Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM-ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) DALAM UPAYA MENINGKATKAN INTERAKSI DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV Ni Luh Made Dwi Wintari1, I Km. Ngr. Wiyasa2, Made Putra3 1,2,3
Program Studi S1 Alih Kredit, Jurusan Pendidikan Dasar Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui interaksi dan hasil belajar matematika melalui model pembelajaran kooperatif tipe “Team-Assisted Individualization” (TAI) siswa di kelas IV SD Negeri 6 Dauh Puri Tahun Pelajaran 2013/2014. Desain penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Subjek penelitian adalah siswa kelas IV SD Negeri 6 Dauh Puri yang berjumlah 45 yang terdiri dari 22 siswa laki-laki dan 23 siswa perempuan. Data tentang interaksi belajar dikumpulkan menggunakan lembar observasi dan hasil belajar dikumpulkan menggunakan tes. Data dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan interaksi dan hasil belajar Matematika melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Team-Assisted Individualization (TAI) pada siswa kelas IV SD Negeri 6 Dauh Puri. Hal tersebut terlihat dari interaksi belajar pada siklus I dan II yang telah mengalami peningkatan dari setiap pertemuan. Pada siklus I, persentase rata-rata interaksi belajar sebesar 65,4%, sedangkan pada siklus II persentase rata-rata interaksi belajar siswa mampu mencapai 81,2%. Ini menunjukkan terjadi peningkatan sebesar 15,8%. Demikian pula pada pembelajaran kooperatif tipe TeamAssisted Individualization (TAI) dapat meningkatkan hasil belajar Matematika siswa kelas IV SD Negeri 6 Dauh Puri pada siklus I Persentase rata-rata hasil belajar siswa mencapai 71,1% dengan ketuntasan belajar secara klasikal sebesar 48,9%, sedangkan pada siklus II, persentase hasil belajar meningkat menjadi 81,8% dan ketuntasan belajar secara klasikal menjadi sebesar 91,1%. Berdasarkan hasil refleksi siklus I sampai pada hasil siklus II, persentase rata-rata hasil belajar siswa meningkat sebesar 10,7% serta ketuntasan belajar klasikal mengalami peningkatan sebesar 42,2%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Team-Assisted Individualization (TAI) dapat meningkatkan interaksi dan hasil belajar Matematika siswa kelas IV SD Negeri 6 Dauh Puri tahun pelajaran 2013/2014. Kata-kata kunci: pembelajaran kooperatif tipe Team-Assisted Individualization (TAI), interaksi, dan hasil belajar Matematika Abstract The purpose of this study is to investigate the interaction and learning of mathematics through cooperative learning model "Team-Assisted Individualization" (TAI) students in the fourth grade 6 Dauh Puri Elementary School Academic Year 2013/2014. The design of this study is action research conducted in two cycles. Subjects were fourth grade students of SD Negeri 6 Dauh Puri totaling 45 which consisted of 22 male students and 23 female students. The data collected on learning interactions using observation sheets and learning outcomes were collected using a test. Data were analyzed using quantitative descriptive analysis method. The results showed that an increase in interaction and mathematics learning outcomes through the implementation of cooperative learning model TeamAssisted Individualization (TAI) in the fourth grade students of SD Negeri 6 Dauh Puri. It is
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) seen from the learning interaction cycle I and II that have experienced an increase of each meeting. In the first cycle, the average percentage of 65.4% of learning interaction, while the second cycle of the average percentage of students studying interactions capable of achieving 81.2%. This shows an increase of 15.8%. Similarly, the type of cooperative learning Team-Assisted Individualization (TAI) can improve learning outcomes Mathematics Elementary School fourth grade students 6 Dauh Puri in the first cycle average percentage of students achieving learning outcomes with 71.1% completeness in the classical learning of 48.9 %, while in the second cycle, the yield increased to 81.8% learning and mastery learning in classical amounted to 91.1%. Based on the results of a reflection on the results of the first cycle to the second cycle, the average percentage of student learning outcomes increased by 10.7% as well as the completeness of classical learning increased by 42.2%. It can be concluded that cooperative learning Team-Assisted Individualization (TAI) may increase interaction and mathematics learning outcomes Elementary School fourth grade students 6 Dauh Puri school year 2013/2014. Key words: cooperative learning Team-Assisted Individualization (TAI), interaction, and learning Mathematics
PENDAHULUAN Masalah pendidikan seringkali menjadi topik perbincangan yang menarik dan hangat, di kalangan masyarakat luas, dan lebih-lebih lagi pakar pendidikan. Hal ini merupakan hal yang wajar karena semua orang berkepentingan dan ikut terlibat dalam proses pendidikan. Masalah utama yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah rendahnya mutu pendidikan, termasuk pada mata pelajaran Matematika. Rendahnya mutu pendidikan ini, secara langsung berpengaruh pada hasil belajar siswa dalam bidang studi matematika. Untuk meningkatkan hasil belajar Matematika rupanya harus dilakukan dengan kerja keras. Karena di dalam meningkatkan hasil belajar Matematika ditemui berbagai hambatan. Hambatan tersebut antara lain: 1) Pelajaran Matematika masih menjadi mata pelajaran yang kurang menyenangkan bagi siswa. 2) sering kita dengar nada-nada yang tersebar di masyarakat terkait dengan diberikannya pelajaran matematika di sekolah. Matematika sebagai ilmu yang sangat penting peranannya dalam kehidupan sehari-hari dan merupkan alat bagi bidang ilmu yang lain seperti fisika, kimia, ekonomi dan biologi harus dapat dikuasai oleh siswa dengan baik, pada jenjang Sekolah Dasar (SD). Konsep dasar matematika di sekolah dasar harus dikuasai dengan baik oleh siswa. Kekeliruan konsep Matematika pada jenjang sekolah dasar akan berdampak
buruk terhadap pemahaman konsep matematika pada jenjang pendidikan selanjutnya. Pendidikan di jenjang sekolah dasar merupakan pondasi yang sangat penting dalam usaha membekali siswa untuk masa depannya kelak. Setiap pelajaran yang diberikan harus terarah pada pembentukan pondasi yang kokoh, karena pondasi yang kokoh akan menunjang keberhasilan pendidikan siswa untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa pada jenjang sekolah dasar, salah satunya perlu diadakan perbaikan terhadap kualitas pembelajaran matematika di sekolah dasar. Jika dicermati proses pembelajaran Matematika di sekolah selama ini masih didominasi oleh guru, dimana guru sebagai sumber utama pengetahuan. Hal ini dilakukan oleh guru karena guru mengejar target kurikulum yaitu menghabiskan materi pembelajaran atau bahan ajar dalam kurun waktu tertentu. Dalam proses pembelajaran ini guru menerapkan strategi klasikal dan metode ceramah menjadi pilihan utama sebagai metode pembelajaran. Dalam pembelajaran ini konsep yang diterima siswa hampir semuanya berasal dari “kata guru”. Konsekwensinya, bila siswa diberikan soal yang berbeda dengan soal latihan maka siswa cenderung membuat kesalahan. Penggunaan metode ceramah secara dominan sangat tidak sesuai dengan pembelajaran matematika, karena
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) konsep-konsep yang terkandung dalam matematika memiliki tingkat abstraksi yang tinggi. Dengan metode pembelajaran ini, pengetahuan yang dimiliki siswa hanya bersifat prosedural yaitu siswa cenderung menghafal contoh-contoh yang diberikan oleh guru tanpa terjadi pembentukan konsepsi yang benar dalam struktur kognitif siswa. Hal ini juga terjadi di kelas IV SD Negeri 6 Dauh Puri hasil observasi menunjukkan bahwa interaksi siswa di dalam kelas masih sangat rendah. Rendahnya interaksi siswa di dalam kelas dikarenakan dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru, siswa tidak mau mengungkapkan masalah yang dihadapinya dan siswa kurang mau bertanya maupun menjawab soal yang diberikan, sehingga kesempatan untuk melakukan diskusi maupun urun pendapat tidak dapat terlaksana. Proses pembelajaran menjadi semakin jenuh dan tidak bergairah. Pada saat guru menyampaikan materi pelajaran dengan metode ceramah, beberapa siswa terlihat menguap, beberapa siswa lain yang duduk dibarisan belakang ramai berbicara antar teman tanpa memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh guru. Kadang mereka juga membuat ulah yang negatif dengan mengganggu temannya untuk menarik perhatian guru. Ada juga yang mengisi waktu luang dengan mengerjakan tugas mata pelajaran lain. Selain interaksi siswa yang rendah, hasil belajar pada mata pelajaran Matematika juga masih belum memuaskan. Dari standar KKM yang ditetapkan untuk mata pelajaran Matematika di kelas IVadalah 65, namun siswa yang belum memenuhi KKM adalah sebesar 75%. Hal itu dilihat dari hasil beberapa kali ulangan harian hanya 15 siswa (6,75%) yang memenuhi kriteria ketuntasan klasikal terhitung dari 45 siswa kelas IV SD Negeri 6 Dauh Puri. Jika hal ini dibiarkan, maka akan menimbulkan keprihatinan. Menurut Sutarno (dalam Sumarmiati, 2009:5) bahwa mengajar tidak sama dengan membelajarkan. Hal ini terdeteksi dari hasil mengajar seorang guru tidak selalu sama dalam
membelajarkan siswanya. Hasil belajar siswanya bervariasi. Apalagi jika kegiatan mengajar seorang guru tidak mempunyai tujuan dan tidak mengacu pada tujuan yang ditentukan dalam SK, KD, Indikator serta kesalahan dalam mengkemas pembelajaran yang tidak inovatif dan merangsang siswa untuk membangun pemikirannya sendiri melalui ide-ide yang ada dibenaknya. Keberhasilan proses belajar mengajar pada suatu pembelajaran tertentu dapat diukur dari keberhasilan siswa yang mengikuti pembelajaran tersebut. Semakin tinggi tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan, maka semakin tinggi tingkat keberhasilan yang dicapai. Dengan demikian seorang tenaga pendidik hendaknya mengembangkan pengetahuannya tentang teori-teori pembelajaran dan mengaplikasikannya dalam proses pembelajaran sebagai upaya peningkatan kualitas pengajaran dengan menggali potensi siswa secara optimal. Melalui kompetensi profesionalnya, guru harus mampu mewujudkan pembelajaran yang inovatif dan kreatif sehingga proses pembelajaran dapat lebih bermakna. Salah satu teori pembelajaran yang bisa dimanfaatkan adalah teori pembelajaran yang berorientasi pada Model Pembelajaran Kooperatif. Untuk itu, sebagai salah satu komponen penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan, kegiatan belajar mengajar (KBM) perlu diubah agar mampu meningkatkan interaksi dan hasil belajar Matematika siswa, apalagi pemerintah dalam hal ini Depdiknas sudah menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam rangka menerapkan KTSP, maka guru perlu merancang suatu model pembelajaran yang menunjang kurikulum tersebut. Konstruktivistik merupakan landasan berfikir KTSP yang pada intinya adalah siswa harus menemukan dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dibenak mereka sendiri dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan KTSP adalah model pembelajaran
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) kooperatif tipe TeamAssisted Individualization (TAI). Team-Assisted Individualization ( TAI ) pertama kali diprakarsai oleh Robert E. Slavin yang merupakan perpaduan antara pembelajaran kooperatif dan pengajaran individual. Slavin membuat metode ini berdasarkan beberapa alasan. Pertama, model ini mengkombinasikan keunggulan koopertif dan program pengajaran individual. Kedua, model ini memberi tekanan pada efek sosial dari belajar kooperatif. Ketiga, TAI disusun untuk memecahkan masalah kesulitan belajar individual. Ciri khas dari pembelajaran ini adalah siswa belajar secara individual mempelajari materi yang telah disiapkan oleh guru. Hasil belajar individual akan dibawa kedalam kelompok masing-masing untuk didiskusikan oleh anggota kelompok. Semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban yang telah dikerjakan. Sebelum dibentuk kelompok, siswa diajarkan bagaimana bekerja sama dalam suatu kelompok. Siswa diajari bagaimana menjadi pendengar yang baik, dapat menjelaskan kepada teman kelompok, berdiskusi, mendorong teman lain untuk bekerja sama, dan menghargai pendapat teman yang lain. Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk berperan aktif dalam proses belajar mengajar, sehingga siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pembelajaran kooperatif juga melatih siswa untuk mampu berpikir kritis dan toleran terhadap siswa lain. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Team-Assisted Individualization (TAI) diharapkan tidak saja dapat meningkatkan interaksi dan kemampuan siswa dalam memahami konsep-konsep Matematika, tetapi juga dapat meningkatkan kemampuan kerja sama siswa. Oleh karena itu, tergambar jelas tugas yang diemban guru di sekolah untuk dapat mewujudkan pembelajaran yang berkualitas, guru harus mampu menjadi fasilitator dalam pembelajaran Matematika dan guru harus mampu
menciptakan pembelajaran yang inovatif yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan siswa. Dalam pembelajaran Matematika guru harus mampu membangun strategi khusus untuk memberi dorongan dan motivasi kepada siswa agar berani mengemukakan pendapatnya. Sehingga interaksi dan hasil belajar Matematika siswa dapat meningkat. Berdasarkan uraian di atas, peneliti mencoba mengatasi masalah yang terjadi dengan melaksanakan penelitian berjudul “Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif tipe Team-Assisted Individualization (TAI) dalam Upaya Meningkatkan Interaksi dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD Negeri 6 Dauh Puri Tahun Pelajaran 2013/2014”. Bertitik tolak dari latar belakang dan identifikasi masalah, dapat dirumuskan empat masalah yang akan diteliti, yaitu: (1) Bagaimanakah meningkatkan interaksi belajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe “Team-Assisted Individualization” (TAI) siswa kelas IV SD Negeri 6 Dauh Puri Tahun Pelajaran 2013/2014? dan (2) Apakah model pembelajaran kooperatif tipe “Team-Assisted Individualization” (TAI) dapat meningkatkan hasil belajar Matematika siswa kelas IV SD Negeri 6 Dauh Puri Tahun Pelajaran 2013/2014? Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Untuk meningkatkan interaksi siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe “Team-Assisted Individualization” (TAI) di kelas IV SD Negeri 6 Dauh Puri Tahun Pelajaran 2013/2014 dan (2) Untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe “Team-Assisted Individualization” (TAI) di kelas IV SD Negeri 6 Dauh Puri Tahun Pelajaran 2013/2014. METODE Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua metode yaitu metode observasi dan metode tes evaluasi. Metode observasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) interaksi belajar siswa dalam proses pembelajaran. Sedangkan metode tes evaluasi digunakan untuk mengukur hasil belajar Matematika diakhir pertemuan. Penelitian ini merupakan penelitian tidakan kelas (PTK) yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja guru sehingga hasil
belajar siswa menjadi meningkat. Berdasarkan jenis penelitian ini menggunakan siklus yang terdiri dari empat bagian, yaitu: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Adapun rancangan dari penelitian tindakan kelas (PTK) ini diilustrasikan pada gambar 1 sebagai berikut.
Perencanaan Refleksi
Pelaksanaan
SIKLUS I Observasi
Perencanaan Refleksi
Pelaksanaan
SIKLUS II Observasi
Gambar 1 Siklus PTK (Suharsimi Arikunto, 2008: 16) HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian Siklus I Hasil pengamatan interaksi belajar siswa yang dilakukan pada saat penerapan pembelajaran kooperatif tipe Team-Assisted Individualization (TAI) pada mata pelajaran Matematika, menggunakan lembar observasi dengan jumlah butir observasi sebanyak 12 butir, masing-masing butir memiliki 5 kategori sehingga diperoleh skor maksimal ideal (SMI) = 100. Hasil perhitungan interaksi belajar siswa pada siklus I disajikan sebagai berikut. a. Menghitung rata-rata interaksi belajar siswa. Untuk menghitung rata-rata interaksi belajar siswa siklus I dianalisis dengan rumus sebagai berikut.
Me
Xi N 2943,3 = 45 =
= 65,4 b.
Menghitung persentase rata-rata interaksi belajar siswa. Persentase dari rata-rata interaksi belajar siswa dapat dicari, dengan rumus mencari rata-rata sebagai berikut. M (%)
M x 100% SMI 65,4 = x 100% 100 =
= 65,4% Persentase interaksi belajar siswa pada siklus I diperoleh 65,4%, jika dikonversikan ke dalam tabel
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) persentase kriteria interaksi belajar, maka persentase interaksi belajar pada siklus I yaitu berada pada rentang 65-79 dengan kriteria interaksi sedang. 2. Data hasil belajar matematika Hasil belajar siswa dinilai dengan menggunakan tes hasil belajar pada akhir siklus dengan memberikan tes objektif yang berjumlah 20 butir soal. Skor maksimal ideal (SMI) = 100. Hasil perhitungan hasil belajar siswa pada siklus I disajikan sebagai berikut. a. Menghitung rata-rata hasil belajar siswa Untuk menghitung rata-rata hasil belajar siswa dianalisis dengan rumus sebagai berikut. M
b.
Xn N 3200 = 45 =
= 71,1 Menghitung persentase rata-rata hasil belajar siswa Untuk menghitung persentase rata-rata hasil belajar siswa dianalisis dengan rumus sebagai berikut. M (%)
c.
KB
M x 100% SMI 71,1 = x 100% 100 =
= 71,1% Persentase hasil belajar pada siklus I diperoleh 71,1%, jika dikonversikan ke dalam tabel persentase kriteria hasil belajar, maka persentase hasil belajar berada pada rentang 65-79 dengan kriteria sedang. Menghitung persentase ketuntasan klasikal. Ketuntasan belajar siswa secara klasikal dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Banyak Siswa Tuntas (Sesuai KKM) = x 100% Banyak Siswa Mengikuti Tes
=
22 x 100 45
= 48,9% Ketuntasan belajar siswa pada siklus I mencapai 48,9%. Ini berarti bahwa dari 45 orang siswa hanya 23 siswa yang tuntas dan 22 siswa belum tuntas atau belum mencapai nilai sesuai dengan KKM. 2.
Hasil Penelitian Siklus II Hasil pengamatan interaksi belajar siswa yang dilakukan pada saat penerapan pembelajaran kooperatif tipe Team-Assisted Individualization (TAI) pada mata pelajaran Matematika, menggunakan lembar observasi dengan jumlah butir observasi sebanyak 12 butir, masing-masing butir memiliki 5 kategori sehingga diperoleh skor maksimal ideal (SMI) = 100. Hasil perhitungan interaksi belajar siswa pada siklus II disajikan sebagai berikut. 1. Data keaktifan belajar siswa Hasil pengamatan keaktifan belajar siswa yang dilakukan pada saat penerapan pendekatan inkuiri pada mata pelajaran IPS, menggunakan lembar observasi dengan jumlah butir observasi sebanyak 20 butir, masing-masing butir memiliki 5 kategori sehingga diperoleh skor maksimal ideal (SMI) = 100. Hasil perhitungan keaktifan belajar siswa pada siklus II disajikan sebagai berikut. a. Menghitung rata-rata interaksi belajar siswa. Untuk menghitung rata-rata interaksi belajar siswa siklus II dianalisis dengan rumus sebagai berikut. Me
b.
Xi N 3653,3 = 45 =
= 81,2 Menghitung persentase rata-rata interaksi belajar siswa. Persentase dari rata-rata interaksi belajar siswa dapat dicari,
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) dengan rumus sebagai berikut. M (%)
mencari
rata-rata
M x 100% SMI 81,2 = x 100% 100 =
= 81,2% Persentase interaksi belajar siswa pada siklus II diperoleh 81,2%, jika dikonversikan ke dalam tabel persentase kriteria interaksi belajar, maka persentase interaksi belajar pada siklus II yaitu berada pada rentang 80-89 dengan kriteria interaksi tinggi. 2. Data hasil belajar siswa Hasil belajar siswa dinilai dengan menggunakan tes hasil belajar pada akhir siklus dengan memberikan tes objektif yang berjumlah 20 butir soal. Skor maksimal ideal (SMI) = 100. Hasil perhitungan hasil belajar siswa pada siklus II disajikan sebagai berikut. a. Menghitung rata-rata hasil belajar siswa Untuk menghitung rata-rata hasil belajar siswa dianalisis dengan rumus sebagai berikut. M
b.
Xn N 3680 = 45 =
= 81,8 Menghitung persentase rata-rata hasil belajar siswa Untuk menghitung persentase rata-rata hasil belajar siswa dianalisis dengan rumus sebagai berikut. M (%)
M x 100% SMI 81,8 = x 100% 100 =
= 81,8% Persentase hasil belajar pada siklus II diperoleh 81,8%, jika dikonversikan ke dalam tabel persentase kriteria hasil belajar, maka
persentase hasil belajar berada pada rentang 80-89 dengan kriteria tinggi. c. Menghitung persentase ketuntasan klasikal. Ketuntasan belajar siswa secara klasikal dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Banyak Siswa Tuntas (Sesuai KKM) KB = x 100% Banyak Siswa Mengikuti Tes =
41 x 100 45
= 91,1% Ketuntasan belajar siswa pada siklus II mencapai 91,1%. Ini berarti bahwa dari 45 orang siswa 41 siswa yang tuntas dan hanya 4 siswa belum tuntas atau belum mencapai nilai sesuai dengan KKM. D. Refleksi Pelaksanaan tindakan pada siklus II merupakan pengoptimalan dan antisipasi kendala yang muncul pada siklus I. Pada siklus kedua terjadi peningkatan interaksi belajar siswa pada setiap pertemuan. Persentase rataratanya mencapai 81,2% dengan kriteria tinggi. Hasil belajar yang diperoleh siswa pada siklus II juga mengalami peningkatan Hal ini terbukti dari hasil yang ditunjukkan setelah pelaksanaan siklus II yaitu persentase rata-rata hasil belajar Matematika siswa sebesar 81,8% dengan kriteria tinggi dan ketuntasan belajar klasikal sebesar 91,1%. Hasil yang diperoleh siswa telah mencapai target yang ditentukan, sehingga dalam penelitian ini pelaksanaan tindakan sudah cukup dilakukan dalam dua siklus. Walaupun terjadi peningkatan interaksi dan hasil belajar pada siklus II dan sudah mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan dalam penelitian, bukan berarti pembelajaran tersebut sangat sempurna. Inovasi dalam pembelajaran tetap harus dilakukan. Peningkatan persentase rata-rata interaksi dan hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II disajikan pada tabel berikut.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) Tabel 01. Data Peningkatan Persentase Rata-rata Interaksi dan Hasil Belajar Matematika Siswa
Siklus I II Peningkatan
Interaksi Belajar Persentase Kriteria rata-rata 65,4% Sedang 81,2% Tinggi 15,8%
Hasil Belajar Persentase Kriteria Ketuntasan Klasikal rata-rata 71,1% Sedang 48,9% 81,8% Tinggi 91,1% 10.7% 42,2%
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan dalam dua siklus yang setiap siklus terdiri dari 3 kali pertemuan yakni 2 kali pertemuan tatap muka dan satu kali pengadaan tes hasil belajar menunjukan bahwa terjadi peningkatan pada interaksi,
hasil belajar, dan ketuntasan belajar klasikal siswa kelas IV SD Negeri 6 Dauh Puri pada pelajaran Matematika. Peningkatan data dari pelaksanaan siklus I dan siklus II dapat dilihat pada grafik berikut.
100.0% 90.0% 80.0% 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0%
Interaksi Belajar
Hasil Belajar
Ketuntasan Klasikal
Siklus I
65.4%
71.1%
48.9%
Siklus II
81.2%
81.8%
91.1%
Gambar 2 Grafik Peningkatan Persentase Rata-rata Interaksi, Hasil Belajar, dan Ketuntasan Klasikal Siswa Pada siklus I persentase rata-rata interaksi belajar hanya mencapai 65,4% bila dikonversikan ke kriteria interaksi belajar berada pada rentang 60-79 termasuk kriteria sedang. Hal tersebut menunjukan interaksi belajar siswa belum memenuhi kriteria yang diharapkan yaitu interaksi belajar siswa mencapai kriteria tinggi. Interaksi belajar yang belum memenuhi kriteria keberhasilan terjadi
pula pada hasil belajar dan ketuntasan klasikal. Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I hanya mencapai 71,1 dengan persentase rata-rata sebesar 71,1% termasuk kriteria hasil belajar sedang. Sedangkan ketuntasan belajar siswa secara klasikal hanya mencapai 48,9%. Setelah diadakan perbaikkan pada siklus II, diperoleh hasil rata-rata interaksi belajar siswa mencapai 81,2 dengan
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) persentase rata-rata 81,2% termasuk kriteria tinggi. Apabila dibandingkan dengan siklus I, interaksi belajar siswa mengalami peningkatan sebesar 15,8%. Peningkatan juga terjadi pada hasil belajar yaitu rata-ratanya mencapai 81,8 dengan persentase rata-rata 81,8% termasuk kriteria tinggi dan ketuntasan belajar klasikal mencapai 91,1%. Jika dibandingkan dengan hasil pada siklus I, maka persentase rata-rata hasil belajar Matematika siswa mengalami peningkatan sebesar 10,7% dan peningkatan ketuntasan klasikal sebesar 42,2%. Berdasarkan data yang diperoleh pada siklus II menunjukan indikator keberhasilan yang ditetapkan dalam penelitian ini telah tercapai. Terlihat dari persentase rata-rata interaksi belajar siswa berada pada kriteria tinggi dan hasil belajar siswa berada pada kriteria tinggi serta ketuntasan klasikal mencapai lebih dari 80%. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pencapaian hasil belajar peserta didik yaitu faktor internal, faktor eksternal, dan pendekatan belajar. Faktor internal meliputi kemampuan masing-masing individu yang dapat ditingkatkan melalui belajar. Adapun faktor eksternal diantaranya adalah guru, lingkungan sosial peserta didik, dan kurikulum. Ada satu lagi faktor yang tidak kalah penting dalam upaya untuk memaksimalkan pencapaian hasil belajar peserta didik, yaitu pendekatan belajar. Dengan demikian keberadaan model pembelajaran sangatlah penting untuk mendukung proses belajar mengajar. Matematika adalah mata pelajaran momok bagi sebagian besar peserta didik. Materi statistika termasuk materi aplikasi. “Aplikasi adalah kesanggupan menerapkan dan mengabstraksi suatu konsep, ide, rumus, hukum dalam situasi yang baru.”32 Selama ini peserta didik kurang aktif dalam proses belajarmengajar dan kurang bisa mengemukakan ide. Maka dari itu perlu adanya model pembelajaran yang dapat membantu peserta didik berkembang lebih baik. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah model pembelajaran kooperatif. Model
pembelajaran kooperatif mengutamakan adanya kelompok-kelompok kecil. Dengan pembelajaran kelompok, diharapkan para peserta didik dapat meningkatkan pikiran kritis, kreatif, dan menumbuhkan rasa sosial yang tinggi. Team Assisted Individualization (TAI) merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif, yang dapat digunakan oleh guru sebagai alternatif dalam pembelajaran. Model ini memiliki kelebihan yaitu selain bisa mengembangkan kemampuan individu juga bisa megembangkan kemampuan kelompoknya. TAI diimplementasikan dalam pembelajaran matematika bertujuan untuk membantu peserta didik meningkatkan kemampuan penalaran dan analisis guna mengatasi masalah-masalah peserta didik sehingga hasil belajar yang diperoleh dapat meningkat. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, berikut ini akan disajikan beberapa simpulan, (1) Terjadi peningkatan interaksi belajar Matematika melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TeamAssisted Individualization (TAI) pada siswa kelas IV SD Negeri 6 Dauh Puri. Hal tersebut terlihat dari interaksi belajar pada siklus I dan II yang telah mengalami peningkatan dari setiap pertemuan. Pada siklus I, persentase rata-rata interaksi belajar sebesar 65,4%. Setelah dilaksanakan tindakan pada siklus II persentase rata-rata interaksi belajar siswa mampu mencapai 81,2%. Dengan demikian tingkat interaksi belajar siswa siklus I sampai pada hasil siklus II menunjukkan peningkatan sebesar 15,8% dan (2) Pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe TeamAssisted Individualization (TAI) dapat meningkatkan hasil belajar Matematika siswa kelas IV SD Negeri 6 Dauh Puri. Hal tersebut terlihat dari hasil belajar pada siklus I dan II yang telah mengalami peningkatan. Persentase rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I mencapai 71,1% dengan ketuntasan belajar secara klasikal sebesar 48,9%. Setelah dilaksanakan tindakan pada siklus II,
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) persentase hasil belajar meningkat menjadi 81,8% dan ketuntasan belajar secara klasikal menjadi sebesar 91,1%. Berdasarkan hasil refleksi siklus I sampai pada hasil siklus II, persentase rata-rata hasil belajar siswa meningkat sebesar 10,7% serta ketuntasan belajar klasikal mengalami peningkatan sebesar 42,2%. Beberapa saran yang peneliti ajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Bagi siswa, Penggunaan model pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe Team-Assisted Individualization (TAI) sebagai salah satu bentuk variasi dalam pembelajaran matematika. (2) Bagi Guru, guru lebih kreatif dan berani mencoba dalam menerapkan model pembelajaran yang lain selain yang digunakan sehari-hari. Salah satunya dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TeamAssisted Individualization (TAI), (3) Bagi sekolah, sebaiknya sekolah mempertimbangkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TeamAssisted Individualization (TAI) guna memantapkan proses pembelajaran agar dapat meningkatkan interaksi dan hasil belajar siswa. (4) Bagi peneliti lain, yang ingin mengadakan penelitian mengenai model pembelajaran kooperatif tipe TeamAssisted Individualization (TAI) pada bidang ilmu Matematika maupun pada bidang ilmu lainnya yang sesuai, hasil temuan dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan pertimbangan dalam penyempurnaan hasil yang diperoleh dalam penelitian selanjutnya
DAFTAR RUJUKAN Agung, A. A. Gede. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: IKIP Singaraja. --------. 2010. Penelitian Tindakan Kelas: Teori dan Analisis Data dalam PT. Makalah disajikan padaworkshop jurusan PGSD. Singaraja. Undiksha.
Arikunto, Suharsimi. dkk. Penelitian Tindakan Jakarta: Bumi Aksara.
2004. Kelas.
---------. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Depdikbud. 1996. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Depdiknas IKIP Negeri Singaraja. 2008. Pedoman Penulisan Skripsi/Tugas Akhir. Singaraja: IKIP Negeri Singaraja. Dimyati dan Mudjiono, 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Isjoni.
2009. CooperativeLearning: Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta.
Iskandar. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Gaung Persada Press. Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar dan Mengajar. Jakarta: Grasindo. ----------. 2001. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. ----------. 2004. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Slavin
R. E. 1992. Cooperative Learning. USA:Allyn and Bacon
--------. 1995. Cooperative Learning. Massachusets: Allyn and Bacon. Sudjana, Nana dan Ahmad Riffadi. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) Sumarmo. 1987. Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika dengan Kemampuan Penalaran Logika Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi. IKIP Bandung. Tidak dipublikasikan. Sumarmiati. 2009. Perbaikan Pembelajaran SAINS dan IPS dikelas V SDN 3 Renon Denpasar Selatan : Denpasar. UT. Sutarno, N. 2007. Materi dan Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar. Jakarta: UT. Suyanto, dkk. 1997. Pedoman Pelaksanaan Penelitian tindakan Kelas (PTK), Pengenalan Penelitian Tindakan Kelas.Yogyakarta: IKIP Yogyakarta. Suyitno, Amin. 2002. Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I. Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Innovatif Berorientasi Konstivistik. Surabaya: Cerdas Pustaka Publiser. Yudi
Artana, I Nyoman. 2009. ”Penerapan Strategi Belajar Tuntas (Mastery Learning) dengan Teknik Remedial Tutor
Sebaya untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pasing Bola Voli pada Siswa Kelas VII A SMP Negeri 2 Mengwi Tahun Pelajaran 2008/2009”. Skripsi (Tidak Dipublikasikan): Fakultas Olahraga dan Kesehatan Undiksha Singaraja. (http://p4tkmatematika.org/downloads/p pp/PPP_Pembelajaran_Kooperat if.pdf )