UPAYA UNITED NATIONS HIGH COMMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DALAM MENANGANI PENGUNGSI SURIAH DI LEBANON TAHUN 2011-2013
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh: Fatahillah 1110113000078
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLTIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015
ABSTRAKSI Skripsi ini menganalisa upaya United Nations High Commissioner for Refugee (UNHCR) dalam menangani permasalahan pengungsi Suriah di Lebanon tahun 2011-2013 dengan fokus penelitian pada upaya UNHCR dalam menangani permasalahan tempat tinggal dan pemasalahan kesehatan pengungsi Suriah di Lebanon. Metode penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dan wawancara. Kerangka pemikiran yang digunakan penulis untuk menjawab pertanyaan penelitian dalam skripsi ini adalah konsep organisasi internasional, konsep pengungsi dan konsep keamanan manusia (human security). Dari hasil analisa dengan menggunakan konsep-konsep tersebut dapat disimpulkan bahwa upaya UNHCR dalam menangani permasalahan pengungsi suriah di Lebanon, yaitu melalui UNHCR sebagai inisaiator, fasilitator dan determinator. Ketiga upaya UNHCR tersebut merupakan bantuan langsung kepada pengungsi untuk memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan pengungsi. Selain itu, UNHCR juga membantu pengungsi untuk mendapatkan solusi berkelanjutan (durable solution) yaitu, integrasi lokal(local integration), pengembalian secara sukarela (voulentary repatriation) dan pemukiman kembali di negara ketiga (resettlement). Walaupun demikian, upaya UNHCR dalam menjalankan perannya tersebut belum maksimal karena terhambat oleh kurangnya tempat tinggal yang disediakan untuk pengungsi, minimnya akses kesehatan kepada pengungsi dan minimnya dana oprasional. Kata Kunci: UNHCR, pengungsi, Suriah, Lebanon, organisasi internasional dan keamanan manusia (human security)
iv
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulilahirobil Alamin penulis ucapkan kepada Allah SWT sebagai rasa Syukur, karena skripsi ini akhirnya dapat terselesaikan. Meskipun banyak hambatan yang dihadapi oleh penulis selama menyelesaikan skripsi ini, baik yang berasal dari diri penulis sendiri maupun dari luar. Namun berkat keridhoan Allah dan bimbingan serta dukungan dari banyak pihak, akhirnya skripsi dengan judul “Upaya United Nations High Commissiner for Refugees (UNHCR) dalam menangani pengungsi Suriah di Lebanon pada tahun 2011-2013” ini dapat selesai dan bisa digunakan sebagai salah satu syarat kelulusan dalam menempuh studi di Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Terselesaikannya skripsi ini juga merupakan hal utama yang menjadi tanggungjawab penulis, sehingga bantuan banyak pihak merupakan hal yang sangat berarti. Oleh karena itu ucapan terimakasih disampaikan kepada pihakpihak berikut ini: 1. Kepada kedua orang tua penulis, H. Damyati dan Hj. Bandiyah penulis yang selalu mendo’akan serta memberikan dukungan selama ini. Semua ini tidak lepas dari hasil kerja keras dan perjuangan kalian untukku, terima kasih ayah dan Ibu. 2. Bapak Faisal Nurdin Idris, M.Sc., selaku pembimbing skripsi yang juga telah banyak memberikan batuan serta masukan bagi penulis selama penyelesaian skripsi ini. 3. Ibu Debbie Affianty, M.Si, selaku ketua jurusan sekaligus juga sebagai dosen yang telah mengajarkan banyak ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan. Dan juga Bapak Agus Nilmada Azmi, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik.
v
4. Seluruh
dosen-dosen
Fisip
UIN
khususnya
Jurusan
Hubungan
Internasional yang telah mengajarkan banyak ilmu serta menambahkan banyak pengalaman selama penulis penempuh pendidikan di kampus. 5. Kepada Kak Hendri, Kak Hamdi, Teh Eli, Muf, Aqil dan seluruh keluarga yang selama ini juga telah membantu penulis selama perkuliahan, maupun yang mendo’akan bagi kesuksesan penulis di masa yang akan datang. 6. Kepada teman-teman dari keluarga besar HI B 2010,terlebih kepada Khairur Rasyid, Dede, Mely, Fahmi, Eko, Rizal, Whisnu, Chandra, Kalian semua luar biasa, sukses selalu untuk kita semua. 7. Nining Fitriati terima kasih atas do’a dan dukungannya. Terima kasih untuk semangatnya setiap hari, semoga semua yang kita cita-citakan dapat tercapai. 8. Kepada pak Kushartoyo staff ICRC, Ibu Mitra Salima Staff UNHCR, Ibu Mitra staff BKSAP DPR RI, Keluarga Besar BKSAP DPR RI, Keluarga Besar Dompet Dhuafa, Keluarga Besar KKN Kompak dan Keluarga Besar Litbang Kompas yang telah memberikan pengalaman yang luar biasa. 9. Kepada semua teman-teman Pondok Pesantren Daarul Falah, Qori, Firman, Jamil, Amin, Fauzi, Wahid, Wahyu, Yadi beserta keluarga HIKADA Jakarta,dan lain-lain yang selalu memberikan dukungannya.
vi
DAFTAR ISI ABSTRAKSI ................................................................................................................... iv DAFTAR ISI .................................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ............................................................................................................. x DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... xi DAFTAR SINGKATAN ................................................................................................ xii LAMPIRAN .................................................................................................................. xiv
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ....................................................................................... 1 B. Pertanyaan Penelitian ........................................................................................... 7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................................ 7 D. Tinjauan Pustaka .................................................................................................. 8 E. Kerangka Pemikiran ............................................................................................ 10 F. Metode Penelitian ............................................................................................... 21 G. Sistematika Penelitian ........................................................................................ 22 BAB II
: KONFLIK SURIAH DAN PERMASALAHAN PENGUNGSI SURIAH DI LEBANON
A. Konflik Suriah dan Arus Pengungsi Suriah ....................................................... 25 B. Pengungsi Suriah di Lebanon.............................................................................. 20 C. Permasalahan yang dihadapi Pengungsi Suriah di Lebanon .............................. 33 1. Masalah Tempat Tinggal .............................................................................. 34 2. Masalah Kesehatan........................................................................................ 35
vii
D. Respon Pemerintah Lebanon terhadap Pengungsi Suriah .................................. 33 1. Membuka Perbatasan Lebanon ..................................................................... 39 2. Membentuk Komite Tripartit ........................................................................ 40 BAB III
:
UNITED
NATIONS
REFUGEES(UNHCR)
HIGH
DAN
COMMISSIONER
PENANGANAN
FOR
MASALAH
PENGUNGSI A. Eksistensi UNHCR dan Mandatnya ................................................................... 42 1. Instrumen UNHCR dalam Memberikan Perlindungan terhadap Pengungsi ...................................................................................................... 45 a. Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi ............................................... 45 b. Protokol Tambahan tentang Status Pengungsi Tahun 1967 .................... 47 B. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan UNHCR terkait Masalah Pengungsi .......... 49 1. Bantuan Langsung (Asisstance) .............................................................. 50 2. Solusi Berkelanjutan (Durabel Solution) ................................................ 52 a. Repatrasi Sukarela (Voulentary Repatration) ......................................... 52 b. Integrasi Lokal (Local Integration)......................................................... 53 c. Pemukiman Kembali (Resettlement) ....................................................... 54 BAB IV
: PENANGANAN PENGUNGSI SURIAH DI LEBANON OLEH UNHCR TAHUN 2011-2013
A. Upaya UNHCR dalam Menangani Pengungsi Suriah di Lebanon ..................... 56 1. UNHCR sebagai Inisiator ...................................................................... 57 2. UNHCR sebagai Fasilitator..................................................................... 58
viii
a. UHNCR sebagai Fasilitator dalam Permasalahan Tempat Tinggal .............................................................................................. 60 b. UHNCR sebagai Fasilitator dalam Permasalahan Kesehatan ........... 63 3. UNHCR sebagai Determinator ............................................................... 67 B. Interaksi UNHCR dengan Pemerintah Lebanon ................................................. 75 C. Hambatan UNHCR dalam Menangani Pengungsi Suriah di Lebanon .............. 77 1. Hambatan dalam Penanganan Permasalahan Tempat Tinggal .............. 78 2. Hambatan dalam Penanganan Permasalahan Kesehatan ....................... 80 BAB V
: PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................................. 88
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... xv LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL Tabel. IV.1. Jumlah Keluarga dan Pengungsi yang telah Menerima Bantuan Tempat Tinggal tahun 2013 ............................................................ 59 Tabel. IV.2. Jumlah Pengungsi yang telah Menerima Bantuan Kesehatan .......... 64 Tabel. IV.3. Negara-Negara yang Telah Menerima Pengungsi Suriah Sejak tahun 2013 ............................................................................................... 72
x
DAFTAR GAMBAR Gambar. II.1. Syrian Refugee in the Region, 31 December 2013 ......................... 28 Gambar. II.2. Wilayah Persebaran Pengungsi Suriah di Lebanon ........................ 31
xi
DAFTAR SINGKATAN AJEM
: Association Justice and Misericorde
CHF
: Cooperative Housing Foundation International
CISP
: Comitato Internazionale per lo Sviluppo dei Popoli
CLMC
: Caritas Lebanon Migrant Center
DRC
:Danish Refugee Council
Depsos
: Departemen Sosial
DUHAM
: Deklarasi Unuversal Hak Asasi Manusia
FSA
:Free Syrian Army
IR
:Islamic Relief
IDPs
:Internal Displacement Persons
IMC
:International Medical Corps
IRO
:International Refugge Organization
IOCC
:International Orthodox Christian Charities
LSM
: Lembaga Suadaya Masyarakat
AMEL :Lebanese Popular Association for Popular Action MoU
:Memorandum of Understanding
NCB
:National Coordinator Bereu
NRC
:Norwegian Refugee Council
PIK
: Pusat Informasi Kompas
PBB
: Persatuan Bangsa-Bangsa
PU-AMI
:Première Urgence - Aide Médicale Internationale
RSD
:Refugee Status Determination
SNC
:Syrian National Council
SHEILD
:Social Humanitarian Economical Intervention for Local Development
ICRC
:The International Commitee of Red Cros Jakarta
xii
CSIS
:The Centre for Strategic and International studies
HRC
:The High Relief Committee in Lebanon
UN
:United Nations
UNHCR
:United Nations High Commissioner for Refugees
UNDP
:United Nations Depelovment Programme
WHO
: World Health Organization
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Wawancara ............................................................................. xxii
xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skripsi ini akan membahas mengenai upaya penanganan Komisi Tinggi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Pengungsi atau United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) terhadap pengungsi Suriah di Lebanon pada tahun 2011-2013. Penanganan pengungsi Suriah di Lebanon oleh UNHCR tersebut sebagai peran UNHCR dalam melaksanakan mandat yang diemban UNHCR dalam melindungi dan menjaga hak-hak pengungsi. Demonstrasi anti-pemerintah di Daraa pada Tanggal 23 Maret 2011 mengawali konflik internal antara pendukung rezim Bashar al Assad dan kelompok oposisi. Konflik internal tersebut merupakan gerakan masyarakat yang menuntut pengunduran diri Presiden Bashar al Assad, gerakan masyarakat pada awalnya terjadi di kota Daraa, Deir ez-Zor, Douma, Homs Hama dan Idlib kemudian meluas hingga seluruh wilayah Suriah.1 Upaya yang dilakukan kelompok oposisi Suriah dalam menurunkan kekuasaan Presiden Bashar al Assad telah menjadi konflik antara pemerintah dengan kelompok oposisi Suriah. Konflik dalam negeri Suriah merupakan konflik terpanjang
1
Broto Wardoyo, “Anatomi Penyelesaian Konflik Internal di Suriah” Analisis CSIS (vol. 43 No.2. Juni 2014): 181.
1
dibandingkan dengan negara-negara Arab lainnya yang terkena dampak Arab spring. Dengan demikian konflik di Suriah sebagai konflik yang memiliki dampak terburuk Arab spring, dengan jumlah korban jiwa hingga 130.433 jiwa.2 Krisis kemanusiaan yang terjadi di Suriah mengakibatkan jatuhnya ribuan korban jiwa, luka-luka dan hancurnya tempat tinggal. Hal demikian menjadikan masyarakat Suriah memilih untuk pergi meninggalkan Suriah menuju negara-negara yang berbatasan langsung dengan Suriah. Seperti Lebanon, Turki, Yordania, Irak dan Mesir menjadi tujuan pengungsi untuk mencari perlindungan dan menghindari konflik. Dengan demikian konflik Suriah yang terjadi sejak tahun 2011 telah berdampak terhadap meningkatnya jumlah pengungsi ke negara-negara tetangga Suriah. Menurut laporan United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR) pada tahun 2011-2012,3 jumlah pengungsi Suriah di wilayah negara-negara tetangga Suriah mencapai 515.061 yang tersebar di Lebanon 156.612 jiwa, Yordania 144.997 jiwa, Turki 137.756 jiwa, Iraq 65.527 jiwa dan Mesir 10.169 jiwa. Jumlah pengungsi tersebut mengalami peningkatan dalam jangka waktu tiga tahun selama konflik berlangsung. Sebagaimana dalam laporan UNHCR tahun 2013 jumlah pengungsi 2
Angka tersebut dilaporkan oleh Syrian Observatory for Human Right. Lembaga yang menyampaikan bahwa jumlah sebenarnya di lapangan bisa saja lebih tinggi dari yang tercatat. Angka tersebut dicatat per akhir Desember 2013 dan dikutip oleh situs berita Hufffington Post dalam http:huffingtonpost.com/2013/12/31/death-toll-syria_n_4524443.html. dalam jurnal Broto Wardoyo, “Anatomi Penyelesaian Konflik Internal di Suriah” Analisis CSIS (vol. 43 No.2. Juni 2014): 181. 3 United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), “Stories from Syrian Refugees, Discovering the human faces of a tragedy” [database on-line] tersedia di http://data.unhcr.org/syrianrefugees/syria.phpinternet; diakses pada 10 Februari 2014.
2
Suriah di negara-negara tetangga Suriah mencapai 2.352.426 jiwa yang tersebar di Turki 352.242 Jiwa, Lebanon 858.641 jiwa, Iraq 212.181 jiwa, Yordania 576. 354 jiwa dan Mesir 131.707 jiwa.4 Dari data UNHCR pada tahun 2011 hingga tahun 2013, dijelaskan bahwa Lebanon merupakan negara yang menjadi tujuan pengungsi terbesar dibandingkan negara tetangga lainnya. Arus besar pengungsi menuju Lebanon dikarenakan faktor geografis Lebanon yang berbatasan langsung dengan Suriah di Utara dan Timur. Hal tersebut menjadikan mayoritas pengungsi Suriah menuju wilayah-wilayah Lebanon seperti wilayah Lebanon Selatan, Beirut, Lebanon Utara, dan Bekka. 5 Selain faktor geografis, terdapat faktor historis antara Lebanon dan Suriah yang menjadikan Lebanon dengan Suriah memiliki hubungan yang kuat baik sosial, ekonomi dan politik.6 Sebagai negara yang berbatasan langsung dan memiliki hubungan kuat dengan Suriah, Lebanon telah memberikan perhatian serius terhadap para pengungsi Suriah. Perhatian serius Lebanon tersebut karena Lebanon dan Suriah memiliki kesamaan latar belakang secara geografis maupun historis. Oleh karena itu, dalam
4
United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Syria Regional Response, 2013 Final Report, (Geneva: UNHCR, 2013): 1. 5 World Vision Lebanon, “Advocacy Report Under Preasure: the impact of the Syrian refugee crisis on host communities in Lebanon,” World Vision Lebanon (July 2013): 9. 6 Picard, Elizabeth and Ramsbotham, Alexander “Reconciliation, reform and resilience Positive peace for Lebanon.” Conciliation Resources (June 2012): 98.
3
membantu pengungsi Suriah, Lebanon membuat kebijakan dengan membuka perbatasannya dan memberikan bantuan-bantuan kepada pengungsi secara langsung. Bantuan langsung yang diberikan masyarakat Lebanon ditunjukan dengan memberikan tempat tinggal bersama dengan kerabat atau teman, menyewakan tokotoko kosong atau bangunan kosong dan membuat tenda di tanah milik masyarakat Lebanon. Begitu juga masyarakat Lebanon telah menunjukkan kebaikannya kepada pengungsi Suriah, dengan cara berbagi sumber daya utama seperti air, listrik, dan menerima hak-hak pendatang baru untuk mengakses pelayanan kesehatan dan tempat tinggal.7 Namun konflik yang terjadi di Suriah selama tiga tahun mengakibatkan peningkatan arus pengungsi menuju Lebanon. Hal ini terlihat sejak tahun 2011 berjumlah 3.798 jiwa kemudian pada tahun 2012 berjumlah 525.061 8 dan pada tahun 2013 berjumlah 2.352426 jiwa.9 Peningkatan arus pengungsi tersebut telah menimbulkan permasalahan bagi Lebanon seperti permasalahan sosial antara pengungsi Suriah dengan masyarakat Lebanon yang diakibatkan oleh masalah tempat tinggal dan masalah kesehatan.10
7
World Vision Lebanon, “Advocacy Report Under Preasure,” 5. United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), “Stories from Syrian Refugees, Discovering the human faces of a tragedy” [database on-line] tersedia di http://data.unhcr.org/syrianrefugees/syria.phpinternet; diakses pada 10 Februari 2014. 9 United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Syria Regional Response, 2013 Final Report, (Geneva: UNHCR, 2013): 1. 10 United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Syria Regional Response, 2013 Final Report, 8. 8
4
Permasalahan tempat tinggal dan kesehatan menjadi permasalahan sosial bagi penduduk Lebanon dengan pengungsi Suriah, dipicu oleh padatnya wilayah Lebanon oleh pengungsi Suriah. Kepadatan penduduk di wilayah Lebanon karena Pemerintah Lebanon memilih untuk tidak membangun kamp-kamp untuk pengungsi Suriah. Hal tersebut diakibatkan karena kamp untuk pengungsi sebelumnya yaitu kamp pengungsi Palestina telah berkembang menjadi negara dalam negara, sehingga mengancam keamanan dalam negeri.11 Sebagaimana yang terjadi pada tahun 1960an terjadi gerakan pengungsi Palestina yang dimulai dari kamp-kamp pengungsian Palestina.12 Walaupun demikian, kehadiran pengungsi Suriah di wilayah Lebanon menjadikan Lebanon tetap menerima pengungsi Suriah, dan berperan aktif dalam memfasilitasi, dan berkoordinasi dengan United Nations High Commissioner for Refugge (UNHCR), hal demikian karena Lebanon terikat oleh prinsip non refoulment13 dan deklarasi hak asasi manusia beserta Memorandum of Understanding (MoU) dengan UNHCR terkait penanganan pengungsi.14 Oleh karena itu, dalam menghadapi tingginya arus pengungsi menuju wilayah Lebanon maka pemerintah Lebanon melalui Kementrian Sosial, Kementrian Luar 11
Björn Zimprich, “Syrian Refugees in Lebanon, The Heavy Burden of the Open Borders Policy,” [database on-line]; tersedia di http://en.qantara.de/content/syrian-refugees-in-lebanon-theheavy-burden-of-the-open-borders-policy internet : diakses pada 12 Februari 2015. 12 Rosemary Sayigh, Palestinians: from Peasants to Revolutionaries. (London:Zed Press, 1979) .116 13 Prinsip non refoulment merupakan larangan pemulangan atau pengembalian pengungsi ke tempat/Negara asalnya, yang merupakan dasar dari perlindungan internasional terhadap pengungsi. 14 The Assessment Capacities Project (ACAPS), Legal Ststus of Individuals Fleeing Syria,” Syria Needs Analysis Project (June 2013):5.
5
Negeri dan Kementrian Keamanan Lebanon untuk berkoordinasi dan bekerjasama dengan UNHCR dalam melindungi para pengungsi Suriah.15 Kerjasama antara pemerintah Lebanon dengan UNHCR dilakukan karena UNHCR merupakan unit dari PBB yang menangani secara khusus masalah pengungsi. UNHCR juga merupakan organisasi internasional yang memiliki mandat khusus dalam menangani masalah-masalah pengungsi. Mandat khusus tersebut dilakukan dengan mencarikan solusi berkelanjutan berupa repatriation (pemulangan pengungsi ke negara asalnya), integration (integrasi di negara pemberi suaka), dan resettlement (pemukiman kembali ke negara ketiga). Selain mencarikan solusi berkelanjutan UNHCR juga bertugas menyediakan bantuan jangka pendek yang bersifat material.16 Berdasarkan paparan di atas maka penelitian ini menarik untuk dianalisa karena berkaitan dengan penanganan masalah kemanusian oleh UNHCR sebagai organisasi internasional yang menangani pengungsi secara global. Untuk itu dalam penelitian ini akan membahas mengenai upaya UNHCR dalam menangani pengungsi Suriah di Lebanon, dengan fokus penelitian pada permasalahan tempat tinggal dan permasalahan kesehatan pengungsi. Sedangkan periode penelitian dibatasi mulai
15
United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) “country operations profile – Lebanon,” [database on-line]; tersedia di http://www.unhcr.org/pages/49e486676.html internet: diakses pada 15 Agustus 14. 16 Putri K.T.M, Peranan UNHCR dalam menangani Krisis Pengungsi Bhutan di Nepal pada tahun 2000-2004 (Depok:Fisip UI 2008). 8.
6
tahun 2011-2013 dengan alasan bahwa pada tahun tersebut adalah awal terjadinya konflik dan peningkatan pengungsi Suriah ke Lebanon. B. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, maka pertanyaan penelitian yang akan dijadikan sebagai dasar analisa dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) menangani pengungsi Suriah di Lebanon pada tahun 2011-2013 ?”. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Dari pertanyaan penelitian tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk menjelaskan dampak konflik Suriah terhadap kemanusiaan. 2. Untuk mengetahui permasalahan pengungsi Suriah di Lebanon. 3. Untuk menganalisa upaya United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) dalam menangani permasalahan pengungsi Suriah di Lebanon. Untuk itu, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penelitianpenelitian berikutnya. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
7
1. Diharapkan mampu berkontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan, terutama disiplin ilmu Hubungan Internasional khususnya dalam masalah kemanusiaan. 2. Diharapkan dapat bermanfaat untuk dapat menambah wawasan pengetahuan bagi mahasiswa Hubungan Internasional 3. Diharapkan dapat menjadi sumber informasi publik mengenai kemanusiaan khususnya permasalahan pengungsi Suriah di Lebanon. D. Tinjauan Pustaka Beberapa penelitian mengenai pengungsi yang berada di Lebanon telah dilakukan, salah satunya yaitu oleh Mona Christophersen dan Cathrine Thorleifsson pada tahun 2013 yang berjudul
”Lebanese Contradictory Responses toSyrian
Refugees Include Stress, Hospitality, Resentment”. Secara umum dalam tulisannya menerangkan bahwa masuknya pengungsi Suriah ke Lebanon diterima dengan baik oleh penduduk Lebanon. Christophersen dan Cathrine Thorleifsson juga menjelaskan bahwa terjadi pergeseran sikap penduduk Lebanon kepada pengungsi Suriah, hal tersebut dikarenakan adanya persaingan pekerjaan antara pengungsi Suriah dengan penduduk Lebanon sehingga menimbulkan ketegangan komunal.17 Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Nora Berneis and Julia Bartl dengan judul “Understanding the Heightening Syrian Refugee Crisis and Lebanon’s Political 17
Christophersen dan Cathrine Thorleifsson, ”Lebanese Contradictory Responses toSyrian Refugees Include Stress, Hospitality, Resentment” American University of Beirut, The Issam Fares Institute for Public Policy and International Affairs, (June 2013):1-4.
8
Polarization” Dalam penelitian ini Nora Berneis and Julia Bartl mengungkapkan bahwa tingginya arus pengungsi Suriah ke Lebanon memerlukan bantuan kemanusiaan untuk pengungsi Suriah di wilayah Lebanon, namun dalam memberikan bantuannya tersebut harus memasukan realitas politik dan sosial. Hal ini karena pengungsi tidak hidup dalam kamp pengungsiaan melainkan hidup bersama penduduk Lebanon secara langsung. Oleh karena itu, dalam memberikan bantuan kemanusiaan kepada pengungsi sejumlah kelompok non-negara seperti Organisasi Internasional dan Organisasi Masyarakat (LSM) memiliki peran penting dalam memberikan bantuan kemanusiaan kepada pengungsi Suriah.18 Kemudian dalam sebuah artikel yang berjudul “Responding to the Syrian refugee crisis in Lebanon: lessons learned” yang ditulis oleh Siân Herbert tahun 2013 disebutkan bahwa Lebanon sebagai negara yang mengalami banyak gelombang pengungsi sepanjang sejarah, karena memiliki banyak daerah yang ditempati oleh pengungsi seperti pengungsi pengungsi asal Palestina, pengungsi asal Irak dan pengungsi asal Suriah. Dalam artikel ini juga mengidentifikasi permasalahan utama dari kehadiran para pengungsi di Lebanon yaitu: Memahami hubungan sejarah antara pengungsi dan masyarakat setempat untuk memahami bagaimana perpecahan
18
Nora Berneis and Julia Bartl, “Understanding the Heightening Syrian Refugee Crisis and Lebanon’s Political Polarization” Carthage Center for Research and Information, Lebanese Development Network, Lebanon, (May 2013): 1-26.
9
sektarian mempengaruhi kebijakan dan keputusan pemerintah Lebanon dalam menangani permasalahan pengungsi.19 Skripsi ini mencoba menjelaskan upaya penanganan pengungsi oleh United Nations High Commissioner for Refugge (UNHCR) di Lebanon pada tahun 20112013. Berbeda dengan penelitian sebelumnya mereka tidak membahas upaya yang dilakukan UNHCR sebagai organisasi internasional yang menangani permasalahan pengungsi di Lebanon, mereka hanya membahas mengenai masalah yang ditimbulkan oleh pengungsi. Akan tetapi skripsi ini mencoba menganalisa permasalahan yang paling mendasar pada pengungsi dan menjelaskan upaya yang dilakukan UNHCR untuk melindungi hak-hak para pengungsi terutama pengungsi Suriah. E. Kerangka Pemikiran Untuk menganalisa upaya UNHCR dalam menangani permasalahan pengungsi Suriah di Lebanon, maka penelitian ini menggunakan konsep organisasi internasional, pengungsi, dan keamanan manusia (human security). Konsep-konsep tersebut digunakan untuk menjelaskan dan menganalisa peran UNHCR dalam penanganan masalah kemanusiaan yaitu masalah pengungsi. Dalam konsep keamanan manusia, masalah pengungsi yang penulis teliti mencakup keamanan kesehatan (health security), keamanan masyarakat (community security), dan keamanan individu (personal security).
19
Siân Herbert, “Responding to the Syrian refugee crisis in Lebanon: lessons learned” Helpdesk Research Report, (Agustus 2013): 1-12.
10
1. Konsep Organisasi Internasional Diantara kajian utama studi Hubungan Internasional adalah organisasi internasional yang merupakan salah satu aktor dalam hubungan internasional. Pada awalnya organisasi internasional didirikan dengan tujuan mempertahankan peraturanperaturan agar dapat berjalan tertib dalam rangka mencapai tujuan bersama dan sebagai wadah hubungan antar bangsa dan negara agar kepentingan masing-masing negara dapat terjamin dalam konteks hubungan internasional.20 Organisasi Internasional memiliki peran penting dalam memberikan pedoman untuk bertindak pada situasi tertentu di lingkungan internasional. Hal demikian menjadikan organisasi internasional berfungsi sebagai media untuk berkomunikasi antar negara secara internasional untuk mencapai kepentingan nasional setiap negara.21 Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat M. Virally bahwa organisasi internasional merupakan suatu persekutuan yang dibentuk dengan persetujuan para anggotanya, dan memiliki sistem yang tetap untuk perangkat-perangkat dan badanbadan yang memiliki tugas untuk mencapai tujuan kepentingan bersama, dengan cara mengadakan kerjasama antara para anggotanya.22
20
Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005): 91 21 Banyu Perwita dan Yani, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, 92. 22 M. Virally, Definition and Classification of International Organization: A Legal Approach, in in G. Ab-Saab (ed). The Concept of International Organization, 51 (1981) dalam buku Sumaryo suryokusumo, Pengantar hukum Internasional (PT. Tatanusa : Jakarta Indonesia 2007): 1.
11
Peranan organisasi internasional dalam hubungan internasional saat ini telah diakui karena keberhasilannya dalam memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi suatu negara. Bahkan saat ini organisasi internasional dinilai dapat mempengaruhi tingkah laku negara secara tidak langsung. Kehadiran organisasi internasional mencerminkan kebutuhan manusia untuk bekerjasama, sekaligus sebagai sarana untuk menangani masalah-masalah yang muncul melalui kerjasama tersebut.23 Menurut Harold K. Jackobson untuk mencapai kepentingan bersama tersebut, organisasi memiliki fungsi-fungsi sebagi berikut:24 a. Fungsi informasi merupakankegiatan pengumpulan data, analisa data, pertukaran data, dan informasi. Untuk menjalankan fungsi ini, organisasi internasional dapat menggunakan staffnya atau menyediakan suatu forum dimana konstituennya dapat melakukan kegiatan-kegiatan tersebut. b. Fungsi normatif meliputi pendefinisian dan pendeklarasian suatu norma standar. Fungsi ini tidak memasukan instrumen yang memiliki efek mengikat secara hukum, tetapi sebatas pertanyaan-pertanyaan yang mempengaruhi lingkungan domestik dan internasional. c. Fungsi pembuatan peraturan yang hampir sama dengan fungsi normatif tetapi lebih menekankan pada efek mengikat secara hukum. Agar produk yang 23
Banyu Perwita dan Yani, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, 95. Harold K. Jackobson, Network or Interdependence, (Alfred A Knopf, New York, 1979), 89-
24
90.
12
dihasilkan mengikat secara hukum. Maka negara anggota harus melakukan ratifikasi atas suatu peraturan dan peraturan itu berlaku bagi yang meratifikasi saja. d. Fungsi pengawasan dan pelaksanaan peraturan dimana dalam hal tersebut organisasi
internasional
menetapkan
ukuran-ukuran
pelanggaran
dan
menetapkan langkah-langkah penanganan terhadap pelanggaran suatu peraturan. e. Fungsi operasional yang meliputi penggunaan sumber daya organisasi. Dalam menjalankan fungsi organisasi internasional tersebut, menurut Andre Pariera aktivitas organisasi internasional akan menampilkan sejumlah peranannya sebagai inisiator, fasilitator, mediator, rekonsiliator dan determinator.25 Dari beberapa peran organisasi internasional tersebut, dalam konteks penelitian ini terdapat tiga peran yang relevan dengan peran UNHCR, yaitu sebagai inisiator, fasilitator dan determinator. Peran inisiator mengacu pada upaya organisasi internasional untuk mengajukan suatu masalah kepada masyarakat internasional agar mendapatkan solusi. Begitu pula peran fasilitator adalah upaya organisasi internasional untuk menyediakan fasilitas yang dibutuhkan dalam menangani suatu masalah. Sedangkan Peran determinator merupakan upaya organisasi internasional dalam memberikan keputusan terhadap suatu masalah
25
Andre Pariera, ed. Perubahan Global dan Perkembangan Studi Hubungan Internasional. (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999.). hal 135.
13
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa konsep organisasi internasional digunakan untuk memahami dan menjelaskan peran UNHCR dalam menangani pengungsi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini konsep organisasi internasional dijadikan alat analisis untuk mengetahui peran organisasi ineternasional terkait dengan upaya UNHCR menangani masalah pengungsi Suriah di Lebanon. 2. Konsep Pengungsi Pengertian atau istilah pengungsi secara umum memiliki beragam pengertian. Sebagaimana dalam buku pengantar hukum pengungsi internasional yang ditulis oleh Achmad Romsan bahwa terdapat dua pendapat ahli yang berhubungan dengan pengertian atau batasan dari istilah pengungsi, yaitu Malcom Proudfoot dan Pietro Verri. Menurut pandangan Proudfoot bahwa pengungsi merupakan suatu kelompok orang-orang yang terpaksa pindah ke tempat lain akibat adanya penganiayaan, deportasi secara paksa, atau pengusiran orang-orang dan perlawanan politik pemerintah yang berkuasa. Dapat pula dalam bentuk pengembalian etnik tertentu ke negara asal tertentu mereka atau provinsi baru yang timbul akibat perang atau perjanjian atau penentuan tapal batas secara sepihak sebelum perang terjadi. Perpindahan penduduk sipil secara besar-besaran akibat adanya tekanan dan ancaman. Perpindahan secara paksa penduduk dari wilayah pantai atau daerah
14
pertahanan berdasarkan perintah militer secara pemulangan tenaga kerja paksa untuk ikut dalam perang.26 Sedangkan Pietro Verri dalam mendefinisikan pengungsi merujuk pada Pasal 1 konvensi 1951 khususnya pada kalimat ‘applies to many person who has fled the country of his nationality to avoid persecution or the threat of persecution’. Dalam pandangannya pengungsi merupakan seseorang atau sekelompok orang yang meninggalkan negaranya karena adanya ketakutan yang tidak terhingga serta adanya kemungkinan atau potensi penyiksaan.27 Berdasarkan pengertian pengungsi menurut kedua pandangan di atas. Maka penelitian ini lebih menekankan kepada pengertian yang dijelaskan oleh Pietro Verri, karena pandangan Pietro Verri merujuk kepada Pasal 1 konvensi 1951 mengenai status pengungsi yang merupakan dasar utama organisasi internasional terutama UNHCR dalam menentukan status pengungsi di seluruh dunia. Sebagaimana dalam pasal 1A (2) dari Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi mendefinisikan pengungsi sebagai setiap orang yang: As a result of event occurring before 1 January 1951 and owing to well founded fear of being persecuted for reasons of race, relegion, nationality, membership of a particular social group or political opinion, is outside the country of
26
Achmad Romsan, Pengantar Hukum Pengungsi Internasional (Bandung: Sainc Offset, 2003) h. 36. 27 Romsan, Pengantar Hukum Pengungsi Internasional, 36.
15
his nationality and is unable or, owing to such fear is unwilling to avail himself of such events, is unable or, owing to such fear, is unwilling to it.28 Terjemahan Resmi:29 Sebagai akibat peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum 1 Januari 1951 dan disebabkan oleh ketakutan yang beralasan akan persekusi karena alasan-alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu atau opini politik, berada di luar negara kewarganegaraannya dan tidak dapat, atau karena ketakutan tersebut, tidak mau memanfaatkan perlindungan Negara itu, atau seseorang yang tidak mempunyai kewarganegaraan dan karena berada di luar Negara dimana ia sebeumnya biasanya bertempat tinggal, sebagai akibat peristiwa-peristiwa termaksud, tidak dapat atau karena ketakutan tersebut, tidak mau kembali ke Negara itu. Dalam mendefinisikan arti pengungsi terlebih dahulu dilihat dari penyebab terjadinya pengungsi. Sebagaimana menurut Irawati Handayani konsep pengungsi memiliki dua pengertian, hal tersebut dilihat dari dua faktor yang menyebabkan adanya pengungsi. Pertama pengungsi yang disebabkan oleh peristiwa alam (natural disaster) dan pengungsi yang disebabkan oleh perbuatan manusia (human made disaster).30 Oleh karena itu, dalam penelitian ini lebih melihat kepada definisi pengungsi yang disebabkan oleh manusia (human made disaster). Seperti pengungsi Suriah di Lebanon, karena permasalahan pengungsi Suriah di Lebanon merupakan permasalahn kemanusiaan yang diakibatkan oleh konflik dalam negeri. Dengan demikian, konsep pengungsi yang telah dijelaskan di atas digunakan sebagai dasar organisasi internasional dalam menentukan status kepengungsian
28
United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Convention and Protocol Relating to the Status of Refugees, [database on-line]; diakses dari: http://www.unhcr.org/3b66c2aa10.html internet: pada 1 Maret 2014. 29 Terjemahan dari : Konvensi dan Protokol Mengenai Status Pengungsi, (Jakarta:UNHCR Media Relation and Information Service, 2010), 21. 30 Irawati Handayani, “Perlindungan terhadap Pengungsi Domestik (Internal Displaced Person) dalam Sengketa Bersenjata Internal Menurut Hukum Internasional,” Bandung: Jurnal HI UNPAD, (Vol.1 No. 2, 2001): 158.
16
seseorang. Sebagaimana tercantum dalam konvensi 1951 tentang status pengungsi, sehingga konsep pengungsi dalam konvensi 1951 tentang status pengungsi menjadi landasan UNHCR, dalam menjalankan peranannya sebagai organisasi internasional yang menangani pengungsi. 3. Konsep Keamanan Manusia (Human Security) Dimensi keamanan dalam studi Hubungan Internasional yang pada mulanya berfokus pada keamanan negara, mengalami pergeseran dari perspektif tradisional yang terbatas pada perang dan damai menuju perspektif non-tradisional yang lebih mengedepankan keamanan manusia (human security). Oleh karena itu, keamanan tidak lagi terfokus pada interstate relations tetapi juga pada keamanan untuk masyarakat.31 Pergeseran isu keamanan pasca Perang Dingin yang pada awalnya fokus terhadap keamanan negara berubah menjadi keamanan manusia (human security) merupakan sebuah reaksi terhadap masalah-masalah dunia yang dihadapi saat ini. Seperti perdagangan manusia (human trafficking), terorisme, masalah pangan, perdagangan senjata ilegal dan permasalaan pengungsi akibat konflik kekerasan fisik, pelanggaran hak asasi manusia dan sebagainya.32 Konsep keamanan manusia (human security) pertama kali dikenal melalui publikasi United Nations Depelovment Programme (UNDP) yang berjudul “Human 31
Simon Dalby, Environmental Dimension of Human Security, in Environmental Security: Approach and Issues, edited by Rita Floyd and Richard Mattew (London: Routledge 2013), 102-103 32 Dalby, Environmental Dimension of Human Security,103.
17
Depelovment Report 1994” yang menjelaskan mengenai definisi keamanan manusia (human security), aspek penting dalam keamanan manusia (human security) dan komponen utama keamanan manusia (human security). Dalam publikasinya UNDP mendefinisikan keamanan manusia (human security)sebagai berikut:33 “Human security can be said to have two main aspects. It means, first, safety from such chronic threats as hunger, disease and repression. And second, it means protection from sudden and hurtful disruptions in the patterns of daily life – whether in homes, in jobs or in communities. Such threats can exist at all levels of national income and development.” Keamanan manusia dapat dikatakan memiliki dua aspek utama. Pertama, keamanan dari ancaman kronis seperti kelaparan, penyakit dan represi. Dan kedua, itu berarti perlindungan dari gangguan mendadak dan menyakitkan dalam kehidupan sehari-hari - baik di rumah, di pekerjaan atau di masyarakat. Ancaman tersebut bisa ada di semua tingkat pendapatan dan pembangunan nasional (diterjemahkan oleh Penulis). Dalam publikasi UNDP terdapat tujuh komponen utama dalam keamanan manusia (human security). yaitu: keamanan ekonomi (economic security), keamanan pangan (food security), keamanan kesehatan (health security), keamanan lingkungan (environmental security), keamanan individu (personal security), keamanan masyarakat (community security), dan keamanan politik (political security).34Dari ketujuh komponen tersebut penelitian ini menggunakan tiga komponen, yaitu keamanan kesehatan (health security), keamanan masyarakat (community security), dan keamanan individu (personal security). Hal ini terkait dengan permasalahan
33
United Nations Development Programme (UNDP), Human Development Report 1994, (New York: Oxford University Press, 1994), 23. 34 United Nations Development Programme (UNDP), Human Development, 24-25.
18
tempat tinggal dan kesehatan yang menjadikan adanya kesenjangan sosial antara pengungsi dan masyarakat Lebanon. a. Keamanan kesehatan (health security) Menurut Shahrbanou Tadjbakhsh bahwa ancaman kesehatan termasuk cedera dan penyakit, membutuhkan akses perawatan kesehatan dan pelayanan kesehatan yang aman dan terjangkau oleh masyarakat. Ancaman terhadap keamanan kesehatan lebih besar bagi masyarakat miskin di daerah pedesaan, terutama perempuan dan anak-anak.35 Oleh karena itu, keamanan kesehatan bertujuan menjamin perlindungan dari penyakit dan gaya hidup yang tidak sehat terutama di negara berkembang, hal ini karena kurang gizi dan kurangnya pasokan obat-obatan, air bersih dan kelengkapan kesehatan lainnya.36 b. Keamanan individu (personal security) Keamanan individu bertujuan melindungi orang dari kekerasan fisik baik dari aparatur negara, negara lain, sesama individu hingga pelecehan. Bagi banyak orang, sumber utama keresahan adalah kejahatan, terutama kejahatan yang disertai kekerasan fisik.37 Berkaitan dengan keamanan individu (personal security), menurut Shahrbanou Tadjbakhshbahwa keamanan individu adalah mereka yang dikaitkan dengan ancaman kriminalitas, persepsi individu dan ketakutan; seperti, takut
35
Shahrbanou Tadjbakhsh and Anuradha M. Chenoy, Human Security Concepts and implications, (Canada: Routledge, 2007), 14. 36 United Nations Development Programme (UNDP), Human Development, 27. 37 United Nations Development Programme (UNDP), Human Development,30.
19
kehilangan akses ke layanan kesehatan dalam proses reformasi asuransi kesehatan, atau takut kehilangan pekerjaan.38 Begitupula mencakup ancaman dari negara melalui penyiksaan fisik, ancaman dari negara-negara lain (perang), dari terorisme internasional maupun antar negara, dan dari individu atau geng (kekerasan jalanan), kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan terhadap anak-anak (pelecehan, prostitusi, tenaga kerja) dan bahkan kekerasan terhadap diri sendiri (bunuh diri atau penyalahgunaan obat). Oleh karena itu, dimensi ini umumnya dikaitkan dengan kebebasan dari rasa takut.39 c. Keamanan komunitas (community security) Keanekaragaman budaya yang membentuk sebuah komunitas/masyarakat memerlukan keamanan dari ancaman yang menindas, diskriminasi terhadap kelompok-kelompok etnis atau adat dan pengungsi.40 Sebagaimana dijelaskan dalam laporan UNDP 1994 bahwa keamanan komunitas bertujuan melindungi orang dari hilangnya hubungan dan nilai tradisional, serta dari kekerasan sektarian, religi dan etnis. Komunitas tradisional, terutama kelompok etnis dan kepercayaan minoritas sering kali merasa terancam. Sekitar setengah dari seluruh jumlah Negara di dunia pernah mengalami ketegangan antar etnis.41
38
Tadjbakhsh and Anuradha M. Chenoy, Human Security Concepts, 14. Tadjbakhsh and Anuradha M. Chenoy, Human Security Concepts, 14. 40 Tadjbakhsh and Anuradha M. Chenoy, Human Security Concepts,15. 41 United Nations Development Programme (UNDP), Human Development,31. 39
20
Dari penjelasan konsep keamanan manusia (human security) diatas, maka permasalahan pengungsi termasuk kedalam konsep keamanan individu (personal security), tetapi masalah pengungsi berdampak kepada masalah lainnya, yaitu masalah tempat tinggal dan kesehatan. Oleh karena itu, masalah pengungsi termasuk kedalam keamanan komunitas (comunity security) dan keamanan kesehatan (health security). Kemudian dampak yang dihadirkan oleh arus pengungsi mendorong perlunya penanganan yang serius dan komprehensif oleh aktor negara dan organisasi internasional (UNHCR). F. Metode Penelitian Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melalui penelitian kepustakaan (library research)dan wawancara. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan mencari buku, artikel jurnal, catatatan, maupun hasil penelitian dari penelitian terlebih dahulu yang berkaitan dengan penelitian ini. Sedangkan wawancara dilakukan dengan mewawancarai Mitra Suryono yg merupakan staff informasi publik dan dokumentasi di kantor UNHCR Jakarta untuk mendapatkan informasi mengenai oprasi UNHCR secara umum. Selain dengan penelitian kepustakaan (library research) dan wawancara, dalam mendapatkan data yang berkaitan dengan penelitian, dilakukan pula dengan mengunjungi perpustakaan-perpustakaan. Perpustakaan-perpustakaan tersebut seperti perpustakaan Universitas Indonesia, perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah dan perpustakaan Universitas lainnya. Selain itu, dalam mendapatkan
21
data tersebut penulis juga mengunjungi pusat-pusat dokumen seperti pusat dokumen United Nations High Commissioner for Refugee (UNHCR) Jakarta, The International Commitee of Red Cros Jakarta(ICRC), The Centre for Strategic and International studies (CSIS) dan Pusat Informasi Kompas (PIK). Setelah dilakukan pengumpulan data, maka data tersebut dianalisa dengan menggunakan teknik analisis deskriptif. Metode analisis deskriptif adalah penelitian yang mengupayakan gambaran secara spesifik mengenai suatu situasi, mekanisme dan proses berdasarkan data dan fakta melalui proses analisis.42 Dengan demikian hasil penelitian ini berupa analisa yang didapatkan dengan cara mengoprasionalisasi data dengan kerangka konseptual yang menghasilkan kesimpulan terhadap upaya UNHCR dalam menangani pengungsi Suriah di Lebanon. G. Sistematika Penelitian BAB I
: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah B. Pertanyaan Penelitian C. Tujuan dan Manfaat Penelitian D. Tinjauan Pustaka E. Kerangka Pemikiran F. Metode Penelitian 42
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2007)
4.
22
G. Sistematika Penelitian BAB II
: KONFLIK SURIAH DAN PERMASALAHAN PENGUNGSI SURIAH DI LEBANON
A. Konflik Suriah dan Arus Pengungsi Suriah B. Pengungsi Suriah di Lebanon C. Permasalahan yang dihadapi Pengungsi Suriah di Lebanon 1. Masalah Tempat Tinggal 2. Masalah Kesehatan D. Respon Pemerintah Lebanon terhadap Pengungsi Suriah 1. Membuka Perbatasan Lebanon 2. Membentuk Komite Tripartit BAB III
: UNITED NATIONS HIGH COMMISSIONER FOR REFUGEES(UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI
A. Eksistensi UNHCR dan Mandatnya 1. Instrumen UNHCR dalam Memberikan Perlindungan terhadap Pengungsi a. Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi b. Protokol Tambahan tentang Status Pengungsi Tahun 1967 B. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan UNHCR terkait Masalah Pengungsi 1. Bantuan Langsung (Asisstance)
23
2. Solusi Berkelanjutan (Durabel Solution) a. Repatrasi Sukarela (Voulentary Repatration) b. Integrasi Lokal (Local Integration) c. Pemukiman Kembali (Resettlement) BAB IV
: PENANGANAN PENGUNGSI SURIAH DI LEBANON OLEH UNHCR TAHUN 2011-2013
A. Upaya UNHCR dalam Menangani Pengungsi Suriah di Lebanon 1. UNHCR sebagai Inisiator 2. UNHCR sebagai Fasilitator a. UHNCR sebagai Fasilitator dalam Permasalahan Tempat Tinggal b. UHNCR sebagai Fasilitator dalam Permasalahan Kesehatan 3. UNHCR sebagai Determinator B. Interaksi UNHCR dengan Pemerintah Lebanon C. Hambatan UNHCR dalam Menangani Pengungsi Suriah di Lebanon 1. Hambatan dalam Penanganan Permasalahan Tempat Tinggal 2. Hambatan dalam Penanganan Permasalahan Kesehatan
24
BAB II KONFLIK SURIAH DAN PERMASALAHAN PENGUNGSI SURIAH DI LEBANON Bab
ini
menjelaskan
mengenai
konflik
Suriah
dan
permasalahan-
permasalahan pengungsi Suriah di Lebanon. Bagian ini akan dimulai dengan pembahasan mengenai konflik Suriah dan arus pengungsi Suriah, Pengungsi Suriah di Lebanon, permasalahan yang dihadapi pengungsi Suriah di Lebanon, dan respon pemerintah Lebanon terhadap pengungsi Suriah. Keterkaitan bab ini dengan kerangka pemikiran dalam penelitiaan ini dilihat dari dampak krisis Suriah yang mengakibatkan meningkatnya arus pengungsi menuju Lebanon sehingga menjadi permasalahan kemanan manusia (human security) yang membutuhkan penanganan dari organisasi internasional. A. Konflik Suriah dan Arus Pengungsi Suriah Pada tahun 2011 Suriah mengalami konflik internal akibat dampak Arab Spring di wilayah Timur Tengah. Sama halnya dengan negara Timur Tengah lainnya yang terkena dampak Musim Semi Arab (Arab Spring), konflik Suriah juga diawali dengan aksi demonstrasi masyarakat Suriah. Gerakan demonstrasi masyarakat Suriah dimulai dari tuntutan masyarakat Suriah di kota Dera’a yang menuntut pembebasan anak-anak sekolah yang ditangkap polisi Suriah.43
43
Trias Kuncahyono, Musim Semi di Suriah, Anak-Anak Penyulut Revolusi, (Jakarta: Gramedia, 2013), 114.
25
Penangkapan anak-anak sekolah tersebut karena mereka menulis slogan revolusi yang diteriakan rakyat di Tunisia, Mesir dan Libya yang bertuliskan Assahab yoreed eskaat el nizam yang artinya rakyat ingin menumbangkan rezim. Grafiti yang ditulis oleh anak-anak tersebut dianggap oleh pemerintah sebagai aksi provokasi kepada masyarakat sehingga pemerintah melalui Mukhabarat,44memerintahkan agar anak-anak tersebut ditangkap. Anak-anak tersebut ditangkap dan disiksa dengan berlebihan sehingga membuat para orang tua dan pimpinan kabilah sangat marah kepada rezim.45 Demonstrasi yang dilakukan di Suriah berkembang menjadi demonstrasi publik yang bertujuan untuk perubahan pemerintahan. Tuntutan masyarakat Suriah tersebut diakibatkan karena perekonomian Suriah mengalami penurunan dan kecewa terhadap pemerintahan Assad yang telah lama memerintah Suriah. 46 Namun tuntutantuntutan masyarakat Suriah melalui gerakan demonstrasi dihalangi oleh pihak keamanan, dengan cara penembakan terhadap para demonstran yang mengakibatkan jatuhnya korban tewas dari masyarakat Suriah. Penembakan terhadap para demonstran tersebut menjadikan masyarakat Suriah semakin marah terhadap rezim Assad sehingga mengakibatkan bentrokan antara demonstran dengan pemerintah.47
44
Mukhabaratmerupakan salah satu dinas intelejen atau keamanan yang mengontrol, mengawasi penduduk dan bertugas mempertahankan rezim. 45 Kuncahyono, Musim Semi di Suriah, 114-115. 46 Wardoyo, “Anatomi Penyelesaian”, 185. 47 Kuncahyono, Musim Semi di Suriah, 123-130.
26
Berkembangnya aksi demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat Suriah dalam
menurunkan
kepemimpinan
Presiden
Bashar
Al-Assad,
menjadikan
masyarakat Suriah bergabung dalam beberapa kelompok oposisi. Terdapat empat kelompok oposisi yaitu:48Syrian National Council (SNC),49Free Syrian Army (FSA),50National Coordinator Bereu (NCB),51 dan gerakan-gerakan akar rumput yang sifatnya lokal.52 Terbentuknya kelompok-kelompok oposisi menjadikan adanya dua kelompok yang saling bertentangan. Dua kelompok tersebut yaitu pihak oposisi yang ingin menjatuhklan kekuasaan Presiden Bashar al Assad dan pihak pemerintah yang mempertahankan kekuasaan Presiden Bashar al Assad. Dengan adanya kedua kelompok yang saling bertentangan tersebut menjadikan konflik dalam negeri menjadi konflik berkepanjangan di Suriah dan mengakibatkan ratusan ribu masyarakat Suriah pergi meninggalkan wilayahnya untuk mengungsi di wilayahwilayah yang aman.
48
Wardoyo, “Anatomi Penyelesaian”, 186. Syrian National Council (SNC) didirikan oleh tokoh-tokoh anti rezim di pengasingan dan berbasis di Istambul. SNC terdiri dari berbagai faksi yaitu dari Ikhwanul Muslimin, National Bloc, Local Coordinating Committe dan beberapa kelompok minoritas termasuk beberapa faksi kecil dari kelompok Kurdi. 50 Free Syrian Army (FSA) merupakan struktur oposisi utama bersenjata yang beroperasi di Suriah yang aktif selama perang saudara di Suriah. Tentara Pembebasan Suriah (FSA) terdiri dari para personel angkatan bersenjata Suriah yang memberontak. FSA didominasi oleh kelompok menengah kebawah Sunni, mereka yang terlibat dalam Ikhwanul Muslimin dan beberapa kelompok radikal Islam. 51 National Coordinator Bureu (NCB) berisis kelompok-kelompok nasionalis, kiri, dan beberapa faksi kelompok Kurdi. Kelompok ini berbasis di Suriah dan kelompok ini dipandang oleh Bashar al Assad sebagai wakil dari pihak oposisi untuk diajak bernegosiasi. 52 Gerakan-gerakan akar rumput yang sifatnya lokal gerakan ini mencakup hampir seluruh wilayah Suriah, kelompok ini dikoordinatori oleh Revolutionary Council dan dalam tingkatan nasional masuk kedalam Syrian Revolution General Commission (SRGC). 49
27
Pada awalnya masyarakat Suriah hanya pergi dari desa ke desa untuk mencari perlindungan namun situasi dalam negeri yang tidak menentu menjadikan masyarakat Suriah pergi meninggalkan negaranya untuk mendapatkan perlindungan di negaranegara tetangga.53 Oleh karena itu, kekerasan dan konflik dalam negeri menjadikan warga Suriah sebagai pengungsi dalam negeri. Konflik dalam negeri menjadikan masyarakat Suriah kehilangan anggota keluarga, hancurnya rumah-rumah dan hilangnya pekerjaan. Menurut UNHCR jumlah pengungsi dalam negeri (Internal Displacement Persons (IDPs) ) di Suriah dari 2.016.500 jiwa pada tahun 2012 meningkat menjadi 6.520.800 jiwa pada akhir tahun 2013.54 Peningkatan jumlah pengungsi dalam negeri (Internal Displacement Persons /IDPs ) tersebut berdampak kepada negara-negara tetangga Suriah. Menurut laporan UNHCR bahwa per tanggal 31 Desember 2013 jumlah pengungsi Suriah yang menuju negara-negara tetangga mencapai 2.352.426 jiwa, tersebar di Turki 352.242 jiwa, Lebanon 858.641 jiwa, Iraq 212.181 jiwa, Yordania 576. 354 jiwa dan Mesir 131.707 jiwa. (lihat gambar II.1).55
53
Lisa Schlein, “UNHCR: Konflik Suriah, Krisis Darurat Kemanusiaan Terbesar Saat Ini,”Voa indonesia.com Kamis, 30 Oktober 2014 [Berita On-line]; tersedia di http://www.voaindonesia.com/content/unhcr-krisi-suriah-darurat-kemanusiaan-terbesar-saat-ini/2432852.html internet; diakses pada 23 September 2014. 54 United Nations High Commissioner for Refugess (UNHCR), “Time Series – Internally displaced person in Syrian Arab Republic,” [database on-line]; tersedia di http://popstats.unhcr.org/PSQ_TMS.aspx?SYR=2001&EYR=2013&POPT=ID&DOGN=N&DPOPT= N internet; diakses pada 23 September 2014. 55 United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Syria Regional Response, 2013 Final Report, (Geneva: UNHCR, 2013), 1.
28
Gambar. II.1. Syrian Refugee in the Region, 31 December 2013
Sumber: UNHCR, Syrian Regional Response Plan 5, 2013 Final Report. Dari gambar II.1. di atas terlihat bahwa pada akhir tahun 2013, lebih dari 2,3 juta pengungsi Suriah telah mencari suaka menuju Republik Lebanon (Lebanon), Kerajaan Yordania (Jordan), Republik Turki (Turki), Republik Irak (Irak), dan Republik Arab Mesir (Mesir). Negara-negara tersebut menerima jutaan pengungsi dengan baik. Tingkat rata-rata kedatangan pengungsi menuju negara-negara tetangga Suriah hampir 150.000 pengungsi per bulan.56 Jika melihat gambar II.1. maka terlihat bahwa persebaran pengungsi Suriah yang melarikan diri menuju negara-negara tetangga tersebut sebagian besar menuju Lebanon yang mencapai 585.641 jiwa. Sedangkan, arus pengungsi yang menuju wilayah Turki, Irak, Yordania dan Mesir lebih sedikit dibandingkan dengan arus
56
United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Syria Regional Response, 1.
29
pengungsi yang menuju Lebanon. Begitu juga, luas wilayah Lebanon dibandingkan dengan negara tetangga Suriah, Lebanon merupakan negara yang memiliki luas wilayah terkecil. B. Pengungsi Suriah di Lebanon tahun 2011-2013 Masuknya pengungsi Suriah ke Lebanon merupakan dampak dari terjadinya konflik dalam negeri di Suriah yang menempati sebagian besar wilayah-wilayah di Lebanon. Mayoritas pengungsi yang berada di Lebanon menempati wilayah Utara Lebanon dan Bekaa. Pengungsi yang berada di Lebanon utara merupakan pengungsi Suriah yang berasal dari Tal Kalakh dan Homs dengan tujuan untuk berlindung di Wadi Khaled, Akroom, Halba, Old Akkar, Tall Bire, Tripoli dan sekitarnya (Minieh, Dennieh) dan Bire. Sedangkan pengungsi yang berada di Bekaa merupakan pengungsi Suriah yang berasal diri Baba Amr dan Quseir untuk mencari perlindungan di Aarsal, Al Faqiha, Macharii al-QAA dan Hermel.57 Jalur yang digunakan oleh pengungsi untuk pergi meninggalkan Suriah menuju Lebanon yaitu melalui jalur darat. Jalur darat tersebut dengan melewati jalan raya antara Damaskus di Suriah dan Beirut di Lebanon. Jalan raya tersebut merupakan pintu masuk perbatasan antara Lebanon dengan Suriah. Terdapat lima perbatasan resmi antara Lebanon dan Suriah, yaitu Aarida (antara Homs dan Lebanon utara), El Abboudi (antara Tartous dan Lebanon utara), QAA Baalbek (di ujung utara
57
Hala Naufal, “Syrian Refugees in Lebanon: the Humanitarian Approach under Political Divisions,” Robert Schuman Centre for Advanced Studies, (European University Institute, 2012): 5.
30
lembah Bekaa) Al-Masnaa (antara Damaskus dan Bekaa) dan Wadi Khaled (antara Lebanon utara dan Homs).58 Masuknya masyarakat Suriah ke Lebanon melalui perbatasan-perbatasan kedua negara menjadikan terjadinya peningkatan jumlah pengungsi di Lebanon dari jumlah pengungsi pada akhir November 2011 mencapai 3.798 jiwa dan pada akhir Januari 2012 berjumlah 6.374 kemudian meningkat pada akhir September 2012 mencapai 156.612.59 Jumlah pengungsi yang masuk ke Lebanon tidak semuanya memasuki Lebanon secara resmi atau legal dan terdaftar tetapi ada juga yang masuk ke Lebanon dengan illegal dan tidak terdaftar. Terdapat lima kelompok warga Suriah yang menuju Lebanon yaitu, Kelompok pertama yang terdiri dari warga negara ganda yang memiliki kedua paspor Lebanon dan Suriah. Kelompok kedua yaitu warga Suriah yang datang ke Lebanon melalui jalur hukum dan diperpanjang izin tinggal mereka di akhir masa dari tinggal di Lebanon. Kelompok ketiga adalah yang konsisten yang dating dari Suriah ke Lebanon melalui jalur resmi, tapi tidak bisa memperpanjang izin tinggal karena biaya perpanjangan, dengan demikian warga Suriah tersebut tinggal secara ilegal di Lebanon. Kelima kelompok terdiri dari warga Suriah yang masuk Lebanon secara ilegal dan tidak memiliki identitas dokumen yang masih berlaku. Banyaknya kelompok yang masuk ke Lebanon menjadikan sulitnya untuk mengetahui jumlah 58
The Assessment Capacities Project (ACAPS), “Legal Status of Individuals Fleeing Syria,” Syria Needs Analysis Project (June 2013): 5. 59 Naufal, “Syrian Refugees in Lebanon,” 1.
31
warga Suriah yang masuk ke Lebanon terlebih pemerintah Lebanon menerapkan kebijakan pintu terbuka dengan membuka perbatasan antara Lebanon dan Suriah.60 Berikut merupakan gambaran penyebaran pengungsi Suriah di wilayahwilayah Lebanon pada akhir Desember 2013 : Gambar II.2. Wilayah Persebaran Pengungsi Suriah di Lebanon
Sumber : UNHCR, Syria Refugee Response Lebanon: Places of Origin of Syrian Refugees Registered in Lebanon. Dari gambar II.2. dijelaskan mengenai penyebaran pengungsi di wilayahwilayah Lebanon yang meliputi Lebanon Utara berjumlah 239.748 dan yang belum terdaftar berjumlah 10.380, Beirut yang terdaftar 187.808 dan yang belum terdaftar
60
Oytun Orhan,.et.al. “The Situation of Syrian Refugees in the Neighboring Countries: Findings, Conclusions and Recommendations,” ORSAM Report No: 189 (April 2014):34.
32
35.448, wilayah Bekka yang terdaftar 274.835 dan yang belum terdaftar 5.275, wilayah Lebanon Selatan yang terdaftar 103.451 dan yang belum terdaftar 1.703.61 Pada awal kedatangannya, masyarakat Lebanon menerima dengan senang hati kedatangan pengungsi Suriah. Namun karena konflik dalam negeri Suriah yang berkepanjangan berdampak kepada terjadinya ketegangan sosial antara masyarakat Lebanon dengan pengungsi Suriah.62 Ketegangan sosial yang diakibatkan oleh tingginya jumlah pengungsi Suriah yang masuk ke Lebanon yang mencapai 858.242 jiwa63 sedangkan jumlah penduduk Lebanon 4,965,914 jiwa64 berdampak kepada munculnya
permasalahan-permasalahan
seperti
persaingan
pekerjaan
dan
peningkatan kemiskinan.65 Permasalahan persaingan pekerjaan ditandai dengan masuknya pekerja Suriah yang merupakan sebagian besar pekerja tidak terampil dengan pendidikan rendah mengancam pekerja Lebanon, terutama dalam pembangunan, pertanian dan pada tingkat lebih rendah pada sektor jasa. Dengan masuknya pengungsi Suriah kepada sektor pekerjaan masyarakat Lebanon, maka pengungsi Suriah telah menjadikan
61
United Nations High Commissioner for Refugess (UNHCR), “Syria Refugee Response Lebanon: Places of Origin of Syrian,” 1. 62 Midgley and Johan Eldebo, “Advocacy Report, Under Pressure, the impact of the Syrian refugee crisis on host communities in Lebanon,” World Vision Lebanon, (July 2013): 16. 63 United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Syria Regional Response, 2013 Final Report, (Geneva: UNHCR, 2013): 1. 64 Head of Statistics Department “Statistical Bulletin,” [database on-line]; tersedia di http://www.moph.gov.lb/Statistics/Documents/StatisticalBulletin2012.pdf internet: diakses pada 19 Februari 2015. 65 Sawsan Masri And Illina Srour “Assessment of the Impact of Syrian Refugees in Lebanon and Their Employment Profile 2013.” ILO Regional Office for Arab States (Beirut: ILO, 2014), 36.
33
adanya penurunan upah dan kesempatan kerja yang terbatas bagi warga negara Lebanon. 66 Dengan turunnya upah dan kesempatan kerja yang terbatas menimbulkan tingginya angka kemiskinan bagi masyarakat Lebanon. Kemiskinan telah meningkat menjadi 53 persen di Utara, 42 persen di Selatan dan 30 persen di Beqaa, dibandingkan dengan tingkat kemiskinan nasional dari 28 persen.67 Kondisi kesenjangan sosial tersebut diperburuk karena adanya kecemburuan sosial yang diakibatkan karena bantuan-bantuan dari lembaga internasional yang diberikan secara gratis kepada pengungsi Suriah seperti pemukiman dan pelayanan kesehatan. Hal demikian menjadikan permasalahan bagi pengungsi Suriah dan penduduk Lebanon yang diakibatkan oleh kepadatan penduduk di wilayah Lebanon dan persaingan akses pelayanan kesehatan.68 C. Permasalahan yang dihadapi Pengungsi Suriah di Lebanon Konflik yang terjadi di Suriah sejak tahun 2011 menjadikan sumber daya bagi pengungsi maupun masyarakat Lebanon berkurang, seperti air, listrik makanan dan akses kesehatan menjadi ancaman bagi pemerintah Lebanon dan penduduk Lebanon. Permasalahan dalam negeri tersebut diakibatkan oleh meningkatannya jumlah pengungsi Suriah menuju Lebanon sehingga terjadi kepadatan penduduk di wilayah-
66
Sawsan Masri And Illina Srour “Assessment of the Impact of Syrian Refugees in Lebanon and Their Employment, 36. 67
68
World Vision Lebanon, “Advocacy Report Under Preasure,” 6.
34
wilayah Lebanon. Hal demikian berdampak kepada hubungan antara penduduk Lebanon dan pengungsi Suriah terjadi ketegangan sosial. Kepadatan penduduk di Lebanon tersebut karena Pemerintah Lebanon mengeluarkan kebijakan untuk tidak mendirikan kamp resmi, dengan tidak adanya kamp resmi tersebut memiliki efek negatif secara langsung kepada pengungsi Suriah. Pengungsi Suriah, yang datang ke Lebanon secara legal atau ilegal, menetap bersama keluarga angkat, di sekolah, di masjid-masjid, dan beberapa dari mereka menyewa tempat, berkemah di tempat-tempat umum atau di gedung-gedung.69 1. Masalah Tempat Tinggal Tujuan utama masyarakat Suriah meninggalkan negara asalnya adalah untuk mencari perlindungan di negara tetangga. Tempat tinggal menjadi kebutuhan utama para pengungsi dalam mendapatkan perlindungan. Hal tersebut karena ketika seorang pengungsi meninggalkan negara asalnya atau tempat tinggal sebelumnya, mereka meninggalkan sebagian besar hidup, rumah, kepemilikan dan keluarganya sehingga membutuhkan tempat tinggal sementara. Konflik yang berkepanjangan di Suriah menjadikan masyarakat Suriah di Lebanon menetap semakin lama, bahkan sebagian besar masyarakat Suriah yang berada di kota-kota menyewa akomodasi, tinggal di toko-toko kosong atau menyewa ruang diatas tanah milik masyarakat Lebanon. Semakin banyaknya masyarakat Suriah 69
Björn Zimprich, “Syrian Refugees in Lebanon, The Heavy Burden of the Open Borders Policy,” [database on-line]; tersedia di http://en.qantara.de/content/syrian-refugees-in-lebanon-theheavy-burden-of-the-open-borders-policy internet : diakses pada 12 Februari 2015.
35
yang menyewa tempat tinggal berdampak kepada terjadi peningkatan harga sewa di Lebanon yang menjadikan pengungsi harus membayar harga sewa lebih tinggi, dan berdampak pula kepada terjadinya kepadatan penduduk di kota-kota Lebanon.70 Sedangkan di wilayah-wilayah perbatasan Lebanon dengan Suriah, sebagian besar pengungsi tinggal bersama keluarga angkat pengungsi yang berada di Lebanon, di rumah-rumah pribadi atau di gedung-gedung sekolah, sebagaimana yang terjadi di Wadi Khaled atau di Lembah Bekaa. Presentase pengungsi yang tinggal bersama keluarga angkat Lebanon mencapai 80 persen sedangkan 20 persen yang tidak memilikinya sehingga tinggal di sekolah atau shelters dan bangunan kosong di Wadi Khaled. Hal demikian, menjadikan Lebanon penuh sesak, yang berdampak kepada terjadinya kepadatan penduduk di Lebanon.71 Kepadatan penduduk yang terjadi di wilayah-wilayah Lebanon tersebut menjadikan sulitnya tempat tinggal bagi pengungsi suriah. Selain itu, kondisi tempat penampungan yang tidak mendukung, mempersulit kondisi pengungsi, khususnya di musim dingin membuat para pengungsi kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Hal demikian berdampak kepada kurangannya pangan dan kebutuhan dasar lainnya untuk menunjang kehidupan pengungsi di kamp-kamp penampungan. 2. Masalah Kesehatan
70
World Vision Lebanon, “Advocacy Report Under Preasure,” 14. Sam Van Vliet and Guita Hourani, “Refugees of The Arab Spring: The Syrian Refugees in Lebanon” The American University In Cairo, (Paper April 2011-April 2012 No. 2/ August 2012): 29. 71
36
Selain masalah tempat tinggal, masalah kesehatan merupakan tantangan terbesar yang dihadapi oleh pengungsi Suriah di Lebanon. Hal tersebut dikarenakan masuknya pengungsi Suriah menjadikan adanya peningkatan permintaan pelayanan kesehatan, sedangkan rumah sakit di Lebanon mengalami kekurangan tenaga kesehatan (spesialis dan perawat) yang dihadapi dengan peningkatan penyakit menular serta munculnya penyakit baru (leishmaniasis), dan peningkatan resiko epindemi seperti penyakit yang terbawa air, campak, dan tuberkulosis. 72 Kondisi kesehatan pengungsi yang kurang baik terjadi karena padatannya penduduk di Lebanon mengakibatkan kurangannya air dan infrastruktur senitasi air sehingga menimbulkan resiko terhadap peningkatan infeksi penyakit. Oleh karena itu, penularan penyakit tersebar di penduduk Lebanon dan pengungsi Suriah, hal demikian menjadikan peningkatan permintaan untuk layanan kesehatan meningkat juga secara signifikan.73 Sebagaimana diungkapkan oleh Wakil Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) di Suriah Elizabeth Hoff mengatakan, “penyakit yang ditularkan melalui air sedang meningkat di tengah para pengungsi Suriah. Tifoid infeksi yang disebabkan oleh bakteri salmonella hepatitis A, dan penyakit lain
72
United Nations, “Lebanon: Economic and Social Impact Assessment of the Syrian Conflict” (September 2013): 66. 73 United Nations, “Lebanon: Economic and Social Impact Assessment of the Syrian Conflict” (September 2013): 66.
37
telah menyebar luas di tengah mereka”.74 Dari pernyataan Wakil Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Suriah, menggambarkan bahwa buruknya tempat tinggal para pengungsi dengan fasilitas senitasi air yang buruk. Hal demikian menjadikan penyebaran penyakit di wilayah pengungsi dengan mudah sehingga kematian akibat kekurangan gizi, depresi, dan kekurangan obat-obatan dan dokter, merupakan masalah kesehatan serius yang mengancam pengungsi Suriah. Data yang dihimpun oleh The Amel Association sejak Januari 2013 menjelaskan lebih dari 90.000 kehilangan tempat tinggal dan menjadikan berbagai penyakit menjangkit para pengungsi. Penyakit-penyakit tersebut antara lain 47% terjangkit penyakit kulit (leishmaniasis, scabies, lice, and staphylococcal skin infection); 27% penyakit pencernaan, 19% penyakit pernapasan, 7% malnutrisi bagi anak-anak, 2% penyakit menular (measles, jaundice, and typhoid); dan 13% penyakit mental yang diakibatkan oleh trauma akibat konflik.75 Selain permasalahan tingginya penyakit yang tersebar kepada pengungsi permasalahan kesehatan lainnya adalah masalah minimnya akses kesehatan. Masalah akses kesehatan yang dihadapi pengungsi Suriah di Lebanon antar lain, masalah dalam pelayanan kesehatan umum, masalah pada kehamilan dan persalinan, masalah yang dialami oleh pasien dengan penyakit kronis, permasalahan dalam layanan 74
Iran Indonesian Radio (Irib), “Perang dan Kondisi Tragis Pengungsi Suriah,”Iran Indonesian Radio, 12 Januari 2014 Iran, [berita on-line]; tersedia di http://indonesian.irib.ir/editorial/fokus/item/75255Perang_dan_Kondisi_Tragis_Pengungsi_Suriah internet; diakses pada 22 Oktober 2014. 75 Marwan M Refaat and Kamel Mohanna, “Syrian refugees in Lebanon: facts and solutions,” (Vol 382 August 31, 2013): 2.
38
darurat medis dan situasi di mana operasi yang diperlukan. Masalah-masalah ini diakibatkan karena permintaanpelayanan kesehatan
oleh pengungsi Suriah di
Lebanon melebihi kapasitas sistem kesehatan Lebanon.76 Tingginya permintaan akses kesehatan disebabkan karena kebijakan pemerintah Lebanon, untuk meberikan akses kesehatan yang sama dengan masyarakat Lebanon. Akan tetapi, sistem perawatan kesehatan di Lebanon sebagian besar dimiliki oleh pihak swasta dan organisasi kesehatan, Oleh karena itu, warga Lebanon dan pengungsi Suriah harus membayar uang untuk layanan kesehatan primer, sekunder dan tersier.77 D. Respon Pemerintah Lebanon terhadap Pengungsi Suriah Status hukum pengungsi di Lebanon adalah masalah yang belum terselesaikan. Hal demikian karena Lebanon tidak memiliki undang-undang dan peraturan yang efektif mengenai pengungsi, dalam kebijakan Lebanon juga menegaskan bahwa Lebanon bukan sebagai Negara suaka dan Lebanon bukanlah pihak dalam Konvensi PBB tahun 1951 berkaitan dengan Status Pengungsi atau Protokol 1967.78 Oleh karena itu, Lebanon memiliki hak untuk tidak memberikan
76
Oytun Orhan,.et.al. “The Situation of Syrian Refugees in the Neighboring Countries, 38. Oytun Orhan,.et.al. “The Situation of Syrian Refugees in the Neighboring Countries, 38. 78 Björn Zimprich, Syrian Refugees in Lebanon, The Heavy Burden of the Open Borders 77
Policy,
39
status pengungsi atau izin tinggal permanen untuk orang asing yang datang ke negaranya karena alasan keamanan.79 Lebanon sebagai Negara yang bukan termasuk kedalam pihak yang menandatangani Konvensi PBB tahun 1951 berkaitan dengan Status Pengungsi atau Protokol 1967 menjadikan mekanisme perlindungan bagi pengungsi lemah, sehingga masyarakat Suriah yang melarikan diri dari konflik tidak diakui sebagai pengungsi dan diperlakukan sesuai dengan peraturan yang normal yang berlaku untuk semua warga negara Suriah. Walaupun Lebanon belum meratifikasi, Lebanon terikat oleh hak untuk mencari suaka, yang termasuk dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, yang termasuk dalam Konstitusi dan resmi menyatakan bahwa itu terikat oleh prinsip non refoulement.80 Selain itu, dalam menjalankan Deklarasi Hak Asasi Manusia Lebanon telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan UNHCR pada September 2003 untuk mengelola isu-isu pengungsi di Lebanon. Dalam MoU resmi tersebut, pemerintah Lebanon mengakui hak pengungsi untuk tetap di Lebanon jika hidup pengungsi atau kebebasan pengungsi berada dalam bahaya di negara asal,
79
Oytun Orhan,.et.al. “The Situation of Syrian Refugees in the Neighboring Countries: Findings, Conclusions and Recommendations,” ORSAM Report No: 189 (April 2014):34. 80
The Assessment Capacities Project (ACAPS), “Legal Status of Individuals,” 5.
40
dengan harapan bahwa pengungsi akan dimukimkan ke negara ketiga dalam waktu 9 bulan.81 Oleh karena itu, dalam melaksanakan Memorandum of Understanding (MoU) dengan UNHCR maka Lebanon melakukan kebijakan-kebijakan untuk menjaga hakhak pengungsi yang masuk ke dalam wilayah Lebanon yaitu, membuka perbatasan antara Lebanon dan Suriah, dan membentuk Komite Tripartit antara Pemerintah Lebanon dengan UNHCR. 1. Membuka Perbatasan Lebanon Meskipun Lebanon bukanlah pihak yang menandatangani Konvensi PBB tahun 1951 berkaitan dengan Status Pengungsi atau Protokol 1967 pemerintah Lebanon tetap membantu pengungsi Suriah untuk mendapatkan perlindungan dengan membuka perbatasannya dan telah memainkan peran yang sangat aktif dalam memfasilitasi, koordinasi dan respon perencanaan dengan organisasi internasional untuk menangani pengungsi Suriah di Lebanon.82 Perbatasan-perbatasan yang dibuka oleh Lebanon adalah perbatasan resmi antara Lebanon dan Suriah. Perbatasan tersebut yaitu perbatasan Aarida merupakan perbatasan antara Homs dan Lebanon utara, perbatasan El Abboudi merupakan perbatasan antara Tartous dan Lebanon utara, perbatasan QAA Baalbek merupakan
81
The Assessment Capacities Project (ACAPS), “Legal Status of Individuals,” 5. United Nations High Commissioner for Refugess (UNHCR) Lebanon, “Overview Working environment,” [database on-line]; tersedia di http://www.unhcr.org/pages/49e486676.html internet; diakses pada 09 September 2014. 82
41
perbatasan di ujung utara lembah Bekaa, perbatasan Al-Masnaa merupakan perbatasan antara Damaskus dan Bekaa dan Wadi Khaled merupakan perbatasan antara Lebanon utara dan Homs.83 Kebijakan Lebanon dalam membuka perbatasannya untuk menerima pengungsi Lebanon merupakan sebagai bentuk bantuan kemanusiaan dan kepedulian pemerintah Lebanon. Sebagaimana diungkapkan oleh Duta Besar Lebanon untuk PBB Nawaf Salam mengatakan "Lebanon tidak akan menutup perbatasannya. Lebanon tidak akan memulangkan kembali pengungsi siapapun, Lebanon akan terus menyediakan bantuan bagi semua pengungsi Suriah."84 Dari pernyataan pemerintah Lebanon tersebut menunjukan komitmen pemerintah Lebanon untuk membantu permasalahan pengungsi Suriah di Lebanon. 2. Membentuk Komite Tripartit Selain membuka perbatasannya untuk pengungsi Suriah, pemerintah Lebanon juga berupaya melakukan koordinasi dengan organisasi internasional. Koordinasi tersebut yaitu dengan membentuk komite tripartit sebagai payung utama untuk menyalurkan bantuan kepada para pengungsi Suriah. Komite tripartit tersebut dipimpin oleh the Lebanese High Relief Commission (HRC) bekerjasama dengan
83
The Assessment Capacities Project (ACAPS), “Legal Status of Individuals Fleeing Syria,” Syria Needs Analysis Project (June 2013): 5. 84 Antara, “Lebanon berjanji terus buka perbatasan bagi pengungsi Suriah,” antara news, Kamis, 11 Juli 2013, [berita on-line]; tersedia di http://www.antaranews.com/berita/384683/lebanonberjanji-terus-buka-perbatasan-bagi-pengungsi-suriahinternet; diakses pada 22 Oktober 2014.
42
Departemen Sosial (Depsos) dan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR). Komite tripartit ini bekerja di bawah naungan PBB.85 Kementerian Sosial sebagai koordinator respon utama yang memiliki tugas untuk bekerja sama dengan pemerintah pusat dan daerah. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya ketimpangan kebijakan antara pusat dan daerah serta memastikan bahwa implementasi bantuan sejalan dengan kebijakan Pemerintah dan prinsip-prinsip kemanusiaan. Dengan demikian Kementerian Urusan Sosial mengkoordinasikan respon atas nama Pemerintah. Sedangkan UNHCR, sebagai lembaga yang mendapat mandat untuk perlindungan pengungsi bertanggung jawab untuk membantu pemerintah dalam mengkoordinasikan pengungsi. UNHCR didukung oleh tim kemanusiaan negara yaitu the Lebanese High Relief Commission (HRC). Tugas UNHCR juga memimpin mitra organisasi lain dalam perlindungan, shelter, distribusi produk Non-makanan dan hubungan sosial pengungsi.86
85 86
Vliet and Hourani, Refugees of The Arab Spring, 25. United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), “Syria Regional Response
Plan,” 35.
43
BAB III UNITED NATIONS HIGH COMMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI Pengaturan pengungsi tidak lepas dari peran organisasi internasional atau lembaga internasional. Eksistensi lembaga seperti UNHCR dalam menangani pengungsi memegang peranan penting, sehingga UNHCR yang merupakan bagian dari majelis Umum PBB dengan tugasmya bertanggungjawab terhadap persoalanpersoalan penanganan pengungsi di berbagai negara. Oleh karena itu, dalam bab ini akan menjelaskan mengenai eksistensi United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR) sebagai Organisasi Internasional yang menangani masalah pengungsi yang terdiri dari beberapa sub-sub bab, antara lain UNHCR dan mandatnya, beserta instrumen dasar UNHCR dalam memberikan perlindungan terhadap pengungsi. Selain itu dalam bab ini akan menjelaskan mengenai kegiatan yang dilakukan UNHCR terkait masalah pengungsi disertai dengan upaya UNHCR dalam menangani pengungsi Suriah di Lebanon. A. Eksistensi UNHCR dan Mandatnya Komisi Tinggi PBB untuk urusan pengungsi ini bermarkas di Jenewa, Swiss. Badan ini didirikan pada tanggal 14 Desember 1950, dan mulai menjalankan tugasnya pada 1 Januari 1951 untuk jangka waktu tiga tahun dan memiliki tugas terbatas yaitu untuk menyediakan perlindungan hukum bagi pengungsi Eropa yang
44
tersingkir pasca Perang Dunia II. Tujuannya adalah untuk melindungi dan memberikan bantuan kepada pengungsi berdasarkan permintaan sebuah pemerintahan atau PBB untuk kemudian mendampingi para pengungsi tersebut dalam proses pemindahan tempat menetap mereka ke tempat yang baru.87 UNHCR diberi mandat oleh PBB untuk memimpin dan mengkoordinasikan aksi internasional untuk perlindungan pengungsi di seluruh dunia dan penyelesaian masalah pengungsi. Tujuan utama UNHCR adalah untuk melindungi hak-hak dan kesejahteraan para pengungsi. Upaya untuk mencapai tujuan tersebut UNHCR berusaha memastikan setiap orang untuk dapat menggunakan hak mencari suaka dan menemukan tempat perlindungan yang aman di Negara lain, dan pulang secara sukarela. Bantuan UNHCR kepada pengungsi untuk kembali ke negara mereka sendiri atau untuk menetap secara permanen di tempat lain negara merupakan sebagai tanggung jawab UNHCR dalam mencari solusi yang permanen bagi pengungsi. 88 1. Instrumen
UNHCR
dalam
Memberikan
Perlindungan
terhadap
Pengungsi a. Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi The Convention 1951 Relating to the Status of Refugees merupakan dasar dari hukum internasional mengenai perlindungan terhadap pengungsi. Konvensi ini disahkan pada bulan Juli 1951 yaitu ketika diselenggarakannya konferensi diplomatik 87
Atik Krustiyati, Penanganan Pengungsi Di Indonesia (Surabaya: Brilian Internasional,
2010), 73 88
United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Mission statement UNHCR The United Nations Refugee Agency (UNHCR Global Appeal, 2007), 3.
45
di Jenewa. Pada mulanya, Konvensi 1951 ini hanya terbatas untuk melindungi pengungsi Eropa sebagai konsekuensi atau dampak dari adanya Perang Dunia II.89 Kemudian,
definisi
pengungsi
di
dalam
Konvensi
1951
berfokus
pada
seseorang/sekelompok orang yang berada di luar wilayah negara asal mereka dan dinyatakan sebagai pengungsi yang merupakan hasil dari kejadian yang terjadi di Eropa atau tempat lain sebelum tanggal 1 Januari 1951.90 Konvensi tahun 1951 ini kemudian mulai berlaku pada tanggal 22 April 1954 sesuai dengan ketentuan Pasal 43 Konvensi. Konvensi ini terdiri dari 46 pasal dan 7 Bab yang merupakan perjanjian internasional, bersifat multilateral dan juga memuat tentang prinsip-prinsip hukum internasional.91 Dengan demikian, Konvensi 1951 menjadi dasar dari perlindungan pengungsi saat ini. Prinsip-prinsip hukum yang tercantum di dalam Konvensi telah menjadi bagian dari berbagai hukum dan praktek internasional, regional maupun nasional yang mengatur cara mengenai pengungsi. 92 Konvensi ini menjelaskan mengenai katagori siapa-siapa yang dapat dikatagorikan sebagai pengungsi, jenis perlindungan hukum, bantuan lain dan hakhak sosial yang berhak pengungsi terima yang didukung oleh sejumlah prinsipprinsip dasar, terutama non diskriminasi, larangan pengenaan hukuman dan larangan
89
United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), The 1951 convention Relating to the Status of Refugees and its 1967 Protocol (Geneva:UNHCR), 1 90 Jastram and Marilyn Achiron, Refugee Protection, 8. 91 United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), The 1951 convention Relating to the Status of Refugees, 83-88. 92 United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Menlindungi Pengungsi dan Peran UNHCR, (Jakarta: UNHCR, 2007), 15.
46
pengusiran atau pengembalian (non-refoulment). Ketentuan-ketentuan konvensi harus diterapkan tanpa diskriminasi atas ras, agama atau negara asal. Perkembangan hukum internasional hak asasi manusia juga memperkuat prinsip bahwa Konvensi akan diterapkan tanpa diskriminasi terhadap jenis kelamin, usia, cacat, seksualitas, atau alasan diskriminasi lainnya.93 Konvensi 1951 mendefinisikan pengungsi sebagai orang yang berada di luar negara kewarganegaraannya atau tempat tinggalnya; memiliki ketakutan yang mendasar atas persekusi karena alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu, atau opini politik, dan tidak dapat atau tidak bersedia menerima perlindungan dari negaranya atau untuk pulang kerena takut akan persekusi.94 Konvensi
1951
mengenai
status
pengungsi
merupakan
perjanjian
internasional pertama yang mencakup berbagai aspek terpenting dari kehidupan pengungsi. Hal ini terlihat bahwa dalam Konvensi 1951 memuat sejumlah hak dan juga kewajiban-kewajiban pengungsi terhadap negara penerimanya. Dasar utama dari Konvensi 1951 adalah prinsip non-refoulment
yang tercantum dalam Pasal 33.
Menurut prinsip ini, seorang pengungsi sebaiknya tidak dikembalikan ke negara dimana pengungsi akan menghadapi ancaman serius atas hidup dan kebebasannya.95
93
United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Konvensi dan Protokol Mengenai Status Pengungsi, (Jakarta:UNHCR Media Relation and Information Service, 2010) 6. 94 United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Konvensi 1951 Tentang Status Pengungsi dan Protokol 1967. (Geneva: UNHCR. 2011), 3. 95 United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Konvensi 1951, 4.
47
b. Protokol Tambahan tentang Status Pengungsi Tahun 1967 Selain Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi terdapat Protokol Tambahan tentang Status Pengungsi Tahun 1967 yang menjadi instrumen dasar UNHCR dalam menjaga hak-hak pengungsi. Protokol Tambahan tentang Status Pengungsi Tahun 1967 tersebut berisikan tentang adanya perluasan pengertian pengungsi, serta aplikasi dari adanya Konvensi 1951. Perluasan pengertian dan aplikasi tersebut dengan menghapuskan batasan geografis dan waktu yang menjadi bagian dari Konvensi 1951.96 Sebagaimana tercantum dalam Protokol 1967 Pasal 1 A ayat 3 yaitu97: “Protokol ini akan dilaksanakan oleh Negara-negara Pihak pada Protokol ini tanpa suatu batasan geografis” Protokol tahun 1967 merupakan independent instrumen yang artinya negara boleh ikut serta pada Protokol tanpa harus menjadi peserta pada konvensi 1951.98 Bersamaan dengan Konvensi Pengungsi tahun 1951 dan Protokol Tambahan tahun 1967, keduanya mencakup tiga subjek utama dan status pengungsi yaitu, pertama, pengertian dasar mengenai pengungsi dan status pengungsi. Kedua, status pengungsi yang sah secara hukum di negara suaka. Ketiga, hak-hak dan kewajiban pengungsi, termasuk hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap pemulangan secara paksa (refoulement). Dalam konvensi dan protokol tambahan tersebut tercantum juga bahwa
96
United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Konvensi 1951, 4. United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Konvensi 1951, 59. 98 Romsan, Pengantar Hukum Pengungsi Internasional, 89. 97
48
agar Negara bekerjasama dengan UNHCR dalam melaksanakan fungsinya, serta memfasilitasi tugas supervisi dalam menerapkan Konvensi.99 Konvensi 1951 mengenai pengungsi dan Protokol 1967 dibuat dengan menetapkan konsep UNHCR. Dengan demikian, Konvensi 1951 dan Protokol 1967 menjadi perangkat hukum internasional dalam perlindungan pengungsi. Hal tersebut ditunjukan dengan adanya pasal yang yang menjelaskan hubungan antara UNHCR dengan Pemerintah yang terdapat dalam Konvensi 1951 Pasal 35. Pasal tersebut menjelaskan bahwa agar negara-negara perserta untuk bekerjasama dengan UNHCR dalam setiap masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan Konvensi itu sendiri, maupun dalam bidang hukum, peraturan atau keputusan-keputusanyang dibuat suatu negara yang mungkin berdampak pada pengungsi.100 Sebagai tanggung jawab UNHCR kepada Konvensi 1951 dan Protokol 1967 maka UNHCR memiliki peran untuk melindungi Konvensi 1951 dan Protokol 1967.101 B. Kegiatan-Kegiatan yang dilakukan UNHCR terkait Masalah Pengungsi UNHCR sebagai organisasi internasional yang secara langsung menangani pengungsi di seluruh dunia berusaha memastikan setiap orang dapat menggunakan hak untuk mencari suaka dan menemukan tempat perlindungan yang aman di Negara lain. Tujuan utamanya untuk melindungi hak-hak dan kesejahteraan para pengungsi.
99
Jastram and Marilyn Achiron, Refugee Protection, 10. United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Menlindungi Pengungsi, 17. 101 United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Konvensi dan Protokol, 4. 100
49
UNHCR terus
melaksanakan tujuannya tersebut melalui kegiatan-kegiatan yang
ditunjukan kepada pengungsi dalam melindungi hak-hak pengungsi secara langsung. Untuk itu, UNHCR dalam melindungi pengungsi melalui tugas-tugasnya mencakup berbagai aktivitas perlindungan yang diberikan kepada pengungsi, baik di lapangan maupun di markas besar UNHCR. Tugas-tugas tersebut sebagaimana tercantum dalam UNHCR’s Protection mandat yaitu:102 menjamin pemberian suaka, menganggarkan kebutuhan dan memonitor perlakuan terhadap pengungsi dan pencari suaka bersama dengan negara tuan rumah dengan menjamin keamanan fisik pengungsi, mengidentifikasi kelompok-kelompok pengungusi yang rentan dengan cara
memastikan
kebutuhan-kebutuhan
pengungsi
terhadap
perlindungan-
perlindungan tertentu dan memprioritaskan bantuan dengan jalan memastikan kesejahteraannya, mendukung sejumlah negara-negara untuk menetapkan sistem registrasi dan dokumentasi. Kegiatan-kegiatan UNHCR dalam melindungi pengungsi yang berkaitan dengan masalah pengungsi antara lain, memberikan bantuan langsung, dan memberikan solusi berkelanjutan (durable solutions). Berikut adalah keterangan secara singkat kegiatan-kegiatan yang dilakukan UNHCR dalam melindungi hak-hak pengungsi. 1. Bantuan langsung (Assistance)
102
.Lihat. UNHCR’s Protection mandate dalam http://.unhcr.2001/mandate.pdf 51.
50
Bantuan perlindungan dan bantuan bahan-bahan merupakan dua hal yang saling berkaitan, sehingga dalam melakukan kegiatannya UNHCR lebih dapat memberikan bantuan langsung yang efektif. Bantuan langsung tersebut seperti kebutuhan papan, pangan, air, senitasi dan perawatan kesehatan. Oleh karena itu, UNHCR dalam kegiatannya mengkoordinasikan penyediaan dan pemberian bantuanbantuan tersebut dengan cara mengelola kamp-kamp individu atau sistem kamp, dan merancang proyek-proyek khusus untuk kelompok rentan seperti perempuan, anakanak dan orang lanjut usia yang merupakan 80 persen dari populasi pengungsi. 103 Bentuk bantuan langsung dalam permasalahan pemukiman antara lain dilaksanakan dengan memberikan tempat perlindungan darurat, memperbaiki tempat perlindungan di bawah standar, membantu pemukiman yang terancam dari aksi krminalitas, membantu pemukiman bersama, dan bantuan siap siaga untuk pengungsi.104 Sedangkan bentuk bantuan langsung dalam permasalahan kesehatan dilaksanakan dengan berupaya untuk mengendalikan epidemi, memberikan dukungan untuk mengakses pelayanan kesehatan primer, memberikan akses ke perawatan kesehatan rujukan untuk pengiriman dan intervensi menyelamatkan nyawa dan rujukan ke layanan rehabilitasi.105
103
United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Menlindungi Pengungsi, 21. United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR),” Lebanon: RRP5 Update – Shelter” UNHCR, (November 2013 ): 1. 105 United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), “Lebanon: RRP5 Update – Public Health” UNHCR, (November 2013): 1. 104
51
Bantuan penting lainnya yang disediakan UNHCR adalah termasuk bantuan pendaftaran pencari suaka untuk menjadi pengungsi, pendidikan dan konseling. Selain itu, bantuan UNHCR juga meluas ke orang-orang yang kembali ke rumah, dengan cara UNHCR mengatur transportasi melalui udara, laut dan darat dan memberikan berbagai paket bantuan. UNHCR juga terlibat dalam integrasi atau reintegrasi program lokal, termasuk proyek-proyek yang menghasilkan pendapatan, pemulihan infrastruktur dan bantuan lainnya.106 2. Solusi Berkelanjutan (Durable Solutions) Selain berupa bantuan langsung, UNHCR juga melaksanakan kegiatannaya dengan memberikan solusi berkelanjutan yang disebut durabel solution.Terdapat tiga pilihan solusi berkelanjutan yang ditawarkan oleh UNHCR yaitu, Repatriasi Sukarela (Voluntary Repatriation), Integrasi Lokal (Local Integration), dan Pemukiman Kembalike negara ketiga (Resettlement). a. Repatriasi Sukarela (Voluntary Repatriation) Repatriasi Sukarela (Voluntary Repatriation), merupakan solusi jangka panjang yang paling baik bagi mayoritas pengungsi. Mayoritas pengungsi memilih untuk kembali ke negara asal setelah keadaan di negara asal telah stabil. Oleh kerena itu, UNHCR mendukung repatriasi sukarela sebagai solusi yang terbaik bagi
106
United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), “What We Do, Help to The Uprooted and Statess,” [database on-line]; tersedia di http://www.unhcr.org/pages/49c3646cbf.html internet: diakses pada 09 Oktober 2014.
52
pengungsi dengan syarat keadaan telah aman dan kemungkinan repatriasi sangat besar. Dalam menjalankan repatriasi sukarela UNHCR menyediakan transportasi dan paket pemula yang terdiri dari bantuan uang, proyek binakarya, dan bantuan praktis seperti peralatan tani dan benih. UNHCR juga bekerja sama dengan mitra Lembaga Suadaya Masyarakat (LSM) dalam menjalankan repatriasi sukarela dengan menyalurkan bantuan pembangunan kembali rumah-rumah penduduk maupun infrstruktur umum seperti gedung sekolah, klinik, jalan, jembatan dan sumur.107 b. Integrasi Lokal (Local Integration) Integrasi Lokal (Local Integration) merupakan upaya pengungsi dalam mencari rumah di negara suaka dan mengintegrasikan pengungsi ke dalam masyarakat setempat. Hal ini merupakan solusi berkelanjutan yang dilakukan UNHCR untuk menghindari penderitaan pengungsi dan kesempatan untuk memulai hidup baru. Integrasi Lokal merupakan proses bertahap yang terdiri dimensi hukum, ekonomi, sosial dan budaya untuk menyatukan perberbedaan antara pengungsi dan masyarakat penerima.108 Tujuan integrasi di negara pemberi suaka adalah untuk membantu pengungsi agar menjadi mandiri di negara suaka. Integrasi lokal tersebut
107
United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Menlindungi Pengungsi, 22. United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), “What We Do, Help to The Uprooted and Statess,” [database on-line]; tersedia di http://www.unhcr.org/pages/49c3646cbf.html internet: diakses pada 09 Oktober 2014. 108
53
dilakukan dengan berbagai cara, seperti dengan memberikan pelatihan melalui sekolah-sekolah keterampilan atau pekerjaan berdagang.109 c. Pemukiman Kembali (Resettlement) Pemukiman Kembali (Resettlement) merupakan salah satu solusi UNHCR dalam mengupayakan pemukiman ke negara ketiga. Hal itu dilakukan karena dalam situasi konflik, pengungsi tidak mungkin untuk kembali pulang atau tetap di negara tuan rumah. Tugas utama UNHCR dalam pemukiman kembali adalah mengadakan perjanjian dengan pemerintah negara penerima untuk menyediakan pemukiman yang cocok dan layak bagi pengungsi. UNHCR juga mendorong pemerintah negara penerima pengungsi untuk melonggarkan kriteria penerimaan pengungsi dan menetapkan prosedur keimigrasian khusus bagi para pengungsi.110 Berkaitan dengan UNHCR di Lebanon, UNHCR di Lebanon telah ada sejak tahun 1964, pada saat itu UNHCR berfokus pada pengungsi Palestina untuk membantu ribuan pengungsi palestina untuk membangun kembali kehidupan pengungsi.111 Walaupun, Lebanon telah menerima pengungsi sejak datangnya pengungsi Palestina pada tahun 1948 tapi sampai saat ini Lebanon belum
109
Daniko Bautista, Struktur Badan PBB urusan Pengungsi (UNHCR) Beserta Mandatnya, Jakarta, tanpa tahun.Dalam buku Achmad Romsan, Pengantar Hukum Pengungsi Internasional : Hukum Internasional dan Prinsip-Prinsip Perlindungan Internasional, (Bandung : Sainc Offset, 2003), 167. 110 Daniko Bautista, Struktur Badan PBB urusan Pengungsi (UNHCR) Beserta Mandatnya, 168. 111 UN System Lebanon, “Office of the United Nations High Commissioner for Refugees,” [database on-line]; tersedia dihttp://www.un.org.lb/Subpage.aspx?pageid=49internet; diakses pada 06 Januari 2015.
54
menandatangani konvensi 1951 tentang status pengungsi dan protokol 1967 dan menegaskan bahwa bukan sebagai Negara penerima suaka.112 Sehingga hal tersebut menyulitkan mekanisme penanganan pengungsi oleh UNHCR. Akan tetapi, walaupun Lebanon belum menandatangani konvensi 1951 tentang status pengungsi dan protokol 1967, UNHCR tetap menjalankan kegiatannya karena terikat oleh mandat UNHCR untuk melindungi hak-hak pengungsi di seluruh dunia. Maka untuk memaksimalkan kegiatannya UNHCR menjalin kerjasama dengan pemerintah dan lembaga kemanusiaan lainnya, seperti : International Medical Corps (IMC); Caritas Lebanon Migrant Center (CLMC) Lebanese Popular Association for Popular Action (AMEL) Globe Med Lebanon. Danish Refugee Council (DRC); Islamic Relief (IR); Secours Islamique France; Makhzoumi Foundation; UNHABITAT, dan Save the Children UK.113
112
Björn Zimprich, Syrian Refugees in Lebanon, The Heavy Burden of the Open Borders
Policy, 113
United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), “What We Do, Help to The Uprooted and Statess,” [database on-line]; tersedia di http://www.unhcr.org/pages/49c3646cbf.html internet: diakses pada 12 Februari 2014.
55
BAB IV PENANGANAN PENGUNGSI SURIAH DI LEBANON OLEH UNHCR TAHUN 2011-2013 Bab ini menjelaskan mengenai penanganan pengungsi Suriah di Lebanon oleh UNHCR pada tahun 2011-2013. Pada bagian awal bab ini menjelaskan mengenai penanganan pengungsi oleh UNHCR melalui upaya UNHCR sebagai inisiator, fasilitator dan determinator. Bab ini dianalisa menggunakan konsep yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, yaitu konsep organiasasi internasional, konsep pengungsi dan konsep kemanan manusia (human security). A. Upaya UNHCR dalam Menangani Pengungsi Suriah di Lebanon Dalam sub bab ini dijelaskan mengenai penanganan pengungsi Suriah oleh UNHCR di Lebanon melalui konsep organisasi internasional. Sebagaimna dijelaskan dalam bab I, bahwa dalam menjelaskan organisasi internasional akan menampilkan sejumlah peranannya sebagai inisiator, fasilitator, dan mediator.114Dalam kasus pengungsi Suriah, penanganan pengungsi tersebut mencakup upaya UNHCR sebagai inisiator, fasilitator, dan UNHCR sebagai determinator. Ketiga peran ini dijelaskan di kerangka pemikiran dalam konteks UNHCR.
114
Situmorang dalam Andre Pariera, ed. Perubahan Global dan Perkembangan Studi Hubungan Internasional. (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999.). hal 135. Dalam Banyu Perwita dan Yani, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, hal.95.
56
1. UNHCR sebagai Inisiator Inisiator mengacu pada upaya organisasi internasional untuk mengajukan suatu masalah kepada masyarakat internasional agar mendapatkan
solusi.
Sebagaimana permasalahan pengungsi Suriah di Lebanon menjadi perhatian UNHCR dikarenakan arus pengungsi Suriah semakin meningkat. Sehingga mendorong UNHCR untuk mengangkat kasus pengungsi Suriah di Lebanon menjadi salah satu agenda yang harus dibahas dan dicari penyelesaiannya oleh masyarakat internasional. Dalam penanganan pengungsi, UNHCR berperan sebagai inisiator setelah UNHCR melihat bahwa permasalahan kemanusiaan terhadap pengungsi semakin kompleks
sehingga
UNHCR
sebagai
organisasi
internasional
membawa
permasalahan pengungsi kepada masyarakat internasional melalui Konferensi Donor yang diadakan di Kuwait pada tahun 2013. Dalam konferensi tersebut UNHCR memberikan informasi mengenai keadaan pengungsi yang membutuhkan bantuan masyarakat internasional.115 Konferensi donor yang dilaksanakan di Kuwait berhasil mendapatkan dana kemanusiaan untuk mebantu pengungsi Suriah. Negara-negara yang bersedia memberikan dana bantuannya antara lain; Kuwait, Uni Emirat Arab dan Arab Saudi
115
Anne Allmeling, “Pengungsi Suriah Membutuhkan Bantuan segera,” Deutsche Welle, 30 Januari 2013, [berita on-Line]; tersedia di www.dw.de/pengungsi-suriah-membutuhkan-bantuansegera/a-16559867 internet; diakses pada 23 Desember 2014.
57
300 juta dolar, Amerika Serikat 155 juta dolar, Bahrain 25 juta dolar, Jerman 13 juta dolar dan Negara Uni Eropa 270 juta dolar.116 Upaya yang dilakukan UNHCR untuk membawa permasalahan pengungsi kepada forum internasional sesuai dengan fungsi organisasi internasional menurut Harold K. Jackobson yaitu fungsi informasi yang merupakankegiatan pengumpulan data, analisa data, pertukaran data, dan desiminasi data dan informasi. Untuk menjalankan fungsi ini, organisasi internasional dapat menggunakan staffnya atau menyediakan suatu forum dimana konstituennya dapat melakukan kegiatan-kegiatan tersebut.117 2. UNHCR sebagai Fasilitator UNHCR sebagai fasilitator merupakan upaya organisasi internasional untuk menyediakan
fasilitas
yang
dibutuhkan
dalam
menangani
suatu
masalah.
Sebagaimana dalam kasus pengungsi Suriah bahwa permasalahan pengungsi merupakan isu kemanusiaan yang bersifat multidimensional. Hal ini karena permasalahan tempat tinggal dan permasalahan kesehatan pengungsi tidak hanya menyangkut permasalahan bagi setiap individu (personal) yang melarikan diri akibat ancaman dari konflik internal. Permasalahan pengungsi juga menyangkut permasalahan
kelompok,
etnis,
dan
masyarakat
116
(community)
yang
pergi
VOA Indonesia, Donor Internasional Janjikan 1,5 Milyar Dolar bagi Suriah, 31 Januari 2013 [berita on-Line]; tersedia di m.voaindonesia.com/a/donor-internasional-janjikan-1-5-milyardolar-bagi-suriah/1594215.html internet; diakses pada13 Februari 2015. 117 Harold K. Jackobson, Network or Interdependence, 89-90
58
meninggalkan negaranya. Secara langsung masalah pengungsi merupakan masalah setiap individu yang terkena dampak konflik, namun banyak isu kemanusiaan yang muncul sebagai akibat dari permasalahan pengungsi, yaitu permasalahan tempat tinggal dan kesehatan yang merupakan kebutuhan pokok pengungsi. Sebagaimana dijelaskan pada bab I dan II, bahwa kedatangan pengungsi Suriah di Lebanon telah menjadikan adanya krisis kemanusiaan. Kondisi tersebut karena pengungsi Suriah tidak memiliki makanan, tempat tinggal dan kebutuhan dasar lainnya yang tidak mencukupi menjadikan keamanannya terancam. Seperti yang dalam kerangka pemikiran, dalam konsep keamanan manusia (human security) dijelaskan bahwa Keamanan manusia dapat dikatakan sebagai keamanan dari ancaman kronis seperti kelaparan, penyakit dan represi.118 Upaya UNHCR sebagai fasilitator yaitu dengan memberikan bantuan langsung (assistance) untuk memenuhi kehidupan pengungsi sesuai dengan fungsi organisasi internasional yang dijelaskan oleh Harold K. Jackobson, yaitu sebagai fungsi pengawasan dan pelaksanaan peraturan dimana dalam hal ini organisasi internasional menetapkan menetapkan langkah-langkah penanganan terhadap suatu permasalahan dan fungsi operasional yang meliputi penggunaan sumber daya organisasi.119
118
United Nations Development Programme (UNDP), Human Development, 23. Harold K. Jackobson, Network or Interdependence, 89-90
119
59
a. UNHCR sebagai Fasilitator dalam Permasalahan Tempat Tinggal Tempat tinggal merupakan menjadi perhatian penting bagi UNHCR terutama dengan terus meningkatnya jumlah pengungsi di Lebanon pada tahun 2011 hingga 2013. Dengan demikian dalam memenuhi hak-hak pengungsi maka UNHCR sebagai fasilitator memiliki peranan penting dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan tempat tinggal pengungsi Suriah di Lebanon. Penanganan masalah tempat tinggal di Lebanon oleh UNHCR dilakukan dengan memberikan bantuan kepada pengungsi Suriah di Lebanon berupa, beberapa jenis bantuan yaitu;120 pertama, rehabilitasi rumah yang merupakan upaya memperluas kapasitas penampungan di masyarakat setempat untuk menerima pengungsi baru, yaitu dengan merehabilitasi penampungan, memberikan sewa gratis untuk jangka waktu terbatas dan juga memperbaiki atap yang bocor untuk meningkatkan perlindungan dari kondisi musim dingin. Terdapat 1.485 jumlah keluarga dan 7.522 jiwa yang menerima bantuan rehabilitasi rumah. Kedua, permukiman informal, pemukiman informal merupakan pemukiman yang ditempati oleh pengungsi di lahan-lahan kosong di tengah kota baik berupa lahan privat maupun lahan lahan umum. Terdapat 8.238 keluarga dan 41.190 jiwa yang menerima bantuan pemukiman informal. Ketiga, Bantuan dalam bentuk penampungan kolektif merupakan penampungan yang disediakan organisasi 120
Vincent Dupin, “UNHCR Monthly Update Shelter” UNHCR, (November 2013): 1.
60
internasional bagi pengungsi dalam jumlah besar pada kamp-kamp yang telah disediakan organisasi internasional. Terdapat 876 keluarga dan 4355 jiwa yang menerima bantuan penampungan kolektif.
Keempat, Tempat penampungan
sementara merupakan tempat yang disediakan organisasi internasional untuk menampung para pengungsi, yang pada umumnya tempat tersebut adalah area public, aula, rumah sakit, dan sekolah. Terdapat 357 keluarga dan 1.795 yang menerima bantuan penampungan sementara. Kelima, bantuan kepada bangunan yang belum selesai, merupakan bantuan yang diberikan kepada penduduk Lebanon yang tinggal bersama dengan pengungsi Suriah, namun bangunannya belum selesai sehingga dibantu untuk diselesaikan dengan cara memberikan bantuan bahan bangunan. Terdapat 4.320 keluarga dan 21.692 jiwa yang menerima bantuan. Kelima, Cash for rent yang merupakan bentuk bantuan yang diberikan UNHCR kepada pengungsi untuk membantu mengurangi tekanan pada keluarga dalam membayar sewa yang semakin meningkat, jumlah dana yang diterima setiap keluarga menerima minimal US $ 150 ditambah tambahan sebesar US $ 25 per anggota keluarga. Terdapat 4.477 keluarga dan 22.935 jiwa yang menerima bantuan cash for rent. Dari semua bantuan yang diberikan oleh UNHCR untuk pemukiman berjumlah 19.753 keluarga dan 99.489 jiwa. Namun total jumlah yang diberikan oleh
61
UNHCR tidak sesuai dengan total target yang harus dicapai oleh UNHCR dalam memberikan bantuannya yaitu 194.500 bantuan.121 Tabel IV.1. Jumlah Keluarga dan Pengungsi Suriah yang telah Menerima Bantuan Tempat Tinggal di Lebanon tahun 2013.
Aktivitas
Jumlah Keluarga Penerima Bantuan Tempat Tinggal 1.485 8.358 876 357
Jumlah Pengungsi Penerima bantuan Tempat Tinggal 7.522 41.190 4.355 1.795
Rehabilitasi Rumah Permukiman Informal Penampungan Kolektif Penampungan Sementara Bangunan yang Belum 4.320 21.692 Selesai Cash for rent 4.477 7.522 Jumlah penerima manfaat 19.753 99.489 dari bantuan tempat tinggal Sumber: Vincent Dupin, “UNHCR Monthly Update Shelter” UNHCR, (November 2013): 1. Terkait dari penjelasan diatas, untuk menangani pengungsi
Suriah di
Lebanon terdapat aktor-aktor yang terlibat dalam melakukan penanganan masalah pengungsi, yaitu UNHCR sebagai organisasi internasional dalam menangani masalah pengungsi dengan melakukan kerjasama dan koordinasi dengan aktor lain, seperti pemerintah Lebanon dan organisasi internasional lainnya. Seperti yang dijelaskan dalam konsep organisasi internasional bahwa kehadiran organisasi internasional
121
Vincent Dupin, “UNHCR Monthly Update Shelter” UNHCR, (November 2013): 1.
62
mencerminkan kebutuhan manusia untuk bekerjasama, sekaligus sebagai sarana untuk menangani masalah-masalah yang muncul melalui kerjasama tersebut.122 Dengan demikian, untuk merealisasikan bantuan-bantuan kepada pengungsi, UNHCR bekerjasama dengan organisasi-organisasi lainnya, yaitu: Danish Refugee Council (DRC); Première Urgence - Aide Médicale Internationale (PU-AMI); Norwegian Refugee Council (NRC); Social Humanitarian Economical Intervention for Local Development (SHEILD); Cooperative Housing Foundation International (CHF); MEDAIR; Comitato Internazionale per lo Sviluppo dei Popoli (CISP); Islamic Relief (IR); Caritas Lebanon Migrant Centre (CLMC); Secours Islamique France; Makhzoumi Foundation; UN-HABITAT, dan Save the Children UK.123 Kerjasama UNHCR dengan organisasi mitra tersebut dilaksanakan untuk memainkan peran perencanaan, koordinasi, monitoring dan evaluasi bagi tempat tinggal pengungsi di Lebanon. b. UNHCR sebagai Fasilitator dalam Permasalahan kesehatan Sebagai konsekuensi dari terjadinya kekerasan di Suriah dan hancurannya infrastruktur di Suriah, banyak pengungsi tiba di Lebanon dalam kondisi kesehatan yang membutuhkan perhatian. Kondisi kesehatan yang memperhatikan tersebut karena pengungsi mengalami kondisi trauma dan kondisi hidup di bawah standar yang menjadikan adanya krisis kemanusiaan. Dengan demikian, kebutuhan perawatan 122
Banyu Perwita dan Yani, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, 95. Vincent Dupin, “UNHCR Monthly Update”, 2.
123
63
kesehatan secara umum menjadi perhatian UNHCR dalam melindungi hak-hak pengungsi. Kebutuhan perawatan kesehatan pengungsi meliputi: perawatan kesehatan reproduksi dan keluarga berencana, pelayanan kesehatan anak seperti vaksinasi, pengobatan penyakit - penyakit akut, seperti infeksi saluran pernapasan, penyakit pencernaan, dan penyakit kronis.124 Sebagaimana menurut Shahrbanou Tadjbakhsh bahwa ancaman kesehatan termasuk cedera dan penyakit, membutuhkan akses perawatan kesehatan dan pelayanan kesehatan yang aman dan terjangkau oleh masyarakat. Ancaman terhadap keamanan kesehatan lebih besar bagi masyarakat miskin di daerah pedesaan, terutama perempuan dan anak-anak.125 Dalam menjaga hak-hak pengungsi di bidang kesehatan UNHCR berusaha mempertahankan status kesehatan penduduk dengan mengurangi resiko tersebarnya penyakit dan menangulangi wabah penyakit yang potensial. Oleh karena itu, UNHCR memberikan pengobatan kepada pengungsi melalui cara peningkatan akses kesehatan dan kualitas pelayanan kesehatan.126 Kesehatan pengungsi di wilayah pengungsian merupakan komponen kunci dari perlindungan dan prioritas bagi UNHCR. Pemberian bantuan dalam bidang kesehatan dibagi menjadi dua jenis bantuan, yaitu perawatan kesehatan primer dan sekunder. Perawatan kesehatan primer, yaitu 124
Alice Wimmer, “UNHCR Monthly, Update Health” UNHCR, (November 2013): 1. Shahrbanou Tadjbakhsh and Anuradha M. Chenoy, Human Security Concepts and implications, (Canada: Routledge, 2007), 14. 126 United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Syria Regional Response Plan 5, 2013 Final Report, (Geneva: UNHCR, 2013), 13 125
64
UNHCR mendukung jaringan pusat layanan kesehatan primer yang berfungsi sebagai pintu masuk bagi pengungsi yang membutuhkan perawatan medis.
Perawatan
kesehatan primer yang dilakukan oleh UNHCR meliputi 80% dari biaya konsultasi untuk semua pengungsi dan 85% dari biaya prosedur diagnostik untuk kelompok tertentu seperti wanita hamil, anak di bawah 5 tahun dan orang dewasa di atas 65 tahun. Selain itu, UNHCR memperluas jaringan dengan pelayanan medis mobile untuk memastikan bebas akses biaya kepada para pengungsi yang paling rentan dan mereka yang tinggal di daerah terpencil.127 Sedangkan,
perawatan
kesehatan
sekunder
adalah
UNHCR
hanya
memberikan bantuan untuk situasi darurat saja. Bantuan tersebut hanya 75% dari semua perawatan darurat untuk penyelamatan jiwa. Selain itu, dalam memenuhi perawatan sekunder juga UNHCR telah membentuk komite perawatan khusus untuk meninjau kasus tertentu berdasarkan keputusan pada prognosis, rencana pengobatan dan kriteria biaya.128
127 128
Alice Wimmer, “UNHCR Monthly, Update Health,” UNHCR, (December 2013): 2. Alice Wimmer, “UNHCR Monthly Update,” 2.
65
Tabel IV.2. Jumlah pengungsi Suriah yang telah menerima bantuan kesehatan di Lebanon Aktivitas
Tahun 2013 Bantuan Mencapai:
Target 2013
178.489
100,000
37.950
49,000
328.276
250,000
Bantuan Kesehatan Primer (mencakup kesehatan reproduktif dan kesehatan mental Bantuan Kesehatan Sekunder Bantuan berupa Pendidikan Kesehatan
Sumber : Alice Wimmer, “UNHCR Monthly, Update Health,” UNHCR, (Desember 2013): 1. Tabel IV.2. diatas, menjelaskan Jumlah pengungsi yang telah menerima bantuan kesehatan yang terdiri dari bantuan kesehatan primer
yang mencakup
kesehatan reproduktif dan kesehatan mental, bantuan kesehatan sekunder, dan bantuan penyuluhan kesehatan berupa pendidikan kesehatan. Sebagai fasilitator dalam permasalahan kesehatan UNHCR bekerja sama dengan organisasi mitra, seperti: International Medical Corps (IMC); Caritas Lebanon Migrant Center (CLMC); Makhzoumi Foundation; Première Urgence Aide Médicale Internationale (PU-AMI); International Orthodox Christian Charities (IOCC); Lebanese Popular Association for Popular Action (AMEL) Restart Center; Association Justice and Misericorde (AJEM) dan Globe Med Lebanon untuk melaksanakan program kesehatan dalam memenuhi hak-hak pengungsi.129
129
Alice Wimmer, “UNHCR Monthly, 1
66
Kerjasama UNHCR dengan organisasi mitra dilaksanakan dengan memainkan peran perencanaan, koordinasi, monitoring dan evaluasi bagi kesehatan pengungsi. Program kesehatan dan gizi yang disampaikan dalam kerangka kesehatan masyarakat dan pembangunan masyarakat yaitu, dengan penekanan pada perawatan kesehatan primer dan dukungan untuk perawatan sekunder.130 Kerjasama yang dilakukan UNHCR dengan aktor-aktor lain untuk merealisasikan bantuan yang diberikan kepada pengungsi sesuai dengan konsep organisasi internasional menurut M. Virally bahwa organisasi internasional merupakan suatu persekutuan yang dibentuk dengan persetujuan para anggotanya, dan memiliki sistem yang tetap untuk perangkat-perangkat dan badan-badan yang memiliki tugas untuk mencapai tujuan kepentingan bersama, dengan cara mengadakan kerjasama antara para anggotanya.131 3. UNHCR Sebagai Determinator Konflik yang terjadi di Suriah selama tiga tahun menjadikan jumlah pengungsi yang menuju Lebanon semakin meningkat. Peningkatan arus pengungsi tersebut telah menimbulkan permasalahan bagi Lebanon. Permasalahan tersebut karena adanya kepadatan penduduk di wilayah Lebanon. Adapun terkait penanganan
130
United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Public Health, [database online] tersedia di http://www.unhcr.org/pages/49c3646cdd.html internet; diakses pada 15 November 2014. 131 M. Virally, Definition and Classification of International Organization: A Legal Approach, in in G. Ab-Saab (ed). The Concept of International Organization, 51 (1981) dalam buku Sumaryo suryokusumo, Pengantar hukum Internasional (PT. Tatanusa : Jakarta Indonesia 2007): 1.
67
pengungsi Suriah di Lebanon, penelitian ini melihat UNHCR sebagai organisasi internasional yang khusus menangani pengungsi perlu mencarikan solusi permanen dalam menangani permasalahan pengungsi Suriah di Lebanon. Berdasarkan Konvensi 1951 dan Protokol 1967, UNHCR merupakan organisasi perlindungan bagi pengungsi yang memiliki kewenangan dalam menentukan status bagi pengungsi. Hal ini karena seseorang tidak bisa mendapatkan status pengungsi (Refugee) hanya berdasarkan pengakuan, maka dibuatlah sebuah mekanisme untuk menentukan kelayakan seseorang menerima status sebagai pengungsi (Refugee). Mekanisme itu disebut Refugee Status Determination (RSD), yaitu
proses dimana UNHCR menguji apakah seorang individu yang telah
mengajukan permohonan suaka. Penentuan status pengungsi tersebut adalah yang sesuai dengan defininisi pengungsi yang berlaku dalam konvensi 1951 tentang status pengungsi.132 Dalam menentukan ststus pengungsi tersebut, UNHCR melakukan verifikasi data dalam menentukan ststus pengungsi. Verifikasi yang dilakukan UNHCR dilakukan bersama pemerintah Lebanon untuk menentukan apakah mereka pengungsi atau bukan, berdasarkan Konvensi status pengungsi 1951. Kerjasama tersebut melalui tahapan yang dilakukan UNHCR dengan pembuktian terhadap hal-hal mengenai keadaan pencari suaka, kejadian atau peristiwa yang terjadi pada diri pencari suaka.
132
United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Determination, Identifying who is a refugee,” UNHCR, (1 September 2005): 17.
68
“Refugee Status
Setelah itu UNHCR mencari kesesuaian antara definisi pengungsi sebagaimana tercantum dalam Konvensi 1951 dan Protokol 1967 dengan fakta-fakta yang diberikan oleh pencari suaka.133 Dalam wawancara dengan Mitra Suryono dijelaskan bahwa setelah dilakukannya verifikasi oleh UNHCR maka UNHCR dapat menentukan bantuan yang akan didapat oleh pengungsi sesuai dengan hak dan kewajiban pengungsi. Adapun proses verifikasi yang dilakukan UNHCR mengenai tahapan RSD adalah Registrasi dan Aplikasi untuk RSD,134 Setelah proses registrasi telah dijalankan maka pencari suaka dapat melakukan wawancara. Dalam wawancara tersebutUNHCR akan membaca informasi yang diberikan pencari suaka saat registrasi, dokumen-dokumen pendukung, mencari informasi soal situasi negara asalnya, mengidentifikasi alasan kepergiannya, apakah ada informasi yang belum tersedia, dan sebagainya.135 Setelah pengungsi melewati verifikasi dan dinyatakan sebagai pengungsi oleh UNHCR, sebagaimana mandat UNHCR adalah menyediakan perlindungan internasional bagi pengungsi. Untuk membantu pengungsi dalam memenuhi hak pengungsi maka UNHCR akan mencari solusi permanen (durrable solution) melalui
133
Dalam wawancara dengan Mitra Suryono sebagai Staff UNHCR Jakarta pada Selasa, 09 September 2014 di Kantor pusat UNHCR jakarta, Menara Ravindo lantai 14. 134 Mitra Suryono, Jakarta: pada Selasa, 09 September 2014. 135 Mitra Suryono, Jakarta: pada Selasa, 09 September 2014.
69
repatriasi sukarela, (local integration), integrasi lokal (reintegration) atau pemukiman (resattlement).136 Dalam kasus pengungsi Suriah di Lebanon UNHCR belum mampu menjalankan integrasi lokal terhadap pengungsi Suriah. Hal tersebut kerena Lebanon merupakan bukan negara yang meratifikasi konvensi 1951 tentang status pengungsi.137 Selain itu, dalam menjalankan integrasi lokal tersebut dibutuhkan proses yang bertahap dan kompleks karena berkaitan dengan proses hukum, sosial dan budaya.138 Dan Lebanon juga menegaskan bahwa Lebanon bukanlah sebagai negara suaka, sehingga dalam menjaga hak-hak pengungsi hanya memberikan bantuan langsung untuk menjaga hak-hak pengungsi untuk menjalankan menjalankan Deklarasi Hak Asasi Manusia dan melaksanakan Memorandum of Understanding (MoU) dengan UNHCR pada September 2003 untuk mengelola isu-isu pengungsi. 139 Kemudian, berkaitan dengan pemulangan secara sukarela ke negara asal atau voluntary repatriation pengungsi Suriah dari Lebanon ke Suriah. UNHCR dalam pelaksanakannya belum dapat menjalankan kegiatan tersebut. Hal ini karena Suriah sebagai negara asal pengungsi masih dalam keadaan konflik sehingga dikhawatirkan keadaan negara asal tersebut dapat mengancam keamanan dan kehidupan pengungsi.
136
Amadou Tijan Jallow and Sajjad Malik, “Handbook for Repatriation and Reintegration Activities,” Division of Operational Support UNHCR, (Geneva May, 2004): 2. 137 Wawancara dengan Mitra Suryono, Jakarta: pada Selasa, 09 September 2014. 138 United Nations High Commissioner for Refugee (UNHCR), UNHCR Global Trends 2013, (UNHCR: 2013), 21. 139 The Assessment Capacities Project (ACAPS), “Legal Status of Individuals,” 5.
70
Hal tersebut juga di dasari atas syarat dilakukannya repatriasi oleh UNHCR adalah jika keadaan negara asal dalam keadaan yang damai. Walaupun integrasi lokal dan pemulangan kembali ke negara asal tidak dapat dilaksanakan oleh UNHCR. Terdapat satu solusi yang mampu dilaksanakan oleh UNHCR sebagai bentuk upaya UNHCR melindungi hak-hak pengungsi yaitu pemukiman kembali ke negara ketiga (resettlement). Pemukiman kembali di Negara ke tiga (Resettlement) merupakan salah satu solusi UNHCR dalam memberikan hak dan melindungi pengungsi dalam mengupayakan pemukiman ke negara ketiga. Proses pemukiman kembali ke negara ketiga dilakukan dengan syarat jika keadaan pengungsi tidak dapat untuk kembali pulang atau tetap di negara tuan rumah. resetttlement atau pemukiman melibatkan seleksi dan transfer pengungsi dari negara di mana mereka telah mencari perlindungan ke negara ketiga yang telah setuju untuk mengakui mereka sebagai pengungsi dengan tinggal permanen. Status pengungsi menjamin perlindungan terhadap refoulement sehingga pengungsi dapat dimukimkan dan mendapatkan akses untuk hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang sama dengan warga negara.140 Adanya Resettlement juga memberikan kesempatan kepada pengungsi untuk menjadi warga negara naturalisasi di negara tujuan pemukiman. Dengan demikian
140
United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), “Finding Solutions for Syrian Refugees Resettlement and Other Forms of Admission of Syrian Refugees,” UNHCR (November 2014): 3.
71
Resettlement memainkan peran penting untuk hidup, kebebasan, keamanan, kesehatan, atau hak asasi manusia lainnya yang beresiko bagi pengungsi. Oleh karena itu, Resettlement merupakan salah satu solusi yang tahan lama UNHCR yang diberi mandat untuk melaksanakan kerjasama dengan negara penerima.141 Dalam kasus pengungsi Suriah yang berada di Lebanon UNHCR telah mengirimkan lebih dari 19.000 pengungsi Suriah untuk mendapatkan solusi dengan dilakukannya Resettlement dan bantuan kemanusiaan. Hampir 7.000 telah berangkat, dan 99 persen dari kasus tersebut merupakan pemukiman kembali (resettlement) dan telah diterima oleh negara-negara Eropa dan Amerika. Berikut merupakan negaranegara yang telah menerima pengungsi Suriah sejak tahun 2013: Tabel. IV.3. Negara-Negara yang Telah Menerima Pengungsi Suriah Sejak tahun 2013. Country
Total confirmed pledges (person) recived since 2013
Argentina
Humanitarian visa programe
Australia
5.600 resettlement and Special Humanitarian Programe
Austria
1.500 humanitarian admission
Belarus
20 resettlement
Belgium
150 resettlement
Brazil
Opend-ended humanitarian visa programe
Canada
200 resettlement
Czech Republic
70 resettlement
141
United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), “Finding Solutions for
Syria,” 3.
72
Denmark
140 resettlement
Finland
500 resettlement
France
500 resettlement
Germany
20.000 humanitarian admission 8.500 individual sponsorship
Hungary
30 resettlement
Irland
310 resettlement
Litchtenestein
25 resettlement
Luxembourg
60 resettlement
Netherlands
250 resettlement
New Zealand
100 resettlement
Norway
1000 resettlement
Portugal
23 resettlement
Spain
130 resettlement
Sweden
1.200 resettlement
Switzerland
500 resettlement
United States of America
Open ended resettlement
Uruguay
120 resettlement
Total
42.058 + additional number to United Nation of America
Sumber: UNHCR, Finding Solutions for Syrian Refugees Resettlement and Other Forms of Admission of Syrian Refugees, 4 November 2014. Tabel IV.3. diatas, menjelaskan mengenai negara-negara yang telah menerima pengungsi Suriah sejak tahun 2013. Akan tetapi dalam menerima pengungsi, negara penerima harus memverifikasi data pengungsi agar pengungsi yang masuk ke negara ketiga tidak mengancam keamanan negara ketiga. Proses resetttlement tersebut
73
dilakukan setelah pengungsi melewati verifikasi dari negara penerima suaka. Proses verifikasi tersebut yaitu registrasi dan wawancara, setelah pengungsi melewati proses registrasi dan wawancara maka pengungsi akan mendapatkan hak dan kewajibannya sebagai pengungsi dan dilindungi oleh hukum internasional berdasarkan konvensi 1951 tentang status pengungsi.142 Namun apabila pencari suaka tersebut tidak lulus verifikasi atau tidak mendapatkan status pengungsi maka pencari Suaka dapat mengajukan banding dan mengulang kembali prosedur verifikasi, dan jika tidak lulus kembali maka pencari suaka akan di serahkan kepada negara penerima suaka untuk diproses apakah pencari suaka di deportasi ke negara asal atau di tempatkan di negara pencari suaka dengan status bukan sebagai pengungsi dan tidak dapat menerima perlindungan internasional.143 Sebagai organisasi internasional UNHCR telah melaksanakan perannya dalam mengupayakan penyelesaian permasalahan pengungsi Suriah di Lebanon melalui bantuan-bantuannya, baik bantuan secara langsung maupun bantuan melalui solusi berkelanjutan. UNHCR juga telah bekerjasama dengan berbagai aktor baik aktor negara maupun non-negara yang terlibat dalam perlindungan pengungsi Suriah di Lebanon. Sebagaimana menurut M. Virally bahwa organisasi internasional merupakan suatu persekutuan antara negara-negara yang dibentuk dengan persetujuan
142 143
Wawancara dengan Mitra Suryono, Jakarta: pada Selasa, 09 September 2014. Wawancaradengan Mitra Suryono, Jakarta: pada Selasa, 09 September 2014.
74
antar para anggotanya, yang memiliki tugas untuk mencapai tujuan kepentingan bersama dengan cara mengadakan kerjasama antara para anggotanya.144 B. Interaksi UNHCR dengan Pemerintah Lebanon UNHCR sebagai organisasi internasional yang memiliki mandat untuk memimpin dan mengkoordinasikan aksi internasional dalam perlindungan pengungsi dan penyelesaian masalah pengungsi secara global. Perlindungan pengungsi dan penyelesaian masalah tersebut dilakukan UNHCR di berbagai negara yang menjadi tujuan pengungsi untuk mencari perlindungan. Salah satu negara yang mendapatkan bantuan dari UNHCR untuk penanganan pengungsi adalah Lebanon. Kehadiran UNHCR di Lebanon sejak 1964, pada saat itu UNHCR berfokus pada pengungsi Palestina untuk membantu ribuan pengungsi palestina untuk membangun kembali kehidupan pengungsi.145 Sebelum musim semi tahun 2011, operasi UNHCR di Lebanon relatif sederhana yaitu hanya memenuhi kebutuhan 10.000 pengungsi yang berasal dari Irak dan Palestina. Karena kerusuhan dan konflik di Suriah, populasi pengungsi telah tumbuh secara besar-besaran. Sebagaimana dijelaskan dalam bab I bahwa jumlah pengungsi Suriah di Lebanon meningkat dari tahun 2011-2013. Dengan
144
M. Virally, Definition and Classification of International Organization: A Legal Approach, in in G. Ab-Saab (ed). The Concept of International Organization, 51 (1981) dalam buku Sumaryo suryokusumo, Pengantar hukum Internasional (PT. Tatanusa : Jakarta Indonesia 2007): 1. 145 UN System Lebanon, “Office of the United Nations High Commissioner for Refugees,” [database on-line]; tersedia dihttp://www.un.org.lb/Subpage.aspx?pageid=49internet; diakses pada 06 Januari 2015.
75
meningkatnya jumlah pengungsi Suriah di Lebanon maka UNHCR bekerjasama dan berkoordinasi dengan pemerintah Lebanon untuk menangani pengungsi Suriah. Lebanon sebagai Negara tujuan pengungsi Suriah menjadi koordinator respon utama melalui kementrian Sosial untuk bekerjasama dengan UNHCR dalam memberikan bantuan langsung dan kegiatan perlindungan inti. 146 Untuk itu, Lebanon membentuk komite Tripartit yang terdiri dari the Lebanese High Relief Commission (HRC) Departemen Sosial (Depsos) dan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR). Komite ini dibentuk sebagai badan koordinasi antar lembaga, agar tidak ada ketimpangan kebijakan antara pusat dan daerah serta untuk memastikan kebijakan lembaga-lembaga sejalan dengan kebijakan Pemerintah.147 Peningkatan jumlah pengungsi di Lebanon sejak tahun 2011-2013 menjadikan kondisi pengungsi menjadi tantangan besar bagi UNHCR. Para pengungsi tidak saja membutuhkan bantuan materi dan medis, tapi juga membutuhkan bantuan keuangan untuk pengungsi di Lebanon. Hal tersebut karena pengungsi Suriah tidak hanya tinggal di tempat penampungan tapi juga tinggal di tempat kerabat atau teman dan tempat tinggal lainnya dan dana tersebut digunakan untuk dana oprasional UNHCR dalam menjalankan kegiatan-kegiatannya di Lebanon.
146
United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), “Syria Regional Response
Plan,” 35. 147
United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), “Syria Regional Response
Plan,” 35.
76
Salah satu upaya UNHCR dan Pemerintah Lebanon untuk memenuhi dana oprasional
penanganan
pengungsi,
UNHCR
mengadakan
konferensi
donor
internasional pada 30 Januari di Kuwait. Dilaksanakannya konferensi donor tersebut bertujuan untuk mengumpulkan dana bantuan dari negara-negara anggota PBB sehingga dapat menyediakan kebutuhan mendasar bagi para pengungsi Suriah di Lebanon.148
Dalam konferensi
donor tersebut
berhasil
dikumpulkan dana
kemanusiaan sebesar 1,5 milyar dolar yang merupakan dana dari Negara-negara pendonor seperti Kuwait, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Amerika Serikat, Jerman dan Negara-negara Uni Eropa.149 C. Hambatan UNHCR dalam Menangani Pengungsi Suriah di Lebanon UNHCR sebagai organisasi internasional yang memiliki mandat memimpin dan mengkoordinasikan aksi internasional untuk perlindungan pengungsi dan penyelesaian masalah pengungsi. Tujuan utama UNHCR adalah untuk melindungi hak-hak dan kesejahteraan para pengungsi yang berdasarkan konvensi 1951 tentang status pengungsi dan protokol tambahan 1967 yang merupakan instrumen dasar UNHCR dalam melakukan kegiatannya di seluruh dunia. Namun dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut terdapat hambatan yang dihadapi oleh UNHCR terutama dalam masalah pengungsi Suriah di Lebanon. 148
Anne Allmeling, “Pengungsi Suriah Membutuhkan Bantuan Segera,” [database on-line]; tersedia di http://www.dw.de/pengungsi-suriah-membutuhkan-bantuan-segera/a-16559867 internet; diakses pada 06 januari 2015. 149 VOA Indonesia, Donor Internasional Janjikan 1,5 Milyar Dolar bagi Suriah, 31 Januari 2013 [berita on-Line]; tersedia di m.voaindonesia.com/a/donor-internasional-janjikan-1-5-milyardolar-bagi-suriah/1594215.html internet; diakses pada13 Februari 2015.
77
Pemerintah Lebanon bukan merupakan peserta dalam penandatangan Konvensi 1951 tentang status pengungsi dan Pemerintah Lebanon tidak memiliki undang-undang mengenai pengungsi dan pencari suaka. Dalam hal ini, kegiatan atau peran UNHCR dalam menangani pengungsi Suriah tentunya akan mengalami banyak kendala dalam menangani pengungsi Suriah. Sebagaimana fokus penelitian ini kepada permasalahan tempat tinggal dan kesehatan. Maka hambatan yang dihadapi UNHCR dalam Menangani Pengungsi Suriah di Lebanon pada tahun 2011-2013 antara lain hambatan-hambatan dalam menangani permasalahan tempat tinggal dan kesehatan di Lebanon. 1. Hambatan dalam Penanganan Permasalahan Tempat Tinggal Arus pengungsi Suriah yang menuju Lebanon sejak tahun 2011 hingga 2013 yang mencapai 2.352.426150 berdampak kepada terjadinya kekurangan pilihan tempat tinggal. Hal tersebut menjadi hambatan bagi UNHCR dalam memfasilitasi tempat tinggal untuk pengungsi Suriah. Karena tidak adanya tempat yang mampu menerima jumlah pengungsi yang besar, sehingga berdampak pada pertumbuhan permukiman informal yang tidak teratur, (pemukiman informal merupakan pemukiman yang ditempati oleh pengungsi di lahan-lahan kosong di tengah kota baik berupa lahan privat maupun lahan lahan umum).
pertumbuhan permukiman informal tersebut
150
United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Syria Regional Response, 2013 Final , 1.
78
menimbulkan risiko bagi pengungsi dan meningkatkan ketegangan dengan masyarakat setempat.151 Selain keterbatasan wilayah Lebanon dalam menerima, hambatan dalam penanganan masalah tempat tinggal juga terdapat pada solusi yang diberikan UNHCR dalam menangani permasalahan tempat tinggal. Sebelumnya terdapat tiga pilihan solusi yang diberikan UNHCR kepada pengungsi sesuai dengan peran UNHCR dalam melaksanakan tugas mandatnya, yaitu: pertama, mengembalikan para pengungsi ke Suriah (rapatriation), kedua, menampung para pengungsi di Lebanon (integrasi lokal), dan ketiga, memindahkan pengungsi ke negara lain (resettlement). Namun dalam melaksanakan tiga pilihan solusi tersebut tersebut terdapat hambatanhambatan untuk melaksanakan solusi tersebut. Dalam melaksanakan repatriation UNHCR terhambat oleh situasi Suriah yang masih dalam keadaan konflik. Hal tersebut dikhawatirkan karena akan mengancam keamanan dan kehidupan pengungsi di negara asalnya. Kemudian, dalam melaksanakanintegrasi lokal (lokal integration) UNHCR terhambat karena Lebanon belum menandatangani konvensi 1951 tentang pengungsi sehingga pengungsi Suriah tidak dapat menjadi warga negara Lebanon melalui integrasi lokal. Selain hambatan dalam pelaksanaan repatriasi dan lokal integration terdapat juga hambatan dalam melaksanakan resettlement karena proses yang ditempuh oleh para pengungsi tidaklah mudah dan memerlukan jangka waktu cukup panjang. 151
Dupin, “UNHCR Monthly Update Shelter”, 2.
79
2. Hambatan dalam Penanganan Permasalahan Kesehatan Begitu juga, terdapat hambatan-hambatan dalam menangani permasalahan kesehatan pengungsi Suriah oleh UNHCR di Lebanon. Hambatan tersebut antara lain, jauhnya akses kesehatan ke tempat pengungsi sehingga pengungsi menghadapi kesulitan dalam mengakses layanan kesehatan. Akses ke pusat-pusat perawatan kesehatan merupakan tantangan bagi beberapa pengungsi yang tinggal di lokasi terpencil. Selain itu, akses dibatasi oleh jam kerja yang pendek dan terbatasnya tenaga kesehatan yang terlatih. Walupun UNHCR menyediakan unit medis keliling untuk untuk mengatasi kendala tersebut, tetapi untuk menjangkau daerah-daerah terpencil unit medis keliling belum mampu menjangkau wilayah-wilayah terpencil karena akses jalan yang kurang baik.152 Kemudian, tingginya biaya perawatan kesehatan menjadikan pengungsi dibebankan biaya medis yang sama seperti warga negara Lebanon. Meskipun kontribusi oleh UNHCR dan mitra lainnya di puskesmas didukung oleh komunitas kemanusiaan, banyak pengungsi masih merasa sulit untuk menutupi biaya perawatan medis. Selain itu, hambatan UNHCR dalam menangani permasalahan kesehatan pengungsi Suriah di Lebanon adalah karena peningkatan jumlah pengungsi mengakibatkan UNHCR tidak dapat memenuhi semua kebutuhan perawatan
152
Wimmer, “UNHCR Monthly, Update Health,” 2.
80
kesehatan. Peningkatan jumlah pengungsi tersebut berdampak pada peningkatan dana perawatan kesehatan yang tidak mencukupi, terutama pada perawatan sekunder.153 Selain hambatan-hambatan penanganan permasalahan pengungsi dalam permasalahan tempat tinggal dan kesehatan. Terdapat juga hambatan dana dalam menjalankan kegiatan-kegiatan UNHCR di Lebanon, hambatan dana tersebut karena peningkatan kebutuhan pengungsi lebih besar daripada dana yang disedikan. Pada tahun 2013 anggaran dana yang disediakan UNHCR kepada pengungsi Suriah sebesar USD 36 juta untuk Lebanon.154 Sedangkan kebutuhan dana untuk pengungsi Lebanon yang meliputi banyak hal sebesar USD 362 juta.155 Konsekuensi dari minimnya anggaran dana yang disediakan UNHCR menjadi salah satu hambatan bagi UNHCR dalam menjalankan kegiatannya untuk memenuhi hak-hak pengungsi. Hal tersebut menjadikan kegiatan-kegiatan UNHCR dalam menangani pengungsi Suriah belum dapat dilaksanakan secara maksimal. Sebagaimana dalam laporan UNHCR menjelaskan bahwa, dari 1000 rumah tangga pengungsi yang direncanakan akan mendapat tempat tinggal hanya sekitar 600 rumah tangga pengungsi Suriah yang diberikan tempat penampungan. Dari 80 persen
153
Wimmer, “UNHCR Monthly, Update Health,” 2. United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), “UNHCR Global Appeal 2013 Update,” (Geneva: UNHCR, 2013): 166. 155 United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), “UNHCR Global Report 2013-Lebanon,” (Lebanon: UNHCR, 2013): 6. 154
81
pengungsi yang diidentifikasi akan mendapatkan pemukiman di negara ketiga hanya sekitar 60 persen dari individu yang terdentifikasi akan berangkat ke pemukiman.156
156
United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), “UNHCR Global Appeal”
166.
82
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dalam skripsi ini meneliti tentang langkah-langkah yang United Nations High commissioner for Refugee (UNHCR) terhadap pengungsi Suriah dengan fokus penelitian pada permasalahan tempat tinggal dan pemasalahan kesehatan. Kehadiran pengungsi Suriah di Lebanon menimbulkan suatu permasalahan bagi Lebanon sebagai negara penerima pengungsi yang memeiliki wilayah terkecil dibandingkan negara-negara tetangga Suriah lainnya. Melalui kerangka konseptual organisasi internasional, konsep pengungsi dan keamanan manusia, skripsi ini berusaha menjawab pertanyaan penelitian dalam skripsi ini. Konsep organisasi internasional digunakan sebagai alat analisis untuk mengetahui peran organisasi internasional dalam penanganan permasalahan pengungsi. Konsep pengungsi digunakan dalam penelitian ini sebagai dasar organisasi internasional dalam menentukan status pengungsi yang sesuai dengan konvensi 1951 tentang status pengungsi. Konsep keamanan manusia (human security) digunakan untuk menjelaskan permasalahan pengungsi yang termasuk kedalam tiga elemen konsep keamanan manusia (human security) yaitu keamanan individu (personal security), keamanan komunitas (community security) dan keamanan kesehatan (health security).
83
Permasalahan pengungsi Suriah di Lebanon dapat mencakup masalah keamanan manusia (human security), karena jumlah pengungsi Suriah terus mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah pengungsi ini mengakibatkan berbagai macam masalah yang secara khusus penelitian ini melihat pada aspek tempat tinggal dan kesehatan. Kehadiran pengungsi Suriah di Lebanon menjadikan UNHCR berperan aktif dalam memfasilitasi dan berkoordinasi
untuk
menyelesaikan permasalahan
pengungsi. UNHCR merupakan organisasi internasional yang memiliki mandat khusus dalam menangani masalah pengungsi yang didirikan pada tanggal 14 Desember 1950 oleh Majelis Umum PBB. Mandat khusus tersebut dilakukan dengan mencarikan
solusi
berkelanjutan
(durabel
solution)
yaitu
pulang
secara
sukarela,(voulentary repatriation), mengintegrasikan secara lokal(local integration) dan untuk bermukim kembali di negara ketiga(resettlement). Selain itu, UNHCR juga memberikan bantuan jangka pendek yang bersifat material, yaitu dalam bidang kesehatan UNHCR memberikan bantuan kesehatan primer dan sekunder, dan dalam bidang tempat tinggal UNHCR menyediakan tempat penampungan yang aman, dan distribusi barang-barang untuk menutupi kebutuhan dasar
pengungsi.
UNHCR
juga
mendukung
Pemerintah
Lebanon
dalam
mengkoordinasikan respon pengungsi dengan lembaga lainnya, dengan membentuk komite tripartit untuk menjadi badan koordinasi dan kerjasama antar lembaga dalam menyelesaikan permasalahan pengungsi Suriah.
84
Upaya yang dilakukan oleh UNHCR mencakup kepada peran UNHCR sebagai organisasi internasional yang berperan sebagai inisiator, fasilitator dan determinator. Sebagai inisiator UNHCR mengajukan permasalahan pengungsi Suriah kepada masyarakat internasional melalui konferensi donor yang diadakan di Kuwait. Sebagai fasilitator UNHCR menyediakan fasilitas bantuan secara langsung kepada pengungsi Suriah, dan sebagai determinator UNHCR memberikan status pengungsi melalui mekanisme refugee status determination (RSD) berdasarkan konvensi 1951 tentang status pengungsi. Dalam menjalankan kegiatannya UNHCR bekerjasama dengan dengan pemerintah Lebanon dan berbagai organisasi internasional/regional lainnya. Kerjasama yang dilakukan UNHCR dan pemerintah Lebanonsesuai dengan konsep organisasi internasional yang bekerjasama untuk mencapai kepentingan bersama, dalam hal ini adalah upaya penangan pengungsi. Kerjasama tersebut memberikan dampak positif secara langsung terhadap para pengungsi melalui banyaknya jumlah tenaga dan bantuan kemanusiaan serta pengawasan terhadap keselamatan para pengungsi Suriah di tempat pengungsiannya. Penanganan pengungsi Suriah berbeda dengan penanganan pengungsi Palestina yang telah ada sejak tahun 1948. Perbedaan tersebut terletak kepada kebijakan pemerintah Lebanon yang tidak memberikan kamp pengungsian khusus bagi pengungsi Suriah, sehingga pengungsi Suriah bertempat tinggal di wilayahwilayah penduduk Lebanon. Hal tersebut menjadikan kepadatan penduduk di wilayah
85
Lebanon karena Pemerintah Lebanon memilih untuk tidak memiliki kamp-kamp. Kebijakan untuk tidak mendirikan kamp-kamp khusus bagi pengungsi Suriah diakibatkan kamp untuk pengungsi Palestina telah berkembang menjadi negara dalam negara, sehingga mengancam keamanan dalam negeri Lebanon. Dengan tidak adanya kamp-kamp khusus bagi pengungsi Suriah menjadikan UNHCR dalam menjalankan oprasinya terhambat oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang menjadi penghambat di antaranya hambatan dalam penanganan permasalahan tempat tinggal karena kurangnya tempat tinggal yang disediakan, hal tersebut terjadi karena adanya peningkatan jumlah pengungsi di Lebanon sedangkan tempat tinggal di Lebanon terbatas. Hambatan lainnya adalah hambatan dalam penanganan permasalahan kesehatan, seperti minimnya akses kesehatan kepada pengungsi sedangkan permintaan akses kesehatan pengungsi terus meningkat. Selain itu, UNHCR sangat bergantung kepada pendonornya dalam hal keuangan agar dapat tetap beroperasi.
86
DAFTAR PUSTAKA Buku Andre H. Pareira. Perubahan Global dan Perkembangan Studi HI.Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999. Bayu Perwita, Anak Agung dan Yayan Mochamad Yani, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005. Bennet,Le Roy International Organization: Principle and Issue. New Jersy: Prentice Hal Inc. Eagleword, 1995. Jackobson,Harold K. Network or Interdependence, Alfred A Knopf, New York, 1979. Jastram, Kate dan Marilyn Achiron, Refugge Protection, A Guide to International Law diterjemahkan oleh Enny Soeprapto dan Rama Slamet, Perlindungan Pengungsi, Buku Petunjuk Hukum Pengungsi Internasional. Jakarta: UNHCR, 2001. Krustiyati,Atik Penanganan Pengungsi Di Indonesia Surabaya: Brilian Internasional, 2010. Kuncahyono, Trias, Musim Semi di Suriah: Anak-Anak Sekolah Penyulut Revolusi Jakarta: Kompas, 2013. Lesach,David W. Syria The Fall of The House of Assad Yale: Yale University Press, 2012. Moleong,Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif.Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2007.
xv
McNamara,Dennis, Voluntary Repatriation: International ProtectionGeneva :UNHCR, 1996. Naufal,Hala, “Syrian Refugees in Lebanon: the Humanitarian Approach under Political Divisions,” Robert Schuman Centre for Advanced Studies, European University Institute, 2012. Putri K.T.M, Peranan UNHCR dalam menangani Krisis Pengungsi Bhutan di Nepal pada tahun 2000-2004 Depok:Fisip UI 2008. Rosman,Achmad,Pengantar Hukum Pengungsi Internasional Bandung: Sainc Offset, 2003. United Nations Development Programme (UNDP), Human Development Report 1994, New York: Oxford University Press, 1994. United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Syria Regional Response, 2013 Final Report, Geneva: UNHCR, 2013. United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Mission statement UNHCR - The United Nations Refugee Agency UNHCR Global Appeal, 2007. United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), The 1951 convention Relating to the Status of Refugees and its 1967 Protocol Geneva:UNHCR. United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Menlindungi Pengungsi dan Peran UNHCR, Jakarta: UNHCR, 2007.
xvi
United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Konvensi dan Protokol Mengenai Status Pengungsi, Jakarta:UNHCR Media Relation and Information Service, 2010. United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Syria Regional Response, Januari- June 2013, Geneva: UNHCR, 2013. United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Syria Regional Response Plan 5, 2013 Final Report,Geneva: UNHCR, 2013. United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Konvensi 1951 Tentang Status Pengungsi dan Protokol 1967. Geneva: UNHCR. 2011. United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Syria Regional Response, 2013 Final Report, Geneva: UNHCR, 2013. Wagiman, Hukum Pengungsi Internasional, Jakarta: Sinar Grafika, 2012. Artikel dan Jurnal: Berneis, Nora and Julia Bartl, “Understanding The Hightening Syrian Refugee Crisis and Lebanon’s Political Polarization,” Carthage Research (1 June 2013 Lebanon). Crisp, J., (2004). “The local integration and local settlement of refugees: a conceptual and historical analysis,” New Issues in Refugee Research, Working Paper No.102, (UNHCR: Geneva).
xvii
Dalby,Simon Environmental Dimension of Human Security, in Environmental Security: Approach and Issues, edited by Rita Floyd and Richard Mattew London: Routledge 2013. Dupin,Vincent, “UNHCR Monthly Update Shelter” UNHCR, (November 2013). Elizabeth, Picard, and Ramsbotham, Alexander,“Reconciliation, reform and resilience - Positive peace for Lebanon.” Conciliation Resources (London: June 2012). Handayani, Irawati,Perlindungan terhadap Pengungsi Domestik (Internal Displaced
Person)
dalam
Sengketa
Bersenjata
Internal
Menurut
Hukum
Internasional, Bandung: Jurnal HI UNPAD, Vol.1 No. 2, 2001. Jallow, Amadou Tijan and Sajjad Malik, “Handbook for Repatriation and Reintegration Activities,” Division of Operational Support UNHCR, (Geneva May, 2004). Refaat, Marwan M, and Kamel Mohanna, “Syrian refugees in Lebanon: facts and solutions,” (Vol 382 August 31, 2013). The Assessment Capacities Project (ACAPS), “Legal Status of Individuals Fleeing Syria,” Syria Needs Analysis Project (June 2013). United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), “Finding Solutions for Syrian Refugees Resettlement and Other Forms of Admission of Syrian Refugees,” UNHCR (November 2014).
xviii
United Nations, “Lebanon: Economic and Social Impact Assessment of the Syrian Conflict” (September 2013). United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), “Refugee Status Determination, Identifying who is a refugee,” UNHCR, (1 September 2005). Vliet, Sam Van and Guita Hourani, “Refugees of The Arab Spring: The Syrian Refugees in Lebanon” The American University In Cairo, (Paper April 2011April 2012 No. 2/ August 2012). Wimmer,Alice “UNHCR Monthly, Update Health” UNHCR, (November 2013). World Vision Lebanon, “Advocacy Report Under Preasure: the impact of the Syrian refugee crisis on host communities in Lebanon,” World Vision Lebanon (July 2013). Internet Antara, “Lebanon berjanji terus buka perbatasan bagi pengungsi Suriah,” antara
news,
Kamis,
11
Juli
2013,
[berita
on-line];
tersedia
di
http://www.antaranews.com/berita/384683/lebanon-berjanji-terus-buka-perbatasanbagi-pengungsi-suriahinternet; diakses pada 22 Oktober 2014. Iran Indonesian Radio (Irib), “Perang dan Kondisi Tragis Pengungsi Suriah,”Iran Indonesian Radio, 12 Januari 2014 Iran, [berita on-line]; tersedia di http://indonesian.irib.ir/editorial/fokus/item/75255Perang_dan_Kondisi_Tragis_Peng ungsi_Suriah internet; diakses pada 22 Oktober 2014.
xix
Schlein,Lisa “UNHCR: Konflik Suriah, Krisis Darurat Kemanusiaan Terbesar Saat Ini,”Voa indonesia.com Kamis, 30 Oktober 2014 [Berita On-line]; tersedia di http://www.voaindonesia.com/content/unhcr-krisi-suriah-darurat-kemanusiaanterbesar-saat-ini-/2432852.html internet; diakses pada 23 September 2014. United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) “country operations
–
profile
Lebanon,”
[database
on-line];
tersedia
di
http://www.unhcr.org/pages/49e486676.html internet: diakses pada 15 Agustus 14. United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Convention and Protocol Relating to the Status of Refugees, [database on-line];
diakses dari:
http://www.unhcr.org/3b66c2aa10.html internet: pada 1 Maret 2014. United Nations High Commissioner for Refugess (UNHCR), “Time Series – Internally displaced person in Syrian Arab Republic,” [database on-line]; tersedia di http://popstats.unhcr.org/PSQ_TMS.aspx?SYR=2001&EYR=2013&POPT=ID&DO GN=N&DPOPT=N internet; diakses pada 23 September 2014. United Nations High Commissioner for Refugess (UNHCR), “Syria Refugee Response Lebanon: Places of Origin of Syrian Refugees Registered in Lebanon,” [database
on-line];
tersedia
di
http://relifweb.int/map/leebanon/syria-refugee-
response-lebanon-places-origin-syrian-refugees-registed-lebanon-31-December internet; diakses pada Rabu, 18 Juni 2014. United Nations High Commissioner for Refugess (UNHCR) Lebanon, “Overview
Working
environment,”
xx
[database
on-line];
tersedia
di
http://www.unhcr.org/pages/49e486676.html internet; diakses pada 09 September 2014. United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), “What We Do, Help
to
The
Uprooted
and
Statess,”
[database
on-line];
tersedia
di
http://www.unhcr.org/pages/49c3646cbf.html internet: diakses pada 09 Oktober 2014. United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), “What We Do, Help
to
The
Uprooted
and
Statess,”
[database
on-line];
tersedia
di
http://www.unhcr.org/pages/49c3646cbf.html internet: diakses pada 09 Oktober 2014. United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Public Health, [database online] tersedia di http://www.unhcr.org/pages/49c3646cdd.html internet; diakses pada 15 November 2014. United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), “Stories from Syrian Refugees, Discovering the human faces of a tragedy” [database on-line] tersedia di
http://data.unhcr.org/syrianrefugees/syria.php internet; diakses pada 10
Februari 2014.
xxi
Lampiran 1
: Hasil Wawancara
Nama / Narasumber
: Mitra Salima Suryono
Jabatan
: Staff Media Relation and Public
Hari/Tanggal/Tahun
: Selasa, 09 September 2014
Tempat Wawancara
: Kantor UNHCR Indonesia Jl. Kebon Sirih, Menara Ravindo lantai 14.
Tanya : Bagaimana peran UNHCR di wilayah pengungsi ? Jawab : Peran UNHCR di wilayah pengungsi berbeda-beda tergantung di wilayah oprasinya. Tanya :Bagaimana upaya UNHCR mengatur masalah pengungsi, sedangkan negaranya tidak meratifikasi Konvensi 1951 tentang status pengungsi ? Jawab : Untuk negara yang belum meratifikasi tidak ada legal fremwork yang mengatur pencari suaka atau pengungsi. sehingga penanganan nya secara ad hoc dan tetap ada koordinasi. Meskipun tidak ada kerangka hukum yang mengatur tapi negara yang belum meratifikasi menghargai adanya prinsip non refoulment, yaitu prinsip untuk tidak mengembalikan pengungsi secara paksa. Tanya : Bagaimana UNHCR membangun hubungan dengan negara yang belum menandatangani konvensi 1951 tentang pengungsi ? Jawab : UNHCR membangun hubungan dengan negara yang belum meratifikasi konvensi 1951 tentang pengungsi adalah melalui koordinasi antara negara penerima dengan UNHCR untuk menangani penyelesaian masalah pengungsi, karena masalah pengungsi merupakan masalah kemanusiaan dan harus ditangani bersama. Tanya :
Bagaimana
Upaya-Upaya
UNHCR
Mempertahankan Hak-hak Pengungsi ?
xxii
dalam
Memperjuangkan
dan
Jawab : UNHCR membantu pemerintah dalam hal memberikan perlindungan internasional dengan cara registrasi, setelah itu mendapatkan sertifikat kemudian akan diberikan jadwal/schedule untuk interview, interview dilakukan secara individual dibantu oleh penerjemah, disitulah pengungsi dapat menjelaskan mengapa dia mengungsi, yang disebut dengan refugee status determination, setelah itu akan di putuskan apakah pencari suaka lulus sebagai pengungsi atau tidak. Bagi yang tidak lulus dapat mengajukan banding dan memulai proses dari awal. Kalo dia tidak lulus maka akan di berikan kepada negara. bagi yang lulus akan dicarikan solusi jangka panjang. Tanya :Bagaimana UNHCR menjalankan Solusi jangka Panjang di negara yang belum meratifikasi konvensi 1951 tersebut ? Jawab : Solusi jangka panjang ada tiga, yaitu integrasi lokal, pemulangan secara sukarela dan pemukiman kembali ke negara ketiga. Integrasi lokal tidak dimungkinkan karena belum meratifikasi Pemulangan secara sukarela ini hanya memungkinkan kalau yang bersangkutan sukarela untuk pulang kenegara asal dan dengan catatan negara nya sudah aman, tapi opsi ini kecil unyuk dilakukan dan tidak banyak yang menempuh jalur ini. Opsi yang ketiga yaitu pemukiman kembali ke negara ketiga.Ini merupakan opsi yang besar kemungkinan
dapat
dilaksanakan.
UNHCR
akan
membantu
proses
penempatan pengungsi ke negara ketiga. Tanya : Bagaimana UNHCR mengidentifikasi pencari suaka yang datang ke negara tujuan ? Jawab : Identifikasi yang dilakukan UNHCR terhadap pencari suaka adalah melalui verifikasi yang dilakukan UNHCR bersama pemerintah untuk menentukan apakah mereka pengungsi atau bukan, identifikasi tersebut berdasarkan Konvensi status pengungsi 1951. Proses verifikasi yang dilakukan UNHCR dilakukan melalui mekanisme kerjasama dengan pemerintah terlebih dahulu. xxiii
Kerjasama tersebut melalui tahapan yang dilakukan UNHCR dengan pembuktian terhadap hal-hal mengenai keadaan pencari suaka, kejadian atau peristiwa yang terjadi pada diri pencari suaka. Setelah itu UNHCR mencari kesesuaian antara definisi pengungsi sebagaimana tercantum dalam Konvensi 1951 dan Protokol 1967 dengan fakta-fakta yang diberikan oleh pencari suaka.Setelah dilakukannya verifikasi oleh UNHCR maka UNHCR dapat menentukan bantuan yang akan didapat oleh pengungsi sesuai dengan hak dan kewajiban pengungsi. Tanya : Bagaimana UNHCR melakukan verifikasi tersebut ? Jawab : Adapun proses verifikasi yang dilakukan UNHCR mengenai tahapan Refugee Status Determination atau yang disebut RSD, RSD merupakan proses Registrasi dan Aplikasi untuk pengajuan ststus pengungsi. Dalam registrasi tersebut pencari suaka mengisi formulir registrasi dan aplikasi RSD; Memberikan informasi dasar seperti: nama, kebangsaan, usia, keluarga, kebutuhan khusus (konseling, penerjemah, atau perlindungan tertentu), situasi dan alasan yang membuatnya meninggalkan negaranya; Mengambil foto pencari suaka dan salinan dokumen-dokumen yang dimiliki; Pemberian informasi soal proses RSD dan peraturan negara di mana pencari suaka berada. Setelah itu, UNHCR akan melakukan registration interview; dalam registration interview UNHCR akan menerbitkan sertifikat atau kartu pencari suaka berisi nama, kebangsaan dan nomer file atau kasusnya. Nomer ini akan menjadi rujukan bagi UNCHR dan proses RSD yang akan, sedang atau telah dijalani.Setelah proses registrasi telah dijalankan maka pencari suaka dapat melakukan wawancara. Dalam wawancara tersebutUNHCR akan membaca informasi yang diberikan pencari suaka saat registrasi, dokumen-dokumen pendukung, mencari informasi soal situasi negara asalnya, mengidentifikasi alasan kepergiannya, apakah ada informasi yang belum tersedia, dan sebagainya. xxiv