Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat Indonesia, Menteri Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan Menteri tertanggal 30 Desember 1950 Nomor: 27998 / Kab memutuskan mendirikan Pendidikan Perawat Gigi ( Dental Nurse ). Keputusan tersebut berlaku mulai 1 Agustus 1951, maka berdirilah Sekolah Perawat Gigi di Jakarta. Pada tahun 1953 Sekolah Perawat Gigi Jakarta meluluskan Perawat Gigi yang pertama. Namun pada tahun 1957 Sekolah Perawat Gigi diubah menjadi Sekolah Pengatur Rawat Gigi ( SPRG ). ( catatan komentar : inilah awal masalah jati diri perawat gigi menjadi tidak jelas, mengapa nama Sekolah Perawat Gigi berubah menjadi Sekolah Pengatur Rawat Gigi ? sementara orang awam selalu beranggapan SPRG adalah Sekolah Perawat Gigi) Pada tahun 1959 SPTG didirikan dan pada tahun 1960 lulus Sekolah Pengatur Tehniker Gigi angkatan I Jakarta dan akhirnya pada tahun 1967 berdiri Ikatan Perawat Gigi dan Tehniker Gigi Indonesia ( IPTGI ). IPTGI berlangsung sampai dengan tahun 1986 tanpa kegiatan atau vakum dan di tahun itu pula dilaksanakan kongres I IPTGI di Ciloto. Pada tahun 1989 disusun konsep Jabatan Fungsional Dokter Gigi, Perawat Gigi dan Tehnisi Gigi. Pada tahun 1991, konsep Jabatan Fungsional Paramedis Gigi ditolak Menteri Pendayagunaan karena latar belakang pendidikan Perawat Gigi dan Tehnisi Gigi berbeda, sehingga jabatan fungsional antara kedua tenaga tersebut perlu dipisah. Pada tahun 1991 berlangsung kongres II IPTGI di Jakarta diantaranya membahas konsep Jabatan Fungsional Paramedis Gigi ditolak Menteri Pendayagunaan karena latar belakang pendidikan Perawat Gigi dan Tehnisi Gigi berbeda, sehingga jabatan fungsional antara kedua tenaga tersebut perlu dipisah. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan bahwa tenaga kesehatan harus mempunyai keahlian professional yang ditunjang pendidikannya. Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional menyatakan untuk menjadi Jabatan Fungsional dipersyaratkan adanya profesi yang jelas, etika profesi dan tugas mandiri dari tenaga kesehatan tersebut dan Jabatan Fungsional menghendaki adanya organisasi profesi. Sedemikian besar tuntutan pelayanan kesehatan gigi dan mulut serta luasnya tanah air Indonesia dan bertambahnya penduduk, Perawat Gigi lulusan Sekolah Pengatur Rawat Gigi di Jakarta sudah barang tentu tidak mampu memenuhi tuntutan tersebut. Seperti kita ketahui Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan telah / pernah memiliki sekitar 22 Sekolah Pengatur Rawat Gigi yang berada di 17 propinsi. Jelaslah bahwa keberadaan Perawat Gigi
bagi masyarakat Indonesia sangat dibutuhkan. Sekolah Pengatur Rawat Gigi yang berdiri sejak tahun 1951 sampai saat ini telah mengalami beberapa kali perubahan kurikulum, yang artinya Perawat Gigi juga telah mempunyai beberapa wajah atau profil ( terlampir Pedoman Kurikulum Pendidikan SPRG ) dari lampiran SK Menkes Nomor 62/KEP/DIKLAT/KES/81. Memenuhi tuntutan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil dan Organisasi Profesi serta berkat daya juang yang tinggi melalui berbagai proses, terbentuklah wadah menghimpun profesi Perawat Gigi pada tanggal 13 September 1996 yang dinamakan PERSATUAN PERAWAT GIGI INDONESIA / organisasi profesi PPGI di BLKM Ciloto Jawa Barat yang didukung oleh Direktorat Kesehatan Gigi, Biro Organisasi Departemen Kesehatan RI, dan PUSDIKNAKES Depkes RI. Di dalam Peraturan Pemerintah No.32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan / atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Jelaslah bagi kita, dari butir pertama Peraturan Pemerintah tersebut, bahwa Perawat Gigi termasuk dalam salah satu tenaga kesehatan. Perawat Gigi mempunyai keterampilan, kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan gigi khususnya setelah menempuh pendidikan Sekolah Pengatur Rawat Gigi. Namun pada Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1996 tenaga Perawat Gigi belum masuk di dalamnya, maka PPGI yang baru terbentuk tersebut perlu mengadakan MUNAS I dengan segera yang didukung pada waktu itu Direktorat Kesehatan Gigi selaku Pembina Tehnis dan berlangsunglah pertemuan para wakil Perawat Gigi dari seluruh Indonesia pada tanggal 10 s.d. 11 Desember 1996 yang sekaligus mengesahkan organisasi profesi Perawat Gigi dan telah menghasilkan ; 1.Anggaran Dasar 2.Anggaran Rumah Tangga 3.Kode Etik Perawat Gigi 4.Usulan draft jabatan fungsional 5.Program Kerja Sesuai dengan keinginan para Perawat Gigi agar keberadaan Perawat Gigi diakui oleh Pemerintah dan tercantum pada PP No. 32 tahun 1996, Perawat Gigi memberikan pandangan tentang keuntungan dan kerugian apabila Perawat Gigi termasuk kategori Tenaga
Keperawatan dan Perawat Gigi sebagai kekhususan Perawat. Ada pun keuntungan dan kerugiannya sebagai berikut; Alternatif I Perawat Gigi termasuk kategori Tenaga Keperawatan adalah, 1.Perawat 2.Bidan 3.Perawat Gigi Keuntungannya : 1.Perawat Gigi sebagai profesi yang mandiri 2.Memenuhi kebutuhan program yang ditentukan Pemerintah dalam pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut 3.Perawat Gigi sebagai mitra kerja Dokter Gigi 4.Perawat Gigi dapat memberikan pelayanan asuhan sesuai dengan ilmu yang dimililiki 5.Perawat Gigi dapat menjalankan tugas, tanggung jawab sesuai dengan profesinya 6.Perawat Gigi dapat mengembangkan jati dirinya 7.Perawat Gigi dapat mengembangkan karir sesuai dengan profesinya 8.Meningkatkan percaya diri pada Perawat Gigi 9.Secara terorganisir dan pelayanan Perawat Gigi yang prima mampu meningkatkan / mencapai derajat kesehatan gigi masyarakat secara optimal 10.Perawat Gigi dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang lanjut yang sesuai dengan bidang ilmunya Alternatif II Perawat Gigi sebagai kekhususan dari PERAWAT Yang termasuk tenaga Keperawatan : 1.Perawat Perawat Umum Perawat Gigi dst 2.Bidan Kerugiannya: 1.Program pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut tidak dapat terlaksana secara optimal 2.Dokter Gigi tidak mempunyai mitra kerja 3.Pendidikan Perawat Gigi yang ada kini dapat ditutup 4.Seluruh Perawat Gigi harus ada pelatihan karena ilmu yang diterima berbeda 5.Perawat Gigi tidak dapat menunjukkan eksistensinya
Demikianlah yang diperjuangkan DPP PPGI agar Perawat Gigi masuk kategori tenaga Keperawatan dan tercantum pada jenis tenaga kesehatan bagian dari tenaga Keperawatan di dalam PP No. 32 tahun 1996 dengan berbagai upaya maka keluarlah Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1035/Menkes/SK/IX/1998 tentang Perawat Gigi merupakan salah satu jenis tenaga Kesehatan kelompok Keperawatan. Selanjutnya untuk kenyamanan Perawat Gigi bekerja disusunlah peraturan – peraturan Jabatan Fungsional Perawat Gigi kemudian terbitlah : 1.KEPMENPAN No. 22/KEP/M.PAN/4/2001tentang Jabatan Fungsional Perawat Gigi dan angka kreditnya 2.Keputusan Bersama Menkes dan Kesos dan KA. BKN No. 728/MENKES/ KESOS/ SKB/ VII/ 2001 dan No. 32A Tahun 2001 3.Kep.Menkes No. 1208/Menkes /SK/ XI/2001 Sebagai pelaksanaan lebih lanjut Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tersebut maka perlu ditetapkan tentang Registrasi dan Izin Kerja Perawat Gigi tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No: 1392Menkes /SK/XII/2001 ( SK terlampir ) Perawat Gigi dalam melaksanakan tugasnya dengan memberikan Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 284/ Menkes/SK/ IV/ 2006, terlampir Perawat Gigi merupakan salah satu jenis tenaga Kesehatan dalam kelompok Keperawatan yang dalam menjalankan tugas profesinya harus berdasarkan Standar Profesi sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesi Nomor : 378/Menkes/SK/III/2007, (terlampir). Sehingga dapat disimpulkan tenaga profesi Kesehatan Gigi mempunyai jenis tenaga sebagai berikut ; 1.Dokter Gigi 2.Perawat Gigi 3.Tehniker Gigi B. SEJARAH AKADEMI KESEHATAN GIGI DEPKES HINGGA KINI Menyadari akan makin meningkatnya need and demand masyarakat akan kebutuhan pelayanan kesehatan, PUSDIKLAT Depkes ( pada waktu itu belum terpisah Pusdiklat dan Pusdiknakes) telah memikirkan untuk meningkatkan SPRG menjadi Program D3 dengan mengadakan pertemuan di Tawangamangu tahun 1980 yang dihadiri oleh pakar dari Depkes, Depdikbud, beberapa dekan FKG, Pimpinan dan staf SPRG . Setelah melalui proses yang panjang, konsultasi dengan Departemen Kesehatan, Depdikbud,
Please download full document at www.DOCFOC.com Thanks