ISSN : 2085 - 1472
Vol. 3 No. 6, Juli 2011
UPAYA PEMENUHAN HAK HAK ANAK DALAM RANGKA MENINGKATKAN SUMBER DAYA MANUSIA UNTUK MENYELAMATKAN UMMAT Said Alhadi URGENSI CHARACTER BUILDING PADA ANAK SEJAK DINI Dede Yudi BIMBINGAN KELOMPOK DAN PENILAIANNYA Indiati KONSELING DUNIA MAYA (CYBER COUNSELING) Sudarmono PANCASILA SEBAGAI CITA HUKUM DALAM KEHIDUPAN HUKUM BANGSA INDONSIA Arie Supriyatno KONSELING POST-TRAUMATIC Indah lestari PEMBERIAN REINFORCEMENT UNTUK MENGURANGI PRILAKU HIPERAKTIF Sugiyadi KONSELING ISLAMI SEBAGAI ALTERNATIVE PENYELESAIAN PERILAKU MENYIMPANG REMAJA Astiwi Kurniati
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
Vol. 3 No. 6, Juli 2011
Pemimpin Redaksi Arie Supriyatno Mitra Bestari Achmadi (Universitas Muhammdiyah Magelang) Sukarno (Universitas Tidar Magelang) Muhammad Japar (Universitas Muhammdiyah Magelang) Suliswiyadi (Universitas Muhammdiyah Magelang) Sutarno (Universitas Negeri Surakarta) Anwar Sutoyo (Universitas Negeri Semarang) Redaksi Tawil (Universitas Muhammdiyah Magelang) Subiyanto (Universitas Muhammdiyah Magelang) Lilis Madyawati (Universitas Muhammdiyah Magelang) Riana Mashar (Universitas Muhammdiyah Magelang) Indiati (Universitas Muhammdiyah Magelang) Tri Murni (Universitas Muhammdiyah Magelang) Sugiyadi (Universitas Muhammdiyah Magelang)
Periode Terbitan 2 kali dalam setahun Terbit Pertama Desember 2008 Jurnal Edukasi merupakan jurnal ilmiah yang berisikan hasil penelitian dan kajian teoritis mengenai masalah-masalah pendidikan, khususnya di Indonesia. Diterbitkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Magelang. Redaksi menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan atau dalam proses terbit oleh media lain. Naskah diketik di atas HVS kuarto spasi satu sepanjang lebih kurang 15-20 halaman dengan format seperti tercantum pada prasyarat naskah jurnal Edukasi di halaman belakang. Naskah yang masuk akan dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format dan tata cara lainnya.
Alamat Penyunting dan Tata Usaha Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UM Magelang Kampus 1 Jalan Tidar No. 21 Kota Magelang 56126 Telepon: 0293 - 362082 psw 119 Email :
[email protected]
ii
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
DAFTAR ISI Upaya Pemenuhan Hak Hak Anak Dalam Rangka Meningkatkan Sumber Daya Manusia Untuk Menyelamatkan Ummat Said Alhadi 173 Urgensi Character Building Pada Anak Sejak Dini Dede Yudi 179 Bimbingan Kelompok Dan Penilaiannya Indiati 185 Konseling Dunia Maya (Cyber Counseling) Sudarmono 191 Pancasila Sebagai Cita Hukum Dalam Kehidupan Hukum Bangsa Indonsia Arie Supriyatno 195 Konseling Post-traumatic Indah lestari 202 Pemberian Reinforcement Untuk Mengurangi Prilaku Hiperaktif Sugiyadi 207 Konseling Islami Sebagai Alternative Penyelesaian Perilaku Menyimpang Remaja Astiwi Kurniati 211
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
iii
iv
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
UPAYA PEMENUHAN HAK HAK ANAK DALAM RANGKA MENINGKATKAN SUMBER DAYA MANUSIA UNTUK MENYELAMATKAN UMMAT Said Alhadi
Dosen UAD Yogyakarta
Abstract Children are the assets to the country of the future development. The More children in the country means the capital that has potential for the future. It will happen when the parents, the society and the government as organizer can cultivate this potential. If they can not process the potential by providing the human resources and natural resources that needed, so the destruction of the country will occure. While cultivating the available potential, they should pay attention to the children rights: the right to obtain the assurance of good life, right before and after birth. The right to have the living; the right to get the guarantee of the society life; the right to get the education; the right to get healthy life; the right to get a goodtratment. Keywords: human source, children rights
A. PENDAHULUAN Kepemimpinan suatu bangsa di masa mendatang, sangat ditentukan oleh keadaan anak di masa sekarang. Oleh karena itu anak merupakan asset yang tak ternilai harganya. Baik-buruk suatu bangsa di masa datang ditentukan oleh kualitas anak-anak di masa sekarang. Suatu Negara yang memiliki penduduk tinggi, termasuk Indonesia sebagai negeri yang berpenduduk terbesar ke 4 di dunia, memiliki potensi anak-anak yang sangat luar biasa. Secara jumlah, struktur penduduk Indonesia yang berjumlah besar, memiliki jumlah anak yang mencakup 30 persen dari total penduduk Indonesia. Bila negara mampu mencetak mereka sebagai generasi yang berkualitas maka kemajuan negeri ini akan tumbuh dan berkembang secara maksimal. Realita yang ada, tidak sedikit Negara Negara yang tingkat penduduknya besar, termasuk Indonesia , masih banyak anak anak bangsa sangat buruk dan mengenaskan, kualitas potensi yang dimilikinya. Hal ini disebabkan salah satunya adalah kurang adanya perhatian pemerintah terhadap hak hak yang harus dimiliki anak anak. Sebagai ilustrasi dapat dilihat dari fakta di bawah ini: Berdasarkan data BKKBN Tahun 2010 (beritasore.com/4/8/2010). Jumlah anak Indonesia yang terancam putus sekolah saat ini mencapai 13 juta yang terdiri dari usia tujuh sampai 15 tahun, Ditambah lagi sedikitya 37.294 anak-anak TKI tidak mendapatkan pendidikan selama berada di negeri Jiran Malaysia (republika. Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
co.id/20 juli 2010). 5,4 juta anak Indonesia masih dalam kondisi terlantar, menurut data kementerian sosial (antaranews, com/5/7/2011); Setiap tahun 7000 anak berurusan dengan hukum, dan 6000 orang di antaranya masuk ke penjara, baik penjara anak, penjara dewasa, maupun tempat-tempat tahanan lainnya. (Hadi Supeno,2010) ( Buku:Kriminalisasi Anak:Tawaran gagasan radikal peradilan anak tanpa pemidanaan, Gramedia Pustaka Utama,2010)
Tingkat prevalensi gizi kurang pada balita sebesar 17,9 persen atau diperkirakan sekitar 3,7 juta balita mengalami kekurangan gizi kurang dan gizi buruk (antaranews.com/25 jan 2011). Hasil penelitian Yayasan Kita dan Buah Hati menyebutkan sejak 2008 hingga 2010, sebanyak 67 persen dari 2.818 siswa sekolah dasar (SD) kelas 4, 5, dan 6 di wilayah Jabodetabek mengaku pernah mengakses informasi pornografi. Sekitar 24 persen mengaku melihat pornografi melalui media komik. Selain itu, sekitar 22 persen melihat pornografi dari situs internet, 17 persen dari games, 12 persen melalui film di televisi, dan enam persen lewat telepon genggam. (vivanews.com/3/10/2010). Untuk mengikis kenyataan di atas, diperlukan adanya kebijakan dan aturan yang tegas, namun kenyataannya, sebagai pembuat aturan terlihat pada kebijakan yang dikeluarkannya, saling berbenturan dan gagal menyelesaikan masalah. Kebijakan-kebijakan tersebut hanya sekedar lips servis demi membangun citra bahwa sistem ini masih bersifat manusiawi untuk menutupi 173
kezholiman-kebobrokan dan keserakahannya. Disisi lain banyak kebijakan dan program yang dikeluarkan seakan-akan peduli terhadap anak, namun membahayakan ‘aqidah dan akhlak’. Misal slogan anak Indonesia berakhlak mulia, bagaimana mungkin akan dicapai sementara situs, film, dan gambar porno, mudah diakses mereka. Bagaimana anak Indonesia bisa sehat jika menutup pabrik minuman keras dan menghabisi jaringan bisnis narkoba saja belum mampu. Masih ada lagi, ketika hak anak untuk hidup diperbincangkan, aborsi dilegalkan. Atas nama Kehamilan yang Tidak diinginkan (aib), janin-janin hasil perzinahan diizinkan untuk dilenyapkan haknya untuk hidup, seperti pada masa pra Islam di Arab yang membunuh anak perempuan karena dianggap aib. Bayangkan saja, secara nasional, jumlah remaja yang melakukan praktik aborsi mencapai 700-800 ribu remaja dari total 2 juta kasus aborsi (detik. com, 9/4/2009). Padahal konvensi Hak anak dan UU Perlindungan anak mengatakan anak yang berhak mendapatkan perlindungan adalah termasuk janin yang ada dalam kandungan. Fakta yang ada maraknya aborsi menggambarkan negara dan dunia Internasional tidak memberikan hak hidup secara adil pada setiap anak, buktinya 2 juta janin hasil aborsi telah dihilangkan haknya untuk hidup dalam rangka menutupi perbuatan buruk yang dilakukan oleh ibunya. Di dalam Undang Undang disebutkan bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan. Adanya kebijakan bahwa pendidikan adalah hak setiap anak dan disosialisasikan melalui program Education For All (EFA) atau Pendidikan untuk Semua (PUS) ternyata hanya bisa dirasakan oleh sebagian anak, terbukti dengan adanya anakanak yang masih belum bisa mengakses bangku sekolah. Ditambah lagi masih ada yang putus sekolah karena tidak bisa melanjutkan ke jenjang berikutnya dengan alasan tidak ada dana. Berdasarkan UU No 23 tahun 2000 dinyatakan bahwa negara bertanggung jawab atas pendidikan. Namun nyatanya Negara belum secara maksimal memberikan pendidikan bagi semua anak Indonesia. Meski ada yang gratis tidak semua bisa mengaksesnya. Apabila bicara mutu maka sangat jauh dari yang diharapkan. Bahkan ada pernyataan yang mengatakan, “Bila mau mendapatkan pendidikan yang bermutu harus mau mengeluarkan biaya yang tinggi “. Disebutkan dalam UUD pasal 34 ayat 1 menyatakan bahwa anak terlantar merupakan tanggung jawab negara. Kenyataannya anak-anak
174
terlantar semakin tahun angkanya bertambah bahkan mengenaskan. Hasil survei terakhir Kementerian Sosial pada tahun 2006 menunjukkan jumlah total anak terlantar dan hampir telantar di Indonesia mencapai angka yang fantastis, yakni 17.694 juta jiwa atau 22,14 persen dari jumlah semua anak usia di bawah 18 tahun yang ada di Indonesia. Data terakhir dari kementerian sosial menyebutkan ada 5.4 juta anak di negeri ini yang terlantar pada tahun 2010.(antaranews.com/5/7/2011). Menurut Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Anak DKI Jakarta Sunarto, setiap tahun jumlah anak jalanan di Jakarta bertambah 20-40 persen. Mereka menjadi anak jalanan disebabkan karena kemiskinan (90%) sebagaimana dilansir oleh Ketua Forum Komunikasi Rumah Singgah DKI Jakarta Agusman (Kompas.com/24/10/2010). Mereka tidak mendapatkan pemenuhan kebutuhan pokok berupa makanan, pakaian, dan rumah yang layak. Bahkan mereka dibiarkan melakukan perbuatan amoral yang menjijikkan (pornografi dan pornoaksi) bahkan menjadikan mereka sebagai korban dan pelaku sekaligus dari kebejatan moral tersebut. Orangtua mereka tidak difasilitasi dengan pekerjaan yang layak untuk mampu memenuhi kebutuhan pokok, selain itu orangtua tidak dibimbing untuk mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai orangtua yang mendidik dan menjaga anaknya dari siksaan api neraka. Negara, sekalipun telah menggalakkan program rumah singgah untuk anak-anak jalanan, namun program ini tidak lebih dari komoditi politik bagi pemerintah daerah untuk mendapatkan citra positif tanpa kejelasan langkah nyata untuk menuntaskan permasalahan anak-anak jalanan. Bagaimana bisa mewujudkan kota yang layak bagi anak, bila perencanaan dan pelaksanaan pembangunan tidak dilakukan dengan matang bahkan lebih di dominasi memenuhi kebutuhan pemilik modal dalam penataan kota. Sudah sangat gamblang bagaimana kota lebih banyak di dominasi pembangunan fisik yang berbau kapitalistis semisal perkantoran, supermarket, mall yang menjulang tinggi. B. Pembahasan Upaya peningkatan Sumber Daya Manusia, menjadi tugas kita bersama, dari berbagai lapisan masyarakat. Namun dalam pengelolaannya negaralah yang mempunyai tugas utama, sebagaimana dinyatakan dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Buchori dan Muslim, Beliau telah menetapkan
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
dan memberi contoh langsung bahwa negaralah yang menjadi penanggung jawab utama bagi semua kebutuhan rakyatnya termasuk anak. Ditegaskan bahwa “Seorang Imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya” (HR.Bukhari dan Muslim). Anak sebagai bagian dari masyarakat juga harus mendapatkan hak-haknya secara utuh dan benar sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya. Berikut adalah hak-hak anak yang wajib dipenuhi: 1. Hak untuk memperoleh jaminan hidup yang baik, ketika di dalam rahim dan setelah lahir. 2. Hak untuk mendapatkan nafkah 3. Hak untuk mendapatkan jaminan keamanan. 4. Hak untuk mendapatkan pendidikan. 5. Hak untuk sehat 6. Hak mendapatkan perlakuan yang baik Keterangannya sebagai berikut: 1. Hak untuk memperoleh jaminan hidup yang baik, ketika di dalam rahim dan setelah lahir benar-benar memberikan hak hidup bagi setiap anak dengan jaminan yang pasti. Sejarah membuktikan, saat Islam datang maka kebiasaan orang Arab yang membunuh anak perempuan telah di hapus dengan turunnya wahyu Allah Swt berfirman: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan, Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.“(Q.S. Al-Israa: 31). Terhadap anak hasil perzinahan, Islam telah menghukum ibunya bukan anaknya, ini terdapat dalam kisah wanita Al-Ghamidiyah, yang datang pada Nabi bahwa dirinya hamil dari hasil zina. Nabi berkata “pulanglah sampai engkau melahirkan“. Ketika ia telah melahirkan, ia datang lagi kepada Nabi dengan membawa bayinya. Nabi berkata” Pergilah, kemudian susuilah anakmu itu sampai engkau menyapihnya“. Setelah selesai disapih, ia datang lagi kepada Nabi bersama bayi, maka Nabi menyerahkan bayi itu kepada laki-laki muslim. Setelah itu wanita tersebut dirajam (HR. Muslim). 2. Hak untuk mendapatkan nafkah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Artinya: “Seseorang dianggap berdosa Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
jika dia tidak menafkahi orang-orang yang menjadi tanggungannya. “Seorang imam seperti penggembala dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang digembalakannya” (al-hadits). Bagi seorang ayah yang mampu bekerja, Islam mewajibkan untuk berusaha sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya. Adapun saat ayah dalam kondisi tidak mampu baik karena cacat, sakit keras atau lemah, maka kewajiban memberi nafkah berpindah kepada ahli waris atau keluarga terdekat yang mampu. Saat ayah atau ahli waris atau kerabat dekat mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok anak, Islam telah menetapkan kewajiban atas Negara. Negara memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan harta yang ada di baitul mal baik dari pos zakat, atau -jika pos zakat kosong-diambil dari pos pemasukan lainnya. Jika baitul maal (kas negara) banar-benar kosong, maka negara akan mewajibkan pemenuhannya kepada seluruh kaum Muslim yang mampu. Firman Allah: Di dalam harta mereka, terdapat hak bagi orang miskin yang meminta-minta yang tidak mendapatkan bahagian.(TQS. adz-Dzariyat [51]: 19). Dalam pandangan Islam, Negara bertindak sebagai pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya dan bertanggungjawab mewujudkan kemashlahatan bagi mereka melalui penerapan hukum Islam secara kaffah. Islam juga membentuk suasana saling tolong menolong di masyarakat untuk membantu orang yang kelaparan atau fakir miskin. Rasulullah saw bersabda: Tidaklah beriman kepada-Ku, siapa saja yang tidur kekenyangan, sedangkan tetangganya kelaparan, sementara dia mengetahuinya. (HR. al-Bazzar). 3. Hak untuk Mendapatkan jaminan Keamanan Merupakan kewajiban orang tua untuk melindungi anaknya, menjaganya dari berbagai gangguan dan memberikannya rasa aman. Orang tua juga harus terus memantau keadaan anaknya dan mencarinya jika dia hilang. Orang tua juga tidak boleh menakut-nakuti anaknya dengan sesuatu yang bisa merusak mental dan agamanya, seperti mengancamnya dengan pisau atau perkataan kasar dan mengatakan kepadanya ketika malam datang, “Awas hantu?”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:yang artinya: “Tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti muslim (yang lain).” Perkataan
175
“Awas hantu !!!” ternyata dapat menumbuhkan rasa takut yang berlebih terhadap sesuatu yang tidak jelas. Jenis takut yang seperti ini dilarang dalam agama. 4. Hak Untuk Mendapatkan Pendidikan Pendidikan dalam Islam merupakan kebutuhan dasar sebagaimana kebutuhan terhadap makan, minum, pakaian, rumah, kesehatan, dan sebagainya. Negara wajib menjamin pendidikan yang bermutu bagi seluruh warga negara secara gratis hingga perguruan tinggi, dengan fasilitas sebaik mungkin (AnNabhani, Ad-Dawlah al-Islamiyah, hlm. 283-284). Sebagaimana di amantakan dalam Undang Undang Dasar 1945 bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan. Jaminan pendidikan bagi anak-anak mereka mendapatkan hak yang sama baik mereka berasal dari keluarga yang kaya maupun yang miskin. Negara juga akan memastikan apakah setiap orangtua mampu memberikan pendidikan kepada anak-anaknya dengan baik. Islam telah menetapkan pendidikan seorang anak dimulai dari keluarga, rumah adalah sebagai pendidikan yang utama dan pertama, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: Tidak ada pemberian orangtua kepada anak yang lebih utama daripada pendidikan yang baik.” (HR.At-Tirmidzy). Peran keluarga untuk mendidik anak sangatlah besar, baik yang dilakukan oleh ayah maupun ibu semuanya telah diatur dengan jelas. Hal ini digambarkan oleh Imam Al-Ghazali, “Anak itu amanah Allah bagi kedua orangtuanya, hatinya bersih bagaikan mutiara yang indah bersahaja, bersih dari setiap lukisan dan gambar. Ia menerima setiap yang dilukiskan, cenderung ke arah apa saja yang di arahkan kepadanya. Jika ia dibiasakan belajar dengan baik ia akan tumbuh menjadi baik, beruntung di dunia dan di akhirat. Kedua orangtuanya semua gurunya, pengajar dan pendidiknya sama-sama mendapat pahala. Dan jika ia dibiasakan melakukan keburukan dan diabaikan sebagaimana mengabaikan hewan, ia akan celaka dan rusak, dan dosanya menimpa pengasuh dan orang tuanya.” Sehingga orangtua dituntut untuk memiliki ilmu agar bisa mendidik anaknya dengan baik atau menyekolahkan anaknya dengan memilihkan sekolah yang terbaik. Apabila ada orangtua yang tidak trampil dalam mendidik anaknya maka negara akan menyediakan berbagai fasilitas berupa kursus, latihan-latihan bahkan berbagai perlengkapan-perlengkapan yang
176
memudahkan orangtua untuk bisa menjalankan tugasnya. Bahkan bila ada orang tua yang lalai dalam menjalankan peran mendidik ini, Islam telah mengingatkan akan ganjaran sangsi yang akan diterima oleh orangtua baik di dunia dan di akhirat. Di dunia, orangtua akan mendapatkan peringatan dari negara untuk harus menjalankan kewajibannya, kalau tidak akan medapatkan sanksi tegas. Adanya pengenalan dan penerapan sanksi merupakan cara melindungi anak dari perilaku yang menyimpang dan merusak sehingga tidak merugikan dirinya dan manusia yang lainnya. 5. Hak Untuk Sehat Secara umum anak memiliki hak mendapatkan pelayanan kesehatan yang murah dan bermutu. Kesehatan sebagaimana pendidikan juga merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi, termasuk anak. Seorang anak memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sejak berada dalam kandungan, lahir sampai dewasa. sabda Rasulullah saw., “Mintalah oleh kalian kepada Allah ampunan dan kesehatan. Sesungguhnya setelah nikmat keimanan, tak ada nikmat yang lebih baik yang diberikan kepada seseorang selain nikmat sehat.” (HR Hakim). Kewajiban memelihara kesehatan anak dalam rahim dan bayi merupakan tanggung jawab seorang Ibu secara langsung dan keterlibatan ayah. Selama kandungan, ibu wajib memperhatikan asupan makan yang cukup bagi janin dengan memperhatikan kehalalan dan kethoyyibannya. 6. Hak Mendapatkan Perlakuaan yang Baik a. Memperlihatkan rasa senang saat kelahiran anak Pada saat seorang anak dilahirkan sudah sepantasnya seorang ayah dan ibu menunjukkan rasa senangnya. Bagaimanapun keadaan anak itu, baik laki-laki maupun perempuan. Terkadang Allah menguji sang Ayah dan sang Ibu dengan anak yang cacat. Mereka diuji dengan kebutaan, kebisuan, ketulian atau cacat yang lainnya pada sang Anak. Orang yang paham bahwa itu adalah ujian, maka dia akan berlapang dada untuk menerimanya dan tetap merasa senang. Sebaliknya orang yang tidak paham, maka dia tidak akan senang, tidak ridha bahkan terkadang bisa sampai mengarah ke perceraian atau pembunuhan sang anak. Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
b. Memperoleh nama dengan nama yang baik Salah satu hak anak yang harus dipenuhi oleh orang tuanya adalah mendapatkan nama yang baik. Nama itulah yang mewakili diri anak untuk kehidupannya kelak. Oleh karena itu, janganlah salah dalam memilihkan nama. Islam telah mengajarkan agar memilih nama-nama islami dan menjauhi namanama yang mengandung unsur penyerupaan dengan agama lain atau penyerupaan dengan pelaku-pelaku kemaksiatan. Sudah sepantasnya seorang muslim bangga dengan nama islaminya. c. Di aqiqah Aqiqoh merupakan perintah rosul yang harus kita lakukan bagi mereka yang telah melahirkan anak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: yang artinya: “Seorang anak tergadaikan dengan akikahnya, disembelihkan untuknya pada hari ke tujuh, diberi nama dan dicukur kepalanya.” d. Mendapatkan perlakuan yang adil Orang tua wajib berlaku adil terhadap semua anaknya secara proporsional. Sesuai dengan karakteristik, dan kebutuhan yang diperlukan. e. Mendapatkan kasih sayang Agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal, orang tua, termasuk lingkungan harus memberikan kasih sayang yang sepantasnya. Pemberian kasih sayang itu akan dapat mengembangkan potensi potensi yang dimiliki anak, sehingga mereka menjadi manusia dewasa yang sesuai dengan harapan orang tua dan lingkungannya. f. Mendapatkan hak bermain Anak pun punya hak untuk bermain. Orang tua sudah sepantasnya memberikan waktu bermain untuk anaknya. Perkembangan teknologi yang makin canggih orang tua hendaknya perlu
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
memilih dan memilah permainan yang cocok bagi perkembangan anak. Orang tua juga harus memperhatikan jenis permainan anaknya, jangan sampai dia bermain dengan permainan yang mengandung unsur dosa, g. Memperlakukan anak yatim dengan baik Islam tidak memperbolehkan kaum muslimin mengabaikan keberadaan anak yatim. Pemeliharaan dan pembinaan anak yatim bukan hanya sebatas pada hal-hal yang bersifat fisik semata, seperti makanan, minuman, dan pakaian. Pembinaan yang dilakukan juga harus memperhatikan masalah psikisnya, seperti memberikan perhatian, kasih sayang, perlakuan lemah lembut, bimbingan akhlak, dan lain sebagainya. Dalam Alqur an disebutkan, yang artinya : “Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim.” (Q.S. Al-Maa’uun [107]: 1-2). Artinya, kewajiban memberikan kasih sayang, pengajaran sopan santun, dan segala perlakuan yang baik berbanding lurus dengan kewajiban pemberian materi. Demikianlah Islam mengajarkan kepada kita untuk memperlakukan anak yatim dengan baik. C. Kesimpulan Anak merupakan asset bagi Negara, untuk perkembangan di masa mendatang. Untuk itu diperlukan pengelolaan asset yang ada sesuai karakteristik dan kebutuhan. Di dalam pengelolaan perlu memperhatikan hak hak anak: Hak untuk memperoleh jaminan hidup yang baik, hak ketika di dalam rahim dan setelah lahir. Hak untuk mendapatkan nafkah; Hak untuk mendapatkan jaminan ke amanan; Hak untuk mendapatkan pendidikan; Hak untuk sehat; Hak mendapatkan perlakuan yang baik. Dengan demikian akan tercipta sumber daya manusia yang handal. Amin.
177
DAFTAR BACAAN
Ahmadi, Abu (1990 ) Terjemahan Fiqih Islam Lengkap, Jakarta Rineka Cipta. antaranews.com/5/7/2011 Bahreisy, Salim, ( 1977) Tarjamah Riadhus Sholihin, Bandung, PT Al ma arif detik.com, 9/4/2009 http://abumuadz.wordpress.com/2007/05/05/pendidikan-anak-dalam-islam/ http://www.anakcerdas.blogspot.com/ http://www.anakcerdas.blogspot.com/ http://kumpulan.info/keluarga/anak/40-anak/192-pendidikan-yang-baik-untuk-anak.html http://www.eramuslim.com/syariah/benteng-terakhir/lima-poin-pendidikan-anak-dalam-islam.htm
178
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
URGENSI CHARACTER BUILDING PADA ANAK SEJAK DINI Dede Yudi
Dosen PG PAUD FKIP Univ. Muh Magelang
Abstract Some of the “stain” in the world of education in Indonesia at this time include the unfolding corruption case “small” and the culture of violence that is cheating the form of fighting between students, a higher intensity. Therefore, character education for children from an early age is one of the key clean “stain” is. Key words of character education is exemplary. If Target can bersinergis Reuters in early childhood, the ideals of national education goals, surely not a mere utopian. Key word ; “stains”, exemplary, synergistic.
A. PENDAHULUAN Salah satu faktor determinan tinggi rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia adalah pendidikan. Adapun fungsi dan tujuan pendidikan nasional sebagaimana termaktub dalam Undangundang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) RI Bab II Pasal 2, adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Rumusan cita-cita mulia di atas rupanya masih menghadapi jalan terjal. Kondisi faktual di lapangan sangat kontradiktif. Tajuk Rencana Kompas (3/12/2011), bertuliskan Alangkah Korupnya Indonesia. Di sana termaktub, posisi korupsi Indonesia menempati urutan ke-100 dari 183 negara. Secara kualitatif, praktik korupsi di Indonesia termasuk sangat buruk, yang tidak banyak beda dengan kondisi sejumlah negara di Afrika, seperti Benin, Burkina Faso dan Gabon. Indeks persepsi korupsi Indonesia menurut hasil survei lembaga Transparansi International memang tergolong sangat buruk, berada pada level 3 dari skala 0-10. Angka 0 (nol) sangat buruk, sementara 10 sangat bersih. Peringkat Indonesia tahun ini tidak banyak berbeda dibandingkan tahun lalu. Indonesia hanya merangkak 0,2 dari angka tahun lalu. Kenyataan ini menggambarkan upaya pemberantasan korupsi berjalan ditempat. Tidak ada
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
kemajuan, apalagi terobosan. Pada level kawasan, peringkat Indonesia lebih buruk ketimbang sesama negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia, Brunei, dan Thailand. Suka atau tidak, persepsi global dan regional tentang korupsi di Indonesia tergolong sangat memprihatinkan. Persepsi itu tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan refleksi kenyataan. Dunia pendidikan juga digemparkan dengan terungkapnya korupsi “kecil”, yaitu kasus contek massal saat Ujian Nasional (UN), bulan Mei silam. Kasus korupsi “kecil” tersebut diungkap oleh seorang siswa bernama Alif, yang menolak perintah gurunya untuk mencontek jawaban UN. Ia lantas menceritakan kejadian itu pada ibunya benama Siami. Ibunda Alif, Siami terkejut menyimak pengakuan puteranya. Ia lantas melaporkan korupsi “kecil” tersebut pada kepala sekolah dan komite sekolah atas tragedi itu. Di luar dugaan, ia tak mendapatkan tanggapan yang memadai. Akhirnya ia menempuh jalan sendiri. Ia melapor ke Kantor Dinas Pendidikan, kemudian ditindaklanjuti penyelidikan oleh DPRD setempat. Hasilnya, kepala sekolah diberhentikan dan dua guru diturunkan pangkatnya. Selain fakta di atas, dunia pendidikan juga “ternodai” oleh konflik antar mahasiswa di Universitas Negeri Gorontalo serta bentrokan mahasiswa dengan pihak Kampus di Universitas Hasanuddin Makasar, yang berujung pada perusakan fasilitas Kampus. Dunia pendidikan juga masih diwarnai budaya kekerasan yang makin menjadi. Rupanya kekerasan antar pelajar di Jabodetabek kian marak dan menakutkan. Gambaran kekerasan itu terlihat jelas
179
dari melonjaknya angka tawuran pelajar dan korban meninggal dunia akibat tawuran selama kurun waktu 2011 yang dicatat Komisi Nasional Perlindungan Anak (KOMPAS, 21/12/2011). Pada tahun 2010, angka tawuran sebanyak 128 kasus, dengan 40 orang meninggal dunia. Setahun kemudian, angka tawuran itu melonjak lebih dari dua kali lipat menjadi 339 kasus, yang menewaskan 82 orang. Selain korban jiwa, tawuran juga berdampak pada rusaknya fasilitas umum dan lalu lintas macet. Di Jakarta Barat, kasus tawuran antar pelajar yang terkini terjadi pada 16 Desember 2011. Dalam peristiwa itu, seorang siswa SMK Bhara Trikora, Jelambar, Mohammad Zaki al-Habba (15), terluka bacok akibat diserang sekelompok siswa SLTA bersenjata tajam. Di Jakarta Pusat, tawuran antar pemuda terjadi di dekat jalan layang Roxy, 24 November 2011. Dalam peristiwa itu, seorang siswa SMK Negeri 1 Jakarta, Rifal Erdyan (16), tewas dibacok oleh sekelompok pemuda. Di Jakarta Selatan, pada kurun 2011 muncul 14 kali pemberitaan perkelahian antar siswa dan atau pemuda antar kampung. Sejumlah kasus menonjol antara lain tawuran antar warga di Menteng Tenggulun, perbatasan Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan, tawuran antar anggota ormas di perbatasan Depok-Tangerang Selatan-Jakarta Selatan, serta tawuran antar siswa SMA di Jalan Bulungan. Menurut Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, maraknya kasus tawuran berarti kekerasan tetap hidup, yang mencerminkan kegagalan pemerintah, masyarakat, keluarga, sekolah, dan aparat melindungi anak-anak. Sementara itu, Dirjen Pendidikan Dasar Kemendikbud, Prof. Dr. Suyanto dalam seminar nasional “Membangun Karakter Utama untuk Kemandirian dan Kemajuan Bangsa” di Univ. Muh. Semarang, Sabtu (10-12-2011), mengutarakan bahwa saat ini hampir setiap hari ada pemberitaan mengenai kasus-kasus korupsi di media. Mulai sekarang pendidik perlu mengajarkan tentang kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab di setiap kegiatan belajar mengajar di kelas. Beliau pun menekankan bahwa jujur itu hebat, korupsi itu jahat, dan sebagainya, sehingga siswa tawuran, mencontek saat ujian dan sebagainya itu tidak lagi terjadi. Bertitik tolak dari persoalan di atas, maka penulis memandang perlu untuk mengangkat persoalan pendidikan karakter terlebih bagi anak sejak dini.
180
B. Pengertian Pendidikan Karakter Menurut Nurla Isna Aunillah (2011:18), pendidikan karakter adalah sebuah sistem yang menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik, yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, maupun bangsa, sehingga akan terwujud insan kamil. Sedangkan menurut Akhmad Sudrajat, supaya kita lebih mudah memahami makna pendidikan karakter, kita mesti mengerti makna dari karakter itu sendiri terlebih dahulu. Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, dan watak. Sementara itu, yang disebut dengan karakter ialah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat dan berwatak. Lain halnya dengan pendapat Tadzkiroatun Musfiroh (2008), menurutnya karakter mengacu pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Makna karakter itu sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan pada aplikasi nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus, dan berperilaku jelek dikatakan sebagai orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral dinamakan karakter mulia. Menurut David Elkind dan Freddy Sweet, Ph.D. (2004), yang dimaksud dengan pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Dalam hal ini, guru membantu membentuk watak peserta didik agar senantiasa positif. Oleh karena itu guru harus memperhatikan caranya berperilaku, berbicara, ataupun menyampaikan materi, bertoleransi, serta berbagai hal terkait lainnya. Adapun T. Ramli (2003) menyatakan bahwasanya pendidikan karakter memiliki esensi yang sama dengan pendidikan moral atau akhlak. Dalam penerapan pendidikan karakter, faktor yang harus dijadikan sebagai tujuan adalah terbentuknya kepribadian peserta didik supaya menjadi manusia yang baik, dan hal itu sama sekali tidak terikat dengan angka dan nilai. Dengan demikian, dalam konteks pendidikan di Indonesia, pendidikan karakter ialah
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
pendidikan nilai, yakni penanaman nilai-nilai luhur yang digali dari budaya bangsa Indonesia. Beberapa pendapat lain menyatakan bahwa nilai-nilai karakter dasar yang harus diajarkan kepada peserta didik sejak dini adalah sifat dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur tanggung jawab, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Lebih lanjut menurut Akhmad Sudrajat, saat ini, tidak sedikit pihak yang menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan itu sangat beralasan dan dilatarbelakangi oleh fenomena meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat dan kasus-kasus dekadensi moral lainnya. Di kota-kota besar, fenomena dekadensi moral yang melanda para remaja sudah sedemikian parahnya. Sehingga banyak pihak yang meminta agar lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda mampu meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian dan karakter. Jamal Ma’mur Asmani mengutip pendapatnya Nursalam Sirajudin (2011:26), istilah karakter baru dipakai secara khusus dalam konteks pendidikan pada akhir abad ke-18. Pencetusnya adalah FW. Foerster. Terminologi ini mengacu pada sebuah pendekatan idealis-spiritualis dalam pendidikan, yang juga dikenal dengan teori pendidikan normatif. Lahirnya pendidikan karakter merupakan sebuah usaha untuk menghidupkan kembali pedagogi idealspiritual yang sempat hilang diterjang gelombang positivisme yang dipelopori oleh filsuf Perancis, Auguste Comte. M. Furqon Hidayatullah mengutip pendapatnya Rutland (2009:1) yang mengemukakan bahwa karakter berasal dari akar kata bahasa Latin yang berarti “dipahat”. Secara harfiah, karakter artinya adalah kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasinya (Hornby dan Parnwell, 1972:49). Dalam kamus psikologi, dinyatakan bahwa karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang; biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap (Dali Gulo, 1982:29). Hermawan Kertajaya mengemukakan bahwa karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut, dan merupakan mesin yang mendorong bagaimana seseorang bertindak, bersikap, berujar, dan merespons sesuatu. Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
Menurut Doni Koesoema Albertus (2010:79), karakter diasosiasikan dengan temperamen yang memberinya sebuah definisi yang menekankan unsur psikososial yang dikaitkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Menurut Sjarkawi (2006:11), karakter juga dipahami dari sudut pandang behavioral yang menekankan unsur somatopsikis yang dimiliki individu sejak lahir. Di sini karakter dianggap sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas seseorang, yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya pengaruh keluarga pada masa kecil dan bawaan seseorang sejak lahir. Pendidikan yang bertujuan melahirkan insan cerdas dan berkarakter kuat itu juga pernah ditegaskan oleh Martin Luther King, “Intelligence plus character, that is the goal of true education”, Kecerdasan yang berkarakter adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya. Dengan dua pemahaman dasar tentang Pendidikan dan Karakter, Zainal Aqib mengutip pendapatnya Doni Koesoema (2011:38) mencoba membuat sintesis tentang konsep Pendidikan Karakter. Karakter lebih bersifat subjektif, sebab berkaitan dengan struktur antropologis manusia dan tindakannya dalam memaknai kebebasannya sehingga ia mengukuhkan keunikannya berhadapan dengan orang lain. Sementara pendidikan senantiasa berkaitan dengan dimensi sosialita manusia. Manusia sejak kelahirannya telah membutuhkan kehadiran kehadiran orang lain dalam menopang hidupnya. Oleh karena itu, pendidikan karakter merupakan keseluruhan dinamika relasional antar pribadi dengan berbagai macam dimensi, baik dari dalam maupun dari luar dirinya. Agar pribadi itu semakin dapat menghayati kebebasannya sehingga ia dapat semakin bertanggungjawab atas pertumbuhan dirinya sendiri sebagai pribadi dan perkembangan orang lain dalam hidup mereka. Pendek kata, pendidikan karakter bia diartikan sebagai sebuah bantuan sosial agar individu itu dapat tumbuh dalam menghayati kebebasannya dalam hidup bersama dengan orang lain di dunia. C. Visi, Misi serta Tujuan Pendidikan Karakter Berbicara tentang visi, misi dan tujuan pendidikan karakter, Zainal Aqib mengutip pendapatnya Doni Koeseoma (2011:45) menyampaikan sebagai berikut :
181
Visi pendidikan karakter yang ditetapkan sekolah merupakan cita-cita yang harus diraih melalui kinerja lembaga pendidikan. Tanpa visi yang diungkapkan melalui pernyataan yang jelas dan dapat dipahami oleh semua pihak yang terlibat di dalam lembaga pendidikan tersebut, pengembangan pendidikan karakter akan menjadi sia-sia. Oleh karena itu, setiap sekolah semestinya menentukan visi pendidikan yang akan menjadi dasar acuan bagi setiap kerja, pembuatan program, dan pendekatan pendidikan karakter yang dilakukan di sekolah. Visi pendidikan karakter di lembaga pendidikan akan semakin menjiwai setiap individu ketika mereka semua merasa dilibatkan dalam penentuan visi tersebut sehingga visi tersebut menjadi bagian dan keyakinan pribadi dan keyakinan komunitas lembaga pendidikan tersebut. Jika visi dalam lembaga pendidikan itu telah ada, langkah kedua yang perlu dipertanyakan adalah, apakah dengan visi tersebut, lembaga pendidikan itu memiliki misi, yaitu semacam penjabaran yang lebih praktis operasional, indikasinya dapat disertifikasi, diukur dan dievaluasi secara terus menerus. Misi adalah sebuah usaha menjembatani praktik harian di lapangan dengan cita-cita ideal yang menjiwai seluruh gerak lembaga pendidikan. Bisa dikatakan, tercapainya misi merupakan tanda keberhasilan dilaksanakannya misi secara konsisten dan setia. Visi yang baik akan membentuk kultur sekolah yang pada gilirannya akan memperbaiki prestasi dan mutu sekolah. Berkaitan dengan visi sekolah ini ada lima lapisan yang biasanya dapat kita amati langsung dalam sebuah lembaga pendidikan. Lapisan ini dapat dilhat dari penampilan paling luar, yang dapat dilihat secara langsung sampai pada inti dasar keyakinan, dasar filsafat yang menjiwai kinerja sebuah sekolah yang berupa visi dasar beserta asumsi-asumsi yang menyertainya. Lapisan pertama yang bisa dilihat dalam salah satu momen pendidikan adalah lapisan operasional sekolah. Lapisan kedua adalah organisasi sekolah. Lapisan ketiga adalah pembuatan program sekolah. Lapisan keempat berkaitan dengan kebijakan sekolah. Lapisan kelima adalah berupa tujuan sekolah. Lapisan keenam adalah keyakinan dan asumsi. Visi sebuah lembaga pendidikan akan menentukan sejauhmana program pendidikan karakter itu berhasil diterapkan di dalam lingkungan sekolah. Melalui visi ini, sekolah memberikan sebuah lingkungan nyata dimana idealisme dan cita-cita secara konkret menjadi pedoman perilaku,
182
sumber motivasi sehingga setiap individu di dalam lembaga itu semakin tumbuh secara utuh dan penuh. Pendidikan karakter yang memiliki basis dasar pendekatan nilai-nilai ini, dengan adanya visi lembaga pendidikan akan menjadi contoh nyata sebuah sikap hidup berdasarkan nilai-nilai ideal. Pendidikan karakter sebagai sebuah pedagogi memiliki tujuan agar setiap pribadi semakin menghayati individualitasnya. Selain itu, mampu menggapai kebebasan yang dimilikinya sehingga ia dapat mekain tumbuh sebagai pribadi maupun sebagai warga negara yang bebas dan bertanggungjawab, bahkan sampai pada tingkat tanggung jawab moral integral atas kebersamaan hidup dengan yang lain di bumi ini. Sementara itu menurut Nurla Isna Aunillah (2011:97), tujuan pendidikan karakter bisa ditinjau dari dua versi yaitu versi pemerintah dan versi pengamat. Tujuan pendidikan karakter menurut versi pemerintah ini dikemukakan oleh Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono. Ia mengemukakan sedikitnya ada lima dasar yang menjadi tujuan dari perlunya menyelenggarakan pendidikan karakter. Kelima tujuan tersebut adalah : 1. Membentuk Manusia Indonesia yang Bermoral Persoalan moral merupakan masalah yang serius yang menimpa bangsa Indonesia. Setiap saat, masyarakat dihadapkan pada kenyataan makin merebaknya dekadensi moral yang menimpa kaum remaja, pelajar, masyarakat pada umumnya, bahkan para pejabat pemerintah. Dengan demikian, bisa dipahami jika tuntutan diselenggarakannya pendidikan karakter semakin santer dibicarakan dengan tujuan agar generasi masa depan menjadi sosok manusia yang berkarakter, yang mampu berperialku positif dalam segala hal. 2. Membentuk Manusia Indonesia yang Cerdas dan Rasional Seseorang disebut mampu berpikir rasional, mengambil keputusan yang cepat, serta cerdas dalam memanfaatkan potensi yang dimilikinya. Kecerdasan dalam memanfaatkan potensi diri dan kemampuan bersikap rasional merupakan ciri orang yang berkepribadian atau berkarakter. Inilah yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia saat ini, yakni tatanan masyarakat yang cerdas dan rasional.
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
3. Membentuk Manusia Indonesia yang Inovatif dan Suka Bekerja Keras Pendidikan karakter merupakan pendidikan nilai yang diselenggarakan untuk menanamkan semangat suka bekerja keras, disiplin, kreatif, dan inovatif pada diri peserta didik, yang diharapkan akan mengakar menjadi karakter dan kepribadiannya. Oleh karena itu, pendidikan karakter bertujuan mencetak generasi bangsa agar tumbuh menjadi pribadi yang inovatif dan mau bekerja keras. 4. Membentuk Manusia Indonesia yang Optimis dan Percaya Diri Sikap optimis dan percaya diri merupakan sikap yang harus ditanamkan kepada peserta didik sejak dini. Kurangnya sikap optimis dan percaya diri menjadi faktor yang menjadikan bangsa Indonesia kehilangan semangat untuk dapat bersaing menciptakan kemajuan di segala bidang. 5. Membentuk Manusia Indonesia yang Berjiwa Patriot Salah satu prinsip yang dimiliki oleh konsep pendidikan karakter adalah terbinanya sikap cinta tanah air. Hal yang paling inti dari sikap ini ialah kerelaan untuk berjuang, berkorban, serta kesiapan diri dalam memberikan bantuan kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Pendidikan karakter penting supaya peserta didik benarbenar menyadari bahwa ilmu yang diperoleh harus dimanfaatkan untuk kepentingan banyak orang. D. Nilai dan Prinsip Pendidikan Karakter Berdasarkan kajian berbagai nilai agama, norma sosial, peraturan atau hukum, etika akademik, dan prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi butir-butir nilai yang dikelompokkan menjadi lima nilai utama. Kelima nilai tersebut adalah sebagai berikut : 1. Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan 2. Nilai karakter hubungannya dengan diri sendiri a. Jujur b. Bertanggung jawab c. Bergaya hidup sehat d. Disiplin e. Kerja keras f. Percaya diri
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
g. Berjiwa wirausaha h. Berpikir logis, kritis, kreatif, inovatif i. Mandiri j. Ingin tahu k. Cinta ilmu 3. Nilai karakter hubungannya dengan sesama a. Sadar hak dan kewajiban diri dan orang lain b. Patuh pada aturan-aturan sosial c. Menghargai karya dan prestasi orang lain d. Santun e. Demokratis 4. Nilai karakter hubungannya dengan lingkungan 5. Nilai kebangsaan a. Nasionalis b. Menghargai keberagaman Menurut Zainal Aqib yang mengutip pendapatnya Doni Koesoema (2011:51), ada beberapa prinsip yang bisa dijadikan pedoman bagi promosi pendidikan karakter, yaitu : 1. Karaktermu ditentukan oleh apa yang kamu lakukan, bukan apa yang kamu katakan atau kamu yakini. 2. Setiap keputusan yang kamu ambil menentukan akan menjadi orang macam apa dirimu. 3. Karakter yang baik mengandaikan bahwa hal yang baik itu dilakukan dengan cara-cara yang baik, bahkan seandainya pun kamu harus membayarnya secara mahal, sebab mengandung resiko. 4. Jangan pernah mengambil perilaku buruk yang dilakukan oleh orang lain sebagai patokan bagi dirimu. Kamu dapat memilih patokan yang lebih baik dari mereka. 5. Apa yang kamu lakukan itu memiliki makna dan transformatif. Seorang individu dapat mengubah dunia. 6. Imbalan untuk mereka yang memiliki karakter baik adalah bahwa pribadi yang lebih baik, dan ini akan membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik untuk dihuni.
E. Penutup Berdasarkan kajian teori serta analisa di atas maka urgensi pendidikan karakter bagi anak sejak dini, tak terbantahkan. Mengingat anak usia dini sedang mengalami fase golden age, maka pendidikan
183
karakter mesti dibiasakan. Kata kunci dari keefektifan pendidikan karakter bagi anak sejak dini adalah keteladanan. Oleh karenanya keberhasilan pendidikan karakter ditentukan oleh Sasaran Antara dalam Pendidikan Anak Usia Dini, yaitu : 1. Orang tua atau keluarga inti (nuclear family) serta keluarga besarnya (extended family), akan menjadi model pertama dan utama bagi anak usia dini dalam menerapkan pendidikan karakter. 2. Pendidik dan tenaga kependidikan di jalur formal, informal maupun nonformal, menjadi cermin dan panutan bagi anak menjalankan
aktifitasnya dalam bermain dan berinteraksi dengan anak seusianya. 3. Masyarakat di sekitar anak, akan menjadi kamus berjalan bagi anak dalam memandang kehidupannya secara menyeluruh. Jika berbagai pihak dalam sasaran antara PAUD diatas bersinergis, maka persoalan korupsi “kecil” seperti mencontek, persoalan budaya kekerasan seperti tawuran antar pelajar, tidak terjadi lagi di kemudian hari. Yang pada akhirnya, cita-cita mulia pendidikan nasional akan tercapai, karena suatu keniscayaan.
DAFTAR PUSTAKA
Aqib, Zainal. (2011). Pendidikan Karakter Membangun Perilaku Positif Anak Bangsa. Widya.
Bandung:
Yrama
Isna Aunillah, Nurla. (2011). Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah. Jogjakarta: Laksana. Ma’mur Asmani, Jamal. (2011). Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Jogjakarta: Diva Press. Kompas, 3 Desember 2011. Kompas, 21 Desember 2011. Suara Merdeka, 13 Desember 2011.
184
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
BIMBINGAN KELOMPOK DAN PENILAIANNYA Indiati
Dosen FKIP Univ. Muhammadiyah Magelang
Abstract Group counseling services are services that provide assistance to students through the group to obtain useful information to plan, make the right decisions, as well as to improve and develop an understanding of self, others and the environment in supporting the establishment of more effective behavior. The goal is to group counseling (1) increased ability to communicate verbally, (2) Develop social skills, (3) Obtain a variety of resource materials. Guidance services performed by the group through the four stages of activities, namely (1) Phase formation, (2) Phase transitions, (3) Phase activities and (5) Phase termination. Assessment of group guidance services need to be done to determine its success in achieving its goals. Keywords: Guidance and Assessment Group.
A. ����������� PenDAHULUAN Seorang guru pembimbing harus mempunyai kompetensi untuk menyelenggarakan Bimbingan dan Konseling salah satunya adalah bimbingan kelompok yang dapat memandirikan peserta didik. Hal ini berkaitan dengan tujuan layanan bimbingan dan konseling yaitu untuk memfasilitasi peserta didik agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya (Depdiknas, 2007). Bimbingan kelompok merupakan salah satu jenis layanan yang diselenggarakan di sekolah dengan tujuan peserta didik memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship) yang diwujudkan dalam bentuk hubungan kerja sama, persahabatan, persaudaraan atau silaturahim dengan sesama manusia. Layanan bimbingan kelompok memiliki peran penting, mengingat bahwa keberhasilan layanan bimbingan kelompok ini dapat mendorong perkembangan kepribadian peserta didik yang seringkali sangat berkaitan dengan keberhasilan pencapaian prestasi belajar. Tujuan dari layanan bimbingan kelompok dapat diketahui keberhasilannya bila diadakan penilaian terhadap layanan tersebut. B. Pengertian Bimbingan Kelompok Bimbingan kelompok merupakan salah satu dari jenis layanan bimbingan dan konseling yang sering dilakukan di sekolah.
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
Willis (2004: 13) Bimbingan adalah proses bantuan terhadap individu yang membutuhkannya. Bantuan tersebut diberikan secara bertujuan, berencana dan sistematis, tanpa pemaksaan melainkan atas kesadaran individu tersebut, sehubungan dengan masalahnya. Bimbingan diberikan kepada individu agar ia dapat memahami dirinya, mengarahkan diri, dan kemampuan merealisaikan dirinya dalam kehidupan nyata. Kadang-kadang individu terlalu tenggelam dengan masalahnya sehingga ia tidak memahami lagi inti masalah yang sebenarnya (terlalu emosional). Tugas bimbingan sendiri adalah memberikan bantuan agar individu dapat memahami diri dan masalah yang dihadapi. Selanjutnya ia dapat mengarahkan dirinya, merealisasikan, sehingga tercapai kebahagiaan hidupnya. Bimbingan diberikan kepada individu untuk membantunya agar tercapai penyesuaian diri yang baik terhadap diri dan lingkungan di rumah, sekolah, dan masyarakat. Kelompok (a group) dalam rangka bimbingan kelompok adalah bukan suatu himpunan individuindividu yang karena satu atau lain alasan tergabung bersama. Melainkan satu satuan atau unit orang yang mempunyai tujuan yang ingin dicapai bersama, berinteraksi, dan berkomunikasi secara intensif satu sama lain pada waktu berkumpul, saling tergantung dalam proses kerja sama, dan dapat kepuasan pribadi dari interaksi psikologis dengan seluruh anggota yang tergabung dalam satuan anggota itu. Kelompok
185
yang ingin meningkatkan kemampuannya dalam berkomunikasi satu sama lain menjadikan hal itu sebagai tugas yang akan digarap bersama (Winkel, 2006: 548). Layanan bimbingan kelompok adalah layanan bimbingan yang diberikan kepada kelompok siswa untuk memecahkan masalah-masalah yang menghambat perkembangan . Prayitno (2000: 2) bimbingan kelompok adalah layanan bimbingan yang diberikan dalam suasana kelompok. Layanan bimbingan kelompok di sekolah merupakan kegiatan informasi kepada sekelompok siswa untuk membantu mereka menyusun rencana dan keputusan yang tepat berkenaan dengan permasalahan tertentu. Permasalahan yang dibahas itu dapat bersifat personal, vocasional, dan sosial. Dengan demikian jelas bahwa kegiatan dalam layanan bimbingan kelompok ialah pembahasan suatu permasalahan untuk keperluan tertentu bagi para anggota kelompok. Bimbingan kelompok adalah layanan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama memperoleh bahan dari nara sumber tertentu (terutama guru pembimbing atau konselor) yang berguna untuk menunjang kehidupan seharihari individu sebagai pelajar, anggota keluarga, dan masyarakat serta untuk mempertimbangkan dalam bentuk keputusan. Bimbingan kelompok adalah proses membantu orang perorang dalam memahami dirinya sendiri dan lingkungannnya, selanjutnya dinyatakan bahwa “kelompok berarti kumpulan dua orang atau lebih”. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bimbingan kelompok adalah upaya pemberian bantuan kepada siswa melalui kelompok untuk mendapatkan informasi yang berguna untuk menyusun rencana, membuat keputusan yang tepat, serta untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman terhadap diri sendiri, orang lain, dan lingkungannya dalam menunjang terbentuknya perilaku yang lebih efektif. Layanan bimbingan kelompok dapat diketahui keberhasilannya apabila dilakukan penilaian. Penilaian adalah proses penggambaran, pemerolehan, dan penyediaan informasi yang berguna untuk penetapan alternatifalternatif, keputusan-keputusan. Penilaiani merupakan proses pengumpulan informasi (data) untuk mengetahui efektivitas (keterlaksanaan dan ketercapaian) kegiatan program bimbingan yang telah dilaksanakan dalam upaya mengambil keputusan (perbaikan dan peningkatan) Tujuan penilaian memegang peranan yang sangat penting dalam upaya peningkatan pelayanan
186
bimbingan. Dalam keseluruhan kegiatan layanan bimbingan, penilaian diperlukan untuk memperoleh umpan balik terhadap keefektifan layanan bimbingan yang telah dilaksanakan. 1. Manfaat Layanan Bimbingan Kelompok Layanan bimbingan kelompok sangat bermanfaat bagi pembentukan hubungan positif antar siswa, kemampuan berkomunikasi, dan pemahaman berbagai kondisi dan situasi. 2. Tujuan Bimbingan Kelompok Tohirin (2007: 172) mengemukakan secara umum bimbingan kelompok bertujuan untuk mengembangkan kemampuan bersosialisasi, khususnya kemampuan berkomunikasi peserta layanan (siswa). Secara lebih khusus, layanan bimbingan kelompok bertujuan untuk mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang menunjang perwujudan tingkah laku yang lebih efektif, yakni peningkatan kemampuan berkomunikasi baik verbal maupun non verbal para siswa. Layanan bimbingan kelompok dimaksudkan untuk memungkinkan siswa secara bersamasama memperoleh berbagai bahan dari nara sumber (terutama guru pembimbing) yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari baik sebagai individu maupun sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat. Layanan bimbingan kelompok merupakan media pengembangan diri untuk berlatih berbicara, menanggapi, memberi dan menerima pendapat orang lain, membina sikap dan perilaku yang normative serta aspek-aspek positif lainnya yang pada gilirannya individu dapat mengembangkan potensi diri serta dapat meningkatkan komunikasi antar pribadi yang dimiliki. 3. Isi Layanan Bimbingan Kelompok Layanan bimbingan kelompok membahas materi atau topik-topik umum baik topik tugas maupun topik bebas. Maksud dari topik tugas adalah topik atau pokok bahasan yang diberikan oleh guru pembimbing (pimpinan kelompok) kepada kelompok untuk dibahas. Sedangkan topik bebas adalah suatu topik atau pokok bahasan yang dikemukakan secara bebas oleh anggota kelompok. Secara bergiliran anggota kelompok mengemukakan topik secara bebas, selanjutnya dipilih mana yang akan dibahas terlebih dahulu dan seharusnya.
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
Topik-topik yang dibahas dalam bimbingan kelompok baik topik tugas maupun topik bebas dapat mencakup bidang-bidang pengembangan kepribadian, hubungan sosial, pendidikan, karier, kehidupan berkeluarga, kehidupan beragama dan lain sebagainya. Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan kelompok bebas: 1) Masing-masing anggota secara bebas mengemukakan masalah atau topik bahasan. 2) Menetapkan topik yang akan dibahas 3) Pembahasan masing-masing topik secara mendalam dan tuntas. 4) Kegiatan selingan. Langkah-langkah pelaksanaan kelompok tugas: 1) Pemimpin kelompok akan mengemukakan suatu masalah dan topik 2) Tanya jawab antara anggota dan pemimpin kelompok tentang hal-hal yang menyangkut masalah yang dikemukakan pemimpin kelompok 3) Anggota membahas masalah atau topik tersebut secara mendalam dan tuntas. 4) Kegiatan selingan. 4. Peranan Pemimpin Kelompok dan Anggota Kelompok Dinamika kelompok yang tercipta dalam proses bimbingan kelompok menggambarkan hidupnya suatu kegiatan kelompok. Hangatnya suasana atau kakunya komunikasi yang terjadi juga tergantung pada peranan pemimpin kelompok. Oleh karena itu pemimpin kelompok memiliki peran penting dalam rangka membawa anggotanya suasana yang mendukung tercapainya tujuan bimbingan kelompok. Peranan pemimpin kelompok : a. Pemimpin kelompok dapat memberi bantuan, pengarahan ataupun campur tangan langsung terhadap kegiatan kelompok. Campur tangan meliputi hal-hal yang bersifat isi dari yang dibicarakan dan proses kegiatan itu sendiri. b. Pemimpin kelompok memusatkan perhatian suasana yang berkembang dalam kelompok itu baik perasaan anggota-anggota tertentu maupun keseluruhan kelompok. Pemimpin kelompok dapat menanyakan suasana perasaan yang dialami itu.
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
c. Jika kelompok itu tampaknya kurang menjurus ke arah yang kurang dimaksudkan, pemimpin kelompok perlu memberikan arah yang dimaksudkan. d. Pemimpin kelompok juga perlu memberikan tanggapan (umpan balik) tentang berbagai hal yang terjadi dalam kelompok, baik yang bersifat isi maupun proses kegiatan kelompok. e. Pemimpin kelompok juga diharapkan juga mampu mengatur lalu lintas kegiatan kelompok sebagai pemegang aturan permainan (menjadi pendamai, mendorong kerjasama dan kebersamaan). f. Selain itu, pemimpin kelompok harus bertindak sebagai penjaga agar apapun yang terjadi di dalam kelompok tidak merusak atau menyakiti satu orang atau lebih anggota kelompok sehingga ia atau mereka itu menderita karenanya. Sifat kerahasiaan dari kegiatan kelompok tersebut denngan segenap isi dan kejadian-kejadian yang timbul didalamnya juga menjadi tanggungjawab pemimpin kelompok. Kegiatan layanan bimbingan kelompok sebagian besar juga didasarkan atas peranan para anggotanya. Peranan kelompok tidak akan terwujud tanpa keikutsertaan secara aktif para anggota kelompok tersebut. Karena dapat dikatakan bahwa anggota kelompok merupakan badan dan jiwa kelompok tersebut. Peranan anggota kelompok : a. Membantu terbinanya suasana keakraban kelompok. b. Mencurahkan segenap perasaan saat melibatkan diri dalam kegiatan kelompok. c. Berusaha agar yang dilakukannya tersebut membantu tercapainya tujuan bersama. d. Membantu tersusunnya aturan kelompok dan berusaha mematuhinya dengan baik. e. Benar-benar berusaha secara aktif ikut serta dalam seluruh kegiatan kelompok. f. Mampu berkomunikasi secara terbuka. g. Berusaha membantu anggota lain. h. Memberi kesempatan kepada anggota lain untuk ikut menjalankan perannya. i. Menyadari pentingnya kegiatan kelompok itu. 5. Tahap-tahap Bimbingan Kelompok Dalam bimbingan kelompok ada empat tahap, yaitu:
187
a. Tahap pembentukan 1) Menerima secara terbuka dan mengucapkan terimakasih atas kehadiran dan ketersediaan anggota kelompok. 2) Berdoa bersama yang langsung dipimpin pempimpin kelompok. 3) Menjelaskan pengertian dan tujuan bimbingan kelompok. 4) Menekankan pentingnya asasasas kegiatan yang harus ditaati dalam pelaksanaan bimbingan layanan, terutama asas keterbukaan, kesukarelaan, kegiatan, kenormatifan dan kerahasiaan. 5) Melakukan perkenalan dilanjutkan dengan permainan untuk menghidupkan suasana; rangkaian nama bergantian antar anggota kelompok dan permainan lainnya. b. Tahap peralihan 1) Menjelaskan lagi secara singkat pelaksanaan layanan. 2) Menanyakan dan memastikan kesiapan anggota kelompok untuk melanjutkan kegiatan. 3) Mengenali keadaan fisik dan psikis anggota kelompok untuk mengetahui kesiapan mereka memasuki tahapan kegiatan selanjutnya. 4) Menegaskan janji kerahasiaan anggota kelompok. c. Tahap kegiatan 1) Setiap anggota kelompok mengemukakan ide atau pendapat. 2) Memilih topik yang akan dibahas dengan memberikan alasan. 3) Anggota kelompok yang pendapatnya dibahas memberikan sekilas gamb-aran yang lebih rinci mengenai pendapatnya. 4) Seluruh anggota kelompok ikut aktif membahas, mengemukakan dan mengembangkan pengalamannya dan memberikan contoh-contoh lain.
188
5) Anggota kelompok yang belum mengeluarkan pendapatnya diberikan kesempatan untuk merespon apa-apa yang ditampilkan oleh rekan-rekan anggota kelompok. d. Tahap pengakhiran 1) Menyampaikan pada anggota kelompok bahwa kegiatan akan segera diakhiri 2) Anggota kelompok mengemukakan kesan dan pesan 3) Menyepakati kegiatan berikutnya 4) Mengucapkan terima kasih 5) Doa bersama sebagai penutup 6) Persiapan sambil berjabat tangan Prayitno (2004: 307). C. Kriteria Keberhasilan Layanan Bimbingan Kelompok Layanan bimbingan kelompok dapat dikatakan berhasil bila memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut: 1. Siswa dapat mengemukakan pendapat tentang pembahasan topik yang disampaikan 2. Siswa dapat mengungkapkan solusi dari masalah yang dibicarakan 3. Siswa dapat berinteraksi dengan anggota kelompok lain dengan akrab 4. Siswa dapat mengembangkan nilai-nilai baru dari topik layanan 5. Siswa dapat mengenal berbagai situasi dan kondisi dari suatu masalah 6. Siswa dapat mengembangkan hubungan positif dengan siswa lain 7. Siswa mampu menganalisis permasalahan di dalam kelompok 8. Terciptanya suasana demokratis di dalam bimbingan kelompok. 9. Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam bimbingan kelompok. 10. Adanya kepuasan setelah mengikuti bimbingan kelompok.
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
D. Contoh Alat Penilaian Layanan Bmbingan: ANGKET LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK
Berilah tanda cek pada satu pilihan, SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), KS (Kurang Sesuai), dan TS (Tidak Sesuai)! No
Pernyataan
1.
Saya berani mengungkapkan pendapat mengenai topik yang sedang dibahas pada proses bimbingan kelompok. Saya takut mengikuti kegiatan bimbingan kelompok Pada saat proses bimbingan berlangsung, saya dapat mengemukakan alternative pemecahan masalah. Saya merasa mudah menemukan pemecahan masalah setelah mengikuti bimbingan kelompok Saya nyaman berbicara dengan anggota kelompok bimbingan yang lain. Saya terbiasa menanggapi pendapat anggota lain pada proses bimbingan kelompok Saya lebih percaya diri dalam kehidupan sehari-hari setelah mengikuti bimbingan kelompok Saya merasa lebih memahami perasaan dan pemikiran orang lain setelah mengikuti bimbingan kelompok Saya memiliki lebih banyak pengetahuan khususnya tentang cara menghadapi masalah setelah mengikuti bimbingan kelompok Saya mampu melakukan langkah-langkah pencegahan agar tidak timbul masalah Saya merasa lebih akrab dengan anggota kelompok setelah mengikuti bimbingan kelompok. Saya kurang akrab dengan anggota kelompok yang lain. Saya mampu menganalisa topik yang sedang dibahas Saya kurang paham dengan topik yang sedang dibahas Saya dapat menerima pendapat anggota kelompok lain. Saya merasa tertekan ketika mengikuti bimbingan kelompok. Saya selalu mengemukakan pendapat saya waktu proses bimbingan kelompok berlangsung. Saya sulit mengemukakan pendapat pada kegiatan bimbingan kelompok. Saya merasa puas dapat menyelesaikan masalah setelah mengikuti bimbingan kelompok. Saya senang mengikuti bimbingan kelompok dan akan mengikutinya lagi.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
SS
S
KS
TS
189
E. Menentukan Kualitas Layanan Bimbingan Kelompok (KBK) • Skor instrumen yang telah disebarkan sesuai petunjuk • Hitung jumlah skor masing-masing responden • Cari rata-rata aktualnya dengan rumus :
X = ∑X N Keterangan : X = angka rata-rata hitung ∑ X = Jumlah Skor
N = jumlah responden • Hitung koefisien kualitas layanan bimbingan kelompok dengan rumus: _ KBK = X x 100% SMi Keterangan : _ X = angka rata-rata hitung SMi = Skor maksimal ideal
Tentukan kualitas layanan BK dengan kriteria sebagai berikut (dapat dikembangkan kriteria lain ) :
KBK KBK KBK KBK KBK
85 70 60 50 0
-
100% 84% 69% 59% 49%
Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang
F. Penutup Layanan bimbingan kelompok adalah pemberian bantuan kepada siswa melalui kelompok untuk mendapatkan informasi yang berguna untuk menyusun rencana, membuat keputusan yang tepat, serta untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungannya dalam menunjang terbentuknya perilaku yang lebih efektif. Tujuan bimbingan kelompok adalah peningkatan kemampuan berkomunikasi secara verbal, mengembangkan kemampuan bersosialisasi dan untuk memperoleh berbagai bahan dari nara sumber. Penilaian layanan bimbingan kelompok perlu dilakukan untuk mengetahui keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan, sehingga dapat ditentukan follow Up nya.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional, 2000. Penilaian dan Pengujian Untuk Guru. Jakarta : Depdiknas Gysbers, Norman C. 2003. Comprehensive Guidance and Counseling Programs The Evaluation of Accountability, dipresentasikan pada AES/ASCA School Counseling Research Summit, 28-29 Juni 2003 Siti Hartinah, 2009. Konsep Dasar Bimbingan Kelompok. Bandung: Refika Aditama. Sudijono, Anas. 2001. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Nurikhsan, Achmad Juntika, 2006. Bimbingan dan Konseling. Bandung : Refika Aditama Tohirin, 2007. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Willis, Sofyan S, 2004. Konseling Individu Teori dan Praktek, Bandung : CV Alvabela Winkel, W.S. dan M.M. Sri Hastuti, 2004. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jogyakarta : Media Abadi
190
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
KONSELING DUNIA MAYA (CYBER COUNSELING) Sudarmono
Koord. Bimbingan dan Konseling SMA Negeri 2 Magelang
Abstract Cyber Counseling is a of counseling method which use the sites of friendship and social web in internet. The implementation of cyber counseling need good planning, well organized and well evaluated. To do the cyber counseling, it need the clear rule so that the service management run well and has good achievement so that the Counselee will be more confortable to do the counseling. This will increase the efectivesness of counseling service as it can increase the Conselee braveness in in suggest their problems. The implementation of cyber counseling needs good capability of a conselor especially in mastering and managing the aplication program yahoo mesenger, skype and facebook. Keywords: Cyber Counseling
I. pendahuluan Salah satu yang menjadi landasan dalam penyelenggaraan layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah adalah landasan ilmu pengetahuan dan teknologi. Moh. Surya (2006) mengemukakan bahwa sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, akan mempengaruhi cara interaksi dan komunikasi antar individu. Hal ini dapat juga berpengaruh terhadap layanan konseling di masa yang akan datang. Semakin pesatnya perkembangan teknologi informasi akan semakin mudah internet untuk di akses oleh setiap orang, sehingga layanan konseling sangat memungkinkan untuk dilaksanankan melalui dunia maya maka Interaksi antara Konselor dengan individu yang dilayaninya (Konseli) tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi juga dapat dilakukan melalui hubungan secara virtual (maya) melalui internet, dalam bentuk “Cyber Counseling”. Untuk kegiatan Cyber Counseling, idealnya sekolah atau konselor yang bersangkutan menyediakan website tersendiri yang dipergunakan khusus untuk kepentingan layanan Bimbingan dan Konseling bagi para siswanya. Namun untuk saat ini upaya menyediakan website khusus tampaknya masih menjadi kendala baik faktor biaya maupun kesiapan sumber daya manusia. Oleh karena itu perlu dipikirkan cara yang lebih praktis dan efektif untuk menyediakan layanan Cyber Counseling ini. Salah satu alternatif yang mungkin dapat ditempuh adalah pemanfaatan aplikasi situs jejaring sosial FaceBook, Yahoo messenger dan Skype. Program ini sangat cocok untuk mendukung layanan konseling melalui dunia Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
maya yang sering disebut dengan Cyber Counseling. Mengapa Cyber Counseling sebagai salah satu pilihan sebagai media layanan konseling ? Hal ini dikarena Internet sekarang sangat mudah untuk diakses melalui PC Komputer, Laptop, Tablet, Smartphone bahkan handphone. Maka internet sudah sangat familier dikalangan siswa-siswi dan masyarakat umum tanpa memandang status dan tanpa birokrasi yang rumit. Selain itu setelah pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi masuk dalam kurikulum termasuk materi internet sebagai salah satu standar kompetensinya maka setiap siswa secara otomatis akan mempelajari masalah itu. Sehubungan dengan hal tersebut maka layanan konseling sangat memungkinkan untuk diperluas melalui internet dengan menjalankan aplikasi-aplikasi yang telah disebutkan diatas. II. Pengertian Cyber Konseling Cyber Counseling atau konseling maya merupakan pola-pola konseling yang berkembang sejalan dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi sebagai ciri utama abad ke 21 atau milenium ketiga. Sebagaimana dimaklumi di era ini telah terjadi satu fenomena dalam bentuk derasnya arus informasi di dunia maya secara universal tanpa mengenal batas-batas teritorial. James P. Sampson dkk (1997) menyebutkan fenomena ini sebagai “Information Higway” atau “Jalan Raya Informasi”.
191
Fenomena ini kemudian berpengaruh terhadap dunia konseling yang kemudian disebut sebagai “Cyber Counseling”. Sebagaimana ������������������������ sebutannya, Cyber Counseling dilaksanakan melalui penerapan berbagai fitur “information highway” khususnya internet tanpa harus terjadi kontak langsung secara tatap muka sebagaimana dalam konseling tradisional.� Penggunaan internet di indonesia memang sudah menjadi kebutuhan bukan hal yang aneh lagi. Menurut Russel Conrad, Regional Director South East Asia Effective Measure Kelompok pengguna internet terbesar di indonesia ini, merupakan juga kelompok yang gemar melakukan uji coba dan menyampaikannya di komunitas online. Merekalah yang disebut sebagai Digital Natives, yang membentuk tren yang terjadi di dunia maya. Hasil survey yang dilakukan oleh Conrad penguna internet di Indonesia Per Mei 2011, pengguna Internet dominan di Indonesia adalah dari kalangan usia 21 sampai 24, usia 35 sampai 40, kemudian usia 31 sampai 34. Pengguna berusia 15 sampai 20 tahun berada di posisi berikutnya. Adapun persentase jumlah pengguna internet yang paling sedikit adalah berasal dari usia 51 sampai 54 tahun. Apalagi dengan semakin mudahnya teknologi, akses internet dapat dilakukan dimana saja melalui telepon genggam. Berdasarkan hal tersebut diatas maka Cyber Counseling sangat efektif untuk dapat dilaksanakan. Layanan yang diberikan melalui Cyber Counseling ini bisa mencakup semua fungsi layanan bimbingan dan konseling baik, pencegahan, pemahaman, pengembangan, penempatan bahkan pengentasan. Fungsi pencegahan dan pemahaman dalam Cyber Counseling dapat dilakukan melalui penyajian berbagai informasi yang sekiranya dibutuhkan melalui FaceBook. Dalam FaceBook disediakan fasilitas untuk menyajikan informasi yang dapat diakses oleh seluruh komunitas. Fungsi pengembangan juga dapat dilakukan dalam FaceBook misalnya membangun kebiasaan interaksi sosial secara positif dengan komunitas FaceBook-nya, atau menyalurkan berbagai pemikiran yang ada dalam diri setiap anggota dengan cara mengupdate statusnya. Sementara fungsi pengentasan dapat dilakukan melalui chatting secara online yang telah disediakan dalam FaceBook maupun Yahoo messenger , dimana konselor dan konseli dapat berinteraksi langsung termasuk melalui video Call. Untuk chatting akan lebih efektif menggunakan Yahoo messenger sebab Salah satu keunggulan dari Yahoo messenger yaitu adanya jaminan privacy, yang memungkinkan untuk
192
dilaksanakannya konseling perorangan, dan juga bisa dilaksanakan secara kelompok dengan terjaga kerahasiaannya serta dapat bertatap muka secara langsung dengan menggunakan fassilitas Webcam sehingga konselor dapat mengetahui secara langsung respon dari setiap konseli. Fungsi pengentasan tidak hanya melalui interaksi konselor-konseli (siswa), tetapi juga dilakukan antar konseli (siswa), dimana siswa dapat saling berbagi dengan teman-teman yang dipercayainya. III. Bagaimana Penyelenggaraan Cyber Counseling Cyber Counseling dapat dilaksanakan membutuhkan perencanaan yang matang dan terorganisir dengan evaluasi yang jelas. Dalam perencanaan, perlu dilakukan sosialiasi kepada berbagai pihak terkait, terutama kepada anggota dan pihak-pihak lain yang dibutuhkan sehingga mendapat dukungan dari berbagai pihak. Dalam pelaksanaanya, konselor bertindak sebagai Admin dari Program Cyber Counseling., yang akan mengelola jalannya konseling. Selain itu juga bertindak sebagai tenaga ahli yang selalu siap memberikan bantuan psikologis kepada anggota komunitas yang tergabung dalam Program Cyber Counseling. Evaluasi Program Cyber Counseling ini sebaiknya dilakukan secara periodik. Data hasil evaluasi ini dapat digunakan untuk kepentingan perbaikan dan pengembangan Program Cyber Counseling berikutnya. Adapun program Cyber Counseling yang akan dipilih oleh konselor sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan dalam proses konseling tersebut. Apabila tidak memerlukan face-to face cukup dapat menggunakan FaceBook, tetapi apabila kita ingin mengetahui respon klien secara langsung dapat menggunakan fasilitas Webcam yang dapat dilakukan dengan aplikasi Yahoo messenger , Apabila kita memerlukan video call secara langsung disarankan menggunakan program aplikasi Skype. Untuk mengggunakan program aplikasi Skype ini diperlukan akses internet yang cepat supaya video call nya tidak terputus-putus atau tidak ada delay dalam melakukan transfer data. A. Pemahaman dan Penguasaan Konselor tentang Cyber Counseling Moh. Surya (2006) mengemukakan bahwa perkembangan dalam bidang teknologi
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
komunikasi menuntut kesiapan dan adaptasi konselor dalam penguasaan teknologi dalam melaksanakan bimbingan dan konseling. Oleh karena itu, untuk dapat menyelenggarakan Cyber Counseling ini, terlebih dahulu konselor perlu memahami seluk beluk dalam mengoperasikan Internet khususnya FaceBook, Yahoo messenger , Skype yang dapat dilakukan melalui belajar secara online melalui berbagai situs yang ada atau belajar kepada pihak lain yang sudah terbiasa menggunakan program tersebut. Dalam Cyber Counseling , konselor bertindak sebagai Admin dari komunitas Bimbingan dan Konseling yang dikelolanya, yang bertugas men-setting program tersebut (FaceBook, Yahoo messenger , Skype) yang dikelolanya dan bertanggung jawab penuh terhadap kelancaran dan keberhasilan penyelenggaraan Cyber Counseling. B. Keanggotaan Idealnya keanggotaan dalam Cyber Counseling tergantung dari program aplikasi yang akan digunakan dalam proses Cyber Counseling tersebut. Apabila dengan menggunakan FaceBook dapat diikuti oleh seluruh siswa (konseli) yang menjadi tanggung jawab konselor yang bersangkutan, kendati demikian sebaiknya untuk keanggotaan ini tidak perlu dipaksakan tetapi harus berdasarkan asas sukarela. Dalam hal ini konselor berkewajiban mensosialisasikan program konseling melalui FaceBook kepada para siswanya sehingga siswa terpahamkan dan dapat secara sukarela tertarik untuk bergabung dalam Program Konseling melalui FaceBook. Hal lain yang harus diperhatikan dalam keanggotaan konseling melalui FaceBook bahwa keanggotaan dalam konseling melalui FaceBook seyogyanya bersifat eksklusif, artinya terbatas hanya bisa diikuti oleh para siswa yang menjadi tanggung konselor yang bersangkutan. Oleh karena itu kepada siswa, yang sudah bergabung dalam komunitas konseling melalui FaceBook sebaiknya tidak diijinkan untuk meng-add (menambah) anggota secara sembarangan, karena menambahkan anggota secara sembarangan dapat merusak kohesivitas kelompok yang sudah terbentuk. Apabila menggunakan Chatting melalui Yahoo messenger juga dapat diikuti oleh semua siswa (Konseli) dengan cara harus memiliki account terlebih dulu di program tersebut dengan memiliki email yang menggunakan Yahoo terlebih dahulu, kemudian baru dapat bergabung.
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
Cyber Counseling dengan menggunakan aplikasi Yahoo messenger adalah merupakan program yang paling baik karena memiliki fasilitas yang sangat lengkap dan tidak memerlukan bandwith internet yang tinggi. Fasilitas dalam Yahoo messenger sangat mendukung untuk melaksanakan Cyber Counseling antara lain kita dapat menggunakan tatap muka langsung antara konselor dan konseli dengan menggunakan fasilitas Webcam dan video call, sehingga bisa kontak langsung dan dapat mengetahui bagaimana respon konseli serta posisi konseli sedang berada dimana. Selain itu program Yahoo messenger ini dapat digunakan untuk konseling individu maupun kelompok (group) dengan menggunakan menu conference sertan sangat terjaga privacinya dengan cara tidak memunculkan statusnya secara umum artinya hanya dapat diketahui oleh orang tertentu saja status online-nya Program aplikasi Skype hanya dapat digunakan sebagai Cyber Counseling hanya melalui video call saja sehingga sangat membutuhkan kecepatan akses internet yang tinggi supaya tidak terdapat hambatan dalam transfer data (delay) . Program aplikasi ini memiliki kelebihan yaitu audio visual-nya sangat jernih sehingga mudah memahami percakapan dalam konseling secara langsung. Untuk dapat melaksanakan Cyber Counseling dengan program aplikasi Skype ini, konselor harus mengunduh dulu program tersebut di internet secara gratis kemudian di instalkan ke komputer atau laptop yang akan digunakan. C. Waktu Pelayanan Konseling. Salah satu kendala pelayanan konseling di sekolah saat ini adalah waktu pelayanan (khususnya untuk kepentingan konseling perorangan) yang kerapkali berbenturan dengan kegiatan belajar-mengajar siswa di kelas. Sementara jika pelayanan konseling dilakukan di luar jam efektif pun, para konselor seringkali merasa berkeberatan, karena berbagai alasan tertentu. Oleh karena itu, Cyber Counseling tampaknya bisa dijadikan sebagai alternatif mengatasi benturan waktu ini. Waktu pelayanan konseling melalui internet bisa jauh lebih fleksibel. Untuk kepentingan pelayanan kepada siswa (konseli) diharapkan konselor bisa menyediakan waktu khusus online yang terjadwal, untuk memberikan kesempatan kepada siswa berinteraksi langsung dengan konselor. Pelaksanaannya dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja. 193
D. Menentukan Aturan Main (Rule of The Game) Untuk menyelenggarakan Cyber Counseling terlebih dahulu perlu dirumuskan aturan main yang harus ditaati oleh konselor sebagai admin maupun siswa sebagai anggota. Selain aturan main yang ditentukan oleh masingmasing program yang digunakan FaceBook (term of services), Yahoo messenger , Skype, itu sendiri, juga perlu dibuat aturan khusus terkait dengan penyelenggaraan Cyber Counseling, yang didalamnya dapat terpenuhi asas-asas konseling, misalnya: pemenuhan asas kerahasiaan dimana setiap siswa yang sudah bergabung dalam komunitas Cyber Counseling dapat berkomitmen untuk menjaga kerahasiaan atas setiap informasi yang berkembang. Demikian pula dengan pemenuhan asas-asas bimbingan dan konseling lainnya.
IV. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan Cyber Counseling membutuhkan kemampuan seorang Konselor maupun Konseli dalam mengoperasikan internet khususnya program aplikasi-aplikasi yang mendukung untuk pelaksanaan Cyber Counseling tersebut. Penggunaan layanan Cyber Counseling ini semakin lama akan lebih efektif karena akan terasa lebih nyaman dan menyenang, dan akan memberi dampak positif dalam meningkatkan keberanian konseli dalam mengkonsultasikan masalah yang dialaminya. B. Saran Dalam melaksanakan layanan konseling melalui Cyber Counseling ini perlu adanya persiapan-persiapan yang matang tentang penguasaan teknologi informasi dan komunikasi, khususnya program aplikasi-aplikasi yang direkomendasikan untuk melaksanakan Cyber Counseling. Selain itu juga memerlukan perangkat hardware yang memadai sehingga proses layanan ini dapat berjalan dengan lancar.
Daftar Pustaka
Darimun 2009. Cyber Counseling sebagai upaya peningkatan keefektifan layanan bimbingan dan konseling pada siswa kelas XI RPL SMK Negeri 1 Purbalingga Tahun 2009. James P. ������������������������������������������� Sampson������������������������������������ dkk (1997)������������������������� Konseling Dan Internet (Cyber Counseling) http://bangkietrizky.blogspot. com/2011/02/konseling-dan i�������� nternet�. Russel Conrad 2009 Hasil Survey Rata-rata Usia Pengguna Internet Di Indonesia, TEMPO Interaktif, Jakarta Surya. Moh. 2006, Landasan Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Susanto, Eko . 2008 Internet Application For Guidance and Counseling, http://eko13.wordpress. com/
194
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
PANCASILA SEBAGAI CITA HUKUM DALAM KEHIDUPAN HUKUM BANGSA INDONSIA Arie Supriyatno
Dosen FKIP Univ. Muh. Magelang
Abstract Pancasila in conjunction with the legal life of the Indonesian nation, we need to accept as something that has been defined in the consensus of the founders of the Republic of Indonesia which was proclaimed on 17 August 1945, that in Indonesia there are the tribal life of Cita Law which contains the values of Pancasila, in addition there is a system of legal norms which state the fundamental norms and ground rules are written in the Preamble and the main body of the 1945 Constitution. In Indonesia there is a legal system the legal goal which is nothing but a functioning constitution and Pancasila regulative norms of the Indonesian legal system with the fundamental norms of the state which is nothing but ideology. Fundamental norms or Staatsfundamenatalnorm Pancasila state legal norms forming a step-by-step subordinates. Below the legal norms that are formed based and rooted in higher legal norms. Therefore there is no contradiction between the legal norms of higher and lower, and vice versa. Keywords: Pancasila, Cita Nations Law and the Law of Life. A. pendahuluan UUD 1945 dalam penjelasannya menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar menciptakan pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan dalam pasal-pasalnya. Pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. Pokok pikiran tersebut mewujudkan cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis termasuk UUD 1945 maupun hukum yang tidak tertulis. Dengan demikian, dalam kehidupan hukum bangsa Indonesia, pokok-pokok pikiran tersebut, yang tidak lain melainkan Pancasila, ialah Cita Hukum atau Rechttsidee bangsa Indonesia. Selain itu, untuk menjelaskan makna rumusan yang menyatakan bahwa Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum, sebagaimana pendapat Prof. Notonagoro almarhum dalam pidato Dies Natalis Universitas Airlangga pada 10 November 1955, yang menyatakan bahwa Pancasila adalah pokok Kaedah Fundamentil Negara atau Staats fundamentalnorm, maka judul makalah ini akan terasa lebih dapat menampung permasalahan-permasalahan yang mungkin timbul. Yang dimaksud dengan “kehidupan hukum” ialah kehidupan hukum tertulis, kehidupan perundang-undangan, baik perundang-undangan dalam arti produknya yang berupa peraturanperaturan perundang-undangan (wetgevingsregels)
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
ataupun peraturan-peraturan kebijakan (beleidsregels). Adapun mengenai kehidupan hukum tidak tertulis dari bangsa Indonesia, antara lain kehidupan hukum adatnya, penulis secara sadar menempatkan hal tersebut di luar lingkup makalah ini, selain mengingat proses pembentukan hukum tidak tertulis dan produknya berlainan karakteristiknya dari pada proses pembentukan dan produk hukum tertulis, juga karena penulis menyadari bahwa penulisan mengenai hukum tidak tertulis, terlebih hukum adat, berada di luar kemampuannya. Selanjutnya pemahaman kata-kata “bangsa Indonesia” pada judul tulisan ini adalah sematamata untuk memberikan penegasan saja, karena kita semua sudah mengetahui, bahwa Pancasila hanya ada dalam kehidupan bangsa Indonesia. b. Hukum dan Kedudukannya dalam Negara RI Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, jelasnya dalam alinea keempat, tercantum anak kalimat yang khas, yang tidak terdapat dalam Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat dan juga tidak terdapat dalam Mukadimah UndangUndang Dasar Sementara Republik Indonesia (1950). Anak kalimat itu berbunyi…” maka disusunlah
195
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. Untuk itu kita perlu menelusuri makna alineaalinea dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut setahap demi setahap. Alinea-alinea dalam Pembukaan UUD 1945 melukiskan berturutturut, bahwa kemerdekaan ialah hak segala bangsa, karena itu kemerdekaan termasuk hak bangsa Indonesia juga, bahwa perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia yang lama dan panjang itu telah mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang menjadi haknya. Bahwa rakyat Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 telah menyatakan kemerdekaannya yang selama beratus-ratus tahun direngguh penjajah dan bahwa untuk menyelenggarakan fungsi-fungsinya serta untuk mencapai tujuannya. Kemerdekaan kebangsaan Indonesia yang dalam Negara Republik Indonesia merupakan kedaulatannya itu, disusun dalam suatu hukum dasar negara Indonesia yang disebut Undang-Undang Dasar 1945. Dengan perkataan lain, akhir alinea itu menegaskan, bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia yang terwujud dalam kedaulatan itu disusun ke dalam hukum dasar, dituangkan ke dalam hukum dasar, ke dalam hukum. Apakah yang dimaksud dengan menyusun atau menuangkan kemerdekaan atau kedaulatan suatu bangsa ke dalam hukum? Menurut peletak dasar ilmu negara (Staatslehre) yakni Georg Jelinek, sebagaimana dikemukakan dalam bukunya yang terkenal Allgemeine Staatslehre, kedaulatan (Souveranetat) ialah peniadaan terhadap setiap penyerahan atau pembatasan diri suatu negara terhadap sesuatu kekuasaan lain (Attamimi, 1991). Jellinek menguraikan lebih lanjut, kedaulatan mengandung tiga ciri, yaitu sesuatu kekuasaan yang di atasnya tidak ada kekuasaan lain, karena itu merupakan kekuasaan yang keluar tidak tergantung kepada kekuasaan lain ke dalam merupakan kekuasaan yang tertinggi; dan kekuasaan itu bersifat mutlak (absolut). Terhadap kedaulatan, tidak sesuatu kekuasaan dapat membatasinya, bahkan dirinyapun tidak. Oleh karena itu, agar kekuasaan yang dimiliki oleh kedaulatan tidak berlangsung semau-maunya, kedaulatan itu harus disusun dalam suatu keteraturan, dalam hukum, dalam hukum dasar, dalam undangundang dasar. Oleh karena itu, ketiadatergantungan dan ketertinggian serta kemutlakan kekuasaan kedaulatan, begitu juga ketersediaannya untuk menyusun dirinya ke dalam hukum, adalah pengertian-pengertian hukum (Rechtsbegriffen).Apabila negara dibenarkan
196
untuk dapat berbuat segala-galanya, maka negara tentunya dapat juga menghapuskan tata hukum, mendatangkan anarkhi, dan membuat dirinya tidak berdaya. Berdasar alasan-alasan tersebut, bahwa sangat penting suatu negara memiliki tata hukum yang mengaturnya. Dengan demikian maka negara yang berdasar atas hukum tidak berdiri di atasnya hukum. Sebab apabila negara berdiri di atasnya hukum, maka negara dapat saja menghapuskan hukum tersebut. Persoalannya yang penting bagi negara ialah bagaimana kedudukan tata hukum dalam kekuasaan negara, bukan persoalan apakah benar atau tidak benar tata hukum itu berada dalam kekuasaannya. Hukum yang merupakan wadah dan sekaligus merupakan isi dari “peristiwa” penyusunan dari kemerdekaan kebangsaan Indonesia atau kekuasaan kedaulatannya itu, menjadi dasar bagi kehidupan kenegaraan Bangsa dan Negara Indonesia. Oleh karena itu dapatlah dimengerti, apabila sejak semula dinyatakan dalam penjelasan UUD 1945, bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum. Dalam Rechtstaat Republik Indonesia, hukum bukanlah hanya produk yang dibentuk oleh Lembaga Tertinggi dan/atau Lembaga-lembaga Tinggi Negara saja, melainkan lebih dari itu yaitu yang mendasari dan yang membimbing tindakantindakan Lembaga-lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara tersebut. Hukum adalah dasar dan pemberi petunjuk bagi semua aspek kegiatan kemasayarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan Rakyat Indonesia baik dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan, maupun dalam kehidupan hukum dalam arti sempit sebagaimana kita artikan sehari-hari. Oleh karena itu, tidak tepat apabila hukum hanyalah diartikan peraturan-peraturan yang dibangun sebagai upaya untuk meneggakan keadilan, kebenaran, dan ketertiban; hanyalah peraturanperaturan yang pembangunannya perlu lebih ditingkatkan secara terarah dan terpadu, antara lain melalui kodifikasi dan unifikasi; hanyalah peraturanperaturan yang peningkatan penegakannya perlu terus dimantapkan dengan memantapkan kedudukan dan peranan badan-badan penegak hukum; dan lain sebagainya. Singkatnya, hukum tidaklah hanya peraturanperaturan yang terletak pada suatu aspek atau faset bidang pembangunan nasional, yang penyebutannya disatunafaskan dengan sektor politik, aparatur pemerintah, penerangan dan media massa, serta hubungan luar negeri. Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
Apabila hukum memang menjadi dasar bagi kehidupan kenegaraan, sebagaimana nampak dari wawasan negara berdasar atas hukum (rechtsstaatsgedachte) yang dianut oleh negara kita, maka hukum tentunya harus diartikan lebih luas dari pada yang disebutkan di atas. Bahkan hukum adalah wujud penyusunan kemerdekaan kebangsaan atau kedaulatan itu sendiri di dalam Undang-Undang Dasar dan Hukum Dasar yang tidak tertulis. c. UUD 1945 dan Pancasila Pancasila telah dinyatakan kedudukannya oleh para pendiri negeri ini sebagaimana terlihat dalam UUD 1945 dalam penjelasan umum, bahwa Pancasila adalah Cita Hukum (Rechtsidee) yang menguasai Hukum Dasar yang tidak tertulis. Untuk itu kita perlu mengetahui, apakah Cita Hukum itu? Cita Hukum ialah terjemahan dari Rechtsidee. Berbeda dengan terjemaahan yang diterjemaahkan dengan Cita Hukum dan bukan dengan Citacita Hukum, mengingat cita ialah gagasan, rasa, cipta, pikiran, sedangkan cita-cita ialah keinginan, kehendak, harapan yang selalu ada dipikiran atau di hati. Selanjutnya Cita Hukum perlu dibedakan dari pemahaman atau konsep kita tentang hukum (Rechtsbegriff), Cita hukum ada di dalam cita kita, sedang pemahaman atau konsep tentang hukum merupakan kenyataan dalam kehidupan yang berkaitan dengan nilai yang kita inginkan, dengan tujuan mengabdi kepada nilai yang ingin kita capai. Dalam pemahaman atau konsep kita tentang hukum terhampar bahwa hukum adalah kenyataan yang bertujuan mencapai nilai-nilai hukum, mencapai cita hukum. Dengan perkataan lain, pemahaman atau konsep kita tentang hukum bertujuan merealisasi cita hukum yang ada pada gagasan, rasa, cipta dan pikiran kita ke dalam kenyataan. Rudolf Stammler (1856-1939), seorang akhli filsafat hukum yang beraliran neo-Kantian, berpendapat bahwa cita hukum ialah konstruksi pikir yang merupakan keharusan bagi mengarahkan hukum kepada cita-cita yang diinginkan masyarakat (Attamimi, 1991). Cita hukum berfungsi sebagai bintang pemandu (Leitstern) bagi tercapainya cita-cita masyarakat. Meski titik akhir yang tidak mungkin dicapai, namun cita-cita hukum memberi manfaat karena ia mengandung dua sisi: dengan cita hukum dapat menguji hukum positif yang berlaku, dan kepada cita hukum kita dapat mngarahkan hukum positif sebagai usaha dengan sanksi pemaksa menuju
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
sesuatu yang adil. Oleh karena itu menurut Stammler, keadilan ialah usaha atau tindakan mengarahkan hukum positif kepada cita-cita hukum. Dengan demikian maka hukum yang adil ialah hukum positif yang memiliki sifat yang diarahkan oleh cita hukum untuk mncapai tujuan-tujuan masyarakat. Apabila penjelasan UUD 1945 menggariskan, bahwa pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan mewujudkan cita hukum (Rechtsidee), dan pokok-pokok pikiran dalam Pembukaan itu ialah persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial atau disingkat persatuan, keadilan bagi seluruh rakyat, kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan, dan Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, maka pokokpokok pikiran itu tidak lain melainkan Pancasila. Dengan demikian maka pokok-pokok pikiran yang mewujudkan Cita Hukum itu ialah Pancasila. Selain itu, dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu dalam alinea keempat, dirumuskan dengan jelas bunyi Pancasila yang bukan dalam bentuk pokokpokok pikiran, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 ialah Pancasila yang berwujud dalam hukum, dalam Norma Hukum, dalam hal ini pembukaan dari Hukum Dasar dari Undang-Undang Dasar. Apakah hubungan antara Pancasila yang berwujud dalam Cita Hukum dan Pancasila yang berwujud dalam Norma Hukum Tertinggi? Sebagaimana kita ketahui, cita hukum selain mempunyai fungsi konstitusi yang menentukan dasar suatu tata hukum, yang tanpa itu suatu tata hukum kehilangan arti dan maknanya sebagai hukum, juga mempunyai fungsi regulatif yang menentukan apakah suatu lembaga positif adil atau tidak adil. Demikian pula dalam Pancasila merupakan Cita Hukum, maka nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila mempunyai fungsi konstitusi yang menentukan apakah tata hukum Indonesia merupakan tata hukum yang benar, di samping itu mempunyai fungsi regulatif yang menentukan apakah hukum positif yang berlaku di Indonesia merupakan hukum yang asli atau tidak. Kedudukan Pancasila sebagai norma hukum tertinggi, dalam hal ini sebagai regulatif tersebut, menentukan isi dan bentuk lapisan-lapisan hukum yang lebih rendah. Karena di dalam tata susunan norma hukum tidak dibenarkan adanya kontradiksi antara norma hukum yang rendah dan norma hukum yang menggariskan pokok-pokok pikiran Pembukaan
197
Hukum Dasar merupakan jaminan tentang adanya keserasian dan tiadanya pertentangan antara Pancasila sebagai norma hukum yang terdapat dalam Hukum Dasar dan norma-norma hukum yang lebih rendah. Ketidak serasian dan pertentangan antara suatu norma hukum dan norma hukum yang lebih tinggi menyebabkan terjadinya ketidak konstitusionalan (unconstitutionality) dan ketidaklegalan (illegality) norma tersebut dan karena itu tidak berlaku. Dengan demikian maka menurut UUD 1945, dalam tata hukum yang berlaku bagi bangsa Indonesia, Pancasila berada dalam dua kedudukan. Sebagai Cita Hukum (Rechtsidee) Pancasila berada dalam tata hukum Indonesia, namun terletak di luar sistem norma hukum. Dalam kedudukan yang demikian itu Pancasila berfungsi secara konstitutif dan secara regulatif terhadap norma-norma yang ada dalam sistem norma hukum. Selanjutnya sebagai norma yang tertinggi dalam sistem norma hukum Indonesia, yang berasal dari pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, Pancasila merupakan norma Dasar (Grundnorm), yang menurut Nawiasky bagi suatu negara sebaiknya disebut Norma Fundamental Negara (Staatsfundamentalnorm), yang menciptakan semua norma-norma yang lebih rendah dalam sistem norma hukum tersebut, serta menentukan berlaku atau tidaknya norma-norma dimaksud. d. Pancasila Sebagai Sumber Segala Sumber Hukum Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum bagi kehidupan hukum bangsa Indonesia, maka hal itu haruslah diartikan bahwa Pancasila adalah sumber bagi hukum tidak tertulis dan sumber bagi hukum tertulis dalam kehidupan hukum bangsa Indonesia. Dalam perkataan lain, rumusan itu sama dengan rumusan yang menyatakan, bahwa Pancasila menguasai seluruh Hukum yang berlaku bagi bangsa Indonesia, baik hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis. Sedangkan mengenai sumber, mungkin masingmasing kita sudah menggunakan “sumber” yang berbeda. Bagi akhli sejarah, sumber hukum itu ialah undang-undang serta sistem-sistem hukum tertulis yang pernah ada dalam kehidupan sejarah, termasuk dokumen-dokumen, surat-surat dan keteranganketerangan lain. Bagi akhli filsafat, sumber-sumber hukum akan dicarinya pada ukuran-ukuran yang dapat dipakai sebagai dasar bagi terwujudnya keadilan. 198
Bagi seorang akhli sosiologi atau antropologi budaya sumber hukum sumbernya berasal dari masyarakat secara keseluruhan, terutama lembagalembaga sosial yang ada dalam masyarakat. Namun bagi akhli ekonomi, sumber hukum ialah yang terdapat dalam kehidupan ekonomi, sebagaimana halnya yang mengemukakan bahwa struktur ekonomi suatu masyarakat merupakan dasar yang riil, tempat berpijaknya atau landasan ‘Ueberbau’ sistem hukum dan sistm politik. Bagi sorang akhli agama, sumber hukum ialah kitab suci dan sunah rasulnya, para sahabat dan pendapat pemimpin-pemimpin agama yang dianutnya. Bagi seorang akhli hukum, sumber hukum itu lain lagi. Akhli hukum mungkin membagi sumber ke dalam sumber yang materiil dan sumber yang formil. Yang pertama ialah yang menentukan isi suatu kaidah atau norma hukum, antara lain berupa tindakan-tindakan manusia. Kedua ialah yang menyebabkan hukum dapat berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat. Namun beberapa akhli hukum menganggap sumber hukum yang formil ini yang terpenting, karena hukum dapat terus berlaku meskipun isinya berganti-ganti dan dirasakan tidak adil. Untuk itu dalam mengartikan rumusan yang menyebutkan, bahwa Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum, kita hanya dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud ialah sumber dari segala sumber hukum yang terbatas dalam kehidupan rakyat Indonesia bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kita tidak perlu menafsirkan lebih luas dari itu. Contohnya mengenai sumber hukum dalam kehidupan rakyat Indonesia beragama yakni memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaan-nya itu, Negara Republik Indonesia tidak dapat memaksakan warganya. Bahkan dalam kehidupan beragama yang berbeda-beda itu Negara RI malah menjaminnya. Oleh karena itu, untuk dapat membenarkan penerimaan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, sebagaimana dikemukakan dalam TAP MPRS XX/MPRS/1966, kita harus mengartikannya dengan penerimaan Pancasila sebagai sumber yang bersifat materiil dan yang bersifat formil secara penuh. Penerimaan secara ini memang sesuai dengan penerimaan rakyat Indonesia terhadap Pancasila sebagai Cita Hukum dan Norma Hukum yang tertinggi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
e. Para Akhli dan Pancasila Dalam mengemukakan pendapat para akhli tentang Pancasila, maka tanpa mengurangi penghargaan pada pendapat-pendapat lainnya, penulis hanya akan mengemukakan pendapat Prof. Mr. Drs. Notonagoro, SH almarhum, yang dikemukakannya dalam pidato Dies Natalis Universitas Airlangga pada 10 November 1955, yang nampaknya dalam kalangan luas sudah diterima sebagai suatu communis opinio doctorum. Ia mengemukakan bahwa Pancasila adalah Norma Fundamental Negara (Staatsfundamenatalnorm), atau menurut istilah yang digunakan pokok Fundamental Negara. Menurut Nawiasky (Attamimi, 1991) dalam suatu negara yang merupakan kesatuan tata hukum itu terdapat suatu norma yang tertinggi (der oberste Norm), yang kedudukannya lebih tinggi dari konstitusi atau Undang-Undang Dasar (die Verfassung). Berdasar norma yang tertinggi inilah konstitusi atau UndangUndang Dasar suatu negara di bentuk. Untuk memberi nama kepada norma yang tertinggi dalam negara tersebut, Naviasky tidak menggunakan Staatsgrund gesetz, karena menurut pendapatnya istilah tersebut sudah digunakan untuk konstitusi atau Undang Undang Dasar. Dalam pengertian konstitusi itulah Verfassungsnormen yang disusun dalam suatu dokumen disebut orang Staatsgrund gesetz saja. Oleh karena itu Nawiasky memberi nama kepada norma yang tertinggi dalam kesatuan tata hukum dalam negara itu dengan Staatsgrund gesetz (Norma Fundamental Negara). Nawiasky menyarankan nama bagi norma tertinggi dalam kesatuan tata hukum dalam negara tersebut ialah Staatsfundamenatalnorm, dengan alasan: Grundnorm sebagaimana dikemukakan Kelsen, yang merupakan norma tertinggi pada setiap sistem norma dalam masyarakat yang teratur, termasuk di dalamnya negara, pada dasarnya tidak berubah-ubah. Tetapi Nawiasky melihat, bahwa norma tertinggi dalam negara selalu mempunyai kemungkinan mengalamai perubahan, baik oleh peristiwa-pristiwa seperti pemberontakan, coup d’etat, Putsch, atau Anschluss, ataupun lain-lainnya. Oleh karena itu Nawiasky lebih cenderung untuk menamakan norma tertinggi dalam negara tersebut dengan Staatsfundamenatalnorm ketimbang Staatsgrundnorm. Menurut Nawiasky, isi Staatsfundamenatalnorm ialah norma yang mrupakan dasar bagi pembentukan konstitusi atau Undang Undang Dasar dari suatu negara (Staatsverfassung), termasuk norma untuk pengubahannya. Pada hakekatnya hukum suatu Staatsfundamenatalnorm ialah syarat bagi berlakunya Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
suatu konstitusi atau Undang Undang Dasar; ia ada terlebih dulu sebelum adanya konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Staatsfundamenatalnorm mempunyai akar langsung pada kehendak sejarah suatu bangsa, dasar yang membentuk negara tersebut yang menurut Carl Schmitt merupakan keputusan bersama atau konsensus tentang sifat dan bentuk suatu kesatuan politik. Lebih lanjut menurut Nawiasky, sifat norma yang dikandung dalam Staatsfundamenatalnorm lebih ‘lemah’ dari pada suatu das sollen; ia lebih mendekati suatu das Konnen. Pancasila dalam hubungannya dengan kehidupan hukum bangsa Indonesia, kita perlu menerima sebagai sesuatu yang telah ditetapkan dalam konsensus para pendiri negara Republik Indonesia (the foundhing father) yang diproklamasikan tgl 17 Agustus 1945, bahwa dalam kehidupan hukum bangsa Indonesia terdapat Cita Hukum yang berisi nilai-nilai Pancasila, di samping itu terdapat sistem norma hukum yang Norma Fundamental Negara dan aturan dasar tertulisnya terdapat dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945. Karena Cita Hukum yang menjadi bintang pemandu (leitstern) dan sistem norma hukum yang terdiri dari berbagai jenjang norma-norma hukum yang mengatur secara riil dan konkrit perilaku kehidupan hukum rakyat Indonesia, keduanya dilahirkan bersamaan dan dari satu ‘induk’ pula, yaitu konsensus para pendiri negara ini, maka secara kesisteman keduanya haruslah berada dalam satu sistem yang tidak mungkin terdapat kontradiksi antara keduanya. Pancasila sebagai Cita Hukum akan melakukan kedua fungsinya yang konstitutif dan yang regulatif terhadap sistem norma hukum Indonesia secara konsisten dan terus menerus. Pancasila sebagai Norma Fundamental Negara dalam sistem norma hukum akan menentukan agar norma-norma hukum bawahan yang dibentuknya selalu sesuai dan tidak bertentangan dengannya. Dengan demikian secara teoritis akan selalu terdapat keserasian antara Cita Hukum yang memandu dan sistem Norma Hukum yang dipandu. Prof. Mr. Dr. Soepomo dalam pidatonya yang terkenal pada tgl 31 Mei 1945 dalam Rapat Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) menegaskan, bahwa dasar dan bentuk dari suatu negara itu berhubungan erat dengan riwayat hukum (Rechtsgeschichte) dan lembaga sosial (sociale structuur) dari negara itu. Sebagaimana kita ketahui, sebelum Negara RI diproklamasikan, hukum adat rakyat Indonesia sudah ada, bahkan
199
sudah ada sebelum Belanda menginjakkan kakinya di bumi Indonesia. Meskipun berbeda-beda dalam berbagai lingkungan, hukum adat Indonesia menempatkan sesuatu yang ideal dalam kehidupan masyarakat (het sociale ideaal) sebagai nilai yang tinggi yang dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Het sociale ideaal tersebut merupakan cita hukum (Rechtsidee) dalam kehidupan hukum adat. Rakyat Indonesia yang sudah berabadabad mempunyai cita hukum dalam kehidupan kemasyarakatannya, kemudian menempatkan cita hukum tersebut dalam kehidupan kebangsaan kehidupan kenegaraannya. Cita hukum dalam kehidupan hukum adat tersebut di dalam pertumbuhannya menjadi cita hukum bangsa. Menerima Pancasila sebagai pokok kaidah fundamental negara akan sangat memudahkan penyesuaian sistem norma hukum yang ada di bawahnya. Tetapi menerima itu saja tanpa menerima Pancasila sebagai Cita Hukum atau Rechtsidee akan menyebabkan sistem norma hukum kita kehilangan bintang pemandu yang konstitutif dan regulatif tersebut. f. Peranan Cita Hukum Pancasila dalam kehidupan Hukum Dalam pembentukan hukum tidak tertulis dan hukum tertulis, cita hukum berperan dengan cara yang berbeda. Pertama cita hukum secara langsung mempengaruhi kesulitan perorangan dan pada giliran kesulitan masyarakat dalam menghasilkan cara dan kesulitan umum dalam membentuk kebiasaan, tingkah laku, adat istiadat, dan hukum. Kedua cita hukum mempengaruhi perorangan dan masyarakat secara tidak langsung. Dengan perkataan lain dalam pembentukan hukum tidak tertulis, tahapantahapan dari cara kebiasaan, dari kebiasaan ke tata kelakuan, dari tata kelakuan ke adat istiadat, dan dari adat istiadat ke hukum, semuanya berlangsung melalui endapan-endapan nilai yang berjenjangjenjang, terjadi di bawah bimbingan cita moral dan cita hukum yang ada dalam masyarakat. Sedangkan dalam pembentukan hukum tertulis, tahapantahapan yang membentuk endapan-endapan nilai tersebut tidak terjadi dan karena itu tidak kita temui. Cita Hukum tidak langsung mengawasi pembentukan hukum, lebih-lebih cita moral. Dalam pembentukan hukum tidak tertulis, hubungan antara cita hukum dan sistem norma hukum tidak terjadi desintegrasi karena sistem norma hukum terbentuk dari endapan-endapan nilai yang 200
telah tersaring oleh perilaku masyarakat sendiri, melalui penerimaan individu-individu dalam keluarga, keluarga-keluarga dalam suku, dan suku-suku dalam Marga, serta Marga-marga dalam negara. Lain halnya dengan pembentukan hukum tertulis, hukum dan sistem norma hukum dibentuk oleh perorangan atau kelompok perorangan, baik sebagai pejabat maupun wakil rakyat. Hubungan antara cita hukum dan sistem norma hukum tergantung kepada kesadaran dan penghayatan para pejabat dan para wakil rakyat tersebut terhadap cita hukum yang ada dalam masyarakat, yang memang mempunyai fungsi konstitusi dan regulatif dalam pembentukan hukum tersebut. Oleh karena pembentukan hukum tertulis tidak berlangsung melalui tahapan endapan nilai, maka kemungkinan terjadinya disintegrasi antara cita hukum dan sistem norma hukum besar sekali. g. Kesimpulan Sebagai penutup dapat disampaikan beberapa kesimpulan dari uraian tersebut di atas sebagai berikut: 1. Dalam sistem hukum Indonesia terdapat cita hukum yang tidak lain adalah Pancasila, yang berfungsi konstitusi dan regulatif terhadap sistem norma hukum Indonesia dengan norma fundamental negara yang tidak lain adalah Pancasila. 2. Apabila kita masih tetap ingin berpegang kepada yang telah digariskan oleh para pendiri negara RI dan para penyusun UUD 1945, maka kita tidak dapat melepaskan diri dari wawasan, bahwa pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 adalah dari pada semua kehidupan rakyat Indonesia dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 3. Norma fundamental negara atau Staatsfundamenatalnorm Pancasila membentuk norma-norma hukum bawahannya secara berjenjang-jenjang. Norma hukum yang di bawah terbentuk berdasar dan bersumber pada norma hukum yang lebih tinggi. Karena itu tidak terdapat pertentangan antara norma hukum yang lebih tinggi dan yang lebih rendah, begitu sebaliknya. 4. Mengartikan Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum sebagaimana tercantum dalam TAP MPRS No. XX/MPRS/1966, tidak boleh lebih luas dari pada sumber-sumber hukum rakyat Indonesia dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Menafsirkannya lebih dari itu adalah tidak benar. Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
DAFTAR PUSTAKA
Attamimi, AHS,. 1991, Pancasila sebagai Indeologi dalam berbagai bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara,BP7 Pusat, Jakarta. Notonagoro, Pancasila Dasar Filsafah Negara, Pantjuran Tudjuh, Jakarta. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XX/MPRS/1966 beserta Lampirannya. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat No. II/MPR/1988. Soekanto Soerjono dan Taneko Soleman, 1983, Hukum Adat Indonesia, Rajawali, Jakarta. Undang-Undang Dasar 1945 beserta Penjelasannya.
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
201
KONSELING POST-TRAUMATIC Indah lestari
Dosen Univ. Muria Kudus
Abstract Psychological effect after disaster such as earthquake, fire, or accident needs to be treated appropriately so that people will not have continous mental disorder. If it is neglected, need of self actualization cannot be fulfilled maximally. Whereas, people has a potential to be better improved so that they can achieve happiness now and then. Here, counseling as helping relationship becomes an alternatif to help those who have traumatic problem. Posttraumatic counseling seems to be the right effort to help counseli in understanding the problems they face and to overcome their own problems. Keywords: Post-traumatic counseling. A. pendahuluan Peristiwa peperangan, pertengkaran, bencana alam dan hal-hal lain semacamnya merupakan kejadian yang selalu ada dalam kehidupan ini. Bagi anak-anak, kejadian-kejadian tersebut belum bisa diterima sebagai sesuatu yang “lumrah”. Bagi orang dewasa yang mentalnya tidak kuatpun akan memandang peristiwa tersebut sebagai sesuatu yang membebani dan bisa menimbulkan stress baginya, apalagi bagi anak-anak. Termasuk di dalamnya kejadian ditinggal mati orang tua atau orang yang paling dekat dengannya atau orang yang sangat dicintainya akan menyebabkan terjadinya trauma psikologis. Ancaman teroris berupa ledakan bom seperti yang terjadi dua kali di Bali (2002 dan 2005) sungguh mengerikan. Gambaran korban tersebut seperti ditulis oleh Kompas.Com tanggal 27 Februari 2010 seperti berikut: “Saya adalah bagian dari keluarga korban bom Bali 2002. Suami saya korban bom, kebetulan lewat dan beliau menjadi korban. Saya jadi nangis lagi. Saya kembali ingat,” kata Eka sambil sesenggukan di Hotel Borobudur, Jakarta, Sabtu (27/2/2010). “Di luar dugaan, anak-anak saya terus bertanya di mana ayahnya. Sebelum ditemukan pada hari ketujuh, saya terus membohongi anak-anak. Pada hari ketujuh, saya bisa menemui jasad suami tanpa bentuk utuh. Alhamdulillah bisa ditemukan sehingga saya bisa memberikan jawaban kepada anak-anak saya,” kisahnya dengan napas tertahan tangis. “Berat. Pada saat kejadian, saya hanya ibu rumah tangga. Saya sudah melamar ke sana kemari mencari pekerjaan. Dengan pengalaman, skill, banyak yang hanya
202
menjanjikan akan membantu. Tetapi hasilnya nol,” ungkapnya. Kutipan berita tersebut menggambarkan betapa hebat “luka” psikologis keluarga korban bom Bali I yang mencapai lebih dari dua ratus orang meninggal. Tentu saja bom-bom lain juga menghasilkan trauma semacam itu. Peristiwa tsunami di Aceh pada 24 Desember 2004 yang mengakibatkan ratusan ribu orang meninggal dunia, tentu sangat banyak menimbulkan trauma psikologis pada keluarga yang ditinggalkan. Pengalaman mengerikan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya adalah pengalaman traumatis bagi setiap orang. Gejala-gejala stress dan trauma yang muncul sebagai akibat adalah reaksi wajar dari sebuah pengalaman yang tidak wajar. Karena kondisi yang serba sulit itu, mereka harus mampu segera bangkit dan melakukan penguatan diri, mengambil hikmah dari seluruh musibah itu untuk modal dasar memulai kehidupan baru dari titik nol, bahkan bisa jadi mereka harus memulai dari kondisi minus. Membangun kehidupan yang bermakna butuh ketegaran jiwa dan keyakinan kuat atas kebesaran Allah dibarengi dengan usaha yang tak kenal lelah. B. Konseling Postraumatik Layananan konseling menurut prayitno (1999; 105) adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah (disebut konseli) yang
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh konseli. Dalam kamus konseling (1997; 231) Traumatik adalah pengalaman dengan tiba-tiba mengejutkan yang meninggalkan kesan yang mendalam pada jiwa seseorang sehingga dapat merusak fisik maupun psikologis. Pengalaman-pengalaman traumatik dapat juga membentuk sikap pribadi seseorang. Sedangkan dalam kamus psikologi (2003; 521) Postraumatik bisa timbul akibat luka berat atau pengalaman yang menyebabkan organisme menderita kerusakan fisik maupun psikologis. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang di maksud dengan layanan konseling postraumatik adalah upaya konselor untuk membantu klien yang mengalami trauma melalui proses hubungan pribadi sehingga klien dapat memahami diri sehubungan dengan masalah trauma yang di alaminya dan berusaha untuk mengatasinya sebaik mungkin. Trauma psikologis biasanya diakibatkan oleh kejadian yang dialami atau dilihat oleh individu tersebut dan pada umumnya hal ini dapat dibagi 4 golongan: 1) Menjadi korban, misalnya diculik, ditodong, diperkosa atau dipaksa untuk melakukan hal-hal yang bukan-bukan. 2) Kehilangan kepercayaan diri sendiri dan kepercayaan akan orang lain, kehilangan rumah, sekolah, pengobatan, keperluan se-hari-hari. 3) Persoalan yang berasal dari kehidupan keluarga, misalnya perkosaan oleh ayah tiri, keluarga yang disfunctional, ditinggal orang tua, kemiskinan, menjadi jatim piatu. 4) Bencana alam, misalnya kebakaran, kebanjiran, hujan lebat dan badai, tsunami. Semua pengalaman traumatis akhirnya merusak emosi individu seperti: 1) Rasa bersalah. indivvidu seperti sepon yang mengisap perasaan bersalah yang tidak benar. 2) Tidak disayangi, dibiarkan sendiri, ditolak, membebani orang lain, mulut yang harus diberi makan. 3) Percaya bahwa mereka adalah “barang rusak” yang tidak diingini siapapun juga (terutama dalam hal pemerkosaan). Apalagi jika hal tersebut dialami oleh anakanak maka mereka akan membutuhkan waktu yang lebih lama daripada orang dewasa untuk keluar dari keadaan shock. Anak-anak biasanya menarik diri, atau membicarakan segala macam kejadian lain, kecuali kejadian traumatis itu, sampai mereka berasa aman dan dapat bicara tentang ini. Jika tidak ada orang yang dapat menggapai mereka dengan sabar dan kasih, atau bermain dengan mereka dengan cara “play therapy”, waktu penyembuhan ini dapat menjadi lebih panjang lagi. Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
Pada umumnya, seorang anak yang sedang memperlihatkan reaksi traumatis akan memperlihatkan tabiat yang ekstrim; kadang-kadang dengan reaksi yang berkurang sekali, atau dengan reaksi yang malah berlebih-lebihan. Tanda-tanda dari reaksi trauma yang panjang adalah menangis dengan tiba-tiba, terkejut karena bunyi-bunyiaan, atau mengalami kilas-balik (flashback) dari kejadian trauma itu. Trauma susah dimengerti, dan berbahaya bagi seorang anak. Sesudah kejadian trauma, sang anak merasa tidak percaya diri sendiri, mudah dilukai, tidak tahu bagaimana harus bereaksi, dan penuh ketakutan bahwa kejadian trauma akan terulang. 1. Gejala-gejala stress pasca trauma sebagai berikut: • Pada gangguan stress posttraumatic, orang mengalami frekwensi ingatan yang tidak diinginkan menimbulkan kembali peristiwa traumatik. • Mimpi buruk adalah biasa. • Kadangkala peristiwa hidup kembali sebagaimana jika terjadi (flashback). • Gangguan hebat seringkali terjadi ketika orang berhadapan dengan peristiwa atau keadaan yang mengingatkan mereka kepada trauma asal. • Misal beberapa ingatan adalah perasaan pada peristiwa traumatik tersebut, melihat senjata setelah dipukul dengan senjata ketika perampokan, dan berada di perahu kecil setelah kecelakaan tenggelam. Konseling merupakan salah satu bentuk hubungan yang bersifat membantu, makna bantuan itu sendiri, yaitu sebagai upaya untuk membantu orang lain agar mampu tumbuh kearah yang dipilihnya sendiri, mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya dan mampu menghadapi krisis-krisis yang dialami dalam kehidupannya. Tugas konselor adalah menciptakan kondisi-kondisi fasilitatif yang diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan konseli. Sementara itu, tujuan konseling mengadakan perubahan perilaku pada konseli sehingga memungkinkan hidupnya lebih produktif dan memuaskan. Sedangkan kita ketahui bahwa Konseling traumatik adalah upaya konseli dapat memahami diri sehubungan dengan masalah trauma yang dialaminya dan berusaha untuk mengatasinya sebaik mungkin.
203
Konseling traumatik sangat berbeda dengan konseling yang biasa dilakukan oleh konselor, perbedaan ini terletak pada waktu, fokus, aktifitas, dan tujuan. Dilihat dari segi waktu konseling traumatik sangat butuh waktu yang panjang dari pada konseling biasa, kemudian dari segi fokus, konseling traumatik lebih memperhatikan pada satu masalah, yaitu trauma yang dirasakan sekarang. Adapun konseling biasa, pada umumnya suka menghubungkan satu masalah konseli dengan masalah lainnya, seperti latar belakang konseli, proses ketidaksadaran konseli, masalah komunikasi konseli, transferensi dan conter transferensi antara konseli dan konselor, kritis identitas dan seksualitas konseli, keterhimpitan pribadi konseli dan konflik nilai yang terjadi pada konseli. Dilihat dari segi aktifitas, konseling traumatik lebih banyak melibatkan banyaknya orang dalam membantu konseli dan yang paling banyak aktif adalah konselor, konselor berusaha mengarahkan, mensugesti, memberi saran, mencari dukungan dari keluarga dan teman konseli, menghubungi orang yang lebih ahli untuk referal, menghubungkan konseli dengan ahli lain untuk referal, melibatkan orang atau agen lain yang kompeten secara legal untuk membantu konseli, dan mengusulkan berbagai perubahan lingkungan untuk kesembuhan konseli. Dilihat dari segi tujuan, konseling traumatik lebih menekankan pada pulihnya kembali konseli pada keadaan sebelum trauma dan mampu menyesuaikan diri dengan keadaan diri dengan keadaan lingkungan yang baru. Secara lebih spesifik, kottman (1995) Menyebutkan, bahwa tujuan konseling traumatik adalah : 1. Berpikir realistis, bahwa trauma adalah bagian dari kehidupan 2. Memperoleh pemahaman tentang peristiwa dan situasi yang menimbulkan trauma 3. Memahami dan menerima perasaan yang berhubungan dengan trauma, serta 4. Belajar ketrampilan baru mengatasi trauma. Menurut Rusmana, secara umum konseling traumatik bertujuan untuk menurunkan gejala kecemasan pasca trauma. Secara khusus tujuan yang dapat dicapai adalah membantu anak dengan pengalaman traumatik untuk: (1) menghilangkan bayangan traumatis; (2) meningkatkan kemampuan berpikir secara lebih
204
rasional; (3) membangkitkan minat terhadap realita kehidupan; (4) memulihkan rasa percaya diri; (6) memulihkan kelekatan dan keterkaitan dengan orang lain yang dapat memberi dukungan dan perhatian; (6) kepedulian emosional serta mengembalikan makna dan tujuan hidup. 2. Ketrampilan yang harus dimilki Konselor Sementara itu ada empat ketrampilan yang harus dimiliki konselor dalam konseling traumatik, yaitu ; 1. Pandangan yang realistis : Konselor hendaknya memiliki pandangan yang realistic terhadap peran mereka dalam membantu orang yang mengalami trauma. Ketrampilan ini beguna bagi konselor untuk memahami kelemahannya dan kelebihannya dalam membantu orang yang mengalami trauma. Kelebihan Konselor dibandingkan dengan keluarga dan teman orang yang mengalami trauma adalah konselor dapat membantu orang yang sedang mengalami trauma. Namun dipihak lain, konselor harus mengakui beberapa keterbatasan yang dimilikinya dalam membantu orang yang mengalami trauma. Keterbatasanketerbatasan yang dimaksud itu antara lain sebagai berikut : 1. Konselor kurang memiliki data yang lengkap tentang kelemahan kepribadian klien sebelum mengalami trauma, 2. Konselor tidak dapat mengontrol pemicu trauma, karena pemicu trauma itu adalah peristiwa obyektif yang telah dialami klien, 3. Konselor tidak dapat mengontrol reaksi keluarga dan teman klien pada saat klien mengalami trauma. 2. Orientasi yang holistik : Konselor konseling traumatic dalam bekerjanya harus holistic. Kondisi trauma pada diri klien bukan harus dihadapi secara berlebihan atau sebaliknya. Dalam konseling traumatic konselor harus menerima berbagai bantuan dari berbagai pihak demi kesembuhan klien. Kadangkadang klien lebih tepat untuk dirujuk kepada psikiatrik untuk disembuhkan dengan pendekatan medic. Mungkin juga klien lebih tepat dirujuk kepada ulama atau pendeta untuk memenuhi kebutuhan aspek spiritualnya. Dengan memperhatikan kondisi konseli secara holistic, konselor untuk dapat bekerjasama dengan berbagai ahli yang ada di masyarakat untuk membantu kesembuhan kliennya.
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
3. Fleksibilitas : Konseling traumatic memerlukan fleksibelitas. Karena keterbatasan-keterbatasan yang ada, konseling traumatic mungkin lebih fleksibel dalam pelaksanaannya. Karena keterbatasan tempat, mungkin konseling melalui telepon akan lebih tepat. Karena keterbatsan waktu, ada kemungkinan terjadi perubahan waktu dalam konseling. Kemungkinan konseling di rumah klien terjadi dari pada di kantor konselor. Perpanjangan waktu dalam setiap sesi konseling mungkin saja terjadi. Melibatkan keluarga dalam sesi konseling mungkin saja terjadi dan konselor memberikan sugesti pada klien juga bias terjadi. Dalam konseling traumatic, konselor tidak banyak waktu untuk melakukan konfrontasi, berlama-lama, nondirektif, interpretasi perilaku dan mimpi, dan tidak terlalu mempermasalahkan terjadinya transferensi antara klien dan konselor. Kondisi trauma menuntut konselor untuk bertindak cepat menangani klien. 4. Keseimbangan antara empati dan ketegasan : Konseling traumatic membutuhkan keseimbangan yang kuat antara empati dan ketegasan. Konselor harus mampu melihat kapan dia harus empati dan kapan dia harus tegas dalam mengarahkan klien untuk kesembuhan klien. Kalau konselor terlalu hanyut dengan perasaan klien, maka konselor akan mengalami kesulitan Dallam membantu klien. Begitu juga apabila konselor tidak tepat waktunya dalam memberikan arahan yang tegas pada klien maka konseling akan tidak efektif. Empati ialah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan berfikir bersama klien. Empati ada dua macam yaitu empati primer dan empati tingkat tinggi. Empati primer yaitu suatu bentuk yang hanya memahami perasaan, pikiran, keinginan dan pengalaman klien. Tujuannya agar klien terlibat pembicaraan dan terbuka pada konselor. Adapun empati tingkat tinggi adalah keikutsertaan konselor
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
dalam merasakan dan memikirkan apa yang dirasakan dan dipikirkan kliennya. Adapun ketegasan untuk mengarahkan klien adalah kemampuan konselor untuk mengatakan kepada klien agar klien berbuat sesuatu atau dengan kata lain mengarahkannya agar klien melakukan sesuatu. Proses konseling traumatik terlaksana karena hubungan konseling berjalan dengan baik, proses konseling traumatik merupakan peristiwa yang tengah berlangsung dan memberi makna bagi konseli yang mengalami trauma dan memberi makna pula bagi konselor yang membantu mengatasi trauma konselinya tersebut. C. KESIMPULAN Konseling posttraumatic atau disebut juga konseling pasca trauma, sering pula diungkap dengan isitilah konseling traumatik. Konseling traumatik meruapakan layanan konseling yang diberikan kepada konseli yang mengalami trauma psikologis. Dengan konseling traumatik, konseli berupaya untuk dapat memahami diri sehubungan dengan masalah trauma yang dialaminya dan berusaha untuk mengatasinya sebaik mungkin Tujuan konseling traumatik adalah untuk mengadakan perubahan perilaku pada konseli sehingga memungkinkan hidupnya lebih produktif dan memuaskan, lebih menekankan pada pulihnya kembali konseli pada keadaan sebelum trauma dan mampu menyesuaikan diri dengan keadaan diri dengan keadaan lingkungan yang baru. Secara lebih spesifik, tujuan konseling traumatik adalah : 1) Berpikir realistis, bahwa trauma adalah bagian dari kehidupan, 2) Memperoleh pemahaman tentang peristiwa dan situasi yang menimbulkan trauma, 3) Memahami dan menerima perasaan yang berhubungan dengan trauma, serta Belajar ketrampilan baru mengatasi trauma. Konseling traumatik memerlukan waktu lebih lama daripada konseling biasa, fokus pada trauma yang dirasakan sekarang, lebih banyak melibatkan banyaknya orang dalam membantu konseli dan yang paling banyak aktif adalah konselor.
205
DAFTAR PUSTAKA
Berjuang Hidup sebagai Janda Korban Bom Bali I, Sabtu, 27 Februari 2010 | 17:33.WIB.Kompas.Com,http:// nasional.kompas.com/read/2010/02/27/17333125/ Berjuang.Hidup. Sebagai.Janda.Korban.Bom.Bali. I (30-9-2010) Juntika. 2009. Strategi layanan Bimbingan & Konseling. Refika Aditama Juntika. 2006. Bimbingan dan Konseling. Bandung; Refika Aditama Kartono. K. 2003. Kamus psikologi. Bandung : Pionir Jaya Prayitno. 1999. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Rineka Ciita Rusmana, Nandang, Teknik Dasar Dan Aplikasi Konseling Pasca-Trauma, Universitas Pendidikan Indonesia Sudarsono. 1997. Kamus Konseling. Jakarta : Rineka Cipta
206
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
PEMBERIAN REINFORCEMENT UNTUK MENGURANGI PRILAKU HIPERAKTIF Sugiyadi
Dosen FKIP Univ. Muh. Magelang
Abstract In general, the behavior associated with behavioral disturbances and cognitive activities such as thinking, remembering, organizing learning, and other mental, inflicted a result of the very diverse. They will have problems at this stage of growth and further development, could result in even worse. Barriers that are intended as barriers to learning and hard concentration or attention as one of the indicators are hyperactive behavior. Attempts to do the teacher is to help reduce unwanted behavior and develop behavior that is expected with the provision of reinforcement treatment. Application of reinforcement based on the results of research can reduce the behavior of hyperactive children with a success rate reaches 67%. Thus means that the provision of reinforcement treatment can reduce hyperactive behavior of children. Keywords: Reinforcement and hyperactivity.
A. pendahuluan Perkembangan individu pada hakekatnya berlangsung sepanjang hayat, mulai dari masa pertemuan sel ayah dengan ibu dan berakhir pada saat kematiannya. Perkembangan mencakup seluruh aspek kehidupan, satu aspek dengan aspek yang lainnya saling berinteraksi. Sebagian besar perkembangan individu terjadi melalui proses belajar, baik proses belajar yang sederhana dan mudah maupun proses belajar yang kompleks dan sulit, pada masa perkembangannya itulah individu menyandang tugas perkembangan. Perkembangan individu terbagi dalam beberapa periodesasi, dan salah satunya adalah periode early children (2-6 tahun), yang merupakan periode bermain. Periode early children memiliki ciri khas sendiri sebagai cermin dari perilakunya. Perilaku individu (anak) yang satu dengan yang lain selalu berbeda, ada yang agresif, pendiam (introvert), periang, suka jahil, selalu menyendiri, bahkan ada yang hiperaktif. Perbedaan perilaku tersebut akan berpengaaruh dalam tugas perkembangannya. Anak yang hiperkatif merupakan anak yang selalu berperilaku berbeda dengan teman sebayanya yang lain. Anak hiperaktif mempunyai kategori perilaku seperti sulit memperhatikan dan konsentrasi, sering mengganggu teman, suka menjahili teman, suka membuat keributan, suka bermain kesana kemari, semaunya sendiri, sulit diatur, dan mau menang sendiri. Suharsimi (2005:9) menegaskan, anak hiperkatif mempunyai kesukaran untuk mengontrol
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
perilakunya atau motoriknya dalam memberikan respon dan menunjukkan aktivitas yang berlebih atau tinggi, tidak tepat dan tidak pantas yang selalu dilakukan berulang-ulang. Senada dengan pendapat tersebut, Zeviera (2007:12) mengemukakan, anak yang berperilaku hiperaktif perlu mendapat bantuan untuk dapat memusatkan perhatian, sehingga prilaku hiperaktifnya dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan. Berkaitan dengan pendapat di atas, prilaku hiperaktif yang berlangsung secara terus menerus bisa menghambat pertumbuhan dan perkembangannya, merugikan diri sendiri dan orang lain, serta berakibat yang lebih buruk lagi dari perilakunya itu sendiri. Sebagai upaya untuk mengatasi prilaku hiperaktif, orang tua, guru dan para pakar anak telah mencoba berbagai cara dan pendekatan, namun demikian fenomena yang terjadi di lapangan masih sangat banyak anak yang berperilaku hiperaktif.
Judarwanto (2009:5) menyatakan, upaya dalam menangani anak yang berperilaku hiperaktif dapat dilakukan sesuai dengan teori penyebab perilakunya. Berkenaan dengan hal tersebut, salah satu solusi yang perlu dilakukan adalah diberikan perlakuan reinforcement (tanpa syarat) sebagai terobosan baru dalam mengubah perilaku hiperktif. Reinforcement merupakan perlakuan yang bisa diberikan kepada anak oleh siapa saja, di mana saja dan kapan saja,
207
sehingga sangat efektif untuk mengatasi anak yang hiperaktif. B. PRILAKU HIPERAKTIF Anak hiperaktif merupakan attention deficit and hiperactivite adalah anak yang mempunyai kesukaran untuk mengontrol prilakunya atau motoriknya dalam memberikan respon. Istilah hiperaktif berasal dari dua kata, yaitu hyper dan activity. Hyper berarti banyak; di atas; tinggi, sedangkan activity berarti keadaan yang selalu bergerak, mengadakan eksplorasi serta respon terhadap rangsangan dari luar. Menurut pengertian istilah, hiperaktif merupakan aktivitas yang sangat tinggi atau sangat banyak, istilah ini digunakan untuk menggambarkan anak yang secara terus-menerus bergerak yang seakan-akan tidak mengenal batas; akhir; atau bahkan tidak akan berhenti. 1. Faktor Penyebab Munculnya Prilaku Hiperktif Munculnya prilaku hiperaktif pada anak disebabkan oleh banyak faktor. Para tokoh yang berkompeten dalam persoalan anak, sepakat bahwa yang menyebabkan anak menjadi hiperaktif adalah karena faktor neurologi, toxic reactious (makanan yang mengandung racun), kondisi prenatal, genetik, biologis, dan faktor lingkungan. Manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling sempurna, dikaruniai akal yang bisa membedakan antara yang benar dan yang salah, juga dikaruniai hati yang bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk. Otak yang tidak bisa berkembang dengan baik, tidak berproses dengan baik, atau bahkan mengalami kerusakan maka akan mempengaruhi fungsi otak sebgaimana mestinya. Dalam hal ini, pendapat Heilman dan Kinsbouerne dapat disimpulkan bahwa perilaku hiperaktif terjadi karena kerusakan otak pada daerah batang otak (pre frontal-limbic). Selanjutnya adalah toxic Reactious yang dapat di istilahkan atau disebut timbal. Hal ini terjadi melalui udara yang sering dihirup, makanan yang dimakan dan minuman yang dikomsumsi. Asap dari cerobong pabrik, proses industri seperti peleburan baterai mobil bekas, makanan dan minuman kaleng yang berpengawet dapat menyebabkan timbal. Senada dengan hal ini, Wolraich (dalam Suharsimi, 2005:40) menegaskan, variasi zat makanan dapat menyebabkan hiperaktif terutama pada anak-
208
anak yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Faktor lain adalah situasi dan kondisi pada saat anak lahir akan terekam dalam memori anak dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap prilakunya. Kondisi psikis atau gangguan mental sang ibu, kebiasaan mengkosumsi alkohol dan meokok saat anak masih dalam kandungan sangat mendukung munculnya prilaku tersebut. Selanjutnya pada saat proses persalinan (normal atau oprasi) atau kondisi incidental lainnya juga sangat berpengaruh pada motoriknya. Faktor lain yang tidak kalah penting dalam mempengaruhi munculnya prilaku hiperaktif adalah pengaruh keturunan (genetic), faktor keadaan atau kondisi biologis, dan faktor lingkungan sekitar tempat tinggal anak. 2. Karakteristik Prilaku Hiperaktif Anak yang berperilaku hiperaktif dapat diihat dari kebiasaan tingkah laku yang tidak sesuai dengan perilaku anak pada umumnya (normal) sebagai indikatornya. Dalam hal ini, Goleman berpendapat bahwa anak yang hiperaktif itu memiliki ciri-ciri; daya konsentrasi yang rendah (orientasi terhadap fokus lemah), impulsif, koordinasi motorik juga rendah, lebih mudah terkena rangsangan, emosi tidak stabil, sangat sensitif terhadap stimulus, dan sering mencari perhatian. Suharsimi (2005:17) menekankan, karakteristik anak yang berprilaku hiperaktif adalah senang mengulang-ulang prilaku, kemampuan untuk memperhatikan rendah, ketidakmampuan untuk duduk diam, selalu bergerak, kalau berbicara membuat gaduh, memfokuskan terhadap hal-hal yang tidak perlu, sulit memilih antara suara dan pusat dari rangsangan, tidak mampu bereaksi secara reflek, mudah gelisah dan cemas, sulit mencapai kepuasan dan kemantapan, selalu berkeinginan, tidak tenang, suka memekik dan merengek, sukar merespon terhadap sanjungan dan ancaman, sulit bergaul, mudah lelah, dan sulit mengembangkan interest, hobi, mainan yang disukai juga ketrampilannya. Pendapat berbeda disampaikan oleh Zeviera (2007:12), cirikhas anak yang berprilku hiperktif adalah kemampuan akademiknya tidak optimal, kecerobohan dalam berhubungan sosial, semaunya sendiri (sembrono) dalam menghadapi situasi yang berbahaya, sikap melanggar tata tertib, sering mengalami kesulitan konsentrasi dalam belajar,
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
selalu bergerak dan tidak tenang, dan melakukan tindakan tanpa berpikir dulu. Pendapat para tokoh di atas bisa diartikan bahwa cirikhas anak yang hiperaktif itu terdapat tiga karakteristik pokok yaitu : 1. Karakteristik primer, (ciri pokok; tidak mampu fokus dan aktivitasntya sangat tinggi), 2. Karakteristik skunder, (akibat ciri pokok; agresif dan senang melanggar aturan), 3. Karakteristik khusus, (keadaan tertentu; sulit diajak berpikir, sulit bergaul dan egois). Melihat prilaku tersebut menunjukkan bahwa anak hiperaktif banyak mengalami masalah kaitannya dalam bertingkah laku dan masalah siosial serta masalah belajar, oleh Karena itulah prilaku tersebut harus diarahkan kepada prilaku yang lebih baik atau berkurang. C. REINFORCEMENT SEBAGAI UPAYA MENGATASI PERILAKU HIPERAKTIF Segala seuatu yang dilakukan oleh setiap individu ada kecenderungan karena dipengaruhi oleh latar belakang dan pengalaman dalam hidupnya, dan latar belakang atau pengalaman itu pula yang akan mewarnai setiap individu dalam berperilaku. Demikian pula dengan penulis yang berlatar belakang pendidikan bimbingan dan konseling mencoba menawarkan langkah nyata sebagai upaya untuk mengatasi prilaku hiperaktif melalui pendekatan konseling behavioral yang memfokuskan pada teknik khusus reinforcement. Pemberian reinforcement diberikan kepada anak yang berprilaku hiperaktif bertujuan untuk menjaga munculnya stimulus pada anak yang dapat memicu munculnya perilaku hiperaktif tersebut. Corey (2009:194) menjelaskan, pendekatan konseling behavioral merupakan terapi tingkah laku, dengan penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berakar pada berbagai teori belajar yang menyertakan penerapan sistematis melalui prinsip belajar pada penggubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik. Pendapat tersebut bisa dipahami bahwa pendekatan konseling behavioral menekankan pada penggubahan tingkah laku yang bertujuan untuk menciptakan kondisi baru melalui proses belajar, artinya bahwa semua tingkah laku itu bisa dipeajari (learned), termasuk tingkah laku yang tidak pada tempatnya (maladaptif; hiperaktif). Pendekatan ini juga
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
berpandangan bahwa kepribadian manusia itu pada hakekatnya adalah prilaku, dimana prilaku terbentuk berdasarkan hasil dari segenap pengalamannya berupa interaksi dengan individu lainnya dan interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Skinner (Latipun, 2001:109) menekankan bahwa prilaku individu dibentuk atau dipertahankan sangat ditentukan oleh konsekuensi yang menyertainya, jika konsekuensinya menyenangkan (pemberian reinforcement) maka prilakunya cenderung diulang dan diperthankan, sebaliknya jika konsekuensinya tidak menyenangkan (pemberian hukuman atau punishment) maka prilakunya cenderung akan dikurangi atau bahkan dihilangkan. Secara umum prilaku berkaitan dengan gangguan tingkah laku dan aktivitas kognitif seperti berpikir, mengingat, mengorganisasi belajar, dan mental lainnya. Akibat dari yang ditimbulkan itu sangat beragam, selanjutnya jika prilaku dapat teridentifikasi dan tidak ditangani secara tepat oleh orang tua atau guru, mereka akan mengalami hambatan pada tahap pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya, bahkan bisa berakibat yang lebih buruk lagi. Hambatan yang dimaksudkan seperti hambatan dalam konsentrasi atau belajar dan sulit memperhatikan sebagai salah satu indikator perilaku hiperaktif. Upaya yang bisa dilakukan guru adalah membantu mengurangi tingkah laku yang tidak dikehendaki dan mengembangkan tingkah laku yang diharapkan dengan pemberian perlakuan reinforcement. Lebih lanjut pelaksanaan konseling behavioral dengan teknik khusus reinforcement untuk mengatasi prilaku hiperaktif adalah : 1. Operan learning Belajar operan adalah beajar yang didasarkan pada perlunya pemberian ganjaran (reinforcement) untuk menghasilkan perubahan perilku yang diharapkan. Ganjaran dapat diberikan dalam bentuk dorongan dan penerimaan sebagai persetujuan, pembenaran atau perhatian terhadap perilakunya. 2. Imitative learning Belajar mencontoh yaitu cara dalam memberikan respon baru melalui penunjukan atau pengerjaan model-model perilaku yang diinginkan sehingga dapat dilakukannya. 3. Cognitive learning Belajar kognitif yaitu belajar memelihara respon yang diharapkan dan boleh mengadaptasi perilaku yang lebih baik melalui intruksi sederhana.
209
4. emotionallearning Belajar emosi yaitu cara yang digunakan untuk mengganti respon-respon emosional anak yang tidak dapat diterima menjadi respon emosional yang dapat diterima sesuai dengan konsteks classical conditioning. Teori behavioral berasumsi bahwa prilaku anak adalah hasil dari kondisi orang lain, oleh karena itu, guru (konselor) diharapkan memahami bahwa setiap reaksi individu adalah akibat dari stimulus.
Berkaitan dengan uraian di atas, dikuatkan dengan hasil penelitian (penelitian tindakan kelas) yang dilakukan oleh Erna Sulistiyani pada Tahun 2011 di Bustanul Atfal ‘Aisiyah Kalijoso Kecamatan Secang kabupaten Magelang. Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa penerapan reinforcement yang diberikan dengan tiga siklus tindakan dapat mengurangi prilaku hiperaktif anak dengan tingkat keberhasilan mencapai 67%. Dengan demikian berarti bisa disimpulkan bahwa pemberian perlakuan reinforcement bisa mengurangi perilaku hiperaktif anak.
REFERENSI
Corey, Gerald. 2009. Teori dan praktek Konseling Psikoterapi. Terjemahan E. Kuswara. Bandung: PT Reflika Aditama Erna Sulistiyani. 2011. Efektivitas Konseling Behavioral untuk Mengatasi Anak Hiperaktif. Skripsi tidak diterbitkan. Magelang: Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Magelang Imalda. 2003. Mengatasi Prilaku Hiperaktif. http://pendidikan khusus.wordpress.com. diakses 11 Oktober 2011. Judarwanto, Widodo. 2009. Upaya Penanganan ADHD. http://sehatbersama.banyumasonline.com. Diakses 1o Oktober 2011. Latipun. 2001. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press. Suharsimi, Tin. 2005. Penanganan Anak Hiperaktif. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat Pendidikan Jenderal Tinggi. Zeviera, Ferdinand. 2007. Anak Hiperaktif: Cara Cerdas Menhadapi Anak Hiperaktif dan Gangguan Konsentrasi. Jogjakarta: Katahati.
210
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
KONSELING ISLAMI SEBAGAI ALTERNATIVE PENYELESAIAN PERILAKU MENYIMPANG REMAJA Astiwi Kurniati
Dosen FKIP Univ. Muh. Magelang
Abstract In general, the behavior associated with behavioral disturbances and cognitive activities such as thinking, remembering, organizing learning, and other mental, inflicted a result of the very diverse. They will have problems at this stage of growth and further development, could result in even worse. Barriers that are intended as barriers to learning and hard concentration or attention as one of the indicators are hyperactive behavior. Attempts to do the teacher is to help reduce unwanted behavior and develop behavior that is expected with the provision of reinforcement treatment. Application of reinforcement based on the results of research can reduce the behavior of hyperactive children with a success rate reaches 67%. Thus means that the provision of reinforcement treatment can reduce hyperactive behavior of children. Keywords: Reinforcement and hyperactivity.
I. pendahuluan Remaja adalah mereka yang telah meninggalkan masa kanak-kanak yang penuh ketergantungan dan menuju masa pembentukan tanggung jawab. Masa remaja ditandai dengan pengalaman-pengalaman baru yang sebelumnya belum pernah terbayangkan (Basri, 2007). Pengalaman-pengalaman tersebut antara lain dalam hal pergaulan yang dialami oleh para remaja. Bergaul dengan orang lain merupakan kebutuhan setiap manusia. Sebagai remaja yang berkembang dan tumbuh dalam segi fisik dan psikologis, maka pergaulan dengan orang lain merupakan salah satu sumber kebahagiaan dalam kehidupan manusia. Pada perkembangan dewasa ini sering kali kita jumpai fenomena pergaulan remaja dengan membentuk kelompok pertemanan (gank) atau peer group. Ada kecenderungan yang memprihatinkan dengan maraknya “Kecelakaan mental” dan fisik yang dialami oleh remaja. Musibah mental ini antara lain mengkonsumsi narkoba dan sejenisnya di kalangan pelajar dan mahasiswa. Konsumen narkoba terbesar adalah pelajar dan mahasiswa. Seperti diketahui, narkoba dan minuman yang mengandung alkohol mempunyai dampak terhadap sistem syaraf manusia yang menimbulkan berbagai perasaan. Sebagian narkoba itu meningkatkan gairah, semangat dan keberanian sebagian lagi menimbulkan perasaan mengantuk dan menimbulkan perasaan nikmat sehingga melupakan segala kesulitan. Oleh karena efek-efek
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
itulah beberapa remaja menyalahgunakan narkoba dan alkohol. Keprihatinan lain akan kesalahan pergaulan adalah banyaknya siswa dan mahasiswa yang mengalami Married by Accident (MBA). Hamil di luar nikah seakan-akan membudaya dikalangan remaja, hal tersebut terjadi karena pengetahuan ataupun kedewasaan akan pendidikan seksual yang memadai. Berarti hamil di luar nikah dan mengkonsumsi narkoba adalah sisi lain dari pergaulan negatif di kalangan remaja. Banyak orangtua yang sering mengeluhkan anaknya yang masih SMA atau kuliah sering menghadiri pesta ulangtahun teman dan ternyata di pesta itu mereka menggelar ”dugem”, pesta narkoba dan sex bebas. Padahal pelarian remaja ke hal-hal negatif tersebut, justru menimbulkan permasalahan baru bagi mereka. Dari fenomena di atas sangatlah memprihatinkan bahwa generasi kita menjadi korban dari kebebasan pergaulan serta penyalahgunaan obat. Perilaku remaja sekarang telah melewati batas-batas kewajaran atau norma yang berlaku. Mayoritas remaja belum menyadari bahwa di balik itu semua terdapat dampak negatif yang sangat membahayakan. Dampak negatif tersebut sangat mempengaruhi pada aspek perkembangan selanjutnya. Perlu remaja sadari bahwa untuk meninggalkan perilaku menyimpang tersebut tanpa bantuan dan dorongan dari lingkungan sekitar akan sia-sia.
211
II. PERILAKU MENYIMPANG REMAJA A. Pengertian Remaja Masa remaja adalah suatu tahapan kehidupan yang bersifat peralihan dan tidak tetap. Disamping itu masa remaja adalah masa yang rawan oleh pergaulan-pergaulan negatif seperti narkoba, kriminalitas dan kejahatan seks. Namun kita harus menyadari bahwa masa remaja adalah masa yang baik untuk mengembangkan potensi positif yang mereka miliki seperti bakat, minat dan kemampuan (Willis, 2005). Istilah lain yang sering digunakan untuk menunjuk masa remaja menurut Gunarsa (2004) adalah : a. Pubarty, berasal dari istilah lain pubertas yang berarti laki-lakian. Pubescense dari kata pubis (pubic hair) yang berarti rambut (bulu) pada daerah kemaluan (genital), maka pubescence berate perubahan yang dibarengi oleh tumbuhnya rambut pada daerah kemaluan. b. Adolescentia berasal dari istilah latin adolescentia yang berarti masa muda yang terjadi antara 17-30 tahun. Pengelolaan remaja menurut Thornbug adalah: a. Remaja awal usia 13-14 tahun masa remaja awal biasanya memasuki pendidikan di Sekolah menengah Pertama. b. Remaja tengah usia 15-17 tahun, pada masa remaja tengah ini individu sudah duduk di Sekolah mengeh Atas. c. Remaja akhir usia 18-21 tahun, mereka yang tergolong remaja akhir umumnya sudah memasuki Perguruan Tinggi (PT) atau lulus SMA dan sudah bekerja. Masa remaja adalah masa transisi. Seseorang individu telah meninggalkan usia kanak-kanak yang lemah penuh ketergantungan, akan tetapi belum ke usia yang kuat dan penuh tanggung jawab baik terhadap diri sendiri maupun lingkungan sekitarnya. Lamanya masa transisi ini sangat tergantung pada keadaan dan tingkat sosial masyarakat di mana dia hidup. Semakin maju masyarakat semakin panjang usia remaja, karena ia harus mempersiapkan diri dalam masyarakat yang banyak tuntutannya.
212
B. Ciri-ciri Masa Remaja Menurut Mr.Kwee Soen Liang cirri-ciri pubertas sebagai berikut : a. Berkurangnya kapasitas kerja di sekolah dan rumah. b. Mengabaikan kegemaran (hobi) dan kewajiban-kewajiban lainnya, sehingga pekerjaan sering terlambat. c. Mempunyai perasaan gelisah. d. Di hinggapi perasaan kurang senang. e. Anak pra pubertas menentang lingkungan. f. Kadang-kadang bersifat sombong, kadang bersifat lemah. g. Mudah terpengaruh lingkungan yang buruk. h. Mudah terjadi pelanggaran norma. Menurut Sarwono (2002) cirri-ciri fisik yang terjadi pada masa remaja adalah : a. Pada anak perempuan 1. Pertumbuhan tulang-tulang (badan menjadi tinggi, anggota badan menjadi panjang). 2. Pertumbuhan payudara. 3. Tumbuh bulu halus dan lurus berwarna gelap di kemaluan. 4. Mencapai ketinggian badan yang maksimal setiap tahunnya. 5. Bulu kemaluan berubah menjadi keriting. 6. Haid (menstruasi) 7. Tumbuh bulu-bulu ketiak. b. Pada anak laki-laki 1. Pertumbuhan tulang-tulang. 2. Testis (buah pelir) membesar. 3. Tumbuh bulu kemaluan yang halus, lurus dan berwarna gelap. 4. Bulu kemaluan menjadi keriting. 5. Ejakulasi (keluarnya air mani). 6. Pertumbuhan tinggi badan mencapai tinggi maksimal setiap tahunnya. 7. Tumbuh rambut-rambut hakus di wajah (kumis, jenggot). 8. Tumbuh bulu ketiak. 9. Akhir perubahan suara. 10. Rambut-rambut di wajah menjadi tebal dan gelap. 11. Tumbuh bulu dada.
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
Sehubungan dengan masalah seksual, ada beberapa ciri utama pada masa remaja atau pubertas : a. Ciri primer yaitu organ seksual yang ditandai dengan adanya menstruasi pertama (menarche) pada anak perempuan dan produksi sperma pertama (noctrun al seminal emission) pada anak laki-laki, yang dimaksud dengan peristiwa menstruasi adalah terjadinya pendarahan (haid) pertama pada alat kelamin perempuan. Pada anak laki-laki terjadi peristiwa ejakulasi dini (mimpi basah) yaitu keluarnya air mani. b. Ciri sekunder meliputi perubahan pada bentuk tubuh pada kedua jenis kelamin itu. Anak perempuan mulai tumbuh buah dada (payudara) panggul membesar, paha membesar dan tumbuh bulu bulu-bulu pada alat kelamin dan ketiak. Pada anak laki-laki terjadi perubahan otot, bahu membesar, suara mulai berubah, tumbuh bulu-bulu pada alat kelamin, ketiak dan kumis. c. Ciri tersier meliputu ciri-ciri yang nampak pada perubahan perilaku. Perilaku itu erat juga sangkut pautnya dengan perubahan psikhis, yaitu perubahan tingkah laku yang tampak seperti perubahan minat, antara lain minat belajar menurun, timbul minat padaa lawan jenis, minat terhadap kerja menurun. Anak perempuan mulai memperhatikan dirinya. Perubahan lain nampak pada emosi, pandangan hidup, sikap dan lain sebagainya. Oleh karena perubahan tingkah laku inilah maka jiwa selalu gelisah dan sering muncul konflik dengan orangtua karena adanya perbedaan sikap dan pandangan hidup. Kadang terjadi pertentangan dengan lingkungan masyarakat di karenakan adanya perbedaan norma yang dianutnya dengan norma yang berlaku di masyarakat. C. Pengertian Perilaku Menyimpang Perilaku menyimpang adalah perilaku yang kacau menyebabkan seseorang remaja kelihatan gugup (nervous) dan berperilaku tidak terkontrol (uncontrol). Memang diakui tidak semua remaja berperilaku menyimpang (behavior disorder). Seorang remaja mengalami hal ini jika ia tidak tenang (unhappiness) dan menyebabkan hilang konsentrasi diri. Perilaku menyimpang pada remaja akan mengakibatkan munculnya tindakan tidak terkontrol yang mengarah pada perilaku menyimpang.
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa ulah remaja belakang ini makin mengerikan dan mencemaskan terutama di dunia pendidikan atau sekolah. Mereka tidak hanya terlibat aktivitas membolos sekolah, merokok di sekolah, minum-minuman keras atau menggoda lawan jenis tetapi tidak jarang dari mereka terlibat tawuran, NAPZA, kehidupan seksual pranikah dan bentuk perilaku menyimpang lainnya. Menurut E Suthedand (Suyatno,2005) perilaku menyimpang dapat ditunjukkan melalui sejumlah proposisi guna mencari akar permasalahannya dan memahami dinamika perkembangan perilaku. Proposisi tersebut antara lain, perilaku remaja adalah perilaku yang dipelajari secara negatif dan berarti perilaku tersebut tidak diwarisi. Perilaku menyimpang pada remaja dipelajari dari proses interaksi dengan orang lain. Proses mempelajari perilaku menyimpang yang dilakukan oleh remaja menyangkut seluruh mekanisme yang lazim terjadi dalam proses belajar, terhadap stimulusstimulus seperti keluarga yang kacau, depresi, dianggap berani oleh teman-teman dan lain sebagainya. Perilaku menyimpang remaja dalam arti kenakalan remaja (juvenile delinquency) menurut sosiolog Kartono merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh bentuk pengabdian sosial. Akibatnya mereka mengembanngkan bentuk perilaku yang menyimpang. Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial sehingga terjadi tindakan kriminal. Jansen mengartikan kenakalan remaja adalah perilaku yang menyimpang dari atau melaggar hukum. Jansen membagi kenakalan remaja ini menjadi empat jenis : a. Kenakalan yang menimbulkan kerusakan fisik pada orang lain: perkelahian, pemerkosaan, perampokan, pembunuhan. b. Kenakalan yang menimbulkan korban materi :perusakan, pencurian,pencopetan, pemerasaan. c. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban dipihak orang lain: pelacuran, penyalahgunaan obat. Di Indonesia mungkin dapat juga dimasukkan hubungan seks sebelum menikah dalam jenis ini. d. Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar
213
dengan cara membolos, pergi dari rumah tanpa pamit, membantah orangtua. Menurut Wright (Basri, 2004) membagi jenis-jenis perilaku menyimpang remaja dalam beberapa keadaan: a. Neurotic delinquence, remaja bersifat pemalu, terlalu perasa, suka menyendiri, gelisah dan mengalami perasaan rendah diri. Mereka memiliki dorongan yang kuat untuk berbuat suatu kenakalan. b. Unsocialized delinquence, suatu sikap yang suka melawan kekuasaan seseoarang, rasa bermusuhan dan pendendam. Mereka tidak pernah merasa bersalah dan merasa menyesal atas perbuatannya.Untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain, mereka sering malakukan tindakan keberanian yang di luar dugaan. c. Pseude social delinquence, remaja atau pemuda memiliki loyalitas yang tinggi dalam kelompoknya atau gang sehingga sikapnya tampak patuh dan kesetiakawanan yang tinggi diantara mereka. Jika melakukan tindakan kenakalan bukan atas nama pribadi, melainkan atas nama kelompok. Ia akan siap melakukan kewajiban dalam kelompoknya. Menurut Hawari (2004) perilaku menyimpang remaja (kenakalan/anti sosial) sering merupakan gambaran dari kepribadian anti sosial atau gangguan tingkah laku yang ditandai oleh gejala-gejala sebagai berikut : a. Sering membolos. b. Terlibat kenakalan anak-anak/remaja (diadili dan ditangkap pengadilan anak karena tingkah lakunya). c. Di keluarkan dari sekolah karena berperilaku buruk. d. Sering keluar dari rumah dan bermalam diluar rumah. e. Selalu berbohong. f. Sering melakukan hubungan seks. g. Sering mabuk dan menggunakan NAPZA. h. Seringkali mencuri. i. Prestasi akademik jauh di bawah taraf kemampuan kecerdasan sehingga tidak naik kelas. j. Melawan otoritas yang lebih tinggi seperti melawan guru, orangtua dan atauran sekolah dan rumah.
214
D. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Menyimpang Cara pembagian faktor penyebab kelainan perilaku anak dan remaja dikemukakan oleh Philip Graham (Sarwono, 2005) lebih mendasarkan teorinya pada pengamatan empiris dari sudut kesehatan mental anak dan remaja. Menurutnya faktor-faktor penyebab perilaku menyimpang adalah : a. Faktor Lingkungan 1. Malnutrisi (kekurangan gizi) 2. Kemiskinan di kota-kota besar. 3. Gangguan lingkungan (polusi, kecelakaan lalu lintas, bencana alam). 4. Migrasi (urbanisasi, pengungsian karena perang). 5. Faktor sekolah (kesalahan mendidik, kurikulum). 6. Keluarga yang cerai berai (perceraian, perpisahan yang terlalu lama). 7. Gangguan dalam pengasuhan oleh keluarga antara lain : a) Kematian orangtua b) Orangtua sakit berat atau cacat. c) Hubungan antar keluarga tidak harmonis. d) Orangtua sakit jiwa. e) Kesulitan dalam pengasuhan. b. Faktor Pribadi 1. Faktor bakat yang mempengaruhi temperamen (menjadi pemarah, hiperaktif). 2. Cacat tubuh. 3. Ketidakmampuan penyesuaian diri. Menurut Willis (2005) ada beberapa faktor penyebabkan tingkah laku /perilaku menyimpang pada remaja : a. Faktor yang ada dalam diri anak 1. Predisposing yaitu faktor yang memberi kecenderungan tertentu terhadap perilaku remaja, faktor tersebut di bawa sejak lahir atau kejadian-kejadian ketika kelahiran bayi. 2. Lemahnya pertahanan diri yaitu faktor yang ada di dalam diri untuk mengontrol dan . mempertahankan diri terhadap pengaruh-pengaruh dari luar. 3. Kurangnya kemampuan penyesuaian diri. 4. Kurangnya dasar-dasar keimanan di dalam diri remaja. Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
b. Faktor yang berasal dari keluarga 1. Anak kurang mendapat kasih sayang. 2. Lemahnya keadaan ekonomi orangtua, sehingga tidak mampu mencukupi kebutuhan anak-anaknya. 3. Kehidupan keluarga yang tidak harmonis. c. Faktor yang berasal dari lingkungan masyarakat 1. Kurangnya pelaksanaan ajaran agama secara konsekuen. 2. Masyarakat yang kurang mendapatkan pendidikan. 3. Kurangnya pengawasan. 4. Pengaruh norma-norma baru dari luar, termasuk peniruan dari TV, VCD. d. Penyebab yang bersumber dari sekolah 1. Faktor guru, dedikasi guru merupakan pokok penting dalam tugas mengajar. 2. Faktor fasilitas pendidikan, kurangya fasilitas pendidikan menyebabkan bakat dan keinginan murid terhalang dan menyebabkan mereka mencari penyeluran pada kegiatan negatif, misalnya main di jalan umum, di pasar, terminal, mall. 3. Norma-norma pendidikann dan kekompakan guru. 4. Kekurangan guru. E. Penyalahgunaan Narkoba (Narkotika dan Obat) dan Alkoholisme Seperti diketahui narkoba dan minuman yang mengandung alkohol mempunyai dampak terhadap sistem syaraf manusia yang menimbulkan berbagai perasaan. Sebagian dari narkoba dapat meningkatkan gairah, semangat dan keberanian, sebagian lagi menimbulkan perasaan mengantuk yang dapat menyebabkan rasa tenang dan nikmat sehingga dapat melupakan segala kesulitan. Oleh karena efek-efek itulah beberapa remaja menyalahgunakan narkoba dan alkohol. Padahal sifat Narkoba dan Alkohol itu antara lain dapat menimbulkan ketergantungan (kecanduan) pada pemakainya, sehingga banyak diantara remaja tidak dapat melepaskan diri dari ketergantungan tersebut. Pada tahap ini remaja yangbersangkutan dapat menjadi kriminal, atau menjadi pekerja seks untuk sekedar memperoleh uang yang akan dipakai membeli narkoba atau minuman beralkohol.
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
Menyadari akan bahaya penyalahgunaan narkoba dan Alkohol ini , hampir semua pemerintahan di seluruh dunia mempunyai Undang-undang anti narkoba dan Alkohol. Berbagai upaya dan tindakan (oleh aparat keamanan dan hukum) juga telah dilakukan untuk memberantas sindikat-sindikat pembuat , pengedar obat terlarang dan alkohol yang tak berizin. Banyak sekali dana dan nyawa melayang dalam usaha pemberantasan narkoba dan alkohol gelap ini. Akan tetapi sampai sekarang penyalahgunaan zat-zat berbahaya ini tidak pernah dapat diberantas dengan tuntas (Sarlito, 2002) Di kalangan remaja Indonesia di sinyalir obat daftar “G” oleh para pelajar sekolah. Bahkan di kalangan remaja di kenal istilah-istilah khusus untuk menyebut berbagai obat tersebut antara lain : a. Alkohol disebut dringan, pengairan, seropan, tiupan. b. Dumolid disebut DM, dum, atau dokter umum. c. Ganja disebut alue, bunga, dogel, gelek, gokel, nisan, nokis, rumput. d. Heroin, disebut bubuk, serbuk. e. Obat disebut barang, boat, stok. f. Pil disebut kancing. g. Rohypol disebut raja 10, rohip (Irwanto,2003). Pada tahun 1990-an mulai merebak pil ectassy atau inex yang beredar di diskotik-diskotik. Pil ini adalah jenis amphetamyn yang mula-mula hanya dipergunakan oleh kalangan “atas” karena harganya sangat mahal. Namun lama kelamaan beredar juga di warung-warung dan menjangkau remaja kelas menengah ke bawah. Jenis amphetamyn lain yang kemudian sangat popular dengan sebutan shabu-shabu. Obat-obat ini menimbulkan efek bersemangat dan daya tahan fisik seakan-akan sangat tinggi, sehingga pengguna dapat begadang sampai beberapa malam tanpa merasakan lelah dan ngantuk. Efek lain dari amphetamyn adalah mengurangi nafsu makan, sehingga bayak dipakai remaja putri dan wanita untuk melangsingkan tubuh. Efek negatifnya adalah timbulnya halusinasi dan ketergantungan yang pada saatnya akan membahayakan pemakainya. Namun yang banyak dipakai oleh kalangan remaja dan dewasa muda termasuk di dalamnya para mahasiswa adalah morphin yang dalam
215
bahasa gaul-nya dinamakan Putauw atau PT. Pemakai PT makin gencar karena peredaran obat ini makin merajalela dan karena obat itu sendiri dijadikan alat pergaulan (gaul) dan dianggap modis (trendy) di kalangan anak muda, khususnya anak SMA dan sebagian mahasiswa di Perguruan Tinggi. Dampak dari pemakaian ini adalah ketergantungan yang semakin lama membutuhkan dosis tinggi, sampai pada tingkat yang mematikan. Sementara kalau dosis tidak terpenuhi, pemakai akan merasakan kesakita (sakauw), sehingga ia harus mencari obat itu sampai didapatkannya.Kalau perlu dengan cara kriminal atau melacurkan diri. III. KONSELING ISLAMI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN PERILAKU MENYIMPANG REMAJA 1. Pengertian Konseling Islami Konseling (counseling) Islami adalah layanan konseling dengan menggunakan getar iman (daya rohaniah) dalam mengatasi problem kejiwaan melalui terapi sabar, tawakal, ikhlas, itsar, sadaqoh, ridha, cinta, ibadah, suluk, zikir dan sebagainya yang digunakan sesuai dengan problemnya (Mubarok, 2006) Sutoyo (2007:24-25) menyatakan bahwa Konseling Islami adalah upaya membantu individu belajar mengembangkan fitrahnya dengan cara kekuatan (empowering) iman, dan kemauan yang dikaruniakan Allah SWT kepadanya untuk mempelajari tuntunan Allah dan Rasul-Nya agar fitrah yang ada pada individu itu berkembang dengan benar dan okoh sesuai tuntunan Allah SWT. Konseling islami atau spiritual dapat diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada individu agar memiliki kemampuan untuk mengembangkan fitrahnya sebagai makhluk beragama (homo religion), berperilaku sesuai dengan nilai-nilai agama (berakhlak mulia) dan mengatasi masalah kehidupan melalui pemahaman, keyakinan dan praktik-praktik ibadah ritual agama yang dianutnya. Dengan demikian konseli dapat mencapai kehidupan yang bermakna (Yusuf, 2007:21). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa konseling islami adalah proses pemberian bantuan kepada individu dalam menjalani kehidupannya agar senantiasa selaras dengan
216
fitrah kemanusiaannya, serta dapat hidup di tengah-tengah masyarakat sesuai norma yang dianut dan sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan Hadits untuk mencapai kebahgiaan dunia akhirat. 2. Prinsip Dasar Konseling Islami Menurut Sutoyo (2007:210-211) prinsip dasar konseling Islami adalah sebagai berikut : a. Manusia ada di dunia ini bukan ada dengan sendirinya, tetapi ada yang menciptakan yaitu Allah SWT. Ada hukum atau ketentuanketentuan Allah (sunatullah) yang pasti berlaku untuk semua manusia sepanjang masa. b. Manusia adalah hamba Allah yang selalu beribadah kepada-Nya sepanjang hayat. Oleh sebab itu dalam membimbing individu perlu diingatkan bahwa segala aktivitas yang dilakukan dapat mengandung makna ibadah, maka dalam melakukannya harus dengan cara Allah dan niatkan untuk mencari ridho Allah. c. Allah menciptakan manusia dengan tujuan agar manusia melaksanakan amanah dalam bidang keahlian masing-masing sesuai ketentuan-Nya (khalifah fil ardh). Oleh sebab itu dalam membimbing individu perlu diingatkan bahwa perintah dan larangan Allah yang harus dipatuhi, yang pada saatnya akan dimintakan pertanggungjawaban. d. Manusia sejak lahir dilengkapi dengan fitroh berupa iman, iman sangat penting bagi keselamatan hidup manusia di dunia dan akherat. Oleh sebab itu kegiatan konseling sebaiknya difokuskan untuk membantu individu memelihara dan menyuburkan iman. e. Iman perlu dirawat agar tumbuh subur dan kokoh yaitu dengan memahami dan mentaati aturan Allah. f. Islam mengakui pada diri manusia ada sejumlah dorongan yang perlu dipenuhi, tapi dalam pemenuhannya diatur sesuai tuntunan Allah. g. Bahwa dalam membimbing individu seyogyanya diarahkan agar individu secara bertahap mampu membimbing dirinya sendiri. h. Islam mengajarkan agar umatnya saling menasihati dan tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa.
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
3. Prosedur Konseling Prosedur konseling Islami mencakup : a. Tahapan pelaksanaan kegiatan meliputi tahap awal (taaruf), tahap penerimaan (taafun), tahap keseimbangan (taawun), tahap intervensi (tafakul) dan tahap akhir (berdoa dan berawakal). b. Teknik konseling, yang terdiri atas konseling amaliyah ibadah dan aplikasi shalat khusyu’. Pelaksanaan konseling amaliyah ibadah diberikan pemahaman tentang hikmah wudhu, hikmah sabar, hikmah syukur, hikmah dzikir, hikamah doa dan membaca al-quran. Konseling yang diberikan bertujuan mengarahkan keseimbangan sinergi akal dan ruh yang diberikan melalui metode relaksasi jiwa dan tubuh, serta pikiran dan hati dengan focus pada zikir disertai totalitas kepasrahan diri “terapi pasrah diri” hanya kepada-Nya. Pada akhirnya individu dapat mencapai relaksasi secara fisiologis yang secara otomatis dapat meraih ketenangan jiwa. c. Bebtuk konseling dapat dilakukan dengan konseling individu, keonseling keluarga, konseling kelompok. d. Metode kegiatan konseling dilaksanakan dengan metode keteladanan, metode penyadaran dan meode penalaran logis (Cucu, 2010). 4. Penyelesaian Perilaku Menyimpang Remaja Melalui Konseling Islami Implikasi Konseling Islami untuk menyelesaikan perilaku menyimpang pada
remaja adalah dengan merujuk pada tuntunan Illahi dan Rosulullah yang akan membuka fitrah manusia dengan menyebarkan pintu-pintu kebaikan bagi seluruh bumi serta keberkahan hidup yang luas di sertai petunjuk-Nya dan cahaya Ilahiah bersinar tidak pernah redup bagi hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya, yang pada akhirnya mengantarkan kepada kepribadian berakhlak mulia dan tercipta keselarasan jasmani dan rokhani untuk mencapai kesempurnaan menurut Allah SWT. Melalui konnseling Islami dengan mengaplikasikan sholat khusu’ individu akan memperoleh ketenangan jiwa. Seperti firman Allah “……(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS.Ar-Ra’d : 28).Melalui sholah khusu’akan mengantarkan menjadi perilaku dengan akhlak mulia “innash sholatan tanha a’nil fahsyai’wal mungkar “ (sesungguhnya sholat itu mencegah perbuatan keji dan mungkar). Karena dengan sholat Rahmat dan Anugrah Allah SWT (kelembutanNya) menjadi terbuka bagi pencerahan dirinya dalam menemukan kebahagiaan dan makna dari kehidupan. Sehingga proses konseling Islami untuk menyelesaikan perilaku menyimpang pada remaja sama dengan proses konseling seperti biasanya hanya content atau materi dan advis yang disampaikan konselor sebagai alternative penyelesaian permasalahan mendasarkan pada Al-Quran dan Hadits.
DAFTAR PUSTAKA Basri, Hasan. 2004. Remaja Berkualitas (Problematika Remaja dan Solusinya). Bandung. Alfa ��������� Beta Dariyo, Agus. 2004. Psikologi Remaja. Jakarta. Galia Indonesia. Hawari, Dadang. 2003. Al-Quran Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Jakarta. Dana Bhakti Prima Yasa. Maesaroh, Cucu.2010. Konseling Spriritual untuk Mengembangkan Hikmah Ibadah bagi Pemulihan Pecandu NAPZA. Jurnal Bimbingan dan Konseling. Vol.XII, No.1 Sarwono, Wirawan. 2008. Psikologi Remaja. Jakarta Raja Grafindo Utama. Sutoyo, Anwar.2007. Bimbingan dan Konseling Islami (Teori dan Praktek). Semarang: Cipta Prima Nusantara. Willis, Sofyan. 2005. Remaja dan Permasalaannya. Bandung. Alfa Beta.
Jurnal Penelitian & Artikel Pendidikan
217