UPAYA MENGURANGI POTENSI KERUGIAN NEGARA DARI PENYIMPANGAN IMPOR CBU 1. Pendahuluan
Sebagaimana diketahui bahwa tugas pokok Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No.32 /KMK.01/1998 tentang Organisasi dan Tatakerja adalah melakukan sebagian tugas pokok Departemen Keuangan dibidang kepabeanan dan cukai berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh menteri dan mengamankan kebijaksanaan pemerintah berkaitan dengan lalulintas barang yang masuk dan keluar daerah pabean dan pemungutan bea masuk dan cukai serta pungutan negara lainnya berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
Berkaitan dengan tugas dimaksud, DJBC mengacu pada Undang-undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan secara aktif berperan dalam menanggulangi kemungkinan terjadinya tindak pidana penyelundupan, sekaligus melindungi industri dalam negeri dari persaingan masuknya barang-barang impor sejenis secara ilegal.
Dalam menjalankan tugas pengawasan tersebut Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, menghadapi tantangan yang cukup berat mengingat dalam era globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas saat ini, institusi kepabeanan dituntut untuk berperan sebagai trade facilitator disamping sebagai Customs Control. Menyadari keberadaannya yang cukup strategis tersebut, DJBC saat ini terus berupaya
meningkatkan kinerja dan citranya, antara lain dengan meningkatkan
profesionalisme, efisiensi dan pelayanan.
Setelah tertutup selama 25 tahun dalam hal perkembangan otomotif , Indonesia tidak dapat lagi menutup diri dari globalisasi perdagangan internasional khususnya tekanan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang memaksa agar keran impor dibuka lebar-lebar, sebagai bagian dari persaingan pasar global. Inilah yang membuat pemerintah mengeluarkan deregulasi otomotif.
Sehubungan dengan banyaknya pemberitaan di media massa mengenai dampak dari deregulasi otomotif tersebut, mendorong Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memperketat pengawasan importasi di pintu –pintu masuk pelabuhan Indonesia juga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah mengambil langkah langkah antisipasif untuk mengamankan keuangan negara melalui beberapa pokok kebijakan kepabeanan seperti Penetapan Nilai Pabean, Penyusunan Database Nilai Pabean dan Penetapan Nilai Pabean Kendaraan Bermotor CBU.
1. Penetapan Nilai Pabean Nilai pabean merupakan istilah untuk menyebut harga yang digunakan sebagai dasar menghitung bea masuk atau pungutan dalam rangka impor lainnya.Ketentuan tentang nilai pabean diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan. Ketentuan ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku secara internasional sebagaimana tertuang dalam Agreement On Implementation of Article VII of the “Agreement on Tariff and Trade(GATT Valuation Agreement)” Nilai pabean untuk perhitungan bea masuk adalah nilai transaksi dari barang impor yang bersangkutan. Nilai Transaksi adalah : harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar oleh pembeli kepada penjual atas barang yang dijual untuk diekspor ke Daerah Pabean ditambah dengan biaya-biaya tertentu sepanjang biaya-biaya tersebut belum termasuk dalam harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar.
Apabila dalam transaksi dimaksud ada persyaratan atau kondisi tertentu yang mempengaruhi harga, maka nilai transaksi tidak dapat diterima sebagai nilai pabean. Selanjutnya nilai pabean ditetapkan berdasarkan tatacara yang konsisten dengan prinsip penetapan nilai pabean, yaitu mencerminkan keadaan yang sebenarnya; fair; seragam;netral, dan tidak sewenang-wenang.
Untuk menghindari kesewenang-wenangan tersebut, ada beberapa hal yang tidak boleh dilakukan Pejabat Bea dan Cukai dalam rangka menetapkan nilai pabean, diantaranya yaitu bahwa nilai pabean tidak boleh ditetapkan:
a. berdasarkan harga jual barang produksi dalam negeri b. berdasarkan harga barang di pasaran dalam negeri negara pengekspor ; c. berdasarkan harga barang yang diekspor ke suatu negara selain ke negara pengimpor; atau d. berdasarkan harga minimum (sering disebut harga patokan)
Dalam menetapkan nilai pabean , kesepakatan antara penjual dan pembeli sangat dihargai. Kesepakatan antara penjual dan pembeli yang memiliki hubungan khususpun sepanjang hubungan tersebut tidak mempengaruhi harga , nilai transaksi yang disepakati harus diterima sebagai nilai pabean. Demikian pula nilai transaksi yang ternyata lebih rendah dari harga pasar (prevailing market price), atau bahkan harga dumping-pun tidak menyebabkan nilai transaksi tersebut ditolak sebagai nilai pabean. Nilai transaksi dumping ditanggulangi dengan pengenaan bea masuk antidumping sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Undang-undang Nomor 10/ 1995 (sesuai Article VI GATT) yang pelaksanaannya dilaksanakan oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) dibawah Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
Dengan demikian sepanjang penjual dan pembeli memberitahukan secara benar /jujur atas nilai transaksinya, maka hak penjual dan pembeli serta hak negara atas penerimaan bea masuk akan terjamin. Permasalahan akan timbul apabila ternyata penjual dan pembeli melakukan kecurangan dalam memberitahukan nilai transaksinya. Oleh karenanya sesuai ketentuan penetapan nilai pabean , dalam hal terbukti adanya kasus under invoicing (harga diberitahukan lebih rendah dari yang sebenarnya), disamping harus dikenakan tambah bayar dan sanksi administrasi, dapat pula dikenakan sanksi pidana apabila unsur pidana terpenuhi 2. Penyusunan Database Nilai Pabean Prinsip yang dianut oleh UU No 10 Tahun 1995 dalam pembayaran bea masuk adalah self assesment. Dimana dalam prinsip ini UU No 10 Tahun 1995 memberi kepercayaan kepada importir untuk memberitahukan sendiri harga transaksi yang dilakukannya. Untuk pemberitahuan tersebut importir dituntut jujur dan bertanggung jawab melalui pembayaran bea masuk sebagai bagian dari kewajiban bernegara.
Untuk mengantisipasi hal tersebut seraya menjamin kelancaran pelayanan serta pengamanan hak negara, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menerapkan prinsip risk management dan post entry audit. Salah satu kebijakan dalam pelaksanaan risk management adalah disusunnya database harga
Database adalah kumpulan harga barang yang digunakan oleh DJBC sebagai sarana dalam kegiatan pengujian kewajaran pemberitahuan nilai pabean. Dalam hal ini,
nilai
transaksi dianggap wajar apabila sesuai dengan praktek
perdagangan (commercial practice) barang yang sejenis dengan penyesuaian penyesuaian yang sesuai aturan. Database ini disusun dan dimuktahirkan dalam periode waktu tertentu oleh Direktur Jenderal
Bea dan Cukai berdasarkan harga yang berasal dari suatu transaksi,
katalog atau price list nasional maupun internasional atau sumber data lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk menghindari penyimpangan dalam implementasi tersebut disusunlah ketentuan pengggunaan database harga berikut ini :
1. Harga yang tercantum dalam database harga adalah : a. Hanya digunakan untuk menguji kewajaran nilai transaksi yang diberitahukan oleh importir b. Bukan merupakan harga patokan dan tidak digunakan sebagai dasar untuk menetapkan nilai pabean
2. Dalam hal nilai transaksi yang diberitahukan ternyata : a. lebih rendah dari harga yang tercantum dalam database, maka apapun alasan atau latar belakangnya, nilai transaksi tidak dapat diterima sebagai nilai pabean. Atas kesalahan tersebut dikenakan tambah bayar dan sanksi administrasi dan/ atau sanksi pidana apabila terdapat unsur pidana didalamnya. b. Sama dengan atau lebih tinggi dari harga yang tercantum dalam database, tergantung alasan atau latar belakangnya, nilai transaksi dapat ditolak atau diterima sebagai nilai pabean. Untuk ditu dilakukan verifikasi
dan audit dimana jika dikemudian hari ditemukan bahwa ternyata nilai pabean bukan nilai transaksi maka atas kesalahan tersebut dikenakan tambah bayar tanpa sanksi administrasi dan/ atau sanksi pidana apabila terdapat unsur pidana didalamnya.
2. Penetapan Nilai Pabean Kendaraan Bermotor CBU Penghapusan
tataniaga
impor
kendaraan
bermotor
dalam
keadaan
CBU
(COMPLETELY BUILT UP) sesuai Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 275/MPP/6/1999 tanggal 24 Juni 1999 yang berlaku efektif pada tanggal 1 Juli 1999, diantaranya bertujuan untuk meningkatkan daya saing produk industri kendaraan bermotor dalam negeri dipasaran internasional dan untuk melindungi konsumen dalam negeri Dengan penghapusan tataniaga tersebut maka sejak bulan Oktober 1999 mulai diimpor kendaraan bermotor CBU dalam keadaan baru yang telah mendapatkan Tanda Pendaftaran Tipe oleh Direktur Jenderal ILMEA Depperindag. Sebagai tambahan bahwa informasi yang diterima dari perwakilan Direktur Jenderal Bea dan Cukai di luar negeri ternyata importasi kendaraan bermotor CBU dalam keadaan baru, dimana harga impor yang di beritahukan kepada pihak bea dan cukai jauh lebih rendah dari harga sebenarnya. Dalam rangka optimalisasi penerimaan negara Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai
mengambil langkah –langkah sebagai berikut :
a. Melengkapi database harga yang telah ada dengan data harga kendaraan bermotor CBU dalam keadaan baru sebagaimana tertuang dalam Surat Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor S-39 /BC/2000 tanggal 27 Januari 2000. Selanjunya S39/BC/2000 diperbaharui dengan S-186/BC/2000 tanggal 31 Maret 2000 yang diberlakukan sejak 1 April 2000 b. melakukan prioritas audit kepabeanan terhadap seluruh importasi kendaraan bermotor. Melalui audit kepabeanan akan dapat diungkapkan adanya kecurangan dalam pemberitahuan harga barang impor.
Khusus untuk harga kendaraan bermotor sebagaimana tercantum dalam S-39 /BC/2000 tanggal 27 Januari 2000 sumber datanya berasal dari katalog luar negeri yang diperoleh
dari Depperindag dan Asosiasi ATPM. Adapun pola perhitungannya memperhatikan faktor pengurangan seperti : Sales tax, Good Service Tax, Luxury Tax, other taxes, serta trade discount. Sebagai contoh, untuk katalog dari Inggris faktor pengurangan + 50% ; dari Jepang, Australia, dan New Zealand faktor pengurangan + 35% dan dari Amerika dan Jerman besarnya faktor pengurangan kurang lebih + 25%
Sebagai ilustrasi tentang bagaimana Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menetapkan nilai pabean kendaraan bermotor dalam tabel dibawah ini disajikan perbandingan harga yang diberitahukan oleh importir , harga pada database harga, keputusan penetapan nilai pabean oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta jumlah tambahan bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang harus dibayar berikut sanksi administrasinya.
Dengan dilakukannya langkah antisipatif sebagaimana tersebut diatas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah berhasil mengamankan hak-hak keuangan yang dihasillkan dari penetapan nilai pabean oleh DJBC.
Contoh Realisasi Penetapan Nilai Pabean Kendaraan Bermotor CBU
Pemberitahuan
Database
Penetapan
Tambah Bayar
Sanksi
Total
oleh importir
DJBC
Nilai Pabean
(BM + PDRI)
Administrasi
tambah Bayar
21/1/2000
oleh DJBC
CIF USD
CIF USD
CIF USD
Rp.
Rp.
Rp.
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
a. ML 320
3,539.00
23,304.67
34,454.00
238,129,909.77
395,054,228.20
633,184,137.97
b. E-320
4,149.54
23,333.89
25,687.00
297,602,323.81
618,431,841.70
916,034,165.51
Jenis No Kendaraan
(1)
(2)
1 Mercedes Benz
c. SL-320
0.00
c.1 SL-320
5,189.09
39,128.83
37,850.00
438,533,835.41
911,239,138.50
1,349,772,973.91
c.2 SL-320
5,189.09
39,128.83
37,850.00
438,315,882.35
910,786,249.00
1,349,102,131.35
c.3 SL-320
5,186.73
39,128.83
37,714.81
438,533,835.41
911,239,138.50
1,349,772,973.91
d. E-240
3,260.39
20,792.00
23,028.40
220,360,910.01
484,316,285.70
704,677,195.71
e. ML430
4,532.31
-
41,197.14
348,086,718.26
577,471,053.30
925,557,771.56
2,412.00
6,150.60
6,653.00
47,276,547.50
103,904,500.00
151,181,047.50
2 KIA Sportage 3 Toyota
0.00
a.Cygnus
3,878.79
-
37,477.95
316,864,525.05
525,673,866.40
842,538,391.45
b.Cygnus
3,880.46
-
37,376.21
318,982,032.74
529,186,782.54
848,168,815.28
5,074.79
9,714.41
9,870.00
53,454,603.48
93,986,116.00
147,440,719.48
4 Alfa romeo a. 2000 cc
b. 2500 cc
5,978.63
10,350.17
11,412.00
60,568,492.08
106,494,052.00
167,062,544.08