SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176
UPAYA MENINGKATKAN KEEFEKTIFAN ORGANISASI DALAM SISTEM PENJAMINAN MUTU PERGURUAN TINGGI DI INDONESIA Muhammad Khoiri Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-Badan Tenaga Nuklir Nasional Jl. Babarsari P.O.Box 6101 YKBB Yogyakarta 55281 Corresponding author,Telp. 0274)48085,489716 ; Fax: (0274)489715; email:
[email protected]
Abstrak UPAYA MENINGKATKAN KEEFEKTIFAN ORGANISASI DALAM SISTEM PENJAMINAN MUTU PERGURUAN TINGGI DI INDONESIA. Pendidikan tinggi di Indonesia menghadapi tantangan luar biasa untuk terus meningkatkan mutu kompetitif di semua tingkat. Oleh karena itu tulisan ini dimaksudkan untuk merumuskan upaya meningkatkan keefektifan organisasi untuk kesuksesan sistem jaminan mutu perguruan tinggi di Indonesia. Perumusan upaya ini dilakukan melalui kajian terhadap beberapa makalah/penelitian yang berkaitan dengan keefektifan organisasi dan penjaminan mutu pada perguruan tinggi di Indonesia. Kajian ini juga mengacu pada teori-teori tentang mutu dan standar-standar mutu yang ditetapkan badan-badan pensertifikasi mutu, misalnya Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT). Berdasarkan kajian ini didapatkan bahwa upaya meningkatkan kefektifan organisasi dalam penjaminan mutu pendidikan tinggi dapat dilakukan dengan cara: (1) pengukuran keefektian organisasi perguruan tinggi secara integratif terhadap beberapa pendekatan keefektifan organisasi, (2) sistem jaminan mutu dan akreditasi perlu dikolaborasikan secara tepat untuk meningkatkan penjaminan mutu pendidikan, dan (3) kepemimpinan perguruan tinggi merupakan faktor sangat penting dalam mengefektifkan organisasi perguruan tinggi dalam penjaminan mutu pendidikan, yaitu kepemimpinan yang bersifat Leader-Manager. Kata kunci: keefektifan organisasi, penjaminan mutu pendidikan tinggi.
Abstract EFFORTS TO INCREASE ORGANIZATION EFFECTIVENESS IN HIGHER EDUCATION QUALITY ASSURANCE IN INDONESIA. Recently, Higher education in Indonesia is facing extraordinary challenges to continue to improve the competitive quality at all levels. Therefore this paper is intended to formulate an effort to increase the effectiveness of the organization to the success of the university's quality assurance system in Indonesia. The formulation of this effort is done through a review of several papers/research related to organizational effectiveness and quality assurance in higher education in Indonesia. This study also refers to theories about the quality and quality standards established by the accreditation body of quality, such as the National Accreditation Board of Higher Education (BAN PT). Based on this study found that efforts to enhance organizational effectiveness in higher education quality assurance can be done by: (1) measurement of the effectiveness of higher education is done by several approaches of organization effectiveness, (2) quality assurance and accreditation systems have collaborated to increase quality education assurance, and (3) leadership is a very important factor in effecting higher education organizations in education quality assurance, which is Leader-Manager leadership. Keywords: organizational effectiveness, quality assurance in higher education. M. Khoiri
207
STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176 PENDAHULUAN Di era kehidupan yang penuh dengan persaingan ini, pendidikan tinggi di Indonesia menghadapi tantangan luar biasa untuk terus meningkatkan mutu kompetitif tingkat daerah, nasional, maupun internasional. Mereka dituntut dari waktu ke waktu untuk mengejar standar mutu yang semakin tinggi karena inovasi teknologis, dinamika sistemis, dan perilaku pasar pragmatisrasional. Melihat mulai muncul persaingan kualitas perguruan tinggi di Indonesia, maka jaminan kualitas perguruan tinggi di masa yang akan datang merupakan conditio sine qua non bagi seluruh perguruan tinggi. Perguruan tinggi yang tidak berbenah mulai sekarang akan ditinggalkan oleh stakeholders-nya Banyak lembaga pendidikan tinggi mulai menjalankan reformasi dalam rangka memperbaiki mutu, salah satu langkah yang ditempuh, mereka mengembangkan sistem penjaminan mutu. Walau sudah menerapkan sistem penjaminan mutu tetapi pada umumnya lembaga pendidikan tinggi masih relatif gagal mengatasi masalah akut, yaitu daya saing yang masih rendah (Gumilar, tanpa tahun). Oleh karena itu perguruan tinggi dituntut untuk selalu meningkatkan mutu perguruan tinggi sehingga secara komparasi semakin baik. Bagaimana dengan pendidikan tinggi dalam bidang teknologi nuklir di Indonesia? Beranjak permasalahan tersebut, tulisan ini dimaksudkan untuk merumuskan upaya meningkatkan keefektifan organisasi untuk kesuksesan sistem jaminan mutu perguruan tinggi di Indonesia. METODE Perumusan upaya meningkatkan keefektifan organisasi untuk kesuksesan sistem jaminan mutu perguruan tinggi ini dilakukan melalui kajian terhadap beberapa makalah/penelitian yang berkaitan dengan keefektifan organisasi dan penjaminan mutu pada perguruan tinggi di Indonesia. Kajian ini juga mengacu pada teoriteori tentang mutu dan standar-standar mutu yang ditetapkan badan-badan pensertifikasi mutu, misalnya Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT). KONSEP MUTU Kata mutu memiliki banyak definisi yang berbeda, dan bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategik. Definisi STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
konvensional dari mutu biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk seperti: performansi (performance), keandalan (reliability), mudah dalam penggunaan (ease of use), estetika (esthetics), dan sebagainya (Gaspersz, 2008). Bagaimanapun para manajer dari perusahaan yang sedang berkompetisi dalam pasar global harus memberikan perhatian serius pada definisi strategik, yang menyatakan bahwa: mutu adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers) (Gaspersz, 2008). Dalam ISO 8402 (Quality vocabulary), mutu didefinisikan sebagai totalitas dari karakteristik suatu produk yang menunjang kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dispesifikasikan atau ditetapkan. Mutu seringkali diartikan sebagai kepuasan pelanggan (customer satisfaction) atau konformansi terhadap kebutuhan atau persyaratan (conformance to the requirments). Produk adalah hasil dari aktivitas atau proses. Ada tiga katagori produk, yaitu: (1) barang (goods), misalnya mobil, komputer, dll., (2) perangkat lunak (software), misalnya: program komputer, prosedur, dll., (3) jasa (services), misalnya: perbankan, pendidikan, dll. Apa produk dari pendidikan? Ada beberapa perbedaan pendapat tentang ini. Mahasiswa/alumni seringkali dianggap sebagai produk dari pendidikan. Tetapi menghasilkan mahasiswa dengan standar jaminan mutu tertentu adalah hal yang mustahil. Sebagaimana Linton Gray ungkapkan bahwa “manusia tidak sama, dan mereka berada dalam situasi pendidikan dengan pengalaman, emosi, dan opini yang tidak bisa disama-ratakan”. Tetapi satu hal yang perlu diingat adalah kesuksesan mahasiswa adalah kesuksesan institusi pendidikannya (Sallis, 2008). Berdasarkan pengertian dasar tentang mutu tersebut di atas, tampak bahwa mutu selalu berfokus pada pelanggan (customer focus quality). Dengan demikian produk-produk didesain, diproduksi, serta pelayanan diberikan untuk memenuhi keinginan pelanggan. Untuk dapat memenuhi mutu diperlukan manajemen mutu. ISO 8402 mendifinisikan manajemen mutu sebagai semua aktivitas dari fungsi manajemen secara keseluruhan yang menentukan kebijaksanaan mutu, tujuan-tujuan dan tanggung jawab, serta mengimplementasikannya melalui alatalat, seperti: (1) perencanaan mutu (quality planning), yaitu penetapan dan pengembangan tujuan dan kebutuhan untuk mutu serta penerapan sistem mutu; (2) pengendalian kualitas (quality control), yaitu teknik-teknik dan aktivitas operasional yang digunakan untuk memenuhi persyaratan mutu; (3) jaminan mutu (quality assurance) yaitu semua tindakan terencana dan sistematik yang diimplementasikan dan 208
M. Khoiri
SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176 didemonstrasikan guna memberikan kepercayaan yang cukup bahwa produk akan memuaskan kebutuhan untuk mutu tertentu; (4) peningkatan mutu (quality improvement), yaitu tindakantindakan yang diambil guna meningkatkan nilai produk untuk pelanggan melalui peningkatan efektivitas dan efisiensi dari proses dan aktivitas melalui struktur organisasi. Oleh karena itu manajemen mutu merupakan kemampuan atau kapabilitas yang melekat dalam sumber daya manusia serta merupakan proses yang dapat dikontrol (controllable process), dan bukan suatu kebetulan belaka. KONSEP KEEFEKTIFAN ORGANISASI Keefektifan organisasi dapat dilihat / dipandang dari berbagai sudut tinjau. Ada yang meninjau dari segi pencapaian tujuan, sistem komunikasi yang berhasil, keberhasilan kepemimpinan yang diterapkan, proses manajemen dalam organisasi, ada yang meninjau dari produktivitas, dan ada yang meninjau dari proses adaptasi yang terjadi dalam organisasi itu. Keefektifan sendiri mengandung pengertian ketepatan sasaran dari suatu proses yang berlangsung untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedang yang dimaksud keefektifan organisasi adalah ketepatan sasaran suatu proses yang terjadi pada lembaga formal yang menyelenggarakan suatu kerjasama dengan komponen-komponen yang saling dikoordinasikan untuk mencapai tujuan (Soetopo, 2005). Pendidikan di perguruan tinggi memiliki indikator-indikator keefektifan yang berbedabeda. Para pakar, pendidik, dan masyarakat mengemukakan bahwa perguruan tinggi yang berbeda-beda mencapai level keberhasilan berbeda-beda. Sebagai contoh, berdasarkan pada informasi yang riel atau yang diharapkan, para orang tua memasukkan putra-putrinya ke perguruan tinggi dengan beragam alasan, misalnya menghendaki standar akademik yang tinggi, prosedur disiplin yang kuat, atau yang lainnya. Pada level praktis, indikator keefektifan semacam itu yang banyak diketahui, mudah diukur, dan dipertunjukkan. Namun pada level teori, kontroversi tentang kefektifan organisasi menjadi intens ketika pertanyaan-pertanyaan khusus muncul. Kriteria yang mana dan yang bagaimana yang menentukan keefektifan perguruan tinggi? Siapa yang menentukan kriteria? Apakah keefektifan merupakan fenomena jangka pendek atau jangka panjang? M. Khoiri
Dalam kaitannya keefektifan organisasi, ada empat pendekatan yang perlu dibahas, yaitu: pendekatan pertama, “goal model of organizational effectiveness”, yaitu organisasi dikatakan efektif jika organisasi telah mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pendekatan kedua, “system resource model of organization effectiveness”, yaitu organisasi dikatakan efektif jika organisasi itu mampu mengambil keuntungan dari situasi lingkungan dan mendayagunakan sumber-sumber yang bermanfaat. Sehingga pengertian keefektifan menitik beratkan pada kesinambungan, proses perubahan tanpa akhir karena merupakan siklus, dan kompetisi antar sumber daya yang ada. Pendekatan ketiga, “proses internal” adalah mengacu pada pendekatan “sistem kesehatan”. Hal ini sejalan dengan strategi Ditjen Dikti Depdiknas dalam HELTS-nya yang sangat menekankan kesehatan organisasi. Organisasi dikatakan sebagai sistem kesehatan jika saluran informasi berjalan baik, adanya loyalitas pegawai, adanya komitmen, kepuasan kerja, dan kepercayaan. Tujuan bisa disusun berdasarkan proses internal ini. Sistem kesehatan yang berasal dari pandangan behavioral, cenderung membuat disfungsionalnya konflik dan manuver politik yang distruktif (Soetopo, 2005). Pendekatan keempat ialah “kepuasan anggota”. Organisasi bergantung pada orang dan sikap terhadap hidupnya. Akibatnya kepuasan adalah kunci bagi pengukuran keefektifan organisasi. Dalam organisasi, biasanya terdiri atas orang-orang yang memiliki interes tertentu. Tidak jarang dalam organisasi terjadi konflik interes. Kuncinya adalah bagaimana pemimpin organisasi membuat keseimbangan para anggota dalam mencapai kepuasan, walaupun dalam kadar minimal, dalam semua urusan. Hal ini sejalan dengan perkembangan organissi pendidikan dewasa ini yang bercirikan otonomi (kemandirian), transparansi, kreatifitas, akuntabilitas, dan budaya mutu. Untuk mengukur keefektifan organisasi, para ahli merekomendasikan pendekatan multidimensional, dengan kombinasi kriteria keefektifan sesuai kondisi organisasinya (Soetopo, 2005), yaitu: (1) pendekatan pencapaian cocok jika tujuannya jelas, hasil kesepakatan, ada batas waktu, dan dapat diukur; (2) pendekatan sumber daya cocok jika input mempunyai dampak yang membekas pada hasil/output; (3) pendekatan proses internal sesuai jika performansi organisasi sangat dipengaruhi oleh proses spesifik yang berlangsung dalam organisasi, misal kepemimpinan, hubungan insani, dll.; (4) pendekatan kepuasan anggota cocok jika pemimpin kuat dan dapat secara signifikan menguntungkan organisasi, sehungga dapat memenuhi kepuasan anggota.
209
STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176 MENGUKUR KEEFEKTIFAN ORGANISASI PERGURUAN TINGGI DALAM SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN Dalam setiap penelitian yang dilakukan para ahli, semua komponen penentu keefektifan organisasi tidak selalu digunakan. Kebanyakan mereka mengambil komponen untuk mengukur kefektifan organisasi seperti yang dilakukan oleh Likert (1961) dalam Soetopo (2005), yang membagi komponen-komponen keefektifan organisasi menjadi 6 ciri, yaitu: (1) kekuatan motivasional, yaitu dorongan yang mendasari tindakan dalam mereaksi situasi, tujuan organisasi, dan orang lain dalam organisasi; (2) proses komunikasi, yaitu terjadinya hubungan antar pihak dan antar bagian dalam organisasi yang ditunjukkan oleh jumlah alur, dan informasi yang digunakan; (3) proses interaksi saling pengaruh, yaitu besarnya pengaruh yang diberikan dalam proses interaksi antar individu dan kelompok, baik antara pemimpin dan bawahan maupun antar bawahan; (4) proses pembuatan keputusan, yaitu keterlibatan pemimpin dan bawahan dalam mengambil keputusan organisasi yang menyangkut level keputusan, informasi yang digunakan, penguasaan masalah, dan dampaknya; (5) perumusan tujuan dan pemberian perintah, yaitu cara yang digunakan untuk merumuskan tujuan organisasi yang menyangkut tingkat perumusan tujuan, tingkat pencapaian tujuan, dan tingkat penerimaan tujuan; dan (6) proses kontrol, yaitu pengawasan jalannya organisasi yang menyangkut level kontrol, keakuratan informasi untuk kontrol, dan para pihak yang melakukan fungsi kontrol. Keenam komponen keefektifan organisasi tersebut sampai sekarang masih digunakan, tetapi para peneliti menambahkan satu komponen, yaitu proses kepemimpinan yang digunakan (Soetopo, 2005). Proses kepemimpinan ini meliputi seberapa besar (1) pemimpin menaruh kepercayaan kepada bawahan; (2) bawahan menaruh kepercayaan kepada pemimpin; (3) pemimpin memberi dorongan kepada orang lain; (4) kesempatan bawahan untuk bebas membicarakan hal-hal penting yang menyangkut pekerjaannya dengan pemimpinnya; dan (5) pemimpin menggunakan ide dan pendapat bawahan untuk memecahkan problem pekerjaan secara konstruktif. PEMBAHASAN Sampai saat ini pembahasan mengenai keefektifan organisasi pada umumnya dan STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
keefektifan perguruan tinggi pada khususnya tetap menjadi kajian yang menarik. Namun, kebanyakan pengukuran keefektifan organisasi perguruan tinggi dikaitkan dengan hasil akhir atau produktivitas perguruan tinggi. Padahal, banyak pendekatan dan model yang dapat digunakan untuk mengukur keefektifan organisasi perguruan tinggi dari proses internalnya. Beberapa diantaranya adalah pendekatan pencapaian tujuan, pendekatan sumber daya sistem, pendekatan kepuasan kerja pegawai, dan pendekatan proses internal organisasi. Sesuai dalam konsep mutu yang diterangkan sebelumnya bahwa manajemen mutu merupakan kemampuan atau kapabilitas yang melekat dalam sumber daya manusia serta merupakan proses yang dapat dikontrol (controllable process), dan bukan suatu kebetulan belaka, maka pengukuran keefektifan organisasi perguruan tinggi yang menunjang penjaminan mutu lebih tepat dilaksanakan dengan pendekatan multi dimensional dan secara periodik. Selama ini perguruan tinggi dievaluasi oleh BAN PT terhadap program studi yang ada didalamnya yang mencakup 44 aspek (BAN PT, 2009) yang merupakan penyempurnaan dari BAN PT (2002) yang hanya terdiri 21 aspek. Penyempurnaan ini terutama dalam aspek yang bernuansa proses internal, yaitu tata pamong dan kepemimpinan. Sehingga BAN PT dapat dijadikan indikator keefektifan organisasi perguruan tinggi, tetapi bukan satu-satunya indikator. Oleh karena itu perlu pemahaman yang benar tentang konsep dan praktek sistem penjaminan mutu dan akreditasi. Nilai akreditasi memang dapat mencerminkan potret mutu pada saat tertentu, menurut standar yang telah ditentukan oleh badan terkait. Namun, ia sebenarnya tidak langsung terkait dengan komitmen internal lembaga pendidikan tinggi yang bersangkutan untuk menjalankan tata-kelola berdasarkan sistem dan prosedur baku yang dirumuskan sendiri. Singkat kata, akreditasi merupakan instrumen birokratis untuk “kendali mutu”. Sedangkan sistem penjaminan mutu merupakan mekanisme internal organisasi yang menjadi cetak-biru seperti apa mutu prediktif dihasilkan dan dikembangkan. Istilah “mutu” pendidikan tinggi idealnya dipahami pada mata rantai akademis yang terdiri masukan, proses, hasil, dan dampak. Sering kita terjebak melihat mutu perguruan tinggi hanya secara indikatif-indikatif pada produk akademis semata seperti lulusan, hasil riset, publikasi, serta “pelayanan masyarakat”. Padahal mutu produk akademis tersebut sangat ditentukan oleh proses produksi dalam suatu kompleks struktur akademis dan non akademis. Proses ini melibatkan subyek ajar, staf akademik, staf non akademik, nilai bersama, kepemimpinan, infrastruktur, kapital kebudayaan, kekuatan finansial, jejaring, komunikasi, pemakai lulusan, dan sebagainya. 210
M. Khoiri
SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176 Agar mutu produk akademis dapat diprediksi dan dapat dikembangkan menurut peneraan tertentu, proses produksinya perlu ditopang oleh sistem dan prosedur “baku” dari aspek akademik maupun non akademik. Istilah baku merujuk pada sistem dan prosedur akademik atau non akademik yang dirumuskan secara cermat dan ringkas atas dasar cara kerja yang ada (Gumilar, tanpa tahun). Hal ini menjamin terjadinya efisiensi dan efektivitas tata kelola akademis dan non akademis, sekaligus menjamin konsistensi mutu proses dan produk dari perguruan tinggi. Agar komitmen lembaga dan aktor yang terkait penjaminan mutu tersebut konsisten dalam menjalankan sistem dan prosedur yang telah dirumuskan sendiri, dapat menggunakan lembaga sertfikasi profesional untuk melakukan evaluasi. Esensi sertifikasi di sini tidak lain adalah “penegasan” komitmen dari lembaga pendidikan tinggi untuk menjalankan sistem dan prosedur yang disepakati. Sekaligus wujud pertanggungjawaban lembaga pendidikan tinggi kepada publik berkepentingan untuk memberikan layanan bermutu. Sebaiknya dalam menjamin mutu dilakukan secara total, baik akademis dan non akademis, serta mengintegrasikan keduanya. Tetapi menurut pengalaman, lebih besar manfaat membangun sistem prosedur non akademik terlebih dahulu daripada sebaliknya. Hal ini terkait dengan logika mendasar strategi membangun kepercayaan dan merangsang keterlibatan semua unit yang menjadi ujung tombak operasional(Gumilar, tanpa tahun). Memperhatikan hal-hal yang diungkapkan sebelumnya, dalam rangka penjaminan mutu pendidikan perguruan tinggi di Indonesia yang untuk kesuksesannya tidak semata-mata dilihat dari produk tetapi juga dari proses, maka setiap perguruan tinggi tidak saja harus dipimpin oleh seseorang yang berfungsi sebagai administrator, melainkan juga seorang LM (leader-manager) yang dalam bisnis murni disebut CEO (Chief Executive Officer) (Oentoro, 2004 dalam Soetopo, 2005). Kelebihan seorang LM ketimbang seorang administrator adalah dalam visi pendidikannya dikombinasikan keterampilan manajerial untuk menghantar lembaga yang dipimpinnya ke sukses akademik dan humanistis secara integral. Problem di banyak negara berkembang adalah kelemahan kepemimpinan. Dengan menerapkan Total Quality Management (TQM) ternyata mampu meningkatkan: keefektifan kepemimpinan, komitment manajemen dan kepemimpinan, peran serta individual dan M. Khoiri
pekerja, masukan dari masyarakat, perbaikan secara kontinyu (Orioku et al., 2008). Untuk dapat menjadi manajemen dan kepemimpinan efektif diperlukan training, karena tanpa training yang diperlukan maka manajer level menengah akan menjadi rintangan terjadainya perubahan menuju budaya peran serta pekerja (Osland, 1997) yang akan sangat berpengaruh terhadap timbulnya problem mutu. Seperti disampaikan oleh Dr. Deming yang memperkirakan bahwa manajemen bertanggung jawab terhadap 80% problem mutu dan pekerja 20%, dan tanggung jawab utama untuk tragedi mutu terletak pada manager bukan pada operator, salesmen, assembler, personil perawatan, desainer, maupun programer (Domingo, 1997 dalam Tjitro, et al., 2000) Materi training TQM dalam bidang pendidikan atau TQM in Education (TQME) yang dibutuhkan untuk dapat mengefektifkan manajemen perguruan tinggi untuk penjaminan mutu dalam era sekarang ini adalah (Vincent Gaspersz, 2008): Bagi manajemen puncak adalah manajemen proses, statistical thinking, pelayanan pelanggan, pembentukan kelompok, dan solusi masalah. Bagi dosen adalah efektivitas dan metode pengajaran, statistical thinking, pelayanan pelanggan, pembentukan kelompok, dan solusi masalah. Bagi staf pendukung adalah pelayanan pelanggan, pembentukan kelompok, solusi masalah, manajemen waktu, keterampilan bertelpon, dan pengendalian diri. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan dalam tulisan ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengukuran keefektian organisasi perguruan tinggi dalam penjaminan mutu pendidikan lebih tepat dilaksanakan secara integratif terhadap beberapa pendekatan keefektifan organisasi. 2. Sistem jaminan mutu dan akreditasi perlu dikolaborasikan secara tepat untuk meningkatkan penjaminan mutu pendidikan. 3. Kepemimpinan perguruan tinggi merupakan faktor sangat penting dalam mengefektifkan organisasi perguruan tinggi dalam penjaminan mutu pendidikan, yaitu kepemimpinan yang bersifat Leader-Manager. SARAN Dalam setiap dilakukan akreditisasi terhadap perguruan tinggi oleh BAN PT perlu diperlengkapi dengan penelitian pengukuran keefektifan organisasi perguruan tinggi dalam penjaminan mutu pendidikan.
211
STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176 DAFTAR PUSTAKA 1. BAN PT, 2009. Akreditasi Program Studi Diploma, Buku I Naskah Aklademik. Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi, Jakarta 2. Gumilar Rusliwa Soemantri (Dekan FISIP UI Jakarta), tanpa tahun. Penjaminan Mutu Pada Pendidikan Tinggi. 3. Oriaku, N., Oriaku, E., 2008. The Effect Of Total Quality Management On Leadership: Case Of Nigeria. International Business & Economics Research Journal, Volume 7, Number 1. 4. Osland, Asbjorn., 1997. Impact Of Total Quality Management Training and Work Context On Attitudes Toward Supervisor. The International Journal of Organizational Analysis, Vol. 5, No. 3: 291-301. 5. Sallis, E. 2008. Total Quality Management in Education. Alih Bahasa: Dr. Ahmad Ali Riyadi & Fahrurrozi, M.Ag. Cetakan VIII. Penerbit IRCiSoD. Jogyakarta. 6. Soetopo, Prof. Dr. Hendyat, 2005, Keefektifan Organisasi Perguruan Tinggi Dalam Penjaminan Mutu Pendidikan. Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Manajemen Pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Malang. 7. Tjitro, S., Firdaus, 2000. Are There Limits to Total Quality Management?. Jurnal Teknik Mesin, Universitas Kristen Petra, Vol. 2, No. 2: 121-126 8. Vincent, G., 2008. Total Quality Management. Cetakan Kelima, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
212
M. Khoiri