eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2013, 1 (2): 217-230 ISSN 0000-0000 , ejournal.hi.fisip-unmul.org © Copyright 2013
PERAN UNITED NATION HIGH OF COMMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DALAM MENANGANI PENGUNGSI ROHINGYA DI ACEH TAHUN 2009-2010 NANI JANUARI1 NIM. 0702045089
Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peran UNHCR dalam menangani pengungsi Rohingya yang ada di Aceh. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dimana menggambarkan peran UNHCR sebagai organisasi internasional yang bernaung di bawah PBB dalam menangani permasalahan pengungsi Rohingya di Aceh pada tahun 2009-2010. Data yang disajikan adalah data sekunder yang diperoleh melalui telaah pustaka dan literatur seperti buku, internet, dan lain-lain. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran yang dilakukan oleh UNHCR dalam menangani pengungsi Rohingya di Aceh melalui berbagai macam peran UNHCR sebagai inisiator fasilitator, dan determinan. UNHCR juga mencarikan solusi jangka panjang untuk para pengungsi yaitu dengan repatriasi sukarela, integrasi lokal, dan me.mukimkan para pengungsi di negara ketiga (resettlement). Kata Kunci : Pengungsi, Rohingya, UNHCR
Pendahuluan Etnis Rohingya adalah penduduk asli negara bagian Arakan, Myanmar. Rohingya merupakan etnis yang berbeda dari masyarakat Myanmar sebab etnis Rohingya beragama Islam dan hidup ditengah penduduk Myanmar yang beragama Buddha. Selain itu, dari segi penggunaan bahasa dan bentuk kemiripan wajah, etnis Rohingya tidak memiliki kedekatan dengan penduduk Myanmar melainkan memiliki kedekatan dengan Bangladesh, India, maupun Arab. Berbagai macam perbedaan inilah yang melahirkan konflik dengan pemerintah Junta Militer Myanmar yang hingga saat ini belum terselesaikan. Permasalahan yang terjadi antara etnis Rohingya dengan pemerintahan Junta Militer Myanmar dikarenakan pemerintah Junta Militer yang tidak menganggap etnis Rohingya yang berada diwilayah Myanmar sebagai salah satu etnis yang berada di Myanmar. Dengan tidak diakuinya Rohingya sebagai salah satu etnis Myanmar dan mendapat 1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email :
[email protected]
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 2, 2013 : 217 - 230
tekanan dari pemerintah Junta Militer, etnis Rohingya mengungsi dengan melarikan diri dari tekanan pihak Junta Militer. Ratusan ribu kaum muslim Rohingya melarikan diri ke negara-negara tetangga yang disebabkan oleh kekejaman pemerintahan Junta Militer terhadap mereka. Alasan mereka melarikan diri ke negara tetangga adalah untuk berlindung dan sebagian besar dari mereka masih berstatus pelarian sampai sekarang. Tetapi ada juga sebagian negara yang menolak kehadiran mereka dan mereka pun dipaksa kembali ke Myanmar. Hal inilah yang dialami Indonesia pada bulan Januari 2009, sebanyak 193 pengungsi Rohingya sampai di Sabang, Aceh. Sementara pada Februari 2009 sebanyak 198 pengungsi Rohingya terdampar di Idi, Aceh Timur. Mereka yang terdampar di Sabang menempati kamp pengungsian TNI AL, sedangkan di Aceh Timur berada di Kantor Camat Idi Rayeuk dan sebagian juga ada yang sementara ditampung oleh para nelayan dan warga sekitar disana, sekedar untuk bertahan hidup sambil menanti investigasi yang jelas tentang motif kedatangan mereka. Indonesia yang kedatangan pengungsi Rohingya dari Myanmar meminta kehadiran UNHCR untuk mengatasi pengungsi Rohingya pada tahun 2009-2010. Permohonan dari Indonesia kepada UNHCR untuk memberikan bantuan itu telah memberikan legitimasi bagi UNHCR untuk melakukan aktivitas-aktivitas di Indonesia karena tidak seluruh negara di dunia merupakan penandatangan dari perjanjian-perjanjian internasional mengenai pengungsi. Walaupun Indonesia bukan negara penandatangan Konvensi tahun 1951 Mengenai Status Pengungsi, UNHCR tetap menjawab panggilan tersebut dan turun tangan membawa bantuanbantuan kemanusiaan sebagai bagian dari mandat yang diembannya. UNHCR terlibat karena UNHCR memiliki mandat untuk memberikan perlindungan terhadap pengungsi dan memfasilitasi mereka untuk menyelesaikan masalah pengungsi. Penelitian ini akan membahas bagaimana peran-peran yang dilakukan UNHCR dalam penyelesaian kasus tesebut. Kerangka Dasar Teori 1. Teori Organisasi Internasional Organisasi internasional didefinisikan sebagai suatu struktur formal dan berkelanjutan yang dibentuk atas suatu kesepakatan antara anggota-anggota (pemerintah dan non pemerintah) dari dua atau lebih negara berdaulat dengan tujuan untuk mengejar kepentingan bersama anggotanya. Menurut Teuku May Rudy, organisasi internasional adalah pola kajian kerjasama yang melintasi batasbatas negara dengan didasari struktur organisasi yang jelas dan lengkap serta diharapkan atau diproyeksikan untuk berlangsung serta melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan dan melembaga guna mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukan serta disepakati bersama, baik antara pemerintah dengan pemerintah maupun antar sesama kelompok non pemerintah pada negara yang berbeda. Dalam arti luas, organisasi internasional ini dapat diartikan sebagai suatu ikatan antar subjek yang melintasi batas-batas negara di mana ikatan tersebut terbentuk berdasarkan suatu perjanjian dan memiliki organ bersama. Setiap organisasi internasional dibentuk untuk melaksanakan peran-peran dan
218
Peran United Nation High of Commissioner for Refugees (UNHCR) dalam menangani Pengungsi Rohingya di Aceh Tahun 2009 - 2010
fungsi-fungsi sesuai dengan tujuan pendirian organisasi internasional tersebut oleh para anggotanya. Dengan peranan tersebut, pelaku peran baik itu individu maupun organisasi akan berperilaku sesuai dengan harapan orang atau lingkungannya. Peran dari organisasi internasional dapat dibagi menjadi ke dalam 3 bagian kategori, yaitu : 1. Sebagai instrument. Organisasi internasional digunakan oleh negara-negara anggotanya untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan tujuan politik luar negerinya. 2. Sebagai arena. Organisasi internasional merupakan tempat bertemu bagi anggota-anggotanya untuk membicarakan dan membahas masalah-masalah yang dihadapi. Tidak jarang organisasi digunakan oleh beberapa negara untuk menyangkut masalah dalam negeri negara lain dengan tujuan untuk mendapatkan perhatian internasional. 3. Sebagai aktor independen. Organisasi internasional dapat membuat keputusan-keputusan sendiri tanpa dipengaruhi oleh kekuasaan atau paksaan dari luar organisasi. Dari ketiga kategori diatas, analisis aktivitas organisasi internasional akan menampilkan peranannya, yaitu dimana organisasi internasional berperan sebagai inisiator, fasilitator, mediator dan rekonsiliator dan juga sebagai determinan. Organisasi internasional dalam isu-isu tertentu berperan sebagai aktor yang independen dengan hak-haknya sendiri. Oganisasi internasional juga memiliki peran penting dalam memonitori, dan menengahi perselisihan yang timbul dari adanya keputusan-keputusan yang dibuat oleh negara. UNHCR mencarikan solusi jangka panjang bagi pengungsi dengan membantu pengungsi memulangkan ke negara asal mereka, jika kondisi kondusif untuk kembali dan mengintegrasikan di negara-negara suaka atau memukimkan kembali di negara ketiga. Pemberian bantuan bagi para pengungsi oleh UNHCR dibagi menjadi beberapa bentuk yaitu Pertama, pemberian bantuan darurat yang melibatkan pergerakan pengungsi dalam jumlah besar; Kedua, program-program regular dalam bidangbidang yang sifatnya berupa penyediaan kebutuhan primer; Ketiga, mendorong kemandirian para pengungsi dan mengusahakan integrasi lokal di negara-negara penerima; Keempat, repatriasi ke negara asal para pengungsi secara sukarela; Kelima, resettlement di negara ketiga untuk para pengungsi yang tidak dapat kembali ke negara asalnya dan bagi pengungsi yang menghadapi masalah perlindungan di negara tempat mereka pertama kali meminta perlindungan. Pelaksanaan pemberian bantuan-bantuan ini berjalan secara bertahap, disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi pada kasus yang ditangani oleh UNHCR, baik dari keterbukaan pemerintah negara yang bersangkutan, kenyataan dilapangan,
219
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 2, 2013 : 217 - 230
serta dari segi ketersediaan dana dalam budget permanen, maupun kontribusikonstribusi tidak mengikat dari berbagai pihak lain. 2. Konsep Pengungsi Pengungsi adalah sekelompok manusia yang sangat rentan terhadap perlakuan yang tidak manusiawi baik di negara asalnya maupun di negara dimana mereka mengungsi. Mereka adalah orang-orang yang sangat miskin dan tidak memiliki dokumen perjalanan. Kepergian mereka ke tempat atau ke negara lain bukan atas keinginan diri pribadi tetapi karena terpaksa karena tidak adanya jaminan keselamatan dari negara domisili dan mereka tidak ingin mendapatkan jaminan itu, sehingga timbullah pelanggaran terhadap hak asasi pengungsi yang tidak dapat dihindari. Para pengungsi adalah orang-orang tidak dapat mencari penghidupan serta memperbaiki taraf kehidupan mereka tanpa adanya bantuan perlindungan dari negara dimana mereka berada. Kepergian mereka juga karena terpaksa, akibatnya mereka tidak dapat mengurus dokumen-dokumen (suratsurat) perjalanan yang sangat dibutuhkan sewaktu mereka berjalan melintasi batas negara mereka untuk pergi mengungsi ke negara lain. Dalam permasalahan pengungsian memang perlu dilakukan perlakuan khusus sebab pengungsi atau mencari suaka tidak akan mungkin memiliki dokumen lengkap. Pengungsi dalam kriteria refugee meninggalkan negaranya dalam keadaan terpaksa sehingga wajar tidak memiliki dokumen perjalanan yang lengkap. Metodologi Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik, yaitu menjelaskan dan menganalisa peran UNHCR dalam menangani pengungsi Rohingya di Aceh. Data yang disajikan merupakan data sekunder yang diperoleh melalui telaah pustaka, yakni dengan mengumpulkan data-data yang relevan dengan permasalahan yang dibahas dari literatur seperti buku, jurnal, dan juga situs-situs dari internet. Teknik analisa data yang digunakan adalah data kualitatif. Hasil Penelitian Kekerasan yang dialami oleh etnis Rohingya dilakukan oleh pemerintah junta militer Myanmar karena pemerintah tidak mengakui dan tidak menganggap etnis Rohingya sebagai warga negara Myanmar karena adanya perbedaan fisik, agama, dan sebagainya. Karena perbedaan itulah yang kemudian membuat berbagai bentuk tindak kekerasan terjadi pada etnis Rohingya dengan tujuan untuk mengusir keberadaan mereka dari wilayah Myanmar. Hal inilah yang membuat etnis Rohingya pergi meninggalkan Myanmar. Mereka mengungsi ke berbagai negara tetangga di Asia Tenggara termasuk Indonesia yang dijadikan sebagai negara transit karena pada awalnya tujuan mereka adalah ke Australia dan Malaysia. Karena Indonesia bukan negara peserta Konvensi maka hal inilah yang membuat UNHCR sebagai bagian dari PBB yang menangani masalah pengungsi mengambil peran dalam penyelesaian kasus tersebut. Adapun peran yang dilakukan UNHCR, dilakukan melalui fungsi
220
Peran United Nation High of Commissioner for Refugees (UNHCR) dalam menangani Pengungsi Rohingya di Aceh Tahun 2009 - 2010
inisiator, fasilitator, dan determinan. Selain itu juga, UNHCR mencarikan solusi jangka panjang untuk para pengungsi tersebut. Dan terdapat pula hambatan yang didapatkan UNHCR dalam melakukan tindakan tersebut. 1. Peran yang dilakukan UNHCR dalam menangani pengungsi Rohingya di Aceh Adapun peran yang dilakukan UNHCR dalam menangani pengungsi Rohingya di Aceh, dijelaskan berdasarkan pada teori organisasi internasional, dimana fungsi UNHCR sebagai organisasi internasional dapat menjalankan perannya untuk memonitori dan mencari penyelesaian terhadap suatu permasalahan yang dihadapi suatu negara, seperti yang dialami Indonesia, serta lebih lanjut dapat menjalankan perannya sebagai inisiator, fasilitator, dan determinan. Tujuan utama UNHCR adalah untuk melindungi hak-hak dan kesejahteraan pengungsi dan UNHCR sangat diharapkan salah satu perannya seperti yang tertera pada Pasal 1 Statuta UNHCR , adalah mencari solusi permanen untuk pengungsi. A. Sebagai Inisiator Berdasarkan tujuan utama UNHCR adalah memberikan keamanan dan hak dari para pengungsi. Menjamin bahwa setiap orang berhak untuk mencari suaka dan mendapat tempat yang aman di negara lain, dengan pilihan kembali secara sukarela ke negaranya, lokal integrasi atau penempatan ke negara ketiga. UNHCR berperan sebagai inisiator setelah pemerintah Indonesia meminta bantuan UNHCR untuk menangani pengungsi Rohingya yang masuk ke negaranya. Pada tahun 2009, ada sekitar 391 pengungsi Rohingya mengungsi ke Indonesia. Dalam hal ini, UNHCR akan terus memantau dan memastikan sifat repatriasi secara sukarela dan memberikan bantuan. UNHCR akan mendorong pembentukan mekanisme untuk menentukan status pengungsi di Indonesia untuk memastikan bahwa mereka yang merasa terancam akan mendapat perlindungan di Indonesia. B. Sebagai Fasilitator Setiap pengungsi sejak pertama kali tiba di negara transit atau tujuan, maka sudah sewajarnya mereka membutuhkan bantuan. Apalagi ketika sejumlah besar pengungsi melarikan diri dalam jangka waktu yang singkat, sangat penting untuk dapat memindahkan bahan-bahan makanan, bantuan tempat berteduh/tenda, pasokan medis dan kebutuhan dasar lainnya dalam waktu yang cepat. Hal ini seperti apa yang terjadi oleh pengungsi Rohingya Myanmar ke Indonesia. Untuk merespon hal tersebut dengan cepat seperti untuk keadaan darurat, UNHCR telah menyiapkan stok-stok barang kebutuhan tersebut di gudang darurat di beberapa lokasi diseluruh dunia. UNHCR sebagai badan yang menangani pengungsi memiliki tugas untuk dapat melindungi dan mencarikan solusi untuk para pengungsi. Adapun dalam kasus Rohingya, UNHCR menjalankan beberapa tindakan untuk dapat memfasilitasi pemerintah Indonesia sebagai negara transit yang disinggahi oleh para pengungsi Rohingya. Kondisi yang dialami oleh para pengungsi telah memaksa etnis Rohingya untuk pergi meninggalkan negaranya adalah sebuah tekanan besar dan menempatkan mereka kepada situasi yang penuh ketidakpastian, dan tanpa aturan-aturan dalam masyarakat. Para pengungsi
221
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 2, 2013 : 217 - 230
tersebut tentunya juga akan membutuhkan sebuah pengarahan dan pelatihan yang terorganisasi dengan baik untuk kembali menata kehidupan mereka. Proses capacity building kemudian menjadi usaha UNHCR dalam meningkatkan kemampuan para pengungsi. UNHCR terus mencoba mengembangkan kualitas para pengungsi sebagai manusia dalam segala aspek. Untuk dapat memberikan penanganan pada masyarakat etnis Rohingya yang menjadi korban terhadap pelanggaran yang terjadi, pihak UNHCR telah melakukan usaha dengan memfasilitasi Indonesia sebagai negara transit untuk dapat menyediakan akses bantuan kemanusiaan dan dukungan kepada etnis Rohingya, termasuk pada masyarakatnya yang menjadi pengungsi. Hal tersebut diharapkan dapat membantu pemulihan pada kondisi etnis Rohingya yang semakin memprihatinkan karena dampak kekerasan yang dialami atas kekerasan yang mereka dapatkan di Myanmar. Para pengungsi Rohingya ditampung ditempat pengungsian dalam pengawasan UNHCR, yaitu di kamp pengungsian TNI AL, kantor camat Idi Rayeuk, dan dibeberapa rumah warga lainnya. UNHCR juga memberikan fasilitas serta bantuan bagi para pengungsi Rohingya tersebut, antara lain : 1. Membangun pusat-pusat komunitas untuk perempuan berkumpul dan berbagi informasi di pangkalan TNI AL di Sabang, untuk mengurangi jumlah kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak. 2. Menyediakan dan mendistribusikan berbagai barang kebutuhan rumah tangga, seperti sabun, beras, minyak tanah, pakaian, dan juga selimut yang merupakan bantuan dana baik dari pihak UNHCR, Indonesia, negara donor, dan masyarakat setempat. 3. Menyediakan tempat di Medan dan di Kantor Camat Idi Rayeuk di Aceh Timur untuk para pengungsi Rohingya diberi pendidikan dan membina pengungsi Rohingya selama dipenampungan. Selama diberi pendidikan bahasa Inggris oleh tenanga pengajar yang disediakan oleh UNHCR, para pengungsi sedikit demi sedikit sudah mulai bisa berbahasa Inggris. Hal ini dilakukan agar nantinya para pengungsi Rohingya tidak lagi mengalami kendala bahasa apabila ditempatkan di negara yang menampung mereka. Ada banyak tempat penampungan dan pusat kegiatan untuk para pengungsi di wilayah Aceh, baik di Kantor Camat Idi Rayeuk yang ada di Aceh Timur, Pangkalan TNI AL Sabang, Kota Langsa Provinsi NAD, Pulau Weh dan Medan. Untuk Pusat Kesehatan para pengungsi sendiri ditempatkan di Kantor Imigrasi Lana di Peunteut, Lhokseumawe dan juga di daerah Napidis di Sabang. UNHCR bekerja sama dengan pemerintah terkait untuk berbagi tanggung jawab untuk melindungi pengungsi dan mendorong pemerintah untuk mengatasi penyebab arus pengungsi. Negara suaka dan transit mendapat beban terberat selama krisis pengungsi terjadi, tapi negara-negara ini tidak seharusnya bertanggung jawab tunggal. Negara-negara lain, baik di kawasan dan sekitarnya, dapat berbagi tanggung jawab dalam memberikan dukungan, baik keuangan dan
222
Peran United Nation High of Commissioner for Refugees (UNHCR) dalam menangani Pengungsi Rohingya di Aceh Tahun 2009 - 2010
peralatan, menjaga dan melindungi pengungsi. UNHCR berperan membantu untuk memobilisasi dan menyalurkan bantuan ini. Bantuan kemanusiaan terhadap pengungsi Rohingya pun mengacu pada bantuan yang diberikan oleh organisasi kemanusiaan untuk tujuan kemanusiaan, artinya, untuk non-politik, non-komersial, bukan militer. Dalam prakteknya UNHCR berperan sebagai pemberi bantuan dukungan dan perlindungan bagi para pengungsi. Dan peran tersebut adalah melengkapi peran negara dan berkontribusi terhadap perlindungan pengungsi dengan cara : a. Mendukung penyertaan dalam, dan pelaksanaan dari konvensi dan hukum pengungsi; b. Menjamin agar pengungsi diperlakukan sesuai standar dan hukum internasional yang diakui; c. Menjamin agar pengungsi diberikan suaka dan tidak dipaksa untuk kembali ke negara darimana mereka lari; d. Mendukung diterapkannya prosedur-prosedur yang sesuai untuk menentukan apakah seseorang adalah pengungsi menurut definisi Konvensi 1951 dan/atau menurut definisi yang ditentukan dalam perangkat konvensi regional; e. Mencari solusi permanen/berkelanjutan terhadap masalah pengungsi. Dalam melaksanakan tugasnya UNHCR melewati suatu proses analisa terhadap krisis yang ada dari berbagai aspek. Analisa terhadap desakan isu, kemungkinan perkembangan isu, perhitungan distribusi kebutuhan dasar hidup dengan cepat tersebut dilakukan untuk menghindari kondisi terlunta-lunta yang mungkin dialami pengungsi sejak tiba di negara penerima hingga mendapat bantuan dari dunia internasional melalui UNHCR. Ketika sejumlah pengungsi melarikan diri dalam jangka waktu yang singkat, sangat penting untuk memindahkan bahan makanan, bantuan tempat berteduh, pasokan medis dan kebutuhan dasar lainnya dengan cepat. Material dan dukungan logistik dapat diperoleh didalam atau yang disediakan oleh negara suaka atau negara donor lainnya. Untuk merespon dengan cepat untuk keadaan darurat, UNHCR menyiapkan stok-stok barang kebutuhan tersebut di gudang darurat di beberapa lokasi di seluruh dunia. Dalam hal analisa tersebut, akan sangat menentukan dari pelaksanaan pemberian bantuan bagi para pengungsi. Pemberian bantuan bagi pengungsi oleh UNHCR dibagi dalam 5 bentuk bantuan, yaitu : a) Pemberian bantuan darurat yang melibatkan pergerakan pengungsi dalam jumlah besar; b) Program-program reguler dalam bidang-bidang yang sifatnya berupa penyediaan kebutuhan primer seperti pendidikan, kesehatan, dan perlindungan; c) Mendorong kemandirian para pengungsi dan mengusahakan integrasi di negara-negara penerima; d) Repatriasi ke negara asal pengungsi secara sukarela;
223
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 2, 2013 : 217 - 230
e)
Penempatan ke negara ketiga untuk para pengungsi yang tidak dapat kembali ke tempat asalnya dan bagi pengungsi yang menghadapi masalah perlindungan di negara tempat mereka pertama kali meminta perlindungan.
C. Sebagai Determinan Berdasarkan Konvensi 1951 dan Protokol 1967, maka UNHCR sebagai organisasi perlindungan bagi pengungsi mempunyai kewenangan dalam menentukan status bagi suatu pengungsi, dalam kasus ini adalah pengungsi Rohingya yang masuk ke negara Indonesia, serta memberikan solusi jangka panjang dalam mengatasi permasalahan pengungsi yang terjadi. Sebelum suatu pengungsi diberi status pengungsi, maka UNHCR terlebih dahulu akan melakukan verifikasi terhadap para pengungsi. Proses verifikasi ini bersifat umum dalam pelaksanaannya di setiap negara yang akan diverifikasi oleh UNHCR. Pengungsi Rohingya ini pun melewati tahap verifikasi sebelum, ia mendapatkan status pengungsi oleh UNHCR. Dalam kasus etnis Rohingya ini, UNHCR tidak dapat begitu saja menjalankan fungsinya untuk menangani para pengungsi. Sebelumnya tim dari UNHCR akan bekerjasama dengan pemerintah negara setempat, setelah diverifikasi UNHCR maka akan menentukan apakah mereka berstatus pengungsi atau bukan berdasarkan Konvensi Status Pengungsi 1951. Tahapan yang dilakukan oleh UNHCR yaitu akan mendata dan melakukan registrasi bagi para pengungsi untuk dijadwalkan interview dengan pihak UNHCR mengenai motif dan tujuan pengungsi tersebut. Setelah hasil dari proses interview itu selesai, maka akan menentukan statusnya apakah mereka termasuk pengungsi atau bukan berdasarkan konvensi tahun 1951. Dalam hal pengungsi tidak puas dengan hasil keputusan yang menyatakan bahwa statusnya bukan pengungsi berdasarkan konvensi tersebut, maka pengungsi itu akan diberi waktu 30 hari untuk melakukan banding. Selanjutnya UNHCR baru dapat memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan kepada para pengungsi tersebut dan tentunya dengan persetujuan dan kerjasama dengan negara bersangkutan. Mereka yang dikategorikan pengungsi atau pencari suaka yang mencakup kegiatan-kegiatan nyata yang menjamin bahwa semua pria, wanita, anak, perempuan dan laki-laki yang menjadi perhatian UNHCR mempunyai akses yang sama dan mendapatkan hak-hak mereka berdasarkan hukum internasional. Setelah para pengungsi tersebut masuk di suatu negara, UNHCR menjalankan mandatnya dengan menentukan status mereka sebagai pengungsi sesuai prosedur hukum internasional. Pemeriksaan terhadap migran dilakukan dengan tujuan membedakan siapa pengungsi, migran ekonomi, dan pendatang gelap. UNHCR dengan proses interview yang ketat dapat menentukan mereka sebagai pengungsi atau pencari suaka. UNHCR dalam menentukan pengungsi juga harus dapat mencari solusi jangka panjangnya untuk kehidupan mereka yakni pemulangan sukarela dengan pertimbangan situasi keamanan dan martabat kemanusiaan harus diutamakan.
224
Peran United Nation High of Commissioner for Refugees (UNHCR) dalam menangani Pengungsi Rohingya di Aceh Tahun 2009 - 2010
UNHCR menjalankan prosedur untuk menentukan status pengungsi, yang dimulai dengan registrasi atau pendaftaran terhadap para pengungsi ataupun pencari suaka. Setelah registrasi, UNHCR akan melakukan wawancara individual dengan masing-masing para pencari suaka/pengungsi, didampingi seorang penerjemah yang kompeten. Proses ini melahirkan keputusan yang beralasan yang menentukan apakah perintaan status pengungsi seseorang diterima atau ditolak dan memberikan masing-masing individu sebuah kesempatan (satu kali) untuk meminta banding apabila permohonannya ditolak. Mereka yang teridentifikasi sebagai pengungsi akan menerima perlindungan selama UNHCR mencarikan solusi jangka panjang, yang biasanya berupa penempatan di negara lain. Untuk tujuan ini, UNHCR berhubungan erat dengan negara-negara yang memiliki potensi untuk menerima pengungsi. Setelah dilakukan verifikasi di Aceh, terbukti bahwa ada 117 pengungsi merupakan warga Bangladeh akan dikembalikan ke negara asalnya sedangkan untuk 274 pengungsi lainnya merupakan etnis Rohingya dan menunggu untuk ditempatkan ke negara yang mau menampung mereka. Pada kasus pengungsi Rohingya ini, UNHCR memiliki fungsi untuk melakukan penyelesaian jangka panjang melalui upaya untuk mencarikan penyelesaian yang permanen (durable solution) terhadap pengungsi. Solusi tersebut terbagi ke dalam 3 pilihan yaitu : 1. Repatriation Repatriation merupakan upaya yang diambil UNHCR untuk mengembalikan pengungsi ke negara asalnya. Repatriation terbagi menjadi 2 yaitu, pengembalian pengungsi ke negara asal atas keputusan UNHCR (repatriation by UNHCR) dan pengembalian pengungsi ke negara asal atas permintaan pengungsi itu sendiri (voluntary repatriation). Solusi untuk melakukan repatriation memiliki syarat dimana negara asal pengungsi tersebut benar-benar telah aman dan bisa menerima kembali para pengungsi. Selama negara tersebut masih terlibat perang atau pemerintah negara yang bersangkutan masih bermasalah dengan pengungsi, sehingga membahayakan pengungsi, maka UNHCR tidak memiliki kewenangan untuk melakukan upaya ini. Dalam pelaksanaan repatriasi secara sukarela, UNHCR memberikan bantuan dasar bagi para pengungsi. Para pengungsi Rohingya masing-masing diberi perlengkapan yang berisi barang-barang kebutuhan dasar rumah tangga dan jatah makanan untuk memungkinkan mereka untuk mulai hidup mandiri di Myanmar. Setelah di Myanmar, mereka akan menerima dana bantuan repatriasi, bantuan transportasi, dan penyediaan untuk perbaikan perumahan dan bahan bangunan di samping uang saku 2 bulan senilai jatah makanan yang diberikan oleh UNHCR. Untuk pengungsi Rohingya di Aceh, hanya beberapa saja yang melakukan repatriasi karena adanya terbukti beberapa dari mereka adalah warga Bangladesh. Sedangkan yang lainnya tidak mau direpatriasi karena juga tidak ingin kembali ke Myanmar. Myanmar mempersilakan UNHCR untuk merepatriasi para pengungsi
225
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 2, 2013 : 217 - 230
Rohingya di Aceh tetapi dengan syarat para pengungsi tersebut merupakan warga Myanmar dengan memiliki kartu identitas Myanmar. 2. Local integration Local integration merupakan upaya untuk mengintegrasikan pengungsi menjadi warga negara yang menjadi tujuan pengungsi. Biasanya pengungsi yang diberikan solusi ini adalah pengungsi yang telah lama tinggal di negara tersebut atau telah menikah dengan warga negara tersebut. Para pengungsi yang melakukan integrasi lokal biasanya memperoleh hak yang semakin luas, sehingga sama dengan yang dinikmati oleh warga negara dari negara suaka, kemudian pengungsi diijinkan tinggal secara permanen dan kemungkinan naturalisasi. Kemudian juga pengungsi semakin tidak bergantung pada bantuan dari negara suaka maupun bantuan kemanusiaan lainnya karena telah dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Kebanyakan dari pengungsi Rohingya di Aceh sangat menginginkan untuk tinggal di Aceh karena memiliki kesamaan agama yaitu islam dan juga warga disekitar penampungan mereka pun ramah yang menyebabkan mereka ingin tinggal di Aceh. Tetapi pemerintah Indonesia mengkhawatirkan apabila mereka tinggal terlalu lama di pengungsian. Indonesia takut timbulnya kecemburuan sosial dan juga memiliki ketakutan akan banyaknya pengungsi yang datang ke Indonesia. 3. Resettlement Resettlement merupakan solusi yang diberikan kepada pengungsi dengan melibatkan negara ketiga. Terdapat 11 negara yang merupakan negara tujuan resettlement yaitu : Australia, Kanada, Denmark, Finlandia, Jerman, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Swedia, Perancis, dan Amerika Serikat. Bantuan-bantuan teknis yang disalurkan sangat beragam dan meliputi berbagai kebutuhan dasar hidup pengungsi. Pengeluaran finansial, bantuan pangan, dan persediaan air bersih adalah beberapa contoh dari serangkaian bantuan teknis yang diberikan. Peran pemberi bantuan ini sangat erat dengan mandat yang diemban oleh UNHCR, yaitu untuk mengusahakan penyediaan pertolongan darurat serta mencarikan solusi jangka panjang untuk para pengungsi tersebut. Korelasi antar peran yang dimainkan oleh UNHCR sangat terbukti dalam aktifitas UNHCR secara spesifik dalam pemberian bantuan. UNHCR telah memenuhi peran dari sebuah IGO dalam penyaluran bantuan yang dilaksanakannya di Indonesia. Sebagai sebuah IGO, UNHCR telah bekerjasama dengan aktor-aktor lain dalam hubungan internasional, baik aktor negara maupun non-negara. UNHCR telah berusaha melakukan perannya secara maksimal dalam menangani seluruh pengungsi yang ada di seluruh dunia. Upaya-upaya tersebut antara lain: memimpin dan mengkoordinasikan langkah-langkah internasional untuk melindungi pengungsi dan menyelesaikan permasalahan pengungsi di seluruh
226
Peran United Nation High of Commissioner for Refugees (UNHCR) dalam menangani Pengungsi Rohingya di Aceh Tahun 2009 - 2010
dunia karena tujuan utamanya adalah untuk melindungi hak-hak para pengungsi. Badan ini memastikan setiap pengungsi mendapatkan hak untuk memperoleh perlindungan. Selain itu juga, UNHCR mengupayakan untuk menampung mereka dan mencarikan negara ketiga yang bersedia menjadi tempat tujuan mereka.
2.
Hambatan-hambatan yang dialami UNHCR dalam menangani pengungsi Rohingya di Aceh Baik pemerintah Myanmar dan pemerintah Indonesia sama-sama bukan peserta dalam penandatanganan konvensi yang berkaitan dengan pengungsi. Dalam hal ini, kegiatan atau peran UNHCR dalam menangani pengungs rohingya menemukan banyak kendala dalam menangani masalah ini. Ada beberapa kendala yang dihadapi terkait dalam penanganan Pengungsi Rohingya di Aceh, yaitu : a. Seberapa lama aparat yang membantu disana bisa menjamin penampungan sementara. b. Koordinasi yang kurang dari informan yang ada dilapangan kepada pihak Kesra, serta sulitnya mendapat data yang valid soal informasi yang ada (datanya sering berubah-ubah). c. Kapasitas tidak sebanding dengan pekerjaan yang harus diselesaikan, kapasitas (jumlah personil) yang sedikit dan harus menyelesaikan pekerjaan yang berat dan banyak. Sebelumnya ada 3 pilihan yang bisa diambil oleh pemerintah Indonesia dalam menangani pengungsi Rohingya, sesuai dengan peran yang dapat dilakukan oleh UNHCR dalam pelaksanaan mandat tugasnya, yaitu : a. Pertama, yaitu mengembalikan para pengungsi tersebut ke Myanmar; b. Kedua, tetap menampung para pengungsi tersebut di Indonesia; c. Ketiga, memindahkan mereka ke negara lain. Namun, 3 pilihan ini juga memiliki pengaruh terhadap pengungsi Rohingya ini, karena : a. Pilihan pertama yaitu mengembalikan para pengungsi ke Myanmar Hal ini dapat dikatakan tidak mungkin karena pemerintah Myanmar sendiri tidak mengakui mereka sebagai warga negara Myanmar. Oleh pemerintah Myanmar, mereka dikatakan warga negara Bangladesh. Selain itu, alasan mereka meninggalkan Myanmar adalah karena kekerasan yang dilakukan junta militer Myanmar terhadap mereka, sehingga jika mereka dikembalikan lagi ke Myanmar, maka yang terjadi adalah penderitaan yang berkepanjangan dan bisa saja mereka akan kembali mengungsi dan mencari perlindungan di negara lain. b. Pilihan kedua yaitu tetap menampung para pengungsi Pilihan yang satu ini juga tidak mudah dilakukan karena dikhawatirkan para pengungsi tidak bisa membaur dengan warga sekitar dan nantinya akan menimbulkan masalah. Namun sesuai dengan tujuan UNHCR untuk membantu para pengungsi, maka yang terpenting adalah bagaimana semua pihak dapat
227
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 2, 2013 : 217 - 230
membantu menangani para pengungsi ini terutama warga yang tinggal dekat dengan tempat pengungsian Rohingya tersebut. c. Sedangkan pilihan ketiga yaitu memindahkan mereka ke negara lain yang bersedia menampung para pengungsi ini. Untuk pilihan yang satu ini memang agak berat karena proses yang ditempuh oleh para pengungsi memang tidak mudah dan memerlukan jangka waktu yang lama dalam pelaksanaannya. UNHCR juga mengalami banyak hambatan dalam kegiatannya membantu penanganan pengungsi rohingya. Kesulitan tersebut disebabkan ketidakpahaman pemerintah Myanmar tentang standar dan prosedur hukum yang dilakukan oleh UNHCR dalam meningkatkan perlindungan bagi penduduk yang tidak memiliki kewarganegaraan di Arakan. Untuk meningkatkan status hukum etnis rohingya di Arakan dilakukan dengan melakukan pencatatan kelahiran dan menerbitkan dokumen pribadi sebagai langkah awal untuk mendapatkan status warga negara. UNHCR juga melakukan pengawasan terhadap pemerintah Myanmar dengan maksud untuk mengurangi tindakan diskriminatif terhadap etnis Rohingya. Kesimpulan 1. Kekerasan yang terjadi pada etnis Rohingya berawal dari kebijakan pemerintah Myanmar yang tidak mengakui keberadaan masyarakat Rohingya sebagai warga negara Myanmar. Hal tersebut kemudian yang membuat mereka mengungsi ke negara-negara tetangga termasuk Indonesia. 2. Masuknya pengungsi Rohingya ke Indonesia membuat Indonesia meminta bantuan UNHCR sebagai organisasi internasional yang menangani masalah pengungsi untuk menangani para pengungsi yang masuk ke Indonesia. Peran UNHCR dalam menangani pengungsi Rohingya di Aceh adalah sesuai dengan mandat yang diembannya. UNHCR memberikan perlindungan dan bantuan kepada para pengungsi yang ada di Aceh. Selain itu, UNHCR juga bekerjasama dengan Indonesia sebagai negara yang disinggahi para pengungsi dengan cara membantu memberikan tempat tinggal sementara untuk para pengungsi dan membantu UNHCR dalam mendata etnis Rohingya di Aceh. UNHCR juga berperan dalam memberikan status pengungsi terhadap pengungsi Rohingya yang berada dinegara yang belum memiliki instrument hukum nasional untuk penentuan status pengungsi, selanjutnya UNHCR juga menjalankan perannya melalui fungsi inisiator, fasilitator, dan determinan. 3. UNHCR juga mencarikan solusi jangka panjang dengan mengusahakan merepatriasi para pengungsi tersebut bisa kembali ke Myanmar untuk mereka yang memiliki kartu penduduk Myanmar dan juga menjalankan resettlement atau mengirimkan mereka ke negara ketiga yang dimana ada pengungsi yang tidak bisa kembali atau tidak mau kembali ke Myanmar karena faktor keselamatan. UNHCR dan juga Indonesia melakukan pengawasan terhadap Myanmar soal para pengungsi yang dikembalikan ke negara asalnya agar tidak terjadi kembali tindak kekerasan terhadap etnis Rohingya di Myanmar. 4. Adapun hambatan yang didapat oleh UNHCR dalam menangani pengungsi Rohingya di Aceh antara lain, yaitu kurangnya koordinasi dilapangan,
228
Peran United Nation High of Commissioner for Refugees (UNHCR) dalam menangani Pengungsi Rohingya di Aceh Tahun 2009 - 2010
kurangnya personil dan tidak sebandingya dengan banyaknya pekerjaan. Hambatan lainnya adalah berbagai macam pertimbangan yang dipikirkan mengenai pemberian solusi jangka panjang terhadap para pengungsi. Referensi Buku Amidjoyo, Sri Badini. Perlindungan Hukum Terhadap Pengungsi Berdasarkan Konvensi Jenewa 1951. Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, RI Mas’oed, Mohtar. 1989. Studi Hubungan Internasional Tingkat Analisis dan Teorisasi. Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Studi Sosial Universitas Gadjah Mada Perwita, Anak Agung Banyu dan Yani, Yanyan Mochamad. 2006. Pengantar Hubungan Internasional. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya Situmorang dalam Andre Pareira, Perubahan Global dan Perkembangan Studi Hubungan Internasional, Bandung : Citra Aditya Bakti. 1999 Suherman, Ade Maman. 2003. Organisasi Internasional dan Integrasi Ekonomi dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta Romsan, Achmad. 2003. Pengantar Hukum Pengungsi Internasional : Hukum Internasional dan Prinsip-prinsip Perlindungan Internasional. Jakarta : UNHCR T. May Rudy. 2005. Administrasi dan Organisasi Internasional. Bandung. Refika Aditama UNHCR, 2002. Gambaran Umum Fungsi-Fungsi Komisariat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Pengungsi, UNHCR UNHCR, Office of the United Nations High Commissionerfor Refugees UNHCR, 2009. Penandatanganan dapat Membuat Seluruh Perbedaan. UNHCR, 2005. Penentuan Status Pengungsi : Mengenali Siapa Itu Pengungsi, UNHCR UNHCR, 2005, Pengenalan tentang Perlindungan Internasional, melindungi orang-orang yang menjadi perhatian UNHCR. Switzerland: Komisariat Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi United Nations, 2000. Basic Facts About the United Nations, New York
Internet Burma Citizen Law, 1862 http://www.baliprocess.net/files/Myanmar/Myanmar%20citizenship%201 982-eng.pdf. Diakses pada tanggal 14 Maret 2012 Dennis McNamara, UNHCR’s Protection of Internally Displaced Persons Addected by Armed Conflict: Concepts and Challenge_______dalam http://www.icrc.org/web/eng/siteeng0.nsf/iwplist128/5BA471F787461F1 5C1256B6600608ACF
229
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 2, 2013 : 217 - 230
Diskriminasi Diktator Myanmar Terhadap Muslim Rohingya, tersedia di http://www.markasmujahidin.wordpress.com/2009/04/07/diskriminasidiktator-myanmar-terhadap-muslim-rohingya/ Diakses pada tanggal 30 September 2009 Kisah Pelarian Rohingya ke Indonesia, tersedia di http://nasional.news.viva.co.id/news/read/342964-kisah-pelarianrohingya-ke-indonesia diakses pada tanggal 25 Mei 2009 Penentuan Status Pengungsi, tersedia di http://www.unhcr.or.id/id/tugas-dan-kegiatan/penentuan-status-pengungsi diakses pada tanggal 25 November 2012 Pengungsi, Negara dan UNHCR, tersedia di http://www.waa-aceh.org/2009/06/pengungsi-negara-dan-unhcr/ diakses pada tanggal 15 April 2011 Pokok-pokok Press Briefing Menlu RI, tersedia di http;//www.deplu.go.id/Pages/PressBriefing.aspx?IDP=71&1=id diakses pada tanggal 29 Maret 2012 Rohingya, Muslim Myanmar yang Dizalimi, tersedia di http://arrahmah.com/read/2008/12/13/2762-rohingya-muslim-myanmaryang-dizolimi.html, diakses pada tanggal 30 September 2009 Tangani Pengungsi Untung Ada UNHCR, tersedia di http://www.news.id.finroll.com/news/14-berita-terkini/74137____tangani-pengungsi-untung-ada-unhcr____.pdf, diakses pada 30 September 2009 Teori Peran, tersedia di http://www.mail-archive/
[email protected]/msg06617.html, diakses pada tanggal 19 Februari 2012 Teori Peran, tersedia di http://one.indoskripsi.com/node/5919, diakses pada 19 Februari 2012 UNHCR Global Report, Myanmar Repatriation and Reintegration Operation, tersedia di http://www.unhcr.org/3e2d4d618.html, diakses pada tanggal 24 Januari 2012 UNHCR’s Protection of Internally Displaced Persons Addected by Armed Conflict: Concepts and Challenge, tersedia di http://www.icrc.org/web/eng/siteeng0.nsf/iwplist128/5BA471F787461F15 C1256B6600608ACF yang diakses pada 7 Mei 2012
Skripsi Aris Pramono, 2010, Peran UNHCR dalam Menangani Pengungsi Myanmar Etnis Rohingya di Bangladesh (Periode 1978-2002), Jakarta : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Kadaruddin, 2012, Penanganan Pemerintah Indonesia terhadap Pengungsi Rohingya Menurut Konvensi 1951, Makassar : Pusat Studi Hak Asasi Manusia (PusHAM) Universitas Hasanuddin
230