinggga pengeluaran biaya yang tidak perlu bisa diminimalkan 2) Diupayakan agar penerapan ergonomi dilakukan secara preventif (bersifat pencegahan) dan penerapan ergonomi secara curatif (bersifat pengobatan/ perbaikan) hendaknya dijadikan sebagai alternatif kedua, seandainya alternatif pertama sama sekali tidak dapat dilakukan. 3) Penerapan ergonomi akan lebih berhasil jika melalui pendekatan SHIP (Systemic, Holistic, Interdisciplinary dan Participatory) 4) Kaidah-kaidah ergonomi pada awalnya diterapkan pada bagian yang mudah dikerjakan dan biayanya murah, karena ini akan merangsang perbaikanperbaikan berikutnya, seandainya sudah dirasakan manfaatnya. 5) Penerapan ergonomi dalam mendesain ruang kerja yang ergonomis hendaknya didasari oleh sikap optimis, bahwa perbaikan itu memang dapat meningkatkan produktivitas kerja. Dalam hal ini kemampuan, kemauan dan keberanian untuk berubah sangat dituntut, sehingga sikap sulit berubah bisa dikikis perlahan-lahan tapi pasti, dengan melihat keberhasilan yang dapat diwujudkan melalui penerapan kaidah-kaidah ergonomi. 6) Sikap apriori bahwa ergonomi sifatnya mahal dan sulit diterapkan hendaknya dihilangkan sama sekali, karena hal ini akan mengakibatkan motivasi, inovasi dan eksplorasi seseorang terkait dengan upaya meningkatkan kenyamanan ruang kerja melalui penerapan kaidah-kaidah ergonomi akan terhambat. Dengan memperhatikan keenam langkah-langkah di atas, berarti ergonomi dalam penerapannya, hendaknya didukung oleh semua pihak dan dikaji secara interdisipliner, sehingga diperoleh hasil yang optimal atau maksimal.
1.6 Kendala-kendala yang Dihadapi dalam Upaya Mengatasi Desain Stasiun Kerja yang Tidak Ergonomis Setiap upaya pasti ada kendalanya dan kendala itu hendaknya jangan dihindari tapi harus diatasi atau dihadapi, betapaun sulit dan rumitnya, karena hal ini akan membawa dampak bagi kesiapan seseorang dalam mengatasi berbagai macam kendala terkait dengan
63
masalah yang dihadapi. Kendala-kendala yang mungkin akan dihadapi dalam penerapan kaidah-kaidah ergonomi di ruang kerja adalah sebagai berikut. 1) Para desainer ruangan belum banyak yang tahu tentang kaidah-kaidah ergonomi, sehingga dalam penerapannya tidak optimal atau dalam mendesain ruangan lebih ditekankan pada unsur estetis dan ekonomis. 2) Belum disadarinya tentang dampak negatif suatu ruang kerja yang tidak nyaman terhadap produktivitas kerja pekerja yang kerja di dalamnya. 3) Masih banyak orang yang beranggapan bahwa ergonomi itu mahal dan sulit diterapkan. 4) Orang baru menyadari bahwa ergonomi itu penting, ketika mereka sudah terkena akibat yang ditimbulkan oleh kondisi kerja yang tidak ergonomis, karena pada dasarnya sikap manusia cenderung reaktif bukan proaktif. 5) Penerapan ergonomi sering gagal, karena belum semua orang menyadari bahwa ergonomi itu penting dan harus diterapkan. 6) Akibat yang ditimbulkan oleh kondisi kerja yang tidak ergonomis tidak seketika terjadi dan lebih sering bersifat akumulatif, sehingga upaya perbaikan tidak seketika dapat dilihat atau dinikmati hasilnya. Dengan mengkaji kendala-kendala tersebut di atas hendaknya tidak menyerah dan menerima apa adanya atau membiarkan pekerja selalu dalam kondisi yang tidak ergonomis, akan tetapi perlu diupayakan untuk mengatasi kendala-kendala tersebut dengan satu tekad bahwa ergonomi memang mutlak perlu untuk diterapkan. Sikap yang demikian tentu akan menggugah keinginan untuk segera berpikir dan bertindak dalam mengatasi ruang kerja yang belum menerapkan kaidah-kaidah ergonomi. Dalam hal ini perbaikan yang paling sederhana atau paling mudah dan paling murah biayanya digunakan sebagai langkah awal di dalam bertindak dan setelah dilihat dan dinikmati hasilnya baru dilanjutkan dengan perbaikanperbaikan yang lebih kompleks. Misalnya kalau sudah diketahui bahwa penggunaan meja dan kursi kerja yang terlalu tinggi atau terlalu rendah karena tidak mengacu kepada tinggi siku dan tinggi popliteal pekerja dapat diperbaiki hanya dengan memotong kaki meja atau kursi yang digunakan. Kalau mikroklimat di ruang kerja tidak adekuat, karena tidak ada ventilasi silang sehingga ruangan menjadi panas dan sirkulasi udara tidak lancar, maka hanya dengan menjebol tembok sesuai keperluan, sehingga memungkinkan terjadinya ventilasi 64
silang tampaknya merupakan suatu pekerjaan yang tidak terlampau sulit dan biayanya juga tidak terlampau mahal jika dibandingkan dengan nilai kesehatan dan kenyamanan pekerja ketika beraktivitas di ruangan tersebut. Dengan melihat kedua contoh perbaikan yang murah dan mudah dikerjakan tersebut, hendaknya mulai dipikirkan bahwa sebenarnya penerapan ergonomi bukan sesuatu yang mahal dan sulit dikerjakan. Asal mau, mampu, dan berani berbuat tampaknya semua itu bukan suatu yang mustahil untuk dikerjakan. Contoh redesain stasiun kerja dapat dilihat pada Gambar 1.1.
65
Gambar 1.1. Contoh desain stasiun kerja pada pematung 5 1
Gambar 2.1. Cara Mengukur Antropometri dala
Tidak ergonomis
mpat mengasah alat kerja
Ergonomis
(Sumber: Sutjana, dkk, 2000) mber: Sutjana, dkk, 2000) r: Sutjana, dkk, 2000) Sutjana, dkk, 2000) Gambar 2.5. Cara Mengukur Antropometri Tangan ana, dkk, 2000) 2.5. Cara Mengukur Antropometri Tangan dkk, 2000) Mengukur Antropometri Tangan r Antropometri2000) Tangan 0) Gambar 2.2. Cara Mengukur Antropometri dalam Posisi Duduk Antropometri Tangan 2.2. Tangan Cara Mengukur Antropometri dalam Posisi Duduk metri Mengukur Antropometri dalam Posisi Duduk Tangan r Antropometri dalam Posisi Duduk Antropometri dalam Posisi Duduk 1. Tinggi tubuh metri dalam Posisi Duduk 2. Tinggi mata dalam Posisi Duduk 3. Tinggi pinggang Posisi Duduk 4. Tinggi siku Duduk 5. Tinggi jangkauan ke atas
6. Panjang tungkai bawah 7. Kepala Tinggi Genggam Sumber: Sutjana, dkk, 2000 Gambar 2.4. Cara Mengukur Antropometri 5m
19. Lingkar paha 10. Jarak paha buttock20. Jangkauan ke 11. Jarak buttock-lutut ke 12. TebalJangkauan paha an ke samping 13. Tinggi poplitea 14. Tinggisamping lutut g leher 15. Lingkar 21. Lingkar 16. Lingkar dada bahu bahu 17. Tebal dada 22. Lebar 18. Tebal perut bahu bahu
1. Tinggi jangkauan ke atas. i jangkauan ke atas. jangkauan ke atas. auan ke atas. ke atas. atas. 2. Tinggi duduk 66 i duduk duduk 3. Tinggi mata i mata
BAB II MANFAAT ANTROPOMETRI DALAM PENATAAN LINGKUNGAN 2.1 Pengertian Antropometri merupakan ukuran dan proporsi tubuh manusia yang
mempunyai
manfaat praktis untuk menentukan ukuran tempat duduk, meja kerja, jangkauan, genggaman, ruang gerak dan batas-batas gerakan sendi. Sedangkan geometri adalah kesesuaian antara antropometri dengan ukuran alat atau ruangan tempat beraktivitas. Jika dikaji mengenai hubungan antara alat, menusia dan pekerjaannya masing-masing, maka data antropometri akan sangat dibutuhkan untuk memperoleh kesesuaian antara ukuran diri mereka dengan alatalat yang digunakan. Saat ini masih belum banyak dimanfaatkan ukuran-ukuran antropometri di dalam mendesain alat-alat kerja dan tempat kerja, padahal sesungguhnya antropometri ini sudah dimanfaatkan oleh orang Bali pada saat membangun rumah dan membuat peralatan kerja yaitu dengan menggunakan asta kosala-kosali dan asta bumi yang pada prinsipnya hampir sama dengan konsep antropometri. Antropometri dan geometri memang sangat diperlukan untuk menyesuaikan antara alat atau ruang kerja dengan orang yang bekerja atau beraktivitas di tempat tersebut. Seandainya ini tidak terpenuhi akan menimbulkan hal-hal berikut. 1) Ketidak-nyamanan dalam beraktivitas. 2) Kelelahan lebih cepat muncul. 3) Risiko terjadinya kesalahan dalam beraktivitas lebih tinggi. 4) Beban kerja meningkat lebih cepat. 5) Energi yang diperlukan untuk usaha kerja yang sama ternyata lebih tinggi. 6) Sering menimbulkan gangguan otot terutama pada sistem muskuloskeletal. 7) Produktivitas menurun. Dengan mencermati masalah-masalah yang timbul seandainya antropometri tidak diperhitungkan pada saat mendesain alat dan ruang kerja maka perlu dikaji manfaat praktis antropometri.
67
2.2 Antropometri dan Desain Alat atau Ruang Kerja Di dalam mendesain alat kerja dan ruang kerja yang mengacu kepada antropometri pemakai, perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut. 1) Tinggi rendahnya tuntutan terhadap beban otot pada saat beraktivitas. 2) Tingkat bahaya yang ditimbulkan pada saat melakukan aktivitas dengan menggunakan alat kerja tertentu dan di ruang kerja tertentu pula. 3) Letak beban paling besar pada saat mengangkat dan mengangkut beban, mengoperasikan alat-alat kerja, duduk di kursi kerja, bekerja di meja kerja dan lainlain. 4) Posisi kerja pada saat melakukan kegiatan (duduk, berdiri, jongkok, setengah jongkok, duduk bersila, kombinasi). 5) Sikap kerjanya (alamiah atau tidak alamiah). 6) Sifat kerjanya statis atau dinamis dilihat dari kontraksi otot yang terjadi pada saat melakukan aktivitas. 7) Kemungkinan variasi posisi dan sikap kerja. 8) Pola-pola gerakan badan yang dikaitkan dengan batasan-batasan gerakan sendi. 9) Lamanya kerja dengan memanfaatkan tenaga fisik atau otot. 10) Tinggi rendahnya presisi atau ketelitian yang diinginkan. 11) Organ-organ yang terlibat langsung dengan komponen-komponen alat. Di dalam mendesain alat dan ruang kerja perlu dipertimbangkan konponen-komponen di atas, karena upaya untuk menyesuaikan antropometri dengan desain alat dan ruang kerja pada dasarnya tergantung kepada hal-hal berikut. 1) Keadaan, frekuensi dan kesulitan dari aktivitas yang dilakukan terkait dengan pengoperasian alat-alat kerja. 2) Sikap tubuh selama beraktivitas. 3) Syarat-syarat untuk keleluasaan gerak terkait dengan aktivitas yang dilakukan di ruang kerja tersebut. 4) Keamanan, kenyamanan dan keselamatan yang diharapkan dengan penambahan dimensi kritis.
68
Di samping itu gerakan yang harus didukung oleh kesesuaian antara antropometri pemakai dengan alat yang dioperasikan atau ruang kerja tempat beraktivitas adalah sebagai berikut. 1) Gerakan pada saat duduk, berdiri, berjalan atau kombinasi. 2) Gerakan di dalam menggunakan fasilitas atau mengoperasikan alat-alat kerja. 3) Gerakan-gerakan yang berkaitan dengan emergency. 4) Gerakan pada saat mengambil atau menaruh dan menjangkau sesuatu. 5) Gerakan melintas di gang atau di antara alat-alat kerja yang ada pada saat pindah tempat kerja. Di dalam mendesain stasiun kerja yang mengacu kepada data antropometri dan geometri hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut. 1) Meletakkan mesin atau peralatan utama yang dijadikan sebagai pusat stasiun kerja. 2) Menentukan posisi operator mesin terhadap peralatan utama yang akan dioperasikan. 3) Menempatkan bahan baku dan produk yang dihasilkan oleh mesin dalam posisi yang mudah dijangkau dengan sikap kerja yang alamiah. 4) Membuat jalan untuk lalu-lalang ke tempat mesin/peralatan, ke tempat penyimpanan dan tempat-tempat lainnya. 5) Menempatkan fasilitas penunjang yang mendukung aktivitas di dalam stasiun kerja tersebut.
2.3 Antropometri dalam Posisi Berdiri Antropometri dalam posisi berdiri memiliki beberapa fungsi terkait dengan aktivitas seseorang di ruang kerjanya antara lain adalah sebagai berikut. 1) Untuk menentukan tinggi meja kerja dalam posisi berdiri 2) Untuk menentukan tinggi bidang kerja atau objek kerja yang dikerjakan dalam posisi berdiri 3) Untuk menentukan jangkauan ke samping, ke atas, dan ke depan 4) Untuk menentukan space atau ruang gerak dalam beraktivitas 5) Untuk menentukan penempatan alat/bahan yang disesuaikan dengan desain workstation dan workplace 69
6) Untuk menentukan penempatan sarana penunjang lainnya yang dapat diambil/ dipegang dalam posisi berdiri dengan gerakan yang paling minim dan tidak terjadi sikap paksa Ada beberapa data antropometri yang diukur dalam posisi berdiri dengan fungsinya masing-masing adalah sebagai berikut
1. Tinggi mata Ketentuan yang harus diperhatikan dalam pengukuran tinggi mata adalah sebagai berikut. a) Cara mengukurnya adalah diukur dari tempat pijakan sampai sudut bagian luar mata (lihat Gambar 2.1) b) Dimanfaatkan sebagai ukuran tinggi objek yang akan dilihat dalam posisi berdiri. c) Ukuran standarnya (pada persentil 5) adalah untuk pria 154,4 cm dan wanita 143,0 cm. d) Perlu dipertimbangkan penambahan tinggi sepatu yaitu untuk pria 2,5 cm dan untuk wanita 7,6 cm. e) Jika tidak sesuai antara tinggi mata seseorang dengan penempatan objek yang akan dilihat maka mata/ kepala/ leher dan pinggang akan berada dalam posisi/ sikap kerja yang tidak alamiah.
2. Tinggi siku Ketentuan yang harus diperhatikan dalam pengukuran tinggi siku adalah sebagai berikut. a) Cara mengukurnya adalah diukur dari tempat berpijak sampai tepi bawah siku (lihat Gambar 2.1). b) Dimanfaatkan sebagai tinggi meja atau tinggi bidang kerja. c) Ukuran standarnya (pada persentil 5) adalah untuk pria 104,9 cm dan untuk wanita 98,0 cm. d) Jika tidak sesuai antara tinggi bidang kerja dengan tinggi siku maka lengan akan terangkat (terlalu tinggi), punggung akan membungkuk (jika terlalu rendah), presisi/ power tidak terpenuhi
70
3. Tinggi jangkauan ke atas Ketentuan yang harus diperhatikan dalam pengukuran tinggi jangkauan ke atas adalah sebagai berikut. a) Cara mengukurnya adalah diukur dari tempat pijakan sampai titik tengah kayu/ tongkat yang dipegang (lihat Gambar 2.1). b) Dimanfaatkan untuk menentukan jarak penempatan alat, bahan atau kontrol di atas kepala. c) Ukuran standarnya (pada persentil 5) adalah: untuk pria 76,8 cm dan wanita 72,9 cm. d) Jika tidak sesuai antara tinggi jangkauan ke atas seseorang dengan penempatan alat/ kontrol di atas kepala maka kaki akan menjinjit dan otot betis berkontraksi maksimum.
4. Jangkauan ke samping Ketentuan yang harus diperhatikan dalam pengukuran jangkauan ke samping adalah sebagai berikut. a) Cara mengukurnya adalah diukur dari akromion sampai titik tengah tongkat yang dipegang (lihat Gambar 2.1). b) Dimanfaatkan untuk menentukan jarak penempatan alat, bahan, dan kontrol di samping tubuh. c) Ukuran standarnya (pada persentil 5) adalah: untuk pria 73,7 cm dan untuk wanita 68,6 cm. d) Jika penempatan alat, bahan atau kontrol tidak sesuai dengan jarak jangkauan ke samping maka tubuh akan miring ke kiri/ kanan atau tubuh akan terpilin saat meraih alat/ bahan/ kontrol tersebut.
71
5. Jangkauan ke depan Ketentuan yang harus diperhatikan dalam pengukuran jangkauan ke depan adalah sebagai berikut. a) Cara mengukurnya adalah diukur dari belakang punggung sampai titik tengah tongkat yang dipegang (lihat Gambar 2.1) b) Dimanfaatkan untuk menentukan jarak penempatan alat, bahan, dan kontrol yang ada di depan tubuh c) Ukuran standarnya (pada persentil 5) adalah: untuk pria 75,4 cm dan wanita 67,6 cm. Jika tidak sesuai penempatan alat/bahan/kontrol tersebut dengan jangkauan ke depan seseorang maka akan terjadi sikap kerja yang tidak alamiah pada saat meraih alat/bahan/kontrol tersebut.
2.4 Antropometri dalam Posisi Duduk Antropometri dalam posisi duduk sangat bermanfaat di dalam menentukan ukuranukuran kursi dan meja kerja sehingga diperoleh desain yang sesuai dengan ukuran si pemakai. Ada beberapa data antropometri yang diukur dalam posisi duduk dengan fungsinya masing-masing adalah sebagai berikut
1. Tinggi poplitea Ketentuan yang harus diperhatikan dalam pengukuran tinggi poplitea adalah sebagai berikut. a) Cara mengukurnya adalah diukur dari lantai sampai dengan poplitea atau belakang lutut (lihat Gambar 2.2). b) Dimanfaatkan sebagai ukuran tinggi kursi. c) Ukuran standar (pada persentil 5) adalah; pada pria 39,4 cm dan pada wanita 35,6 cm atau dengan rentangan 38 – 54 cm. d) Jika tidak sesuai antara pemakai dengan tinggi kursi akan mengakibatkan tungkai menggantung (jika terlalu tinggi) atau tungkai menjadi kaki kursi (jika terlalu rendah).
72
2. Jarak buttock- poplitea Ketentuan yang harus diperhatikan dalam pengukuran jarak buttock-poplitea adalah sebagai berikut. a) Cara mengukur adalah diukur dari belakang bokong s.d. poplitea (lihat Gambar 2.2). b) Dimanfaatkan sebagai ukuran kedalaman kursi. c) Ukuran standar (pada persentil 5) adalah: pada pria 43,9 cm dan wanita 42,32 cm atau pada rentangan 38 – 42 cm. d) Jika tidak sesuai antara antropometri pemakai dengan kedalaman kursi maka akan mengakibatkan sandaran tidak berfungsi (jika kedalamannya terlalu panjang), sirkulasi darah pada paha dan betis terganggu, terjadi kontraksi otot maksimum untuk mempertahankan keseimbangan, dan lain-lain.
3. Tinggi siku Ketentuan yang harus diperhatikan dalam pengukuran tinggi siku adalah sebagai berikut. a) Cara mengukurnya adalah diukur dari tepi atas tempat duduk s.d. Tepi bawah siku (lihat Gambar 2.2). b) Dimanfaatkan sebagai ukuran tinggi sandaran lengan. c) Ukuran standarnya (pada persentil 5) adalah: untuk pria 18,8 cm dan wanita 18,0 cm. d) Jika tidak sesuai antara antropometri pemakai dengan tinggi sandaran lengan maka lengan akan terangkat (jika terlalu tinggi) atau lengan tergantung (jika terlalu rendah).
4. Tinggi bahu Ketentuan yang harus diperhatikan dalam pengukuran tinggi bahu adalah sebagai berikut. a) Cara mengukurnya adalah diukur dari tepi atas tempat duduk s.d. pertengahan bahu (lihat Gambar 2.2). b) Dimanfaatkan sebagai ukuran tinggi sandaran kursi 73
c) Ukuran standarnya (pada persentil 95) adalah: untuk pria dan wanita sama yaitu 63,5 cm d) Jika tidak sesuai antara antropometri pemakai dengan sandaran punggung maka punggung tidak tertopang dan lekukan punggung tidak pas dengan lekukan sandaran
5. Tinggi duduk Ketentuan yang harus diperhatikan dalam pengukuran tinggi duduk adalah sebagai berikut. a) Cara mengukurnya adalah diukur dari tepi atas tempat duduk s.d. vertex (lihat Gambar 2.2). b) Dimanfaatkan sebagai ukuran tinggi sandaran kepala c) Ukuran standarnya (pada persentil 95) adalah; untuk pria 93,0 cm dan untuk wanita 88,1 cm d) Jika tidak sesuai antara antropometri pemakai dengan tinggi sandaran kepala maka belakang kepala tidak tertopang saat disandarkan.
6. Lebar dari siku ke siku Ketentuan yang harus diperhatikan dalam pengukuran lebar dari siku ke siku adalah sebagai berikut. a) Cara mengukurnya adalah diukur dari tepi luar siku kiri s.d. tepi luar siku kanan (lihat Gambar 2.2) b) Dimanfaatkan sebagai ukuran jarak antara sandaran lengan kanan dan kiri c) Ukuran standarnya (pada persentil 95) adalah untuk pria 50,5 cm dan untuk wanita 49,0 cm d) Jika tidak sesuai antara antropometri pemakai dengan jarak antara kedua sandaran lengan maka penempatan lengan agak ke luar atau sebaliknya
74
7. Lebar pinggul Ketentuan yang harus diperhatikan dalam pengukuran lebar pinggul adalah sebagai berikut. a) Cara mengkurnya adalah diukur pada jarak yang paling lebar dari pinggul (lihat Gambar 2.2). b) Dimanfaatkan sebagai ukuran lebar kursi pada bagian belakang. c) Ukuran standarnya (pada persentil 95) adalah: untuk pria 40,4 cm dan wanita 43,4 cm. d) Jika tidak sesuai dengan pemakainya, maka pantat tidak tertopang secara maksimum atau pantat tidak bisa masuk sehingga tidak bisa bersandar.
8. Lebar bahu Ketentuan yang harus diperhatikan dalam pengukuran lebar bahu adalah sebagai berikut. a) Cara mengukurnya adalah diukur pada jarak yang paling lebar pada kedua bahu (lihat Gambar 2.2) b) Dimanfaatkan sebagai ukuran lebar sandaran c) Ukuran standarnya (pada persentil 95) adalah: untuk pria dan wanita sama yaitu: 48,3 cm d) Jika tidak sesuai dengan pemakainya maka bahu tidak tertopang maksimum
9. Tinggi pinggang Ketentuan yang harus diperhatikan dalam pengukuran tinggi pinggang adalah sebagai berikut. a) Cara mengukurnya adalah diukur dari tepi atas tempat duduk sampai garis horizontal setinggi pusar (lihat Gambar 2.2). b) Dimanfaatkan sebagai ukuran tinggi sandaran pinggang. c) Ukuran standarnya (pada persentil 5) adalah antara 22,9 s.d. 25,4 cm. d) Jika tidak sesuai dengan pemakainya maka lekukan pinggang tidak tepat pada sandaran pinggang.
75
Dengan memperhatikan ukuran-ukuran dan cara pengukuran seperti tersebut di atas maka dalam mendesain tempat duduk (kursi) sudah seharusnya memperhatikan prinsipprinsip sebagai berikut. 1) Adanya pewadahan yang baik atas bagian-bagian tubuh yang bersentuhan dengan bagian-bagian kursi. 2) Adanya pendistribusian tekanan kursi secara merata pada tubuh sesuai dengan bagian-bagian yang bersentuhan. 3) Adanya keleluasaan gerak selama duduk. 4) Dirasakan nyaman saat diduduki. Gambar 2.1. Cara Mengukur Antropometri dalam Posisi Berdiri
1
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
5
Tinggi tubuh Tinggi mata Tinggi pinggang Tinggi siku Tinggi jangkauan ke atas Panjang tungkai bawah Tinggi Genggam
(Sumber: Sutjana, dkk, 2000) 76
Gambar 2.2. Cara Mengukur Antropometri dalam Posisi Duduk
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Tinggi jangkauan ke atas. Tinggi duduk Tinggi mata Tinggi bahu Panjang lengan atas Tinggi siku Jarak dari siku ke ujung jari Jarak dari siku ke ujung ibu jari 9. Panjang lengan bawah
10. Jarak buttockpoplitea 11. Jarak buttock-lutut 12. Tebal paha 13. Tinggi poplitea 14. Tinggi lutut 15. Lingkar leher 16. Lingkar dada 17. Tebal dada 18. Tebal perut
19. Lingkar paha 20. Jangkauan ke samping 21. Lingkar bahu 22. Lebar bahu 23. Lebar dari siku ke siku 24. Lebar pinggang 25. Lingkar pinggang 26. Lingkar pinggul 27. Lebar pinggul (Sumber: Sutjana, dkk, 2000)
77
Dengan memperhatikan ukuran-ukuran dan cara pengukuran tersebut di atas maka dalam mendesain workstation hendaknya selalu mengacu kepada ukuran-ukuran tersebut agar diperoleh kondisi kerja yang sehat, aman, nyaman, efektif dan efisien. Misalnya untuk menentukan tinggi meja kerja yang mengacu kepada tinggi siku, hendaknya memperhatikan hal-hal berikut ini. 1) Jika saat bekerja memerlukan presisi atau ketelitian, misalnya menggambar dan menulis, maka tinggi meja hendaknya 5 – 10 cm di atas tinggi siku. 2) Jika melakukan pekerjaan ringan di atas meja kerja, misalnya menyortir, menyetrika, membuat ukiran halus, dan lain-lain, maka tinggi meja hendaknya 10 – 15 cm di bawah tinggi siku 3) Jika melakukan pekerjaan berat atau pekerjaan yang memerlukan kekuatan/ power di atas meja kerja, misalnya asembling barang-barang berat, pekerjaan-pekerjaan pada tukang kayu, dan lain-lain, maka tinggi meja hendaknya 15 – 40 cm di bawah tinggi siku.
Gambar 2.3. Ketentuan Tinggi Meja Kerja yang Mengacu Tinggi Siku
(Sumber: Grandjean, 1988) 78
2.5 Antropometri Kepala Ada beberapa manfaat yang diperoleh dengan mengetahui data antropometri kepala adalah sebagai berikut. 1) Dimanfaatkan dalam mendesain helm. 2) Dimanfaatkan dalam mendesain ear muffs/ ear plugs. 3) Dimanfaatkan dalam mendesain masker. 4) Dimanfaatkan dalam mendesain topi. 5) Dimanfaatkan dalam mendesain gagang telepon. 6) Dimanfaatkan dalam mendesin kaca mata. Cara mengukur antropometri kepala dapat dilihat pada Gambar 2.4. Gambar 2.4. Cara Mengukur Antropometri Kepala
Sumber: Sutjana, dkk, 2000
79
Keterangan: 1) Jarak vertex dengan dagu. 2) Jarak antara vertex dengan mata 3) Jarak dagu dengan mata 4) Jarak hidung dengan dagu 5) Jarak mulut dengan dagu 6) Jarak antara ujung hidung dengan lekukan di antara kedua lubang hidung 7) Jarak antara ujung hidung dengan belakang kepala 8) Jarak antara dahi dengan belakang kepala 9) Jarak antara vertex dengan lekukan di antara kedua alis 10) Jarak antara vertex dengan daun telinga bagian atas 11) Jarak antara vertex dengan lubang telinga 12) Jarak antara vertex dengan daun telinga bagian bawah 13) Lingkar kepala membujur 14) Lingkar kepala melintang 15) Lebar kepala 16) Jarak antara kedua mata 17) Jarak antara kedua pipi 18) Jarak antara kedua lubang hidung 19) Jarak antara kedua persendian rahang bawah 20) Jarak antara kedua daun telinga 21) Jarak antara kedua cuping hidung.
2.6 Antropometri Tangan Manfaat yang diperoleh dengan mengetahui data antropometri tangan adalah sebagai berikut. 1) Dimanfaatkan dalam mendesain sarung tangan. 2) Dimanfaatkan dalam mendesain handle, stir mobil, alat-alat tangan (handtool), alatalat tulis dan lain-lain. Cara mengukur antropometri tangan yang sering dimanfaatkan dalam mendesain alatalat kerja dan keperluan lainnya dapat dilihat pada Gambar 2.5. 80
Gambar 2.5. Cara Mengukur Antropometri Tangan
Sumber: Sutjana, dkk, 2000
Keterangan 1) Panjang tangan 2) Panjang telapak tangan 3) Lebar tangan sampai ibu jari 4) Lebar tangan sampai metakarpal 5) Ketebalan tangan pada metacarpal 6) Lingkar tangan sampai telunjuk 7) Lingkar tangan sampai ibu jari 8) Jarak antara pergelangan ke ujung ibu jari
81
2.7 Antropometri Kaki Manfaat yang diperoleh dengan mengetahui data antropometri kaki adalah sebagai berikut. 1) Dimanfaatkan dalam mendesain sepatu dan kaos kaki. 2) Dimanfaatkan dalam mendesain sandal. 3) Dimanfaatkan dalam mendesain injakan pedal. 4) Dimanfaatkan dalam menentukan lebar undakan. Cara mengukur antropometri kaki yang sering dimanfaatkan dalam mendesain alat-alat kerja dan keperluan lainnya dapat dilihat pada Gambar 2.6. Gambar 2.6. Cara Mengukur Antropometri Kaki
Sumber: Sutjana, dkk, 2000
Keterangan: 1) Panjang kaki. 2) Lebar kaki 3) Jarak antara tumit dengan bagian telapak kaki yang paling lebar 4) Lebar tumit. 5) Lingkar telapak kaki (diukur pada bagian yang paling lebar). 6) Lingkar kaki membujur 82
7) Tinggi mata kaki bagian luar 8) Tinggi mata kaki bagian dalam 9) Lingkar pergelangan kaki
83
Gambar 2.7. Contoh Pengukuran dan Data Antropometri pada Persentil 5 dan 95
(Sumber: Panero dan Zelnik, 1980)
84
Gambar 2.8. Fungsi Data Antropometri yang Berkaitan dengan Jangkauan pada Persentil 5 dan 95
(Sumber: Panero dan Zelnik, 1980) 85
Gambar 2.9. Pengukuran dan Fungsi Data Antropometri yang Berkaitan dengan Stasiun Kerja pada Persentil 5 dan 95
(Sumber: Panero dan Zelnik, 1980)
86
Gambar 2.10. Pengukuran dan Fungsi Data Antropometri yang Berkaitan dengan Posisi Kerja pada Persentil 5 dan 95
(Sumber: Panero dan Zelnik, 1980)
87
Gambar 2.11. Fungsi Data Antropometri pada Posisi Duduk
(Sumber: Panero dan Zelnik, 1980)
88
Gambar 12. Fungsi Data Antropometri pada Posisi Berdiri
(Sumber: Woodson, et al. 1992)
89
DAFTAR RUJUKAN Aasa, U., Bergkvist, M.B., Axel, K., Brulin, C. 2006. Relationship Between Work-Related Factors and Disorders in The Neck Shoulders and Low Back Region among Female and Male Ambulance Personnel. Journal Occupational Health, Vol. 47. No. 6. November: 481 – 489. Adiputra, N. 2006a. SHIP Approach Supports the Conservation’s Program of the Medical Plants in Bali. Proceeding Ergo Future, International Symposium on Past, Present and Future Ergonomis, Occupational Safety and Health. Ed. Adiatmika & Dewa Alit Putra. Denpasar: Department of Physiology, Udayana University. Adiputra, N. 2006b. Facing the Changing World: How do the Balinese Survive with Their Culture Wisdoms, from Ergonomis Perspective. Proceeding Ergo Future, International Symposium on Past, Present and Future Ergonomis, Occupational Safety and Health. Ed. Adiatmika & Dewa Alit Putra. Denpasar: Department of Physiology, Udayana University. Artayasa, N. 2006. Total Ergonomis Application of Women Coconut Handler. Proceeding Ergo Future, International Symposium on Past, Present and Future Ergonomis, Occupational Safety and Health. Ed. Adiatmika & Dewa Alit Putra. Denpasar: Department of Physiology, Udayana University. Azadeh, A., Fam, M., Garakani,M.M. 2007. A Total Ergonomis Design Approach to Enhance the Productivity in A Complicated Control System. Journal of Information Technology. 6 (7): 1036 – 1042. Bazrgari, B,, Shirazi-Adl, A., & Arjmand, N. 2007. Analysis of Squat and Stoop Dynamic Lifting: Muscle Forces and Internal Spinal Loads. Journal of Eur Spine. Vol. 16: 687699 Colton, T. 2007. Statistics in Medicine. Boston: Litle Brown & Company. David, G., Wood, V., Li, G., Buckle, P. 2008. The Development of the Quick Exposure Check (QEC) for Assessing Exposure to Risk Factors Work Related Musculosceletal Disorders. Journal of Applied Ergonomis. Vol. 39. No. 1: 57 – 69. Ercan, S., & Erdinc, O. 2006. Challenges of Leardership in Industrial Ergonomis Projects. Journal Istanbul Ticaret Universitesi Fen Bilimleri Dergisi. Vol.5 (9): 119 – 127. Escorpizo, R. 2008. Understanding Work Productivity and Its Application to Work-Related Musculosceletal Disorders. International Journal of Industrial Ergonomis. Vol. 38, No. 3 – 4: 291 – 297. Fam, M., Azadeh, A., Azam, A. 2007. Modeling an Integrated Health, Safety, and Ergonomis Management System: Application to Power Plants. Journal of Res Health Sciences. Vol 7 (2): 1 – 10. Geriya. 2007. Konsep dan Strategi Revitalisasi Kearifan Lokal dalam Penataan Lingkungan Hidup di Bali. Denpasar: Universitas Udayana. Grandjean, E. 2007. Fitting the task to the Man. A Textbook of Occupational Ergonomis. 4th Edition. London: Taylor & Francis. Limerick, L.B. Straker, L., Pollock, C. Dennis, G., Leveritt, S., Johnson, S. 2007. Implementation of the Participative Ergonomis for Manual Tasks (PErforM) Programme at Four Australian Underground Coal Mines. International Journal of Industrial Ergonomis. Vol. 37, No. 2. February: 145 – 155.
90
Manuaba, A. 2006 a. Aplikasi Ergonomi dengan Pendekatan Holistik Perlu, Demi Hasil yang Lebih Lestari dan Mampu Bersaing. Jurnal Sosial dan Humaniora, Vol. 01 No. 03: 235-249. Manuaba, A. 2006 b. Total Ergonomis Approach is a Must to Attain Humane, Competitive and Sustainable Work System and Products. Proceeding Ergo Future. International Symposium on Past, Present and Future Ergonomis, Occupational Safety and Health. Ed. Adiatmika & Dewa Alit Putra. Denpasar: Department of Physiology, Udayana University. Manuaba, A. 2008. Membangun Bali atau Membangun di Bali. Bali-HESG. Denpasar. Marras, W., Cutlip, R.G., Burt, S.E., Waters, T.R. 2009. National Occupational Research Agenda (NORA) Future Direction in Occupational Musculoskeletal Disorders Health Research. Journal of Applied Ergonomic. Vol. 40: 15 – 22. Munaf, D.R., Suseno, T., Janu, R.I., Badar, A.M. 2008. Peran teknologi Tepat Guna untuk Masyarakat Daerah Perbatasan. Jurnal Sosioteknologi No. 13 Tahun 7, April. Reenan, H.H.H., Van der Beek, A.J., Blatter, B.M., Van Mechelen, W., Bongers, P.M. 2009. Age-Related Differences in Muscular Capacity among Workers. Journal of Int Arch Occup Environ Health. No. 82: 1115 – 1121. Richardson, G.E., Jenkins, P. L., Strogatz, D., Bell, E.M., May, J.J. 2006. Development and Initial Assessment of Objective Fatigue Measures for Apple Harvest Work. Journal Applied Ergonomis, Vol. 37. No. 6. November: 719 – 727. Sarna, K. 2008. Pengembangan Bahan Ajar Biologi Berbasis Lokal Genius. Makalah disampaikan dalam Seminar Jurusan Pendidikan Biologi Undiksha, Singaraja. Steward, I.B., McDonald, M.D., Hunt, A.P., Paker, T.W. 2008. Physical Capacityof Rescue Personnel in The Mining Industry. Journal of Occupational Medicine and Toxicology. Available at http://www.occup-med.com/content/3/1/22. Sutajaya, I.M. 2006 a. Manfaat Praktis Ergonomi. Denpasar: Bagian Ilmu Faal FK UNUD. Sutajaya, I. M. 2006 b. Ergonomi dalam Pembelajaran. Denpasar: Bagian Ilmu Faal FK UNUD. Sutajaya, IM. 2006 c. SHIP Approach in Teaching Learning Process Reduces Boredom and Increase Learning Out Come among Biology Student IKIP Singaraja. Proceeding Ergo Future, International Symposium on Past, Present and Future Ergonomis, Occupational Safety and Health. Ed. Adiatmika & Dewa Alit Putra. Denpasar: Department of Physiology, Udayana University. Sutajaya, I M. Ristiati, N.P, Setiabudi, G. I. 2009. Penerapan Ergonomi Berbasis Kearifan Lokal untuk Meningkatkan Kualitas Kesehatan dan Produktivitas Pekerja di Industri Kecil. Laporan Penelitan Strategis Nasional. Jurusan Pendidikan Biologi. F MIPA. UNDIKSHA.
Suter, P.M., Schutz, Y. 2008. The Effect of Exercise, Alcohol or Both Combined on Health and Physical Performance Alcohol Metabolism during Exercise. International Journal of Obesity. Vol. 32: 48 – 52. Sutjana, I.D.P. & Adiputra, N. 2006. Change of Ergonomi Application in Bali Agricultural Tool Design-A SHIP Approach Experience. Proceeding Ergo Future, International Symposium on Past, Present and Future Ergonomis, Occupational Safety and Health. Ed. Adiatmika & Dewa Alit Putra. Denpasar:Department of Physiology, Udayana University.. Sutjana, I D.P. Sutajaya, I M., Purnawati, S. Adiamika, P, Tunas, K. Suardana, E, & Swamardika, I.B.A. 2008. Preliminary Anthropometric Data of Medical Students for Equipment Applications. Journal of Human Ergology Vol. 37. No 1.: 45 – 48. 91
Vieira, E.R., Kumar, S., Narayan, Y. 2008. Smoking, No-Exercise, Overweight and Low Back Disorder in Welders and Nurses. International Journal of Industrial Ergonomis. Vol. 38: 143 – 149.
92
Lampiran 7. Buku Pedoman Penilaian Kualitas Kesehatan Pekerja sebagai Produk Tahun I
BUKU PEDOMAN PENILAIAN KUALITAS KESEHATAN PEKERJA
Oleh: I Made Sutajaya Ni Putu Ristiati
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
Singaraja Bali 2011
93
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat’Nyalah maka buku yang berjudul: “Pedoman Penilaian Kesehatan Pekerja” dapat diselesaikan sesuai rencana. Dalam penulisan buku pedoman ini, kami banyak mendapat masukan-masukan atau saran-saran dari berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penulisan buku pedoman tersebut. Kami menyadari sepenuhnya akan kekurangan isi buku pedoman ini, sehingga dengan kerendahan hati kami mohon kritik dan saran untuk kelengkapan dan kesempurnaan buku pedoman tersebut. Sebagai akhir kata kami berharap agar buku pedoman ini bermanfaat terutama bagi mereka yang tertarik dengan masalah-masalah ergonomi di industri kecil, khususnya dalam bidang kesehatan pekerja.
Singaraja, Oktober 2011
Penulis
94
DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar............................................................................................................... ii Daftar Isi..........................................................................................................................
iii
BAB I PENILAIAN KUALITAS KESEHATAN MENGACU INDIKATOR KELUHAN MUSKULOSKELETAL DAN KELELAHAN 1.1 Pengertian.......................................................................................................... 1 1.2 Efek dari Posisi dan Sikap Kerja yang Tidak Alamiah...................................... 3 1.3 Kaitan antara Posisi dan Sikap Kerja dengan Antropometri .....................
4
1.4 Beban pada Vertebrae Akibat dari Posisi dan Sikap Kerja................................. 5 1.5 Tekanan Intra-abdominal Akibat dari Posisi dan Sikap Kerja.............................7 1.6 Gangguan Sistem Muskuloskeletal Akibat dari Posisi dan Sikap Kerja............ 8 1.7 Kelelahan............................................................................................................ 12
BAB II PENILAIAN KUALITAS KESEHATAN MENGACU INDIKATOR BEBAN KERJA 2.1 Pengertian........................................................................................................... 15 2.2 Indikator Penilaian Beban Kerja......................................................................... 16 2.3 Kendala dalam Penilaian atau Pengukuran Beban Kerja............................................................. 19
DAFTAR RUJUKAN....................................................................................................... 20
95
BAB I PENILAIAN KUALITAS KESEHATAN MENGACU INDIKATOR KELUHAN MUSKULOSKELETAL DAN KELELAHAN
1.1 Pengertian Posisi dan sikap kerja para pekerja saat melakukan aktivitas di tempat kerja berpengaruh terhadap respon fisiologis pekerja tersebut. Terkait dengan kegiatan yang dilakukan seseorang dengan menggunakan posisi dan sikap kerja yang tidak alamiah dapat menimbulkan efek negatif yang diakibatkan oleh kondisi tersebut yaitu: (1) dapat bertindak sebagai penyebab utama low back pain; (2) bisa memunculkan kecelakaan kerja; (3) menambah biaya pengobatan; (4) banyak terjadi kehilangan waktu kerja; dan (5) terjadi over exertion injuries pada persendian terutama pada tulang belakang (Pheasant, 1991). Dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh pakar-pakar fisiologi kerja ditemukan bahwa metode kerja yang mengakibatkan sikap kerja yang tidak alamiah (sikap statis dalam waktu yang lama, gerakan memutar dan menunduk yang berulang ) dapat mengakibatkan gangguan pada sistem otot rangka (musculosceletal disorder) (Hales, et al, 1996, Yassi, 2000). Musculosceletal disorder masih merupakan masalah utama dari penyakit akibat kerja (Bao,2000; Chavalitsakulchai & Shahnavaz, 1991, 1993a, 1993b; Hales, et al,1996). Masalah tersebut menimbulkan angka absen kerja tertinggi dan sebagai penyebab turunnya produktivitas karena mengganggu kesehatan tenaga kerja dan menimbulkan dampak negatif dalam bidang sosio ekonomi (Kamil,1996 ; Evelyn, 1996). NIOSH (National Institut for Occupational Safety and Health) yang selalu memantau mengenai MSD (Musculosceletal Disorders) dan Work Place Factors di Amerika, menyatakan bahwa masalah di atas tetap merupakan masalah besar yang menimbulkan kecacatan dan mengeluarkan biaya yang tinggi bagi industri untuk membayar klaim kesehatan bagi pekerjanya ( Bernard, 1997) Di Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, memang masih banyak dijumpai adanya kerja manual yang dilakukan dengan tanpa memperhitungkan waktu kerja. Dalam hal ini banyak pekerja yang duduk bersila atau berdiri membungkuk yang dilakukan dalam waktu relatif lama sehingga dapat bertindak sebagai penyebab terjadinya gangguan 96
pada sistem muskuloskeletal atau yang lebih dikenal dengan istilah musculoskeletal disorders (MSD). Dalam hal ini Sutajaya (2001) melaporkan bahwa dari hasil perbaikan metode kerja yang mengupayakan agar posisi dan sikap kerja pematung yang tidak alamiah tidak dilakukan dalam waktu yang relatif lama dan terjadinya kombinasi antara posisi duduk dengan berdiri, ternyata mampu mengurangi gangguan pada sistem muskuloskeletal sebesar 42,86% (p < 0,05). Azmi dan Maretani (2001) juga melaporkan bahwa prevalensi keluhan subjektif berupa gangguan muskuloskeletal yang diderita para pekerja di garmen CV. PM. adalah: sakit pada leher atas (58,33%), sakit pada leher bawah (54,17%), sakit pada betis kanan (50 %), sakit pada paha kanan dan betis kiri (45,83%), sakit pada paha kiri (43,06%), sakit pada kaki kanan (36,11%0, sakit pada lutut kanan (34,72%), sakit pada kaki kiri (33,33%), sakit pada pergelangan kaki kanan dan pinggang (31,94%), sakit pada pergelangan kaki kiri (30,56%), sakit pada lutut kiri dan punggung (29,17%). Keluhan tersebut muncul sebagai akibat dari posisi dan sikap kerja yang tidak alamiah. Di samping itu Erlangga dan Sutalaksana (2001) menyatakan bahwa gangguan muskuloskeletal merupakan fenomena kecelakaan kerja yang bersifat kumulatif yang sering diakibatkan oleh posisi dan sikap kerja yang tidak alamiah karena tidak diperhatikannya antara antropometri pekerja dengan tinggi bidang kerjanya. Yassierli dan Sutalaksana (2000) menyatakan bahwa dalam bekerja manusia akan memposisikan dirinya mengikuti rancangan sistem yang ada dan hal ini sering menimbulkan posisi dan sikap kerja yang tidak alamiah yang pada akhirnya akan menimbulkan gangguan atau rasa sakit pada tulang belakang, leher, bahu, lengan, pergelangan tangan, tangan, paha, betis, dan kaki. Diwyastra (2000) melaporkan bahwa perajin ukiran sanggah di Desa Semana, 80% mengeluh nyeri punggung dan 100% nyeri pinggang yang diakibatkan oleh sikap kerja membungkuk dan duduk bersila yang dilakukan dalam waktu relaif lama. Purnawan (2000) melaporkan bahwa perbaikan sikap kerja yang tidak alamiah seperti duduk di lantai dengan punggung membungkuk dan jongkok dengan kepala menunduk pada perajin layang-layang di Desa Sanur ternyata mampu mengurangi gangguan pada sistem muskuloskeletal sebesar 11,69% (p < 0,05).
1.2 Efek dari Posisi dan Sikap Kerja yang Tidak Alamiah Metode kerja sangat terkait dengan sikap dan posisi kerja, karena dengan metode kerja tertentu membuat seseorang terpaksa menggunakan sikap atau posisi kerja yang tidak 97
alamiah. Sikap kerja yang tidak alamiah dapat bertindak sebagai penyebab timbulnya berbagai gangguan sistem otot rangka (Occhipinti, et al, 1991; Hagg, 1991; Haslegrave, 1991). Untuk mengatasi masalah tersebut perlu diketahui kriteria sikap kerja yang ideal dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan, antara lain adalah: (1) otot yang bekerja secara statis sangat sedikit; (2) dalam melakukan tugas dengan memakai tangan dilakukan secara mudah dan alamiah; (3) muscular effort yang relatif kecil dapat dipertahankan; (4) sikap kerja yang berubah-ubah atau dinamis lebih baik daripada sikap kerja statis rileks; dan (5) sikap kerja statis rileks lebih baik daripada sikap kerja statis tegang (Pheasant, 1991). Nala (1994) menyatakan bahwa dibandingkan dengan kontraksi otot yang dinamis, maka kerja statis ini mempunyai kekurangan yaitu: (1) memerlukan tenaga atau energi yang lebih tinggi dalam usaha yang sama; (2) denyut nadi meningkat lebih tinggi; (3) cepat merasa lelah; dan (4) setelah bekerja, otot memerlukan waktu pemulihan yang lebih lama. Ada tujuh prinsip dasar menurut Pheasant (1991), dalam mengatasi sikap tubuh selama bekerja yaitu: (1) cegah inklinasi ke depan pada leher dan kepala; (2) cegah inklinasi ke depan pada tubuh; (3) cegah penggunaan anggota gerak bagian atas dalam keadaan terangkat; (4) cegah pemutaran badan dalam sikap asimetris (terpilin); (5) persendian hendaknya dalam rentangan sepertiga dari gerakan maksimum; (6) sediakan sandaran punggung dan pinggang pada semua tempat duduk; dan (7) jika menggunakan tenaga otot, hendaknya dalam posisi yang mengakibatkan kekuatan maksimum. Kasus yang paling umum berkaitan dengan sikap kerja pada saat melakukan aktivitas sehari-hari adalah: (1) inklinasi ke depan pada leher dan kepala, karena medan display terlalu rendah atau objek terlalu kecil; (2) sikap kerja membungkuk, karena medan kerja terlalu rendah dan objek di luar jangkauan; (3) lengan terangkat yang diiringi dengan bahu terangkat, fleksi dan abduksi pada muskulus trapesius dan levator pada scapula seratus anterior, muskulus deltoid dan supraspinator bisep; (4) sikap asimetris yang mengakibatkan terjadinya perbedaan beban pada kedua sisi tulang belakang; dan (5) sikap kerja yang salah dapat mengakibatkan postural deformitas pada tubuh antara lain: lordosis, khiposis dan skoliosis (Pheasant, 1991). Prinsip kerja secara ergonomis, agar terhindar dari resiko cedera antara lain: (1) gunakan tenaga seefisien mungkin, beban yang tidak perlu harus dikurangi atau dihilangkan, perhitungan gaya berat yang mengacu pada berat badan dan bila perlu gunakan pengungkit sebagai alat bantu; (2) sikap kerja duduk, berdiri dan jongkok hendaknya disesuaikan dengan 98
prinsip-prinsip ergonomi; (3) panca indera dapat dimanfaatkan sebagai alat kontrol, bila payah harus istirahat (jangan dipaksa) dan bila lapar atau haus harus makan atau minum (jangan ditahan); dan (4) jantung digunakan sebagai parameter yang diukur melalui denyut nadi per menit yaitu jangan lebih dari jumlah maksimum yang diperbolehkan. Dengan mengetahui kriteria sikap kerja yang ideal, prinsip dasar untuk mengatasi sikap tubuh selama bekerja, kelebihan kerja dinamis dan kasus yang paling umum berkaitan dengan sikap kerja serta prinsip kerja yang ergonomis, dapat diambil langkah yang lebih spesifik di dalam memperbaiki metode kerja yang tidak ergonomis, karena pendapat ini dapat digunakan sebagai dasar di dalam melakukan perbaikan-perbaikan yang dapat mengatasi sikap kerja yang tidak alamiah menjadi alamiah.
1.3 Kaitan antara Posisi dan Sikap Kerja dengan Antropometri Untuk menghindari terjadinya posisi dan sikap kerja yang tidak alamiah yang diakibatkan oleg metode kerja yang salah, Pheasant (1991) menganjurkan agar dalam mendesain alat kerja dan ruang kerja hendaknya mengacu kepada antropometri pemakai. Di dalam mendesain alat dan ruang kerja Pheasant (1991) dan Grandjean (1988) menyatakan bahwa upaya untuk menyesuaikan antropometri dengan desain alat dan ruang kerja pada dasarnya tergantung kepada: (1) keadaan, frekuensi dan kesulitan dari aktivitas yang dilakukan terkait dengan pengoperasian alat-alat kerja, (2) sikap tubuh selama beraktivitas, (3) syarat-syarat untuk keleluasaan gerak terkait dengan aktivitas yang dilakukan di ruang kerja tersebut, dan (4) keamanan, kenyamanan dan keselamatan yang diharapkan dengan penambahan dimensi kritis Di samping itu Pheasant (1991) menganjurkan beberapa gerakan yang harus didukung oleh kesesuaian antara antropometri pemakai dengan alat yang dioperasikan atau ruang kerja tempat beraktivitas yaitu : (1) gerakan pada saat duduk, berdiri, berjalan atau kombinasi, (2) gerakan di dalam menggunakan fasilitas atau mengoperasikan alat-alat kerja, (3) gerakan-gerakan yang berkaitan dengan emergency, (4) gerakan pada saat mengambil atau menaruh dan menjangkau sesuatu, dan (5) gerakan melintas di gang atau di antara alatalat kerja yang ada pada saat pindah tempat kerja Di dalam mendesain stasiun kerja yang mengacu kepada data antropometri hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut. 99
1) Meletakkan mesin/ peralatan utama yang dijadikan sebagai pusat stasiun kerja 2) Menentukan posisi operator mesin terhadap peralatan utama yang akan dioperasikan 3) Menempatkan bahan baku dan produk yang dihasilkan oleh mesin dalam posisi yang mudah dijangkau dengan sikap kerja yang alamiah 4) Membuat jalan untuk lalu-lalang ke tempat mesin/peralatan, ke tempat penyimpanan dan tempat-tempat lainnya. 5) Menempatkan fasilitas penunjang yang mendukung aktivitas di dalam stasiun kerja tersebut.
1.4 Beban pada Vertebrae Akibat dari Posisi dan Sikap Kerja Sikap tubuh saat menangani beban di atas bidang kerja terutama saat mengangkat dan memindahkan barang punya pengaruh yang sangat besar terhadap tekanan pada diskus intervertebralis. Beberapa perbandingan sikap kerja saat mengangkat beban dengan tekanan yang ditimbulkan pada diskus intervertebralis adalah sebagai berikut (Grandjean, 1988). 1) Berdiri tegak tanpa membawa beban menimbulkan tekanan pada diskus intervertebralis sebesar 100% (ini digunakan sebagai kontrol atau patokan). 2) Berdiri tegak dengan membawa beban 10 Kg. pada kedua belah tangannya, akan menimbulkan tekanan pada diskus intervertebralis sebesar 200% (dua kali lebih besar daripada kontrol). 3) Mengangkat beban seberat 20 Kg. dengan lutut ditekuk dan punggung lurus, menimbulkan tekanan pada diskus intervertebralis sebesar 300% (tiga kali lebih besar daripada kontrol). 4) Mengangkat beban seberat 20 Kg. dengan lutut lurus dan punggung membungkuk, menimbulkan tekanan pada diskus intervertebralis sebesar 400% (empat kali lebih besar daripada kontrol). Secara lebih mengkhusus Grandjean (1988) menggambarkan bahwa perbedaan bentuk aktivitas yang disertai dengan sikap tubuh yang berbeda pada saat beraktivitas akan mempengaruhi gaya yang tejadi pada diskus intervertebralis di antara lumbar 3 dan lumbar 4 (L3-L4) dapat dilihat pada Tabel 02.1.
100
Tabel 02.1. Jenis Aktivitas Dikaitkan dengan Gaya Tekan pada Diskus di antara Lumbar 3 dan 4 (L3-L4) NO 1 2 3 4 5 6
JENIS AKTIVITAS Berdiri tegak Jalan perlahan-lahan Tubuh bengkok ke samping (20o) Tubuh berputar 45 o Tubuh membungkuk ke depan (30o) Tubuh membungkuk saat membawa beban seberat 20 Kg. Berdiri tegak, tiap tangan membawa beban seberat 10 Kg. Mengangkat beban seberat 20 Kg dengan punggung lurus dan lutut ditekuk Mengangkat beban seberat 20 Kg dengan punggung membungkuk dan lutut lurus
7 8 9
GAYA TEKAN PADA LUMBAR 3 & 4 (DALAM NEWTON) 860 920 1140 1140 1470 2400 1220 2100 3270
Jika dilihat dari jarak antara beban di tangan dengan tubuh pada saat mengangkat beban, ternyata memberi pengaruh yang berbeda terhadap diskus intervertebralis yang berada di antara lumbar 5 dan sakral 1(L5-S1). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 02.2.
Tabel 02.2. Perbedaan Jarak antara Beban di Tangan dengan Tubuh dan Pengaruhnya terhadap Beban pada Diskus di antara L5-S1 NO 1 2 3 4
BEBAN DI TANGAN
JARAK DARI TUBUH 20 Cm 30 Cm 40 Cm 50 Cm
100 Newton 100 Newton 100 Newton 100 Newton
BEBAN PADA L5/S1 1000 Newton 2200 Newton 3500 Newton 4000 Newton
Dengan melihat kenyataan tersebut di atas, maka dalam hal ini direkomendasikan berat beban yang dapat diangkut adalah: (1) untuk pria seberat 40 Kg, (2) wanita seberat 20 Kg, dan (3)
barang dalam bentuk peti kemas yang harus diangkut sejauh 15 meter
direkomendasikan beratnya seberat 15 Kg. Satu ikat padi yang diangkut di atas kepala oleh wanita Bali dan dua ikat padi yang diangkut di pundak oleh pria dengan menggunakan tongkat/ sanan merupakan contoh berat beban angkut yang ergonomis karena sesuai dengan apa yang direkomendasikan oleh ILO. 101
Itu berarti apapun metode kerja yang digunakan hendaknya selalu mempertimbangkan berat beban yang akan diangkat dan diangkut.
1.5 Tekanan Intra-abdominal Akibat dari Posisi dan Sikap Kerja Pada saat mengangkat beban dengan cara tertentu yang disertai dengan posisi dan sikap kerja yang tidak alamiah akan mengakibatkan terjadinya peningkatan pada tekanan intraabdominal yang disebabkan oleh 2 faktor yaitu: (1) karena terjadi kontraksi pada otot ekstensor pada punggung dan (2) karena terjadi kontraksi pada otot-otot perut. Hal-hal yang perlu dicermati pada tekanan intra-abdominal terkait dengan aktivitas angkat-angkut adalah sebagai berikut. 1) Ada korelasi positif antara besarnya tekanan pada diskus intervertebralis dengan tekanan intra-abdominal 2) Selama mengangkat suatu beban, tekanan intra-abdominal dapat digunakan sebagai indikator yang akurat dalam menentukan stress pada vertebrae 3) Jika tekanan intra-abdominal lebih besar atau sama dengan 100 mmHg saat mengangkat beban, akan berisiko tinggi terhadap munculnya sakit pinggang dan punggung. 4) Batas toleransi tekanan intra-abdominal adalah sebesar 90 mmHg Untuk menghindari terjadinya cedera atau sakit pada pinggang dan punggung (Woodson, et. al.,1992; Dul & Weerdmeester, 1993; Nala, 1994; Helander, 1995) menganjurkan agar mempertimbangkan beberapa faktor pada saat mengangkat dan mengangkut beban yaitu: (1) jarak horizontal antara tubuh dengan beban; (2) frekuensi mengangkat dan mengangkut beban; (3) jarak angkat secara vertikal; (4) tinggi beban pada saat mulai diangkat; (5) berat beban (sekitar 40 Kg/ 392 Newton) dan jika lebih dari itu harus diangkut berdua; dan (6) tinggi tempat menaruh beban. Tekanan intra-abdominal dapat digunakan sebagai salah satu indikator penilaian suatu metode kerja, apakah metode tersebut ergonomis atau tidak.
1.6 Gangguan Sistem Muskuloskeletal Akibat dari Posisi dan Sikap Kerja Sistem muskuloskeletal adalah sistem otot rangka atau otot yang melekat pada tulang yang terdiri atas otot-otot striata (seran lintang) yang sifat gerakannya dapat diatur (volunter) 102
yang secara umum berfungsi sebagai berikut (Tjandra, 1988; Ganong, 1979; Hay & Reid, 1988). 1) Menyelenggarakan pergerakan yang meliputi: menggerakkan bagian-bagian tubuh atau berjalan (movement). 2) Mempertahankan sikap tertentu, karena adanya kontraksi otot secara lokal yang memungkinkan kita mengambil sikap berdiri, duduk, jongkok dan sikap-sikap lainnya. 3) Menghasilkan panas, karena adanya proses-proses kimia dalam otot yang dapat digunakan untuk mempertahankan suhu tubuh. Kelompok otot skeletal (muskuloskeletal), berdasarkan lokasinya antara lain: (1) leher terdiri atas kelompok otot sternocleidomastoideus, (2) punggung terdiri atas kelompok otot trapesius dan latissimus dorsi, (3) dada terdiri atas kelompok otot pectoralis mayor dan serratus anterior, (4) bahu terdiri atas kelompok otot deltoid, (5) lengan atas terdiri atas kelompok otot biceps brachii, triceps brachii dan brachialis, (6) lengan bawah terdiri atas kelompok otot brachioradialis dan pronator teres, (7) pantat terdiri atas kelompok otot gluteus maksimus, gluteus medius dan tensor fasciae latae, (8) paha terdiri atas kelompok otot quadriceps femoris, gracilis, biceps femoris, semitendinosus dan semimembranosus, (9) betis dan kaki terdiri atas kelompok otot tibialis anterior, gastrocnemius, soleus dan peranous longus, dan (10) dasar panggul terdiri atas kelompok otot levator anii dan coccygis. Itu berarti dengan mengetahui fungsi, nama dan letak otot rangka (muskuloskeletal), dapat ditelusuri bagian mana yang mengalami gangguan dari kelompok otot rangka tersebut, terutama yang diakibatkan oleh metode kerja yang tidak ergonomis. Terkait dengan hal itu, Kamiel (1994) dan Ayoub (1994) melaporkan bahwa gangguan sistem muskuloskeletal merupakan masalah besar dalam suatu industri yang disebabkan oleh: (1) tempat kerja yang tidak memadai; (2) aktivitas yang bersifat repetitif; (3) desain alat dan peralatan yang tidak sesuai dengan si pemakai; (4) organisasi kerja yang tidak efisien; (5) jadwal istirahat yang tidak teratur; dan (6) sikap kerja yang tidak alamiah. Sedangkan Monod (1994), Koda, et al (1994) dan Nala (1994) menyatakan bahwa sikap kerja yang tidak alamiah menimbulkan kontraksi otot secara statis (isometric) pada sejumlah besar sistem otot tubuh manusia. Cohen, et al (1997) dalam Susila (2002) menyatakan bahwa keluhan muskuloskeletal terjadi pada sistem muskuloskeletal yang meliputi jaringan berikut. 103
1) Tulang-tulang yang merupakan struktur penyangga tubuh. 2) Jaringan otot yang dapat berkontraksi sehingga menimbulkan gerakan. 3) Tendo yang merupakan jaringan penghubung otot dengan tulang. 4) Ligamen yang merupakan jaringan penghubung tulang dengan tulang. 5) Kartilago (tulang rawan) yang berfungsi sebagai bantalan sendi. 6) Saraf yang merupakan sistem komunikasi antara otot, tendo dan jaringan lainnya dengan otak. 7) Pembuluh darah yang berfungsi sebagai organ transportasi nutrisi ke seluruh jaringan tubuh melalui darah dan ke organ pembuangan. Keluhan muskuloskeletal dapat terjadi pada hampir semua jenis pekerjaan baik dalam kategori ringan, sedang, berat maupun amat berat. Beberapa istilah yang sering digunakan untuk mengelompokkan keluhan ini adalah: (1) cumulative trauma disorders (CTDs); (2) repetitive trauma injuries (RSIs); (3) repeated motion disorders ; dan (4) overuse syndromes (Beynon, et al. 1998 dalam: Susila, 2002). Beberapa jenis keluhan muskuloskeletal adalah sebagai berikut (Merwe, 1998 dan Susila, 2002). 1) De Quervain’s tenosynovitis yaitu gangguan pada tendo yang diakibatkan oleh gerakan abduksi dan ektensi ibu jari tangan dan terjadi pada pekerja yang pekerjaanya memerlukan kekuatan untuk memegang dan memutar. 2) Carpal tunnel syndrome (CTS) yaitu gangguan yang terjadi akibat dari terjepitnya nervus medianus yang lewat pergelangan tangan. 3) Tendonitis yaitu peradangan pada tendo yang terjadi pada pekerja yang bekerja secara repetitif. 4) Tendosynovitis yaitu peradangan pada selaput synovial yang terjadi pada pekerja yang bekerja secara repetitif. 5) Rotator cuff tendoitis (Pitcher’s shoulder) dan bursitis yaitu gangguan pada otot bahu karena adanya peradangan pada otot supraspinatus yang diakibatkan oleh pekerjaan berat yang dilakukan secara berulang-ulang. 6) Thorachic outlet syndrome yaitu gangguan yang terjadi karena tertekannya saraf dan pembuluh darah yang ada pada tulang vertebrae cervicalis 5 – 8 dan vertebrae
104
throracalis 1. Tandanya adalah terjadi kesemutan pada lengan dan jari tangan, rasa nyeri pada leher dan otot-otot lengan lemas. 7) Wrist ganglion yaitu hermiasi pada selaput sendi atau tendo dan dapat berbentuk kista yang berisi cairan. 8) Trigger finger yaitu peradangan pada tendo dan membran karena terjadi vasokontriksi sehingga gerakan menjadi terbatas. Cara penilaian kualitas kesehatan yang mengacu kepada keluhan musculoskeletal dapat digunakan Nordic Body Map seperti pada Gambar L.02.1.
105
Gambar L02.1 Nordic Body Map
106
1.7 Kelelahan Kelelahan secara umum merupakan suatu keadaan yang tercermin dari gejala perubahan psikologis berupa kelambanan aktivitas motoris dan respirasi, adanya perasaan sakit, berat pada bola mata, pelemahan motivasi, aktivitas dan fisik lainnya yang akan mempengaruhi aktivitas fisik maupun mental (Grandjean, 1988 dan Sedarmayanti, 1996). Kelelahan sesungguhnya merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut atau dapat dikatakan sebagai alarm tubuh yang mengisyaratkan seseorang untuk segera beristirahat. Mekanisme ini diatur oleh sistem saraf pusat yang dapat mempercepat impuls yang terjadi di sistem aktivasi oleh sistem saraf simpatis dan memperlambat impuls yang terjadi di sistem inhibisi oleh saraf parasimpatis. Menurunnnya kemampuan dan ketahanan tubuh akan mengakibatkan menurunnya efisiensi dan kapasitas kerja. Seandainya kondisi seperti ini dibiarkan berlanjut tentunya akan mempengaruhi produktivitas seseorang. Grandjean (1988) dan Sedarmayanti (1996) menyatakan bahwa kelelahan yang berlanjut dapat menyebabkan kelelahan kronis dengan gejala sebagai berikut. 1) Terjadi penurunan kestabilan fisik. 2) Kebugaran berkurang. 3) Gerakan lamban dan cenderung diam. 4) Malas bekerja atau beraktivitas. 5) Adanya rasa sakit yang semakin meningkat. Di samping itu kelelahan juga menyebabkan gangguan psikosomatik sebagai berikut (Grandjean, 1988 dan Pheasant, 1991). 1) Sakit kepala. 2) Pusing-pusing. 3) Mengantuk. 4) Jantung berdebar. 5) Keluarnya keringat dingin. 6) Nafsu makan berkurang atau hilang, 7) Adanya gangguan pencernaan. Terkait dengan fakta tersebut tampaknya dalam proses kerja para pekerja tidak akan terlepas dari kelelahan saat mengikuti aktivitas. Kondisi tersebut akan semakin parah jika pada proses
107
kerja disertai dengan kondisi lingkungan yang tidak sehat, aman dan nyaman, suasana kerja yang membosankan dan sarana atau prasarana yang tidak mengacu aspek-aspek ergonomi. Sampai saat ini yang sering digunakan untuk menentukan tingkat kelelahan pekerja adalah dilihat dari energy expenditure , VO2 max, hasil tes oxycon, hasil tes asam laktat, hasil tes hormonal dan lain-lain yang biasanya sulit untuk diterapkan di lapangan karena di samping biayanya relatif mahal dan terlalu banyak menyita waktu pekerja. Untuk itu diperlukan penuntun praktis dalam menentukan tingkat kelelahan pekerja yang sifatnya tidak terlalu banyak menyita waktu pekerja dan biayanya relatif lebih murah. Kualitas kesehatan yang mengacu kepada indikator kelelahan dapat didata dengan kuesioner sebagai berikut.
108
KUESIONER 30 ITEMS OF RATING SCALES DENGAN SKALA LIKERT UNTUK MENGUKUR KELELAHAN SECARA UMUM Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang tersedia sesuai dengan kondisi saudara saat ini ! STT TT AT T ST
: sangat tidak terasa : tidak terasa : agak terasa : terasa : sangat terasa JAWABAN
N O
PERTANYAAN STT
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Apakah saudara merasa berat di bagian kepala ? Apakah saudara merasa lelah pada seluruh badan ? Apakah kaki saudara terasa berat ? Apakah saudara merasa sering menguap ? Apakah pikiran saudara terasa kacau ? Apakah saudara merasa mengantuk ? Apakah saudara merasakan ada beban pada mata ?
16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Apakah saudara merasa punya kecenderungan untuk lupa ? Apakah saudara merasa kurang percaya diri ? Apakah saudara merasa cemas terhadap sesuatu ? Apakah saudara merasa tidak dapat mengontrol sikap ? Apakah saudara merasa tidak dapat tekun dalam pekerjaan ? Apakah saudara merasa sakit kepala ? Apakah saudara merasa kaku di bagian bahu ? Apakah saudara merasakan nyeri di punggung ? Apakah nafas saudara terasa tertekan ? Apakah saudara merasa haus ? Apakah suara saudara terasa serak ? Apakah saudara merasa pening ? Apakah kelopak mata saudara terasa kejang/kaku ? Apakah anggota badan saudara terasa bergetar (tremor) ? Apakah saudara merasa kurang sehat ?
Apakah saudara merasa kaku atau canggung dalam bergerak ?
Apakah saudara merasa sempoyongan ketika berdiri ? Apakah ada perasaan ingin berbaring ? Apakah saudara merasa susah berpikir ? Apakah saudara merasa lelah untuk bicara ? Apakah saudara merasa gugup ? Apakah saudara merasa tidak bisa berkonsentrasi ? Apakah saudara merasa tidak dapat memusatkan perhatian terhadap sesuatu ?
109
TT
AT
T
ST
BAB II PENILAIAN KUALITAS KESEHATAN MENGACU INDIKATOR BEBAN KERJA
2.1 Pengertian Beban kardiovaskular yang menyertai pekerja selama melakukan aktivitasnya dapat dinilai melalui penghitungan frekuensi denyut nadi kerja. Salah satu cara penghitungan adalah dengan cara palpasi yaitu meraba denyut nadi pada arteri radialis, dihitung secara manual dengan bantuan stopwatch dan menggunakan metode sepuluh denyut (Kilbon, 1992). Beberapa keuntungan dari cara ini adalah: (a) sangat praktis diterapkan di lapangan, (b) mudah dilakukan, (c) murah biayanya, (d) tidak terlalu lama mengganggu aktivitas subjek, dan (e) hasilnya valid dan reliabel. Hubungan antara kapasitas kerja dengan beban kerja secara umum dipengaruhi oleh dua faktor sebagai berikut (Manuaba & Vanwonterghem, 1996 dan Adiputra, 1998). 1) Faktor eksternal yaitu beban kerja yang berasal dari luar tubuh. Salah satunya adalah sebagai akibat dari aktivitas yang dilakukan. Beban kerja eksternal dipengaruhi oleh: (a) task yang bersifat fisik seperti: stasiun kerja, sikap kerja, frekuensi kerja, kerja otot dan lain-lain dan yang bersifat kerja mental seperti: kompleksitas pekerjaan, tuntutan dari pekerjaan, tanggung-jawab terhadap pekerjaan, beban moral dan lain-lain, (b) organisasi yaitu menyangkut tentang pengaturan waktu kerja dan istirahat, sistem pengupahan, sistem kerja, tim kerja, kerja bergilir, dan lain-lain dan (c) lingkungan kerja yang terdiri dari lingkungan fisik (vibrasi, bising, radiasi dan lain-lain), kimia (bahan beracun, logam berat, bahan karsinogenik, debu metal dan lain-lain) dan biologi (virus, bakteri, jamur, insekta, binatang pengerat, debu organik dan lain-lain). 2) Faktor internal yaitu beban kerja yang disebabkan oleh faktor dalam atau bersumber dari tubuh manusia yang terdiri dari: (a) faktor somatik (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, somatotipe, kondisi kesehatan, status gizi dan lain-lain) dan (b) faktor psikis (motivasi, persepsi, keinginan, emosi, kepuasan, kepercayaan, harga diri, tanggung jawab dan lain-lain)
110
Boregowda, et al (1997) melaporkan bahwa aktivitas yang disertai dengan adanya stres mental dapat meningkatkan rerata denyut nadi secara bermakna sebesar 16,80 denyut per menit pada pria dan 18,70 denyut per menit pada wanita (p < 0,01). Pada aktivitas angkat-angkut tampaknya beban kerja yang dipengaruhi oleh faktor eksternal maupun internal akan saling mempengaruhi sehingga memunculkan perpaduan antara beban kerja fisik dan mental. Beban kerja tersebut diekspresikan melalui perubahan frekuensi denyut nadi yang dapat digunakan sebagai salah satu data objektif untuk menentukan berat-ringannya suatu aktivitas. Di samping itu perlu dilihat peningkatan frekuensi dari denyut nadi istirahat ke denyut nadi kerja sesuai dengan pernyataan Monod & Garcin (1996), bahwa perubahan frekuensi denyut nadi tidak boleh melebihi 35 denyut per menit pada pria dan 30 denyut per menit pada wanita dari denyut nadi istirahat. Adiputra (2003) menyatakan bahwa untuk beban kerja yang sama, subyek orang Bali telah merespon lebih berat 15% di atas orang Thai dan 30% di atas orang Barat. Itu berarti kriteria di atas harus dikurangi 30% dari orang barat yaitu: (a) untuk pria 35 – (35 x 30%) = 24,5 denyut per menit dan (b) untuk wanita 30 – (30 X 30%) = 21 denyut per menit. Dengan kata lain, walaupun kategori beban kerjanya sama, namun peningkatan frekuensi denyut nadi dengan subjek orang Bali tidak boleh melebihi 25 denyut per menit untuk pria dan 21 denyut per menit untuk wanita. Kondisi seperti ini diprediksi akan berlaku sama untuk orang Indonesia karena mereka hidup di daerah tropis dengan temperatur udara dan kelembaban yang tinggi. Kondisi seperti ini dinyatakan dapat mempengaruhi kemampuan dan kesehatan seseorang.
2.2 Indikator Penilaian Beban Kerja Ergonomi mengupayakan agar kelelahan kerja dalam segala bentuknya seperti karena adanya pekerjaan yang monotoni, kerja fisik dan mental yang berat dan berlangsung lama, mikroklimat yang buruk, masalah psikologi dan bekerja dengan perasaan sakit, kurang energi dan adanya penyakit, benar-benar bisa dilenyapkan dan segala macam beban tambahan yang tidak perlu bisa kita kita hindari, sehingga segala kemampuan, kebolehan dan batasan seseorang hanya ditujukan kepada pekerjaan pokok yang menjadi tugasnya. Pendekatan ergonomi yang dilakukan bersama-sama dengan pendekatan teknis, ekonomis, sosio-budaya, energi dan lingkungan kita bisa memilih dan mengalihkan teknologi yang benar-benar tepat guna bagi pembangunan (Manuaba, 1992). 111
Beberapa indikator penilaian beban kerja dapat digunakan untuk memprediksi atau menilai beban kerja seseorang yang salah satunya diakibatkan oleh sikap kerja berdiri tidak alamiah adalah sebagai berikut.
1) Denyut Nadi Kategori beban kerja menurut Grandjean (1988) dengan mengitung denyut nadi per menit dapat dilihat pada Tabel 02.3.
Tabel 02.3. Kategori Beban Kerja Berdasarkan Frekuensi Denyut Nadi KATEGORI BEBAN KERJA
JUMLAH DENYUT NADI (DENYUT/ MENIT) 60 – 70 75 – 100 100 – 125 125 – 150 150 – 175 > 175
Sangat rendah (Resting) Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Ekstrim
Denyut nadi merupakan respon fisiologis yang dapat dihitung secara praktis pada saat ingin mengetahui beban kerja seseorang , karena untuk mengetahui berapa jumlah denyut nadi per menit cukup diraba pada nadi radialis dengan teknik palpasi atau jika menggunakan heart rate tester cukup dipasang di ujung jari. Parameter fisiologis berupa denyut nadi per menit ini yang paling sering digunakan sebagai indicator penilaian beban kerja karena proses penilaian atau penghitungannya sederhana dan tidak terlalu banyak mengganggu pekerja. Di samping itu penilaian beban kerja dengan menghitung denyut nadi sangat praktis, mudah dilakukan, biayanya murah dan tidak memerlukan waktu terlalu lama.
2) Rectal Temperature Kategori beban kerja menurut Grandjean (1988) dengan mengukur suhu rektum dapat dilihat pada Tabel 02.4.
112
Tabel 02.4. Kategori Beban Kerja Dilihat dari Perubahan Suhu Rektum RECTAL TEMPERATURE (O C) < 37.5 37.5 37.5 – 38.0 38.0 – 38.5 38.5 – 39.0 > 39
KATEGORI BEBAN KERJA Sangat rendah (Resting) Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Ekstrim
Rectal temperature juga dapat digunakan sebagai indikator beban kerja, karena respon fisiologis yang mengakibatkan meningkatnya rectal temperature merupakan respon yang muncul karena adanya perubahan beban kerja pada tubuh. Seirama dengan peningkatan rectal temperature diprediksi bahwa beban kerja juga meningkat atau ada korelasi yang positif.
3) Oxygen Consumption Kategori beban kerja menurut Grandjean (1988) dengan mengukur oxygen consumption dapat dilihat pada Tabel 02.5.
Tabel 02.5. Kategori Beban Kerja Dilihat dari Konsumsi Oksigen KATEGORI BEBAN KERJA Sangat rendah (Resting) Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Ekstrim
OXYGEN CONSUMPTION ( l/mnt ) 0.25 – 0.5 0.5 – 1.0 1.0 – 1.5 1.5 – 2.0 2.0 – 2.5 2.4 – 4.0
Oxygen consumption dapat diukur dengan menggunakan oxycon dan sebagai salah satu indikator penilaian beban kerja karena parameter fisiologis berupa peningkatan pemakaian oksigen berkaitan dengan berat-ringannya aktivitas yang dilakukan seseorang. Semakin berat aktivitas seseorang semakin banyak oksigen yang diperlukan untuk proses oksidasi dalam pembentukan ATP di mitokondria sebagai sumber energi.
113
4) Total Energy Expenditure Kategori beban kerja menurut Grandjean (1988) dengan mengukur total energy expenditure dapat dilihat pada Tabel 02.6.
Tabel 02.6. Kategori Beban Kerja Dilihat dari Total Energy Expenditure KLASIFIKASI
TOTAL ENERGY EXPENDITURE In KJ/min
In Kcal/min
Light work
10
2.5
Medium work
20
5
Heavy work
30
7.5
Very heavy work
40
10
Extremely heavy work
50
12.5
Total energy expenditure juga bisa digunakan sebagai indikator beban kerja. Di sini dihitung energi yang diperlukan untuk melakukan aktivitas dan bisa dievaluasi berapa energi yang dikeluarkan seseorang untuk aktivitas tertentu. Berat ringannya aktivitas yang dilakukan tentunya berkaitan dengan beban kerja yang diterima oleh tubuh dan konsekuensinya akan terjadi fluktuasi pemanfaatan energi untuk aktivitas tersebut. Sikap kerja berdiri yang tidak alamiah tentunya dapat bertindak sebagai beban tambahan bagi tubuh sehingga diperlukan energi yang lebih banyak jika dibandingkan dengan sikap kerja yang alamiah karena ada energi yang terbuang percuma untuk mengatasi masalah tersebut. Sandhu (2003) melaporkan bahwa energy expenditure pada operator mesin bisa meningkat sampai 189,88% pada pekerja domestik yang moderat dan 405,55% dari energi saat istirahat pada pekerja berat. 2.3 Kendala dalam Penilaian atau Pengukuran Beban Kerja Kendala yang mungkin dijumpai di lapangan terkait dengan penilaian atau pengukuran beban kerja adalah sebagai berikut. 1) Jika menggunakan indikator denyut nadi, di samping memang praktis dalam pelaksanaannya, juga memiliki beberapa kelemahan yaitu: (a) subjek akan terpengaruh oleh penampilan pemeriksa sehingga dapat meningkatkan denyut nadi yang bukan disebabkan oleh aktivitasnya, (b) pemeriksa yang kurang terlatih tentu memerlukan waktu yang lama untuk menemukan di mana denyut nadi subjek dan 114
konsekuensinya yang terhitung bukan denyut nadi kerja malah denyut nadi pemulihan, (c) ada subjek yang tidak boleh dipegang oleh lawan jenisnya, (d) jika ada extra pulse pada subjek akan mengganggu penghitungan denyut nadi, (e) jika pemeriksa terbatas sulit dilakukan pemeriksaan secara serempak. 2) Jika menggunakan indikator rectal temperature akan dijumpai beberapa kendala yaitu: (a) subjek tidak bersedia diperiksa jika anusnya dimasukkan termometer (b) kurang praktis karena akan mengganggu aktivitas pekerja, (c) memerlukan waktu yang lama untuk proses pengukuran. 3) Jika menggunakan indikator oxygen consumption yang diukur dengan oxycon akan dijumpai beberapa kendala yaitu: (a) alatnya sulit dipindah-pindahkan, (b) biayanya relatif mahal, (c) perlu latihan yang intensif untuk mengoperasikan alat, (d) kurang praktis karena subjek harus diperiksa di lab. sehingga kondisinya tidak sama seperti di tempat kerja. 4) Jika menggunakan indikator total energy expenditure akan dijumpai beberapa kendala yaitu: (a) kebiasaan makan pada subjek sulit dipantau sehingga menyulitkan dalam penghitungan asupan energi, (b) subjek harus diasramakan sehingga porsi dan menu makanannya bisa dipantau dan energi yang terkandung pada makakan yang dimakan bisa dihitung, berarti perlu biaya yang relatif mahal, (c) proses penghitungan total energy expenditure agak sulit dan memerlukan ketelitian dan kecermatan ektra dari para evaluator.
DAFTAR RUJUKAN Aasa, U., Bergkvist, M.B., Axel, K., Brulin, C. 2006. Relationship Between Work-Related Factors and Disorders in The Neck Shoulders and Low Back Region among Female and Male Ambulance Personnel. Journal Occupational Health, Vol. 47. No. 6. November: 481 – 489. Adiputra, N. 2006a. SHIP Approach Supports the Conservation’s Program of the Medical Plants in Bali. Proceeding Ergo Future, International Symposium on Past, Present and Future Ergonomis, Occupational Safety and Health. Ed. Adiatmika & Dewa Alit Putra. Denpasar: Department of Physiology, Udayana University. Adiputra, N. 2006b. Facing the Changing World: How do the Balinese Survive with Their Culture Wisdoms, from Ergonomis Perspective. Proceeding Ergo Future, International Symposium on Past, Present and Future Ergonomis, Occupational Safety and Health. Ed. Adiatmika & Dewa Alit Putra. Denpasar: Department of Physiology, Udayana University. 115
Artayasa, N. 2006. Total Ergonomis Application of Women Coconut Handler. Proceeding Ergo Future, International Symposium on Past, Present and Future Ergonomis, Occupational Safety and Health. Ed. Adiatmika & Dewa Alit Putra. Denpasar: Department of Physiology, Udayana University. Azadeh, A., Fam, M., Garakani,M.M. 2007. A Total Ergonomis Design Approach to Enhance the Productivity in A Complicated Control System. Journal of Information Technology. 6 (7): 1036 – 1042. Bazrgari, B,, Shirazi-Adl, A., & Arjmand, N. 2007. Analysis of Squat and Stoop Dynamic Lifting: Muscle Forces and Internal Spinal Loads. Journal of Eur Spine. Vol. 16: 687699 Colton, T. 2007. Statistics in Medicine. Boston: Litle Brown & Company. David, G., Wood, V., Li, G., Buckle, P. 2008. The Development of the Quick Exposure Check (QEC) for Assessing Exposure to Risk Factors Work Related Musculosceletal Disorders. Journal of Applied Ergonomis. Vol. 39. No. 1: 57 – 69. Ercan, S., & Erdinc, O. 2006. Challenges of Leardership in Industrial Ergonomis Projects. Journal Istanbul Ticaret Universitesi Fen Bilimleri Dergisi. Vol.5 (9): 119 – 127. Escorpizo, R. 2008. Understanding Work Productivity and Its Application to Work-Related Musculosceletal Disorders. International Journal of Industrial Ergonomis. Vol. 38, No. 3 – 4: 291 – 297. Fam, M., Azadeh, A., Azam, A. 2007. Modeling an Integrated Health, Safety, and Ergonomis Management System: Application to Power Plants. Journal of Res Health Sciences. Vol 7 (2): 1 – 10. Geriya. 2007. Konsep dan Strategi Revitalisasi Kearifan Lokal dalam Penataan Lingkungan Hidup di Bali. Denpasar: Universitas Udayana. Grandjean, E. 2007. Fitting the task to the Man. A Textbook of Occupational Ergonomis. 4th Edition. London: Taylor & Francis. Limerick, L.B. Straker, L., Pollock, C. Dennis, G., Leveritt, S., Johnson, S. 2007. Implementation of the Participative Ergonomis for Manual Tasks (PErforM) Programme at Four Australian Underground Coal Mines. International Journal of Industrial Ergonomis. Vol. 37, No. 2. February: 145 – 155. Manuaba, A. 2006 a. Aplikasi Ergonomi dengan Pendekatan Holistik Perlu, Demi Hasil yang Lebih Lestari dan Mampu Bersaing. Jurnal Sosial dan Humaniora, Vol. 01 No. 03: 235-249. Manuaba, A. 2006 b. Total Ergonomis Approach is a Must to Attain Humane, Competitive and Sustainable Work System and Products. Proceeding Ergo Future. International Symposium on Past, Present and Future Ergonomis, Occupational Safety and Health. Ed. Adiatmika & Dewa Alit Putra. Denpasar: Department of Physiology, Udayana University. Manuaba, A. 2008. Membangun Bali atau Membangun di Bali. Bali-HESG. Denpasar. Marras, W., Cutlip, R.G., Burt, S.E., Waters, T.R. 2009. National Occupational Research Agenda (NORA) Future Direction in Occupational Musculoskeletal Disorders Health Research. Journal of Applied Ergonomic. Vol. 40: 15 – 22. Munaf, D.R., Suseno, T., Janu, R.I., Badar, A.M. 2008. Peran teknologi Tepat Guna untuk Masyarakat Daerah Perbatasan. Jurnal Sosioteknologi No. 13 Tahun 7, April.
116
Reenan, H.H.H., Van der Beek, A.J., Blatter, B.M., Van Mechelen, W., Bongers, P.M. 2009. Age-Related Differences in Muscular Capacity among Workers. Journal of Int Arch Occup Environ Health. No. 82: 1115 – 1121. Richardson, G.E., Jenkins, P. L., Strogatz, D., Bell, E.M., May, J.J. 2006. Development and Initial Assessment of Objective Fatigue Measures for Apple Harvest Work. Journal Applied Ergonomis, Vol. 37. No. 6. November: 719 – 727. Sarna, K. 2008. Pengembangan Bahan Ajar Biologi Berbasis Lokal Genius. Makalah disampaikan dalam Seminar Jurusan Pendidikan Biologi Undiksha, Singaraja. Steward, I.B., McDonald, M.D., Hunt, A.P., Paker, T.W. 2008. Physical Capacityof Rescue Personnel in The Mining Industry. Journal of Occupational Medicine and Toxicology. Available at http://www.occup-med.com/content/3/1/22. Sutajaya, I.M. 2006 a. Manfaat Praktis Ergonomi. Denpasar: Bagian Ilmu Faal FK UNUD. Sutajaya, I. M. 2006 b. Ergonomi dalam Pembelajaran. Denpasar: Bagian Ilmu Faal FK UNUD. Sutajaya, IM. 2006 c. SHIP Approach in Teaching Learning Process Reduces Boredom and Increase Learning Out Come among Biology Student IKIP Singaraja. Proceeding Ergo Future, International Symposium on Past, Present and Future Ergonomis, Occupational Safety and Health. Ed. Adiatmika & Dewa Alit Putra. Denpasar: Department of Physiology, Udayana University. Sutajaya, I M. Ristiati, N.P, Setiabudi, G. I. 2009. Penerapan Ergonomi Berbasis Kearifan Lokal untuk Meningkatkan Kualitas Kesehatan dan Produktivitas Pekerja di Industri Kecil. Laporan Penelitan Strategis Nasional. Jurusan Pendidikan Biologi. F MIPA. UNDIKSHA.
Suter, P.M., Schutz, Y. 2008. The Effect of Exercise, Alcohol or Both Combined on Health and Physical Performance Alcohol Metabolism during Exercise. International Journal of Obesity. Vol. 32: 48 – 52. Sutjana, I.D.P. & Adiputra, N. 2006. Change of Ergonomi Application in Bali Agricultural Tool Design-A SHIP Approach Experience. Proceeding Ergo Future, International Symposium on Past, Present and Future Ergonomis, Occupational Safety and Health. Ed. Adiatmika & Dewa Alit Putra. Denpasar:Department of Physiology, Udayana University.. Sutjana, I D.P. Sutajaya, I M., Purnawati, S. Adiamika, P, Tunas, K. Suardana, E, & Swamardika, I.B.A. 2008. Preliminary Anthropometric Data of Medical Students for Equipment Applications. Journal of Human Ergology Vol. 37. No 1.: 45 – 48. Vieira, E.R., Kumar, S., Narayan, Y. 2008. Smoking, No-Exercise, Overweight and Low Back Disorder in Welders and Nurses. International Journal of Industrial Ergonomis. Vol. 38: 143 – 149.
117
Lampiran 8. Alokasi Dana Penelitian I. Pertimbangan Alokasi Biaya 1.1 Honorarium Tim Peneliti No
NAMA
1
Prof. Dr. I Made Sutajaya, M.Kes Dr. Ni Putu Ristiati, M.Pd.
2
JABATAN
Gaji/ upah
Satuan (8 bln)
Ketua
Alokasi waktu (Jam/minggu) 8 Jam/Mg
937.500
OB
7.500.000
Anggota
6 Jam/Mg
750.000
OB
6.000.000
Total Anggaran
Total (Rp)
Rp. 13.500.000
1.2 Anggaran Peralatan No
Nama peralatan
Spesifikasi
Keguanaan
1
Meteran logam
Merek Imundex dengan ketelitain 1 mm
2
Termometer ruangan
Merek MC dengan skala Celcius
3
Luxmeter
Merek Gossen Panlux Electronic
4
Antropometer
Merek Super 686
5
Anemometer
Merek Lutron AM-4201
6
Timbangan badan
Merek Elephant
Untuk mengukur alat-alat kerja dan geometri Untuk mengukur suhu basah dan suhu kering Untuk mengukur intensitas pencahayaan Untuk mengukur antropometri pematung Untuk mengukur kecepatan angin Untuk mengukur berat badan
Total Anggaran
Total biaya (Rp) 200.000
300.000
1.000.000
1.500.000
1.000.000 500.000 4.500.000
1.3 Anggaran untuk Bahan Habis Pakai No
Nama Bahan
Kegunaan
1 2
ATK Biaya pembuatan kuesioner Biaya pembuatan gambar desain ruang kerja yang ergonomis Biaya penulisan buku pedoman penataan lingkungan berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi Biaya penulisan buku pedoman penilaian kualitas kesehatan pematung
Untuk administrasi Untuk pendataan keluhan musculoskeletal dan kelelahan Untuk menghasilkan gambar desain ruang kerja yang ergonomis
3
4
5
Total biaya (Rp) 1.500.000 500.000 500.000
Untuk menghasilkan buku pedoman penataan lingkungan di industri kerajinan patung
500.000
Untuk menghasilkan buku pedoman penilaian kualitas kesehatan pematung
1.000.000
118
6 7
Biaya komunikasi Biaya bahan untuk perbaikan sarana dan prasarana
Untuk konsultasi dengan pakar Untuk penyesuaian antropometri pematung dengan sarana/ prasarana yang digunakan Total Anggaran
1.500.000 8.000.000
13.500.000
1.4 Anggaran Perjalanan No
Uraian Kegiatan
1
Biaya perjalanan Denpasar-Singaraja (2 orang peneliti) Biaya perjalanan ke Kabupaten Gianyar (2 orang pakar, 2 orang peneliti, dan 10 orang tenaga lapangan)
2
Tujuan
Total biaya (Rp)
Konsultasi dengan pakar
2.000.000
Mengobservasi tempat penelitian dan memberikan masukan terkait dengan perbaikan yang akan dilaksanakan
7.000.000
Total Anggaran
9.000.000
1.5 Biaya lain-lain No 1 2 3
Uraian Kegiatan Pertemuan/ lokakarya/ seminar Pembuatan Laporan/ publikasi Penggandaan laporan Total Anggaran
Total biaya (Rp) 2.500.000 1.000.000 1.000.000 4.500.000
119
Lampiran 9. Biodata Peneliti BIODATA KETUA PENELITI I. IDENTITAS DIRI 1.1 Nama Lengkap (dengan Gelar) 1.2 Jabatan Fungsional 1.3 NIP 1.4 Tempat dan Tanggal Lahir 1.5 Alamat Rumah 1.6 No. Telepon 1.7 Nomor HP 1.8 Alamat Kantor 1.9 No Telepon/ Fax 1.10 Alamat Email 1.11 Lulusan yang telah dihasilkan 1.12 Mata kuliah yang diampu
Prof. Dr. I Made Sutajaya, M.Kes. Guru Besar 19681217199303 1 003 Gianyar, 17 Desember 1968 Br. Tengah Kauh, Peliatan, Ubud, Gianyar, Bali 081338193753 Jalan A. Yani 67 Singaraja Bali (0362) 22570/ Fax (0362) 25735
[email protected] S1 Pendidikan Biologi sebanyak 34 orang; S2 Ergonomi-Fisiologi Kerja sebanyak 14 orang; dan S3 Ilmu Kedokteran sebanyak 11 orang 1)
Anatomi-Fisiologi Manusia (di S1 PSP Biologi Undiksha) 2) Hortikultura (di S1 PSP Biologi Undiksha) 3) Pertamanan (di S1 PSP Biologi Undiksha) 4) Bahasa Inggris Bidang Studi II (di S1 PSP Biologi Undiksha) 5) Statistika(di S1 PSP Biologi Undiksha) 6) Perkembangan Peserta Didik (di S1 PSP Biologi Undiksha) 7) Fisiologi Dasar (di S2 PPS Unud) 8) Ergonomi 1,2,3,5,7, dan 8 (di S2 PPS Unud) 9) Tugas Lapangan (di S2 PPS Unud) 10) IPA 2 (di S2 PPS Undiksha) 11) Biologi Keperawatan (di STIKES Negara) 12) Ergonomi dlm Pembelajaran (di S3 PPS Unud)
II. RIWAYAT PENDIDIKAN 2.1 Program 2.2 Nama PT 2.3 Bidang Ilmu 2.4 Tahun Masuk 2.5 Tahun Lulus 2.6 Judul Skripsi/ Tesis/ Disertasi
S1 FKIP Unud Pend. Biologi 1987 1992 Pengaruh Perendaman Biji Kedelai pada Media yang Ditumbuhi Rhizopus, Sp terhadap Perkecambahannya
S2 Ergonomi-Fisiologi Kerja Unud Ergonomi 1996 1998 Perbaikan Kondisi Kerja Mengurangi Gangguan thd. Sistem Muskuloskeletal dan Denyut Nadi Kerja serta Meningkatkan
120
S3 Ilmu Kedokteran Unud Ergonomi 2002 2005 Pembelajaran mll Pendekatan SHIP Mengurangi Kelelahan, Keluhan Muskuloskeletal dan Kebosanan serta Meningkatkan Luaran Proses Belajar Mahasiswa Biologi IKIP Singaraja
2.7 Nama Pembimbing/ Promotor
Prof. Dr. I Made Rideng, M.Ed. dan Drs. Nengah Sumardika
Produktivitas Pematung Prof. dr. I G.N. Nala, MOH dan dr. Tjening Kerana, M.Si
Prof. I.B. Adnyana Manuaba, HonFErgS, FIPS dan Prof. dr. I Dewa Pt. Sutjana, M.Erg.
III. PENGALAMAN PENELITIAN No
Tahun
Judul Penelitian
1
2004
2
2006
3
2006
4
2007
5
2008
Perbaikan Sarana Pembelajaran yang Mengacu Aspek Ergonomi dan Penerapan Ergonomik Partisipatore Mengurangi Beban Kerja, Gangguan Muskuloskeletal dan Kelelahan serta Meningkatkan Produktivitas Pematung di Jurdik Biologi Penerapan Istirahat Aktif secara Ergonomik Partisipatori Mengurangi Beban Kerja dan Gangguan Muskuloskeletal Tukang Ampelas Wanita di Perusahaan X Gianyar Bali Pengembangan Kurikulum Konsentrasi Biologi Bilingual Berbasis Kompetensi Pengembangan Pembelajaran Anatomi dan Fisiologi Manusia Berbasis Masalah Berbantuan Teknologi Informasi untuk Meningkatkan Kualitas Perkuliahan dan Ketrampilan Berpikir Mahasiswa Studi Kelayakan pada Pembukaan Strata 1 (S1) Jurusan Biologi Non Kependidikan di Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Pendidikan MIPA Undiksha Penerapan Ergonomi Berbasis Kearifan Lokal untuk Meningkatkan Kualitas Kesehatan dan Produktivitas Pekerja di Industri Kecil Implementasi Kearifan Lokal yang Relevan dengan Konsep Ergonomi untuk Mengatasi Kondisi Kerja di Industri Kecil
6
2009
7
2010
Pendanaan Sumber Jml (juta Rp)
121
DIKTI Muda)
(Dosen 6.000.000,-
DIKTI (Kajian 8.125.000,Wanita)
Hibah Kemitraan
81.000.000,-
DIKTI
10.000.000,-
DIPA Undiksha
5.000.000,-
DIKTI
100.000.000,-
DIKTI
71.000.000,-
IV. PENGALAMAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT No
Tahun
1.
2005
2.
2006
3.
2007
4.
2008
5.
2008
6.
2009
Judul Pengabdian kepada Masy.
Pendanaan
Pelatihan Pembelajaran Inovatif dan Penilaian Berbasis Kompetensi dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (sebagai anggota) Bimbingan Olimpiade Biologi jenjang SMA Tingkat Propinsi (sebagai anggota) Pelatihan PTK bagi Guru SMP Negeri Gianyar (sebagai anggota) Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (sebagai anggota) Sosialisasi Implementasi Ergonomi dalam Pembelajaran di Lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng(sebagai ketua) Penyuluhan tentang Aplikasi Ergonomi dalam Mengatasi Kondisi Kerja pada Perajin Perak di Kelurahan Beratan Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng(sebagai ketua)
Sumber DIPA Undiksha
Jml (Juta Rp.) 5.000.000,-
DIPA Undiksha
5.000.000,-
DIPA Undiksha
5.000.000,-
DIPA Undiksha
5.000.000,-
DIPA Undiksha
5.000.000,-
DIPA Undiksha
5.000.000,-
V. PENGALAMAN PENULISAN ARTIKEL ILMIAH DALAM JURNAL No.
Tahun
Judul Artikel Ilmiah
Volume/ Nomor
1
2004
Kontrol-Displai yang Ergonomik dalam Kajian Hubungan Manusia dan Mesin (Penulis Utama)
Vol.5 N0.1
Jurnal Ergonomi Indonesia (The Indonesian Journal of Ergonomics) ISSN: 1411-951x Juni 2004 Hal. 5-9
2
2004
Peranan Ergonomi dalam Menata Sarana Pembelajaran (Penulis Utama)
Vol.5 No.2
Jurnal Ergonomi Indonesia (The Indonesian Journal of Ergonomics) ISSN: 1411-951x Desember 2004 Hal. 48-52
3
2004
Perbaikan Kondisi Kerja Mengurangi Beban Kerja, Gangguan Muskuloskeletal, dan Kelelahan serta Meningkatkan Produktivitas
Vol.5 No.2
Jurnal Ergonomi Indonesia (The Indonesian Journal of Ergonomics) ISSN: 1411-951x Desember 2004 Hal. 62-67
122
Nama Jurnal
4
2005
5
2006
Perajin Perak di Desa Poh Manis Penatih Denpasar” (Penulis anggota) Tari Kecak sebagai Ilustrasi Kerjasama Tim yang Kondusif dan Irama Kerja yang Dinamik (Penulis Utama) Penerapan Ergonomi pada Kegiatan Praktikum di Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (Penulis Utama)
Vol.36 No. 127
Majalah Kedokteran Udayana (Udayana Medical Journal) ISSN: 02216-4701 Januari 2005 Hal. 60 – 65
Vol: 39 No.
Jurnal Pendidikan dan
3
Pengajaran ISSN:0215-8250 Juli 2006 Hal. 516-533
6
2007
Pembelajaran melalui pendekatan Sistemik, Holistik, Interdisipliner, dan Partisipatori (SHIP) Mengurangi Kelelahan, Keluhan Muskuloskeletal, dan Kebosanan serta Meningkatkan Luaran Proses Belajar Mahasiswa Biologi IKIP Singaraja (Penulis Utama)
Volume 38 Nomor 1
Medicina (Jurnal Ilmiah Kedokteran) yang sebelumnya bernama Majalah Kedokteran Udayana (Udayana Medical Journal) terakreditasi No.23a/Dikti/Kep/ 2004. ISSN 0216-4701, , Januari 2007 Hal. 45 – 49
7
2007
Peningkatan Profesionalisme Guru melalui Pemahaman terhadap Ergonomi dalam Pembelajaran (Penulis Utama)
Vol: 40 Edisi Khusus
Jurnal Pendidikan dan
Penerapan Ergonomik Partisipatore pada Proses Pembelajaran Mengurangi Gangguan Muskuloskeletal dan Kelelahan Pematung di Jurusan Pendidikan Biologi IKIP Negeri Singaraja (Penulis Utama) Preliminary Anthropometric Data of Medical Students for Equipment Applications (Penulis Anggota)
Vol:40 No. 3.
8
9
2007
2008
Pengajaran ISSN:0215-8250 Mei 2007. Hal. 556-574 Jurnal Pendidikan dan Pengajaran ISSN:0215-8250 Juli 2007. Hal. 684 – 696
Vol.37, No.1,
Journal of Human Ergology Th. 2008
VI. PENGALAMAN PENULISAN BUKU No
Tahun
Judul Buku
Jumlah Halaman
1
2003
Neurologi dan Organ Indera
78 halaman
Percetakan Univ. Udayana ISBN: 979-8286-45-6 Tgl. 20-12-2003
2
2006
Miologi
53 halaman
Bagian Ilmu Faal FK UNUD Denpasar Bali, ISBN: 97915364-2-2 Tgl. 11-8-2006
3
2006
Endokrinologi
55 halaman
Bagian Ilmu Faal FK UNUD Denpasar Bali, ISBN: 97915364-0-6
123
Penerbit
Tgl. 15-9-2006 4
2006
Osteologi
58 halaman
Bagian Ilmu Faal FK UNUD Denpasar Bali, ISBN: 97915364-1-4 Tgl. 18-9-2006
5
2006
Ergonomi dalam Pembelajaran
58 halaman
6
2006
Manfaat Praktis Ergonomi
93 halaman
7
2007
Respirasi, Osmoregulasi, Ekskresi pada Hewan
Bagian Ilmu Faal FK UNUD Denpasar Bali, ISBN: 97915364-4-9 23 – 11 - 2006 Bagian Ilmu Faal FK UNUD Denpasar Bali, ISBN: 97915364-5-7 23 – 11 - 2006 Bagian Faal FK Unud dgn. ISBN 978-979-15364-8-6 Tgl. 4 – 6 – 2007
dan
57 halaman
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi persyaratan dalam pengajuan hibah penelitian strategis nasional.
Singaraja, 1 Nopember 2011 Peneliti,
Prof. Dr. I Made Sutajaya, M.Kes.
124
BIODATA ANGGOTA PENELITI I. IDENTITAS DIRI 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5
Nama Lengkap (dengan Gelar) Jabatan Fungsional NIP Tempat dan Tanggal Lahir Alamat Rumah
1.6 1.7 1.8 1.9 1.10 1.11 1.12
No. Telepon Nomor HP Alamat Kantor No Telepon/ Fax Alamat Email Lulusan yang telah dihasilkan Mata kuliah yang diampu
Dr. Ni Putu Ristiati, M.Pd. Lektor Kepala 130888261 Tabanan, 4 Januari 1950 Jalan Gunung Rinjani Blok C Barat No. 11 Singaraja 08123803946 Jalan A. Yani 67 Singaraja Bali (0362) 22570/ Fax (0362) 25735 S1 = 31 org, S2 = 0, S3 = 0 1. Profesi Kependidikan 2. Mikrobiologi 3. Telaah dan Pengembangan Kurikulum 4. Pengajaran Mikro 5. Kapita Selekta 6. Bahasa Inggris Biologi I 7. Bahasa Inggris Biologi II
II. RIWAYAT PENDIDIKAN 2.1 Program 2.2 Nama PT 2.3 Bidang Ilmu 2.4 Tahun Masuk 2.5 Tahun Lulus 2.6 Judul Skripsi/ Tesis/ Disertasi
2.7 Nama Pembimbing/ Promotor
S1
S2
IKIP Negeri Surabaya Pendidikan Biologi
IKIP Negeri Malang Pendidikan Biologi
1971 1978 Hubungan antara Peralatan Laboratorium IPA di SMA Surabaya dengan Penerimaan Mahasiswa Lewat SKALU Prof. Dr. Dwidjoseputro
1985 1988 Pengaruh Balikan VTR terhadap Microteaching Mahasiswa D3 Biologi FKIP UNUD Prof. Dr. Yusuf Abdurrajak
125
S3 PPS Unud Ilmu Kedokteran (Mikrobiologi) 2001 2007 Bioaktivitas Formazol E terhadap Hambatan Pertumbuhan dan Kerusakan Ultrastruktur Dinding Sel Staphylococcus Aureus Prof. dr. Ketut Suata, Sp.MK.,Ph.D. dan Prof.Dr. Ir. I Dewa Ngurah Suprapta, M.Sc.
III. PENGALAMAN PENELITIAN No Tahun Judul Penelitian 1
2004
2
2005
3
2006
4
2007
Toksisitas bakteri Baccilus thuringiensis var kurstaki (Bt k) terhadap Larva Nyamuk Culex quinquefasciatus Say (Diptera: Culicidae) Aktivitas Bakterisida Forbazol E terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus Isolasi, Pemurnian dan Karakterisasi Lipase Termostabil dari Bakteri Termofilik yang Diisolasi dari Sumber Air Panas Banyu Wedang Kecamatan Gerokgak Buleleng Bali Isolasi, Identifikasi Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiosis dari Dalam Tanah
Pendanaan Sumber Jml (juta Rp) DIPA Undiksha 5.000.000
DIPA Undiksha
5.000.000
DIPA Undiksha
5.000.000
DIPA Undiksha
5.000.000
IV. PENGALAMAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT No Tahun Judul Pengabdian kepada Pendanaan Masy. Sumber Jml (Juta Rp.)
V. PENGALAMAN PENULISAN ARTIKEL ILMIAH DALAM JURNAL No. Tahun Judul Artikel Ilmiah Volume/ Nama Jurnal Nomor 1
2004
2
2007
3
2007
Analisis Kualitas Air Minum Isi Ulang pada Depo di Kota Singaraja secara Bakteriologis Aktivitas Bakterisida Forbazol E terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus Isolasi, Identifikasi Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiosis dari Dalam Tanah
Volume 3 No. 2 Volume 5 No. 2 Volume 4 No. 8
Jurnal Ekologi Kesehatan. The Indonesian Journal of Health Ecology Jurnal IKA
Jurnal Matematika dan Sains
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi persyaratan dalam pengajuan hibah penelitian strategis nasional. Singaraja, 1 Nopember 2011 Peneliti,
Dr. Ni Putu Ristiati, M.Pd. 126