TINGKAT RISIKO USAHA PEGARAMAN RAKYAT MASA PRODUKSI 2011: SUATU TELAAH DALAM UPAYA MENGURANGI KETERGANTUNGAN IMPOR 1 Oleh: Ihsannudin Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo
[email protected] ABSTRAK Garam selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri utamanya adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. Kebutuhan garam nasional pada 2010 adalah sebesar 2,9 juta ton dan hanya mampu dipenuhi oleh produksi nasional baik oleh PT. Garam maupun garam rakyat sebesar 1,4 juta ton dan kekurangannya sebesar 1,5 juta ton dipenuhi impor. Sebuah ironi di negeri bahari yang terkenal penuh dengan potensi ini. Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat risiko usaha pegaraman baik risiko produksi, biaya, harga dan pendapatan usaha pegaraman rakyat. Metode analisis yang dipergunakan untuk mengetahui tingkat risiko ini adalah menggunakan koefesien varians. Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko usaha pegaraman baik risiko produksi, biaya, harga dan pendapatan pada masa produksi 2011 adalah rendah. Kata Kunci: risiko, pegaraman, impor
ABSTRACT Salt is used to meet the industry need and mainly to consumption need. In 2010, the national need of salt are 2,9 million tons and the national production (PT. Garam and salt people) only amounted to 1,4 million tons and import are 1,5 million tons. An irony in the famous maritime nation that is full of potential. This research has aimed to find out the level of risk (production, costs, price and revenue) folk salt business. Analysis method of this research uses coefficient of variance. The result shows that the level risks (production, costs, price and revenue) folk salt business are low. Key words: risk, saltern, import Latar Belakang Garam merupakan bahan pelengkap yang tak bisa dielakkan dari kebutuhan pangan. Selain itu garam (baik dalam bentuk garam maupun kandungannya) juga merupakan salah satu bahan baku yang diperlukan untuk berbagai keperluan industri. Sehingga dengan demikian kebutuhan akan garam dapat diklasifikasikan menjadi kebutuhan untuk konsumsi dan kebutuhan untuk industri.
1
Makalah Disampaikan pada Seminar Nasional “Revitalisasi Pertanian Berkelanjutan Menuju Ketahanan dan Kedaulatan Pangan” Universitas Muhammadiyah Jember, 17 Maret 2012
Tercatat kebutuhan garam dalam negeri untuk kebutuhan konsumsi dan industri sebesar 2,9 juta ton per tahun. Sedangkan produksi garam baik oleh rakyat maupun oleh PT. Garam (sebagai satu-satuya BUMN yang memperoduksi garam) adalah sebesar 1,4 juta ton. Sedangkan sisanya sebesar 1,5 juta ton masih dipenuhi dari impor (Maulida, 2010). Sebuah ironi di negeri bahari yang terkenal penuh dengan potensi ini. Selama ini produksi garam rakyat di Madura yang berkontribusi 60% produksi garam nasional masih mengalami bayak kendala. Usaha produksi garam merupakan suatu kegiatan yang mengandung risiko yang dikarenakan situasi ketidakpastian karena ketergantungannya yang tinggi terhadap cuaca dan kondisi lainnya. Sedangkan dalam usaha pegaraman petani garam merupakan penanggung risiko yang ada. Usaha pegaraman di Madura menggunakan metode solar evaporation murni yang sangat bergantung pada iklim. Pada periode 2010 di daerah Madura yang biasanya garam diproduksi antara bulan April –November, namun sebagian besar tidak menghasilkan garam. Selain faktor produksi masalah fluktuasi harga garam juga merupakan hal yang krusial. Pada saat menjelang panen, puncak panen dan akhir panen, harga garam selalu mengalami fluktuasi harga. Hal ini erat sekali hubungannya dengan saat masuknya garam import dan penentuan kualitas garam oleh pabrik sebagai pembeli. Struktur pasar garam yang terlalu monopsoni ikut memperparah fluktuasi harga garam. Selain itu jika dicermati, terdapat problem yang mendasar yang dihadapi petani garam, yaitu beroperasinya sistem kapitalisme yang mengantarkan mereka pada kondisi yang termarjinalkan (Rochwulaningsih, 2007). Petani garam masih banyak mengandalkan tengkulak dalam pemasarannya. Dimana peran tengkulak ini memerankan peran sebagai pemberi modal usaha dan kemudian mengikatnya sehingga memiliki posisi tawar dominan pada saat membeli produk garam yag seringkali lebih rendah dari harga pasar (Djazuli, dkk. 2009). Dalam sebuah usaha pengambilan keputusan yang tepat adalah kunci dalam upaya meningkatkan pendapatannya. Komoditas garam sebenarnya mampu menjanjikan pendapatan yang menggiurkan. Namun dalam pengembangannya
terlingkupi oleh
risiko baik dari sisi produksi, harga maupun biaya yang pada akhirnya berpengaruh pada pendapatan petani garam. Jawaban dari hal itu adalah perlu dilakukan suatu studi tentang risiko baik risiko produksi, biaya, harga dan pendapatan usaha garam terhadap risiko yang dapat membantu dalam melihat tingkat risiko. Sehingga dengan demikian nantinya dapat dirumuskan strategi reduksi atau mengantisipasi terhadap risiko usaha
pegaraman rakyat. Sehingga nantinya upaya mengurangi ketergantungan impor dapat dilakukan.
Telaah Pustaka Pada proses produksi garam rakyat, lahan merupakan alat produksi yang sangat penting bagi petani garam karena diatas lahan itulah kegiatan produksi mereka lakukan. Oleh karena itu struktur penguasaan lahan garam akan menentukan accessibity petani garam pada surplus atas praduksinya (Rochwulaningsih, 2007). Secara sosial ekonomi petani garam yang menguasai lahan luas relatif lebih maju/kaya dibandingkan dengan petani
lahan
sempit
apalagi
petani
penggarap/buruh
pada
umumnya
lebih
terbelakang/miskin. Dengan demikian polarisasi penguasaan lahan garam oleh kapitalis secara signifikan ikut memberi kontribusi bagi marjinalisasi petani garam terutama petani kecil dan petani penggarap/buruh. Dalam mata rantai usaha garam itu penggarap/buruh adalah pihak yang paling kecil mendapatkan keuntungan dan paling rentan dibandingkan dengan lainnya, baru berikutnya petani kecil dan petani besar. Petani penggarap/buruh sangat tergantung dan ditentukan secara sepihak oleh pemilik, mereka hanya memiliki hak untuk memproduksi garam dengan kewajiban menyerahkan sepenuhnya hak penjualan pada pemilik dan pemiliklah yang menentukan harga (Ihsannudin, 2011). Sistem produksi garam rakyat masih mengunakan metode non tingkat atau biasa diistilahkan dengan alir pungut.Hal ini berbeda dengan metode bertingkat seperti yang dilakukan PT. Garam yang telah menggunakan sistem bertingkat, dimana air laut melalui beberapa proses mulai dari bozem, peminian hingga meja kristalisasi. Hasil dengan metode bertingkat ini jauh lebih bagus dibandingkan dengan dengan metode non bertingkat (PT. Garam, 2010). Sistem garam rakyat secara umum masih menggunakan teknologi yang sederhana dengan berbagai keterbatasan yang ada. Keterbatasan dimulai dengan posisi tawar yang lemah mulai dari sektor hulu hingga dalam proses pemasaran. Sebagaimana halnya dengan produksi pada pertanian atau kelautan yang sangat tergantung pada alam, maka produksi garam ini juga memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap variabel alam. Variable-variabel teknis yang berpengaruh terhadap produksi garam (Purbani, 2008) adalah mutu air laut, keadaan cuaca, porositas tanah, pengaturan aliran air, cara pungutan, dan air bittern. Model yang perlu dikembangkan untuk meningkatkan mutu garam rakyat adalah dengan model pengendapan Kalsium, Magnesium dan Sulfat yang terkandung dalam air laut sebelum garam NaCl-nya
dikristalisasikan (Abu. 2002). Peningkatan mutu dan produksi garam dapat dilakukan dengan cara rekyasa kimiawi maupun rekayasa biologi (Segal, dkk. 2009; Conghe, dkk. 2011). Setiap usaha mengandung ketidakpastian dan risiko, namun di balik risiko tersebut terdapat peluang keuntungan bahkan semakin besar risiko maka semakin besar pula keuntungan potensialnya. Usaha pertanian termasuk usaha pegaraman mempunyai risiko yang cukup tinggi karena melibatkan proses alami yang sulit diatur dan mudah terpengaruh oleh lingkungan dengan musim yang sulit dikontrol (Yamin, 2003). Menurut Vaughan dalam Darmawi (1996), risiko berhubungan dengan ketidakpastian yakni adanya risiko karena adanya ketidakpastian. Demikan pula Harwood, dkk (1999) mendefinisikan bahwa risiko merupakan ketidakpastian yang menjadi masalah dan melibatkan kemungkinan hilangnya uang, terganggunya kesehatan, timbal balik yang berimbas pada sumberdaya dan jenis kejadian lainnya yang berpengaruh pada kesejahteraan seseorang. Agar bermanfaat, ukuran risiko ini harus memiliki nilai tertentu yang pasti. Salah satu ukurannya adalah melihat varians pendapatan dan harga yang dihasilkan karena ketidakpastan (Pappas dan Hirschey, 1995; Cohe, dkk. 2011). Risiko yang ada pada petani dapat dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu risiko bisnis dan keuangan (Weisensel,Shoney, 1989, Coble, Heifner, Zuniga, 2000). Risiko bisnis atau ketidakpastian bisnis secara umum didefinisikan sebagai ketidakpastian yang melekat (inherent) pada firm independen yang melakukan pembiayaan. Risiko bisnis ini sebagian besar disumbangkan oleh ketidakpastian produksi dan harga.
Perubahan
musim, siklus dan trend alam dapat diperkirakan pada beberapa tingkatan, namun ketidakmampuan operator dalam memprediksi secara akurat dalam pembuatan keputusan menunjukkan risiko harga ini menjadi salah satu risiko bisnis. Sementara pada risiko produksi, variasi pada tingkatan produksi yang dihasilkan dari faktor-faktor diluar kendali manajer, termasuk diantaranya cuaca, serangan hama penyakit, variasi genetik, perubahan peraturan akan penggunaan pestisida dan benih aditive, dan waktu pelaksanaan produksi menunjukkan bahwa risiko produksi juga merupakan sumber risiko bisnis yang besar. Sedangkan untuk risiko keuangan atau finansial, didefinisikan sebagai tambahan variabilitas penerimaan bersih terhadap equitas pada pemilik yang dihasilkan dari obligasi yang berasosiasi dengan debt financing (Boehlje dan Eidman, 1993).
Pendekatan yang dapat dilakukan untuk dapat mengurangi adanya risiko usaha ini. Pendekatan tersebut dapat berupa diversifikasi, flexibilitas, produktivitas dan stabilitas. beberapa teknik inovasi terbaik yang dapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas, sehingga mampu memberikan keuntungan. Sedangkan pengurangan risiko dengan stabilisasi difokuskan pada strategi stabilisasi sumber risiko berupa lingkungan fisik yang dihadapi petani. Hal ini dilakukan dengan mengadopsi beberapa strategi dan teknik untuk menghadapi sumber risiko berupa lingkungan fisik (Anderson dan Dillon, 1992).
Metode Penelitian Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) di Kabupaten Sampang. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada pertimbangan bahwa Kabupaten Sampang dapat merepresentasikan pegaraman rakyat karena merupakan sentra pegaraman rakyat paling luas di Madura yaitu 4.246 Ha, paling luas jika dibandingkan dengan Kabupaten Pamekasan 975 Ha dan Sumenep 1214 Ha (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2010). Lahan pegaraman yang ada di Kabupaten Sampang ini tersebar di 7 kecamatan yaitu Sampang, Camplong, Torjun, Pengarengan, Jrengik, Sreseh dan Banyuates. Populasi dalam penelitian ini adalah petani garam yang terdiri dari penggarap meski tidak memiliki lahan, penggarap dan memiliki lahan serta pemilik lahan yang tidak menggarap. Metode penentuan sampel dilakukan secara insidential yaitu menjadikan petani garam yang saat itu ditemui. Metode sampling insidential ini dilakukan karena sulitnya memperoleh nama-nama petani garam yang jelas. Jumlah sampel/ responden yang diambil sebagai sebanyak 50 orang. Jumlah ini dianggap telah memenuhi syarat sebagaimana yang diungkapkan Singarimbun dan Effendi (1995) bahwa apabila suatu data penelitian dianalisis dengan statistik parametrik, maka jumlah sampel harus besar. Sampel yang termasuk sampel besar adalah sampel yang berjumlah lebih besar dari 30 sampel. Untuk menganalisis pendapatan petani dari usaha pegaraman, diperhitungkan dengan mengurangkan biaya produksi dari nilai penjualan komoditas garam. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: On-FI =P.Q-w. L- r.K-C Keterangan : Q
= {Q1, Q2, Q3, …., Qn}
Q
= Seluruh produksi yang dihasilkan
On-FI = On-Farm Income (pendapatan dari usaha pegaraman) P
= Harga hasil produksi (output)
w
= Upah tenaga kerja luar
r
= Harga sarana produksi (input)
L
= Jumlah tenaga kerja luar
K
= Jumlah sarana produksi
C
= Biaya lain-lain Analisa data yang digunaan untuk mengetahui tingkat risiko produksi, biaya dan
harga garam digunakan analisasi koefisien variansi. Cara ini lebih mudah dilakukan karena hanya membutuhkan data produksi dan
harga yang diperoleh pada waktu
tertentu. Cara menghitung koefisien variasi adalah sebagai berikut: KV =
σ Xr
Keterangan: KV
= Koefisien variansi
σ
= Standar deviasi
Xr
= Nilai rata-rata
Kriteria yang dipakai adalah apabila nilai KV ≤ 1 maka produksi, biaya, harga dan pendapatan usaha pegaraman yang dianalisis memiliki risiko kecil dan sebaliknya jika KV > 1 maka produksi, biaya, harga dan pendapatan usaha pegaraman yang dianalisis memiliki risiko besar (Fauziyah, 2011).
Hasil Analisis dan Pembahasan Analisis pendapatan petani garam yang melakukan usaha pegaraman ini diperhitungkan dengan mengurangkan biaya produksi dari nilai penjualan garam. Biaya produksi yang dikeluarkan petani garam dalam melakukan usaha pegaraman adalah biaya-biaya yang dikeluarkan dalam usaha pegaraman. Biaya dalam usaha pegaraman ini sangat unik karena tidak memerlukan biaya input dalam proses produksi sebagaimana usaha dalam usahatani lahan semisal bibit, pupuk, pestisida dan sebagainya. Biaya yang dikeluarkan dalam usaha pegaraman ini meliputi biaya peralatan produksi, biaya garap, biaya pungut, biaya pengarungan dan biaya angkut hingga ke collecting point (tempat penumpukan garam di pinggir jalan yang bisa dilalui truk). Selengkapnya elemen biaya dalam usaha pegaraman ini dapat dilihat pada tabel 6 di bawah ini.
Tabel 1. Biaya Produksi Garam Per Musim Per Hektar Elemen Besar Biaya (Rp/Ha) Peralatan Produksi 1.929.161 Garap 6.613.200 Panen/ Pungut 1.058.667 Pengarungan 2.307.893 Angkut 3.705.333 Total 15.614.254,44 Sumber: Data Primer Diolah, 2011
Persentase (%) 12,36 42,35 6,78 14,78 23,73 100
Berdasarkan tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa sebagian biaya yang dikeluarkan adalah untuk biaya garap lahan pegaraman (42,35%). Biaya penggarapan ini adalah mulai mempersiapkan lahan awal musim dan pemeliharaan selama musim garam. Alokasi biaya terbesar selanjutnya adalah biaya angkut (23,73%). Sementara alokasi biaya yang paling kecil adalah biaya panen/ pungut (6,78%). Panen/ pungut dilakukan sekitar 10 hari sekali selama musim garam berlangsung. Risiko usaha pegaraman yang akan dikaji disini meliputi risiko produksi, risiko biaya, risiko harga dan risiko pendapatan. Untuk mengetahui risiko produksi, biaya, harga jual garam dan pendapatan petani garam pada usaha pegaraman dilakukan dengan cara analisis koefisien variansi. Risiko produksi usaha pegaraman diketahui dengan melakukan analisis koefisiensi variansi. Nilai koefisien variansi produksi yang kecil menunjukkan variabilitas nilai rata-rata produksi yang rendah. Hal ini menggambarkan risiko produksi yang dihadapi untuk mendapatkan produksi garam tersebut kecil, dan demikian pula sebaliknya. Tabel 2 berikut menunjukkan nilai koefisien variansi produksi garam. Tabel 2 Rata-rata, Standar Deviasi dan Koefisien Variasi Produksi Usaha pegaraman Per Ton Elemen Nilai Rata-rata Produksi 52.68 Standar Deviasi 8,27 Koefisien Variasi 0,16 Sumber: Data Primer Diolah, 2011 Berdasar data di atas terlihat bahwa risiko produksi garam rakyat pada periode produksi 2011 adalah rendah. Hal ini dikarenakan dari pada musim produksi garam (bulan panas) di madura tahun ini relative lebih lama yakni sekitar 6 bulan (April-
September). Produksi garam petani terbesar ada yang mencapai 100 ton/ha dan yang terendah hanya 40 ton/ ha. Risiko biaya dimaknakan biaya yang dikeluarkan petani garam dalam melakukan usaha pegaraman ini juga perlu diketahui tingkat risikonya. Semakin besar variansi biaya per hektar yang dikeluarkan dalam melakukan usaha pegaraman, maka semakin besar pula tingkat risiko biaya yang dihadapi. Tabel 3 Rata-rata, Standar Deviasi dan Koefisien Variasi Biaya Per Hektar Elemen Nilai Rata-rata biaya 15.614.254,44 Standar Deviasi 3.633.766,11 Koefisien Variasi 0,23 Sumber: Data Primer Diolah, 2011 Biaya yang dikeluarkan oleh petani garam pada periode produksi 2011 ini relative kecil, yang ditunjukkan dengan nilai koefisien varians lebih kecil dari 1. Kondisi ini dikarenakan setiap elemen biaya yang dikeluarkan oleh petani garam relative sama. Dimana prosentase terbesar biaya produksi dikeluarkan pada biaya garap. Biaya garap ini dilakukan mulai penyiapan lahan pegaraman hingga pemeliharaan lahan pegaraman. Risiko harga yang dimaksudkan disini adalah harga yang diterima oleh petani garam pada garam KW 1 dan garam KW 2. Harga yang diterima petani tersebut kemudian di rata-rata sehingga menghasilkan rata-rata harga garam yang diterima oleh petani garam. Tabel 4 Rata-rata, Standar Deviasi dan Koefisien Variasi Harga Garam Per Ton Elemen Nilai Rata-rata Harga 484.400 Standar Deviasi 19.785,59 Koefisien Variasi 0,04 Sumber: Data Primer Diolah, 2011 Risiko harga yang diterima oleh petani garam untuk KW 1 maupun KW 2 relatif kecil. Rata-rata harga garam KW 1 yang diterima oleh petani garam adalah Rp.535.400/ ton dan untuk KW 2 adalah Rp.435.000/ton. Harga sebenarnya lebih rendah dari harga garam yang ditetapkan pada tahun 2011, dimana ditetapkan harga garam KW 1 adalah 750.00/ton dan KW 2 Rp.550.000/ton.
Kondisi ini perlu diperhatikan mengingat
ternyata ada ketidak sesuaian implementasi penetapan harga garam di lapangan Dalam suatu usahanya petani garam bertujuan untuk memaksimumkan pendapatan yang diperoleh. Pendapatan ini merefleksikan nilai yang diperoleh petani
garam dari penerimaan yang diperoleh petani garam yang dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan per hektar dalam melakukan usaha pegaraman.
Tabel 5. Rata-Rata, Standar Deviasi dan Koefisien Variasi Pendapatan Per Hektar Garam Elemen Rata-rata Pendapatan Standar Deviasi Koefisien Variasi Sumber: Data Primer Diolah, 2011
Nilai 9.995.745,56 1.823.305,79 0,18
Berdasarkan hasil analisis seperti pada tabel di atas terlihat bahwa pendapatan usaha pegaraman periode 2011 mempunyai risiko pendapatan rendah. Hal ini terlihat dari nilai koefisien variasi yang sangat lebih rendah dari 1. Pendapata tertinggi petani dari usaha garam per hektar dapat mencapai Rp.13.120.000/ hektar dan pendapatan terendah mencapai Rp.6.170.00/ hektar. Hal ini dikarenakan besarnya rata-rata produksi garam yang dihasilkan petani serta meningkatnya harga jual yang diperoleh petani, meskipun belum sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Dalam analisis risiko, semakin besar variabilitasnya (yaitu semakin banyak kemungkinan dan kisaran) dari pendapatan petani garam, semakin besar risiko yang terkait dengan keputusan atau tindakan (Salvatore, 2003). Dapat dibayangkan apabila harga jual garam sebagaimana yang ditetapkan maka tentunya akan lebih meningkat pula nilai pendapatan yang diperoleh petani garam. Usaha pegaraman yang mengandalkan panas sinar matahari ini tentunya sangat rentan terhadap risiko jika kondisi musim tidak menentu. Hal ini dapat diatasi dengan upaya fisis, chemis dan biologis pada saat proses produksi dan juga pada saat proses pencucian.
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.
Petani garam rakyat yang ada di Madura pada periode produksi 2011 memiliki pendapatan rata-rata sebesar Rp.9.995.745,56 per hekatr.
2.
Tingkat risiko produksi, biaya, harga dan pendapatan usaha pegaraman rakyat di Madura pada periode produksi 2011 memiliki risiko yang relative kecil.
Daftar Pustaka
Abu. 2002. Buku Panduan Pembuatan Garam Bermutu. Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non Hayati. BRKP. Jakarta Anderson. John R dan Dillon, John .L, 1992, Risk Analisis In Dryland Farming Systems, Food and Agriculture Organization Of The United Nation, Rome Boehlje, Michael D dan Eidman Vernon R. 1993. Farm Management. John Willey&Sons. New York Coble, K. H., Heifner, R. G., Zuniga, M. 2000. Implications of Crop Yield and Revenue Insurance for Producer Hedging. Journal. Journal of Agricultural and Resource Economics 25 (2): 432 – 452. Conghe Song, Brian L White, Benjamin W Heumann. Hyperspectral remote sensing of salinity stress on red (Rhizophora mangle) and white (Laguncularia racemosa) mangroves on Galapagos Islands. Journal. Remote Sensing Letters. Abingdon: Sep 2011. Vol. 2, Iss. 3; pg. 221 Darmawi, Herman. 2005. Manajemen Risiko. Bumi Aksara. Jakarta Djasuli, Mohamad. Suprapti, Isdiana. Harwida, Gita Arasy dan Zulkarnaen, Iskandar. 2009. Pengembangan Model Keuangan Mikro Syari’ah dengan Pola Grameen Bank Dalam Upaya Penguatan Ekonomi Masyarakat Petani garam di Pulau Madura. Laporan Penelitian. Penelitian Strategis Nasional Batch 2. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Trunojoyo. Bangkalan Fauziyah, Elis. 2011. Manajemen Risiko Pada Usahatani Padi Sebagai Salah Satu Upaya Dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani (Studi Kasus Di Desa Telang Kecamatan Kamal). Prosiding. Seminar Nasional Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan. Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo 20 Oktober 2011 Hotel Sahid. Surabaya Harwood, J. L., Heifner, R., Coble, K., Perry, J., Somwaru, A. 1999. Managing Risk in Farming: Concepts, Research and Analysis. Journal. Agricultural Economic Report No. 774. Washington, DC, USDA –Economic Research Service, 1999. Ihsannudin, 2011, Pengelolaan Sumberdaya Lahan Guna Pencapaian Swasembada Garam Nasional. Prosiding. Seminar Nasional Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan. Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo 20 Oktober 2011 Hotel Sahid. Surabaya Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2010. Program Swasembada Garam Nasional. Makalah. Seminar Nasional Pegaraman Menuju Swasembada Garam Konsumsi. Hotel Sultan 18 Mei 2010 Maulida, Diah. 2010. Dukungan Kebijakan Pemerintah Dalam Mendukung Swasembada Garam. Makalah. Seminar Nasional “Merekonstruksi Garam
Rakyat: dalam Perspektif Teknis, Sosial Ekonomi dan Kelembagaan”, dalam rangka Dies Natalis ke-9 Universitas Trunojoyo Madura, 5 Juli 2010 Pappas J.L dan Hirschey, Mark, 1995. Ekonomi Manajerial. Binarupa Aksara. Jakarta Purbani, Dini. 2009. Proses Pembentukan Kristalisasi Garam. Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta Rochwulaningsih, Yety. 2007. Petani Garam dalam Jeratan Kapitalisme: Analisis Kasus Petani Garam di Rembang Jawa Tengah. Jurnal. Jurnal Masyarakat Kebudayaan. Tahun XX No. 3 Juli 2007 Salvatore, Dominick, 2003. Managerial Economic dalam Perekonomian Global. Erlangga. Jakarta Segal, Richard D. Waite , Anya M. dan Hamilton, David P. 2009. Nutrient limitation of phytoplankton in Solar Salt Ponds in Shark Bay, Western Australia. Journal. Hydrobiologia (2009) 626:97–109 Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofyan, 1995. Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta Weisensel, W. P., Shoney, R. A. 1989. An Analysis of the Yield-Price Risk Associated with Specialty Crops. Journal. Western Journal of Agricultural Economics 14 (2): 293– 299. Yamin. M, 2003. Analisis Resiko Usaha Rumahtangga Transmigran di Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal. Agrumy Volume XI Nomor 1 Juni 2003. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta.