Vol. 2 No. 1, Nopember 2014
UPAYA MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SISWA MELALUI PROSES PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Meiyanti Wulandari (10110002) Mahasiswa PPKn IKIP Veteran Semarang Abstrak Kedisiplinan merupakan unsur moralitas seseorang yang menekankan pada peraturan tata tertib dalam prinsip-prinsip keteraturan, pemberian perintah, larangan, pujian dan hukuman dengan otoritas atau paksaan untuk mencapai kondisi yang baik. Salah satu mata pelajaran di sekolah yang menanamkan aspek moral yang sesuai dengan nilai pancasila adalah pendidikan kewarganegaraan. Pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajiban untuk menjadi warga negara indonesia yang cerdas, terampil, berkarakter, yang di amanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Salah satu nilai moral yang berusaha di tanamkan melalui mata pelajaran Pkn adalah kedisiplinan. Secara praktis penanaman kedisiplinan dalam pendidikan kewarganegaraan pada siswa bertujuan untuk membentuk sikap dan perilaku disiplin. Harapannya sebagai anggota masyarakat, siswa mampu bersikap disiplin dan menjadi pegangan dalam berperilaku dalam kehidupan bermasyarkat. Rumusan Masalah dalam penelitian ini yaitu, (1) Bagaimanakah strategi meningkatkan kedisiplinan siswa melalui proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan, (2) Faktor apa saja yang menghambat kedisiplinan siswa? Tujuan dari penelitian ini, (1) untuk mengetahui strategi meningkatkan kedisiplinan siswa melalui proses pembelajaran melalui pendidikan kewarganegaraan, (2) Untuk mengetahui faktor penghambat peningkatan kedisiplinan siswa. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kulitatif dan metode pengumpulan data denga pengamatan (obserpation), metode wawancara/interviw serta metode dokumentasi. Untuk menguji falidtitas data penelitian, peneliti menggunakan teknik triangulasi (membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara). Hasil penelitian menunjukan bahwa strategi yang di lakukan untuk meningkatkan kedisiplinan siswa melalui proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di SMA PGRI Purwodadi adalah (1) Strategi sosial dengan menggunakan metode pembelajaran Kooperatif Student Teams Achievement Division (STAD) yaitu guru memberikan pengarahan secara klasikal tentang pentingnya kedisiplinan, kemudian guru menyuru siswa berdiskusi memecahkan masalah, (2) Strategi sistem perilaku, dasar pemikiran strategi ini ialah sistem komunikasi yang mengoreksi sendiri, yang memodifikasi perilaku dalam hubungannya dengan bagaimana tugas-tugas di jalankan dengn sebaik-baiknya. Faktor yang mendukung untuk meningkatkan kedisiplinan siswa yaitu dengan menanamkan nilai kedisiplinan siswa yaitu dengan menanamkan nilai kejujuran, tanggung jawab dan model pnilaian pendidikan kewarganegaraan menggunakan penilaian yang bersifat kognitif, afektif, dan psikomotorik. Faktor yang menghambat peningkatan kedisipilinan siswa yaitu masih adanya siswa yang tidak sportif dan faktor lingkungan peserta didik yang negatif. Saran yang di ajukan dalam penelitian ini adalah : (1) Pengarahan kedisiplinan siswa tidak hanya dilakukan oleh guru, akan tetapi pihak sekolah juga bisa mengundang dari piha luar seperti Polri atau TNI supaya siswa mengerti betul tenteng pentingnya kedisiplinan, (2) Upaya meningkatkan kedisiplinan siswa hendaknya di lakukan semua mata pelajaran di semua jenjng kelas, tidak hanya pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan saja. Dengan keikut sertaan semua guru, maka upaya meningkatkan kedisiplinan siswa dapat berjalan lebih efektif. (3) Upaya dalam meningkatkan kedisiplinan siawa melalui proes pembelajaran pendidikan kewarganegaraan hendaknya dilakukan secara menarik dan kreatif sehingga dapat menarik minat siswa untuk memahami pentingnya kedisiplinan, sehingg siswa dapat menerapkan kedisiplinan dalam kehidupn sehri-hari. Misalnya media pembelajarannya menggunakan media gambar dengan menggunakan kliping, film, dan lai sebagainya. Kata Kunci : kedisiplinan siswa, kewarganegaraan, pembelajaran
JURNAL ILMIAH PPKn IKIP VETERAN SEMARANG
44
Vol. 2 No. 1, Nopember 2014
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan, kecerdasan dan ketrampilan manusia lebih terasah dan teruji dalam menghadapi dinamika kehidupan yang semakin kompleks. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 yanng menyatakan bahwa sekolah berusaha untuk menerapkan tata tertib sekolah dalam
upaya membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat serta mencetak generasi-generasi penerus bangsa sesuai dengan kepribadian manusia Indonesia yang berlandaskan Pancasila melalui Pendidikan khususnya Pendidikan Kewarganegaraan. Artinya, sekolah berusaha menerapkan kedisiplinan siswa dari awal seorang anak masuk dalam dunia pendidikan formal. Menurut Hurlock (1980:163), disiplin sangat penting dalam perkembangan moral. Melalui disiplin anak belajar berprilaku sesuai dengan kelompok sosialnya, anak pun belajar berprilaku yang dapat diterima dan tidak dapat diterima. Disiplin sekolah menurut Foerster (Koesoema, 2010:234) adalah “ukuran bagi tinndakan-tindakan yang menjamin kondisi-kondisi moral yang diperlukan, sehingga proses pendidikan berjalan lancar dan tidak terganggu”. Anak didik sebagai generasi penerus bangsa, sejak dini harus dikenalkan dengan nilai-nilai yang mengatur kehidupan manusia, yang berguna bagi dirinya masing-masing agar berlangsung tertib, efektif dan efisien. Norma-norma itu sebagai ketentuan tata tertib hidup harus dipatuhi atau ditaatinya. Pelanggaran atau penyimpangan dari tata tertib itu akan merugikan dirinya sendiri dan bahkan dapat ditindak dengan mendapatkan sanksi atau hukuman. Dengan kata lain setiap anak didik harus dibantu hidup secara berdisiplin, dalam arti mau dan mampu mematuhi atau mentaati ketentuan-ketentuan yang berlaku di lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negaranya. Ketaatan dan kepatuhan dalam menjalankan tata tertib kehidupan, tidak akan dirasakan memberatkan jika dilaksanakan dengan kesadaran akan pentingnya manfaatnya. Kemauan dan kesediaan mematuhi disiplin itu datang dari dalam diri orang yang bersangkutan atau tanpa paksaan dari luar tau orang lain, khususnyadiri anak didiknya. Akan tetapi dalam keadaan seseorang belum memiliki kesadaran untuk mematuhi tata tertib, yang sering dirasakanya memberatkan atau tidak mengetahui manfaat dan kegunaannya, maka diperlukan tindakan memaksakan dari luar atau orang yang bertanggung jawab dalam melaksanakan dan mewujudkan sikap disiplin. Kondisi seperti itu sering ditemui pada kehidupan remaja, yang mengharuskan pendidiknya melakukan pengawasan agar tata tertib di sekolah dilaksanakan, yang sering kali juga mengharuskan untuk memberikan sanksi atau hukuman karena pelanggaran yang dilakukan oleh anak didiknya. Demikianlah seharusnya bagi proses pendidikan melaui disiplin, bahwa setiap anak didik harus dikenalkan dengan tata tertib (termasuk perintah), diusahakan untuk memahami manfaat atau kegunaannya, dilaksanakan dengan tanpa paksaan ataupun dengan paksaan, termasuk juga usaha melakukan pengawasan terhadap pelaksanaanya, diperbaiki jika dilanggar atau tidak dipatuhi termasuk juga diberikan sanksi atau hukuman jika diperlukan. Contoh sederhana antara lain berupa disiplin waktu. Anak harus mematuhi waktu yang tepat untuk berangkat dan pulang sekolah, belajar,
JURNAL ILMIAH PPKn IKIP VETERAN SEMARANG
45
Vol. 2 No. 1, Nopember 2014
menunaikan shalat dan kegiatan rutin yang lain. Apabila disiplin itu telah terbentuk maka akan terwujud disiplin pribadi yang kuat, yang setelah dewasa akan diwujudkan pula dalam setiap apek kehidupan, antara lain dalam bentuk disiplin kerja, disiplin mengatur keuangan rumah tangga dan disiplin dalam menunaikan perintah agamanya. Dalam keadaan disiplin itu mampu dilaksanakan oleh semua anggota masyarakat atau warga negara, terutama berupa ketentuan-ketentuan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, maka akan terwujud disiplin nasional. Dengan kata lain disiplin masyarakat, disiplin nasional dan disiplin agama, bersumber pada disiplin pribadi warga negara. Disiplin dalam tata tertib dalam kehidupan bila dirinci secara khusus dan terurai dari aspek demi aspek akan menghasilkan etika sebagai norma-norma yang berlaku dalam pergaulan, termasuk juga dalam hubungan dengan lingkungan sekitar. Misalnya etika dalam pergaulan anak dengan orang tua, guru, cara berpakaian dan cara bersopan santun lainnya. Sedangkan penampilan, sikap dan tingkah laku
seseorang dalam kehidupan, khususnya melalui pergaulan yang menggambarkan
mampu atau tidaknya berdisiplin, bersopan santun, menerapkan norma-norma kehidupan yang mulia berdasarkan agama islam sering disebut dengan akhlak. Pembentukan akhlak mulia sangat penting dalam pendidikan, yang tujuanya adalah untuk mewujudkan manusia atau masyarakat yang mampu membedakan antara norma yang baik dan yang buruk, benar salah yang akhirnya bermuara pada beriman dan tidak beriman. Sehingga dalam kenyataanya, bahwa proses pendidikan melaui disiplin memerlukan ketegasan dan kebijaksanaan. Ketegasan mengharuskan pendidik memberikan sanksi pada setiap anak didik yang melanggar tata tertib agar mereka sadar bahwa perbuatanya tidak benar. Kebijaksanaan mengharuskan pendidik untuk berlaku adil dalam memberikan sanksi bagi anak didik yang melanggar ketentuan disiplin yang diberlakukan bagi mereka, yang pada akhirnya akan menyadarkan anak pada hak dan kwajibanya sebagai siswa maupun anggota masyarakat. Menurut Zakiah Darajat (1999:327) wadah untuk membentuk disiplin bagi generasi penerus bangsa adalah melalui sekolah. Sekolah hendaknya dapat diusahakan menjadi lapangan yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan mental dan moral anak didik, disamping sebagai tempat pengembangan bakat dan kecerdasan. Dengan kata lain, agar sekolah menjadi tempat sosial bagi anak didik dimana pertumbuhan mental, moral, sosial dan segala aspek kepribadian dapat berlangsung dengan baik. Di dalam Undang-Undang Sisdiknas Bab 3 Pasal 3 disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Secara ideal apabila telah ada tata tertib yang mengatur siswa untuk berdisiplin maka seluruh siswa harus dengan sadar mentaatinya. Sehingga dalam proses kegiatan
JURNAL ILMIAH PPKn IKIP VETERAN SEMARANG
46
Vol. 2 No. 1, Nopember 2014
belajar mengajar di sekolah akan berjalan dengan tertib, efektif dan efisien. Para guru akan merasa nyaman ketika mengajar di dalam kelas maupun ketika berada di luar kelas. Siswa-siswi juga akan merasakan hal yang sama sehingga mereka dapat belajar dengan tenang dan mencapai hasil yang memuaskan. Namun, keadaan disiplin siswa SMA PGRI PURWODADI ternyata masih dalam taraf perlu pembenahan secara serius oleh pihak sekolah. Upaya peningkatan kedisiplinan siswa melalui proses pembelajaran PKN itu perlu dilakukan karena selama ini masih saja ada pelanggaranpelanggaran yang dilakukan oleh siswa. sebagai contoh, mereka masih banyak yang terlambat datang ke sekolah, tidak mengikuti upacara bendera dengan tertib, tidak memasukan baju ketika berada di lingkungan sekolah, ramai di kelas, yang secara nyata hal-hal itu tertera dalam tata tertib sekolah tidak boleh dilakukan. Dari berbagai kenyataan diatas maka, dapat dilihat bahwa ternyata pemberlakuan disiplin siswa SMA PGRI PURWODADI belum berjalan sesuai harapan sehingga perlu dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kedisiplinan siswa. Sehingga, dari berbagai permasalahan itu penulis bermaksud melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul “Upaya Meningkatkan Kedisiplinan Siswa Melalui Proses Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMA PGRI Purwodadi”
KAJIAN PUSTAKA Pengertian Disiplin “Disiplin adalah tata tertib (disekolah, kemiliteran dan sebagainya), ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan tata tertib dan sebagainya” (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989:208). “Disiplin diartikan bukan hanya sekedar pemberian hukuman atau paksaan agar setiap orang melaksanakan peraturan atau kehendak kelompok orang-orang tertentu yang disebut pimpinan” (Hadari, 1990:128). Dari beberapa pengertian tentang disiplin tersebut diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa disiplin adalah suatu unsur moralitas seseorang yang menekankan pada peraturan tata tertib dalam prinssip-prinsip keteraturan, pemberian perintah, larangan, pujian dan hukuman dengan otoritas atau paksaan untuk mencapai kondisi yang baik. Hakekat Pembelajaran Pembicaraan tentang pembelajaran tidak bisa dilepaskan dari istilah kurikulum dan pengertianya. Secara singkat hubungan keduanya dapat dipahami sebagai berikut: pembelajaran merupakan wujud pelaksanaan (implementasi) kurikulum, atau pembelajaran ialah kurikulum dalam kenyataan implementasinya. Munadir
(2000:255)
memberikan
batasan
mengenai
pembelajaran
sebagai
berikut:
“Pembelajaran ialah hal membelajarkan, yang artinya mengacu ke segala daya upaya bagaimana membuat seorang belajar, bagaimana menghasilkan peristiwa belajar di dalam diri orang tersebut. Selanjutnya Gagne dalam Munandir (2000:256) menjelaskan bahwa:
JURNAL ILMIAH PPKn IKIP VETERAN SEMARANG
47
Vol. 2 No. 1, Nopember 2014
“Pembelajaran tersusun atas seperangkat peristiwa (even) yang ada di luar diri si belajar, diatur untuk maksud mendukung proses belajar yang terjadi dalam diri si belajar tadi. Peristiwa-peristiwa pembelajaran itu adalah: (i) menarik (membangkitkan) perhatian, (ii) memberitahukan tujuan belajar, (iii) mengingat kembali hasil belajar prasyarat (apa yang dipelajari), (iv) menyajikan stimulus, (v) memberikan bimbingan belajar, (vi) memunculkan perbuatan (kinerja) belajar, (vii) memberikan kebalikan (feed back), (viii) menilai kinerja belajar, dan meningkatkan retensi dan transfer”. Berdasarkan hal tersebut, terkandung pengertian bahwa pembelajaran bisa erlangsung tanpa kehadiran guru. Kalaupun guru hadir, ia bukan seorang “penyampai bahan”, atau “penyaji materi”, melainkan sekedar media, guru adalah media, dan ia salah satu saja dari media pembelajaran. Pembelajaran tanpa seorag guru mengasumsikan kemandirian dan aktifitas siswa selaku pembelajar. Berdasarkan analisis teori-teori di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu sistem atau proses yang dilakukan oleh seorang guru dalam rangka menghasilkan terjadinya peristiwa belajar pada diri siswa untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.
METODE PENELITIAN Penentuan Obyek Penelitian a. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yaitu pendekatan penelitian yang berkaitan dengan data yang tidak berupa angka tetapi berupa uraian data (Aminudin, 1990:14), secara fundamental bergantung pada pengamatanmanusia dalam kawasanya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahanya. b. Bidang Penelitian Dalam studi dan analisa melalui penelitian denagn pendekatan kualitatif ini, menitik beratkan pada bidang pengajaran pendidikan. Maka dalam penelitian yang berjudul Upaya Meningkatkan Kedisiplinan Siswa Melalui Proses Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ini hanya mengungkapkan secara deskriptif melalui analisis kualitatif. Pendekatan ini berdasarkan pada batasan masalah yang dirumuskan dan ruang lingkup obyek yang ditetapkan dalam rancangan penelitian ini. c. Lokasi Penelitian Berdasarkan kajian awal dan atas dasar pertimbangan yang diambil peneliti maka obyek atau lokasi penelitian yang diambil adalah SMA PGRI Purwodadi sebagai sampel untuk mengadakan penelitian yang berjudul Upaya Meningkatkan Kedisiplinan Siswa Melalui Proses Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Selain itu Purwodadi merupakan tempat tinggal peneliti sehingga dalam melaksanakan penelitian akan menghemat waktu dan biaya.
JURNAL ILMIAH PPKn IKIP VETERAN SEMARANG
48
Vol. 2 No. 1, Nopember 2014
d. Fokus Penelitian Fokus penelitian ditetapkan dengan tujuan membantu peneliti dalam membuat keputusan yang tepat mengenai data yang akan dikumpulkan dan mana yang tidak perlu dijamah ataupun mana yang perlu dibuang. e. Bentuk dan Strategi Penelitian Berdasarkan masalah yang diajukan dalam penelitian ini menitik beratkan pada masalah Upaya
Menigkatkan
Kedisiplinan
Siswa
Melalui
Proses
Pembelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan maka penelitian yang dianggap tepat adalah penelitian kualitatif diskriptif, tapi bersifat “natural seting” yaitu topik reset kualitatif yang diarahkan pada kondisi aslinya pada saat penelitian ini dilaksanakan. f. Populasi dan Sampel Populasi adalah himpunan individu atau obyek yang banyaknya terbatas dan tidak terbatas. Sedangkan sampel adalah sebagian dari objek atau individu–individu yang memiliki populasipopulasi (Pabundu,1997:24). Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian sedangkan sampel merupakan bagian atau wakil populasi yang akan diteliti (Arikunto, 1998:102). Pengertian lainnya, populasi adalah keseluruhan gejala, individu, kasus, dan masalah yang akan diteliti, yang ada di daerah penelitian menjadi objek penelitian geografi (Sumaatmadja, 1988:112). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Guru PKn, Guru BK, dan beberapa orang siswa kelas 10 di SMA PGRI Purwodadi. g. Sumber Data 1) Sumber Data Mengingat penelitian dilakukan peneliti adalah kualitatif, maka lingkungan alamiah adalah sebagai sumber data langsung, dengan perspektif kedisiplinan (khususnya yang menyangkut tentang upaya menigkatkan kedisiplinan siswa melaui proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di SMA PGRI Purwodadi Tahun ajaran 2013/2014). Penelitian ini menggunakan dua sumber data yaitu sumber data yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Adapun spesifikasinya yaitu sebagai sumber data primer adalah hasil wawancara sejumlah informan sebagaimana yang telah disebutkan diatas . adapun sumber data sekunder diproleh dari bahan-bahan kepustakaan dan pendukung lainya. 2) Nara Sumber Nara sumber penelitian ini adalah subjek penelitian yang ditetapkan sebagai informan penelitian. Secara definitif pengertian informan ialah subyek penelitian yang memberikan informasi berkaitan dengan materi penelitian (Sutrisno Hadi, 2002:96). Adapun penetapan informan adalah dengan menggunakan teknis purposive sampling (pengambilan sampel bertujuan) yang dipilih sesuai tujuan penelitian. Pelaksanaanya adalah denagn menguanakan guide interview (pokok-pokok pertanyaan) secara lisan kepada sejumlah informan tersebut yang
JURNAL ILMIAH PPKn IKIP VETERAN SEMARANG
49
Vol. 2 No. 1, Nopember 2014
dilakukan dengan teknis bebas terpimpin, yaitu penelitian mengajukan sejumlah pertanyaan dan informan memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, maka teknik pengumpulan data yang dilaksanakan adalah sebagai berikut: a. Studi Literatur b. Angket/Kuesioner c. Wawancara mendalam d. Teknik Instrumen Terbuka e. Teknik Observasi Langsung f. Keabsahan Data g. Analisis Data
HASIL PENELITIAN Kedisiplinan sudah diterapkan guru Pendidikan Kewarganegaraan di SMA PGRI Purwodadi. Upaya meningkatkan kedisiplinan tidak hanya dilakukan dalam pembelajaran saja, melainkan dalam setiap kesempatan. Upaya meningkatkan kedisiplinan melalui proses pembelajaran Pendidkan Kewarganegaraan terlihat dari pembuatan silabus dan RPP. Silabus inilah yang akan digunakan guru sebagai pedoman dalam proses belajar mengajar. Guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam membuat silabus dan RPP selalu memperhatikan nilai kedisiplinan seperti ketepatan waktu dan kesesuaian materi serta nilai tanggung jawab. Dari sini menunjukan bahwa guru Pendidikan Kewarganegaraan telah meningkatkan kedisiplinan siswa melaui proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Berdasarkan dari hasil penelitian, upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kedisiplinan siswa melalui proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ada 2 strategi yaitu : 1) Melakukan pengarahan secara klasikal tentang pentingnya kedisiplinan. 2) Memberikan pesan moral berupa keteladanan guru. Strategi yang dilakukan dalam upaya meningkatkan kedisiplinan siswa adalah strategi sosial dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif Student Teams Achievement Division (STAD) yaitu guru memberikan pengarahan secara klasikal tentang pentingnya kedisiplinan, kemudian guru menyuruh siswa diskusi untuk menyelesaikan masalah, strategi sosial dengan menggunakan metode metode kooperatif Student Teams Achievement Division (STAD) yaitu dengan cara guru membagi satu kelas dipecah menjadi kelompok dengan anggota 5-6 siswa, setiap kelompok terdiri dari laki-laki dan perempuan yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Anggota team menggunakan lembar kegiatan/perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajaranya dan kemudian membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran dengan melakukan diskusi. Dengan demikian apa yang dilakukan guru Pendidikan Kewarganegaraan menunjukan upaya meningkatka kedisiplinan siswa melauli proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
JURNAL ILMIAH PPKn IKIP VETERAN SEMARANG
50
Vol. 2 No. 1, Nopember 2014
Strategi guru Pendidikan Kewarganegaraan yang kedua untuk meningkatkan kedisiplinan siswa di SMA PGRI Purwodadi adalah menggunakan sistem prilaku, dasar pemikiran strategi ini ialah sistem komunikasi yang mengoreksi sendiri, yang memodifikasi perilaku daam hubungannya dengan bagaimana tugas-tugas dijalankan dengan sebaik-baiknya. Dalam meningkatkan kedisiplinan siswa dengan cara memberikan pesan moral, pesan moral disini merupakan keteladanan guru yang mana keteladanan guru dijadikan contoh bagi siswa. Guru bertingkah laku baik, tidak membolos kerja, mengajar tepat waktu, tidak membiarkan jam mengajar kosong, sehingga dengan upaya guru memberikan pesan moral berupa keteladanan guru dapat memberi perubahan pada tindakan siswa. Dengan keteladanan yang ditunjukan guru, diharapkan mampu mempengaruhi siswa untuk mewujudkan suatu tujuan di lingkungan sekolah. Faktor
yang
mendukung
proses
pembelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan
untuk
meningkatkan kedisiplinan siswa adalah : 1) Nilai kejujuran 2) Nilai tanggung jawab 3) Model penilaian Pendidikan Kewarganegaraan menggunakan penilaian kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), juga psikomotorik (ketrampilan) Peningkatan kedisiplinan siswa melalui proses pembelajaran melalui penanaman nilai kejujuran, nilai keterbukaan, dan nilai tanggung jawab. Nilai kejujuran merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kedisiplinan dalam proses pengajaran. Untuk menumbuhkan nilai kejujuran pada peserta didik dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah pada saat guru memberikan tugas atau mengadakan ulangan harian, siswa tidak boleh meminta bekerja sama dengan teman, tidak berkata bohong atau harus berkata sesuai dengan apa yang terjadi. Nilai keterbukaan juga berusaha ditanamkan kepada peserta didik khususnya dalam proses pembelajaran, tujuanya adalah membentuk sikap terbuka antara guru dengan siswa agar tercipta komunikasi yang baik sehingga poses pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Nilai keterbukaan dilakukan pada saat pemberian nilai ketika tanya jawab, diskusi kelompok, presentasi da keterbukaan siswa jika mengalami kesulitan atau tidak memahami pelajaran yang diberikan oleh guru. Nilai tanggung jawab diberikan dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan kedisiplinan siswa sudah dilakukan guru kepada siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Pengembangan nilai tanggung jawab dimaksudkan agar dapat melatih kepribadian siswa untuk menghargai dan dapat menjalankan tugas yang diberikan oleh guru dengan rasa tanggung jawab. Jadi nilai tanggung jawab yang diberikan siswa dalam poses pembelajaran dengan cara guru memberikan tugas-tugas yang berkaitan dengan materi pelajaran yang diajarkan dan selesai dengan waktu yang ditentukan oleh guru. Dalam proses pembelajaran, guru Pendidikan Kewarganegaraan memberikan penilaian kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), psikomotorik (ketrampilan). Dalam pembelajaran guru menilai siswa dari kemampuan teori, sikap siswa, dan keaktifan siswa di dalam kelas, sehingga akan menimbulkan
JURNAL ILMIAH PPKn IKIP VETERAN SEMARANG
51
Vol. 2 No. 1, Nopember 2014
sikap jujur, tanggung jawab dan sebagainya. Dengan dilakukanya penilaian ini siswa akan bertindak dengan hati-hati, karena setiap tindakan dan ketrampilan siswa dalam mengerjakan tugas, akan dinilai guru, baik buruknya. Hal ini dapat membantu meningkatkan kedisiplinan siswa dengan menggunakan nilai Pendidikan Kewarganegaraan sebagai acuan untuk mengukur sikap pesrta didik, bahkan juga digunakan sebagai acuan untuk naik kelas atau tidak. Upaya
meningkatkan
kedisiplinan
siswa
melauili
proses
pembelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan selalu berjalan mulus, ada faktor yang mendukung ada pula faktor penghambat, yang menjadi penghambat dalam upaya meningkatkan kedisiplinan siswa adalah faktor lingkungan peserta didik.
Untuk membentuk karakter siswa agar memiliki kebiasaan disiplin, memerlukan
kerjasama semua pihak baik sekolah maupun keluarga, terlebih siswa banyak menghabiskan waktu di lingkungan keluarga sehingga perlu adanya kerjasama antara sekolah (Kepala Sekolah, Guru, serta elemen-elemen lainya dalam keluarga). Jadi upaya untuk memberikan pendidikan nilai (termasuk kedisiplinan) tidak hanya dibebankan kepada sekolah khususnya guru Pendidikan Kewarganegaraan melainkan peran serta orang tua peserta didik. Faktor lingkungan peserta didik yang kurang baik terkadang menjadi hambatan bagi guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam upaya meningkatkan kedisiplinan seperti lingkungn keluarga, lingkungan sekolah (pertemanan), lingkungan masyarakat. Faktor lingkungan keluarga berpengaruh bagi peserta didik karena keluarga mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan karakter peserta didik, mungkin dalam kebiasaan tingkah laku, pola berfikir dan sebagainya. Keluarga mempunyai peran besar bagi siswa, tingkah laku di rumah jelek pasti di sekolah tingkah lakunya jelek karena telah menjadi kebiasaan tingkah laku jelek di rumah. Meskipun demikian, sekolah sebagai sarana pendidikan dituntut membentuk siswa yang mulanya berkarakter jelek mnjadi lebih baik, begitupun siswa yang berkarakter baik dididik menjadi lebih baik.
KESIMPULAN Dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Strategi yang dilakukan dalam upaya meningkatkan kedisiplinan melalui proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan cara strategi sosial, dengan melakukan pengarahan secara klasikal tentang pentingnya kedisiplinan dan strategi sistem prilaku dengan memberikan pesan moral berupa keteladanan guru. 2. Faktor-faktor yang mendukung untuk meningkatkan kedisiplinan siswa yaitu dengan menanamkan nilai kejujuran, tanggung jawab dan model penilaian Pendidikan Kewarganegaraan menggunakan penilaian kognitif, afektif, dan psikomotorik. 3. Faktor yang menghambat peningkatan kedisiplinan siswa yaitu masih adanya siswa yang tidak sportif dan faktor lingkungan peserta didik yang negatif
JURNAL ILMIAH PPKn IKIP VETERAN SEMARANG
52
Vol. 2 No. 1, Nopember 2014
DAFTAR PUSTAKA
Fuad Nashori. 2003. Potensi-Potensi Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hadari Nawawi. 1990. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung. Moleong. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: Remaja Rodakarya. Mulyasa.
E.
2006.
Kurikulum
Berbasis
Kompetensi
(Konsep,
Karakteristik
dan
Implementasi).Bandung: Remaja Rosda Karya. Muhammad Tolhah Hasan. 2003. Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia. Jakarta: Lantabora Press. Pabundu. 2005. Metode Penelitian Geografi. Jakarta: PT Bumi Aksara. Sutopo. Metodologi Penelitan Kualitatif Dasar Teori & TerapannyaDalam Penelitian, Surakarta: UNS Press. Suharsimi Arikunto. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara. Sutrisno Hadi. 1989. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Press. Sutrisno Hadi. 1984.Bimbingan Menulis Skripsi. Jaklarta: Penerbit Gama. Yulia Singgih Gunarsa.1995. Psikologi Untuk Membimbing. Jakarta: BPK Gunung Mulia. .......2006.Undang-undang SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003. Bandung: Fokus Media. Zakiah Daradjat.1999. Pendidikan Moral Bagi Generasi Mendatang, Majalah Perkawinan dan Keluarga, No. 327.
JURNAL ILMIAH PPKn IKIP VETERAN SEMARANG
53