UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT DEXA MEDICA JL. LETJEN BAMBANG UTOYO NO 138, PALEMBANG PERIODE 02 APRIL – 31 MEI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
SETIAWAN, S.Farm. 1206313715
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT DEXA MEDICA JL. LETJEN BAMBANG UTOYO NO 138, PALEMBANG PERIODE 02 APRIL – 31 MEI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
SETIAWAN, S.Farm. 1206313715
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013 ii
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
iii
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa mencurahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT Dexa Medica pada periode 02 April – 31 Mei 2013. Kegiatan PKPA bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa dan mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan. Laporan PKPA ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian akhir Apoteker pada Fakultas Farmasi UI. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini, yaitu kepada: 1. Bapak Gunawan Lukman selaku Operation Director PT Dexa Medica yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker; 2. Bapak Effendi, S.Si., Apt, selaku Pembimbing yang telah memberikan kesempatan, bimbingan dan pengarahan selama PKPA dan penyusunan laporan PKPA; 3. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi UI; 4. Dr. Harmita, Apt. selaku ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang selalu sabar membimbing, memberi saran, dan mendukung penulis; 5. Dr. Hayun, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang selalu sabar membimbing, memberi saran, dan mendukung penulis; 6. Seluruh staf dan karyawan PT Dexa Medica atas segala keramahan, pengarahan, dan bantuan selama penulis melaksanakan PKPA; 7. Seluruh dosen pengajar dan tata usaha program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI yang telah membantu kelancaran dalam perkuliahan dan penyusunan laporan ini; 8. Keluarga tercinta atas semua dukungan, kasih sayang, perhatian, kesabaran, dorongan, semangat, dan doa yang tidak henti-hentinya; iv
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
9. Teman-teman Apoteker Angkatan 76 Fakultas Farmasi UI atas dukungan dan kerjasama selama ini; 10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah turut serta membantu selama penyusunan laporan ini. Penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini. Semoga laporan PKPA ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam dunia farmasi pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Penulis
2013
v
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
vi
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN
i ii iii v vii viii ix
1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Tujuan
1 1 3
2 TINJAUAN UMUM 4 2.1. Industri Farmasi ..................................................................................... 4 2.2. Cara Pembuatan Obat yang Baik ........................................................... 10 3 TINJAUAN KHUSUS 3.1. Sejarah dan Perkembangan PT. Dexa Medica 3.2. Visi dan Misi 3.3. Logo PT. Dexa Medica 3.4. Lokasi dan Bangunan 3.5. Departemen Produksi 3.6. Departemen Quality 3.7. Sistem, Audit dan Dokumentasi 3.8. Keselamatan Kerja dan Kesehatan Lingkungan 3.9. Departemen Supply Chain 3.10. Departemen Teknik
17 17 19 19 20 20 26 36 38 41 47
4. PEMBAHASAN 52 4.1 Manajemen Mutu 52 4.2 Personalia 54 4.3 Bangunan dan Fasilitas 55 4.4 Peralatan 56 4.5 Sanitasi dan Hygiene 59 4.6 Produksi 60 4.7 Pengawasan Mutu 64 4.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu 65 4.9 Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali dan Produk Kembalian 66 4.10 Dokumentasi 67 4.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak 68 4.12 Kualifikasi dan Validasi 68 vii
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran
70 70 70
DAFTAR PUSTAKA
71
viii
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Logo PT. Dexa Medica .................................................................. 19
ix
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kondisi Penyimpanan pada Uji Stabilitas........................................ 35 Tabel 3.2 Parameter Pengujian Sediaan Obat .................................................. 35
x
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
LAMPIRAN
Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5
Instalasi Sistem HVAC pada Gedung Produksi Reguler............... Instalasi Sistem HVAC pada Gedung Produksi Sefalosporin ....... Instalasi Sistem Pengolahan Air. ................................................... Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). ..................................... Sistem Dust Collector ....................................................................
xi
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
72 73 74 75 76
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Salah satu aspek yang dilihat dalam kemajuan suatu negara adalah derajat
kesehatan masyarakat. Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Demi terwujudnya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, penting diusahakan pembangunan kesehatan yang paripurna. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis Peningkatan kesejahteran masyarakat dalam bidang kesehatan tidak terlepas dari ketersediaan obat di lingkungan masyarakat. Ketersediaan obat ini erat kaitannya dengan produsen obat. Industri farmasi sebagai produsen obat memegang peranan yang penting dalam mewujudkan pembangunan kesehatan yang
paripurna.
Menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor
1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi, Industri farmasi sebagai badan hukum yang secara legal dapat melakukan seluruh tahapan kegiatan membuat obat atau bahan obat, dimana kegiatan yang termasuk dalam tahapan membuat obat meliputi pengadaan bahan baku, bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan. Obat yang dibuat dalam suatu industri farmasi hendaklah berkhasiat, aman, dan terjamin mutunya. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang dikeluarkan oleh pemerintah hendaklah ditaati dan dijalankan oleh setiap industri farmasi. Mutu harus dibentuk kedalam suatu produk untuk menjamin konsumen menerima produk tersebut dengan mutu yang tinggi sesuai tujuan penggunaannya, sehingga perlu diterapkan pengendalian menyeluruh (Total 1
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
2
Quality Management). Tidaklah cukup produk jadi hanya sekedar lulus serangkaian pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu obat tergantung pada bahan awal, bakan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang terlibat (BPOM, 2006). Sebagaimana seperti namanya, industri farmasi memerlukan tenaga ahli dalam bidang kefarmasian dalam menjalankan kegiatannya, dalam hal ini apoteker. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, dasar dari pekerjaan kefarmasikan yang dilakukan oleh seorang apoteker mencakup pada nilai ilmiah, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, dan perlindungan serta keselamatan pasien atau masyarakat yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi yang memenuhi standar dan persyaratan keamanan, mutu, dan kemanfaatan. Untuk dapat mengerjakan pekerjaan kefarmasian dengan baik, seorang apoteker memerlukan kompetensi yang cukup dalam bidang penjaminan mutu obat. Oleh karena itu, diperlukan pendidikan dan pelatihan yang memadai dalam mendidik calon apoteker. Salah satu hal yang dapat dilakukan dalam peningkatan kompetensi calon apoteker berupa Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dalam berbagai institusi terkait, seperti Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Dinas Kesehatan, Apotek, Industri Farmasi, Pabrik Besar Farmasi, Rumah Sakit, maupun Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). PT Dexa Medica sebagai salah satu industri farmasi terbesar di Indonesia telah menerapkan CPOB dan sistem penjaminan mutu pada semua aspek yang terkait dalam produksi obat. PT Dexa Medica juga memberikan dukungan penuh terhadap program pembangunan kesehatan yang paripurna di Indonesia melalui pemberian kesempatan kepada calon apoteker untuk melaksanakan PKPA sebagai sarana pengembangan kompetensi. Melalui program ini, diharapkan calon apoteker yang melaksanakan PKPA di PT Dexa Medica mampu meningkatkan kompetensi dalam bidang penjaminan mutu obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
3
1.2
Tujuan Tujuan dari kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah : a. Memahami gambaran umum kegiatan di PT Dexa Medica. b. Memahami penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) di industri farmasi, tepatnya di PT Dexa Medica. c. Memahami peran apoteker dalam industri farmasi, terutama dalam bagian pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
BAB 2 TINJAUAN UMUM
2.1
Industri Farmasi Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI)
Nomor 1779/MENEKS/PER/XII/2010, industri farmasi marupakan suatu badan usaha yang memiliki izin dari Menteri kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Suatu industri farmasi dapat membuat obat baik pada semua tahap pembuatan obat maupun hanya sebagian tahapannya saja. Fungsi dari industri farmasi mencakup pembuatan obat dan/atau bahan obat, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan pengembangan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi farmasi. Peraturan tersebut juga mengatur perizinan suatu industri farmasi. Adapun persyaratan dalam memperoleh izin usaha industri farmasi meliputi, (1) industri farmasi harus berbentuk badan usaha berupa perseroan terbatas, (2) memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat, (3) memiliki nomor pokok wajib pajak, (4) secara tetap memiliki paling sedikit tiga orang apoteker warga negara Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi dan pengawasan mutu, serta (5) komisaris dan direksi tidak pernah terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundangundangan di bidang kefarmasian. Selain hal-hal tersebut di atas, untuk memperoleh izin industri farmasi diperlukan persetujuan prinsip, dimana permohonan persetujuan prinsip diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Dirjen Binfar-alkes). Persetujuan prinsip diberikan oleh Dirjen Binfar-alkes setelah pemohon mendapatkan persetujuan rencana induk pembangunan dari kepala badan POM. Apabila persetujuan prinsip telah diberikan, pemohon dapat langsung melakukan persiapan, pembangunan, pengadaan, pemasangan, dan instalasi peralatan, termasuk produksi percobaan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap industri farmasi wajib memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Pemenuhan persyaratan CPOB dibuktikan dengan adanya 4
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
5
sertifikat CPOB. Sertifikat CPOB berlaku selama lima tahun sepanjang memenuhi persyaratan. Setiap industri farmasi wajib menjalankan fungsi farmakovigilans yaitu seluruh kegiatan tentang pendeteksian, penilaian, pemahaman, dan pencegahan efek samping atau masalah lainnya terkait dengan penggunaan obat. Implementasi dari farmakovigilans pada industri farmasi adalah berupa tindakan pelaporan kepara kepala badan apabila ditemukan bahan obat dan/atau obat hasil produksi industri tersebut yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, atau mutu. Industri farmasi wajib melapor jika terdapat perubahan yang signifikan terhadap pemenuhan CPOB yang terjadi pada industri farmasi kepada BPOM untuk disetujui. Perubahan yang dapat terjadi mencakup perubahan kapasitas produksi atau perubahan lokasi produksi. Proses pengawasan terhadap industri farmasi dilakukan oleh badan POM. Badan POM dapat melakukan pemeriksaan dalam rangka memeriksa, meneliti, dan mengambil contoh segala sesuatu yang digunakan dalam kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan obat dan bahan obat pada tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan tersebut. Badan POM juga berhak membuka dan meneliti kemasan dari obat dan bahan obat, memeriksa dokumen atau catatan lain yang diduga memuat keterangan mengenai kegiatan pembuatan, penyimpangan, pengangkutan, dan perdagangan obat dan/atau bahan obat termasuk menggandakan atau mengutip keterangan tersebut, dan/atau mengambil gambar seluruh atau sebagian fasilitas dan peralatan yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan produksi dan distribusi.
2.2
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) Cara pembuaan obat yang baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat
yang dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan, dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh merupakan hal yang sangat essensial untuk menjamin bahwa konsumen menggunakan obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa atau memulihkan kesehatan (BPOM, 2006). Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
6
Mutu merupakan suatu hal yang harus dibentuk ke dalam produk, bukan hanya merupakan hasil dari serangkaian uji. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai, dan personalia yang terlibat. Pemastian mutu obat tidak hanya mengandalkan pelaksanaan pengujian tertentu saja, namun obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara ketat. Oleh karena itu, ruang lingkup dari CPOB memperhatikan alur produksi mulai dari awal hingga akhir produksi dengan cakupan manajemen mutu, pemastian mutu, pengawasan mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan hygiene, produksi, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, serta kualifikasi dan validasi (BPOM, 2006).
2.2.1 Manajemen Mutu Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar, dan tidak mengandung risiko yang membahayakan penggunanya. Dengan kata lain, produk yang dihasilkan harus efektif, aman, dan berkualitas. Manajemen bertanggung jawab atas tercapainya tujuan tersebut melalui manajemen mutu yang memerlukan komitmen tinggi dan partisipasi penuh dari semua jajaran pimpinan dan semua departemen di dalam perusahaan. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan maka diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar. Unsur dasar dari manajemen mutu adalah suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat, mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya, serta tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi sehingga produk yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut dengan pemastian mutu (BPOM, 2006).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
7
2.2.2 Pemastian Mutu Pemastian mutu merupakan konsep yang luas dan mencakup semua hal, baik secara tesendiri maupun secara kolektif, yang memenuhi mutu obat yang dihasilkan. Pemastian mutu adalah keseluruhan pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Semua bagian pada pemastian mutu hendaklah didukung dengan tersedianya personil yang kompeten, bangunan, sarana, dan peralatan yang cukup dan memadai (BPOM, 2006). Sistem pemastian mutu yang benar dan tepat bagi industri farmasi hendaklah memastikan bahwa: a. Desain
dan
pengembangan
obat
dilakukan
dengan
cara
yang
memperhatikan persyaratan CPOB dan Cara Berlaboratorium yang baik. b. Semua langkah produksi dan pengendalian diuraikan secara jelas dalam prosedur operasional. c. Tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan. d. Pengaturan disiapkan untuk pembuatan, pasokan dan penggunaan bahan awal dan pengemas yang benar. e. Semua pengawasan terhadap dokumen yang terkait dengan proses pengemasan dan pengujian bets dilakukan sebelum memberikan pengesahan untuk distribusi. f. Obat tidak dijual atau dipasok sebelum kepala bagian manajemen mutu menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan dikendalikan sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam izin edar dan peraturan lain yang terkait dengan aspek produksi, pengawasan mutu, dan pelulusan produk. g. Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa sedapat mungkin produk disimpan, didistribuskan, dan selanjutnya ditangani sedemikian rupa agar mutu tetap dijaga selama masa edar. h. Tersedia prosedur inspeksi diri dan/atau audit mutu yang secara berkala mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem pemastian mutu. i. Pemasok bahan awal dan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan perusahaan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
8
j. Penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan dicatat,
tersedia sistem
persetujuan terhadap perubahan yang berdampak terhadap mutu produk, serta prosedur pengolahan ulang dievaluasi dan disetujui. k. Evaluasi mutu produk berkala dilakukan untuk verifikasi konsistensi proses dan memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan.
2.2.3 Pengawasan Mutu Pengawasan mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang relevan dan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan dalam produksi serta produk jadi tidak dipasarkan sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Setiap industri farmasi hendaklah mempunyai satuan tugas pengawasan mutu. Fungsi ini hendaknya independen dari bagian lain. Sumber daya yang memadai hendaknya tersedia untuk memastikan bahwa semua fungsi pengawasan mutu dapat dilaksanakan secara efektif dan dapat diandalkan (BPOM, 2006). Persyaratan dasar dari pengawasan mutu adalah: a. Sarana dan prasarana yang memadai, personil yang terlatih dan prosedur yang disetuji tersedia untuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, dan bila perlu untuk pemantauan lingkungan sesuai dengan tujuan CPOB. b. Pengambilan sampel bahan awal, bahan pengemas, produk anatra, produk ruahan, dan produk jadi dilakukan oleh personil dengan metode yang disetujui oleh pengawasan mutu. c. Metode pengujian disiapkan dan divalidasi. d. Produk jadi berisi zat aktif dengan kualitatif dan kuantitatif sesuai yang disetujui pada saat pendaftaran dengan derajat kemurnian yang disyaratkan, dikemas dalam wadah yang sesuai, dan dilabel dengan benar.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
9
e. Dibuat catatan hasil pemeriksaan dan analisis bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi secara formal dinilai dan dibandingkan terhadap spesifikasi. f. Sampel pertinggal dari bahan awal dan produk disimpan dalam jumlah yang cukup untuk dilakukan pengujian ulang bila perlu. Bangunan dan peralatan
hendaklah didesain dan dilengkapi secara
memadai sehingga dapat melaksanakan kegiatan terkait. Selain itu, hendaklah disediakan sarana terkait penanganan limbah. Laboratorium hendaklah terpisah secara fisik dari ruang produksi. Laboratorium kimia, laboratorium mikrobiologi dan biologi hendaknya terpisah satu sama lain. Ruangan terpisah terhadap instrumen mungkin diperlukan untuk memberikan perlindungan terhadap interferensi elektris, getaran, dan kelembaban yang berlebih serta pengaruh lain (BPOM, 2006). Tiap personil yang bertugas melakukan supervisi atau kegiatan laboratorium hendaknya memiliki pendidikan, mendapat pelatihan, dan memiliki pengalaman yang sesuai untuk memungkinkan pelaksanaan tugas dengan baik. Pereaksi dan media pembenihan yang dibuat dalam laboratorium hendaknya dibuat dengan mengikuti prosedur yang benar dan diberi label yang sesuai. Baik kontrol positif maupun kontrol negatif perlu dilakukan untuk memastikan kesesuaian media pembenihan. Baku pembanding hendaklah digunakan sesuai tujuannya dan disimpan serta ditangani secara tepat (BPOM, 2006).
2.2.4 Personalia Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu, industri farmasi bertanggung jawab untuk
menyediakan personil yang
terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan kegiatannya. Tiap personil hendaknya memahami tanggungjawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan termasuk instruksi mengenai hygiene yang berkaitan dengan pekerjaan (BPOM, 2006).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
10
Personil kunci dalam industri farmasi hendaklah terkualifikasi dan memiliki pengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Personil kunci mencakup kepala bagian produksi, kepala bagian pengawasan mutu, kepala bagian manajemen mutu (BPOM, 2006). Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang karena tugasnya harus berada dalam area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium, dan bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk. Disamping pelatihan dasar dalam teori dan praktek CPOB, personil baru hendaknya mendapat pelatihan yang sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan
berkesinambungan
hendaknya
juga
diberikan,
dan
efektifitas
penerapannya hendaklah dinilai secara berkala. Hendaklah tersedia program pelatihan yang disetujui kepala bagian masing-masing. Catatan pelatihan hendaknya disimpan (BPOM, 2006).
2.2.5 Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan yang lain, dan memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat (BPOM, 2006). Letak
bangunan
hendaklah
sedemikian
rupa
untuk
menghindari
pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah, air, serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Apabila letak bangunan tidak sesuai, hendaklah diambil tindakan pencegahan yang efektif terhadap pencemaran tersebut. Bangunan dan fasilitas hendaklah dirawat dengan cermat. Bangunan serta fasilitas dibersihkan dan perlu didisinfeksi sesuai prosedur tertulis yang rinci. Catatan pembersihan dan disinfeksi hendaklah disimpan. Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area penyimpanan, koridor, dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dirawat dalam kondisi bersih dan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
11
rapi. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur dan diperbaiki bila perlu. Perbaikan dan perawatan bangunan dan fasilitas hendaklah dilakukan hati-hati agar kegiatan tersebut tidak mempengaruhi mutu obat pasokan (BPOM, 2006). Tenaga listrik, lampu penerangan, suhu, kelembaban, dan ventilasi hendaklah tepat agar tidak mengakibatkan dampak yang merugikan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap produk selama proses pembuatan dan penyimpanan atau terhadap ketepatan/ketelitian fungsi peralatan. Desain dan tata letak ruangan hendaknya memastikan kompatibilitas dengan kegiatan produksi lain yang mungkin dilakukan dalam sarana yang sama atau sarana yang berdampingan dan pencegahan area produksi dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas umum bagi personil dan bahan/produk, atau sebagai tempat penyimpanan bahan/produk selain yang sedang diproses. Fasilitas dalam industri farmasi setidaknya memiliki area penimbangan, area produksi, area penyimpanan, area pengawasan mutu, dan sarana pendukung seperti toilet, kantin, tempat ibadah, kantor, ruang pertemuan dan sebagainya (BPOM, 2006).
2.2.6 Peralatan Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan. Peralatan hendaknya didesain dan dikonstruksikan sesuai dengan tujuannya. Peralatan tidak boleh berdampak buruk terhadap produk. Peralatan hendaknya didesain sedemikian rupa sehingga mudah dibersihkan sesuai prosedur yang ditetapkan. Peralatan untuk mencuci dan pembersihan hendaklah dipilih dan digunakan agar tidak mejadi sumber pencemar (BPOM, 2006). Hendaklah tersedia alat ukur dengan ketelitian yang tepat untuk proses produksi dan pengawasan. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, memeriksa, dan mencatat hendaknya diperiksa kecepatannya dan dikalibrasi sesuai program dan prosedur yang ditetapkan. Hasil pemeriksaan dan kalibrasi hendaklah dicatat dan disimpan dengan baik. Pipa air suling, air Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
12
deionisasi dan bila pipa air lain untuk produksi hendaklah disanitasi sesuai prosedur tertulis (BPOM, 2006). Peralatan hendaknya dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang dapat mempengaruhi identitas, mutu ,atau kemurnian produk. Kegiatan perawatan hendaknya tidak menimbulkan resiko terhadap produk. Pelaksanaan perawatan dan pemakaian hendaknya dicatat dalam log alat (BPOM, 2006).
2.2.7 Sanitasi dan Hygiene Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan hygiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial dapat dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan hygiene yang menyeluruh dan terpadu. Prosedur hygiene perorangan termasuk persyaratan untuk menggunakan pakaian pelindung hendaklah diberlakukan bagi semua personil yang memasuki area produksi, baik karyawan purna waktu, karyawan paruh waktu, atau bukan karyawan yang berada diarea pabrik misalnya, karyawan kontraktor, pengunjung, manajemen senior dan inspektur. Semua personil hendaknya menjalani pemeriksaan kesehatan pada saat direkrut (BPOM, 2006). Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah didesain dan dikonstruksikan dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik. Hendaklah tersedia dalam jumlah yang cukup sarana toilet dengan ventilasi yang baik dan tempat cuci bagi personil dimana letaknya mudah diakses dari sarana produksi. Setelah digunakan peralatan hendaklah dibersihkan baik bagian dalam maupun bagian luar sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan serta dijaga dan disimpan dalam kondisi yang bersih. Tiap kali sebelum dipakai, kebersihannya diperiksa untuk memastikan bahwa semua produk atau bahan dari bets sebelumnya telah dihilangkan(BPOM,2006).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
13
2.2.8 Produksi Produksi dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB untuk menjamin produk yang dihasilkan memenuhi ketentuan izin pembuatan dan
izin edar (registrasi). Produksi
dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Penanganan bahan dan produk
jadi,
seperti
penerimaan
dan
karantina,
pengambilan
sampel,
penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan, dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tertulis. Seluruh bahan yang diterima hendaklah diperiksa untuk memastikan kesesuaiannya dengan pemesanan. Bahan yang diterima dan produk jadi hendaknya dikarantina secara fisik atau administratif segera setelah diterima atau diolah, sampai dinyatakan lulus untuk pemakaian atau distribusi (BPOM, 2006). Produk antara dan produk ruahan yang diterima hendaklah ditangai seperti penerimaan bahan awal. Pemeriksaan jumlah hasil nyata dan rekonsiliasinya hendaklah dilakukan sedemikian rupa untuk memastikan tidak ada penyimpangan dari batas yang telah ditetapkan. Pengolahan produk yang berbeda hendaklah tidak dilakukan secara bersamaan atau bergantian dalam
ruang yang sama,
kecuali tidak ada risiko terjadinya campur baur ataupun kontaminasi silang. Selama pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan, peralatan atau mesin produksi, dan bila perlu ruang kerja yang dipakai hendaknya diberi label atau penandaan dari produk atau bahan yang sedang diolah, kekuatan bila ada, dan nomor bets. Bila perlu, penandaan ini hendaklah juga menyebutkan tahapan proses produksi (BPOM, 2006).
2.2.9 Inspeksi Diri dan Audit Mutu Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaknya dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Selain itu, dapat pula digunakan jasa auditor luar yang independen. Inspeksi diri hendaknya dilakukan dengan rutin dan, disamping itu, Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
14
ada situasi khusus misalnya dalam hal terjadinya penarikan kembali obat jadi atau terjadinya penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan hendaklah dilaksanakan (BPOM, 2006). Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaknya didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Cakupan dan frekuensi inspeksi diri. Inspeksi diri dapat dilakukan per bagian sesuai dengan kebutuhan perusahaan namun inspeksi diri yang menyeluruh hendaklah dilakukan minimal satu tahun sekali. Frekuensi inspeksi diri hendaklah tertulis dalam prosedur tetap inspeksi diri. Laporan inspeksi diri hendaklah dibuat segera setelah selesai dilaksanakan laporan tersebut mencakup hasil inspeksi diri, evaluasi, serta kesimpulan dan saran tindakan perbaikan. Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian sebagian dari manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak (BPOM, 2006).
2.2.10 Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk atau Produk Kembalian Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat sebaiknya dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif (BPOM, 2006). Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari peredaran. Penarikan kembali produk dilakukan apabila ditemukan produk yang cacat mutu atau bila ada laporan mengenai reaksi yang merugikan yang serius serta beresiko terhadap kesehatan. Penarikan kembali produk dari peredaran dapat mengakibatkan penundaan atau penghentian pembuatan obat tersebut. Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, kadaluwarsa, atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, jumlah dan keamanan obat yang bersangkutan (BPOM, 2006). Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
15
2.2.11 Dokumentasi Dokumentasi
adalah
bagian
dari
sistem
manajemen
informasi.
Dokumentasi yang baik merupakan bagian essensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas bersifat fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil resiko terjadi multi-tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, dokumen produksi induk/formula pmebuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan, dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis (BPOM, 2006).
2.2.12 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan setiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian manajemen mutu (BPOM, 2006). Hendaklah dibuat kontrak tertulis yang meliputi pembuatan dan/atau analisis obat yang dikontrakkan dan semua pengaturan teknis terkait. Pemberi kontrak bertanggung jawab untuk menilai kompetensi penerima kontrak dalam melaksanakan pekerjaan atau pengujian yang diperlukan dan memastikan bahwa setiap prinsip dan pedoman CPOB dipenuhi. Pemberi kontrak hendaklah memastikan bahwa semua produk yang diproses dan bahan yang dikirim oleh penerima kontrak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan atau produk telah diluluskan oleh kepala bagian manajemen mutu (BPOM, 2006). Penerima kontrak harus mempunyai gudang, peralatan yang cukup, pengetahuan dan pengalaman, dan personil yang kompeten untuk melakukan pekerjaan yang diberikan oleh pemberi kontrak dengan memuaskan. Pembuatan obat berdasarkan kontrak hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi yang Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
16
memiliki sertifikat CPOB yang diterbitkan oleh otoritas pengawas obat (BPOM, 2006).
2.2.13 Kualifikasi dan Validasi CPOB mempersyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang diperlukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk sebaiknya divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi (BPOM, 2006). Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV merupakan dokumen yang singkat, tepat dan jelas. RIV mencakup sekurang-kurangnya kebijakan validasi, struktur organisasi kegiatan validasi, ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi, format dokumen, format protokol dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan, pengendalian perubahan, dan acuan dokumen yang digunakan (BPOM, 2006). Protokol validasi tertulis hendaknya dibuat untuk merinci kualifikasi dan validasi yang akan dilakukan. Protokol hendaknya dikaji dan disetujui oleh kepala bagian manajemen mutu. Protokol validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan. Hendaklah dibuat laporan yang mengacu pada protokol kualifikasi dan/atau protokol validasi dan memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan, dan rekomendasi perbaikan. Tiap perubahan terhadap rencana yang ditetapkan dalam protokol hendaklah didokumentasikan dengan pertimbangan yang sesuai. Setiap kualifikasi yang selesai dilaksanakan hendaknya diberikan persetujuan tertulis untuk dapat melaksanakan tahap kualifikasi dan validasi selanjutnya (BPOM, 2006).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
5
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS
3.1
Sejarah dan Perkembangan PT. Dexa Medica PT. Dexa Medica berdiri pada tahun 1969 di kota Palembang, Sumatra
Selatan, dengan komitmen awal untuk memenuhi kebutuhan obat di Palembang dan daerah sekitarnya. Dipicu oleh masih sedikitnya persediaan obat, Bapak Drs. Rudy Soetikno, Apt. yang pada awalnya lebih memilih mengabdi pada dunia militer, merasa terpanggil untuk melakukan sesuatu sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Bersama beberapa temannya, beliau mulai memproduksi tablet tablet sederhana di apotek yang mereka bangun bersama. Inilah awal mula berdirinya Dexa Medica. Permintaan obat semakin meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Pada tahun 1975, produk Dexa telah tersebar di seluruh Sumatra. Berbekal keyakinan akan kemampuannya dalam menciptakan kualitas yang baik pada produknya, Dexa kemudian mengambil langkah besar untuk melakukan penetrasi pasar Jawa melalui kota Surabaya. Ini menjadi jalan awal bagi Dexa untuk menguasai pasar Indonesia. Di tahun 1978, produk Dexa telah didistribusikan ke seluruh Indonesia. Untuk memperlancar distribusi produk Dexa di seluruh Indonesia, maka didirikanlah PT. Anugrah Argon Medica (AAM) pada tahun 1981. Tahun 1984, Dexa memindahkan kantor pemasarannya ke Jakarta sebagai salah satu langkah strategis untuk memperkokoh posisinya sebagai industri berskala nasional. PT. Dexa Medica menjadi salah satu dari lima pabrik farmasi yang pertama kali memperoleh sertifikat CPOB pada tahun 1990. Sejak 1994, volume penjualan domestik produk Dexa meningkat secara konstan lebih tinggi dibandingkan indutri farmasi lainnya di Indonesia. Pada tahun 2001, PT. Ferron Par Pharmaceuticals didirikan untuk meningkatkan kapasitas produksi dan pemasaran dalam rangka mendukung pertumbuhan penjualan produk yang tinggi, serta untuk mengantisipasi ketatnya persaingan global. PT. Dexa Medica terus berkembang hingga terbentuk Dexa Medica Grup yang terdiri dari beberapa perusahaan. Perusahaan yang tergabung dalam Dexa Medica Group antara lain : 17
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
18
a.
PT. Dexa Medica (DXM) : manufacture/pabrik (Palembang)
b.
PT.
Ferron
Par
Pharmaceuticals
(FPP)
:
manufacture/pabrik
(Cikarang/Jakarta) c.
PT. Anugrah Argon Medica (AAM) : Pedagang Besar Farmasi/distributor
d.
Equilab : laboratorium uji bioavailabilitas dan bioekuivalensi Dexa senantiasa memperkuat sistem dan tim manajemennya serta tetap
berfokus pada core business Dexa sejak berdiri, yaitu memproduksi dan memasarkan produk farmasi yang berkualitas. Dexa juga berusaha untuk mempertahankan posisinya sebagai market leader yang telah diakui pada tingkat nasional. Dexa juga berupaya dalam menghadapi tantangan di era globalisasi untuk dapat menjadi regional player hingga global player yang diakui. Kegiatan di Dexa difokuskan pada pemaksimalan 4 kompetensi inti sebagai berikut : a.
Resource Management, kemampuan untuk menggunakan sumber daya dalam menghasilkan produk yang terbaik dengan cara yang paling efektif.
b.
Innovation, kemampuan dan komitmen untuk senantiasa menciptakan budaya yang inovatif di mana karyawan diberi kebebasan untuk melakukan apa yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan konsumen dengan produk yang lebih baik, unggul, dan berbeda.
c.
Strategic Alliances, kemampuan untuk menyeleksi dan mempertahankan partner yang tepat untuk mendapatkan bentuk kerjasama yang sinergis.
d.
Change Management, kemampuan untuk mengantisipasi perubahan yang dapat mempengaruhi bisnis dan industri di masa depan, untuk membuat strategi dan mengimplementasikan rencana dengan cepat, dan untuk mengambil keuntungan dari perubahan yang sedang dihadapi melalui pengalaman-pengalaman yang pernah dihadapi Dexa sebelumnya.
3.2
Visi dan Misi PT. Dexa Medica Visi dari PT. Dexa Medica adalah menjadi sebuah perusahaan yang
berbakti paling depan dalam menyediakan nilai tambah yang signifikan bagi setiap customer dan mitra usahanya dengan selalu bekerja giat secara efektif, efisien, dan berkesinambungan untuk meraih health for all, kesehatan bagi semua Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
19
di tingkat nasional, regional, maupun global. Dengan motto 'expertise for the promotion of health', Dexa memiliki misi untuk senantiasa mengembangkan segala kemampuan kefarmasian dengan cara, inovasi dan perbaikan yang berkelanjutan, meningkatkan pangsa pasar, efisiensi biaya, dan mengadakan aliansi strategis. Seluruh karyawan Dexa adalah bagian dari sebuah tim besar, sehingga setiap anggota tim dituntut untuk berperilaku dan memegang teguh nilai-nilai serta corporate culture perusahaan, yaitu : a.
Striving for excellence Komitmen untuk senantiasa menyediakan nilai tambah perusahaan terhadap kepentingan konsumen internal maupun eksternal melalui penumbuhan kepercayaan dan penerapan standar di setiap waktu.
b.
Act Professionally Selalu menunjukan dedikasi tinggi untuk senantiasa bekerja cerdas dan profesional yang mengedepankan kejujuran dan integritas.
c.
Deal with Care Kesungguhan untuk berusaha memahami lebih dulu, menghargai sesama dan selalu dapat menghasilkan win-win solution pada seluruh aspek bisnis.
3.3
Logo PT. Dexa Medica
Gambar 3.1. Logo PT. Dexa Medica. Nama Dexa Medica berasal dari kata ‘deca’ atau sepuluh yang merupakan hasil terbaik yang mungkin dicapai dan kata ‘medica’ yang menunjukkan identitas dalam dunia medis. Segitiga merupakan bentuk paling efisien yang bisa berdiri dengan kokoh yang melambangkan 3 pilar yaitu Dexa-Distributor-Customer. Huruf ‘d’ yang dibuat seperti benzena yang berada dalam bentuk segitiga berarti deka yang artinya sepuluh dan gugus benzena yang merupakan inti dari berbagai Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
20
jenis bahan kimia. Warna merah melambangkan sifat berani dan bersemangat. Warna putih melambangkan kemurnian atau pure. Tulisan Dexa yang berwarna hitam menunjukkan kokoh dan tegas. Arti logo secara keseluruhan yakni Dexa Medica itu berani, kokoh, pure, efektif, efisien dan bergerak dalam pelayanan kesehatan. 3.4
Lokasi dan Bangunan Pabrik PT. Dexa Medica site Palembang berlokasi di Jalan Jenderal
Bambang Utoyo nomor 138 Palembang, Sumatera Selatan. Bagian Pemasaran PT. Dexa Medica terletak di Titan Center, Jalan Boulevard Bintaro Blok B7/B1 No. 05, Tangerang. Bangunan PT. Dexa Medica site Palembang meliputi : a.
Gedung produksi non-sefalosporin dan office
b.
Gedung unit produksi sefalosporin
c.
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
d.
Gudang bahan baku dan pengemas (untuk produksi reguler terpisah dengan sefalosporin)
e.
3.5
Gudang Obat Jadi di Jalan Perintis
Departemen Produksi PT. Dexa Medica memiliki dua unit fasilitas produksi yaitu unit fasilitas
produksi non sefalosporin dan unit fasilitas produksi sefalosporin yang terpisah satu sama lain. Tujuan dari pemisahan fasilitas ini adalah untuk mencegah kontaminasi silang antara produk reguler dengan produk golongan sefalosporin. Zat-zat dari golongan sefalosporin ini memiliki tingkat sensitisasi yang tinggi kepada manusia. Paparan zat ini pada manusia yang sensitif dapat menyebabkan reaksi alergi ringan hingga berat. Departemen Produksi akan menerima rencana produksi mingguan dari bagian Demand and Supply Planning (DSP) yang selanjutnya akan dipecah (breakdown) menjadi rencana produksi harian. Berdasarkan alur kegiatan (business process flow) Departemen Produksi memiliki tiga kegiatan utama, yaitu Pembuatan (processing), merupakan kegiatan dari tahap penimbangan hingga pengemasan kemasan primer; pengemasan (packaging), merupakan proses kegiatan pengemasan kemasan sekunder; dan evaluasi kinerja produksi Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
21
(production performance evaluation), yang merupakan proses evaluasi kinerja produksi. 3.5.1 Unit Produksi Non Sefalosporin Unit produksi non sefalosporin memproduksi tablet (konvensional, salut selaput, salut enterik dan salut gula), kapsul dan suspensi kering. Kegiatan proses produksi non sefalosporin terdiri atas: a.
Penimbangan Bahan Kegiatan penimbangan bahan dilakukan sesuai dengan work order pick list (WOP list) sesuai dengan rencana produksi yang telah ditentukan. WOP list berisi bahan-bahan yang digunakan beserta jumlahnya dalam satu bets, beserta label identitas dan status dari bahan-bahan tersebut. Bahanbahan yang akan digunakan dalam proses produksi diserahkan ke bagian produksi oleh bagian logistik melalui suatu pass box. Hal ini dilakukan karena adanya perbedaan kelas antara ruang produksi dan gudang. Bahan yang sudah diterima akan ditimbang satu per satu, dimulai dari bahan tambahan hingga bahan aktif. Proses penimbangan dilakukan minimal oleh dua orang, sebagai operator penimbang dan yang lainnya sebagai pengawas. Secara umum bahan baku ditimbang dalam suatu weighing hood yang memiliki aliran udara laminar (laminar air flow) dengan penyaring HEPA di bagian atas. Bahan akan diperiksa terlebih dahulu oleh petugas penimbangan sebelum dilakukan penimbangan. Pengecekan bahan yang ditimbang meliputi label identitas (nama bahan, nomor bets) dan label status. Alat timbangan dibersihkan dengan penyedot debu setelah selesai digunakan untuk menimbang satu bahan. Pada proses penimbangan, tidak boleh ada dua bahan yang berbeda dalam ruang timbang untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Operator juga
dikondisikan agar tidak bersentuhan
langsung dengan bahan baku. Setelah penimbangan terakhir, yaitu penimbangan zat aktif, dilakukan proses pembersihan menyeluruh pada ruang penimbangan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
22
b.
Pencampuran (Mixing) dan Granulasi Pencampuran (Mixing) merupakan proses pencampuran dua atau lebih bahan menjadi suatu campuran yang homogen sedangkan proses granulasi adalah proses pembentukan suatu agregat berupa granul yang memilki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga akan mempermudah proses pencetakan tablet. Granulasi merupakan tahapan yang mempengaruhi proses pencetakan tablet dan sifat tablet yang terbentuk. Unit produksi non sefalosporin memiliki tiga ruang granulasi, di mana satu ruang granulasi masih menggunakan sistem pemindahan terbuka (open system) dan ruang lainnya sudah mengggunakan sistem pemindahan tertutup (close system) sehingga lebih baik dalam meminimalisasi debu selama proses. Proses granulasi terbagi menjadi empat tahap, yaitu: 1) Pencampuran (Mixing) pertama yaitu proses pencampuran yang dilakukan antara bahan aktif dan eksipien fase dalam. Proses mixing dilakukan di dalam suatu alat yang disebut mixer. Kecepatan dan lama pengadukan merupakan parameter kritis yang harus diperhatikan. 2) Pengeringan (Drying) merupakan proses pengeringan campuran serbuk hasil granulasi dengan menggunakan alat fluidized bed dryer (FBD). Prinsip pengeringannya adalah aliran udara panas dialirkan melalui pipa aliran udara masuk (inlet) dimana proses pengeringan terjadi karena proses transfer panas antara aliran udara panas dengan granul basah dan kemudian aliran udara panas akan keluar melalui pipa aliran udara keluar (outlet). Parameter kritis yang harus diperhatikan adalah suhu FBD, aliran udara panas dan lama pemanasan. Granul yang telah dikeringkan diperiksa kadar airnya. 3) Pengayakan
(Sieving)
atau
proses
pengayakan
bertujuan
untuk
menyeragamkan diameter granul dengan menggunakan alat yang disebut sieving mill. Parameter kritis yang harus diperhatikan adalah ukuran pori ayakan. Pada granul yang telah diayak, dilakukan in process control (IPC) yang meliputi, distribusi ukuran partikel. 4) Pencampuran (Mixing) kedua, dilakukan setelah granul diayak. Proses ini bertujuan untuk mencampur granul hasil proses sebelumnya dengan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
23
eksipien fase luar, seperti disintegran luar, pelincir dan anti adherent. IPC yang dilakukan adalah pengujian laju alir dengan menggunakan flow meter. c.
Pencetakan dan Penyalutan (Coating) Proses pencetakan tablet dilakukan setelah ada pemeriksaan terhadap kondisi mesin tablet, seperti kebersihan dan jenis punch dan die yang akan digunakan. Bagian mesin tablet yang bersentuhan langsung dengan bahan obat dibilas terlebih dahulu dengan menggunakan plasebo yang terdiri dari eksipien tanpa zat aktif. Hal ini perlu dilakukan karena penyimpanan punch dan die dilapisi dengan oli food grade. Setelah itu, proses pencetakan tablet dapat dilakukan. Pengambilan sampel untuk pemeriksaan tablet dilakukan secara berkala untuk pemeriksaan bobot serta pengambilan sampel pada awal, tengah dan akhir proses untuk seluruh pemeriksaan tablet, yang meliputi uji kekerasan, keregasan, waktu hancur dan sebagainya. Pada setiap mesin tablet dilengkapi dengan deduster yang berfungsi untuk menghilangkan debu sisa proses dan pendeteksi logam untuk mendeteksi logam yang mungkin mengkontaminasi tablet yang dapat berasal dari bagian mesin atau bahan baku. Proses penyalutan tablet merupakan tahap pilihan. Penentuan penyalutan tablet tergantung pada tujuannya seperti menutupi organoleptis obat yang buruk, melindungi obat dari kelembapan atau modifikasi pelepasan obat. Proses penyalutan dapat menggunakan pelarut organik maupun pelarut air tergantung dari bahan penyalut yang digunakan. Jenis penyalut yang diproduksi adalah salut selaput, salut enterik dan salut gula. Parameter kritis pada proses penyalutan adalah temperatur serta jumlah dan frekuensi penyemprotan penyalut. Tablet yang sudah disalut disimpan dalam ruang karantina untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan bobot tablet dan uji waktu hancur obat.
d.
Pengisian (Filling) Sediaan kapsul dan suspensi kering, akan menjalani proses pengisian ke dalam cangkang kapsul dan botol setelah proses pencampuran dan granulasi. Kapsul dan botol yang telah diisi diperiksa secara visual untuk Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
24
memastikan ada tidaknya kapsul dan botol yang rusak akibat proses pengisian. Pada mesin pengisian kapsul juga dilengkapi dengan penyeleksi kapsul yang tidak terisi penuh, deduster dan pendeteksi logam. e.
Stripping atau Blistering Stripping atau blistering merupakan proses pengemasan sediaan tablet maupun kapsul pada kemasan primer berupa strip atau blister. Fungsi kemasan adalah untuk melindungi produk obat dari pengaruh lingkungan seperti cahaya, suhu dan kelembapan serta untuk memudahkan dalam proses pendistribusian. Bahan kemasan primer yang biasa digunakan adalah botol untuk wadah gelas; alumunium foil, PVC atau PVDC untuk blister; dan pollycelonium untuk strip. Kemasan blister memiliki kelebihan berupa bahan yang lebih murah dari pada kemasan strip. Sedangkan kemasan strip lebih melindungi obat dari cahaya dan kelembaban dibandingkan dengan kemasan blister. Pada produk suspensi kering, kemasan primernya berupa botol yang selanjutnya akan disegel dengan tutup botol. Proses pengemasan dimulai dari pengisian tablet atau kapsul ke dalam mesin blistering atau stripping melalui hopper, selanjutnya tablet atau kapsul akan bergerak ke bagian mold untuk disatukan/dibungkus dengan bahan kemas (molding), untuk selanjutnya dipotong sesuai dengan ukuran yang diinginkan (cutting). Pada kemasan blister, bahan kemas PVC terlebih dahulu dibentuk (forming) menjadi berbentuk kantung-kantung yang sesuai dengan bentuk produk obat. Pencetakan nomor bets, tanggal daluwarsa dan harga eceran tertinggi pada kemasan primer dapat dilakukan dengan cara emboss atau cap tinta. Penomoran dengan cara emboss dilakukan sebelum tahap pembungkusan, sedangkan pada metode cap tinta dilakukan setelah proses pembungkusan obat. Pemeriksaan kekosongan pada blister dilakukan dengan menggunakan sensor kekosongan yang dapat mendeteksi adanya kantung-kantung yang kosong pada blister. Parameter kritis yang perlu diperhatikan adalah adanya kantung yang kosong pada blister atau strip, pencetakan label yang sesuai pada kemasan primer, suhu pada saat molding dan kebocoran.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
25
3.5.2 Unit Produksi Sefalosporin Sesuai dengan ketentuan CPOB, fasilitas produksi sefalosporin harus terpisah dari unit produksi non sefalosporin. PT. Dexa Medica juga memiliki fasilitas sefalosporin yang sudah sesuai dengan cGMP dan mengacu pada ISO 14644 mengenai cleanroom dan associated controlled environment. Gedung produksi sefalosporin terdiri atas tiga lantai, dengan fasilitas pada masing-masing lantai: a.
Lantai satu : gudang, kantin, loker dan kantor
b.
Lantai dua: fasilitas produksi sediaan padat meliputi: kapsul, tablet, suspensi kering dan serbuk kering steril untuk injeksi.
c.
Lantai tiga: fasilitas mezzanine berupa utility, water system dan laboratorium pengawasan mutu. Unit produksi sefalosporin sudah menerapkan teknologi aseptic in line
production system di mana proses pembuatan sediaan steril dimulai dari pencucian vial, pengisian, capping, hingga proses pengemasan sekunder dilakukan secara in line. Pencucian vial dilakukan dengan menggunakan air murni dan air untuk injeksi, kemudian dikeringkan dengan penyemprotan udara steril. Selanjutnya vial disterilisasi dan didepirogenisasi pada suhu 330ºC, kemudian mengalami proses pendingin dan siap dilakukan proses pengisian. Vial yang sudah disterilisasi dipindahkan ke bagian pengisian yang berada pada ruangan kelas A dengan latar belakang kelas B secara otomatis. Mesin akan menimbang bobot kosong vial dan bobot vial sesudah diisi, sehingga bobot obat dapat diketahui. Parameter IPC yang diperhatikan adalah bobot sediaan yang berpengaruh secara langsung pada dosis sediaan. Selanjutnya vial ditutup dengan rubber stopper yang selanjutnya disegel dengan alucap. Vial yang sudah ditutup akan masuk ke area pengemasan sekunder di mana vial akan diperiksa secara visual terkait integritas penutupannya, bentuk fisik vial serta ada tidaknya partikel asing. Produk obat kemudian dikemas dalam kemasan sekunder secara manual melalui tenaga manusia. Pengendalian kondisi lingkungan menjadi hal yang diperhatikan secara cermat. Unit sefalosporin memiliki sistem BAS (Building Automatic System) yang memungkinkan pemantauan dan kondisi lingkungan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
26
seperti suhu, RH dan perbedaan tekanan antar kelas ruangan. Sistem HVAC dinyalakan selama 24 jam untuk menjamin kondisi ruangan yang memenuhi syarat. Validasi media fill
dilakukan dua kali dalam setahun sesuai dengan
ketentuan regulator. Validasi media fill dilakukan sama seperti pada pembuatan produk steril di vial dan ditambahkan/diisikan oleh media pertumbuhan mikroba cair. Proses selanjutnya vial akan diinkubasi selama 14 hari dan dilihat ada tidaknya kekeruhan. Proses validasi media fill dilakukan untuk menjamin proses produksi produk steril berjalan secara aseptis. Proses sanitasi dilakukan setiap hari dan setiap pekannya dilakukan fumigasi. Mesin dan alat yang tidak berkontak langsung dengan produk, dicuci dengan air murni (PW), dibilas dengan air untuk injeksi (WFI) dan disemprot dengan alkohol 70%. Mesin dan alat yang berkontak langsung dengan produk akan disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121°C. Pada penanganan limbah industri dari obat golongan β-laktam, diperlukan penghancuran cincin β-laktam terlebih dahulu dengan menambahkan NaOH dan didiamkan selama 24 jam untuk selanjutnya dialirkan ke instalasi pengolahan air limbah. 3.6
Departemen Quality PT. Dexa Medica memiliki Departemen Quality yang membawahi Quality
control, Quality compliance dan Quality validation. Quality control memiliki tugas utama antara lain, penanganan instrumen, pengawasan bahan baku, uji laboratorium, penanganan reagensia dan studi uji stabilitas, penanganan sampel pertinggal. Quality compliance memiliki tugas antara lain, kontrol proses produksi, pengkajian produk dan kontrol terhadap perubahan, tindakan koreksi dan tindakan pencegahan pada produk (corrective action and preventive action of product) dan pengawasan desain. Tugas dari Quality validation meliputi, validasi proses, validasi sistem komputer, dan kontrol terhadap peralatan dan fasilitas berupa kualifikasi, kalibrasi dan validasi pembersihan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
27
3.6.1 Quality Compliance 3.6.1.1 Kontrol terhadap Proses Produksi Quality compliance melakukan inspeksi produksi obat sejak proses penimbangan hingga proses pengemasan. Setiap penyimpangan yang terjadi kemudian didokumentasikan dan dilaporkan. Upaya CAPA (corrective action and preventive action) dan penilaian risiko terhadap berbagai penyimpangan tersebut harus dilakukan serta didokumentasikan. Pengawasan terhadap proses produksi dilakukan pada setiap bets yang sedang diproduksi sedangkan pengawasan terhadap lingkungan produksi dilakukan secara berkala. Selain kegiatan inspeksi, dilakukan pula kegiatan audit terhadap hasil produksi berdasarkan kontrak (toll out manufacturing) dan pemasok. Audit terhadap hasil produksi berdasarkan kontrak (toll out manufacturing) dilakukan secara berkala untuk memastikan fasilitas dan proses produksi obat berdasarkan kontrak sesuai dengan standar CPOB. Sebelum dilakukan audit terhadap hasil produksi mitra kontrak, jadwal rencana audit akan dikirimkan kepada mitra kontrak. Jika jadwal tersebut sesuai maka audit dilakukan dengan cara langsung mengunjungi site produksi dan audit terhadap dokumen dilakukan. Penyimpangan selama proses produksi saat dilakukan audit yang mungkin ditemukan, didokumentasikan dan dilaporkan. PT. Dexa Medica berhak mempertanyakan proses penanggulangan pada mitra kontrak dan hasil laporan penanggulangan (CAPA) dilampirkan dalam laporan audit. Audit terhadap pemasok dilakukan dengan cara mengunjungi langsung tempat produksi pemasok (site audit) dan analisis dokumen (desk audit). Selain itu, diperiksa pula rekam jejak dari pemasok dan rekomendasi dari industri lain terhadap produsen tersebut. Pemeriksaan rekam jejak yang dilakukan berupa pemeriksaan kualitas berupa rekam jejak bahan baku yang tidak memenuhi persyaratan, keterlambatan penerimaan, penyimpangan terhadap proses produksi karena bahan baku dan sebagainya. 3.6.1.2 Pengkajian Produk dan Kontrol terhadap Perubahan Dalam melaksanakan tugas product review dan kontrol terhadap perubahan, Quality compliance melakukan beberapa kegiatan meliputi : Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
28
a.
Pengkajian catatan bets, yaitu proses penelusuran terhadap dokumen tiap bets produksi, dokumen hasil uji laboratorium, dan dokumen lain yang terkait, misal dokumen penyimpangan dan CAPA dari produk apabila ada serta dokumen kondisi fasilitas ketika produksi dan sebagainya. Pengkajian catatan bets dilakukan pada produk yang diproduksi pada fasilitas sendiri, produk hasil produksi berdasarkan kontrak dan produk impor.
b.
Product release process yaitu proses pelepasan produk ke pasaran. Produk yang sudah terdokumentasikan dengan lengkap dan memenuhi persyaratan dinyatakan siap dipasarkan (release). Setelah produk dinyatakan release maka sistem akan menyatakan produksi selesai untuk satu bets tersebut.
c.
Kontrol
terhadap
berpengaruh
perubahan,
signifikan
terutama
terhadap
perubahan-perubahan
kualitas
produk
harus
yang
dilakukan
pemeriksaan (assesment) agar diketahui dampak yang dapat ditimbulkan terhadap produk. Perubahan yang terjadi mungkin saja dapat ditoleransi, atau perlu dilakukan validasi ulang tergantung dari hasil pemeriksaan (assesment) yang dilakukan. Setiap perubahan yang terjadi harus didokumentasikan dalam catatan perubahan dan ditambahkan ke dalam catatan bets. Perubahan yang mungkin terjadi antara lain perubahan alat produksi, perubahan metode analisis, perubahan reagen pembantu yang digunakan dan sebagainya.
3.6.1.3 Tindakan Koreksi dan Tindakan Pencegahan pada Produk Kegiatan corrective action and preventive action (CAPA) mencakup penelurusan terhadap penyebab terjadinya penyimpangan (root cause analysis), tindakan perbaikan terhadap penyebab terjadinya penyimpangan dan tindakan pencegahan terhadap penyebab terjadinya penyimpangan agar tidak terulang kembali. Tujuan dari CAPA adalah mengoptimalkan proses produksi sehingga tidak terjadi penyimpangan yang sama selanjutnya. Implementasi CAPA produk tidak hanya dilakukan bagian Quality saja, tetapi dapat pula dilakukan oleh bagian lain. Salah satu contoh penerapan tindakan CAPA antara lain dilakukan pada produk yang mendapatkan keluhan dari konsumen. Keluhan yang terjadi mungkin disebabkan oleh kemasan yang cacat, produk ditemukan tidak memenuhi syarat, Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
29
atau produk memiliki khasiat klinis yang kecil. Setiap keluhan yang masuk akan diklasifikasikan sebagai keluhan ringan, sedang, berat atau bukan keluhan. Keluhan dengan katagori ringan dapat langsung disampaikan jawaban atas keluhan tersebut. Untuk keluhan yang sedang sampai berat perlu dilakukan penelusuran terlebih dahulu dan dilakukan kajian. Setelah mendapatkan jawaban yang sesuai, maka jawaban tersebut disampaikan kepada konsumen dan segera dilakukan tindakan koreksi dan tindakan pencegahannya. Produk obat mungkin saja perlu dilakukan penarikan kembali (recall) akibat temuan produk obat yang sudah tidak memenuhi persyaratan. Penarikan kembali juga dapat dilakukan oleh PT. Dexa Medica sendiri berdasarkan hasil studi stabilitas jangka panjang yang sudah tidak memenuhi persyaratan. Produk yang ditarik kembali harus dilaporkan kepada BPOM. 3.6.2 Quality Validation 3.6.2.1 Validasi Proses Bagian Quality melakukan validasi proses terhadap produk yang sudah masuk pada produksi skala produksi pabrik. Pada awal pengembangan suatu produk baru, validasi proses dilakukan oleh bagian research and development. Pada siklus pengembangan produk baru, produk pertama kali dibuat dalam skala laboratorium, kemudian dilakukan trial pada skala pilot dengan dilakukan berbagai optimasi. Selanjutnya proses scale up produk, dimana produk mulai dibuat dalam skala produksi pabrik. Di antara proses transfer dari skala pilot ke skala pabrik dilakukan proses optimasi dan validasi proses oleh bagian research and development. Setelah produk dinyatakan baik dan memenuhi persyaratan, proses transfer teknologi dilakukan oleh bagian research and development kepada bagian produksi. Bagian Quality ikut berperan dalam proses transfer teknologi ini. Bila terjadi perubahan selama proses yang berpengaruh terhadap produk obat maka validasi proses harus dilakukan dan kegiatan ini dikerjakan oleh bagian Quality.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
30
3.6.2.2 Equipment and Facility Control Kontrol terhadap peralatan dan fasilitas yang dilakukan meliputi validasi pembersihan, kualifikasi dan validasi fasilitas atau instrumen yang dapat berpengaruh terhadap mutu produk. a.
Validasi pembersihan Validasi pembersihan adalah pembuktian secara terdokumentasi terhadap prosedur pembersihan. Tujuan validasi pembersihan adalah membuktikan bahwa setiap alat produksi memenuhi kriteria bersih secara kimia, mikrobiologi dan visual. Validasi pembersihan menggunakan sistem rasionalisasi di mana tidak setiap alat dilakukan validasi pembersihan secara menyeluruh. Pada sistem rasionalisasi digunakan pendekatan bracketing dan worst case. Pendekatan bracketing dilakukan dengan mengelompokan alatalat berdasarkan jenisnya, seperti kelompok alat mixer atau mesin cetak. Pendekatan worst case dilakukan terhadap parameter kritis meliputi kelarutan zat aktif, LD50 zat aktif, potensi zat aktif dan kesulitan pencucian. Setiap parameter akan diberikan nilai berdasarkan resiko pencemaran. Semakin tinggi resiko pencemaran, maka akan semakin tinggi nilainya sehingga perlu dilakukan validasi pembersihan. Metode pengambilan sampel pada validasi pembersihan menggunakan metode swab dan rinse. Metode tersebut dilakukan berdasarkan desain mesin produksi. Metode validasi pembersihan menggunakan metode spesifik dan non spesifik. Metode spesifik dilakukan dengan cara mengukur zat aktif dengan metode analisis yang telah tervalidasi. Secara umum kriteria penerimaannya adalah kadar cemaran kurang dari 10 ppm atau 0,1% dari therapeutical daily dose. Metode non spesifik dilakukan dengan cara menetapkan kadar semua kontaminan, termasuk zat aktif, eksipien dan detergen. Penetapan kadar dilakukan dengan metode total organic carbon analysis. Validasi prosedur pembersihan dilakukan tiga kali berurutan untuk membuktikan bahwa metode tersebut telah tervalidasi.
b.
Kualifikasi Kualifikasi adalah pembuktian terdokumentasi terhadap alat atau mesin untuk memastikan alat atau mesin bekerja sesuai dengan tujuan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
31
penggunaannya. Proses kualifikasi meliputi kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional, kualifikasi kinerja dan kontrol perubahan. Proses kualifikasi dilakukan secara berurutan dari kualifikasi desain hingga kualifikasi kinerja dan terdokumentasi. Prosedur kualifikasi harus disetujui oleh manajer Quality sebelum dilakukan. Rekualifikasi dilakukan pada alat atau mesin yang telah mengalami perbaikan, pemindahan tempat atau memang harus rutin dilakukan seperti pada alat disolusi. PT. Dexa Medica menggunakan suatu sistem kualifikasi yang digunakan untuk menilai dampak perubahan terhadap kualitas. Sistem kualifikasi ini dibagi menjadi 4 kategori, yaitu : 1) Direct impact I, merupakan perubahan yang dapat mempengaruhi produk secara langsung dan sifatnya kritis (efek pada kualitas produk dan konsumen besar). 2) Direct impact II, merupakan perubahan yang dapat mempengaruhi produk secara langsung namun risikonya tidak sebesar direct impact I. 3) In-direct impact, merupakan perubahan yang tidak mempengaruhi produk secara langsung, misalnya kerusakan pada boiler. 4) No-impact, merupakan perubahan yang tidak mempengaruhi produk secara langsung maupun tidak langsung. c.
Kalibrasi Kalibrasi bertujuan untuk memastikan suatu alat ukur memiliki akurasi yang tinggi. Pada PT Dexa Medica, semua alat ukur yang berkaitan dengan produk dikalibrasi. Proses kalibrasi dilakukan dengan cara membandingkan alat ukur dengan kalibrator. Kalibrator dapat berupa alat yang sama dengan spesifikasi yang lebih tinggi atau zat baku pembanding. Kalibrator yang berupa alat ukur harus memiliki ketelusuran yang jelas dengan standar primer. Kalibrator berupa zat baku pembanding yang merupakan USP reference standard. Setiap alat ukur memiliki interval kalibrasi tersendiri. Interval kalibrasi mengacu pada rekomendasi Badan Standardisasi
Nasional,
buku
manual
atau
hasil
studi
mandiri.
Penyimpangan yang ditemukan pada hasil kalibrasi akan dibandingkan dengan kriteria penerimaan. Apabila masih di dalam kriteria penerimaan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
32
maka alat ukur masih dapat digunakan. Namun apabila penyimpangan berada di luar kriteria penerimaan maka dilakukan penyesuaian. Apabila tidak dapat dilakukan penyesuaian maka perlu dilakukan perbaikan. d.
Validasi sistem komputer Rancangan desain validasi sistem komputer sudah mulai dibuat oleh bagian Quality PT. Dexa Medica pada tahun 2011 dan di awal tahun 2012 mulai diimplementasikan secara bertahap. Rancangan ini mengacu pada Good Automatic Manufacturing Practice (GAMP). Untuk saat ini desain validasi sistem komputerisasi terpisah dari rencana induk validasi, namun harapannya setelah validasi sistem komputerisasi sudah berjalan baik maka akan dimasukan ke dalam bagian rencana induk validasi.
3.6.3 Quality Control Pengawasan mutu (quality control) merupakan salah satu elemen dalam menjamin mutu suatu produk. Bagian pengawasan mutu memiliki lima kegiatan utama, yaitu penanganan instrumen, pengawasan bahan baku, uji laboratorium, penanganan reagensia dan studi uji stabilitas, serta penanganan sampel pertinggal. Laboratorium QC reguler memiliki 5 ruangan utama, yaitu ruang instrumen, ruang penimbangan, ruang asam, ruang mikrobiologi, serta ruangan preparasi. 3.6.3.1 Penanganan Instrumen Penanganan instrumen (Instrument handling) merupakan kegiatan pengelolaan instrumen yang ada di dalam laboratorium dengan tujuan untuk memelihara instrumen yang ada di laboratorium. Setiap instrumen yang ada dilakukan pembersihan alat, kalibrasi alat serta dilakukan perawatan alat secara rutin. Umumnya dilakukan rotasi analis yang menggunakan suatu instrumen, kecuali pada alat HPLC yang masing-masing memiliki analis sendiri. 3.6.3.2 Pengawasan Bahan Baku Sampel uji yang masuk ke dalam bagian QC merupakan bahan baku, bahan hasil proses produksi serta bahan lainnya dari berbagai departemen, misalnya Departemen K3L. Sampling bahan baku yang datang dilakukan setelah ada notifikasi dari bagian logistik untuk segera dilakukan pengambilan sampel. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
33
Bagian QC akan melakukan pengambilan sampel di dalam sampling hood di gudang dan dibawa ke laboratorium untuk segera diperiksa. Bahan baku yang sedang dalam proses pemeriksaan diberi status karantina. Analisis yang dilakukan meliputi pemeriksaan berdasarkan spesifikasi yang ditetapkan. Bila sampel diluluskan maka akan diberi status release dan bila ditolak akan diberi status reject. Selain bahan baku, bagian QC juga memeriksa sampel bahan kemas untuk diperiksa, baik bahan kemasan primer maupun sekunder. 3.6.3.3 Pengujian Laboratorium Pengujian laboratorium merupakan kegiatan utama pada bagian QC. Bagian QC memiliki dua laboratorium, yaitu laboratorium QC regular dan laboratorium QC sefalosporin. Pemeriksaan yang dilakukan di laboratorium QC meliputi pemeriksaan kimia dan mikrobiologi. Pengujian sampel dilakukan apabila terdapat Request for Analysis (RFA) dari departemen terkait. Sampel yang datang bersama dengan RFA selanjutnya akan dianalisis.
3.6.3.4 Penanganan Reagensia Mikrobiologi dan Kimia Semua bahan-bahan kimia yang terdapat di dalam laboratorium dikelola dengan baik untuk menjaga mutunya agar lebih tahan lama serta melindungi pekerja di dalam laboratorium dari paparan bahan kimia tersebut. Bahan kimia disimpan menurut reaktivitasnya dan sesuai dengan spesifikasi penyimpanan bahan kimia tersebut. Bahan kimia yang sudah dikelompokan disimpan dengan diurutkan secara alfabetis. Reference standard disimpan dalam ruangan khusus dan digunakan sebagai baku primer untuk pembuatan working standar.
3.6.3.5 Studi Stabilitas dan Penanganan Sampel Pertinggal Uji stabilitas dilakukan pada tiga bets berturut-turut untuk produk baru dan cukup satu bets per item per tahun pada masing-masing kekuatan dosis. Kondisi penyimpanan untuk uji stabilitas sebenarnya (ongoing stability) pada suhu 30±2°C dan RH 75±5%. Pengujian stabilitas dipercepat (accelerated stability) dilakukan pada kondisi penyimpanan 40±2ºC dan RH 75±5%. Retained sampel (sampel pertinggal) disimpan dalam lingkungan ambient dan akan diperiksa bila ada keluhan terhadap produk terkait mutu produk obat yang ada di pasaran. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
34
Uji stabilitas yang dilakukan dapat dibagi menjadi 5 jenis, yaitu : a.
New product stability Uji stabilitas dilakukan pada produk yang mengandung senyawa kimia baru, bentuk baru, bentuk sediaan baru, produk yang baru satu kali diproduksi di industri, dan produk yang dimodifikasi bentuk sediaannya, misalnya kapsul menjadi tablet, tablet menjadi tablet salut selaput, tablet menjadi sirup, dll. Jenis uji stabilitas yang dilakukan adalah uji stabilitas dipercepat dan sebenarnya dengan jumlah bets yang diambil sebesar dua bets skala produksi.
b.
Ongoing stability Uji stabilitas dilakukan pada produk secara kontinu pada satu bets tiap tahun untuk tiap kekuatan, ukuran bets, bentuk sediaan dan kemasan, termasuk produk repack. Jenis uji stabilitas yang dilakukan adalah uji stabilitas jangka panjang dengan jumlah bets yang diambil sebanyak satu bets skala produksi.
c.
Follow up stability Uji stabilitas dilakukan pada produk yang mengalami pengolahan ulang (reproducing) dan/atau penyimpangan yang berdampak pada profil parameter
stabilitas.
Apabila
terdapat
pengolahan
ulang
dan/atau
penyimpangan yang sama pada suatu produk dan follow up stability sudah pernah dilakukan dengan hasil stabilitas yang baik, maka bets tersebut tidak perlu dilakukan uji stabilitas kembali. Jenis uji stabilitas yang dilakukan adalah uji stabilitas dipercepat dan jangka panjang (hanya sampai expired date) dengan jumlah bets yang diambil sebanyak satu bets skala produksi. d.
Modified product stability Uji stabilitas pada produk yang mengalami perubahan seperti formula, ukuran bets, dll. Jenis uji stabilitas dan jumlah bets yang diambil sesuai dengan pengendalian perubahan terkait yang mengacu pada peraturan yang berlaku.
e.
In use stability Uji stabilitas dilakukan pada produk yang dikemas dalam wadah multidose yang apabila terdapat pengulangan dalam hal buka – tutup wadah dapat menimbulkan pengaruh terhadap profil parameter stabilitas. In use stability Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
35
bersifat studi yang hanya dilaksanakan satu kali per produk. Desain tes studi stabilitas dan jumlah sampel dirancang sedemikian rupa untuk dapat mensimulasikan penggunaan produk dalam praktek di lapangan yang sesuai dengan klaim pada label. Berikut merupakan kondisi uji stabilitas yang dilakukan oleh Departemen Pengawasan Mutu PT Dexa Medica: Tabel 3.1. Kondisi penyimpanan pada uji stabilitas. Uji jangka panjang Kondisi Penyimpanan Suhu 30 + 2oC, Rh 75 + dalam Climatic Chamber / 5% ruang stabilitas Suhu 25 + 2oC, Rh 60 + 5% Suhu 5 + 2oC
Uji dipercepat Suhu 40 + 2oC, Rh 75 + 5% Suhu 40 + 2oC, Rh 75 + 5% Suhu 25 + 2oC, Rh 60 + 5% Parameter-parameter yang dilihat dalam uji stabilitas pada berbagai
sediaan oleh Departemen Pengawasan Mutu PT Dexa Medica adalah sebagai berikut: Tabel 3.2. Parameter pengujian sediaan obat. Jenis
Parameter fisik
Parameter kimia
Tablet / kaplet
Pemerian, kekerasan, bobot, waktu hancur Pemerian, kekerasan, bobot, waktu hancur Pemerian (kapsul dan isi kapsul), bobot, waktu hancur Pemerian, pH, particulate matter (hanya pada 0 bulan, saat daluarsa, dan daluarsa + 1 tahun) Pemerian, pH, BJ Pemerian, pH, BJ
Disolusi, kadar, isi, kemurnian
Tablet / kaplet bersalut Kapsul
Serbuk steril untuk injeksi
Sirup kering Suspensi
Parameter mikrobiologi
Disolusi, kadar, isi, kemurnian
Jasad renik
Disolusi, kadar, isi, kemurnian
Jasad renik
Kadar, kemurnian
Sterilitas, endotoksin bakteri (hanya pada 0 bulan, saat daluarsa, dan daluarsa + 1 tahun) Jasad renik Jasad renik
Kadar, kemurnian Kadar, kemurnian
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
36
3.7
Sistem, Audit dan Dokumentasi (SAD) SAD adalah suatu bagian yang mengelola integrasi manajemen sistem
yang disebut sebagai Dexa Integrated System (DIS) yang bertujuan untuk mengharmonisasi semua sistem dan standar yang digunakan oleh semua departemen di PT. Dexa Medica. DIS mengakomodasi segala persyaratan dan standar yang ada di dalam perusahaan seperti CPOB, ISO 9001, ISO 14001, ISO 22000 (HACCP), OHSAS 18001 dan standar lain serta regulasi terkait dari pemerintah seperti aturan dari Kementrian Tenaga Kerja, Kementrian Lingkungan Hidup dan sebagainya. Secara garis besar tujuan utama dari pelaksanaan DIS adalah penerapan dari semua persyaratan dan standar tersebut dalam proses kegiatan di perusahaan serta pengelolaan dokumen tersebut dengan baik dan benar. Dokumen merupakan segala bentuk informasi serta medianya yang berhubungan dengan produksi suatu produk. Hal yang termasuk dalam dokumen antara lain prosedur, spesifikasi dan rekaman. Dalam DIS, dokumen memiliki tingkat hirarki yaitu: a.
Organization manual, berisi kebijakan perusahaan, sistem bisnis secara keseluruhan serta rangkuman dari prosedur-prosedur yang ada
b.
Organization policy, berisi kebijakan-kebijakan yang ada dalam perusahaan dan mempengaruhi seluruh bagian dari perusahaan.
c.
Procedure, berupa standard operation procedure (SOP) yang berisikan deskripsi langkah-langkah yang dilakukan dalam menjalankan aktivitas suatu proses tertentu.
d.
Supporting documents, terdiri dari instruksi kerja, formulir, check list, dan flowchart yang berisikan langkah – langkah kerja dalam menjalankan aktivitas suatu proses secara detail ataupun dokumen yang digunakan untuk pencatatan aktivitas yang telah ditetapkan.
e.
Records, merupakan kumpulan form, label, sampel, grafik dan catatan lainnya sebagai bukti terlaksananya dan efektivitas operasi dari suatu sistem.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
37
Aktivitas yang dilakukan DIS meliputi: a.
Documentation update Merupakan kegiatan membuat, merevisi, mendistribusikan dan memusnahkan dokumen berdasarkan prosedur yang sudah ditetapkan
b.
Audit internal Proses sistematik, independen dan terdokumentasi untuk mendapatkan bukti objektif, untuk kemudian dievaluasi terhadap persyaratan yang telah ditetapkan.
c.
SGS surveillance audit Mirip dengan internal audit namun dilakukan oleh auditor eksternal (SGS Indonesia).
d.
Implementasi CAPA Pemastian terhadap implementasi dari CAPA (Corrective Action and Preventive Action) selama proses audit oleh internal maupun eksternal.
e.
DIS management review Peninjauan terhadap quality management system (QMS) dari perusahaan melalui BSC progress, audit results, EHS performance, improvement projects, material performance, product complaint, drug complaint dan customer satisfiction.
f.
Balanced scorecard monitoring Kegiatan pemastian dan penindaklanjutan terhadap BSC achieved pada semua departemen.
g.
DIS training awareness Pemberian training mengenai DIS kepada seluruh karyawan PT. Dexa Medica.
h.
Continous improvement Berupa program CIP/CRP (improvement and cost reduction) untuk semua departemen dan program DES (Dexa Employee Suggestion) untuk semua karyawan PT. Dexa Medica Palembang.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
38
3.8
Keselamatan Kerja dan Kesehatan Lingkungan (K3L) K3L bertujuan untuk memastikan pencegahan terhadap kecelakaan kerja,
penyakit akibat kerja dan kerusakan lingkungan akibat aktivitas kerja. Aspek yang diperhatikan dalam ruang lingkup K3L meliputi keselamatan, kesehatan dan keamanan pekerja, dan pekerjaannya serta kesehatan lingkungan kerja yang mendukung produktifitas pekerja. Pengendalian terhadap penyebab kesalahan kerja harus diminimalisasi karena salah satu penyebab terbesar kesalahan kerja adalah faktor manusia. Aspek pengelolaan lingkungan meliputi pengelolaan limbah baik limbah bahan berbahaya atau limbah bahan tidak berbahaya. Pengendalian terhadap proses kerja, aktivitas, fasilitas utama dan fasilitas penunjang perlu dilakukan agar dapat menjamin pelaksanaan K3L dengan baik.
3.8.1 Keselamatan Kerja Kecelakaan kerja adalah hasil pertemuan antara aksi yang tidak aman dengan kondisi yang tidak aman. Aksi yang tidak aman berhubungan dengan perilaku pekerja dan lingkungan yang tidak aman berhubungan dengan kondisi lingkungan yang berbahaya. Jika kedua faktor tersebut bertemu maka kemungkinan besar akan terjadi kecelakaan dan akhirnya menimbulkan kerugian baik kepada perusahaan maupun terhadap pekerja. Kerugian terhadap pekerja dapat berupa penyakit akibat kerja, kecelakaan kerja yang menyebabkan kecacatan pada pekerja baik kecacatan sementara maupun kecacatan permanen. Kerugian yang diderita oleh perusahaan adalah kehilangan aset perusahaan berupa pekerja dan biaya untuk perawatan dan pemulihan pekerja serta citra perusahaan yang dapat turun apabila kejadian tersebut tersebar. Oleh karena itu dapat disimpulkan efek-efek yang dapat timbul oleh kecelakaan kerja dapat bernilai ekonomis yang menyangkut kepada keberlanjutan suatu perusahaan dan bernilai non ekonomis yang menyangkut citra perusahaan dan psikologis pekerja.
3.8.2 Kesehatan Lingkungan Departemen K3L juga mengelola limbah yang dihasilkan oleh pabrik baik limbah padat maupun limbah cair. Limbah cair dapat berupa pelarut, reagen dari laboratorium dan limbah non-laboratorium seperti air pencucian alat dan mesin. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
39
Limbah padat berupa strip atau blister yang rusak, wadah-wadah bekas dan bahan lainnya. Sebelum dibuang ke lingkungan, limbah yang dihasilkan harus diolah terlebih dahulu agar limbah tersebut tidak merusak atau mencemarkan lingkungan. Limbah cair yang termasuk ke dalam golongan bahan beracun dan berbahaya (B3) dan limbah padat dikirim ke Perusahaan Pengolahan Limbah Industri (PPLI) untuk selanjutnya diolah. Terdapat perbedaan pengolahan limbah unit produksi reguler dan unit produksi sefalosporin. Limbah produksi obat golongan beta-lactam diolah dengan ditambahkan NaOH terlebih dahulu selama 24 jam dalam fasilitas yang terpisah. Hasil olahan tersebut selanjutnya disatukan dengan limbah dari unit produksi reguler untuk diolah di unit pengolahan limbah yang sama. Proses pengolahan limbah yang ada pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), antara lain: a.
Penampungan awal Merupakan tempat penampungan awal limbah cair dari yang dihasilkan industri.
b.
Penetralan pH Limbah dari penampungan awal dinetralkan hingga pH 6-9.
c.
Aerasi Terjadi pengolahan limbah secara biologi oleh mikroorganisme. Pada bak aerasi berisi bakteri aerob beserta media pertumbuhannya. Proses oksigenasi dilakukan agar mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang biak.
d.
Proses sedimentasi awal Proses ini terjadi di bak lamela I. Endapan akan terjebak pada dasar kolam yang tersekat sedangkan air yang lebih jernih akan mengalir pada bagian permukaan bak.
e.
Proses koagulasi Terjadi penambahan zat koagulan, Poly Alumunium Chloride (PAC), untuk mengkoagulasi partikel-partikel padat yang belum tersedimentasi pada bak koagulasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
40
f.
Proses sedimentasi lanjut Proses sedimentasi lebih lanjut terjadi di bak lamela II dimana partikelpartikel padat yang mengalami koagulasi dapat terendapkan dan air yang dihasilkan bebas dari partikel padat.
g.
Pengumpulan endapan Endapan yang terjadi berkumpul dan tertahan di kolam lumpur sedangkan airnya akan mengalir ke kolam air bersih.
h.
Proses akhir Limbah cair yang telah memenuhi standar baku mutu lingkungan ditampung dan siap dibuang ke pembuangan limbah cair umum. Analisis terhadap air pengolahan limbah dilakukan setiap hari kerja.
Parameter yang dianalisis meliputi chemical oxygen demand (COD), biological oxygen demand (BOD), Total Solid Suspended (TSS) dan pH.
3.8.3 Manajemen Hama Terintegrasi Manajemen hama terintegrasi (Integrated Pest Management) juga merupakan hal yang dikelola oleh Departemen K3L. Prinsip Integrated Pest Management (IPM) meliputi aktivitas prevention, exclusion, sanitation dan treatment. Aktivitas prevention meliputi segala usaha pencegahan yang mengundang kedatangan hama, berupa serangga, tikus ataupun hewan lain yang tidak
diharapkan
ada.
Exclusion
merupakan
aktivitas
dalam
penangkapan/penjerapan hama tersebut. Sanitation meliputi proses pembersihan terhadap lingkungan. Treatment yang dilakukan dapat dibagi dua yaitu mechanical treatment, seperti rat box, glue trap, serta berbagai usaha monitoring terhadap serangga melalui CIMU (Crawling Insect Monitoring Unit), FIMU (Flying Insect Monitoring Unit), SIMU (Stick Insect Monitoring Unit). Chemical treatment berupa spraying, fogging, cool fog dan mist blower.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
41
3.9
Departemen Supply Chain Departemen Supply Chain terdiri atas unit logistik dan unit Demand and
Supply Planning. 3.9.1 Logistik Manajemen logistik berperan penting dalam mengendalikan aliran dan penyimpanan inventory dengan efektif dan efisien. Unit logistik melakukan pengelolaan dalam dua hal pokok yakni inventory object berupa bahan baku, bahan pengemas primer dan sekunder, produk ruahan, produk jadi, spare part dan general item lainnya. Secara konsep unit logistik melakukan kegiatan berupa: a.
Pengelolaan terhadap zat aktif, bahan penolong, bahan kemas dan bahan penunjang lainnya yang masuk ke dalam fasilitas gudang.
b.
Pengelolaan terhadap penyimpanan zat aktif, bahan baku penolong, bahan kemas dan bahan penunjang lainnya.
c.
Pengelolaan terhadap produk jadi yang akan keluar fasilitas gudang. Aktivitas logistik yang dilakukan meliputi customer service, logistic
communication, material handling, order processing, packaging, warehouse site selection, reverse logistic, transportation dan warehousing and storage. Namun secara garis besar terdapat lima kegiatan utama dalam unit logistik yaitu: a.
Penerimaan dan Penyimpanan inventory 1) Proses Penerimaan Sumber bahan masuk yang berasal dari pemasok berupa bahan baku aktif obat, bahan penolong, bahan kemas dan bahan penunjang lainnya. Alur penerimaan barang dimulai dari perencanaan pemesanan oleh bagian demand supply planning, dilanjutkan dengan pembuatan purchasing order oleh bagian purchasing. Pada purchasing order tercantum jenis dan jumlah bahan serta due date (tanggal penerimaan) dari bahan tersebut. Proses penerimaan bahan harus berlangsung kurang atau paling lambat sama dengan due date yang tertera pada purchasing order. Bahan yang datang diterima di area loading in (area penerimaan). Selanjutnya dilakukan pemeriksaan dokumen bahan yaitu surat jalan dan CoA untuk zat aktif obat, bahan baku penolong atau bahan kemas dan bahan lain yang membutuhkan spesifikasi khusus. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan identitas, jumlah Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
42
dan keadaan bahan, bets number dari bahan, manufacturing date dan expired date. Selanjutnya bahan dibawa masuk ke area stage in dan ditimbang dengan menggunakan timbangan
yang sesuai. Fasilitas
timbangan yang tersedia meliputi timbangan besar (timbangan lantai) dengan kapasitas sampai dengan 500 kg dan timbangan kecil dengan kapasitas sampai dengan 20 kg. Informasi hasil pengecekan awal dimasukkan ke dalam sistem oracle sehingga keluar status dan label quarantine pada bahan tersebut. Secara otomatis sistem akan memberikan notifikasi kepada bagian QC untuk melakukan sampling. Proses pengambilan sampel oleh QC dilakukan di dalam sampling hood. Status release atau reject akan diberikan oleh bagian QC dan dimasukkan ke dalam sistem serta dikeluarkan label release atau reject untuk bahan. Bahan yang mendapat status reject dipisahkan ke dalam ruang terpisah yang dikunci guna menghindari penyalahgunaan dan sebagai bukti klaim pada suplier. 2) Proses Penyimpanan inventory Pada penyimpanan bahan terutama zat aktif, bahan penolong dan bahan kimia lainnya disimpan pada area penyimpanan yang sesuai. Penentuan area penyimpanan suatu bahan berdasarkan keterangan yang tertera pada label atau CoA, atau berdasarkan rekomendasi dari bagian Quality atau TS (Technical Support). Fasilitas penyimpanan yang terdapat di gudang antara lain: (1) area penyimpanan dengan suhu kamar (kurang dari 30°C); (2) area penyimpanan bahan mudah terbakar; (3) area penyimpanan dengan suhu sejuk (15-25ºC); (4) area penyimpanan zat psikotropika dan senyawa prekursor dengan penandaan khusus dan dikunci dengan kunci yang dipegang kepala bagian logistik; (5) area penyimpanan yang dilengkapi dengan refrigerator (2-8ºC); (6) area penyimpanan bahan kemas sekunder dan primer; (7) area penyimpanan label dan brosur obat. Area penyimpanan bahan kemas primer, label dan brosur obat dikunci dan hanya personil tertentu yang dapat membuka kunci tersebut. Hal ini dilakukan untuk mencegah mix up kemasan primer, label dan brosur obat yang merupakan hal kritis dalam produksi obat. Bahan kemas yang
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
43
mendapat status reject dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruangan terpisah (ruang khusus bahan reject). 3) Process Logic System Process logic system merupakan sistem yang digunakan dalam mengelola bahan dalam gudang, meliputi (1) first expired first out (FIFO) untuk zat aktif dan bahan baku penolong di mana bahan baku dengan tanggal daluwarsa terlebih dahulu yang digunakan dengan segera; (2) first in first out untuk bahan kemas dimana pada bahan kemas prioritas penggunaan adalah bahan yang masuk terlebih dahulu baru bahan yang masuk kemudian. Sistem first in first out digunakan untuk zat aktif atau bahan baku penolong bila tanggal daluwarsa dari bahan tersebut sama; (3) Unit transaksi data menggunakan teknologi mobile hand held yang terhubung pada database oracle yang menggantikan kartu stok gudang. Hal ini akan mempermudah pengelolaan item dalam jumlah besar serta mempermudah transaksi informasi antar unit sehingga mengurangi kesalahan dalam sistem informasi; (4) racking system dengan penanda locater dimana penanda tersebut tersimpan di dalam database oracle, sehingga akan mempermudah pengelolaan barang. Dengan sistem ini diharapkan tidak terjadi kesalahan pengambilan bahan dalam mengimplementasikan sistem FEFO atau sistem FIFO serta sebagai peningkat efisiensi dalam proses produksi. Bahan yang masih bersisa setelah proses menimbangan akan dikembalikan ke gudang dan diberi status sisa. Sisa bahan ini akan diprioritaskan untuk digunakan pada produksi selanjutnya. Sistem komputerisasi memungkinkan untuk menyimpan bahan dalam gudang tanpa harus khawatir berbaur dengan bahan yang sama namun dari lot atau bets yang berbeda, karena setiap wadah dari bahan sudah dilabeli dengan barcode untuk identifikasi. b.
Picking Material Kegiatan picking material dilakukan untuk, (1) keperluan produksi baik dispensing maupun packaging. Dalam melakukan kegiatan ini dibutuhkan Work Order of Pick List (WOPL) yang diberikan oleh bagian demand and supply planning, kepada unit logistik dan unit produksi. WOPL berisikan bahan yang harus diambil beserta jumlahnya, nomor lot, nomor Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
44
bets dan locater tempat bahan tersebut disimpan. Pengambilan bahan dilakukan untuk satu bets produksi, atau dapat pula beberapa bets produksi bila dilakukam proses produksi secara campaign. Untuk sisa bahan yang telah ditimbang oleh unit produksi maka akan dikembalikan ke unit logistik setelah diberikan label sisa; (2) untuk pengambilan bahan selain bahan baku aktif obat, bahan baku penolong, bahan kemas, maka dalam proses pengambilan bahan diperlukan form permintaan bahan selain untuk kebutuhan produksi seperti bahan berupa kantong plastik, lakban dan lainlain. c.
Pengawasan Persediaan (Inventory Control) Dalam pengelolaan persediaan dilakukan proses cycle control atau proses pengendalian perputaran barang. Kegunaan dari proses cycle control adalah untuk mencegah terjadinya selisih persediaan yang ada di gudang dengan data yang terdapat dalam sistem. Proses cycle control terdiri atas (1) daily cycle control yang dilakukan setiap hari dimana data yang dihasilkan disimpan dan digunakan oleh internal unit logistik; (2) scheduled cycle control dilakukan setiap bulan dimana data yang dihasilkan disimpan dan digunakan untuk unit logistik dan unit accounting sebagai pencatatan aset; (3) stock opname dilakukan sekali dalam setahun dimana pemeriksaan dilakukan terhadap semua item. Hasil stock opname disimpan dan digunakan oleh unit logistik, unit accounting dan auditor eksternal. Untuk menjamin kualitas bahan yang ada di gudang, unit logistik dapat membuat request for analysis pada unit QC agar dilakukan pemeriksaan terhadap bahan yang ada dalam gudang. Kegiatan inventory control juga meliputi kegiatan pemeriksaan warehouse capacity, yaitu kemampuan gudang dalam menampung barang dan dilakukan setiap bulan. Dari pemeriksaan warehouse capacity dapat diperoleh keterangan barang fast moving, slow moving dan non moving. Barang non moving dapat dipertimbangan untuk pemusnahan, pelelangan atau pemindahan. Analisis barang fast moving, slow moving, dan non moving dilakukan setiap enam bulan sekali dan hasil laporannya diberikan pada bagian DSP.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
45
d.
Pemusnahan Persediaan (Inventory Disposal) Bahan yang rusak atau tidak memenuhi persyaratan dapat dilakukan segregasi
(tindakan
pengembalian
kepada
suplier)
atau
dilakukan
pemusnahan. Barang yang telah disimpan dapat diperiksa kembali oleh QC yang dilakukan setiap satu tahun sekali untuk zat aktif obat dan dua tahun untuk bahan baku penolong dan bahan kemas. Proses pemusnahan bahan dilengkapi dengan laporan pemusnahan bahan dan dikeluarkan dari stok di sistem oracle, serta dikelola oleh unit K3L dilengkapi dengan laporan pemusnahan bahan dan dikeluarkan dari stok dan sistem. Untuk pemusnahan bahan-bahan dari golongan psikotropika dan senyawa prekursor harus disaksikan oleh perwakilan dari balai POM setempat. e.
Penanganan Produk Jadi Produk jadi yang terdapat dalam gudang terdiri atas produk hasil produksi, produk hasil toll out manufacturing dan produk impor. Dalam penanganan terhadap produk hasil sendiri dilakukan pemeriksaan fisik oleh unit logistik, apabila dalam keadaan baik dan sesuai persyaratan maka data produk dimasukkan ke dalam database oracle dan diberi status quarantine. Secara otomatis sistem akan memberikan notifikasi pada bagian Quality untuk melakukan pemeriksaan fisik maupun laboratorium dan kelengkapan dokumen produksi (catatan bets). Hasil pemeriksaan akan menentukan status produk menjadi release atau rework/reprocess. Untuk produk hasil produksi berdasarkan kontrak (toll out manufacturing), penetapan status release tetap dilakukan oleh bagian Quality dari PT Dexa Medica.
3.9.2 Demand and Supply Planning Demand Supply and Planning (DSP) adalah bagian dari departemen supply chain di PT. Dexa Medica. Tugas utama dari unit DSP adalah pengendalian terhadap suplai produk, baik produk yang didistribusikan secara lokal ataupun produk yang didistribusikan secara internasional. Selain itu DSP juga mengelola kapasitas dan sumber daya yang ada termasuk sumber daya material, sumber daya bahan baku dan sumber daya penunjang seperti fasilitas dan sebagainya. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
46
Dalam unit DSP terdapat beberapa hirarki perencanaan, yaitu strategic planning, tactical planning dan operational planning. Proses penentuan kebijakan berdasarkan pada data forecasting demand dan actual demand yang didapatkan dari unit marketing yang tersebar di seluruh indonesia dan perwakilan di luar negeri. Berdasarkan atas data forecasting demand dan actual demand yang didapatkan
dari
bagian
marketing,
top
management
mengolah
dan
menerjemahkannya menjadi perencanaan-perencanaan strategis. Terdapat dua jenis perencanaan yang dibuat yaitu perencanaan berdasarkan skala prioritas dan perencanaan
berdasarkan
skala
kapasitas.
Perencanaan
prioritas
akan
menghasilkan rencana produksi yang digunakan dalam kurun waktu satu tahun dan selanjutnya dipecah (breakdown) menjadi rencana produksi bulanan. Pada perencanaan berdasarkan skala kapasitas, DSP menganalisis dan membuat perencanaan kebutuhan sumber daya untuk memenuhi rencana produksi yang digunakan dalam kurun waktu satu tahun. DSP menerjemahkan perencanaan produksi tahunan dan bulanan menjadi master production schedule dan pada perencaan skala kapasitas, kebutuhan sumber daya tersebut diterjemahkan sebagai rough cut capacity planning. DSP menjabarkan master production schedule menjadi material requirement planning pada perencanaan skala prioritas dan menerjemahkan rough cut capacity planning menjadi capacity resource planning pada perencanaan skala kapasitas. Material requrement planning pada tahapan pelaksanaan dan pengendalian dituangkan dalam bentuk production activity control yang dalam implementasinya membutuhkan data capacity control yang diturunkan dari capacity resource planning. Secara umum kegiatan pada unit DSP dapat diringkas dalam poin berikut: a.
Demand planning and controlling di mana demand planning adalah hasil dari pengolahan dan penerjemahan data marketing forecast.
b.
Capacity planning, dilakukan atas kesepakatan dan kemampuan dari logistik, produksi dan distribusi terkait dengan manajemen kapasitas.
c.
Operation planning.
d.
Material requirement planning.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
47
e.
Toll manufacturing dilakukan apabila kapasitas produksi tidak mencukupi sehingga diperlukan kapasitas tambahan berupa produksi di luar pabrik.
f.
3.10
Work order process.
Departemen Teknik Sarana penunjang produksi seperti gedung dan fasilitas pabrik serta mesin
produksi dan sistem yang menunjang terpenuhinya CPOB termasuk aspek penting yang harus dipenuhi untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan. Departemen Teknik memiliki kewajiban untuk mengelola fasilitas dan sarana penunjang ini. Pengelolaan terhadap fasilitas meliputi, mesin-mesin produksi, air handling unit (AHU) termasuk heating and ventilating air conditioning (HVAC), water treatment plant, generator set, compressed air dan boiler. Secara umum fungsi bagian Teknik adalah sebagai berikut: 3.10.1 Corrective, Preventive, dan Maintenance Fungsi preventive dan maintenance dilakukan dengan pemeriksaan dan perawatan terhadap mesin dan fasilitas penunjang lainnya sesuai dengan kualifikasi dari bagian Quality. Proses preventive dan maintenance dilakukan secara berkala sesuai dengan yang tertera di dalam preventive and maintenance schedule (PMS). Kegiatan preventive dan maintenance juga dilakukan berdasarkan permintaan dari bagian lain. Hasil dari kegiatan preventive dan maintenance didokumentasikan dalam dokumen pemeriksaan mesin dan fasilitas. Fungsi corrective diimplementasikan dalam bentuk perbaikan terhadap mesin dan fasilitas. Dalam melakukan kegiatan corrective, teknisi akan menentukan apakah mesin atau bagian dari mesin tersebut masih dapat digunakan atau tidak. Apabila masih dapat diperbaiki segera dilakukan tindakan perbaikan. Bila tidak dimungkinkan untuk memperbaiki mesin atau bagian mesin secara mandiri maka perbaikan dilakukan oleh pihak luar fasilitas (outsourcing) PT. Dexa Medica. Setelah dilakukan perbaikan pada mesin atau fasilitas perlu dilakukan kembali kualifikasi, kalibrasi dan running test hingga didapatkan kinerja yang sesuai dengan spesifikasi. Proses perbaikan beserta hasil pengujian kembali didokumentasikan dalam dokumen perbaikan mesin atau fasilitas. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
48
3.10.2 Utility Management Pengelolaan terhadap fasilitas penunjang seperti water treatment plant, power supply, HVAC dan sebagainya dilakukan secara berkala dan berkelanjutan. Pada pengelolaan fasilitas penunjang termasuk di dalamnya terdapat kegiatan aktivasi dan conditioning pada sarana dan prasarana pada pukul 06.00 dan pemantauan selama fasilitas tersebut dijalankan serta didokumentasikan ke dalam log in control. Fasilitas yang dikelola mencakup: a.
Heating, Ventilating Air Conditioning System Fasilitas HVAC memegang peranan penting dalam proses produksi karena terkait dengan sistem tata udara yang berpengaruh terhadap kualitas udara. Sistem HVAC terdiri atas fasilitas air handling unit (AHU) dan dust collector. Ruang mixing dan granulasi serta ruang steril masing-masing memiliki satu unit pengelola udara khusus sedangkan untuk ruang produksi lainnya, satu unit pengelola udara dapat digunakan untuk beberapa ruangan. Satu satuan unit pengelola udara terdiri atas: 1) Pre filter merupakan filter G4 yang berfungsi menyaring udara luar untuk masuk ke dalam air handling unit. Pre filter juga ditempatkan pada bagian bawah ruang produksi sebagai aliran udara balik. 2) Medium filter merupakan filter F9 yang berfungsi untuk menyaring udara di dalam sistem HVAC. 3) Cooling coil yang berfungsi untuk menurunkan suhu udara agar tetap sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Cooling coil berfungsi secara otomatis sesuai dengan sensor suhu dan kelembapan yang terpasang di jalur aliran udara balik. 4) Heating Coil dan Dehumidifier berfungsi untuk mengatur kelembaban relatif udara (relative humidity) agar udara yang masuk ruang produksi memiliki RH yang sesuai dengan persyaratan. Panas dari heating coil berasal dari air panas. 5) Motor dan Blower berfungsi sebagai pengatur aliran udara yang masuk pada ruang produksi sehingga kecepatan aliran udara dan perbedaan tekanan udara dapat dikontrol. Aliran udara pada ruang produksi terdiri atas 80% udara hasil saringan kembali dan 20% udara luar (fresh air). Perbedaan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
49
tekanan antara ruangan dan koridor diatur dengan memasukan udara pada koridor sehingga akan tercipta gradien tekanan udara positif pada koridor, sebagai akibatnya tekanan udara di koridor akan lebih besar dibandingkan tekanan udara di dalam ruang produksi. Hal ini dilakukan agar debu dan partikel tidak keluar ke koridor dan menimbulkan potensi kontaminasi. Sensor aliran udara ditempatkan pada jalur aliran udara masuk untuk mengatur laju aliran udara yang masuk. 6) High Efficiency Particulate Air (HEPA) filter, ditempatkan pada semua ruang produksi. HEPA filter juga biasanya terpasang pada fasilitas laminar air flow (LAF) dan sampling hood pada gudang. 7) Dust collector; debu dari ruang produksi dialirkan keluar ruangan oleh saluran yang terhubung pada dust collector. b.
Water Treatment Plant Water Treatmen Plant atau fasilitas pengolahan air. Sumber air berasal dari perusahaan air minum (PAM) yang ditampung pada bak atas dan diproses dengan penambahan klorin 0,45 ppm. Selanjutnya air dialirkan ke dalam bak bawah, kemudian dilakukan proses filtrasi menggunakan multi media filter untuk menghilangkan kandungan klorin. Air yang sudah difiltrasi selanjutnya dimasukkan ke dalam fasilitas pengolahan air murni. Pembuatan air murni dilakukan dengan cara: 1) Proses softener Pada proses ini air dihilangkan kesadahannya dengan menggunakan filter yang tersusun atas campuran silika dan karbon aktif. 2) Proses reverse osmosis Pada proses reverse osmosis, air dipaksa melewati membran semi permiabel sehingga terjadi proses osmosis yang menyebabkan ion-ion di dalam air terpisah dan dihasilkan air dengan ion yang minimum. 3) Proses electronic deionization Pada proses electronic deionization merupakan proses penghilangan ion dari air melalui penarikan ion melalui suatu membran oleh suatu penarik ion, sehingga pada akhirnya diperoleh air murni. Air murni yang dihasilkan ditampung dalam tanki air murni untuk didistribusikan ke seluruh bagian Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
50
produksi reguler. Tanki ini juga akan mensuplai bak air murni sefalosporin untuk selanjutnya didistribusikan ke bagian produksi sefalosporin. Air murni ini digunakan untuk mencuci alat, sebagai pelarut, atau pengencer reagen kimia dan kebutuhan sanitasi. Pada fasilitas steril dibutuhkan air dengan spesifikasi lebih tinggi yakni air untuk injeksi. Air untuk injeksi (WFI) adalah dengan cara mendestilasi bertingkat air murni sehingga didapatkan kualitas air yang dipersyaratkan. c.
Power Supply Fasilitas penyedia energi untuk menggerakan dan mengoperasikan mesin diperoleh dari perusahaan listrik negara dan fasilitas generator set yang terdapat di lingkungan pabrik. Terdapat tiga unit generator dengan kapasitas 600 KVA, 600 KVA dan 400 KVA. Pada fasilitas produksi sefalosporin sumber tenaga harus berjalan terus karena sistem tata kelola udara ruang tersebut harus aktif selama 24 jam sehari untuk menjaga kualitas udara dan jumlah partikel yang berada dalam ruangan sesuai dengan persyaratan. Pada fasilitas water treatment plant juga dibutuhkan pasokan energi yang konstan agar aliran air dapat terus terjadi dan mencegah pembentukan biofilm pada pipa atau tempat penampungan air. Dalam pengelolaan power supply PT. Dexa Medica menerapkan sistem autosynchronize yang akan menyesuaikan tegangan, frekuensi dan bentuk gelombang listrik dari generator set dengan listrik dari PLN. Unit sefalosporin memanfaatkan suplai listrik dari generator set pada pagi hari dan memanfaatkan suplai listrik dari PLN ketika malam hari. Unit reguler digunakan sistem semi automatic sehingga perlu ada operator yang menyalakan
generator
ketika
terjadi
padam
listrik.
Unit
reguler
memanfaatkan suplai listrik dari PLN dan menggunakan suplai generator set bila padam listrik. d.
Machines installation Proses instalasi suatu mesin baru dapat dilakukan oleh pihak suplier atau bagian teknis sendiri. Apabila dilakukan oleh pihak suplier, maka bagian teknis akan memberikan fasilitas penunjang yang sesuai untuk melakukan instalasi. Namun apabila dilakukan oleh bagian teknis sendiri, Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
51
maka pihak suplier akan memberikan rancangan/desain alat tersebut sehingga memudahkan dalam proses instalasinya. Setelah dilakukan instalasi, maka dilakukan running test, kualifikasi operasional dan kualifikasi kinerja.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
34
BAB 4 PEMBAHASAN
Ketersediaan obat yang bermutu dan sesuai dengan tujuan penggunaannya merupakan salah satu parameter derajat pembangunan kesehatan. Dalam hal ini, industri farmasi memegang peranan yang sangat penting dalam mewujudkan pembangunan kesehatan yang paripurna. Suatu obat dikatakan bermutu tinggi apabila obat tersebut memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan kualitas. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) merupakan pedoman yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk diterapkan oleh industri farmasi. CPOB mempersyaratkan bahwa penjaminan mutu terhadap obat tidak hanya terbatas obat tersebut lulus pada serangkaian pengujian laboratorium, tetapi mutu harus dibentuk ke dalam obat tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan dan fasilitas produksi, peralatan yang dipakai termasuk personalia yang terlibat. Oleh karena itu, ruang lingkup dari cara pembuatan obat yang baik memperhatikan alur produksi mulai dari awal hingga akhir produksi. Tugas industri farmasi adalah melakukan penerapan cara pembuatan obat yang baik. PT Dexa Medica sebagai industri farmasi terkemuka di Indonesia telah menerapkan CPOB dan sistem penjaminan mutu yang menyeluruh pada seluruh aspek produksinya. Sesuai dengan visinya, yaitu menjadi sebuah perusahaan yang berbakti paling depan dalam menyediakan nilai tambah yang signifikan bagi setiap customer dan mitra usahanya dengan selalu bekerja giat secara efektif, efisien, dan berkesinambungan untuk meraih health for all, kesehatan bagi semua di tingkat nasional, regional, maupun global, PT Dexa Medica telah mengimplementasikan seluruh aspek CPOB. Berikut pembahasan implementasi CPOB di PT Dexa Medica.
4.1
Manajemen Mutu Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan
tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar dan tidak mengandung risiko yang membahayakan penggunanya. Proses 52
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
53
manajemen mutu di PT Dexa Medica telah dilakukan pada semua aspek produksi dimulai dari unsur struktur organsasi, prosedur, proses, sumber daya dan tindakan-tindakan yang sistematis dalam pendapatkan kepastian bahwa produk yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Proses manajemen mutu terdapat dalam Departemen Quality PT Dexa Medica. Penerapan Manajemen Mutu tidak hanya dilaksanakan dalam Departemen Quality, melainkan juga diterapkan dalam segala aspek produksi. Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam melaksanakan fungsinya, Departemen Quality dibagi menjadi tiga unit kerja yaitu, Quality Compliance, Quality Control, dan Quality Validation. Unit Quality Compliance secara garis besar melakukan kegiatan berupa pengawasan selama proses produksi dan produksi (production and process control), penelusuran terhadap produk dan pengawasan terhadap perubahan (product review and change control), tindakan koreksi dan tindakan pencegahan pada produk (corrective action and preventive action of product atau CAPA), dan desain pengawasan (design control). Unit Quality Control melakukan fungsi pengawasan pada bahan awal, termasuk bahan kemas primer dan sekunder, produk ruahan, da produk jadi dalam hal pengujian, baik secara fisik, kimia, mikrobiologi, maupun menggunakan instrumen. Unit ini memiliki 5 fungsi utama, yaitu pengawasan bahan yang masuk (incoming material control), pengujian laboratorium (laboratorium testing), pengujian stabilitas produk yang sedang jalan dan penanganan sampel pertinggal (ongoing stability and retained sample handling), penanganan reagen kimia dan mikrobiologi (chemical and microbiological reagent handling), dan penanganan instrumen (instrument handling). Unit ini memiliki program baru berupa perencanaan sumber daya yang diharapkan akan semakin mengefektifkan dan mengefisiensikan Departemen Pengawasan Mutu dalam penjadwalan. Unit Quality Validation secara umum melakukan kegiatan berupa kualifikasi, kalibrasi, validasi proses, validasi pembersihan, dan validasi sistem komputer. Validasi sistem komputer merupakan program terbaru dari unit ini dan sudah mulai dijalankan untuk sistem komputasi pada unit produksi dengan menerapkan sistem validasi GAMP. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
54
4.2
Personalia Tidak ada satu perusahaan pun yang akan dapat berjalan tanpa adanya
Sumber Daya Manusia (SDM). SDM merupakan faktor penting yang menentukan kemajuan suatu perusahaan. Dalam industri farmasi, SDM memegang peranan penting dalam mendukung pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang baik dan pembuatan obat yang benar. Oleh karena itu, setiap personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan memiliki kualifikasi serta pengalaman praktis yang cukup. PT Dexa Medica juga telah menerapkan CPOB dalam pemanfaatan SDMnya. Tiga personil kunci dalam PT Dexa Medica, yakni Manager Produksi, Manager Quality Assurance (dalam PT Dexa Medica disebut sebagai Manager Quality), dan Manager Quality Control masing-masing dijabat oleh seorang apoteker yang terpisah dan tidak memiliki pengaruh satu sama lainnya. Masingmasing personil kunci tersebut memiliki kompetensi yang sesuai, baik dalam hal manajerial maupun pengalaman praktis. Selain itu, ketiga personil kunci ini juga diberikan pelatihan yang berkesinambungan untuk menjamin kualitas mereka. Pembagian tugas dan wewenang juga telah dilakukan secara jelas dan terdokumentasi. PT Dexa Medica tidak hanya memberikan pelatihan kepada karyawankaryawan dengan jabatan tinggi di perusahaan. Setiap karyawan yang bekerja di PT Dexa Medica, mulai dari operator sampai direktur, bahkan petugas keamanan dan kebersihan, diberikan pelatihan-pelatihan berdasarkan program perusahaan dari masing-masing bidang, seperti Keselamatan Kerja dan Kesehatan Lingkungan (K3L) dan prinsip CPOB. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka meningkatkan pengetahuan karyawan dalam membentuk mutu dan pengenalan lapangan dalam pencegahan kecelakaan kerja. Selain itu, setiap karyawan juga diberikan pemeriksaan kesehatan secara berkala sesuai dengan bidangnya. Pengelolaan program pelatihan dilakukan oleh Departemen Human Resource mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaannya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
55
4.3
Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas yang ada dalam suatu industri farmasi hendaklah
didesai sedemikian rupa sehingga mengefektifkan dan mengefisienkan aktivitas, sesuai kondisi dan persyaratan, serta mudah dirawat. Tata letak dan desain ruangan perlu diperhatikan untuk memperkecil resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lainnya, serta memudahkan perawatan yang efektif. PT Dexa Medica memiliki dua fasilitas produksi, yaitu fasilitas produksi reguler dan fasilitas produksi sefalosporin. Hal ini sudah sejalan dengan peraturan yang berlaku yang menyatakan bahwa fasilitas produksi beta laktam harus terpisah dengan fasilitas produksi non-beta laktam. Pabrik PT. Dexa Medica di Palembang memiliki fasilitas yang meliputi, fasilitas gudang, area produksi, kantor, laboratorium pengawasan mutu, kantin, toilet, mushola, dan fasilitas area steril yang berada di gedung unit produksi sefalosforin. Fasilitas yang ada sudah cukup untuk mengakomodasi kegiatan yang dipersyaratkan CPOB seperti penerimaan bahan, karantina barang masuk, penyimpanan bahan baku, bahan pengemas dan produk jadi, penimbangan dan penyerahan bahan atau produk, pengolahan, pencucian dan penyimpanan peralatan, penyimpanan produk ruahan, pengemasan, karantina produk dan laboratorium pengawasan mutu. Desain ruangan pada area produksi didesain sedemikian rupa mengikuti alur proses produksi. Perbedaan tekanan antara koridor dengan ruangan dijaga untuk menjaga agar udara di koridor tetap bersih dengan mempertahankan laju aliran udara. Perbedaan tekanan udara dijaga pada tentang 15-25 Pa, dan pada setiap ruangan terpasang alat pengukur perbedaan tekanan udara. Luas masingmasing ruangan dapat mengakomodasi ukuran mesin, jumlah personil yang mungkin ada, dan ruang untuk pergerakan personil dan material. Sistem tata udara di PT Dexa Medica diatur melalui Air Handling Unit (AHU). Terdapat 18 AHU pada fasilitas produksi regular dan 9 AHU pada fasilitas produksi sefalosporin. AHU pada fasilitas pabrik menggunakan tiga filter pada saluran udaranya yaitu pre-filter (filter G4), medium filter (F9) dan HEPA filter yang menjamin partikel pada aliran udara kotor tersaring dengan baik. Pada saluran udara juga terpasang sensor suhu dan RH serta sensor aliran udara untuk menjaga suhu, kelembapan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
56
udara, laju aliran udara, dan tekanan udara tetap terkendali. Permukaan dinding dan lantai memiliki permukaan halus serta bebas retak dan sambungan terbuka. Konstruksi lantai terbuat dari bahan epoksi yang tidak melepaskan partikulat. Sudut antar dinding dan lantai dibuat berbentuk melengkung. Sistem pencahayaan pada fasilitas produksi sefalosporin didesain sedemikian rupa sehingga tidak terdapat gantungan alat pencahayaan dan perbaikan dapat dilakukan di luar fasilitas produksi. Fasiltas gudang pada PT. Dexa Medica telah dapat mengakomodasi kebutuhan penyimpanan bahan baku, bahan pengemas, area karantina, area sampling, area penerimaan, dan area pengeluaran barang. Fasilitas penyimpanan bahan dengan kondisi tertentu sudah tersedia seperti ruangan zat psikotropika dan senyawa prekursor, ruang bahan mudah terbakar, ruang penyimpanan dengan suhu 2-8oC, 15-25oC, dan suhu ambien (< 30oC). Manajemen suplai dalam gudang sudah berjalan dengan baik dan terencana sehingga sangat jarang terjadi penumpukan barang di gudang ataupun kekosongan gudang. Sistem inventory control yang telah terkomputerisasi sangat membantu pengelolaan barang, mengurangi kemungkinan terjadinya salah ambil barang ataupun mix up product. Area pengawasan mutu memiliki laboratorium tersendiri, baik di unit fasilitas regular maupun di unit fasilitas sefalosporin. Pada area produksi juga terdapat laboratorium untuk pengawasan-selama-proses. Sarana pendukung yang ada seperti toilet, kantin serta bengkel perbaikan dan perawatan alat telah terpisah dari area produksi dan pengawasan mutu. Terdapat loker atau sarana ganti baju dan toilet yang terletak di posisi depan pada fasilitas produksi reguler dan sefalosporin untuk mengakomodasi proses produksi dan menjamin mutu produk.
4.4
Peralatan Peralatan
merupakan
hal
yang
krusial
dalam
sebuah
industri
manufacturing. Kecepatan produksi dan pengujian bergantung pada kecepatan alat saat proses. Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai, serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat agar mutu obat terjamin dan seragam dari bets ke bets, serta untuk memudahkan pemersihan dan perawatan. Peralatan yang digunakan PT Dexa Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
57
Medica dalam melakukan produksi maupun analisis terhadap obat merupakan peralatan dengan teknologi tinggi. Penggunaan peralatan berteknologi tinggi ditujukan agar mendapatkan produk obat yang bermutu tinggi dan mengurangi variabilitas antar bets dari produk obat. Selain itu, pemilihan alat berteknologi tinggi ini juga untuk memenuhi permintaan produksi yang cukup tinggi. Desain konstruksi bangunan sudah sesuai dengan peralatan yang digunakan. Terdapat berbagai timbangan dalam fasilitas produksi Dexa Medica, mulai dari timbangan yang besar untuk satuan kilogram sampai timbangan yang kecil untuk satuan miligram. Timbangan untuk menimbang bahan yang digunakan dalam jumlah besar dilakukan pada weighing hood yang dilengkapi dengan laminar air flow agar operator tidak terpapar terhadap bahan. Di sisi lain, timbangan untuk bahan yang diperlukan dalam jumlah kecil atau bahan yang higroskopik ditempatkan pada kotak kaca yang sesuai. Timbangan tersebut tidak ditempatkan dibawah laminar air flow dikarenakan sensitifitasnya terhadap aliran udara. Mesin-mesin produksi misalnya mixer, fluidized bed dryer (FBD) dan sieving mill ditempatkan pada ruang khusus dengan dilengkapi AHU tersendiri. Beberapa mesin FBD telah menggunakan sistem tertutup dimana proses pencampuran dan granulasi dilakukan pada satu alat yang tersambung satu dengan lainnya (in line) dimana produk antara dipindahkan melalui selang tertutup pada alat berikutnya. Sistem tertutup digunakan untuk mencegah banyaknya debu di udara dan menghindari kontaminasi silang. Untuk proses pemindahan produk antara dengan sistem terbuka telah dilakukan validasi yang membuktikan bahwa kontaminasi yang terjadi pada produk adalah minimal dan dapat menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan. Mesin cetak, mesin pengisi kapsul, mesin coating dan mesin yang digunakan untuk mengemas masing-masing ditempatkan pada ruangan khusus yang dilengkapi dengan sistem AHU terseendiri. Setiap mesin cetak dan mesin pengisi kapsul yang ada di PT Dexa Medicadilengkapi dengan metal detector untuk menjamin tidak adanya logam pada produk. Logam pencemar dapat berasal dari bagian mesin yang bersentuhan dengan produk. Pada sebagian mesin pengemas sudah terdapat visual sensor untuk menjamin tidak adanya kesalahan dalam pengemasan dan pelabelan. Untuk sebagian lain mesin Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
58
pengemas yang belum memiliki sensor visual, dilakukan pemeriksaan visual secara manual oleh operator. Terdapat mesin pengemas untuk jenis blister aluminium-aluminium, blister aluminium-PVC, dan strip poliselonium. Unit sefalosporin terbagi atas proses dispensing non steril dan dispensing steril. Peralatan yang digunakan pada proses dispensing non steril serupa dengan yang digunakan pada unit produksi reguler. Di sisi lain, peralatan yang digunakan pada proses dispensing steril ditujukan untuk membuat sediaan dry powder for injection. Proses dispensing steril yang digunakan adalah secara aseptik dimana digunakan bahan baku yang sudah steril. Untuk menjaga sterilitas bahan baku, bahan baku beserta kemasannya dimasukkan ke dalam alat untuk produksi. Alur produksi untuk personil, bahan baku, dan bahan pengemas didesain sedemikian rupa untuk menjaga sterilitas produk. Alat produksi tersebut secara otomatis akan mengeluarkan bahan baku dari kemasannya. Proses dispensing steril dilakukan pada mesin yang dirancang sedemikian rupa sehingga dapat melakukan proses produksi mulai tahap penimbangan bahan baku, pencucian dan sterilisasi kemasan (vial), sampai proses pengemasan ke dalam vial dalam suatu sistem tertutup tanpa adanya proses yang terputus (in line closed system). Sistem tersebut tepat diterapkan pada produksi sediaan steril secara aseptik karena sistem tersebut dapat menjamin produk yang dihasilkan steril. Untuk menjamin alat berfungsi optimal dilakukan proses media fill setiap 6 bulan menggunakan 10.000 vial. Alat ukur yang digunakan oleh PT Dexa Medica telah terkualifikasi sesuai spesifikasinya dan memiliki jadwal kalibrasinya masing-masing. Pengelolaan terhadap kualifikasi dan kalibrasi alat ukur dilakukan oleh unit Validasi dari Bagian Quality. Proses kalibrasi dilakukan pada instrumen analisis, timbangan, termometer, sensor, pH meter dan sebagainya. Pencegahan terhadap pembentukan biofilm pada pipa air suling dan pipa air deionisasi pada pipa dilakukan dengan cara mendesain konstruksi pipa sedemikian sehingga mencegah terjadinya deadlag dan dilakukan proses sirkulasi terus menerus, terutama pada fasilitas produksi sefalosporin, air yang disirkulasi dijaga suhunya pada 2 kondisi, yaitu di atas 80oC atau sekitar 4oC tergantung keperluannya. Proses sirkulasi dipantau dengan sensor aliran yang ditempatkan pada pipa air.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
59
Proses perawatan peralatan dilakukan secara rutin dan terjadwal. Proses perawatan peralatan dan fasilitas dilakukan oleh departemen teknik sesuai dengan SOP perawatan tiap peralatan. Departemen teknik memiliki jadwal pemeriksaan dan perawatan (preventive and maintenence schedule) untuk semua peralatan dan fasilitas yang dimiliki oleh PT Dexa Medica. Semua hasil proses pemeriksaan dan perawatan terhadap peralatan dan fasilitas didokumentasikan dengan baik. Perawatan dilakukan untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk.
4.5
Sanitasi dan Hygiene Sanitasi dan hygiene merupakan hal yang sangat memengaruhi mutu suatu
produk, apalagi untuk produk farmasi yang fungsinya untuk menyelamatkan hidup. Sanitasi dan hygiene yang baik telah dilakukan oleh PT Dexa Medica pada semua aspek yang terkait proses produksi. Sanitasi terhadap ruangan dilakukan setiap hari sebelum dan setelah melakukan proses produksi. Bangunan dan fasilitas yang terkait produksi pada PT Dexa Medica dibangun dengan konstruksi yang sesuai sehingga mudah dilakukan sanitasi misalnya ruang produksi yang dikonstruksikan sesuai dengan hospital shape. Proses pembersihan terhadap peralatan produksi dilakukan setelah kegiatan produksi selesai dilakukan dan pada waktu akan memulai produksi produk yang berlainan ataupun bets yang baru. Proses pembersihan terhadap peralatan produksi dilakukan sesuai jadwal dan dilaksanakan sesuai dengan SOP. Pada proses sanitasi peralatan produksi dilakukan validasi pembersihan (cleaning validation) guna membuktikan bahwa proses sanitasi telah dilakukan dengan efektif. Proses pemeriksaan kebersihan setiap ruangan dan peralatan produksi dilakukan oleh personil produksi. Mesin yang sudah dinyatakan bersih diberi label bersih. Sarana hygiene perorangan seperti toilet dan tempat cuci tangan telah disediakan dengan baik dan dalam jumlah yang memadai bagi semua personil. Selain itu, tersedia pula hand sanitizer di sebelah pintu akses ke dalam ruang produksi. Prosedur hygiene personil telah diterapkan oleh PT Dexa Medica secara baik. Pelatihan secara berkala terhadap seluruh karyawan mengenai program hygiene perorangan dilakukan oleh bagian personalia dan produksi. Prosedur Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
60
penggunaan alat pelindung diri (APD) sudah dituangkan dalam bentuk SOP dan disosialisasikan kepada seluruh karyawan terutama karyawan yang bekerja pada area produksi. Program hygiene perorangan diterapkan kepada seluruh personil yang memasuki area produksi baik karyawan tetap, karyawan paruh waktu, atau bukan karyawan misalnya kontraktor, pengunjung, manajemen senior dan inspektur. Proses pemeriksaan kesehatan dilakukan secara berkala oleh unit K3L dan personalia setiap tahunnya. Proses pemeriksaan kesehatan dilakukan pada semua karyawan PT Dexa Medica terutama karyawan yang secara langsung menangani produk. Proses pemeriksaan kesehatan juga dilakukan pada proses penerimaan karyawan baru.
4.6
Produksi Produksi yang dilakukan oleh PT Dexa Medica dibagi menjadi 2, yaitu
produksi reguler untuk produk non- beta laktam dan produksi sefalosporin untuk produksi beta laktam. Proses produksi dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang ditetapkan dan memenuhi persyaratan CPOB untuk menjamin produk yang dihasilkan memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Pengawasan dalam proses produksi dilakukan oleh unit produksi dan Quality Compliance untuk menjamin proses produksi dilakukan sesuai dengan prosedur dan instruksi tertulis. Validasi terhadap proses produksi dilakukan oleh unit Quality Validation. Validasi proses dilakukan terhadap setiap bets produksi dari mulai penanganan bahan baku sampai dengan pelulusan produk jadi. Setiap terjadi perubahan yang berarti pada proses produksi sudah dilakukan risk assesment guna menjamin produk yang dihasilkan masih masuk ke dalam persyaratan mutu. Pada fasilitas produksi reguler, penanganan bahan baku pertama kali dilakukan oleh unit logistik di dalam gudang. Bahan baku yang digunakan berasal dari pemasok yang telah terkualifikasi. Proses kedatangan bahan pada gudang dilakukan pada area loading in dan dilakukan pemeriksaan pada area stage in. Proses pemeriksaan dilakukan oleh unit logistik dan unit pengawasan mutu. Unit logistik memeriksa kelengkapan administrasi dari bahan baku yang datang meliputi surat jalan, sertifikat analisis, dan kesesuaian jumlah dan jenis bahan baku dengan procurement order. Pengambilan sampel dan pemeriksaan secara Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
61
laboratorium dilakukan oleh unit pengawasan mutu. Hasil pemeriksaan baik yang dilakukan oleh unit logistik maupun unit pengawasan mutu dimasukkan ke dalam database sistem Oracle sebagai bagian dari catatan bets. Bahan baku disimpan dengan baik sesuai dengan persyaratan yang tertera pada label atau sertifikat analisis. Dilakukan pemeriksaan secara berkala pada persediaan bahan baku yang terdapat pada gudang dilakukan baik pemeriksaan harian, bulanan, maupun tahunan. Penanganan terhadap bahan baku yang tidak memenuhi persyaratan dilakukan dengan memisahkan bahan baku tersebut dan disimpan pada ruangan terpisah dalam keadaan terkunci. Pencegahan kontaminasi silang dilakukan pada proses penimbangan, produksi serta pengemasan. Pencegahan kontaminasi yang berasal dari operator dilakukan dengan menerapkan program hygiene perorangan dan memakai APD dengan baik. Tidak boleh terdapat dua atau lebih bahan yang berbeda dalam ruang timbang pada proses penimbangan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Dilakukan pembersihan timbangan dengan alat vacuum cleaner setelah selesai menimbang bahan baku sehingga sisa bahan baku yang tidak sengaja bertebaran tidak mencemari bahan baku selanjutnya. Proses penimbangan dilakukan dengan sistem empat mata (dilakukan oleh dua orang) sebagai verifikasi. Sisa bahan yang tidak habis ditimbang dikembalikan kepada unit logistik dan diberi label sisa. Pencegahan mix up antar bahan baku dilakukan dengan melakukan penimbangan sesuai WOP List serta proses pelabelan. Semua bahan yang telah selesai ditimbang diberi label yang tertera barcode yang berisikan infromasi megenai jenis bahan, kuantitas, nomor bets, nomor lot, dan nama produk. Nama produk perlu dicantumkan karena suatu bahan baku dapat saja dipergunakan untuk beberapa produk yang berbeda terutama untuk bahan baku penolong. Penimbangan bahan baku penolong tidak dilakukan untuk tiap produk tetapi dilakukan untuk semua produk yang menggunakan bahan baku tersebut pada hari penimbangan dilakukan secara campaign. Kesalahan mix up juga dicegah dengan menempatkan bahan baku yang telah ditimbang pada troly yang terpisah. Disini digunakan sistem 1 troly untuk 1 bets produk.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
62
Semua mesin produksi dan ruangan produksi dipastikan memenuhi syarat sebelum proses produksi dimulai. Pemeriksaan terhadap mesin dan ruangan produksi dilakukan oleh staf produksi sebelum melakukan proses produksi. Penetapan status layak dan memenuhi persyaratan untuk digunakannya mesin dan ruangan pada proses produksi juga dilakukan oleh staf produksi. Proses produksi dengan sistem tertutup diterapkan pada proses produksi untuk mencegah terjadinya pencemaran. Sistem koridor positif diterapkan dengan mengatur tata udara pada ruangan produksi. Ruangan produksi dilengkapi dengan sistem HVAC dan filter pada saluran udara masuk dan peyedot debu pada saluran udara keluar. Pencegahan kontaminasi logam terhadap produk pada proses pencetakan dan pengisi kapsul dilakukan dengan menempatkan metal detector pada setiap mesin cetak dan mesin pengisi kapsul. Program pencegahan terhadap kontaminasi dikaji dan dibuktikan efektivitasnya oleh unit Quality Compliance dan dilakukan pembaruan sesuai dengan rencana induk validasi (RIV). Sistem penomoran bets diatur oleh unit Demand and Supply Planning. Setiap nomor bets yang sudah dipergunakan disimpan dalam database sistem Oracle beserta catatan bets. Pada produk antara dan produk ruahan hasil produksi dilakukan pengawasan selama proses (in process control / IPC) oleh unit Produksi dan Quality Compliance. Status memenuhi persyaratan ditetapkan oleh unit Pengawasan Mutu. IPC dilakukan untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat. Prosedur untuk pengambilan sampel produk antara maupun produk ruahan telah dituangkan dalam SOP yang telah disetujui oleh Kepala Departemen Quality. Hasil dari IPC produk antara dan produk ruahan dicatat dalam catatan bets. Untuk hasil pemeriksaan terhadap produk antara atau produk ruahan yang tidak
memenuhi
persyaratan
dilakukan
pengolahan
ulang
jika
tidak
mempengaruhi hasil produk akhir. Produk hasil pengolahan ulang hanya boleh dipasarkan apabila telah dilakukan pemeriksaan yang menyeluruh terhadap produk akhir dan penyimpangannya telah tercatat dalam catatan bets. Produk antara atau produk ruahan yang tidak langsung diproses pada tahapan selanjutnya dimasukkan pada wadah yang sesuai dan diberi label. Penyimpanan produk antara yang memerlukan penyimpanan khusus misalnya peka terhadap kelembaban atau
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
63
cahaya dilakukan pada ruangan khusus sesuai kebutuhan dan dilakukan pengawasan. Penanganan terhadap bahan kemas sangat penting mengingat kesalahan yang dapat terjadi pada kemasan, misalnya tertukarnya kemasan produk A dengan kemasan produk B, adalah penyimpangan yang kritis. Bahan kemas disimpan dalam ruangan terkunci dan diatur oleh personil yang diotorisasikan. Bahan kemas sisa dikembalikan pada tempatnya semula. Setiap bahan kemas yang berbeda diletakan dalam tempat yang terpisah antara satu dengan yang lainnya. Pada proses pengemasan produk ruahan yang akan dikemas terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan terhadap identitas, pemastian kesiapan jalur kemas dan tersedianya bahan kemas yang sesuai dengan jumlah yang mencukupi. Proses pengemasan produk yang memiliki penampilan mirip tidak dilakukan secara berdampingan. Untuk produk yang sensitif terhadap kelembaban proses pengemasan dilakukan pada ruangan dengan kelembaban relatif dan suhu yang terkontrol. Dilakukan rekonsiliasi setiap setelah proses pengemasan selesai dan dicatat setiap kelebihan bahan kemas. Pencetakan nomor bets, tanggal produksi, dan tanggal kadaluarsa pada kemasan sekunder dilakukan langsung pad proses pengemasan sekunder untuk mencegah adanya kelebihan kemasan. Produk jadi yang sudah dikemas sampai dengan pengemasan sekunder atau tersier diberikan status karantina terlebih dahulu dan dilakukan penelusuran catatan bets oleh unit Quality. Apabila seluruh persyaratan telah terpenuhi maka ditetapkan status produk release dan siap untuk dipasarkan. Produk jadi yang dikarantina maupun direlease diletakkan di gudang pada tempat yang telah disediakan. Secara keseluruhan, Departemen Produksi telah melaksanakan sistem produksi yang baik dengan mengutamakan mutu produk dan menerapkan sistem K3L, namun sayangnya sistem airlock pada ruang loker masih belum baik, karena masih dapat terjadi kesalahan seperti dapat terbukanya pintu keluar sebelum pintu masuk ditutup.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
64
4.7
Pengawasan Mutu Pengawasan Mutu PT. Dexa Medica bertanggung jawab terhadap seluruh
kegiatan analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini juga menlingkupi uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian validasi, penanganan sampel pertinggal beserta penyusunan dan pembaruan spesifikasi bahan dan metode analisisnya. Setiap prosedur pemeriksaan sampel memilki SOP-nya tersendiri dan hasil analisisnya didokumentasikan dengan baik. Hasil analisis yang berhubungan dengan produk secara langsung dimasukkan kedalam catatan bets. Dalam melaksanakan tugasnya, bagian Pengawasan Mutu PT. Dexa Medica menerapkan cara berlaboratorium pengawasan mutu yang baik. Bagian Pengawasan Mutu PT. Dexa Medica juga bertanggung jawab terhadap proses penyimpanan dan pengelolaan baku pembanding, baku kerja dan pereaksi kimia. Hal ini dilakukan dengan baik sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan. Baku pembanding digunakan sesuai tujuan penggunaannya. Proses penerimaan dan penggunaan pereaksi kimia didokumentasikan dalam catatan penggunaan pereaksi dengan baik. Proses dokumentasi yang telah dilakukan, dimasukkan ke dalam sistem database Oracle. Bangunan dan fasilitas laboratorium didesain dengan baik. Laboratorium terpisah secara fisik dengan tempat produksi, laboratorium kimia dan laboratorium mikrobiologi terpisah secara fisik dengan melalui suatu area pemisah khusus. Tersedia pula ruang instrumen dan ruang timbang yang terpisah. Ruang instrumen
didesain
sedemikian
rupa
menyesuaikan
dengan
persyaratan
penggunaan instrumen tersebut. Prosedur tetap cara penggunaan alat dan SOP pemeriksaan telah tersedia dalam laboratorium pemeriksaan mutu PT Dexa Medica. Setiap prosedur yang digunakan dalam analisis telah divalidasi terlebih dahulu dan instrumen analisis dikalibrasi sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Setiap instrumen yang telah dikalibrasi diberi label yang berisi tanggal kalibrasi dan tanggal kalibrasi selanjutnya. Pelatihan terhadap personil dilakukan secara rutin mengenai aspek cara berlaboratorium pengawasan mutu yang baik. Tiap personil juga dilatih dalam menggunakan alat perlindungan diri yang baik dan benar. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
65
Penanganan terhadap pereaksi dilakukan unit pengawasan mutu PT Dexa Medica dengan baik. Proses penyimpanan pereaksi korosif dan mudah terbakar ditempatkan pada lemari khusus yang terbuat dari logam tahan api. Biakan bakteri juga disimpan dengan baik di laboratorium mikrobiologi untuk menjaga kualitasnya. Spesifikasi bahan baku, produk ruahan dan produk jadi dibuat oleh unit pengawasan mutu. Revisi secara berkala dilakukan pada tiap spesifikasi bahan agar senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku. Pemeriksaan terhadap bahan awal yang dilakukan unit Pengawasan Mutu PT Dexa Medica meliputi identitas bahan baku, kekuatan dan mutu bahan baku yang mencakup penetapan kadar dan cemaran. Unit Pengawasan Mutu PT Dexa Medica juga melakukan pengawasan terhadap sampel pertinggal. Sampel pertinggal dialokasikan untuk setiap bets produk jadi dalam bentuk lengkap beserta catatannya. Sampel pertinggal disimpan hingga satu tahun setelah tanggal daluwarsanya terlewati. Jumlah sampel pertinggal sudah diperhitungkan sesuai dengan kebutuhan untuk keperluan analisis. Studi stabilitas produk yang sudah beredar (on going stability study) juga dilakukan oleh unit Pengawasan Mutu PT Dexa Medica untuk mengawasi mutu produk. Sampel untuk uji stabilitas disimpan pada kondisi ambient. Pemantauan terhadap lingkungan juga dilakukan oleh unit Pengawasan Mutu PT Dexa Medica mencakup pemantauan air untuk proses, air untuk pencucian alat dan air sebagai pereaksi pada laboratorium. Pemantauan mikrobiologis pada lingkungan produksi dilakukan secara berkala sesuai prosedur yang telah ditetapkan.
4.8
Inspeksi Diri dan Audit Mutu Inspeksi diri bertujuan untuk mengevaluasi semua aspek produksi dan
pengawasan mutu industri farmasi dalam pemenuhan ketentuan CPOB. Proses inspeksi dilakukan untuk mengetahui kelemahan dan risiko yang muncul pada proses produksi sediaan obat. Aspek yang hendak diinspeksi disajikan dalam dokumen yang berisi daftar periksa inspeksi dan persyaratan minimal penerimaan. Aspek inspeksi CPOB meliputi personalia, bangunan dan fasilitas termasuk fasilitas untuk personil, perawatan bangunan dan peralatannya, penyimpanan bahan baku, bahan kemas dan produk jadi, peralatan, pengolahan dan pengawasan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
66
selama proses, pengawasan mutu, dokumentasi, sanitasi dan higine, program validasi dan revalidasi, kalibrasi alat ukur, prosedur penarikan kembali obat jadi, penanganan keluhan, pengawasan label dan perbaikan hasil inspeksi sebelumnya. Departemen Quality PT Dexa Medica telah melakukan inspeksi sesuai aspek yang disebutkan sebelumnya. Inspeksi ini dilakukan secara mandiri oleh internal perusahaan maupun audit mutu oleh eksternal perusahaan, seperti Badan POM untuk implementasi CPOB dan SGS untuk implementasi ISO 9001, ISO 14001, dan OHSAS 18001. Laporan inspeksi diri dibuat setelah selesai melaksanakan inspeksi. Audit yang dilakukan Departemen Quality PT Dexa Medica adalah audit terhadap pemasok dan mitra kontrak. Audit terhadap pemasok dilakukan dengan cara mengunjungi langsung tempat produksi pemasok (on site audit) ataupun melakukan analisis dokumen (desk audit). Yang diaudit dalam analisis dokumen berupa tinjauan perusahaan (asal sertifikat GMP, pendapatan tahunan, jumlah pekerja, dan sebagainya) dan tinjauan sistem mutu (site master file yang mengacu pada PICs, drug master file, annual product review, material safety data sheet, sertifikat analisis, dan sertifikat bebas BSE/TSE atau disebut juga sertifikat bebas bahan hewani). Audit terhadap mitra kontrak dilakukan dengan kunjungan langsung ke site produksi yang akan digunakan. 4.9
Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian. Segala keluhan dan informasi lain yang mengindikasikan adanya
kemungkinan terjadi kerusakan obat telah dikaji oleh unit Quality Compliance PT. Dexa Medica sesuai dengan SOP yang ditetapkan. Penarikan kembali produk dilakukan PT. Dexa Medica apabila ada permintaan dari Badan POM atau atas hasil studi stabilitas yang dilakukan PT. Dexa Medica sendiri. Proses penarikan kembali dilakukan sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan. Quality Compliance bertanggung jawab terhadap penanganan keluhan. Proses penanganan terhadap keluhan dimulai dengan mengumpulkan informasi mengenai keluhan yang ditujukan kepada PT. Dexa Medica kemudian dilakukan klasifikasi terhadap keluhan tersebut. Selanjutnya, penanganan dilakukan terhadap keluhan
tersebut
berdasarkan
klasifikasinya.
Setiap
laporan
keluhan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
67
didokumentasikan dengan baik sebagai bagian dari continuous improvement PT Dexa Medica. Tindak lanjut atas keluhan dapat berupa tindakan perbaikan, penarikan kembali bets yang bersangkutan atau tindakan lain yang disesuaikan dengan kondisinya. Pemeriksaan dan pengkajian dilakukan terhadap produk kembalian yang diterima oleh PT. Dexa Medica. Identifikasi yang dilakukan pada produk kembalian adalah identifikasi kecacatan, penyimpangan pada produk, pengujian dan analisis, Proses pemusnahan dilakukan berdasarkan SOP yang telah ditetapkan.
Setiap
proses
penanganan
terhadap
produk
kembalian
didokumentasikan dengan baik oleh PT. Dexa Medica. 4.10
Dokumentasi Dokumentasi
adalah
bagian
dari
manajemen
sistem
informasi.
Dokumentasi yang baik merupakan bagian yang penting dalam pemastian mutu produk. Dokumentasi dibagi menjadi dua bagian, dokumentasi terkait produk dan dokumentasi terkait aktivitas bisnis proses. Proses pengelolaan dokumen terkait produk di PT. Dexa Medica menggunakan suatu perangkat lunak Oracle. Oracle adalah sebuah perangkat lunak berbasis database yang memiliki fitur eletronic quality management system. Dokumentasi siklus produk dilakukan melalui Oracle dan dokumen tersebut dikelola oleh bagian Research and Development dengan dibantu oleh bagian Information Technology (IT). Hanya personil tertentu yang diberikan wewenang untuk dapat memasukkan data ke dalam database. Akses terhadap database bersifat terbatas dan setiap personil yang memiliki otoritas dalam melakukan pengelolaan data diberikan username dan password. Dokumen spesifikasi bahan awal, spesifikasi bahan pengemas, spesifikasi produk ruahan, spesifikasi produk, manufacturing instruction, metode analisis dan formula bahan dimasukkan ke dalam database. Dokumen produksi yang mencakup dokumen produksi induk, prosedur pengolahan induk, prosedur pengemasan induk, catatan bets produksi, catatan pengolahan bets, catatan pengemasan bets, disahkan secara formal oleh Departemen Quality dan dimasukkan ke dalam database. Begitu pula dengan catatan penerimaan bahan, catatan produk keluar untuk didistribusikan, pengambilan sampel dan hasil Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
68
pengujian akan dimasukan ke dalam database. Semua data yang dimasukkan ke dalam database akan diolah, didistribusikan dan digunakan oleh unit-unit terkait.
4.11
Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Industri farmasi dapat melakukan kontrak dengan industri farmasi lainnya
dalam hal memproduksi suatu produk obat. Hal ini dilakukan karena fasilitas atau kapasitas dari suatu industri tidak mencukupi sehingga memerlukan pihak luar (outsourcing) untuk melakukan proses produksi. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak perlu dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak yang dibuat harus terdokumentasi dan berisi ketentuan-ketentuan yang menyangkut hak dan kewajiban antara pemberi dengan penerima kontrak. Beberapa produk PT. Dexa Medica diproduksi dengan menggunakan jasa toll out manufacturing, dimana PT. Dexa Medica sebagai pemberi kontrak. Pelulusan tiap bets obat yang diproduksi oleh pihak lain tetap merupakan hak dari Bagian Quality PT. Dexa Medica. Bagian Quality akan memeriksa dokumen yang terkait proses produksi untuk diperiksa kelayakan produk tersebut lepas di pasaran. Pemeriksaan langsung ke pihak penerima kontrak dilakukan secara berkala. 4.12
Kualifikasi dan Validasi Kualifikasi dan validasi dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap
aspek kritis dari kegiatan proses produksi obat. Industri farmasi harus dapat mengindentifikasi
kualifikasi
dan
validasi
yang
diperlukan
serta
mengkolaborasikannya dalam suatu rencana yang dirinci dengan jelas dan didokumentasikan. PT. Dexa Medica melakukan kegiatan kualifikasi terhadap alat baru dan rekualifikasi pada alat yang sudah ada secara rutin. Kegiatan kualifikasi juga dilakukan pada suatu alat atau mesin yang telah selesai diperbaiki. Sesuai dengan ketentuan CPOB, kegiatan kualifikasi yang dilakukan meliputi kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional dan kualifikasi kinerja. Selain itu, evaluasi terhadap dokumen kalibrasi alat dan catatan pemeliharaan juga dilakukan
untuk
mempertimbangkan
perlu
tidaknya
suatu
alat
untuk
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
69
direkualifikasi. Setiap prosedur kualifikasi dan hasilnya didokumentasikan dengan baik dan disetujui oleh manajer Quality. Validasi yang dilakukan di PT. Dexa Medica meliputi validasi proses, validasi pembersihan, validasi metode analisis, dan revalidasi. Validasi metode analisis dilakukan oleh bagian research and development pada awal pengembangan produk dan metode analisisnya. Revalidasi dilakukan setelah dilakukan assessment terhadap perubahan-perubahan dalam alur proses produksi yang dapat berpengaruh signifikan terhadap mutu produk. Perubahan yang terjadi dapat berupa perubahan alat, perbaikan atau penambahan komponen pada alat, perubahan reagen metode analisis dan sebagainya. Sesuai dengan ketentuan terbaru dalam CPOB, sistem komputer merupakan hal yang harus divalidasi. PT. Dexa Medica sudah mendesain validasi sistem komputer pada tahun 2011 dan mulai diimplementasikan secara bertahap. Pengkajian terhadap riwayat produk tetap dilakukan pada proses produksi yang sudah mapan. Pengkajian ini dilakukan melalui kegiatan validasi retrospektif terhadap data 10 – 30 bets berturut atau melalui annual product review terhadap data selama satu tahun untuk menilai konsistensi proses produksi. Pengendalian terhadap perubahan merupakan salah satu aspek dari kualifikasi dan validasi yang perlu dipenuhi oleh industri farmasi. Pengendalian perubahan bertujuan untuk mendokumentasikan perubahan yang diusulkan baik berdampak terhadap kualitas produk atau tidak. Perubahan yang diusulkan kemudian dikaji untuk disetujui atau tidak. Pengkajian akan dilakukan bila terjadi perubahan-perubahan yang tidak diinginkan, seperti adanya penyimpangan atau produk di luar spesifikasi untuk memutuskan perlu tidaknya dilakukan prosedur CAPA. Temuan-temuan pada saat proses audit pada umumnya akan langsung dilakukan prosedur CAPA karena hal tersebut sudah hasil pengkajian auditor dan bagian yang diaudit.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan didapatkan kesimpulan:
a. Kegiatan yang dilakukan PT. Dexa Medica site Palembang penjaminan mutu produk yang terkait dengan perencanaan produksi, pengelolaan bahan baku, produksi sediaan obat, pengelolaan kondisi/lingkungan produksi, pengawasan dan analisis mutu produk, pengelolaan lingkungan hidup, pengelolaan sumber
daya manusia, serta
pengelolaan bisnis dan
administrasi. b. PT. Dexa Medica menerapkan CPOB sesuai cGMP dan juga telah menerapkan standar ISO 9001 tentang manajemen mutu, ISO 14001 tentang pengelolaan lingkungan, dan OHSAS 18001 tentang keselamatan kerja dan kesehatan lingkungan yang diterjemahkan ke dalam dokumen berupa Dexa Integrated System (DIS) yang diturunkan menjadi working instruction. c. Apoteker memegang peranan penting dalam industri farmasi terutama pada bagian pemastian mutu berupa validasi, inspeksi dan pelulusan produk; bagian produksi berupa pengawasan proses produksi dan pengemasan; serta bagian pengawasan mutu berupa penanganan bahan baku, produk setengah jadi, dan produk jadi beserta studi stabilitasnya.
5.2
Saran
a. Hendaknya melakukan perbaikan yang berkelanjutan pada segala aspek manajemen mutu obat. b. Hendaknya
melakukan
peningkatan
frekuensi
inspeksi
terhadap
implementasi CPOB dan K3L di setiap departemen, terutama produksi, pengawasan mutu, dan teknik untuk menjamin kualitas produk. c. Hendaknya terus meningkatkan kerja sama dengan institusi pendidikan dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kefarmasian.
70
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
71
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
72
Lampiran 1. Instalasi Sistem HVAC pada Gedung Produksi Reguler
Keterangan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Sensor suhu dan kelembaban BAS (Building Automatic System) Outdoor Regulator aliran air Prefilter (G4) Filter (F9) Cooling coil Heating coil Fan FMS (flow measurement sensor) VSD (variable speed drive) HEPA filter (H13) Ruang produksi Dust collector
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
73
Lampiran 2. Instalasi Sistem HVAC pada Gedung Produksi Sefalosporin
Keterangan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Sensor suhu dan kelembaban BAS (Building Automatic System) Outdoor Regulator aliran air Prefilter (G4) Filter (F9) Cooling coil Heating coil Motor dan blower FMS (flow measurement sensor) VSD (variable speed drive) HEPA filter (H13) Ruang produksi Dust collector
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
74
Lampiran 3. Instalasi Sistem Pengolahan Air
Keterangan : 1. Bak atas 2. Bak bawah 3. Multi media filter (lapisan pasir dan karbon) 4. Bak filter 5. Pompa 6. Softener 7. Reverse osmosis 8. EDI (electronic deionization) 9. Tangki gedung produksi reguler 10. Tangki gedung produksi sefalosporin 11. Ruangan produksi (sistem loop)
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
75
Lampiran 4. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Keterangan : 1. Bak tampung produksi sefalosporin 2. Bak tampung awal 3. Bak aerasi 4. Lamela I 5. Bak sedimentasi 6. Lamela II 7. Bak sludge (limbah B3) 8. Bak akhir 1 9. Bak akhir 2 10. Drainase luar
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
76
Lampiran 5. Sistem Dust Collector
Keterangan : 1. Udara masuk 2. Tangki penampung udara 3. Penembak compress air 4. Filter 5. Rotary lock 6. Tangki penampung debu 7. Motor dan blower
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
STUDI MENGENAI PEMBUATAN LAPORAN VALIDASI RETROSPEKTIF SEDIAAN KAPSUL DAN TABLET
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
SETIAWAN, S.Farm. 1206313715
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.............................................................................................
i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB 1. PENDAHULUAN ...................................................................................
1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................
1
1.2 Tujuan Penelitian.........................................................................................
3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................
4
2.1 Validasi........................................................................................................
4
2.2 Validasi Proses…………………................................................................
4
2.3 Catatan Pengolahan Bets.............................................................................
6
2.4 Pengawasan Selama Proses.........................................................................
7
2.5 Statistical Process Control (SPC)...............................................................
8
BAB 3. METODOLOGI PENGKAJIAN .......................................................... 12 2.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ................................................................. 12 2.2 Metode Pengkajian………………… ......................................................... 12
BAB 4. PEMBAHASAN....................................................................................... 13 4.1 Format Laporan Validasi Retrospektif........................................................ 13 4.2 Parameter Analisis Sediaan Kapsul ............................................................ 14 4.3 Parameter Analisis Sediaan Tablet.............................................................. 15 4.4 Penerapan Statistical Process Control (SPC) pada Validasi Retrospektif.. 16
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 18 5.1 Kesimpulan …………………………………………………………….. 18 5.2 Saran ………………………………………………………..................... 18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 19
ii Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kesadaran masyarakat tentang kesehatan semakin meningkat sehingga tuntutan terhadap sediaan obat yang baik dalam segi keamanan, mutu dan manfaat juga semakin meningkat. Sediaan obat yang baik tentu saja tidak mungkin tercapai tanpa adanya manajemen kualitas secara menyeluruh di semua aspek produksinya. Untuk mencapai tujuan tersebut, suatu pedoman yang mengatur semua aspek dalam produksi obat dibuat oleh pemerintah, yaitu CPOB. CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat seacara konsisten, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaanya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu (BPOM, 2012). Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan pengujian, namun obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau dengan cermat (BPOM, 2012). Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secarakonsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem pemastan mutu yang didesain
secara
menyeluruh
dan
diterapkan
secara
benar
serta
menginkorporasi CPOB termasuk pengawasan mutu dan manajemen risiko (BPOM, 2012).
1 Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
2
CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi (BPOM, 2012). Terdapat tiga aspek yang perlu divalidasi dalam proses pembuatan sediaan farmasi menurut CPOB yakni proses produksi, metode analisis dan proses pembersihan. Tujuan dari validasi adalah untuk memastikan proses pembuatan mampu menghasilkan produk jadi yang memenuhi standar mutu yang ditetapkan secara konsisten. Dalam validasi proses terdapat tiga pendekatan yang dapat digunakan yakni validasi prospektif, validasi konkuren dan validasi retrospektif (BPOM, 2012). Validasi retrospektif hanya dapat dilakukan untuk proses yang sudah mapan, namun tidak berlaku jika terjadi perubahan formula produk, prosedur pembuatan atau peralatan. Pada umumnya diperlukan data dari 10 sampai 30 bets berurutan untuk menilai konsistensi prosesnya. Bets yang dipilih untuk validasi retrospektif hendaklah mewakili seluruh bets yang dibuat selama periode pengamatan termasuk yang tidak memenuhi spesifikasi (BPOM, 2012). Validasi retrospektif terhadap produk farmasi dapat dilakukan dengan pendekatan statistika misalnya metode statistical process control (SPC). SPC merupakan metode statistika yang dapat menggambarkan kapabilitas proses dengan baik. Melalui pendekatan statistika akan didapatkan suatu tren yang berguna sebagai acuan dalam menelusuri penyebab masalah, mengkaji masalah tersebut dan membuat keputusan. Hasil dari validasi retrospektif adalah laporan validasi retrospektif yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pengkajian permasalahan dan pengambilan keputusan. Apoteker sebagai penanggung jawab dalam bidang produksi, pemastian mutu serta pengendalian mutu memerlukan validasi retrospektif untuk membuktikan bahwa produk yang dihasilkan selalu memenuhi persyaratan. Hal ini disebabkan karena jumlah sampel produk yang diuji tidak cukup mewakili
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
3
keseluruhan produk yang dihasilkan. Untuk itu, diperlukan penilaian konsistensi proses yang telah dilakukan dan tren pengujian produk sehingga apoteker dapat memiliki keyakinan bahwa produk yang dihasilkan selalu memenuhi persyaratan.
1.2
Tujuan Tujuan tugas khusus ini adalah :
a.
Mengetahui format laporan validasi retrospektif sediaan kapsul dan tablet.
b.
Memahami penerapan metode statistical process control (SPC) pada validasi retrospektif.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Validasi Validasi adalah tindakan pembuktian bahwa suatu proses akan mencapai
hasil yang sesuai spesifikasi dan persyaratan. Tujuan dari validasi adalah mendapatkan bukti terdokumentasi yang menjamin bahwa suatu proses spesifik akan menghasilkan produk dengan spesifikasi mutu yang ditetapkan secara konsisten. Proses yang dikatakan telah tervalidasi adalah proses yang telah dibuktikan berfungsi sesuai harapan (BPOM, 2012). Terdapat tiga macam validasi yaitu validasi proses, validasi pembersihan dan validasi metode analisis. Validasi proses dapat dilakukan ketika proses kualifikasi dan kalibrasi telah diterapkan dengan baik. Rangkaian proses kualifikasi terdiri atas kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional, kualifikasi proses (BPOM, 2012). Pengendalian perubahan juga menjadi salah satu aspek validasi. Aspek ini merupakan prosedur tertulis yang merinci langkah yang diambil jika ada usul perubahan pada aspek tertentu yang berpengaruh pada mutu dan reprodusibilitas proses. Semua perubahan yang dapat mempengaruhi mutu produk atau reprodusibilitas proses dievaluasi, termasuk analisis risiko dan ditentukan kebutuhan dan cakupan untuk melakukan kualifikasi dan validasi ulang (revalidasi) (BPOM, 2012).
2.2
Validasi Proses Validasi proses adalah pembuktian yang didokumentasikan bahwa proses
yang dilakukan dalam parameter yang ditetapkan dapat bekerja secara efektif dan memberi hasil yang dapat terulang untuk menghasilkan produk jadi yang memenuhi spesifikasi atau atribut mutu yang telah ditetapkan sebelumnya (BPOM, 2012). Titik awal dalam melakukan validasi proses adalah adanya dokumen protokol validasi proses. Protokol validasi proses adalah dokumen yang menguraikan metode kegiatan yang akan dilaksanakan dalam rangka validasi suatu sistem atau proses, termasuk metode pengujian dan kriteria penerimaan atas
4
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
5
hasil validasi. Pada umumnya validasi proses dilakukan sebelum produk dipasarkan (validasi prospektif), selama proses produksi rutin dilakukan (validasi konkuren) dan sesudah proses dijalankan (validasi retrospektif) (BPOM, 2012). a.
Validasi prospektif adalah validasi yang dilakukan dan selesai sebelum produk diedarkan berlaku untuk produk baru, produk yang mengalami modifikasi proses produksinya dimana perubahannya dapat berdampak pada karakteristik produk tersebut. Validasi prospektif dilakukan pada tiga bets produksi berurutan (BPOM, 2009).
b.
Validasi konkuren adalah validasi yang dilakukan terhadap produk yang diproduksi secara rutin dan sudah diedarkan atau untuk produk yang diproduksi sekali-kali. Pada validasi konkuren bets dapat diluluskan berdasarkan hasil serangkaian uji pengawasan mutu yang intensif, pengkajian kondisi pembuatan dan persetujuan dari pengawasan mutu (BPOM, 2009).
c.
Validasi retrospektif adalah validasi dari suatu proses untuk suatu produk yang telah dipasarkan berdasarkan akumulasi data produksi, pengujian bets dan pengendalian bets. Validasi retrospektif hendaklah mencakup analisis tren dengan menggunakan diagram kontrol dari riwayat pembuatan dan pengendalian mutu. Dilakukan evaluasi terhadap 10-30 bets produksi yang dibuat dengan menggunakan proses yang sama untuk menunjukkan proses pembuatan terkendali dan handal. Penentuan kehandalah proses dapat diterima sebagai suatu metode statistik untuk menganalisis pengendalian proses (BPOM, 2009). Fasilitas, sistem dan peralatan yang digunakan telah terkualifikasi dan metode analisis hendaklah divalidasi. Personil yang melakukan validasi mendapat pelatihan yang sesuai. Fasilitas, sistem, peralatan dan proses dievaluasi secara berkala untuk verifikasi bahwa fasilitas, peralatan dan proses tersebut masih bekerja dengan baik (BPOM, 2012).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
6
2.2.1 Validasi Retrospektif Validasi retrospektif hanya dapat dilakukan untuk proses yang sudah mapan, namun tidak berlaku jika terjadi perubahan formula produk, prosedur pembuatan atau peralatan. Validasi proses didasarkan atas riwayat produk. Tahap validasi membutuhkan pembuatan protokol khusus dan laporan hasil kajian data untuk mengambil kesimpulan dan memberikan rekomendasi. Sumber data mencakup, tetapi tidak terbatas pada catatan pengolahan bets, catatan pengemasan bets, rekaman pengawasan proses, buku log perawatan alat, catatan penggantian personil, studi kapabilitas proses, data produk jadi termasuk catatan data tren hasil uji stabilitas. Bets yang dipilih untuk validasi retrospektif hendaklah mewakili seluruh bets yang dibuat selama periode pengamatan, termasuk yang tidak memenuhi spesifikasi, dan hendaklah dalam jumlah yang cukup untuk menunjukkan konsistensi proses. Pengujian tambahan sampel pertinggal mungkin perlu untuk mendapatkan jumlah atau jenis data yang dibutuhkan untuk melakukan proses validasi retrospektif. Pada umumnya, validasi retrospektif memerlukan data dari 10 sampai 30 bets berurutan untuk menilai konsistensi proses, tetapi jumlah bets yang lebih sedikit dimungkinkan bila dapat dijustifikasi (BPOM, 2012).
2.3
Catatan Pengolahan Bets Catatan pengolahan bets tersedia untuk setiap bets yang diolah. Dokumen
ini hendaklah dibuat berdasarkan bagian relevan dari prosedur pengolahan induk yang berlaku. Metode pembuatan catatan ini didesain untuk menghindarkan kesalahan transkripsi. Catatan hendaklah mencantumkan nomor bets yang sedang dibuat. Sebelum suatu proses dimulai, hendaklah dilakukan pemeriksaan yang dicatat, bahwa peralatan dan tempat kerja telah bebas dari produk dan dokumen sebelumnya atau bahan yang tidak diperlukan untuk pengolahan yang direncanakan, serta peralatan bersih dan sesuai untuk penggunaannya. Selama pengolahan, informasi sebagai berikut hendaklah dicatat pada saat tiap tindakan dilakukan dan secara lengkap hendaklah catatan diberi tanggal dan ditandatangani
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
7
dengan persetujuan dari personil yang bertanggung jawab untuk kegiatan pengolahan (BPOM, 2012): a.
Nama produk.
b.
Tanggal dan waktu permulaan, dari tahap antara yang signifikan dan dari penyelesaian pengolahan.
c.
Nama personil yang bertanggung jawab untuk tiap tahap proses.
d.
Paraf operator untuk berbagai langkah pengolahan yang signifikan dan dimana perlu paraf personil yang memeriksa tiap kegiatan ini.
e.
Nomor bets dan/atau nomor kontrol analisis dan jumlah nyata tiap bahan awal yang ditimbang atau diukur.
f.
Semua kegiatan pengolahan atau kejadian yang relevan dan peralatan utama yang digunakan.
g.
Catatan pengawasan selama proses dan paraf personil yang melaksanakan serta hasil yang diperoleh.
h.
Jumlah hasil produk yang diperoleh dari tahap pengolahan berbeda dan penting.
i.
Catatan mengenai masalah khusus yang terjadi termasuk uraiannya dengan tanda tangan pengesahan untuk segala penyimpangan terhadap prosedur pengolahan induk.
2.4
Pengawasan Selama Proses Pengawasan selama proses adalah pemeriksaan dan pengujian yang
ditetapkan dan dilakasanakan selama proses pembuatan produk, termasuk pemeriksaan dan pengujian terhadap lingkungan dan peralatan. Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian manajemen mutu dan hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi karakteristik produk selama proses berjalan (BPOM, 2012).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
8
Prosedur tertulis untuk pengawasan selama proses dipatuhi. Proses tersebut menjelaskan titik pengambilan sampel, frekuensi pengambilan sampel, jumlah sampel yang diambil, spesifikasi yang harus diperiksa dan batas penerimaan untuk setiap spesifikasi (BPOM, 2006). Di samping itu, pengawasan selama proses hendaklah mencakup, tapi tidak terbatas pada prosedur umum sebagai berikut: a.
Semua parameter produk, volume, atau jumlah isi produk diperiksa pada saat awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan dan
b.
Kemasan akhir hendaklah diperiksa selama proses pengemasan dengan selang waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan spesifikasi dan memastikan semua komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam prosedur pengemasan induk. Selama proses pengolahan dan pengemasan bets diambil sampel awal,
tengah dan akhir proses oleh personil yang ditunjuk. Hasil pengujian selama proses dicatat dan dokumen tersebut menjadi bagian dari catatan bets. Spesifikasi pengawasan selama proses konsisten dengan spesifikasi produk. Spesifikasi tersebut berasal dari hasil rata-rata proses sebelumnya yang diterima dan bila mungkin dari hasil estimasi variasi proses dan ditentukan dengan menggunakan metode analisis yang cocok (BPOM, 2012).
2.5
Statistical Process Control (SPC) Statistical Process Control adalah suatu metode pengendalian proses
dengan menggunakan data dan teknik statistik dalam pengambilan keputusan. Menerapkan SPC berarti melakukan pengendalian di setiap tahapan proses dengan menggunakan data sebagai dasar pengambilan keputusan/pengendalian. Manfaat dari SPC antara lain : a.
Meminimalkan variasi yang muncul di dalam proses.
b.
Mengurangi biaya karena kecacatan produk melalui kegiatan kontrol di setiap proses.
c.
Meningkatkan produktivitas (menekan angka kecacatan dan pengerjaan ulang).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
9
d.
Meningkatkan keterampilan karyawan dalam mengendalikan proses. Tujuan dari SPC adalah mengurangi biaya yang dikeluarkan perusahaan
karena adanya defek atau cacat pada produk yang dihasilkan dan menjamin bahwa produk yang dihasilkan konsisten. Untuk mengurangi biaya total karena pemenuhan kualitas, pengawasan harus diletakkan pada titik produksi, kualitas tidak dapat ditentukan hanya berdasarkan inspeksi pada produk setelah diproduksi. Biaya perbaikan akan semakin besar apabila semakin lama diketahui kecacatan pada produk. SPC bukan hanya alat tetapi juga sebuah strategi untuk mengurangi variabilitas yang merupakan masalah terhadap kualitas. Pengawasan pada titik kritis penyebab variabilitas tidaklah cukup. Proses harus diperbaiki guna mengurangi variabilitas produk yang dihasilkan (PQM Consultants, 2011).
2.5.1 Diagram Kontrol (PQM Consultants, 2011) Diagram kontrol adalah suatu grafik garis yang mencantumkan garis – garis kontrol sebagai dasar pengendalian proses untuk menunjukkan apakah proses dalam keadaan terkontrol atau tidak. Diagram kontrol ini digunakan untuk memonitor variasi hasil pengukuran parameter proses. Selain itu, dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi penyimpangan dini dan mengambil tindakan sebelum proses out of control. Garis kontrol adalah garis yang menunjukkan dispersi/penyebaran data dan memberitahu apakah situasi abnormal terjadi dalam produksi, sehingga dapat segera mengambil tindakan yang tepat. Ada 3 macam garis kontrol, yaitu: a.
UCL (Upper Control Limit) atau garis/batas kontrol atas.
b.
LCL (Lower Control Limit) atau garis/batas bawah.
c.
CL (Central Line) atau garis tengah.
Selain garis kontrol, ada pula garis spesifikasi atau biasa disebut dengan rentang penerimaan. Perbedaan diantara keduanya adalah garis kontrol merupakan garis batas
yang
menggambarkan
kemampuan
berdasarkan
pengalaman
dan
kemampuan teknik, sedangkan garis spesifikasi adalah batas-batas yang ditentukan oleh konsumen atau target yang harus dicapai oleh suatu produk. Walaupun proses menunjukkan keadaan terkontrol, harus diperhatikan juga
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
10
apakah proses sesuai dengan garis spesifikasi. Garis spesifikasi terdiri dari 2 macam, yaitu: a.
USL (Upper Spesification Limit) atau garis spesifikasi atas.
b.
LSL (Lower Spesification Limit) atau garis spesifikasi bawah.
2.5.2 Analisa Kapabilitas Proses (PQM Consultants, 2011) Analisa Kapabilitas Proses adalah suatu analisa untuk memprediksi seberapa konsisten proses memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Proses dikatakan ‘capable’ jika mampu menghasilkan hampir 100% output yang sesuai spesifikasi dan sesuai target atau variabilitas prosesnya memenuhi spesifikasi dan rata-rata proses sesuai target. Proses ‘tidak capable’ jika ditemui variabilitas prosesnya tidak sesuai dengan spesifikasi atau rata-rata prosesnya tidak sesuai target. Untuk mengetahui seberapa baik proses memenuhi spesifikasi, ada dua capability index yang digunakan, yaitu: a.
Potential Capability Index (Cp) Potentian capability index merupakan ukuran kapabilitas yang dihitung tanpa mempertimbangkan nilai rata – rata data yang digunakan. Cp dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : Cp = USL – LSL 6δ
b.
Real Capability Index (Cpk) Real capability index merupakan ukuran kapabilitas yang dihitung dengan mempertimbangkan nilai rata – rata data yang digunakan. Cpk dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : Cpk = Min (USL-CL , CL-LSL) 3δ 3δ
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
11
Langkah-langkah dalam melakukan analisis kapabilitas proses adalah: a.
Menetapkan parameter yang akan dianalisis misalnya kadar air granul, suhu pengeringan, pH dan sebagainya.
b.
Mengumpulkan data untuk setiap parameter yang akan dianalisis.
c.
Membuat diagram kontrol yang sesuai kemudian dilakukan analisis apakah data dalam keadaan terkontrol (berada dalam rentang penerimaan). Proses yang tidak stabil tidak dapat digunakan untuk memprediksi kemantapan proses (process consistency).
d.
Menganalisis distribusi data. Data harus terdistribusi normal agar dapat digunakan untuk memprediksi kemantapan proses.
e.
Menghitung Cp dan Cpk.
f.
Analisis kapabilitas proses dapat dilakukan secara periodik.
g.
Interpretasi nilai real capability process (Cpk) 1)
Nilai Cpk lebih besar dari 1.3 artinya apabila terjadi peningkatan variasi di masa mendatang kecil kemungkinannya menyimpang dari spesifikasi (proses lebih murah dan lebih produktif).
2)
Nilai Cpk terletak anatara 1.1 dan 1.3 artinya proses berada pada kondisi ideal, variasi yang terjadi masih berada dalam batas yang dapat diterima.
3)
Nilai Cpk terletak antara 1.0 dan 1.1 artinya perubahan sedikit saja terhadap
proses
produksi
dapat
mengakibatkan
munculnya
penyimpangan. 4)
Nilai Cpk terletak antara 0.9 dan 1.0 artinya terjadi penyimpangan terhadap produk kadang kala muncul, proses harus diperiksa lebih ketat untuk mengeliminasi cacat/penyimpangan.
5)
Nilai Cpk kurang dari 0.9 artinya produk cacat/menyimpang terjadi secara teratur, proses tidak terkontrol harus diperiksa bagaimana proses kerja, atau desain spesifikasi perlu ditinjau ulang.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN
3.1
Waktu dan Tempat Pengkajian Pengkajian dilakukan di PT. Dexa Medica Palembang yang dilakukan
pada tanggal 2 April – 31 Mei 2013.
3.2
Metode Pengkajian Pengkajian dilakukan dengan metode observasi dan praktik kerja.
Observasi dilakukan dengan cara melakukan studi pustaka terkait validasi retrospektif dan statistical process control. Observasi dilanjutkan dengan mempelajari laporan validasi terdahulu, termasuk didalamnya pembahasan terkait masalah yang terjadi dan rekomendasi yang diberikan. Praktik kerja dilakukan dengan membuat laporan validasi 3 jenis produk yang diproduksi oleh PT Dexa Medica Palembang. Data – data dari pengujian yang dilakukan pada beberapa bets produk dikumpulkan dan direkapitulasi. Selanjutnya, data – data tersebut diolah dengan statistical process control dan dibuat grafik/tren proses serta dihitung nilai kapabilitas prosesnya.
12
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1
Format Laporan Validasi Retrospektif Laporan validasi retrospektif meliputi:
a.
Tujuan validasi retrospektif. Tujuan dari validasi retrospektif adalah untuk membuktikan dan memastikan bahwa proses pembuatan sediaan kapsul dan tablet akan menghasilkan produk yang secara konsisten memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.
b.
Ruang lingkup. Ruang lingkup laporan validasi retrospektif mencakup identitas produk yang divalidasi serta tanggal efektif produk tersebut.
c.
Referensi. Bagian referensi berisi daftar dokumen yang terkait dengan proses pembuatan sediaan misalnya work instruction mengenai pembuatan protokol dan laporan validasi proses, SOP mengenai validasi proses dan lain-lain.
d.
Tinjauan. Bagian ini mencakup jumlah bets yang ditinjau, besar bets, dafar pemasok bahan baku dan bahan pengemas, status validasi terhadap peralatan, fasilitas dan metode analisis serta pendekatan yang dilakukan pada validasi proses.
e.
Formula. Bagian formula berisi bahan baku yang digunakan pada pembuatan sediaan kapsul dan tablet, baik bahan aktif, bahan tambahan serta bahan pengemas. Pada setiap bahan, dicantumkan pula data jumlah per sediaan, jumlah per bets serta fungsi dari bahan tersebut.
f.
Hasil dan pembahasan. Bagian hasil dan pembahasan pada laporan validasi retrospektif sediaan kapsul dan tablet mencakup sifat granul dari setiap bets yang ditinjau
13
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
14
sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan, pemerian kapsul atau tablet dari setiap bets yang ditinjau, pengujian produk jadi dan pembahasan terhadap data statistik dari tiap parameter yang diperiksa. Hasil dan pembahasan juga dilengkapi dengan grafik kontrol dan tabel data. g.
Kesimpulan. Bagian kesimpulan berisikan pernyataan bahwa hasil validasi retrospektif adalah valid untuk proses produksi kapsul dan tablet.
h.
Rekomendasi. Rekomendasi merupakan saran terhadap perubahan atau perbaikan proses, spesifikasi atau pengujian agar dapat menghasilkan produk yang lebih baik.
i.
Daftar lampiran. Daftar lampiran merupakan kumpulan dari lampiran data atau grafik yang berhubungan dengan laporan validasi retrospektif.
4.2
Parameter Analisis Sediaan Kapsul Validasi proses dilakukan pada parameter-parameter kritis pada produksi
kapsul. Parameter analisis yang ditinjau terhadap sediaan kapsul mencakup: a.
Susut pengeringan (Loss on Drying) fasa luar. LOD fasa luar merupakan susut pengeringan dari granul yang terdiri dari zat aktif dan zat tambahan lain dan siap untuk diisikan ke cangkang kapsul.
b.
Laju alir granul. Pengawasan terhadap laju alir granul merupakan hal yang penting terutama pada proses pengisian kapsul agar didapatkan kapsul dengan bobot yang sesuai dan seragam. Pengujian ini dilakukan dengan cara melewatkan granul melalui lubang dengan ukuran tertentu.
c.
Bobot kapsul. Pengawasan terhadap keseragaman bobot penting dilakukan karena menyangkut keseragaman dosis obat.
d.
Waktu hancur. Pengawasan terhadap waktu hancur kapsul penting dilakukan untuk memastikan bahwa kapsul dapat hancur dalam waktu yang ditetapkan sehingga zat aktif obat dapat diserap oleh tubuh.
e.
Perhitungan kontaminasi total mikroba dan jamur. Pengawasan terhadap perhitungan kontaminasi total mikroba dan jamur penting dilakukan untuk
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
15
menilai kebersihan mesin, lingkungan, dan personalia selama proses produksi. f.
Pengujian bakteri patogen. Pengawasan terhadap pengujian bakteri patogen penting dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada bakteri patogen, misalnya Escherichia coli, Salmonella sp, Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus yang tumbuh pada sediaan.
g.
Pengujian logam berat. Pengawasan terhadap pengujian logam berat penting dilakukan untuk memastikan bahwa kandungan logam berat yang terdapat pada sediaan kapsul selalu berada dibawah ambang batas yang telah ditetapkan. Hal ini erat kaitannya dengan keselamatan pasien yang mengkonsumsi kapsul tersebut.
4.3
Parameter Analisis Sediaan Tablet Validasi proses dilakukan pada parameter-parameter kritis pada produksi
tablet. Parameter analisis yang ditinjau terhadap sediaan tablet mencakup: a.
Susut pengeringan (Loss on Drying) fase luar. LOD fasa dalam merupakan susut pengeringan dari granul yang terdiri atas bahan aktif obat, bahan pengikat (binder), bahan penghancur fase dalam (disintegran), bahan pewarna (bila ada) yang belum diberikan bahan pelincir.
b.
Laju alir granul. Pengawasan terhadap laju alir granul merupakan hal yang penting terutama pada proses pencetakan agar didapatkan tablet dengan bobot yang sesuai dan seragam. Pengujian ini dilakukan dengan cara melewatkan granul melalui lubang dengan ukuran tertentu.
c.
Bobot tablet. Pengawasan terhadap keseragaman bobot penting dilakukan karena menyangkut keseragaman dosis obat.
d.
Tebal tablet. Pengawasan terhadap tebal tablet penting dilakukan untuk mencegah terjadinya masalah saat proses pengemasan.
e.
Kekerasan tablet. Parameter kekerasan tablet perlu diperiksa untuk menilai bahwa tablet tidak mudah pecah selama proses distribusi namun tetap dapat hancur dengan mudah ketika dikonsumsi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
16
f.
Waktu hancur. Pengawasan terhadap waktu hancur tablet penting dilakukan untuk memastikan bahwa tablet dapat hancur dalam waktu yang ditetapkan sehingga zat aktif obat dapat diserap oleh tubuh.
g.
Keregasan. Pengawasan terhadap keregasan tablet penting dilakukan untuk menilai ketahanan produk terhadap benturan yang mungkin akan dialami selama proses distribusi.
h.
Keseragaman sediaan. Terdapat dua metode yang dapat digunakan dalam menentukan keseragaman sediaan yaitu metode keragaman bobot (weight variation) atau metode keseragaman kandungan (content uniformity). Metode keragaman bobot digunakan untuk sediaan-sediaan yang memiliki bobot lebih besar dari 25 mg dan memiliki kandungan zat aktif lebih dari 25% bobot sediaan. Batas variasi yang dipersyaratkan dalam keseragaman sediaan adalah 15% dinyatakan dalam nilai penerimaan (acceptable value).
i.
Kadar. Kadar zat aktif obat mutlak harus memenuhi persyaratan agar menghasilkan
obat
yang berkhasiat
dan
memenuhi
persyaratan.
Pengawasan terhadap kadar obat penting dilakukan agar menghasilkan kadar obat yang seragam, konsisten dan berada dalam rentang penerimaan. j.
Laju disolusi obat. Laju disolusi obat erat kaitannya dengan bioaviabilitas obat dalam darah. Spesifikasi laju disolusi obat ditentukan oleh monografi masing-masing sediaan obat.
4.4
Penerapan Metode Statistical Process Control (SPC) pada Validasi Retrospektif Penggunaan SPC pada validasi retrospektif sangat membantu dalam
menjaga kualitas produk yang dihasilkan. SPC dapat diterapkan hampir pada semua parameter yang diawasi selama proses produksi. Indikasi adanya penyimpangan dan kesalahan kerja dapat terdeteksi dengan cepat. SPC juga dapat digunakan untuk menentukan konsistensi proses di masa yang akan datang sehingga memberikan keyakinan bagi manajemen dalam melaksanakan produksi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
17
Statistical process control sebagai salah satu alat untuk mengolah data yang memiliki lingkup penerapan luas, dapat memberikan banyak manfaat bagi berbagai pihak yang terkait dengan proses produksi. Manajemen dapat mengetahui kemungkinan – kemungkinan terjadinya penyimpangan sehingga dapat membuat suatu kebijakan dengan tepat sebelum penimpangan tersebut terjadi. Personalia yang terjun langsung pada proses pun juga dapat mengerti halhal yang harus diperhatikan selama melakukan proses produksi. Kelemahan dalam penerapan SPC pada validasi retrospektif adalah data yang diperlukan cukup besar untuk dapat menggambarkan kapabilitas proses dengan baik. Hal ini tentu saja menjadi permasalahan bagi produk yang jarang diproduksi. Jumlah data yang terlalu kecil menghasilkan grafik/tren yang kurang baik sehingga sulit untuk menilai kapabilitas proses di masa yang akan datang.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
BAB 5 KESIMPULAN
5.1
Kesimpulan Berdasarkan pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
a.
Format laporan validasi retrospektif terdiri dari tujuan, ruang lingkup, referensi, tinjauan, formula obat, hasil dan pembahasan, kesimpulan, rekomendasi dan daftar lampiran.
b.
Metode statistical process control digunakan pada validasi retrospektif untuk menilai kapabilitas proses produksi dengan catatan data yang digunakan cukup banyak agar dapat memberikan tren yang baik.
5.2
Saran
a.
Selain digunakan pada validasi retrospektif, statistical process control juga dapat digunakan untuk menilai proses lainnya, misalnya validasi kebersihan.
b.
Pelatihan metode statistical process control sebaiknya diberikan kepada personalia yang terkait proses produksi dan pemastian mutu agar dapat diterapkan dengan lebih optimal.
18
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
19
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012). Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan POM RI. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2009). Pedoman Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan POM RI. Productivity and Quality Management Consultants. Pelatihan Statistical Process Control. Disampaikan dalam pelatihan dua hari. Hotel Aryaduta. Jakarta 23-24 Maret 2011.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013