UNIVERSITAS INDONESIA
WAYANG BEBER: KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN NILAI-NILAI BUDAYA YANG TERKANDUNG DI DALAMNYA
MAKALAH NON-SEMINAR
DESTRI DIFRENSIA 1006699770
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI SASTRA DAERAH UNTUK SASTRA JAWA DEPOK JANUARI 2014
Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014
1
Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014
2
Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014
3
Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014
Wayang Beber: Kedudukan, Fungsi, dan Nilai-Nilai Budaya Yang Terkandung di Dalamnya Destri Difrensia Darmoko Jurusan Sastra Daerah, Program Studi Jawa, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424 Email:
[email protected]
Abstrak Artikel berjudul Wayang Beber: Kedudukan, Fungsi, dan Nilai-Nilai Budaya Yang Terkandung di Dalamnya. Menjelaskan tentang perkembangan Wayang Beber di setiap daerah, yaitu daerah Jawa Timur di Pacitan, Jawa tengah di Wonosari, dan Wayang Beber pada zaman modern di Jakarta yang disebut Wayang Beber Metropolitan. Tujuan dari penelitian ini menjelaskan keberadaan Wayang Beber yang hampir punah di zaman modern ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan membuat deskripsi, gambaran, faktual dan akurat mengenai data-data yang terpercaya sehingga dapat membuat kesimpulan mengenai kedudukan, fungsi, dan nilai-nilai yang terkandung dalam Wayang Beber. Wayang Beber adalah seni wayang yang muncul dan berkembang di Jawa pada masa pra Islam dan masih berkembang di daerah-daerah tertentu di Pulau Jawa. Fungsi Wayang Beber dipakai sebagai pertunjukkan ritual seperti ruwatan, bersih desa, peringatan proses hidup manusia (kelahiran, khitanan, perkawinan), mendatangkan hujan, dan sebagainya. Nilai–nilai yang terkandung dalam Wayang Beber meliputi nilai seni, nilai religi, nilai falsafah, dan nilai universal. Wayang Beber mengambil ajaran-ajaran dari berbagai macam filsafat hidup yang bersumber pada sistem kepercayaan, kejujuran, keadilan, empati, tanggung jawab, dan saling menghargai sangat penting dalam membangun karakter bangsa Indonesia.
Abstract The article entitled Wayang Beber: Kedudukan, Fungsi, dan Nilai-Nilai Budaya Yang Terkandung di Dalamnya. Describes the develpoment of Wayang Beber in each region, the area of East Java in Pacitan, Central Java in Wonosari, and Wayang Beber in modern time in Jakarta called Wayang Beber Metropolitan. The purpose of this research explain the existence of Wayang Beber is almost extinct in this modern times. The method used in this research is descriptive method to make a description, picture, factual and accurate information on which reliable data as to make inferences about the position, function and values are contained in the Wayang Beber. Wayang Beber is art that emerged and developed in Java on the pre-Islamic period and still growing in certain areas on the island of Java. Wayang Beber function is used as ritual performances as Ruwatan, Bersih Desa, process of the human life as (birth, circumcision, marriage), bring rain, and so on. The values are contained in the Wayang Beber include artistic value, religious value, philosophy value, and universal value. Wayang Beber takes the teachings of the various philosophies oh life which is based on a system of trust, honesty, fairness, empathy, responsibility, and respect are very important in establishing the characters of the Indonesian nation. Keywords: Culture, human, traditions, values.
1. Pendahuluan Kebudayaan Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang dimiliki oleh setiap daerah. Banyak jenis-jenis wayang yang tumbuh berkembang di Indonesia, budaya Jawa 4
Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014
termasuk yang dapat diamati manifestasinya dalam bentuk-bentuk kesenian yang amat kaya. Sebagian telah berawal di zaman kuno dan masih dinikmati oleh masyarakatnya hingga kini. Namun, ada pula yang semakin ditinggalkan para pendukungnya, tersisih oleh peredaran zaman. Di antara berbagai suku yang mendiami kepulauan Indonesia, budaya Jawa termasuk bagian yang memiliki kekayaan dalam kebudayaaan dan keseniannya. Kawasan yang menjadi tempat berkembangnya budaya Jawa meliputi Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang menjadi pegangan dan arahan hidup sebagian besar penduduknya, yaitu wayang. Wayang merupakan sebuah seni pertunjukan khas Indonesia yang sudah sangat populer, baik itu di dalam atau luar pulau Jawa. Karya seni ini sudah dikenal masyarakat nusantara sejak zaman prasejarah. Kemudian pada saat masuknya pengaruh Hindu-Budha, cerita dalam wayang mulai mengadopsi kitab Mahabarata dari India. Lalu pada masa pengaruh Islam, wayang oleh para wali digunakan sebagai media dakwah yang tentunya dengan menyisipkan nilai-nilai Islam. Kata wayang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, merupakan boneka tiruan orang yang terbuat dari pahatan kulit atau kayu dan sebagainya yang dapat dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dalam pertunjukan drama tradisional (Bali, Jawa, Sunda), biasanya dimainkan oleh seseorang yang disebut dalang1. Wayang dalam pengertian “hyang”, “dewa”, “roh”, atau “sukma” memberikan gambaran bahwa wayang merupakan perkembangan dari upacara pemujaan roh nenek moyang bangsa Indonesia pada masa lampau (Hazeu, 1979:51). Wayang berasal dari kata wewayangan atau wayangan, yang berarti bayangan. Arti harfiah dari pertunjukkan wayang adalah pertunjukkan bayang-bayang. Arti filsafat yang lebih dalam lagi adalah bayangan kehidupan manusia atau angan-angan manusia tentang kehidupan manusia di masa lalu itu adalah ceritera tentang kehidupan nenek moyang. Pada dasarnya pertunjukkan wayang pada masa lalu adalah sebagai upacara ritual pemujaan roh nenek moyang. Kenyataan ini memang masih terasa pada masa sekarang. Kepercayaan itu erat kaitannya dengan kepercayaan kuno Indonesia, yaitu kepercayaan animisme dan dinamisme. Tentang asal-usul kesenian wayang hingga dewasa ini masih merupakan suatu masalah yang belum terpecahkan secara tuntas. Namun demikian banyak para ahli mulai mencoba menelusuri sejarah perkembangan wayang dan masalah ini ternyata sangat menarik sebagai sumber atau obyek penelitian. Menurut Kitab Centini, tentang asal-usul wayang Purwa disebutkan bahwa kesenian wayang, mula-mula sekali diciptakan oleh Raja Jayabaya dari Kerajaan Mamenang atau Kediri. Sekitar abad ke 10 Raja Jayabaya berusaha menciptakan 1
Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, edisi ke-4, Departemen Pendidikan Nasional, 2012
5
Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014
gambaran dari roh leluhurnya dan digoreskan di atas daun lontar. Bentuk gambaran wayang tersebut ditiru dari gambaran relief cerita Ramayana pada Candi Penataran di Blitar. Ceritera Ramayana sangat menarik perhatiannya karena Jayabaya termasuk penyembah Dewa Wisnu yang setia, bahkan oleh masyarakat dianggap sebagai penjelmaan atau titisan Batara Wisnu. Figur tokoh yang digambarkan untuk pertama kali adalah Batara Guru atau Sang Hyang Jagadnata yaitu perwujudan dari Dewa Wisnu. Masa berikutnya yaitu pada jaman Jenggala, kegiatan penciptaan wayang semakin berkembang. Semenjak Raja Jenggala Sri Lembuami luhur wafat, maka pemerintahan dipegang oleh puteranya yang bernama Raden Panji Rawisrengga dan bergelar Sri Suryawisesa. Semasa berkuasa Sri Suryawisesa giat menyempurnakan bentuk wayang Purwa. Wayang-wayang hasil ciptaannya dikumpulkan dan disimpan dalam peti yang indah. Sementara itu diciptakan pula pakem ceritera wayang Purwa. Setiap ada upacara penting di istana diselenggarakan pagelaran Wayang Purwa dan Sri Suryawisesa sendiri bertindak sebagal dalangnya. Para sanak keluarganya membantu pagelaran dan bertindak sebagai penabuh gamelan. Pada masa itu pagelaran wayang Purwa sudah diiringi dengan gamelan laras slendro. Setelah Sri Suryawisesa wafat, digantikan oleh puteranya yaitu Raden Kudalaleyan yang bergelar Suryaamiluhur. Selama masa pemerintahannya beliau giat pula menyempurnakan Wayang. Gambar-gambar wayang dari daun lontar hasil ciptaan leluhurnya dipindahkan pada kertas dengan tetap mempertahankan bentuk yang ada pada daun lontar. Dengan gambaran wayang yang dilukis pada kertas ini, setiap ada upacara penting di lingkungan kraton diselenggarakan pagelaran wayang. Pada jaman Majapahit usaha melukiskan gambaran wayang di atas kertas disempurnakan dengan ditambah bagian-bagian kecil yang digulung menjadi satu. Wayang berbentuk gulungan tersebut, bilamana akan dimainkan maka gulungan harus dibeber. Oleh karena itu wayang jenis ini biasa disebut wayang Beber. Semenjak terciptanya wayang Beber tersebut terlihat pula bahwa lingkup kesenian wayang tidak semata-mata merupakan kesenian Kraton, tetapi malah meluas ke lingkungan diluar istana walaupun sifatnya masih sangat terbatas. Sejak itu masyarakat di luar lingkungan kraton sempat pula ikut menikmati keindahannya. Bilamana pagelaran dilakukan di dalam istana diiringi dengan gamelan laras slendro. Tetapi bilamana pagelaran dilakukan di luar istana, maka iringannya hanya berupa Rebab dan lakonnya pun terbatas pada lakon Murwakala, yaitu lakon khusus untuk upacara ruwatan. Pada masa pemerintahan Raja Brawijaya terakhir, kebetulan sekali dikaruniai seorang putera yang mempunyai 6
Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014
keahlian melukis, yaitu Raden Sungging Prabangkara. Bakat puteranya ini dimanfaatkan oleh Raja Brawijaya untuk menyempurkan wujud wayang Beber dengan cat. Pewarnaan dari wayang tersebut disesuaikan dengan wujud serta martabat dari tokoh itu, yaitu misalnya Raja, Kesatria, Pendeta, Dewa, Punakawan dan lain sebagainya. Dengan demikian pada masa akhir Kerajaan Majapahit, keadaan wayang Beber semakin Semarak. Semenjak runtuhnya kerajaan Majapahit dengan sengkala; Geni murub siniram jalma (1433/1511 M), maka wayang beserta gamelannya diboyong ke Demak. Hal ini terjadi karena Sultan Demak Syah Alam Akbar I sangat menggemari seni kerawitan dan pertunjukan wayang. Pada masa itu sementara pengikut agama Islam ada yang beranggapan bahwa gamelan dan wayang adalah kesenian yang haram karena berbau Hindu. Timbulnya perbedaan pandangan antara sikap menyenangi dan mengharamkan tersebut mempunyai pengaruh yang sangat penting terhadap perkembangan kesenian wayang itu sendiri. Untuk menghilangkan kesan yang serba berbau Hindu dan kesan pemujaan kepada arca, maka timbul gagasan baru untuk menciptakan wayang dalam wujud baru dengan menghilangkan wujud gambaran manusia. Berkat keuletan dan ketrampilan para pengikut Islam yang menggemari kesenian wayang, terutama para Wali, berhasil menciptakan bentuk baru dari Wayang Purwa dengan bahan kulit kerbau yang agak ditipiskan dengan wajah digambarkan miring, ukuran tangan di-buat lebih panjang dari ukuran tangan manusia, sehingga sampai dikaki. Wayang dari kulit kerbau ini diberi warna dasar putih yang dibuat dari campuran bahan perekat dan tepung tulang, sedangkan pakaiannya dicat dengan tinta. Pada masa itu terjadi perubahan secara besar-besaran di seputar pewayangan, di samping bentuk wayang baru, dirubah pula teknik pakelirannya, yaitu dengan mempergunakan sarana kelir atau layar, mempergunakan pohon pisang sebagai alat untuk menancapkan
wayang,
mempergunakan
blencong
sebagai
sarana
penerangan,
mempergunakan kotak sebagai alat untuk menyimpan wayang. Dan diciptakan pula alat khusus untuk memukul kotak yang disebut cempala. Meskipun demikian dalam pagelaran masih mempergunakan lakon baku dari Serat Ramayana dan Mahabarata, namun disana- sini sudah mulai dimasukkan unsur dakwah, walaupun masih dalam bentuk serba pasemon atau dalam bentuk lambang-lambang. Adapun wayang Beber yang merupakan sumber, dikeluarkan dari pagelaran istana dan masih tetap dipagelarkan di luar lingkungan istana.
7
Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014
Unsur-unsur pendidikan tampil dalam bentuk pasemon atau perlambang. Oleh karena itu, sampai dimana seseorang dapat melihat nilai-nilai tersebut tergantung dari kemampuan menghayati dan mencerna bentuk-bentuk simbol atau lambang dalam pewayangan. Lakonlakon tertentu misalnya baik yang diambil dari Serat Ramayana maupun Mahabarata sebenarnya dapat diambil pelajaran yang mengandung pendidikan. Bagaimana peranan Kesenian Wayang sebagai sarana penunjang Pendidikan Kepribadian Bangsa, rasanya perlu mendapat tinjauan secara khusus. Berdasarkan sejarahnya, kesenian wayang jelas lahir di bumi Indonesia. Sifat local genius yang dimiliki bangsa Indonesia, maka secara sempurna terjadi pembauran kebudayaan asing, sehingga tidak terasa sifat asingnya. 2. Tinjauan Teoritis Menurut Koentjaraningrat (1984:102), kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tingkah laku, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar. Secara tata bahasa, pengertian kebudayaan diturunkan dari kata budaya yang cenderung menunjuk pada pola pikir manusia. Kebudayaan diartikan sebagai segala hal yang berkaitan dengan akal atau pikiran manusia, sehingga dapat menunjuk pada pola pikir, perilaku serta karya fisik sekelompok manusia. Koentjaraningrat (1979: 203-204) membagi kebudayaan menjadi 7 unsur, diantaranya bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, system peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi dan kesenian. Wayang adalah seni pertunjukan berupa drama yang khas. Seni pertunjukan ini meliputi seni suara, seni sastra, seni musik, seni tutur, seni rupa, dan lain-lain. Ada pihak beranggapan, bahwa pertunjukan wayang bukan sekedar kesenian, tetapi mengandung lambang-lambang keramat. Sejak abad ke-19 sampai dengan sekarang, Wayang telah menjadi pokok bahasan serta dideskripsikan oleh para ahli Kajian tentang wayang, menghasilkan sejumlah disertasi dan tesis G.A.J Hazeu, Bijdrage tot de Kennis van het Jayansche Tonnel (Leiden, 1879).
3. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, menurut Nazir (2005:54), metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat 8
Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014
hubungan antarfenomena yang diselidiki. Langkah kerja dalam penelitian ini yaitu memilih dan merumuskan masalah yang menghendaki konsepsi ada kegunaan masalah tersebut serta dapat diselidiki dengan sumber yang ada, menentukan tujuan dari penelitian yang akan dikerjakan, memberikan limitasi dari area atau sejauh mana penelitian deskriptif tersebut akan dilaksanakan, menelusuri sumber-sumber kepustakaan yang ada hubungannya dengan masalah yang ingin dipecahkan, memberikan interpretasi dari hasil dalam hubungannya dengan kondisi sosial yang ingin diselidiki serta data yang diperoleh serta referensi khas terhadap masalah yang ingin dipecahkan, dan membuat laporan penelitian dengan cara ilmiah.
4. Pembahasan Dari beberapa jenis wayang yang ada di Indonesia, salah satu jenis wayang yang dianggap istimewa yaitu Wayang Beber. Wayang Beber adalah seni wayang yang muncul dan berkembang di Jawa pada masa pra Islam dan masih berkembang di daerah-daerah tertentu di Pulau Jawa. Wayang beber adalah suatu pertunjukkan wayang dengan gambargambar tersebut dipertunjukkan dengan cara dibentangkan. Dinamakan wayang Beber karena berupa lembaran-lembaran (beberan) yang dibentuk menjadi tokoh-tokoh dalam cerita wayang seperti Mahabharata maupun Ramayana. Jenis pertunjukkan wayang dengan gambargambar sebagai objek pertunjukkan. Gambar-gambar tersebut dilukiskan pada selembar kertas atau kain, gambar dibuat dari satu adegan menyusul dengan adegan lain dan diceritakan satu demi satu oleh Dalang. Dalam pertunjukkan, dalang menuturkan ceritera dengan diiringi musik gamelan. Kertas atau kain yang dipergunakan berukuran lebar 1 meter dan panjang 4 meter. Gambar-gambar Wayang Beber dilukis dengan teknik seni lukis tradisional yang disebut sungging, secara cermat dan rumit. Satu cerita Wayang Beber biasanya terdiri dari lima atau enam gulungan. 4.1. Sekilas Perkembangan Wayang Beber Menurut Bagyo Suharyono (2005:51-52) Wayang Beber dimulai sejak zaman kerajaan Jenggala. Bentuk Wayang Beber masih berupa gambar-gambar pada daun siwalan atau rontal (daun siwalan). Gambar-gambar narasi ceritera wayang dilukiskan pada helaian rontal yang disebut Wayang Rontal. Cara melukisnya dengan digariskan pada rontal yang masih basah, kemudian helaian daun tersebut akan mengering menjadi keras dan tahan lama. Garisan yang dilukiskan pada daun ini akan membekas dan sukar hilang, menjadi gambar9
Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014
gambar yang terlukis pada permukaan rontal. Helaian rontal dirangkai menjadi semacam buku dengan tali atau benang Bentuk Wayang Beber masih berupa gambar-gambar pada daun siwalan atau rontal atau lontar. asal-usul Wayang Beber dimulai sejak zaman Kerajaan Jenggala pada tahun 1223 M, walaupun bentuknya semula masih belum sempurna seperti Wayang Beber, tetapi pada masa Jenggala dimulai adanya perkembangan Wayang Beber. Kemudian, ketika Raja Prabu Suryahamiluhur menjadi Raja Jenggala dan memindahkan keraton ke Pajajaran di Jawa Barat, dia membuat kontribusi besar untuk perkembangan cerita Wayang Purwa yang digoreskan pada kertas yang terbuat dari kulit kayu. Disinilah awal dari pemakaian kertas untuk Wayang Beber pada tahun 1244 M. Kertas itu berwarna agak kekuningan dan disebut dlancang gedhog. Gambar-gambar diatas kertas tersebut dapat dibuat lebih besar dan lebih jelas juga ditambahkan ornamen-ornamen, tetapi gambar-gambar tersebut masih dilukiskan dengan warna hitam dan putih. Pada masa Majapahit, ketika Jaka Susuruh menjadi raja Majapahit di Jawa Timur pada tahun 1316 M, gulungan kertas wayang tersebut di setiap ujungnya diberikan tongkat kayu panjang yang digunakan untuk menggulung cerita atau memperlihatkan cerita selanjutnya. Tongkat kayu tersebut dapat dipegangi dengan tangan selama penceritaan atau pun dimasukkan kedalam lubang yang disiapkan di kotak kayu tersebut. Saat itu orang-orang mulai menyebutnya sebagi wayang beber (beber yang berarti membentangkan dan juga menyingkap atau menjelaskan), yang hingga saat ini menjadi nama untuk jenis wayang beber. Ketika pemerintahan Raja Brawijaya V (sekitar tahun 1378 M), sang raja memerintahkan anaknya yang ke tujuh, Raden Sungging Prabangkara untuk belajar wayang dan juga untuk menciptakan Wayang Beber Purwa yang baru. Bentuk yang baru tersebut menggunakan beberapa macam warna, tidak seperti aslinya yang hanya berwarna hitam dan putih. Dalam pelukisannya dapat dengan jelas membedakan antara raja dengan para punggawa. Raja Brawijaya juga memerintahkan anaknya untuk membuat tiga set cerita yang terpisah, sebuah cerita Panji di Jenggala, cerita Jaka Karebet di Majapahit dan satu lagi cerita Damarwulan. Gambar yang terlukis dalam gulungan wayang beber itu bentuk wayangnya masih sama seperti yang terlihat pada wayang beber di Bali pada saat ini. Pada masa Kerajaan Demak tahun 1518 M, ketika itu mulai timbul kerajaan Islam di Jawa dan mulai terjadi perubahan yang menentukan perkembangan wayang beber di masa selanjutnya. Gambar-gambar yang ada di dalam wayang beber masih melukiskan karakter dengan bentuk asli tubuh manusia. Hal tersebut dilarang dalam hukum fikih di dalam Islam. 10
Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014
Lalu utusan-utusan Islam dan juga para Wali membicarakan tentang cara terbaik untuk memodifikasi bentuk wayang tersebut, karena di lain pihak wayang tersebut dapat terus berlanjut dan dikembangkan menjadi sarana untuk menyebarkan agama Islam. Pada saat itu pula Sunan Ratu Tunggul mengembangkan cerita Panji untuk wayang gedhog. Pembaharuan bentuk wayang yang diprakarsai oleh para Wali, yaitu dengan melakukan stilisasi atau distorsi sehingga bentuk wayang yang semula realistis menjadi simbolik. Proporsi tubuh dan wajah wayang, tidak lagi menurut anatomi tubuh dan wajah manusia sewajarnya. Bentukbentuk simbolik pewayangan yang tercipta pada zaman Kesultanan Demak itulah yang menjadi model pertama (prototype) bentuk-bentuk simbolik pewayangan masa kini. Ketika masa Kerajaan Kartasura tahun 1690 M, di bawah pemerintahan Mangkurat II di Kartasura, gambar Wayang Beber diciptakan kembali dengan lakon Joko Kembang Kuning. Cerita itu mencapai enam gulungan kertas dan pembuatannya selesai pada tahun 1692 M. Selain itu pada masa Raja Pakubuwana II di Kartasura, juga dibuat wayang beber dengan siklus panji dengan lakon Jaka Kembang kuning dan juga Remeng Mangunjaya yang selesai dibuat pada tahun 1735 M. Kemudian ketika masa pemerintahan Paku Buwana II, terdapat pemberontakan China dimana saat itu Keraton yang berada di Kartasura dapat dikuasai oleh musuh. Ketika dilakukan evakuasi, anggota kerajaan juga membawa semua benda-benda pusaka termasuk perlengkapan wayang beber Joko Kembang kuning. Sebagian dari wayang beber ini menghilang di daerah Gunungkidul, Wonosari dan sebagian lagi berada di desa Karangtalun, Pacitan yang hingga saat ini masih dipegang dari generasi ke generasi secara turun menurun. Wayang beber pacitan merupakan wayang yang dimiliki dan diwariskan secara turun temurun dari dalang pertamanya, Ki Nolodermo yang berasal dari dusun Gedompol, Desa Karang Talun, Kecamatan Donorojo, Pacitan. Berdasar cerita tutur yang dihimpun, konon, Ki Nolodermo mendapatkan wayang tersebut dari Prabu Brawijaya yang mengadakan sayembara karena putri raja yang sakit. Dalam sayembara tersebut disebutkan bahwa siapapun yang dapat menyembuhkan anaknya yang sakit akan diberikan balasan yang setimpal dari sang Prabu. Karena kasihan dengan kondisi putri raja, maka Ki Nolodarmo kemudian datang ke Istana dan berhasil menyembuhkan putri raja. Atas jasanya tersebut, Ki Nolodarmo mendapatkan hadiah berupa seperangkat gulungan wayang beber dari prabu Brawijaya.
11
Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014
4.2. Jenis – Jenis Wayang Beber 1. Wayang Beber Pacitan
Gambar 1. Wayang Beber Pacitan. Sumber: Wayang Beber (http://eka-sulistiana.blogspot.com/2011/12/wayang-beber.html, diakses 6 Januari 2014)
Gambar 2. Wayang Beber Pacitan. Sumber : Sejarah Wayang Beber (2011) (http://jogjanews.com/sejarah-wayang-beber-digunakan-untukmenaklukan-musuh, diakses 24 November 2013)
Wayang Beber Pacitan asli yang saat ini kondisinya sudah sangat rapuh karena sudah dipakai selama 14 keturunan. Wayang Beber ini terbuat dari kertas gedog (kertas Ponorogo). Tokoh pewayangan dilukis menggunakan cat akrilik. Pentas Wayang Beber yang dilakukan dalang didukung beberapa pengrawit yang masing-masing memainkan kendang, kenong dan gong kempol, juga rebab. Selain itu, juga ada satu orang yang bertugas melakukan ritual membakar dupa dan kemenyan selama pentas Wayang Beber. Tentang ritual pembakaran kemenyan tersebut memang harus dilakukan karena memang sudah menjadi tradisi yang 12
Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014
harus dilakukan dalam pementasan wayang Beber Pacitan selama ini. Gambar tersebut menceritakan tentang Joko Kembang Kuning dan Dewi Sekartadji. Dikisahkan, Dewi Sekartadji melarikan diri dari kerajaan Kediri karena ayahnya ingin menjodohkan dirinya dengan Klana Gendhing Pito (Prabu Klana Sewandana). Raja Kediri kemudian membuat sayembara untuk rakyatnya, barangsiapa bisa menemukan Dewi Sekartadji, maka jika yang menemukan itu pria akan dijadikan suami Sekartadji, tetapi jika yang menemukan itu wanita akan dijadikan saudara Dewi Sekartadji. Joko Kembang Kuning yang sebenarnya adalah kekasih Dewi Sekartadji kemudian ikut sayembara tersebut. Akhirnya Joko Kembang Kuning berhasil memenangkan sayembara tersebut. 2.
Wayang Beber Wonosari Wayang Beber Remeng Mangunjaya, pusaka milik keluarga Ki Gunakarya, dari
Dusun Gelaran, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunung Kidul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Wayang Beber ini biasa disebut Wayang Beber Wonosari. Dahulu daerah itu termasuk daerah Teritorial Mangkunegaran disebut daerah waris Ngawen , meliputi daerah Ngawis, Ngawen dan Karangmojo. Sekarang daerah itu termasuk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Cerita Wayang Beber diangkat dari cerita Mahabharata dan Ramayana.
Gambar 3. Wayang Beber Wonosari Sumber: Metamorphosis of Wayang Beber (http://www.thejakartapost.com/news/2013/04/19/themetamorphosis-wayang-beber.html, diakses 6 Januari 2014)
Perbedaan paling mendasar yang terdapat antara Wayang Beber Pacitan dan Wayang Beber Wonosari adalah pada posisi Dalang-nya, jika pada versi Wonosari posisi Dalang berada di depan Wayang Beber, sedangkan jika versi Pacitan posisi Dalang berada di belakang Wayang Beber. Namun perbedaaan kedua-nya tidak menjadikan suatu hal yang begitu prinsip dalam pelestarian budaya dari Wayang Beber itu sendiri, baik Versi Wonosari 13
Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014
ataupun versi Pacitan telah memiliki ruh dan menjadi ciri khas masing-masing, karena dari perbedaan kedua versi tersebut didapat sebuah keragaman khasanah budaya juga.
Gambar 4. Posisi Dalang dalam Wayang Beber Wonosari Sumber: Wayang Beber (http://eka-sulistiana.blogspot.com/2011/12/wayang-beber.html, diakses 6 Januari 2014)
Gambar 5. Posisi Dalang dalam Wayang Beber Pacitan Sumber: Wayang Beber (http://eka-sulistiana.blogspot.com/2011/12/wayang-beber.html, diakses 6 Januari 2014)
Seiring berjalannya waktu, perkembangan seni pertunjukan Wayang Beber tidak terhenti hanya terbatas pada pertunjukan dengan gaya tradisi lama. Berbagai pengembangan dilakukan untuk pertunjukan Wayang Beber, dari yang berbentuk alternatif hingga kontemporer. Pengertian kontemporer seperti menghubungkan masa lalu yang kemudian mencoba untuk memaknai kekinian dan merefleksikannya ke masa depan, menjadi semacam jembatan untuk memahami masa lalu juga. Pembaharu seni Wayang Beber yang masuk dalam pengembangan Wayang Berber kontemporer adalah Wayang Beber Kota yang berada di Solo dan Komunitas Wayang Beber Metropolitan yang berada di Jakarta. 14
Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014
Memahami persoalan Panji itu dalam konteks ekspresi nusantara, dimana sebuah kebudayaan yang masuk itu justru menyatu terjadi akulturasi dan tidak mengganggu, sehingga terjadi sebuah ekspresi baru, artinya bahwa semangat dari Panji itu masih bisa di aktualialisasikan dikomunikasikan dalam konteks masa kini melalui media-media yang lain. Panji dapat dimaknai sebagai cinta yang hilang lalu kita bisa membuat itu dalam ekspresi media. Pada dasarnya wayang beber dalam cerita panji itu bercerita tentang pencarian identitas jati diri ini saya tekankan lagi bahwasanya melalui modernisasi justru bagaimana kita berkembang dengan akarnya untuk menemukan identitas dan karakteristik diri bangsa itu inginnya selalu ditekankan di situ, bukan justru lepas dari tradisi atau akar. 3. Wayang Beber Metropolitan Wayang Beber Metropolitan menggunakan alat musik modern berupa keyboard dan dua penyanyi sebagai sinden dan penyanyi latar. Penggunaan alat modern tersebut dalam rangka penyesuaian dengan keadaaan dan situasi masa kini. Keyboard yang digunakan dalam pementasan untuk memainkan musik campursari populer. Cerita yang dibawakan dalam pementasan tidak lagi menggunakan Panji itu sebagai sebuah narasi penceritaan, tapi hanya spirit Panji itu masih melekat dalam bentuk gambar dan penceritaannya. Karena pesan tentang Panji itu adalah hilangnya cinta kasih, lalu mencoba untuk bangkitkan hal itu melalui sebuah kesadaran kritik sosial. Seperti hilangnya pasar tradisi yang diganti dengan mal yang lebih kearah sosial.
Gambar 6. Wayang Beber Metropolitan Sumber: Wayang Beber Metropolitan (http://waybemetro.wordpress.com/, diakses 6 Januari 2014)
15
Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014
Cerita tersebut adalah hal tentang hilangnya cinta kasih itu yang diingatkan untuk di bangkitkan kembali. Bentuk lain pertunjukan Wayang Beber Kontemporer juga dilakukan oleh Komunitas Wayang Beber Metropolitan di Jakarta. Pengembangan yang dilakukan disesuaikan dengan kehidupan metropolitan di Jakarta yang menawarkan berbagai hiburan dan kesenian yang beragam bagi warganya. Komunitas ini mencoba untuk memunculkan fenomena metropolitan yang ada ke dalam bentuk karya seni pertunjukan Wayang Beber Kontemporer dan mencoba untuk menjawab permasalahan isu-isu perkotaan tetapi dengan bentuk kesenian. Walaupun keadaan Wayang Beber semakin langka, tetapi kini ada komunitas-komunitas pendukung seni pertunjukan Wayang Beber. Seni pertunjukan Wayang Beber ini, tidak seperti yang ada sebelumnya karena sudah terdapat perubahan-perubahan dari unsur gambar, cerita dan juga iringan musiknya sehingga bentuk pertunjukannya menjadi Wayang Beber Kontemporer. Iringan musik dalam pertunjukkan Wayang Beber Kontemporer juga mempertunjukkan musik yang modern, seperti lagu-lagu pop Indonesia atau pop Barat, yang diiringi dengan genre Jazz dan penyanyi atau sinden yang menyanyikan lagu-lagu modern. 4.3. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kelangkaan Wayang Beber Pada tahun 1880-1900, Wayang Beber masih banyak dipertunjukkan di daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Seperti di daerah Kediri, Surabaya, Pacitan, Ponorogo, Sragen, Surakarta, Klaten dan Wonogiri, tetapi masa sesudah itu Wayang Beber semakin surut perkembangannya2. Hazeu dalam tulisannya Eine Wayang Beber Vorstellung in Jogjakarta menyatakan pendapatnya bahwa Wayang Beber yang hanya dipergelarkan untuk upacara ritual saja di suatu saat nanti akan mengalami perkembangan surut dan akan berkurang pertunjukkannya. Tulisan Hazeu pada tahun 1902 ternyata terbukti pada masa sekarang, Wayang Beber sejak masa itu mulai surut pertunjukkannya, dari tahun ke tahun semakin langka3. Ada beberapa permasalahan yang menentukan perkembangan Wayang Beber. Permasalahan itu antara lain: 1. Pertunjukkan Wayang Beber adalah pertunjukkan yang tidak menarik. Dalang menceritakan gambar-gambar itu dengan kata-kata monoton, kesan pertunjukkan tampak magis dan kaku, kurang menarik dan menjemukan. Lagu iringan
2
Bagyo Suharyono. 2005. Wayang Beber Wonosari. Wonogiri: Bina Citra Pustaka
3
G.A.J. Hazeu, op cit., hlm. 5-6.
16
Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014
pertunjukkannya juga hanya ada satu gendhing iringan. Gending tersebut juga monoton, hanya iringan rebab yang tampak dinamis, tetapi juga miskin variasi dalam iramanya. Keadaan ini sangat berbeda bila dibandingkan dengan pertunjukkan Wayang Kulit Purwa. Wayang yang berwujud boneka dari kulit dapat digerakkan secara dinamis, berbicara, menari, berperang, bergerak sedemikian bebasnya, tidak seperti Wayang Beber, gambarnya tidak dapat bergerak sama sekali. 2. Masalah ceritera Wayang Beber, ceritera dari seperangkat Wayang Beber yang terdiri dari 6 gulung yang berisi 24 jagong hanya ada satu ceritera. Arti singkatnya seperangkat Wayang Beber hanya dapat membawakan satu ceritera saja. Ceritera ini tidak dapat dikembangkan. 3. Isi ceriteranya sendiri. Ceritera Wayang Beber adalah ceritera siklus Panji. Ceritera Panji adalah ceritera lokal yang banyak diubah dalam berbagai versi. Isi pokoknya hanyalah masalah perkawinan Panji Inu Kertapati, seorang pangeran putera mahkota kerajaan Jenggala, dengan seorang puteri raja Kediri yang sebenarnya masih sepupunya sendiri. 4. Dalam segi kepercayaan, Wayang Beber adalah wayang yang mempunyai mitos mendalam bagi dalang dan masyarakatnya. Pertunjukkan Wayang Beber hanyalah berfungsi sebagai sarana pertunjukkan ritual atau peringatan saja. 5. Bagi masyarakat seni tidak tertarik untuk mempelajari Wayang Beber, karena mereka juga berpendapat bahwa Wayang Beber tidak dpat dikembangkan lagi, sebagai seni pertunjukkan. Hanya dari segi seni rupa, gambar-gambar Wayang Beber mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan.
4.4. Pembuatan Wayang Beber Wayang Beber dilukis dengan teknik sungging pada lembaran kertas gedhog, yang disebut kertas gedhog ini adalah kertas yang dibuat oleh orang jawa asli, dari daerah Ponorogo. Sejak tahun 1988 sudah nampak dengan jelas adanya pengembangan wayang beber ke arah seni lukis. Adapun pengembangan yang dilakukan antara lain dalam penggunaan bahan, alat, teknik, dan proses penciptaan karya, tema karya, unsur-unsur visual dan prinsip-prinsip penyusunannya. Bahan dan alat yang digunakan untuk melukis adalah bahan dan alat buatan pabrik. Untuk menciptakan karya seni lukis wayang beber di atas kaca, bahan dan alat yang digunakan antara lain kaca, cat kayu, kuas, bensin, minyak tanah, rapido dan tintanya. Untuk menciptakan karya seni lukis wayang beber di atas kain, bahan dan alat 17
Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014
yang digunakan antara lain kain katun, lem kayu, acrylic, kuas, rapido dan tintanya. Teknik dan proses penciptaan karya seni lukis wayang beber, baik yang di atas kaca maupun di atas kain tidak terikat lagi oleh teknik dan proses penciptaan sebagaimana dilakukan dalam pembuatan wayang beber. Tema karya seni lukis wayang beber di atas kaca dan di atas kain juga tidak terikat oleh tema yang ada pada wayang beber lama maupun wayang beber baru, seperti tema yang diambil dari cerita tentang keadaan kerjaan Kediri, Mahabharata, dan Ramayana. Gambar-gambar Wayang Beber dibuat dengan teknik sungging yang baik, teliti dan rumit. Bentuk figur manusia dibuat dengan penggayaan (stilasi), figur tokoh ceritera tampak lebih besar dibanding figur yang bukan tokoh ceritera. Bentuk muka dibuat setengah miring, bentuk tubuh diperpanjang (didistorsi). Pewarnaan digunakan bahan warna sungging tradisional, perbedaan warna menggunakan oerbedaan bertingkat (gradasi-saratan), garisgaris dibuat lembut dan rumit seperti arsir panjang dan arsir pendek, titik-titik, sembulihan (meander), dan ikal. Bahan warna dari adonan warna tradisi dan perekat ancur lempeng yaitu perekat dari lendir ikan laut yang dibuat oleh orang-orang dari daerah Gresik. Perekat ancur lempeng ini dicairkan dengan air basa jangkang kepuh yaitu kulit sabut buah kepuh. Basa sabut buah kepuh ini dalam bahasa Jawa disebut londho jangkang kepuh. Cara membuat basa ini dengan membakar sabut buah kepuh atau jangkang kepuh sampai membara, kemudian diseduh dengan air bersih. Cairan seduhan ini menjadi air basa yang disebut londho jangkang kepuh. Perekat ancur lempeng yang berwujud sayatan tipis yang kering (seperti keripik) akan mencair bila dilarutkan pada air basa dan akan menjadi cairan perekat yang kuat. Sifat perekat ini waktu basah luntur atau larut oleh air, tetapi sesudah kering akan tahan air dan tidak luntur. Pada cat modern, pewarna yang bersifat demikian disebut akrilik. Bahan warna yang dipakai sebagai bubuk warna juga bahan warna tradisi. Bahkan warna hitam dibuat dari jelaga lampu minyak tanah, jelaga dalam bahasa Jawa disebut langes atau sulang lampu minyak. Warna putih dari bubuk arang tulang, terbuat dari tulang yang dibakar dengan cara pembakaran arang. Kemudian arang tulang ditumbuk halus, akan dihasilkan serbuk warna putih. Warna merah dari bahan warna gincu, khusus bubuk warna merah ini asalnya dari negeri Cina. Selain untuk menyungging bahan warna merah ini juga dipakai untuk kosmetika pemerah pipi, juga biasa digunakan sebagai bahan warna untuk cat bangunan Cina, seperti kelenteng, rumah-rumah Cina, bangunan dan peralatan rumah tangga, serta meubel Cina. 18
Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014
Warna kuning dari atal atau atal sela, warna ini didapatkan dari tanah liat hasil endapan sungai (walet) di daerah tertentu. Atal warnanya kuning kecokelataan, bahan warna ini dapat berupa bubuk, atau bungkal. Bahan atal selain untuk warna sungging juga dipakai sebagai kosmetika. Alat dipakai sebagai kosmetika penguning kulit (lulur) untuk pengantin Jawa. Warna biru didapatkan dari bahan warna nila, dahulu warna ini juga digunakan sebagai bahan warna biru untuk proses batik. Bahan warna biru nila yang baik didatangkan dari India. Warna emas adalah prada yang berasal dari Cina. Dibuat dari lempengan emas yang ditipiskan sangat tipis, cara menempelkan seperti melekatkan kertas gambar tempelan (Bagyo, 2005:47-48). 4.5. Pertunjukkan Wayang Beber Prosesi pertunjukan wayang beber berjalan berbeda dengan pementasan wayang pada umumnya. Perbedaan tersebut terletak pada cara dan cerita yang dimainkan dalam wayang beber. Pertunjukan wayang beber biasanya dimulai dengan ritual kecil menggunakan sarana tradisional seperti kemenyan, bunga setaman dan beberapa sesaji lainnya yang digunakan sebagai sarana memohon keselamatan dan kelancaran kepada Tuhan agar pertunjukan yang dilakukan mampu berjalan dengan lancar. Sesudah itu, prosesi pertunjukan dimulai. Cara yang dipakai dalam pertunjukkan Wayang Beber, gambar jagong wayang dipertunjukkan satu demi satu, setelah habis satu gulung diganti dengan gulungan lainnya, demikian seterusnya sampai selesai satu ceritera. Tempat untuk menancapkan tongkat penggulung gulungan Wayang Beber menjadi satu dengan tempat menyimpan gulungan Wayang Beber tersebut. Bentuk tempat penyimpanan gulungan Wayang Beber tersebut juga cukup unik dan berkesan sederhana namun sakral. Cara membeber gulungan dengan memutar seligi di sisi kanan dalang, dengan demikian akan terlihat gambar-gambar jagong dari gulungan paling kanan, bergerak ke gulungan paling kiri. Pertunjukkan Wayang Beber, dalang membeber gulungan dengan menuturkan narasi atau ceritera, disebut catur, menuturkan dialog disebut ginem, narasi pembuka disebut janturan, dan nyanyian narasi yang disebut sulukan. Dalang sebagai narator, penuturan ceritera diiringi suara musik gamelan. Dalang memberi aba-aba atau tanda untuk para penabuh gamelan yang disebut niyaga dengan mengetuk-ketukan tongkat kayu ke kotak ampok. Tongkat kayu untuk aba-aba disebut tuding, gunanya untuk memberikan aba ketukan pada kotak ampok yang mengisyaratkan irama gamelan. Seperti gamelan mulai
19
Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014
ditabuh, gamelan ditabuh dengan irama cepat, gamelan irama lambat, gamelan irama keras, irama pelan, dan gamelan berhenti. Wayang Beber memiliki nilai-nilai religi di dalamnya. Nilai-nilai religi tersebut terdapat didalam bentuk boneka, sastra, pertujukan dan penari-penari wayang. Contoh konkrit terdapatnya nilai-nilai religi dalam wayang adalah penggunaan wayang sebagai salah satu perangkat upacara. Seperti pada upacara ruwatan wayang digunakan sebagai sarana pembuangan bala atau kesialan dengan cara diadakan pertunjukan wayang. Wayang Beber biasanya dipentaskan untuk upacara ruwatan. Wayang ini berbentuk lukisan di atas kertas, dengan roman seperti wayang kulit purwa hanya kedua matanya nampak. Sikap wayang bermacam-macam, ada yang duduk bersila, sedang berjalan, sedang berperang dan sebagainya. Lukisan wayang beber berjumlah 6 gulung, dan tiap gulung berisi 4 jagong atau adegan. Dalang menggelar tiap gulungan tiap gulungan dengan cara membeberkannya di atas kotak gulungan. Urutan pertunjukkan : 1. Dalang membakar kemenyan, kemudian membuka kotak dan mengambil tiap gulungan menurut kronologi cerita. 2. Dalang membeberkan gulungannya pertama dan seterusnya, dengan membelakangi penonton. 3. Dalang mulai menuturkan janturan (narasi). 4. Setelah janturan, mulailah suluk (Lagu penggambaran) yang amat berbeda dengan umumnya suluk wayang purwa 5. Setelah suluk, dimulailah pocapan berdasarkan gambar wayang yang tengah dibeberkan. begitu seterusnya sampai seluruh gulungan habis dibeberkan dan dikisahkan. Seluruh pertunjukkan diiringi dengan seperangkat gamelan Slendro yang terdiri dari rebab, kendang batangan, ketuk berlaras dua, kenong, gong besar, gong susukan, kempul. Penabuhnya cukup 4 orang saja yakni sebagai penggesek rebab, petigendang, penabuh ketuk kenong, dan penabuh kempul serta gong. Patet yang digunakan hanya patet nem dan patet sanga.Lama pementasan hanya sekitar satu setengah jam saja, dapat dilakukan siang hari ataupun malam hari. Setiap pagelaran wayang beber harus ada sesaji yang terdiri dari kembang boreh, ketan yang ditumbuk halus, tumpeng dan panggang ayam, ayam hidup, jajan 20
Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014
pasar (kue-kue) dan pembakaran kemenyan. Untuk upacara ruatan atau bersih desa perlu ada tambahan sesaji berupa sebuah kuali baru, kendi baru dan kain putih baru. 4.6. Fungsi Wayang Beber Fungsi Wayang Beber tidak hanya sebagai sarana pertunjukkan ritual ruwatan, tetapi juga sebagai pertunjukkan yang digunakan untuk peringatan, untuk memperingati suatu peristiwa penting dalam kehidupan manusia. Peringatan tersebut antara lain: 1. Peringatan perempuan hamil tujuh bulan (mitoni), agar kehamilan selamat hingga melahirkan dalam keadaan baik dan sehat, dapat diperingati dengan pertunjukkan Wayang Beber. 2. Peringatan di waktu seorang wanita hamil tua, atau jika seorang wanita yang lama tidak mengalami kehamilan sesudah masa perkawinannya. Pada masa wanita itu mengandung tua dapat diperingati dengan pertunjukkan Wayang Beber. Peringatan tersebut bermaksud agar di waktu melahirkan dapat berjalan dengan lancar dan selamat tidak mengalami gangguan atau kesulitan. 3. Peringatan kelahiran seorang bayi, apabila seorang bayi telah lahir dengan selamat, pada hari kelima (sepasaran) atau tiga puluh lima hari sesudah kelahiran (selapanan), dapat diperingati dengan pertunjukkan Wayang Beber 4. Perkawinan. Pada waktu perjamuan perkawinan dapat mengadakan pertunjukkan Wayang Beber 5. Bersih Desa, pertunjukkan ini dilakukan untuk sekelompok masyarakat desa, biasanya dilaksanakan sesudah masa panen yang berhasil . 6. Mendatangkan hujan, dilakukan oleh masyarakat untuk menyelamatkan mereka dari bencana kekeringan.
4.7. Nilai-nilai yang Terkandung dalam Wayang Beber Nilai seni yang terdapat dalam Wayang Beber adalah seni drama, seni musik, seni sastra, seni lukis. Seni drama dapat dilihat melalui prtunjukan wayang secara langsung. Seni drama merupakan sebuah kesenian dimana terdapat narasi, dan dialog antar tokoh. Apabila wayang dimainkan maka terdapat aspek-aspek tersebut. Seni musik yang terdapat dalam wayang adalah suara dentingan gamelan dan nyanyian yang dinyanyikan oleh sinden atau terkadang oleh dalang. Seni sastra yang terdapat dalam wayang adalah pengambilan ide cerita yang berasal dari karya-karya sastra yang dihasilkan oleh pujangga-pujangga, seperti 21
Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014
Mahabharata dan Ramayana. Dalam wayang seolah-olah orang Jawa tidak hanya berhadapan dengan teori-teori umum tentang manusia, melainkan jenis hidup dan kelakuan manusia digambarkan secara konkrit. Pada hakekatnya seni pewayangan mengandung konsepsi yang dapat dipakai sebagai pedoman sikap dan perbuatan dari kelompok sosial tertentu. Konsepsikonsepsi tersebut tersusun menjadi nilai nilai budaya yang tersirat dan tergambar dalam alur cerita-ceritanya, baik dalam sikap pandangan terhadap hakekat hidup, asal dan tujuan hidup, hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan lingkungannya serta hubungan manusia jawa dengan manusia lain. Nilai falsafah dalam Wayang Beber. Filsafat dan wayang, keduanya tidak dapat dipisahkan. Berbicara tentang wayang berarti kita berfilsafat. Wayang adalah filsafat Jawa. Karena wayang mengambil ajaran-ajarannya dari sumber sistem-sistem kepercayaan, wayang pun menawarkan berbagai macam filsafat hidup yang bersumber pada sistem-sistem kepercayaan tersebut. 1. Etika Bidang yang bersifat normatif, yang bersangkut paut dengan kesusilaan (akhlak, moral), merupakan salah satu bidang filsafat yang disebut etik atau etika. Dalam hal ini, etik memberi nilai buruk atau baik atas perbuatan seseorang. Dengan demikian, etik atau etika (ethice), merupakan filsafat tingkah laku yang di dalamnya memuat perihal penilaian, yaitu penilaian terhadap tindakan yang dapat dikatakan baik atau buruk berdasarkan ukuran-ukuran tertentu. Hal ini sesuai dengan konsep etika menurut wayang yakni mendidik manusia ke arah tingkah laku yang sempurna, yang dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. 2. Estetika Estetika (estetis) adalah cabang filsafat yang mempersoalkan seni (art) dan keindahan (beauty). Istilah art (seni) berarti seni, keterampilan, ilmu, atau kecakapan. Keindahan atau estetika merupakan bagian dari sebuah filsafat, sebuah ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemologi. Batasan keindahan sulit dirumuskan. Karena keindahan itu abstrak, identik dengan kebenaran. Maka batas keindahan pada sesuatu yang indah, dan bukannya pada “keindahan sendiri”. Nilai – nilai universal yang terkandung dalam wayang seperti kejujuran, keadilan, empati, tanggungjawab, dan saling menghargai sangat penting dalam membangun karakter bangsa Indonesia. Bagi bangsa Indonesia, wayang seringkali dijadikan rujukan nilai. Salah
22
Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014
satu karakteristik bahwa bangsa sudah kehilangan kepribadian adalah sudah tidak punya rujukan nilai. 1. Cerita Wayang dapat Dipakai sebagai Alat Pengajaran Cerita-cerita wayang dapat mengajarkan manusia untuk mencapai hidup yang selaras, harmonis dan bahagia. Wayang menampilkan contoh-contoh perilaku baik dan jahat, namun pada akhirnya perilaku jahat akan kalah oleh kebaikan. Dengan bercerita atau mendongeng, wayang membentuk ide0ide, kepercayaan, moralitas dan tingkah laku dari semua budaya, dari generasi ke generasi. 2. Cerita Wayang dapat Menyampaikan Informasi Cerita wayang dapat menyampaikan informasi apa saja, baik ajaaran moral maupun kebijakan pemerintah. 3. Cerita Wayang dapat Mengajarkan Nilai-Nilai Universal Terdapat nilai-nilai positif yang bisa dipetik bagaimana kepatuhan dan rasa hormat kepada orang yang lebih tua. 4. Cerita Wayang dapat Mengubah Perilaku dan Menyembuhkan Cerita-cerita wayang dapat mengajarkan tentang teladan bahwa seseorang dapat mengubah perilaku, yakni mengesampingkan kepentingan pribadi untuk kepentingan yang lebih besar. Perubahan sikap tersebut jika dilakukan dengan ikhlas dapat mmulihkan kondisi, baik lahir maupun batin orang lain yang sedang mengalami penderitaan.
5. Kesimpulan Wayang yang tumbuh dan berkembang di Indonesia banyak jenisnya. Penamaan dan penyebutan wayang sederhana sifatnya, hal ini sesuai dengan latar belakang keberadaan serta referensi wayang tersebut, seperti penamaan wayang berdasar pada sumber cerita, bahan boneka, daerah asal dan penyebaran, fungsinya, dan unsur yang dominan dalam pertunjukan wayang. Wayang Beber adalah seni wayang yang muncul dan berkembang di Jawa pada masa pra Islam dan masih berkembang di daerah-daerah tertentu di Pulau Jawa. Dinamakan wayang Beber karena berupa lembaran lembaran (beberan) yang dibentuk menjadi tokoh tokoh dalam cerita wayang seperti Mahabharata maupun Ramayana. Jenis pertunjukkan wayang dengan gambar-gambar sebagai objek pertunjukkan. Gambar-gambar tersebut dilukiskan pada selembar kertas atau kain, gambar dibuat dari satu adegan menyusul dengan 23
Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014
adegan lain dan diceritakan satu demi satu oleh Dalang. Gambar-gambar tersebut dipertunjukkan dengan cara membentangkan (membeber) gulungan. Gambar-gambar tersebut dilukiskan pada selembar kertas atau kain, gambar dibuat dari satu adegan menyusul dengan adegan lain dan diceritakan satu demi satu oleh Dalang. Ketika pertunjukkan, Dalang menuturkan ceritera dengan diiringi musik gamelan. Pertunjukkan wayang beber memiliki fungsi yang diadakan dalam setiap acara atau ritual, seperti Peringatan perempuan hamil tujuh bulan (mitoni), Peringatan di waktu seorang wanita hamil tua, Peringatan kelahiran seorang bayi, bersih desa, perkawinan, untuk mendatangkan hujan, dan lain-lain. Terdapat macam-macam Wayang Beber yang berasal dari beberapa daerah, yaitu, Wayang Beber Wonosari, Wayang Beber Pacitan, dan terdapat juga Wayang Beber yang berubah menjadi modern yaitu Wayang Beber Metropolitan. Wayang Beber Metropolitan mengikuti arus modern yang ada di zaman modern seperti ini tanpa mengubah nilai-nilai yang ada di dalam Wayang Beber tersebut. Pengembangan yang dilakukan disesuaikan dengan kehidupan metropolitan di Jakarta yang menawarkan berbagai hiburan dan kesenian yang beragam bagi warganya. Nilai seni yang terdapat dalam Wayang Beber adalah seni drama, seni musik, seni sastra, seni lukis. Seni drama dapat dilihat melalui prtunjukan wayang secara langsung. Seni drama merupakan sebuah kesenian dimana terdapat narasi, dan dialog antar tokoh. Apabila wayang dimainkan maka terdapat aspek-aspek tersebut. Seni musik yang terdapat dalam wayang adalah suara dentingan gamelan dan nyanyian yang dinyanyikan oleh sinden atau terkadang oleh dalang. Nilai – nilai universal yang terkandung dalam wayang seperti kejujuran, keadilan, empati, tanggungjawab, dan saling menghargai sangat penting dalam membangun karakter bangsa Indonesia. Nilai-nilai religi tersebut terdapat didalam bentuk boneka, sastra, pertujukan dan penari-penari wayang. Contoh konkrit terdapatnya nilai-nilai religi dalam wayang adalah penggunaan wayang sebagai salah satu perangkat upacara. Seperti pada upacara ruwatan wayang digunakan sebagai sarana pembuangan bala atau kesialan dengan cara diadakan pertunjukan wayang. Mewariskan dan menginternalisasi nilainilai khasanah kebudayaan Jawa, sarana yang efektif, yakni melalui wayang. Wayang dalam kehidupan sangatlah penting terutama dalam memahami karakter dan nilai-nilai kehidupan masyarakat Jawa. Wayang sebagai tradisi sangat penting karena dalam wayang terkandung nilai-nilai yang menyangkut religi, falsafah hidup, dan seni yang mengakar pada jiwa orang jawa, sehingga dapat membentuk kepribadian yang luhur. 24
Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014
6. Saran Perlu adanya kebijakan pemerintah pusat maupun daerah untuk menunjang keberadaan wayang beber sebagai media komunikasi dalam memperkenalkan budaya Jawa. Misalnya, rutin di setiap bulannya diadakan pertunjukan wayang beber di setiap daerah, agar masyarakat dapat mengenal warisan budaya Jawa dan wayang beber tidaka semaikn surut dan langka.
25
Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014
Daftar Pustaka Buku Guritno, Pandam. 1989. Wayang Kebudayaan Indonesia dan Pancasila. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Hazeu, G.A.J. 1987. Bijdrage tot de Kennis van het Javaansche Toneel. Leiden: E.J. Brill. Hazeu, G.A.J. 1902. Eine Wajang Beber Vorstellung in Jogjakarta. Batavia: Notulen van Directie Vergadering van het Bataviaasch Genootschap van Kunsteen en Wetenschappen. Heru S Sudjarwo, dkk. 2010. Rupa & Karakter Wayang Purwa: Dewa, Ramayana, Mahabharata. Jakarta: Kaki Langit Kencana. Koentjaraningrat. 1969. Pengantar Antropologi. Jakarta: P.D. Aksara. Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: PN Balai Pustaka. Murtiyoso, Bambang, dkk. 2004. Pertumbuhan dan Perkembangan Seni Pertunjukkan Wayang. Surakarta: Citra Etnika Surakarta. Nazir, Mohammad. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia. Suharyono, Bagyo. 2005. Wayang Beber Wonosari. Wonogiri: Bina Citra Pustaka Sujamto. 1992. Wayang dan Budaya Jawa. Semarang: Effharr dan Dahara Prize.
Sumber Internet Sejarah Wayang Beber (2011) (http://jogjanews.com/sejarah-wayang-beber-digunakanuntuk-menaklukan-musuh, diakses 24 November 2013) The Metamorphosis of Wayang Beber (2013) (http://www.thejakartapost.com/news/2013/04/19/the-metamorphosis-wayangbeber.html, diakses 6 januari 2014) Wayang Beber (2012) (http://sosbud.kompasiana.com/2012/10/24/wayang-beber-yang-mudayang-melestarikan-budaya-498124.html, diakses 04 Desember 2013) Wayang Beber (2011) (http://eka-sulistiana.blogspot.com/2011/12/wayang-beber.html, diakses 6 januari 2014)
Artikel Jurnal Darmoko. Wayang dan Negara: Sebuah Tinjauan Simbolik Ideologi-Politik. 8 Juli 2012 Sudrajat, Unggul. 2011. Wayang Beber Pacitan, Melangkah Menuju Beberologi. 26
Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014
Kamus Tim Redaksi KBBI PB. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi Keempat. PT Gramedia Pustaka Utama. Poerwadarminta, W.J.S. 1939. Baoesastra Djawa, Batavia, Groningen: J.B. Wolters.
27
Wayang beber ..., Destri Difrensia, FIB UI, 2014