UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JL. BALAI PUSTAKA TIMUR NO. 11 JAKARTA TIMUR PERIODE 16 SEPTEMBER - 25 OKTOBER 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
YULI YULFRIDA, S.Farm 1206330255
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JL. BALAI PUSTAKA TIMUR NO. 11 JAKARTA TIMUR PERIODE 16 SEPTEMBER - 25 OKTOBER 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
YULI YULFRIDA, S.Farm. 1206330255
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 ii
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Yuli Yulfiida, S.Farm
Nama
:
NPM
:1206330255
Tanda Tangan
: 10 Januari 2014
Tanggal
1V
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Rini. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan guna menyelesaikan pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Pada penulisan laporan ini, penulis tidak terlepas dari bimbingan, arahan, bantuan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
Ny. Murdiana Baskoro selaku Pemilik Sarana Apotek yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan PKPA di Apotek Rini.
2.
Meta Pramana, S.Si, Apt., selaku pembimbing PKPA yang telah membimbing dan memberikan bantuan kepada penulis selama PKPA berlangsung.
3.
Drs. Umar Mansur, M.Sc., selaku Apoteker Pengelola Apotek Rini yang telah memberikan kesempatan melaksanakan PKPA di Apotek Rini.
4.
Seluruh karyawan Apotek Rini yang telah menerima dan membantu penulis selama melaksanakan kegiatan PKPA di Apotek Rini.
5.
Dr. Mahdi Jufri, M.Si, Apt., selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
6.
Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S, Apt., selaku PJ.S Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia sampai dengan tanggal 20 Desember 2013.
7.
Dr. Harmita, Apt., selaku ketua Program Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
8.
Drs. Jahja Atmaja, Apt. selaku pembimbing PKPA dari Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah membantu dan memberikan bimbingan, serta arahan selama PKPA berlangsung dan dalam penyusunan laporan ini.
9.
Seluruh staf pengajar dan tata usaha Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
10. Orang tua dan adik-adik penulis, suami dan putri yang selalu memberikan doa, serta dukungan dan semangat kepada penulis. v
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
11. Seluruh teman-teman mahasiswa Apoteker angkatan 77 yang telah berjuang bersama dalam menyelesaikan studi di Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia. 12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu secara langsung ataupun tidak langsung dalam penulisan laporan ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pihak yang membaca. Penulis memohon maaf apabila ada kesalahan-kesalahan dalam laporan ini. Penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama menjalani PKPA yang dituangkan dalam laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Penulis
2014
vi
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesi4 saya yang bertanda tangan dibawah ini
:
Nama
Yuli Yulfrida, S.Farm
NPM
1206330255
Pro$am Studi
Apoteker
Fakultas
Farmasi
Jenis karya
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia
Hak Bebas Royalti None}sldasif {Non-*clusive
RoyallyFree Righl) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JL.BALAI PUSTAKA TIMUR NO.ll JAKARTA TIMUR PERIODE 16 SEPTEMBER - 25 OKTOBER 2013
beserta perangkat yang ada (bila diperlukan) dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif
ini
Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih
media.formatkan, mengelola dalam bentuk basis data, merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenamya.
Dibuat
di
:
Pada Tanggal :
Depok
l0 Januari 2014
(Yuli Yulfrida, S.Farm.)
vii
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
ABSTRAK
Nama NPM Program Studi Judul
: : : :
Yuli Yulfrida, S.Farm 1206330255 Profesi Apoteker Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Rini Jl.Balai Pustaka Timur No.11 Jakarta Timur Periode 16 September – 25 Oktober 2013
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Rini bertujuan untuk mengetahui kegiatan-kegiatan di apotek secara umum sebagai bekal untuk menghadapi dunia kerja apotek, serta mengetahui dan memahami fungsi dan tugas profesi apoteker di apotek dalam melakukan kegiatan teknis dan non teknis kefarmasian. Sedangkan tujuan dari tugas khusus adalah untuk mengetahui jumlah total dan persentase peresepan yang mengandung ezetimibe pada periode bulan Juli 2013 di Apotek Rini, serta mengkaji peresepan tersebut dari sisi kerasionalan resep.
Kata kunci
: Apotek Rini, kegiatan teknis dan non teknis kefarmasian, kajian peresepan, ezetimibe Tugas umum : xiii + 62 halaman; 8 gambar; 12 lampiran Tugas khusus : iv + 21 halaman; 5 tabel Daftar acuan tugas umum : 10 (1978-2009) Daftar acuan tugas khusus : 8 (1998-2013)
viii Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
ABSTRACT
Name NPM Study Program Title
: : : :
Yuli Yulfrida, S.Farm 1206330255 Pharmacist Pharmacist Fieldwork Report in Apotek Rini at Balai Pustaka Timur Road No.11 East Jakarta Period of September 16th to October 25th 2013
Pharmacist fieldwork in Apotek Rini aims to determine the general activities in pharmacies as a preparation for the world of pharmacies work, and to know and understand the functions and duties of the pharmacist in the conduct of technical and non-technical pharmaceutical activities. While the purpose of the special task is to determine the total number and percentage of prescriptions containing ezetimibe in the period July 2013 in Apotek Rini, and review the terms of rational prescribing prescription.
Keywords
: Apotek Rini, technical and non-technical pharmaceutical activities, medical review, ezetimibe. Common tasks : xii + 62 pages; 8 images; 12 appendixes Special task : iv + 21 pages, 5 tables Common tasks references : 10 (1978-2009) Special task references : 8 (1998-2013)
ix Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Apotek adalah suatu tempat tertentu,, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (PERMENKES No.1332/MENKES/SK/X/2002). Sedangkan yang dimaksud dengan perbekalan farmasi adalah bahan obat, obat asli Indonesia (obat tradisional), bahan obat asli Indonesia (bahan obat tradisional), alat kesehatan dan kosmetik. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 menyebutkan bahwa apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker, mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasiaan di Indonesia sebagai apoteker. Dalam melaksanakan pekerjaannya, apoteker memiliki 3 fungsi di apotek, yaitu fungsi pengabdian profesi, fungsi administratif, dan fungsi kewirausahaan. Salah satu fungsi pengabdian profesi yang dijalankan di apotek oleh apoteker adalah pelaksanaan pelayanan kefarmasian. Menurut Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 dalam bab 1, menerangkan tentang pelayanan kefarmasian yang telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien dan mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Sebagai konsekuensi dari perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntun untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Selain menjalankan fungsi pengabdian profesi, apoteker juga melaksanaan fungsi administratif dimana salah satunya adalah memimpin, mengatur, dan mengawasi pekerjaan SDM apotek, baik itu kegiatan teknis kefarmasian atau kegiatan non kefarmasian. Oleh karena itu, maka apoteker harus memiliki 1
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
2
kemampuan dan pengetahuan di bidang manajerial, seperti manajemen keuangan, saran, administrasi, sumber daya manusia, dan operasional. Apotek merupakan suatu bisnis eceran (retail) yang komoditas utamanya terdiri dari perbekalan farmasi (obat dan bahan obat) dan perbekalan kesehatan (alat kesehatan), dimana apotek mengambil keuntungan dari penjualan (profit oriented) yang digunakan untuk mempertahankan kelangsungan usahanya. Dalam mengelola apotek diperlukan kemampuan mengelola bisnis dengan handal agar dapat memberikan keuntungan guna menutup beban biaya operasional dan menjaga kelangsungan hidup apotek tersebut tanpa harus menghilangkan fungsi sosialnya di masyarakat. Oleh karena itu, apoteker tidak hanya berperan sebagai tenaga professional kesehatan, namun dalam melaksanakan fungsi kewirausahaan juga berperan sebagai penanggung jawab dalam menjalankan bisnis apotek. Untuk hal tersebut, maka apoteker harus memiliki kemampuan dan pengetahuan di bidang marketing untuk dapat terus mengembangkan bisnis apoteknya. Sebagai upaya agar para apoteker dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian dengan baik, maka Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia bekerja sama dengan Apotek Rini untuk menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) pada tanggal 16 September - 25 Oktober 2013. PKPA ini dilaksanakan dengan harapan agar calon apoteker dapat memahami peran serta tanggung jawab seorang apoteker di apotek serta dapat meningkatkan pengetahuan, wawasan serta keterampilan dalam pelayanan kefarmasian.
1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang diselenggarakan di Apotek Rini bertujuan untuk : a.
Mengetahui kegiatan-kegiatan di apotek secara umum sebagai bekal untuk menghadapi dunia kerja apotek.
b.
Mengetahui dan memahami fungsi dan tugas profesi apoteker di apotek dalam melakukan kegiatan teknis dan non teknis kefarmasian.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Apotek Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, yang dimaksud dengan apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan dan kosmetika, sedangkan perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009, tentang Pekerjaan Kefarmasian, yang dimaksud dengan pekerjaan kefarmasian adalah meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. Kegiatan
di
apotek
diselenggarakan
oleh
apoteker
yang
telah
mengucapkan sumpah dan telah memperoleh Surat Izin Apotek (SIA). Apoteker menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009, tentang Pekerjaan Kefarmasian adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Surat izin pendirian apotek merupakan surat izin yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerjasama dengan pemilik sarana untuk menyelenggarakan Apotek di suatu tempat tertentu. Sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan, apotek harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahan terjamin.
3
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
4
2.2 Landasan Hukum Apotek Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang diatur dalam: a. Undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. b. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 tentang Perubahan dan Tambahan atas
Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1965 tentang Apotek.
c. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. d. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. e. Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 1990 tentang Masa Bakti Apoteker dan Izin Kerja Apoteker, yang disempurnakan dengan Peraturan Menteri kesehatan No. 184/Menkes/Per/II/1995. f. Undang-Undang Obat Keras (St. 1937 No. 541). g. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. h. Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. i.
Keputusan Menteri Kesehatan RI. No. 1027/MENKES/ SK/ IX/ 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
j.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
2.3 Tugas dan Fungsi Apotek Dalam rangka menunjang pembangunan nasional di bidang kesehatan perlu dikembangkan iklim yang baik mengenai pengelolaan apotek sehingga pemerintah dapat menguasai, mengatur dan mengawasi persediaan, pembuatan, penyimpanan, peredaran dan pemakaian obat dan perbekalan farmasi lainnya. Berdasarkan PP No. 25 Tahun 1980 Pasal 2, tugas dan fungsi apotek adalah: a.
Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
5
b.
Sarana
farmasi
yang
melaksanakan peracikan,
pengubahan
bentuk,
pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat. c.
Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus mendistribusikan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
2.4 Persyaratan Apotek Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 Pasal 6, beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh izin suatu apotek adalah sebagai berikut : a.
Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat dan perlengkapan yang termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
b.
Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.
c.
Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah
apotek adalah: 2.4.1 Lokasi dan Tempat Persyaratan jarak antara apotek tidak lagi dipermasalahkan tetapi tetap mempertimbangkan segi pemerataan dan pelayanan kesehatan, jumlah penduduk, dokter praktek dan sarana pelayanan kesehatan lain.
2.4.2 Bangunan dan Kelengkapan Bangunan apotek harus memenuhi persyaratan teknis sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek serta memelihara mutu perbekalan farmasi. Apotek harus mempunyai papan nama yang terbuat dari bahan yang memadai dan memuat nama apotek, nama Apoteker Pengelola Apotek (APA), nomor SIA, dan alamat apotek. Luas bangunan apotek tidak dipermasalahkan, bangunan apotek terdiri dari ruang tunggu, ruang administrasi, ruang peracikan, ruang penyimpanan obat, dan toilet. Bangunan apotek harus Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
6
dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang cukup, alat pemadam kebakaran yang berfungsi dengan baik, ventilasi, dan sistem sanitasi yang baik.
2.4.2.1 Ruang tunggu Ruang tunggu dibuat senyaman mungkin, bersih, segar, terang, tidak terdapat nyamuk atau serangga sehingga pasien atau konsumen merasa betah dan nyaman menunggu. Beberapa apotek bahkan menyediakan majalah, minuman mineral atau dispenser dan majalah kesehatan ilmiah. Bagian penerimaan resep haruslah dibuat sebaik mungkin, karena berhubungan langsung dengan pelanggan.
2.4.2.2 Ruang peracikan Ruang peracikan sebaiknya diatur agar persediaan dapat dijangkau dengan mudah pada saat persiapan, peracikan, dan pengemasan.
2.4.2.3 Bagian penyerahan obat Untuk pelayanan profesional di apotek, disediakan ruang/tempat khusus untuk menyerahkan obat dan dapat juga digabung dengan ruang konsultasi atau pemberian informasi. Jika tidak bisa dibuat ruang terpisah, dapat juga dilakukan pembatasan dengan menggunakan dinding penyekat, sehingga dapat memberikan atau menyediakan kesempatan berbicara secara pribadi dengan pelanggan atau pasien.
2.4.2.4 Ruang administrasi Ruang administrasi merupakan ruangan yang terpisah dari ruang pelayanan ataupun ruang lainnya. Walaupun tidak terlalu besar, namun disesuaikan dengan kebutuhan kegiatan manajerial. Ruangan ini juga digunakan untuk menerima tamu dari supplier atau industri/pabrik farmasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
7
2.4.3 Perlengkapan Apotek Perlengkapan apotek adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan pengelolaan apotek. Perlengkapan yang harus tersedia di apotek adalah: a.
Alat pembuatan, pengolahan dan peracikan, seperti mortar dan gelas ukur.
b.
Perlengkapan dan alat penyimpanan perbekalan farmasi seperti lemari obat dan lemari pendingin.
c.
Wadah pengemas dan pembungkus seperti etiket dan plastik pengemas.
d.
Tempat penyimpanan khusus narkotika, psikotropik dan bahan beracun.
e.
Alat dan perlengkapan laboratorium untuk pengujian sederhana seperti erlenmeyer dan gelas ukur.
f.
Alat administrasi seperti blanko pesanan obat, faktur dan kwitansi.
g.
Buku standar yang diwajibkan antara lain ISO dan Farmakope Indonesia edisi terbaru.
2.5 Tata Cara Perizinan Apotek Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 4 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 mengenai Tata Cara Pemberian Izin Apotek menerangkan bahwa Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri Kesehatan RI kepada apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA) untuk membuka apotek di tempat tertentu. Izin apotek diberikan oleh Menteri yang melimpahkan wewenangnya kepada Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota. Pelaksanaan pemberian
izin,
pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin dilaporkan setahun sekali oleh Kepala Dinas Kesehatan kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1332/MENKES/SK/X/2002 Pasal 7 dan 9 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 mengenai Tata Cara Pemberian Izin Apotek adalah sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
8
a.
Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir model APT-1.
b.
Dengan
menggunakan
Formulir
APT-2
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan. c.
Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh formulir APT-3.
d.
Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (b) dan (c) tidak dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat
dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan
menggunakan contoh formulir model APT-4. e.
Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (c) atau pernyataan yang dimaksud ayat (d) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan SIA dengan menggunakan contoh formulir model APT-5.
f.
Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud ayat (c) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh formulir model APT-6.
g.
Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (f), Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat Penundaan.
h.
Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan APA dan atau persyaratan apotek atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
9
jangka waktu selambat-lambatnya (12) dua belas hari kerja wajib mengeluarkan
Surat
penolakan
disertai
dengan
alasannya
dengan
menggunakan contoh formulir model APT-7
2.6 Personalia Apotek Apoteker adalah tenaga profesi yang memiliki dasar pendidikan serta keterampilan di bidang farmasi dan diberi wewenang serta tanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Apoteker Pengelola Apotek (APA), yaitu Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA). Untuk mendukung kegiatan di apotek apabila apotek yang dikelola cukup besar dan padat diperlukan tenaga kerja lain seperti Asisten Apoteker, Juru Resep, Kasir dan Pegawai Tata Usaha. Untuk melaksanakan kegiatannya dengan baik maka apotek harus didukung oleh tenaga kerja dengan jumlah dan kualifikasi yang memadai. Tenaga kerja yang idealnya ada pada suatu apotek adalah sebagai berikut: a.
Apoteker Pengelola Apotek, yaitu apoteker yang telah diberi izin oleh Menteri Kesehatan untuk mengelola apotek di tempat tertentu.
b.
Apoteker Pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek disamping APA dan atau menggantikan pada jam tertentu pada hari buka praktek.
c.
Apoteker Pengganti yaitu Apoteker yang menggantikan APA selama APA tersebut tidak ada ditempat lebih dari tiga bulan berturut-turut, telah memilliki Surat Izin Kerja dan tidak bertindak sebagai APA di tempat lain.
d.
Asisten Apoteker, yaitu mereka yang berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai asisten apoteker.
e.
Juru resep, yaitu petugas yang membantu pekerjaan Asisten Apoteker.
f.
Kasir, yaitu petugas yang mencatat penerimaan dan pengeluaran uang yang dilengkapi dengan kwitansi, nota, tanda setoran, dan lain-lain.
g.
Pegawai tata usaha, yaitu petugas yang melakukan administrasi apotek dan kemudian membuat laporan, baik laporan pembelian, penyimpanan, penjualan maupun keuangan apotek.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
10
2.7 Apoteker Pengelola Apotek (APA) Sebelum melaksanakan kegiatannya, Apoteker Pengelola Apotek (APA) wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA) yang berlaku untuk seterusnya selama apotek masih aktif melakukan kegiatan dan APA dapat melakukan pekerjaannya serta masih memenuhi persyaratan. Sesuai dengan Permenkes RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 pasal 5 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, APA harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a.
Ijazah telah terdaftar pada Departemen Kesehatan.
b.
Telah mengucapkan sumpah atau janji Apoteker.
c.
Memiliki Surat Izin Kerja dari Menteri Kesehatan.
d.
Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai apoteker.
e.
Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MENKES/SK/X/2002
Pasal 19 disebutkan mengenai ketentuan beberapa pelimpahan tanggung jawab pengelola apotek: a.
Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, APA harus menunjuk Apoteker Pendamping. Apoteker Pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di samping Apoteker Pengelola Apotek dan/atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek.
b.
Apabila APA dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk Apoteker Pengganti. Apoteker Pengganti yaitu apoteker yang menggantikan APA selama APA tersebut tidak berada di tempat lebih dari 3 (tiga) bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di apotek lain.
c.
Penunjukkan dimaksud dalam ayat (a) dan (b) harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat dengan menggunakan contoh formulir model APT-9.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
11
d.
Apoteker Pendamping dan Apoteker Pengganti wajib memenuhi persyaratan yang dimaksud dalam pasal 5 Permenkes RI No. 922/MENKES/PER/X/1993.
e.
Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus-menerus, Surat Izin Apotek atas nama Apoteker yang bersangkutan dapat dicabut. Selanjutnya, menurut Permenkes No. 922/MENKES/PER/X/1993 Pasal
20,
21
dan
23
dijelaskan
bahwa
Apoteker
Pengelola
Apotek
turut
bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker Pendamping maupun Apoteker Pengganti, didalam pengelolaan apotek. Apoteker Pendamping
yang
dimaksud
dalam
pasal
19
ayat
(a)
Permenkes
No.1332/MENKES/SK/X/2002 bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian selama yang bersangkutan bertugas menggantikan APA. Pada setiap pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA kepada Apoteker Pengganti, wajib dilakukan serah terima resep, narkotika, obat dan perbekalan farmasi lainnya, serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Serah terima ini harus diikuti dengan pembuatan berita acara serah terima sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap empat yang ditandatangani oleh kedua belah pihak, yang melakukan serah terima dengan menggunakan contoh formulir model AP10. Pada Pasal 24 Permenkes No.1332/MENKES/SK/X/2002, dijelaskan apabila APA meninggal dunia, maka ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut dalam waktu 2 x 24 jam kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Apabila pada apotek tersebut tidak terdapat Apoteker Pendamping, maka dalam pelaporan tersebut wajib disertai penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras, dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Penyerahan dibuat Berita Acara Serah Terima kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan menggunakan contoh formulir model APT-11 dengan tembusan kepada Kepala Balai POM setempat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
12
2.8 Pengelolaan Apotek Pengelolaan apotek merupakan segala upaya dan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker untuk memenuhi tugas dan fungsi pelayanan apotek. Pengelolaan apotek dapat dibedakan atas pengelolaan teknis farmasi dan non teknis farmasi yang meliputi semua kegiatan administrasi, keuangan, pajak, personalia, kegiatan dibidang material dan bidang lain yang berhubungan dengan apotek.
2.8.1 Pengelolaan Teknis Kefarmasian Menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
922/MENKES/PER/X/1993 Pasal 10 dan 11, pengelolaan apotek meliputi pembuatan,
pengolahan,
peracikan,
pengubahan
bentuk,
pencampuran,
penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi meliputi pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya, maupun kepada masyarakat serta pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan atau mutu obat dan perbekalan farmasi lainnya. Pelayanan informasi tersebut, wajib didasarkan pada kepentingan masyarakat.
2.8.1.1 Pengadaan dan Pengendalian Persediaan Obat di Apotek Pengaturan penyediaan obat (managing drug supply) merupakan hal yang sangat penting di apotek. Persediaan obat yang lengkap di apotek merupakan salah satu cara untuk menarik kepercayaan (pasien). Akan tetapi, banyaknya obat yang tidak laku, rusak dan kadaluarsa dapat menyebabkan kerugian apotek. Hal ini disebabkan karena tidak adanya manajemen pengadaan obat yang baik. Untuk mencegah hal tersebut diperlukan keseimbangan antara besar persediaan dan besarnya permintaan dari suatu barang yang disebut pengendalian persediaan barang (inventory control). Untuk mencapai keseimbangan antara persediaan dan permintaan ditentukan dengan mempertimbangkan hal-hal berikut yaitu kecepatan gerak atau perputaran persediaan barang, obat yang laku keras hendaknya tersedia lebih Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
13
banyak dibanding obat yang kurang laku. Jika lokasi Pedagang Besar Farmasi (PBF) jauh dari apotek maka perlu persediaan barang lebih banyak dibandingkan dengan apotek yang lokasinya dekat PBF, penambahan persediaan obat didasarkan atas kebutuhan per bulan atau hasil penjualan sehingga diharapkan persediaan obat setiap saat dapat memenuhi kebutuhan 1 bulan. Untuk mengendalikan persediaan obat diperlukan pencatatan mengenai arus keluar masuk barang sehingga ada keseimbangan antara obat yang terjual dengan obat yang harus dipesan kembali oleh apotek. Pemesanan barang disesuaikan dengan besarnya omset penjualan pada waktu yang lalu. Perencanaan pembelian harus sesuai dengan kebutuhan apotek yang dapat dilihat dari buku defekta, bagian penerimaan resep dan penjualan obat bebas. Pembelian dapat dilakukan secara tunai, kredit dan konsiliasi. Pada pembelian tunai pihak apotek langsung membayar harga obat yang dibelinya dari distributor. Sedangkan pembelian kredit pembayarannya ditangguhkan sampai jatuh tempo. Pada pembelian konsiliasi, distributor menitipkan barang dimana apotek akan menerima komisi bila barang tersebut laku dan jika barang tersebut tidak laku bisa dikembalikan kepada distributor. Pembelian terhadap barang juga harus mempertimbangkan pemilihan supplier. Ciri-ciri supplier yang baik adalah memberikan barang dengan kualitas yang baik, menepati waktu pengiriman barang, memberikan potongan harga yang cukup menguntungkan, tenggang waktu kredit yang fleksibel dan dapat dipercaya. Metode pengendalian persediaan dapat dilakukan dengan cara menyusun prioritas berdasarkan analisis VEN dan PARETO:
a. Analisis VEN Umumnya disusun dengan memperlihatkan kepentingan dan vitalitas persediaan farmasi yang harus selalu tersedia untuk melayani permintaan terhadap sediaan farmasi. V (Vital) artinya persediaan tersebut penting karena merupakan obat penyelamat hidup manusia atau obat yang dapat mengatasi penyakit penyebab kematian terbesar, sehingga jika tidak tersedia dapat meningkatkan resiko kematian, contoh: obat diabetes dan hipertensi. E (Esensial) merupakan perbekalan yang banyak diminta untuk digunakan dalam tindakan atau Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
14
pengobatan penyakit terbanyak yang ada pada suatu daerah atau rumah sakit, contoh: obat-obat fast moving. N (Non esensial) adalah perbekalan pelengkap agar pengobatan menjadi lebih baik.
b. Analisis PARETO (ABC) Analisis ini disusun berdasarkan atas penggolongan persediaan yang mempunyai nilai harga paling banyak. Kriteria kelas dalam analisis PARETO terdiri atas tiga kelas, yakni kelas A, B dan C. Kelas A yaitu persediaaan yang memiliki nilai paling tinggi. Kelas ini mewakili 70%-80% dari total nilai persediaan meskipun jumlahnya hanya 20% dari seluruh item. Kelas B yaitu persediaan yang memiliki nilai menengah. Kelas ini mewakili 15%-20% dari total nilai persediaan dan jumlahnya hanya sekitar 30% dari seluruh item. Kelas C yaitu persediaan yang memiliki nilai rendah. Kelas ini mewakili sekitar 5%-10% dari total nilai persediaan, dan jumlahnya sekitar 50% dari seluruh item.
c. Kombinasi VEN-ABC Analisis ABC mengkategorikan item berdasarkan volume dan nilai penggunaannya selama periode waktu tertentu, biasanya 1 tahun. Analisis VENABC menggabungkan analisis PARETO dan VEN dalam suatu matrik sehingga analisisnya menjadi lebih tajam. Matrik dapat dijadikan dasar dalam menetapkan prioritas untuk menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam pengelolaan persediaan. Jenis barang yang bersifat vital (VA, VB dan VC) merupakan pilihan utama untuk dibeli. Demikian pula dengan barang yang non essensial tetapi menyerap banyak anggaran (NA dan NB) juga dijadikan prioritas untuk dibelanjakan. Sedangkan barang Non Esensial dan bernilai kecil (NC) dibelanjakan bila ada sisa anggaran. Parameter pengendalian persediaan yang pertama yaitu persediaan ratarata yang dihitung dengan menjumlahkan stok awal dan stok akhir kemudian dibagi dua. Berdasarkan data persediaan rata-rata dapat dihitung tingkat perputaran persediaan. Perameter kedua adalah perputaran persediaan yang dihitung dengan membagi jumlah penjualan dengan persediaan rata-rata. Dari data perputaran persediaan, maka kita dapat mengetahui lamanya obat disimpan di Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
15
apotek hingga barang tersebut
terjual. Barang-barang yang perputaran
persediaannya cepat (fast moving) harus tersedia lebih banyak dibanding barang yang perputaran persediaannya lambat (slow moving). Parameter yang ketiga adalah persediaan pengaman (safety stock) yaitu persediaaan barang yang ada untuk menghadapi keadaan tidak menentu disebabkan oleh perubahan pada permintaan atau kemungkinan perubahan pada pengisian kembali. Parameter yang keempat adalah persediaan maksimum. Persediaan maksimum merupakan jumlah persediaan terbesar yang tersedia. Jika telah mencapai nilai persediaan maksimum maka tidak perlu lagi melakukan pemesanan untuk menghindari terjadinya penimbunan barang yang dapat menyebabkan kerugian. Parameter kelima adalah persediaan minimum yang merupakan jumlah persediaan terkecil yang masih tersedia. Apabila penjualan telah mencapai nilai persediaan minimum maka langsung dilakukan pemesanan agar kontinuitas usaha dapat berlanjut. Jika barang yang tersedia jumlahnya sudah kurang dari jumlah persediaan minimum maka dapat terjadi kekosongan barang. Parameter keenam yaitu reorder point (titik pemesanan) merupakan titik dimana harus diadakan pemesanan kembali untuk menghindari terjadinya kekosongan barang.
2.8.1.2 Penyimpanan Perbekalan Farmasi di Apotek Tempat penyimpanan obat-obatan memerlukan ruangan tersendiri. Apabila ruangan memungkinkan maka digunakan rak-rak dari kayu atau besi. Untuk bahan-bahan yang mudah terbakar sebaiknya disimpan di tempat yang terpisah. Untuk obat-obat narkotika penyimpanannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk obat obat psikotropika sebaiknya disimpan tersendiri. Untuk obatobat yang memerlukan kondisi tertentu seperti vaksin, insulin atau suppositoria disimpan di dalam lemari es. Obat-obatan disusun secara alfabetis menurut bentuk sediaannya. Penyusunan perbekalan farmasi dapat disusun secara First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO). Sistem FIFO artinya obat-obatan yang lebih dahulu masuk ke gudang lebih dahulu digunakan, sedangkan sistem FEFO artinya obat-obatan dengan tanggal kadaluarsa terdekat yang lebih dahulu digunakan. Penyimpanan barang juga dilengkapi dengan kartu stok untuk setiap Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
16
item barang untuk memudahkan pengendalian persediaan. Untuk persediaan obat yang sudah menipis jumlahnya atau sudah habis perlu dicatat dalam buku defekta yang nantinya diberitahukan kepada bagian pembelian.
2.8.1.3 Pelayanan Resep di Apotek Peraturan yang mengatur tentang Pelayanan Apotek adalah Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 pasal 14-18 yang meliputi: a.
Apotek wajib melayani resep dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas dasar tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek, sesuai dengan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat.
b.
Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat.
c.
Apoteker tidak diizinkan untuk mengganti obat generik yang ditulis didalam resep dengan obat paten.
d.
Jika pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis didalam resep, Apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih tepat.
e.
Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien dan penggunaan obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat.
f.
Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib menyatakannya secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep.
g.
Salinan resep harus ditandatangani oleh Apoteker.
h.
Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun.
i.
Resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
17
j.
Apoteker Pengelola Apotek, Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti diizinkan menjual obat keras tanpa resep yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek, yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari yang
semula hanya berfokus pada obat sebagai komoditi menjadi pelayanan komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI.
Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek menjelaskan mengenai pelayanan resep adalah sebagai berikut : a. Skrining Resep Apoteker melakukan skrining terhadap resep, skrining resep dilakukan terhadap persyaratan administratif, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis pada setiap resep. Persyaratan administratif meliputi nama, SIP dan alamat dokter; tanggal penulisan resep; tanda tangan atau paraf dokter penulis resep; nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis dan jumlah obat yang diminta; cara pemakaian yang jelas dan informasi lainnya. Kesesuain farmasetik meliputi bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. Sedangkan pertimbangan klinis meliputi adanya alergi, efek samping, interaksi dan kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan
alternatif
seperlunya
bila
perlu
menggunakan
persetujuan
setelah
pemberitahuan.
b. Penyiapan Obat Penyiapan obat meliputi peracikan, etiket, kemasan obat yang diserahkan, penyerahan obat, informasi obat, konseling, monitoring penggunaan obat. Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar. Pemberian etiket pada kemasan harus jelas dan Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
18
dapat dibaca. Kemasan obat yang diserahkan hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai dengan penberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Selain informasi, seorang Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronnis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan
penggunaan
obat
terutama
untuk
pasien
tertentu
seperti
kardiovaskuler, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya.
2.8.2 Pengelolaan Non Teknis Kefarmasian Pengelolaan non teknis kefarmasian meliputi semua kegiatan administrasi, keuangan, personalia, pelayanan komoditi selain perbekalan farmasi dan bidang lainnya yang berhubungan dengan fungsi apotek. Agar dapat mengelola apotek dengan baik dan benar, seorang APA dituntut untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan memadai yang tidak hanya dalam bidang farmasi tetapi juga dalam bidang lain seperti manajemen. Prinsip dasar manajemen yang perlu diketahui oleh seorang APA dalam mengelola apoteknya adalah: a.
Perencanaan, yaitu pemilihan dan penghubungan fakta serta penggunaan asumsi untuk masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
19
merumuskan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Perencanaan yang baik adalah perencanaan yang bersifat fleksibel terhadap segala perubahan situasi dan kondisi nyata yang terjadi di dalam maupun di luar apotek. b.
Pengorganisasian, yaitu menyusun, mengatur atau mengkoordinasikan bagian-bagian yang berhubungan satu dengan lainnya, dimana tiap bagian memiliki tugas masing-masing.
c.
Kepemimpinan, yaitu kemampuan untuk mempengaruhi dan memotivasi pegawai agar berusaha mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
d.
Pengawasan, yaitu tindakan untuk mengetahui hasil pelaksanaan agar dapat dilakukan perbaikan sehingga segala kegiatan dapat sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan tercapainya tujuan yang diinginkan.
2.9 Pencabutan Surat Izin Apotek Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.1332/MENKES/SK/X/2002 Pasal 25 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut Surat Izin Apotek apabila: a.
Apoteker sudah tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Apoteker Pengelola Apotek dan atau
b.
Apoteker tidak memenuhi kewajibannya dalam menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin dan melakukan penggantian obat generik dalam resep dengan obat paten dan atau
c.
APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus dan atau
d.
Terjadi pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dibidang obat, yaitu Undang-undang Obat Keras Nomor.St. 1937 No. 541, Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, serta ketentuan peraturan perundang-undangan dan atau
e.
Surat Izin Kerja APA dicabut dan atau
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
20
f.
Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundangundangan di bidang obat dan atau
g.
Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan pendirian apotek. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan
harus berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan pencabutan Surat Izin Apotek dilakukan setelah dikeluarkan peringatan secara tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan dengan menggunakan contoh formulir Model APT-12. Pembekuan izin Apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan Apotek dengan menggunakan contoh formulir Model APT-13. Pembekuan Izin Apotek dapat dicairkan kembali apabila Apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini dengan menggunakan contoh formulir model APT-14, setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksa Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
No.
922/MENKES/PER/X/1993 dalam pasal 28, menyatakan bahwa apabila Surat Izin Apotek dicabut, APA atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai perturan perundang-undangan yang berlaku. Pengamanan tersebut menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 1332/MENKES/SK/X/2002 dalam pasal 29 yaitu dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, psikotropik, obat keras tertentu dan obat lainnya serta seluruh resep yang tersedia di Apotek. Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci. Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud di atas.
2.10 Sediaan Farmasi di Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/ X/2002, sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan, dan kosmetika. Obat merupakan satu di antara sediaan farmasi yang dapat ditemui di apotek. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
21
Kesehatan, menyatakan bahwa obat merupakan bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.
2.10.1 Penggolongan Obat Obat dapat digolongkan sebagai berikut (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2006) : a. Obat Bebas Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : parasetamol.
Gambar 2.1. Penandaan Obat Bebas
b. Obat Bebas Terbatas Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : klorfenilramin maleat (CTM).
Gambar 2.2. Penandaan Obat Bebas Terbatas
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
22
Tanda peringatan selalu tercantum pada kemasan obat bebas terbatas, berupa empat persegi panjang berwarna hitam berukuran panjang 5 (lima) centimeter, lebar 2 (dua) centimeter dan memuat pemberitahuan berwarna putih sebagai berikut :
Gambar 2.3. Penandaan Peringatan pada Obat Bebas Terbatas
c. Obat Keras dan Psikotropika Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh obat golongan ini adalah asam mefenamat. Obat psikotropika adalah obat keras baik alamiah maupun sintetis bukan narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Contoh obat golongan ini adalah diazepam dan fenobarbital.
Gambar 2.4. Penandaan Obat Keras
d. Obat Narkotika Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
23
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan. Contoh obat golongan ini adalah kodein.
Gambar 2.5. Penandaan Obat Narkotika
2.11 Pengelolaan Narkotika Menurut Undang-undang RI No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dalam Bab I Pasal 1, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan. Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, namun di sisi lain dapat menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama. Oleh karena itu, pengaturan narkotika harus benar-benar terkontrol, baik dalam hal mengimpor, mengekspor, memproduksi, menanam, menyimpan, mengedarkan dan menggunakan narkotika harus dikendalikan dan diawasi dengan ketat. Tujuan pengaturan narkotika tersebut adalah menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan, mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika dan memberantas peredaran obat gelap. Di Indonesia, pengendalian, dan pengawasan narkotika merupakan wewenang Badan POM RI. Untuk mempermudah pengendalian dan pengawasan narkotika maka pemerintah Indonesia hanya memberikan izin kepada PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. untuk mengimpor bahan baku, memproduksi sediaan dan mendistribusikan narkotika di seluruh Indonesia. Hal tersebut dilakukan mengingat narkotika adalah bahan berbahaya yang penggunaannya dapat Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
24
disalahgunakan. Secara garis besar pengelolaan narkotika meliputi pemesanan, penyimpanan, pelayanan, pelaporan dan pemusnahan.
2.11.1 Pemesanan Narkotika Undang-undang No. 9 Tahun 1976 menyatakan bahwa apotek hanya dapat memesan narkotika melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF) tertentu yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Untuk memudahkan pengawasan maka apotek hanya dapat memesan narkotika ke PBF PT. Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan (SP) yang ditandatangani oleh APA serta dilengkapi dengan nama jelas, nomor SIK, nomor SIA dan stempel apotek. Satu SP hanya boleh memesan satu jenis narkotika. Surat Pesanan terdiri dari 4 rangkap, 3 rangkap termasuk aslinya diserahkan ke pihak distributor (Kimia Farma) sementara sisanya disimpan oleh pihak apotek sebagai arsip.
2.11.2 Penerimaan dan Penyimpanan Narkotika Penerimaan narkotika dilakukan oleh APA yang dapat diwakilkan oleh AA yang mempunyai SIK dengan menandatangani faktur, mencantumkan nama jelas, nomor Surat Izin Apotek dan stempel apotek. Segala zat atau bahan yang termasuk narkotika di apotek wajib disimpan khusus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Pasal 14 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009. Tata cara penyimpanan narkotika diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.28/MENKES/Per/V/1978. Dalam Peraturan tersebut dinyatakan bahwa apotek harus mempunyai tempat khusus untuk menyimpan narkotika. Tempat penyimpanan narkotika di apotek harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a.
Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
b.
Harus mempunyai kunci yang kuat.
c.
Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian pertama digunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garam-garamnya serta persediaan narkotika. Bagian kedua digunakan untuk menyimpan narkotika yang digunakan sehari-hari.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
25
d.
Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari dengan ukuran kurang dari 40x80x100 cm maka lemari tersebut harus dibuat menempel pada tembok atau lantai.
e.
Lemari khusus tidak dipergunakan untuk menyimpan bahan lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan.
f.
Anak kunci lemari khusus harus dikuasai oleh pegawai yang diberi kuasa.
g.
Lemari khusus ditaruh di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum.
2.11.3 Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika Ketentuan-ketentuan peresepan obat narkotika sebagai berikut: a.
Hanya dapat diserahkan dengan resep dokter.
b.
Resep tidak boleh diulang, tiap kali harus ada resep baru.
c.
Resep yang mengandung narkotika diberi garis merah.
d.
Nama dan alamat pasien dicatat di belakang resep.
e.
Penyimpanan resep dipisahkan dari resep-resep yang lain. Selain itu berdasarkan atas Surat Edaran Direktrorat Jenderal POM RI
(sekarang Badan POM RI) No. 336/E/SE/1997 disebutkan: a. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli. b. Salinan resep dan resep narkotika dengan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Oleh karena itu, dokter tidak boleh menambah tulisan iter pada resep yang mengandung narkotika.
2.11.4 Pelaporan Narkotika Undang-undang No. 35 Tahun 2009 Pasal 14 ayat (2) menyebutkan bahwa industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan lembaga ilmu pengetahuan, wajib membuat, menyampaikan dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya. Laporan narkotika diberikan kepada Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya, Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
26
dengan tembusan kepada Balai Besar POM. Apotek berkewajiban menyusun dan mengirim laporan bulanan yang ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek.
2.11.5 Pemusnahan Narkotika Apoteker Pengelola Apotek yang memusnahkan narkotika harus membuat Berita Acara Pemusnahan Narkotika, yang sekurang-kurangnya memuat: a.
Nama, jenis dan jumlah.
b.
Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun dilakukan pemusnahan dan
c.
Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat yang menyaksikan pemusnahan.
d.
Berita acara Pemusnahan Narkotika dikirim kepada Suku Dinas Kesehatan dengan tembusan kepada Balai Besar POM.
2.12 Pengelolaan Psikotropika UU No. 5 Tahun 1997 menyatakan bahwa Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Ruang lingkup pengaturan psikotropika adalah segala hal yang berhubungan dengan psikotropika yang dapat mengakibatkan ketergantungan. Tujuan pengaturan psikotropika sama dengan narkotika, yaitu menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan
ilmu pengetahuan,
mencegah terjadinya penyalahgunaan
psikotropika dan memberantas peredaran gelap nakotika. Berdasarkan UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, disebutkan bahwa Psikotropika golongan I dan II telah dipindahkan menjadi Narkotika golongan I sehingga Lampiran mengenai Psikotropika golongan I dan II pada UU No. 5 Tahun 1997 dinyatakan tidak berlaku lagi. Secara garis besar pengelolaan psikotropika meliputi pemesanan, penyimpanan, pelaporan dan pemusnahan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
27
2.12.1 Pemesanan Psikotropika Pemesanan Psikotropika memerlukan SP, dimana satu SP bisa digunakan untuk beberapa jenis obat. Penyaluran psikotropika tersebut diatur dalam UU No. 5 Tahun 1997 Pasal 12 ayat (2). Dalam Pasal 14 ayat (2) dinyatakan bahwa penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan pasien dengan resep dokter. Tata cara pemesanan dengan menggunakan SP yang ditandatangani oleh APA. Surat Pesanan terdiri dari 2 rangkap, aslinya diserahkan ke pihak distributor sementara salinannya disimpan oleh pihak apotek sebagai arsip.
2.12.2 Penyimpanan Psikotropika Penyimpanan perundangundangan.
psikotropika Namun
sampai
mengingat
saat
ini
obat-obat
belum
diatur
tersebut
oleh
cenderung
disalahgunakan maka disarankan agar penyimpanan obat-obat golongan psikotropika diletakkan tersendiri dalam suatu rak atau lemari khusus.
2.12.3 Pelaporan Psikotropika Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan yang berhubungan dengan psikotropika dan dilaporkan kepada Menteri Kesehatan secara berkala sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1997 Pasal 33 ayat 1 dan Pasal 34 tentang pelaporan psikotropika. Laporan dikirim setahun sekali ke Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat selambat-lambatnya tanggal 10 tahun berikutnya dengan tembusan kepada Balai Besar POM.
2.12.4 Pemusnahan Psikotropika Pemusnahan psikotropika berdasarkan Pasal 53 UU No. 5 Tahun 1997 tentang psikotropika dilakukan bila berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi psikotropika, kadaluwarsa atau tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Pemusnahan psikotropika wajib dibuat berita acara dalam waktu tujuh hari setelah mendapatkan kepastian. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
28
2.13 Pelayanan Informasi Obat Pekerjaan kefarmasian di apotek tidak hanya pada pembuatan, pengolahan, pengadaan dan penyimpanan perbekalan farmasi, tetapi juga pada pelayanan informasi obat (PIO). Tujuan diselenggarakannya PIO di apotek adalah demi tercapainya penggunaan obat yang rasional, yaitu tepat indikasi, tepat pasien, tepat regimen (dosis, cara, waktu dan lama pemberian), tepat obat, dan waspada efek samping. Dalam memberikan informasi obat, hendaknya seorang apoteker mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a.
Mandiri, artinya bebas dari segala bentuk keterikatan dengan pihak lain yang dapat mengakibatkan informasi yang diberikan menjadi tidak objektif.
b.
Objektif, artinya memberikan informasi dengan sejelas-jelasnya mengenai suatu produk obat tanpa dipengaruhi oleh berbagai kepentingan.
c.
Seimbang, artinya informasi diberikan setelah melihat dari berbagai sudut pandang yang mungkin berlawanan.
d.
Ilmiah, artinya informasi berdasarkan sumber data atau referensi yang dapat dipercaya.
e.
Berorientasi pada pasien, maksudnya informasi tidak hanya mencakup informasi produk seperti ketersediaan, kesetaraan generik, tetapi juga harus mencakup informasi yang mempertimbangkan kondisi pasien. Oleh karena itu, peran apoteker di apotek dalam pemberian informasi obat
kepada pasien, dokter maupun tenaga medis lainnya sangat penting.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS
Apotek Rini merupakan apotek keluarga yang didirikan pada tanggal 14 Desember 1968 oleh kakak beradik Ny. Murdiana Baskoro, H. Slamet Effendi (alm), dan Ny. Murdiati Purnomohadi (alm). Nama apotek ini berasal dari nama adik terkecil mereka yang bernama Rini.
3.1 Lokasi Apotek Rini berlokasi di Jalan Balai Pustaka Timur No. 11 Rawamangun, Jakarta Timur. Lokasi Apotek Rini strategis karena terletak di daerah yang ramai, dekat dengan tiga rumah sakit, yaitu RS Persahabatan, RS Dharma Nugraha, dan RS Rawamangun, di sebelah apotek juga terdapat praktek dokter dan pusat perbelanjaan Tip Top terletak di seberang apotek. Apotek Rini berada di pinggir jalan dua arah yang dilalui oleh kendaraan umum, sehingga mudah dijangkau oleh pasien dengan kendaraan umum serta memiliki halaman parkir yang cukup luas untuk kendaraan pribadi.
3.2 Bangunan dan Tata Ruang Bangunan Apotek Rini terdiri dan ruang tunggu, ruang pelayanan, ruang peracikan, ruang administrasi dan keuangan, ruang pimpinan, gudang, ruang sholat, toilet, dan dapur. Desain ruangan Apotek Rini selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. 3.2.1 Ruang tunggu Ruang tunggu di Apotek Rini cukup luas serta dilengkapi dengen beberapa fasilitas untuk menunjang kenyamanan pasien selama menunggu waktu penyelesaian resep, seperti televisi yang diletakkan di sudut kanan ruang tunggu, bangku panjang serta pendingin ruangan. Selain itu, di sebelah kiri ruang tunggu ini juga terdapat fasilitas ATM, sehingga mempermudah pasien jika ingin mengambil uang.
29
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
30
3.2.2 Bagian Penerimaan Resep, Pembayaran dan Penyerahan Obat Bagian penerimaan resep, pembayaran dan penyerahan obat terletak di depan ruang tunggu yang dibatasi oleh etalase dan rak-rak display produk OTC (Over The Counter) dan PKRT (Perbekalan Kesehatan dan Rumah Tangga). Produk-produk tersebut dikelompokkan berdasarkan jenisnya. Pada bagian pembayaran terdapat tiga kasir yang saling terhubung dengan suatu sistem jaringan komputer online. Semua produk yang telah dibayar dan telah selesai disiapkan akan dicap (stempel) dan diserahkan ke bagian penyerahan obat.
3.2.3 Ruang Peracikan Ruang peracikan berada di bagian dalam terpisah dari ruang tunggu, sehingga terhindar dari pandangan langsung konsumen atau pasien. Ruangan ini juga dilengkapi dengan pendingin ruangan guna menjaga kualitas semua obat di Apotek Rini agar tetap baik sampai ke tangan pasien. Antara ruang peracikan dan bagian penerimaan resep terdapat loket untuk meletakkan resep yang sudah dihargai. Di ruang peracikan terdapat dua buah komputer yang terhubung dengan komputer bagian pemberian harga, bagian pembelian, kasir, gudang, ruang pimpinan dan satu buah mesin fax untuk melayani resep yang diantar untuk daerah Rawamangun dan sekitarnya. Pada ruang peracikan, obat disimpan dan disusun secara alfabetis dan berdasarkan jenis sediaan (tablet, sirup, krim/salep, obat tetes, obat suntik dan infus) di rak yang bersekat-sekat dan etalase untuk memudahkan pengambilan obat. Obat-obat yang harganya relatif mahal diletakkan secara terpisah pada rak tersendiri dekat meja pemberian etiket. Penyimpanan narkotika dilakukan pada lemari kayu yang menempel di dinding dan dikunci, sedangkan sediaan psikotropik dipisahkan penyimpanannya pada suatu rak tersendiri dekat meja pemberian etiket. Sediaan yang harus disimpan pada suhu dingin seperti suppositoria, insulin, vaksin dan sebagian obat-obat suntik diletakkan di lemari pendingin yang terpisah. Pada ruangan ini terdapat meja untuk resep racikan dan resep obat paten. Meja untuk menangani resep racikan terdiri dari meja untuk meracik puyer, kapsul, dan meja untuk pemeriksaan obat serta menulis salinan resep. Di dekat Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
31
meja peracikan juga terdapat timbangan. Untuk pengerjaan sediaan cair dan semi solid dilakukan di meja terpisah yang terletak di belakang ruang peracikan. Sedangkan meja untuk resep obat paten terletak di sebelah meja racik berdekatan dengan bagian penyerahan obat. Meja ini digunakan untuk pemberian etiket untuk obat paten, penulisan salinan resep dan pembuatan kwitansi. Contoh salinan resep, etiket, dan kwitansi dapat dilihat pada Lampiran 2, 3 dan 4.
3.2.4 Ruang Administrasi dan Pembelian Ruangan ini berada di ruangan terpisah disamping apotek yang dilengkapi seperangkat komputer. Semua urusan kepegawaian dan administrasi perusahaan dilakukan di ruangan ini. Ruang pembelian terdapat di sebelah ruang administrasi dilengkapi dengan komputer yang digunakan untuk mengecek kembali stok obat apabila meragukan, sehingga pemesanan obat sesuai dengan yang dibutuhkan. Selain itu juga terdapat meja untuk melaksanakan transaksi pemesanan obat dan penukaran faktur, serta penyerahan giro pada saat waktu pembayaran tiba. Di ruang ini juga terdapat meja untuk APA dalam melakukan kegiatan administrasi.
3.2.5 Ruang Pimpinan Ruang pimpinan apotek terletak di sebelah gudang obat herbal. Ruangan tersebut dilengkapi dengan seperangkat komputer, meja kerja dan lemari penyimpan dokumen penting apotek. Selain itu, di dalam ruangan ini juga terdapat sebuah ruang tamu yang dilengkapi TV dan DVD Player untuk presentasi distributor atau tamu.
3.2.6 Gudang Merupakan tempat penyimpanan obat-obat. Obat disimpan dalam rak penyimpanan yang bersekat-sekat dimana obat disusun berdasarkan bentuk sediaan dan secara alfabetis dengan menggunakan sistem FIFO (First In First Out). Ruangan ini juga dilengkapi dengan komputer untuk memasukkan stok barang.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
32
3.2.7 Dapur Dapur digunakan sebagai tempat penyimpanan dan pembuatan sediaansediaan standar (anmaak) seperti obat batuk hitam (OBH), gargarisma khan, rivanol, alkohol 70%, salep ichtiyol, bedak salisilat, dan sediaan standar lain. Dapur juga digunakan sebagai tempat makan, istirahat para karyawan dan penyimpanan resep dalam jangka waktu satu tahun.
3.2.8 Ruang Sholat Ruang sholat dibuat untuk memfasilitasi ibadah karyawan muslim. Di dalam ruang sholat dilengkapi dengan lemari-lemari bersekat dengan kunci untuk menyimpan barang-barang pribadi karyawan.
3.3. Struktur Organisasi Apotek Rini dikepalai oleh seorang pimpinan sekaligus sebagai Pemilik Sarana Apotek (PSA) yang memimpin apotek secara keseluruhan. Salah satu pimpinan Apotek Rini adalah juga seorang apoteker, dengan demikian di Apotek Rini mempunyai tiga orang Apoteker yang bertanggung jawab atas seluruh kegiatan di apotek, yaitu Apoteker Pengelola Apotek (APA), Apoteker Pendamping dan Wakil Pimpinan. Kegiatan teknis kefarmasian dibantu oleh asisten apoteker, juru resep dan kasir. Sedangkan untuk kegiatan non kefarmasian seperti pembelian, piutang dagang, hutang dagang, pajak dan laporan keuangan dilakukan oleh bagian administrasi. Apotek Rini juga mempunyai satpam untuk menjaga keamanan di sekitar apotek dan bila diperlukan dapat diperbantukan untuk mengantarkan resep. Jumlah total karyawan di Apotek Rini adalah 80 orang. Adapun rincian karyawan di Apotek Rini adalah sebagai berikut : Pimpinan
: 1 orang
Wakil Pimpinan
: 1 orang
Apoteker Pengelola Apotek : 1 orang Apoteker Pendamping
: 1 orang
Kepala Asisten Apoteker
: 4 orang
Asisten Apoteker
: 35 orang Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
33
Juru Resep
: 21 orang
Administrasi
: 2 orang
Kasir
: 5 orang
Satpam
: 7 orang
3.4 Kegiatan di Apotek Kegiatan di Apotek Rini dikelompokkan menjadi dua, yaitu kegiatan di bidang teknis kefarmasian dan kegiatan non teknis kefarmasian. 3.4.1 Kegiatan Teknis Kefarmasian Kegiatan teknis kefarmasian meliputi pengadaan/pembelian perbekalan farmasi, penyimpanan barang, pembuatan obat racikan dan penjualan.
3.4.1.1 Pengadaan/Pembelian Perbekalan Farmasi Pengadaan perbekalan farmasi dilaksanakan oleh petugas dari bagian pembelian (Asisten Apoteker) dengan menggunakan surat pesanan yang telah ditandatangani oleh APA. Pengadaan perbekalan farmasi ini dilaksanakan melalui pembelian secara tunai maupun kredit. Petugas bagian pembelian melakukan pemesanan berdasarkan print out pengeluaran barang dalam satu hari. Dari print out ini, petugas bagian pembelian melakukan pemesanan terhadap barang-barang yang jumlahnya sudah di bawah atau mendekati stok minimum serta barang-barang yang bersifat fast moving walaupun stok belum mencapai minimum. Stok minimum ditetapkan berdasarkan hasil penjualan bulan-bulan sebelumnya. Bagian pembelian ini mengelompokkan obat/barang yang dipesan sesuai dengan nama distributor. Surat pesanan (SP) yang dibuat ditandatangani oleh APA dan SP ini akan diambil langsung oleh salesman pada pagi hari. Untuk pemesanan cito disampaikan melalui telepon, dimana SP-nya menyusul ketika barang diantar. Pada hari yang sama di sore harinya, barang-barang yang dipesan diantarkan disertai dengan faktur sebagai tanda bukti penyerahan barang. Petugas bagian penerimaan barang memeriksa keadaan fisik barang, tanggal kadaluarsa, jenis dan jumlah barang sesuai dengan faktur. Petugas akan menandatangani dan memberikan stempel apotek pada faktur asli dan juga kopinya apabila barang Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
34
yang diterima sesuai dengan pesanan. Faktur asli diberikan kepada distributor dan lembar salinannya diberikan kepada Asisten Apoteker yang bertugas di bagian gudang untuk dilakukan pemeriksaan ulang barang yang diterima. Bila sudah cocok dengan faktur maka barang yang diterima diinput ke komputer untuk selanjutnya dicetak. Contoh surat pesanan dan faktur dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6.
3.4.1.2 Penyimpanan dan pengeluaran barang Perbekalan farmasi yang telah diterima dari distributor dan telah diperiksa oleh bagian pembelian, selanjutnya diperiksa kembali oleh bagian gudang sebelum barang-barang tersebut disusun. Pemeriksaaan yang dilakukan meliputi kesesuaian nama dan jumlah dengan faktur, tanggal kadaluarsa dan kondisi fisik barang. Bila telah sesuai, barang-barang tersebut disusun berdasarkan bentuk sediaan secara alfabetis dan dengan sistern FIFO. Untuk obat bebas disimpan langsung di etalase ruang depan pada bagian OTC dan untuk obat generik tidak diletakkan di gudang, melainkan diletakkan di atas rak obat-obat paten yang ada di ruang peracikan.
3.4.1.3 Pembuatan sediaan standar (anmaak) Sediaan standar (anmaak) adalah obat yang dibuat sendiri oleh apotek berdasarkan resep standar dari buku resmi untuk dijual bebas ataupun berdasarkan resep dokter. Beberapa obat standar yang diracik oleh Apotek Rini antara lain: OBH, OBP, boor zalf, AAV zalf, liquor faberi, rivanol 1%, alkohol 70%, gargarisma khan, minyak cengkeh, minyak adas, losio kalamin, ichtiyol, iodium tingtur, bedak salisilat, dan lain-lain. Pembuatan sediaan anmaak ini berdasarkan stok minimum yang ada.
3.4.1.4 Penjualan Kegiatan penjualan pada Apotek Rini antara lain melayani penjualan resep tunai, resep kredit, dan penjualan OTC.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
35
a. Penjualan resep tunai Penjualan resep tunai adalah penjualan obat berdasarkan resep dokter kepada pasien dengan pembayaran tunai atau kartu kredit. Alur pemesanan tunai adalah sebagai berikut :
Konsumen/Pasien
Resep
Bayar obat
dihargai Kasir
Menghargai resep dan memeriksa ketersediaan obat melalui komputer Menginformasikan harga kepada konsumen Menerima uang dari konsumen Memberikan struk pembayaran dan No. resep
Asisten Apoteker
Meyiapkan etiket obat Mengambil / meracik obat Penyerahan hasil akhir racikan obat
Asisten Apoteker senior
Memeriksa kebenaran jenis dan jumlah obat yang sudah diracik beserta kelengkapan etiket Menyerahkan obat dengan mencocokkan No. Resep Pemberian informasi mengenai indikasi dan aturan pakai obat
Pasien
Gambar 3.1 Alur Penjualan Resep Tunai
b. Penjualan resep kredit Penjualan resep kredit dilakukan berdasarkan perjanjian kerja sama yang disepakati antara perusahaan/instansi (baik pemerintah maupun swasta) dengan Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
36
Apotek Rini. Pembayaran dilakukan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian sebelumnya, biasanya penagihan dilakukan pada akhir bulan. Perusahaan/instansi yang bekerja sama dengan Apotek Rini antara lain IAI, Tarakanita, Dino Indria, dan RS Dharma Nugraha. Alur pengerjaan pelayanan resep kredit tidak berbeda dengan resep tunai, tetapi resep kredit punya penomoran tersendiri yang berbeda untuk tiap perusahaan atau instansi. Alur penjualan resep kredit adalah sebagai berikut :
Konsumen/Pasien Bawa resep
Asisten Apoteker
Meyiapkan etiket obat Mengambil / meracik obat Penyerahan hasil akhir racikan obat
Asisten Apoteker senior
Memeriksa kebenaran jenis dan jumlah obat yang sudah diracik beserta kelengkapan etiket Menyerahkan obat dengan mencocokkan No. Resep Pemberian informasi mengenai indikasi dan aturan pakai obat Menyatukan resep dengan buku piutang sesuai nama debitur Meminta tanda tangan debitur untuk pemastian jenis dan jumlah permintaan obat
Pasien
Gambar 3.2 Alur Penjualan Resep Kredit
c. Penjualan bebas (OTC) Penjualan bebas meliputi penjualan obat bebas, obat bebas terbatas, sediaan anmaak, obat tradisional, kosmetika, perlengkapan bayi, susu, dan alat kesehatan. Alur pelayanan OTC adalah sebagai berikut :
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
37
Konsumen / Pasien
Kasir
Memberikan informasi harga kepada konsumen / pasien Menginput ke dalam komputer (transaksi penjualan harian) Menerima uang dari konsumen / pasien Menyerahkan barang dan struk pembayaran kepada pasien
Gambar 3.3 Alur penjualan OTC
3.4.2 Kegiatan Teknis Non Kefarmasian Kegiatan teknis non kefarmasian di apotek Rini berupa kegiatan administrasi pembelian, piutang, penjualan, administrasi pajak, personalia/umum dan laporan keuangan. 3.4.2.1 Administrasi pembelian Kegiatan administrasi pembelian disebut juga administrasi hutang dagang meliputi : a.
Transaksi pembelian dimasukkan ke dalam komputer oleh Asisten Apoteker berdasarkan faktur dan kemudian dicetak.
b.
Transaksi pembelian kemudian diposting, di mana jumlah barang akan tercatat ke dalam kartu stock dan jumlah uang akan tercatat pada transaksi hutang di komputer.
c.
Penukaran faktur dilakukan setiap hari rabu. Distributor menyerahkan fakturfaktur asli penjualan selama 1 minggu beserta total harga yang harus dibayar oleh apotek. Selanjutnya petugas yang bersangkutan mencocokkan faktur tersebut dengan data jumlah dan harga obat yang telah diinput pada komputer. Jika sudah sesuai maka petugas tersebut akan membuat tanda terima faktur yang berfungsi untuk pengambilan giro. Giro ini akan diambil langsung oleh distributor 10 hari kemudian, tepatnya pada hari jumat berdasarkan tanggal pengambilan yang telah disetujui kedua belah pihak. Contoh tanda terima faktur dapat dilihat pada Lampiran 7. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
38
d.
Selanjutnya dilakukan posting pembayaran hutang ke dalam komputer.
e.
Laporan pembayaran dibuat setiap bulan dan dilaporkan kepada Pimpinan Apotek.
3.4.2.2 Administrasi piutang Kegiatan administrasi piutang meliputi: a.
Petugas
administrasi
bertugas
menginput
semua
transaksi
piutang
berdasarkan kwitansi penagihan ke dalam file daftar piutang. b.
Pencatatan jumlah tagihan dilakukan setiap bulan atau setiap minggu berdasarkan nama debitur dan kwitansinya.
c.
Penagihan dilakukan dengan mendatangi langsung ke perusahaan / instansi yang berpiutang.
3.4.2.3 Administrasi penjualan Pemberian harga resep, OTC, DOWA dilakukan melalui komputer bagian kasir di Apotek Rini. Pada saat petugas memasukkan daftar barang yang dibeli dan telah dibayar maka secara otomatis stok barang akan berkurang sesuai dengan transaksi yang telah dilaksanakan. Ketika pergantian shift, masing-masing kasir menyerahkan laporan perincian penjualan harian yang telah diprint. Setiap hari pada pukul 24.00 dilakukan posting transaksi penjualan, baik dari penerimaan resep maupun penjualan bebas oleh kasir yang bertugas pada malam hari. Hasilnya akan digunakan sebagai dasar dalam pemesanan barang keesokan harinya.
3.4.2.4 Administrasi pajak Bagian pajak bertanggungjawab dalam menghitung serta mencatat jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh apotek.
3.4.2.5 Administrasi personalia Mencatat semua hal yang menyangkut urusan kepentingan pegawai, seperti gaji dan surat–surat lain yang berkaitan dengan kepegawaian dengan persetujuan direktur. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
39
3.4.2.6 Laporan keuangan Laporan keuangan yang ada di Apotek Rini ditangani langsung oleh Pemilik Sarana Apotek (PSA) / direktur dibantu oleh bagian personalia.
3.5 Pengelolaan Narkotika Pemesanan narkotika dilakukan ke PBF Kimia Farma, dimana pembelian dilakukan
dengan
menggunakan
Surat
Pesanan
Narkotika
yang
telah
ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama jelas, nomor SIK, nomor SIA, jabatan, alamat rumah, nama apotek serta stempel apotek. Surat pesanan terdiri dari empat rangkap. Satu surat pesanan hanya berlaku untuk 1 jenis narkotika. Contoh Surat Pesanan Narkotika dapat dilihat pada Lampiran 8. Narkotika pesanan diterima oleh petugas penerima barang (AA) dengan mencantumkan nama jelas, no. SIK, tanda tangan dan stempel apotek di mana pembayaran dilakukan secara tunai. Obat-obatan ini kemudian disimpan dalam lemari kayu yang dibagi dua, masing-masing dilengkapi dengan kunci dan menempel di dinding. Bagian pertama menyimpan morfin, petidin dan garamgaramnya. Bagian kedua digunakan untuk menyimpan narkotika yang digunakan sehari-hari. Apotek Rini melayani resep asli yang mengandung narkotika atau salinan resep yang berasal dari Apotek Rini dengan mencantumkan nama dan alamat pasien yang jelas. Laporan narkotika dibuat setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dengan ditandatangani APA dan mencantumkan Nomor SIK dan stempel apotek. Laporan penggunaan petidin dan morfin tidak dipisahkan dengan laporan narkotikan lain, tetapi dijadikan satu. Laporan ditujukan kepada Kepala Sudin Kesehatan Jakarta Timur dengan tembusan kepada Kepala BPOM DKI Jakarta. Contoh pelaporan narkotika dapat dilihat pada Lampiran 9.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
40
3.6 Pengelolaan Psikotropika Obat-obat psikotropika di Apotek Rini dipesan ke PBF sama halnya seperti memesan obat-obat lainnya, dengan menggunakan Surat Pesanan Psikotropika rangkap 2. Obat-obat ini diserahkan kepada pasien berdasarkan resep dokter atau salinan resep. Contoh Surat Pesanan Psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 10.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
BAB 4 PEMBAHASAN
Apotek merupakan suatu tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi serta alat kesehatan lainnya kepada masyarakat. Untuk dapat mengelola suatu bisnis apotek, seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) tidak cukup dengan hanya berbekal ilmu teknis kefarmasian saja, namun dibutuhkan juga pengetahuan dan keterampilan di bidang manajerial dan marketing untuk dapat terus menjalankan usaha dan mengembangkan bisnisnya tanpa mengesampingkan aspek pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu, melalui kegiatan ini peserta PKPA diharapkan dapat mengetahui implementasi dari ilmu selama perkuliahan yang didapat dalam mengelola suatu apotek. Apotek Rini merupakan apotek keluarga yang didirikan oleh kakak beradik Ny. Murdiana Baskoro, H. Slamet Effendi (alm), dan Ny. Murdiati Purnomohadi (alm). Apotek Rini didirikan sejak tahun 1968 dan saat ini Apotek Rini memiliki tiga orang apoteker yaitu APA, apoteker pendamping, dan wakil pimpinan yang juga seorang apoteker. Pelayanan kefarmasian dan pengelolaan apotek yang baik membuat apotik Rini terus bisa mempertahankan eksistensinya selama lebih dari 44 tahun. Apotek Rini yang berlokasi di Jalan Balai Pustaka Timur No. 11, Jakarta Timur berada pada kawasan yang strategis. Hal ini karena Apotek Rini terletak di daerah yang ramai lalu lintas serta padat penduduk. Di sekitar Apotek Rini terdapat beberapa rumah sakit seperti RS Persahabatan, RS Dharma Nugraha, dan RS Rawamangun serta beberapa praktek dokter sehingga pasien yang mengunjungi rumah sakit atau praktek dokter dapat dengan menebus obat yang diresepkan di Apotek Rini. Selain itu, lokasi Apotek Rini juga terletak di pinggir jalan dua arah yang dilalui oleh kendaraan umum,sehingga dengan mudah dijangkau oleh pasien bila menggunakan kendaraan umum. Daerah di sekitar Apotek Rini termasuk daerah yang ramai karena terdapat banyak tempat makan dan pusat perbelanjaan, seperti swalayan Tip-Top, Pizza Hut, 7 Eleven dan para pedagang kaki lima di pinggir jalan. Hal ini sangat menguntungkan para pasien 41
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
42
atau keluarga pasien karena selagi menunggu penyiapan obat oleh apotek, pasien atau keluarga pasien bisa berbelanja atau makan di tempat-tempat tersebut. Di sekitar Apotek Rini juga banyak terdapat apotek pesaing seperti Apotek Century, Apotek Famili, Apotek K24, Apotek Kimia Farma dan masih banyak lagi. Meskipun banyak apotek lain yang bermunculan di sekitar Apotek Rini, tetap saja Apotek Rini adalah apotek yang paling ramai dikunjungi oleh pasien. Hal ini disebabkan Apotek Rini menyediakan obat-obatan dan alat kesehatan yang lengkap, harga yang ditawarkan juga cukup bersaing, memberikan pelayanan yang ramah, dan selain itu Apotek Rini telah berdiri cukup lama sehingga telah menimbulkan kepercayaan kepada pasien. Bahkan, bersama apotek lainnya, Apotek Rini justru menjalin kerja sama dalam menjamin ketersediaan obat dengan memudahkan penjualan dan pembelian antar apotek. Apotek Rini memiliki design eksterior yang cukup unik dan khas di mana Apotek Rini tetap mempertahankan desain bangunan aslinya. Hal ini berbeda dengan apotek pesaing yang berada di sekitar Apotek Rini yang memiliki desain lebih modern. Papan nama apotek yang besar terlihat lebih menarik dengan hisan lampu warna-warni di pinggirannya membuat orang-orang dapat melihatnya dari berbagai arah. Kaca yang transparan di bagian depan apotek memperlihatkan dengan jelas kelengkapan obat-obat yang ada di Apotek Rini dan juga keramaian pengunjung yang membeli obat. Selain itu di depan Apotek Rini juga terdapat bangku untuk tempat duduk pasien maupun keluarga pasien yang menunggu di luar. Apotek Rini juga dilengkapi dengan halaman parkir yang cukup luas, sehingga member kemudahan bagi konsumen yang membawa kendaraan pribadi. Tempat parkir tersebut dikoordinasikan dan dijaga oleh dua orang satpam sehingga pasien dapat merasa nyaman dan aman untuk meninggalkan kendaraanya. Selain itu Apotek Rini memberikan pelayanan tambahan dengan memberikan cover/penutup pada motor-motor konsumen yang diparkir di halaman Apotek Rini. Hal ini memberikan kenyamanan tersendiri bagi konsumen terutama saat memarkir motor di siang hari, sehingga saat akan digunakan jok motor menjadi tidak terlalu panas.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
43
Di Apotek Rini juga tersedia berbagai mesin ATM sehingga memudahkan pasien dalam mengambil uang. Tata ruang Apotek Rini didesain dengan cukup baik. Ruangan yang ada di Apotek Rini terdiri dari ruang tunggu, ruang pelayanan resep, ruang pelayanan OTC, ruang penyerahan obat, ruang peracikan, ruang administrasi dan keuangan, dan ruang pimpinan, gudang, dapur, toilet dan mushola. Pada ruang tunggu Apotek Rini dilengkapi pendingin ruangan (air conditioner) dan televisi sehingga konsumen tidak merasa jenuh saat menunggu antrian. Perabotan apotek baik di ruang depan maupun di ruang dalam telah tertata rapi. Rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain tersusun rapi dan jelas sehingga mengurangi kesalahan pengambilan obat. Di Apotek Rini juga tersedia beberapa komputer, printer all in one, mesin fax, dan telepon. Apotek Rini sudah menggunakan sistem komputerisasi untuk pemeriksaan harga, jenis dan stok barang. Apotek Rini juga menyediakan jaringan internet yang digunakan salah satunya untuk mengirimkan laporan narkotika dan psikotropika setiap bulannya secara online melalui aplikasi SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika). Untuk semakin meningkatkan kepuasan konsumen maka Apotek Rini memberikan pelayanan kefarmasian selama 24 jam setiap hari, sehingga konsumen dapat membeli obat maupun alat kesehatan kapanpun dibutuhkan. Selain itu, Apotek Rini juga memyediakan layanan bagi konsumen yang tidak punya cukup waktu untuk ke apotek yaitu berupa penerimaan resep melalui fax hingga pengantaran obat ke rumah pasien untuk daerah Rawamangun dan sekitarnya. Jumlah karyawan yang dimiliki Apotek Rini saat ini adalah sebanyak 80 orang yang terdiri dari Pimpinan, Wakil Pimpinan, Apoteker Pengelola Apotek (APA), Apoteker Pendamping, Asisten Apoteker, Juru Resep, Administrasi, Kasir dan Satpam. Karyawan tersebut dibagi menjadi tiga shift yaitu pagi (sekitar 30 karyawan), sore (sekitar 30 karyawan), dan malam (sekitar 20 karyawan). Satpam di Apotek Rini juga sekaligus bertugas untuk mengantarkan obat pesanan. Karyawan di Apotek Rini merupakan karyawan yang berpengalaman dan terlatih dengan baik dalam melaksanakan kegiatan kefarmasian di apotek. Banyak diantara mereka yang sudah bekerja selama puluhan tahun di Apotek Rini. Hal Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
44
disebabkan oleh penerapan nilai kekeluargaan pada hubungan antar karyawan namun tetap tegas dalam pelaksanaan kegiatan sehari-hari di apotek. Dengan jumlah tenaga kerja terlatih yang telah memadai dan pembagian tugas kerja yang baik, maka pelayanan kefarmasian di Apotek Rini dapat dilaksanakan dengan optimal. Pengadaan perbekalan di Apotek Rini dilakukan setiap hari kepada distributor yang terpilih di mana pembelian tersebut dilakukan berdasarkan trend penjualan setiap harinya dan pengadaan perbekalan ini dilakukan oleh bagian pembelian. Pembelian tersebut dilakukan berdasarkan jumlah persediaan barang yang dapat dilihat dari hasil print out komputer. Print out dilakukan tiap pukul 00.00 WIB. Jika obat sudah mendekati stok minimum maka barang tersebut harus segera dipesan. Berdasarkan hasil print out tersebut juga dapat diketahui obat yang fast moving dan slow moving. Obat fast moving memiliki stok minimum yang lebih besar dan dipesan setiap minggu untuk menghindari kekosongan obat. Untuk obat slow moving, memiliki nilai stok minimum yang kecil bahkan tidak memiliki stok minimum sehingga baru dibeli ketika akan habis. Hal tersebut di atas dilakukan untuk menghindari penyimpanan obat yang terlau lama di gudang dan menghindari penumpukan obat di gudang. Pemesanan barang dilakukan setiap hari mulai dari pukul 08.00 sampai selesai. Apotek Rini bekerja sama dengan beberapa distributor untuk memenuhi kebutuhan barang di Apotek Rini. Pemilihan distributor tersebut berdasarkan pertimbangan lokasi, kualitas barang yang dikirim, ketepatan waktu pengiriman, diskon yang diberikan, lamanya distributor memberikan tenggat waktu untuk pembayaran secara kredit, dan kemudahan dalam pengembalian obat yang rusak dan kadaluarsa. Barang pesanan yang datang akan diterima oleh oleh petugas bagian penerimaan barang. Penerimaan barang dari distributor ini dilakukan di tempat yang sama dengan tempat penyerahan obat kepada pasien. Hal ini dirasa cukup mengganggu kenyamanan pasien, sehingga sebaiknya perlu disediakan ruangan khusus untuk penerimaan barang. Setelah barang diterima kemudian diperiksa keadaan fisik barang, tanggal kadaluarsa, jenis dan jumlah barang sesuai dengan faktur. Faktur yang diterima terdiri faktur asli yang diberikan kepada distributor, sedangkan salinannya Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
45
diberikan pada petugas gudang untuk selanjutnya akan diinput ke komputer. Pembayaran kepada pihak distributor dapat dilakukan secara tunai maupun kredit. Untuk sediaan narkotika sistem pembayaran dilakukan secara tunai, sedangkan untuk sediaan lain selain narkotika dilakukan secara kredit. Pembayaran kepada masing-masing distributor dilakukan berdasarkan tanggal kesepakatan yang telah ditetapkan. Secara umum sistem penyimpanan dan penataan barang di Apotek Rini sudah cukup baik. Hanya saja karena banyaknya resep yang masuk ke apotek kadang membuat karyawan tidak mengembalikan lagi obat pada tempatnya, sehingga saat mencari obat yang sama akan sulit untuk menemukannya. Obat-obat disimpan di ruang peracikan dan disimpan pada tempat yang berbeda berdasarkan bentuk sediaannya seperti tablet, sirup, krim, salep, obat tetes, obat suntik, infus, dan alat kesehatan. Obat disusun secara alfabetis dengan sistem FIFO (First IN First Out). Sistem peyimpanan FEFO (First Expired First Out) tidak diterapkan karena sebagian besar obat-obat yang ada di Apotek Rini merupakan obat yang fast moving sehingga umumnya barang telah habis sebelum waktu kadaluarsanya tiba. Meskipun penyimpanan tidak dilakukan dengan system FEFO, petugas tetap memperhatikan kadaluarsa obat. Apotek Rini juga mempunyai tempat penyimpanan obat-obat mahal (sediaan padat) secara terpisah dari obat lainnya di mana obat-obat tersebut disimpan pada lemari kaca yang diletakkan di dekat meja pemberian etiket. Standar mahal yang ditetapkan yaitu minimal dengan harga lima belas ribu rupiah untuk satu butir obat, selain itu obat yang rentan hilang juga ditempatkan di sini. Kemudian juga disediakan tempat penyimpanan untuk obat yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus, misalnya di lemari pendingin, yaitu sediaan obat suppositoria, ovula, insulin, dan vaksin. Untuk obat OTC, obat tidak disusun secara alfabetis melainkan berdasarkan indikasi obat. Obat-obat OTC disimpan di gudang baru yang dulu merupakan mushola wanita. Obat-obat generik tidak disimpan di dalam gudang melainkan disimpan di ruang peracikan yang diletakkan di atas lemari penyimpanan obat paten. Sediaan narkotika di Apotek Rini disimpan dalam lemari kayu yang terdiri dari dua bagian, menempel pada tembok dan dikunci dengan dua Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
46
kunci yang berlainan. Untuk golongan psikotropika, obat disimpan secara terpisah dengan obat lainnya tetapi tidak disimpan pada lemari khusus seperti obat narkotika dan dikelompokkan menjadi obat generik dan paten. Pemesanan narkotika dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan khusus, yaitu Surat Pesanan Narkotika yang telah ditanda tangani oleh APA. Pada Surat Pesanan Narkotika tersebut harus tercantum nama jelas, nomor SIK, jabatan, alamat rumah, nama apotek serta stempel apotek. Satu Surat Pesanan hanya berlaku untuk 1 jenis narkotika yang dipesan pada PBF Kimia Farma dengan pembayaran secara tunai. Pelaporan penggunaan narkotika dan psikotropika dilakukan paling lambat tanggal 10 setiap bulannya. Laporan ditandatangani APA dan dibuat empat rangkap serta ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan DKI Jakarta Timur dengan tembusan kepada Kepala Dinas DKI Jakarta, Kepala Balai Besar POM DKI Jakarta, serta satu rangkap sebagai arsip Apotek Rini. Namun sejak sosialisasi yang dilakukan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur pada tanggal 6 Mei 2013, pelaporan narkotika yang dilakukan secara online melalui aplikasi SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika) dengan alamat website http://sipnap.binfar.depkes.go.id. Namun, pelaporan narkotika dan psikotropika yang ditujukan kepada Balai Besar POM Jakarta masih dilakukan seperti biasa. Sebelum barang dikeluarkan dari gudang dilakukan pencatatan secara manual pada kartu stok di mana hal ini dilakukan untuk mengetahui stok obat. Sistem pencatatan sepeti ini sudah tidak diterapkan lagi di Apotek Rini karena sudah diterapkan sistem komputerisasi. Pada sistem ini, setelah transaksi, system ini akan secara otomatis mengurangi stok obat yang keluar, sehingga dapat langsung diketahui persediaan obat pada saat itu juga. Dengan diterapkannya sistem komputerisasi ini, bagian penerimaan resep dapat dengan mudah memeriksa ketersediaan obat yang tertulis pada resep dan bagian penjualan dapat mengetahui sisa obat setiap harinya guna keperluan pemesanan pada distributor. Dengan jumlah resep per hari di Apotek Rini yang cukup banyak maka dengan diterapkannya sistem ini memperpudah dan mempercepat kegiatan di apotek.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
47
Resep yang masuk setiap hari di Apotek Rini dibagi menjadi empat, yaitu resep pagi, sore, malam, dan bius. Resep diurutkan dari nomor resep terkecil ke nomor resep terbesar. Resep selama satu tahun terakhir disimpan dalam kotak penyimpanan resep. Resep tersebut disimpan dalam suatu kotak berdasarkan bulan penerimaan resep untuk mempermudah penelusuran dan pencarian resep. Sedangkan resep yang lebih dari setahun disimpan di dalam gudang. Resep tersebut disimpan selama tiga tahun untuk selanjutnya dimusnahkan. Tahap awal pelayanan resep yaitu dimulai dari masuknya resep dari pasien di bagian penerimaan resep. Kemudian dilakukan skrinning resep untuk memastikan persyaratan administratif, farmasetik dan pertimbangan klinis resep telah terpenuhi serta dilakukan pengecekan ketersedian obat yang ada di Apotek Rini. Resep ini didokumentasikan dalam suatu sistem komputer yang terhubung dengan komputer lainnya di dalam apotek.. Apabila obat tidak ada, pihak apotek akan menanyakan kepada pasien apakah mau menunggu atau tidak, kemudian pihak apotek berusaha untuk mencari obat tersebut ke apotek lain atau memesannya langsung ke distributor. Setelah perhitungan harga resep, kemudian pasien akan membayar resep di kasir dan akan mendapatkan struk pembayaran dan nomor resep, serta pasien diminta untuk menunggu penyiapan resep. Setelah itu, resep dimasukkan ke dalam ruang peracikan melalui loket. Kemudian pada tahap peracikan akan dilakukan penyiapan etiket maupun peracikan obat. Untuk peracikan sediaan puyer, Apotek Rini tidak lagi menggunakan cara manual seperti umumnya, di mana puyer dimasukkan ke dalam kertas perkamen dan dibungkus. Apotek Rini sudah memiliki kemasan tersendiri untuk puyer dengan menggunakan suatu mesin, yaitu puyer dimasukkan dalam kantong kertas kemudian ditutup dengan menggunakan mesin sealing, sehingga pelaksanaan peracikannya juga tidak terlalu lama. Namun untuk puyer yang jumlah volume per bungkusnya sedikit, tetap digunakan cara manual dengan membungkusnya menggunakan kertas perkamen. Setelah itu, sebelum obat diberikan pada pasien, dilakukan pemeriksaaan akhir terlebih dahulu untuk mengetahui kesesuaian jenis dan jumlah obat dengan resep. Setelah itu, obat dimasukkan dalam wadah yang sesuai dan diberi etiket serta copy resep dan kuitansi jika diperlukan. Terakhir, sebelum diserahkan Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
48
kepada pasien, dilakukan pemeriksaan akhir untuk mengecek kesesuaian jenis dan jumlah obat dengan resep. Setiap tahapan tersebut, mulai dari penerimaan resep hingga pemeriksaan obat dilakukan oleh orang yang berbeda. Hal ini bertujuan untuk mengurangi resiko kesalahan pengerjaan resep dan dapat saling mengoreksi antara personel. Setiap orang yang melakukan pemberian harga, penyiapan obat, pemberian etiket, dan pengecekan akhir akan memberikan tandatangan pada kertas yang disimpan bersama dengan resep. Hal ini bertujuan untuk mempermudah penelusuran informasi jika terjadi kesalahan pada penberian harga, penyiapan obat dan pemberian etiket. Apotek tidak sekedar merupakan bisnis retail yang hanya menghasilkan keuntungan semata. Apotek sebagai tempat pengabdian profesi apoteker juga harus menjalankan fungsinya dalam memberikan informasi obat kepada pasien atau disebut Pelayanan Informasi Obat (PIO). Pelaksanaan PIO di Apotek Rini belum berjalan dengan baik. Pelaksanaan pelayanan informasi obat telah dilaksanakan di Apotek Rini pada pasien yang menanyakan informasi-informasi tersebut baik secara tatap muka maupun melaui telepon. Namun, pelayanan tersebut masih perlu ditingkatkan. Apotek diharapkan dapat memberikan informasi penting yang perlu diketahui oleh setiap pasien mengenai obat yang diminumnya dan terapi yang sedang dijalankannya. Ruangan khusus untuk pelayanan informasi obat juga diperlukan agar pelayanan informasi obat dapat berjalan secara maksimal.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan a.
Kegiatan di Apotek Rini baik itu kegiatan di bidang teknis kefarmasian maupun di bidang non teknis kefarmasian telah berjalan dengan baik.
b.
Apoteker berperan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam pengelolaan apotek, baik teknis dan non-teknis farmasi. Kegiatan non teknis kefarmasian meliputi pengelolaan modal dan sarana, administrasi dan keuangan serta sumber daya manusia. Sedangkan pada kegiatan teknis kefarmasian, apoteker berperan dalam mengatur perencanaan, pengadaan, pendistribusian, penyimpanan.
c.
Dengan dilaksanakannya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Rini, calon apoteker yang sebelumnya hanya memperoleh pengetahuan mengenai peran apoteker di apotek melalui perkuliahan dapat mengetahui peranannya di apotek secara nyata baik di bidang teknis maupun non teknis kefarmasian.
5.2 Saran a.
Perlunya peningkatan kedisiplinan karyawan untuk meletakkan obat-obat ke tempat semula. Hal ini bertujuan agar memudahkan karyawan dalam mencari obat.
b.
Perlunya peningkatan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien agar pelayanan kefarmasian dapat berjalan dengan baik sehingga dapat meminimalkan terjadinya medication error dan meningkatkan kepatuhan pengobatan pasien.
c.
Menyediakan leaflet/brosur mengenai informasi terkait cara pakai obat atau mengenai penyakit dan pengobatannya sebagai sarana edukasi bagi masyarakat agar peran apoteker lebih nyata di masyarakat.
49
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Anonim.
(1978).
Peraturan
Menteri
28/MENKES/PER/I/1978Tentang
Kesehatan
Penyimpanan
Narkotika.
Nomor Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Anonim.(1980). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan dan Tambahan Atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek. Jakarta. Anonim(1993). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Anonim. (1997). Surat Edaran Direktorat Jenderal POM Nomor 336/E/SE/1997 Tentang Narkotika. Jakarta : Direktorat Jenderal POM. Anonim. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta. Anonim. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta. Anonim. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta. Anonim. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri No. 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta. Departemen
Kesehatan
RI.
(2004).
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
No.1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta.
50
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
51
Lampiran 1. Denah Ruangan Apotek Rini
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
52
Lampiran 2. Contoh Salinan Resep
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
53
Lampiran 3. Contoh Etiket
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
54
Lampiran 4. Contoh Kwitansi
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
55
Lampiran 5. Contoh Surat Pesanan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
56
Lampiran 6. Contoh Faktur Barang
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
57
Lampiran 7. Contoh Tanda Terima Tukar Faktur
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
58
Lampiran 8. Contoh Surat Pesanan Narkotika
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
59
Lampiran 9. Surat Laporan Penggunaan Narkotik ke Balai Besar POM.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
60
Lampiran 10. Surat Laporan Penggunaan Narkotik ke Suku Dinas
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
61
Lampiran 11. Contoh Format Pelaporan Narkotik.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
62
Lampiran 12. Contoh Surat Pesanan Psikotropika
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
KAJIAN PERESEPAN OBAT EZETIMIBE PADA BULAN JULI 2013 DI APOTEK RINI
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
YULI YULFRIDA, S.Farm. 1206330255
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
KAJIAN PERESEPAN OBAT EZETIMIBE PADA BULAN JULI 2013 DI APOTEK RINI
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
YULI YULFRIDA, S.Farm. 1206330255
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 ii
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ i HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ............................................................................................. iv BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1 1.2 Tujuan ............................................................................................. 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 3 2.1 Hiperlipidemia................................................................................. 3 2.1.1 Definisi .................................................................................. 3 2.1.2 Etiologi .................................................................................. 3 2.1.3 Patofisiologi .......................................................................... 6 2.1.4 Manifestasi Klinis .................................................................. 7 2.2 Ezetimibe ........................................................................................ 8 2.2.1 Mekanisme Kerja ................................................................... 8 2.2.2 Indikasi .................................................................................. 8 2.2.3 Kontraindikasi ....................................................................... 8 2.2.4 Efek Samping ........................................................................ 9 2.2.5 Dosis ..................................................................................... 9 2.2.6 Farmakokinetik ...................................................................... 9 2.2.7 Interaksi Obat ...................................................................... 10 2.2.8 Sediaan ................................................................................ 10 2.2.9 Nama Dagang ...................................................................... 10 BAB 3. METODOLOGI PENGKAJIAN........................................................ 11 3.1 Waktu dan Tempat ........................................................................ 11 3.2 Cara Kerja ..................................................................................... 11 3.2.1 Pengambilan Data ................................................................ 11 3.2.2 Pengolahan Data .................................................................. 11 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 12 4.1 Hasil .............................................................................................. 12 3.2 Pembahasan ................................................................................... 13 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 18 5.1 Kesimpulan ................................................................................... 18 5.2 Saran ............................................................................................. 18 DAFTAR ACUAN ........................................................................................... 19 TABEL……...................................................................................................... 20 iii
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Profil Penyakit Hiperlipidemia Primer ............................................... 4 Tabel 2.2 Pola Lipoprotein Berbagai Tipe Hiperlipidemia ................................. 6 Tabel 4.1 Jumlah Peresepan Obat Ezetimibe pada Bulan Juli 2013 di Apotek Rini ..................................................................................... 20 Tabel 4.2 Persentase Kerasionalan Peresepan Obat Ezetimibe pada Bulan Juli 2013 di Apotek Rini .................................................................. 21 Tabel 4.3 Persentase Jenis-Jenis Masalah yang Terkait dengan Obat dalam Peresepan Obat Ezetimibe pada Bulan Juli 2013 .............................. 21
iv
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penyakit ateroskeloris merupakan penyakit multifaktorial, dimana kadar kolesterol yang tinggi merupakan salah satu faktor resiko utama. Pengobatan hiperlipidemia meliputi penanganan sebab-sebab penyakit sekunder (diabetes mellitus, hipotiroid, sindrom nefrotik, dsb.), pengaturan diet dan obat. Pengaturan diet dilakukan meliputi pengurangan konsumsi lemak total (terutama yang mengandung lemak jenuh), kolesterol dan kalori (untuk obesitas). Kadar kolesterol dianggap normal jika kurang dari 200 mg/dl, borderline jika antara 200-239 mg/dl dan hiperkolesterolemia jika diatas 240 mg/dl. Pemberian obat dilakukan jika diet telah dilakukan selama 3-6 bulan tanpa hasil yang memadai. Terapi dengan obat hipolipidemik dianggap penting karena mempengaruhi dan mencegah
komplikasi
ateroskeloris.
Meskipun
demikian,
karena
upaya
penanganan penyakit ini berlangsung untuk waktu yang lama, maka perlu dipertimbangkan risk-benefit pada pemberian suatu obat hipolipidemik. Ezetimibe merupakan obat pertama pada golongan baru penghambat absorpsi kolesterol. Obat ini bekerja pada usus halus dan menghambat absorpsi kolesterol, sehingga mengurangi pengantaran kolesterol dari saluran cerna ke hati. Hal ini menyebabkan penurunan penyimpanan kolesterol di hepatik dan meningkatkan clearance kolesterol dari darah. Ezetimibe tidak meningkatkan eksresi asam empedu (seperti resin) dan tidak menghambat sintesis kolesterol di hati (seperti statin). Meskipun belum sepopuler golongan statin dan asam fibrat, ezetimibe mulai banyak digunakan. Penggunaan ezetimibe sebagai penurun kolesterol dapat sebagai monoterapi atau dikombinasikan dengan golongan lainnya yaitu statin dan asam fibrat untuk mendapatkan hasil penurunan kadar LDL kolesterol yang lebih baik. Namun walaupun penggunaannya semakin tinggi, masih ada kemungkinan terjadi masalah terkait dengan obat. Hal ini dijadikan sebagai dasar pemilihan obat yang akan dikaji penggunaannya dalam resep yang ada di Apotek Rini. 1
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
2
Apoteker selaku penanggung jawab apotek mempunyai peran besar dalam hal pengawasan pengelolaan obat, pelayanan dan peningkatan mutu apotek, serta jaminan keefektifan dan keamanan obat yang diberikan kepada pasien. Seorang calon apoteker tidak cukup hanya belajar teori akan tetapi perlu mengetahui dan memahami secara langsung tentang pelayanan dan pengelolaan di apotek yang sesungguhnya melalui Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA). Pada laporan ini dilakukan pengkajian mengenai peresepan obat ezetimibe dengan nama dagang Ezetrol® yang ada di apotek Rini pada bulan Juli 2013. Resep-resep tersebut dinilai kerasionalannya dari berbagai segi yaitu kelengkapan administrasi, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis.
1.2 Tujuan Tujuan dari Praktek Kerja Program Apoteker (PKPA) di Apotek Rini adalah agar mahasiswa program profesi apoteker Fakultas Farmasi UI dapat: 1.
Mengetahui jumlah total dan persentase peresepan yang mengandung ezetimibe pada periode bulan Juli 2013 di Apotek Rini.
2.
Mengetahui kecenderungan jenis penyakit yang menggunakan terapi obat ezetimibe.
3.
Mengetahui kombinasi obat ezetimibe dengan obat lainnya berdasarkan resep.
4.
Mengkaji peresepan ezetimibe yang diterima Apotek Rini selama periode Juli 2013 dari sisi kerasionalan resep.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hiperlipidemia 2.1.1 Definisi Hiperlipidemia didefinisikan sebagai peningkatan satu atau lebih dari berikut
ini:
kolesterol,
ester
kolesterol,
fosfolipid,
atau
trigliserida.
Hiperlipoproteinemia menggambarkan peningkatan konsentrasi makromolekul lipoprotein yang membawa lipid ke dalam plasma. Peningkatan lipid plasma dapat menyebabkan risiko penyakit jantung koroner, serebrovaskular, dan penyakit arteri pembuluh darah perifer (Dipiro, et al., 2005).
2.1.2 Etiologi Hiperlipidemia dibagi menjadi hiperlipidemia primer dan hiperlipidemia sekunder. Hiperlipidemia primer dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2005) : 1. Hiperlipoproteinemia monogenik Hiperlipidemia ini terjadi karena kelainan gen tunggal yang diturunkan. Sifat penurunan ini mengikuti hukum Mendel. 2. Hiperlipoproteinemia poligenik/multifaktorial. Kadar kolesterol pada kelompok ini ditentukan oleh gabungan-gabungan faktor genetik dengan faktor lingkungan. Diet lemak jenuh dan kolesterol mempengaruhi kadar kolesterol pada pasien-pasien ini. Jenis poligenik lebih banyak ditemukan daripada monogenik, tetapi jenis monogenik mempunyai kadar kolesterol yang lebih tinggi. Individu
dengan
hiperlipidemia primer
juga
mungkin
menderita
hiperlipidemia sekunder yang menimbulkan perubahan gambaran lipidnya. Hiperlipidemia sekunder diakibatkan oleh diet, penyakit, atau pemberian obat. Hiperlipidemia sekunder berhubungan dengan diabetes melitus yang tidak terkontrol, minum alkohol, hipotiroidisme, penyakit obstruksi hati, sindrom nefrotik, uremia, penyakit penimbunan glikogen atau disprotenemia (myeloma 3
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
4
multiple, makroglobulinemia, lupus eritematosus). Keberhasilan pengobatan penyakit dasar biasanya memperbaiki hiperlipoproteinemia. Hiperlipoproteinemia sekunder juga dapat disebabkan oleh pemberian kortikosteroid, estrogen, androgen, diuretik, atau penghambat adrenoseptor beta.
Tabel 2.1 Profil Penyakit Hiperlipidemia Primer Jenis Penyakit
Peningkatan
Kadar Lipid Plasma (mg/dl)
Lipoprotein
T = Trigliserida K = Kolesterol
Monogenik Defisiensi Lipoprotein Lipid Familial
Kilomikron
T : 10.000 K : 500
Disbetalipoproteinemia
tipe
Familial Hiperkolesterolemia
III Kilomikron &
T : 350
LDL
K : 350
Familial LDL
T : 100
(Heterozigot)
K : 350
Hipertrigliseridemia Familial
VLDL
T : 500 K : 200
Hiperlipidemia Multipel
VLDL & LDL
T : 100-500 K : 250-400
Multifaktorial Hiperkolesterolemia poligenik
LDL
T : 100 K : 280
Hipertrigliseridemia
VLDL
T : 500 K : 200
Klasifikasi
hiperlipoproteinemia
yang
dikenal
adalah
klasifikasi
Frederickson atau NHLBI yang membagi hiperlipoproteinemia atau dasar fenotip plasma (Tabel 2.2). 1. Tipe I Tipe ini memperlihatkan hiperkilomikronemia pada waktu puasa bahkan dengan diet lemak normal dan biasanya disebabkan oleh defisiensi lipoprotein lipase yang dibutuhkan untuk metabolisme kilomikron. Trigliserid serum meningkat dengan jelas, dan rasio kolesterol/trigliserid biasanya < 0,2/1. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
5
2. Tipe II Pada tipe ini terjadi peninggian LDL dan apoprotein B dengan VLDL kadar normal (tipe IIa) atau meningkat sedikit (tipe IIb). Kelainan homozigot dan heterozigot mudah didiagnosis pada anak dengan mengukur LDL kolesterol. Bentuk paling umum hiperlipidemia tipe II diduga disebabkan oleh penurunan jumlah reseptor LDL berafinitas tinggi. Pada heterozigot jumlah reseptor LDL primer fungsional kira-kira setengah nilai normal dan homozigot lebih sedikit lagi. Blokade degradasi LDL menyebabkan penimbunan LDL dalam plasma yang kemudian meningkatkan deposit lemak di dinding arteri. 3. Tipe III Penimbunan LDL pada tipe ini mungkin disebabkan oleh blokade parsial dalam metabolisme VLDL menjadi LDL, peningkatan produksi apoprotein B atau peningkatan kadar apoprotein E total. Pada beberapa penderita dengan kelainan familial tipe III ditemukan defisiensi atau hilangnya apoprotein E-III yang tinggi afinitasnya terhadap hati. Pada penderita ini ambilan sisa VLDL dan sisa kilomikron oleh hati dihambat dan terjadi kumulasi di darah dan jaringan. Pada kelainan ini kolestrol serum dan trigliserida meningkat (350-800 mg/dl). 4.
Tipe IV Tipe ini mungkin merupakan hiperlipidemia yang terbanyak dijumpai di
negeri Barat. Di sini terjadi peningkatan VLDL dengan hipertrigliseridemia. Separuh dari penderita ini meningkat kadar trigliseridanya pada umur 25 tahun. Mekanisme kelainan yang familial tidak diketahui, tetapi tipe IV yang didapat biasanya bersifat sekunder akibat penyakit lain, alkoholisme berat atau diet kaya karbohidrat; dan biasanya penderita gemuk. Iskemia jantung mungkin terjadi (lebih jarang disbanding dengan tipe II) pada umur 40 tahunan dan setelahnya pada penderita dengan tipe IV familial. 5. Tipe V Tipe ini memperlihatkan kumulasi VLDL dan kilomikron, mungkin karena gangguan katabolisme trigliserid endogen dan eksogen. Karena semua lipoprotein terdiri dari kolesterol, kadar kolestrol mungkin meningkat jika kadar trigliserida terlalu tinggi. Kelainan ini jarang ditemukan. Secara genetik mungkin
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
6
bersifat heterogen dan penderita dengan kelainan familial biasanya tidak menunjukkan gejala sampai sesudah usia 20 tahun.
Tabel 2.2 Pola Lipoprotein Berbagai Tipe Hiperlipidemia Pola Liporotein
Peningkatan Utama Dalam Plasma Lipoprotein
Lipid
Tipe I
Kilomikron
Trigliserid
Tipe IIa
LDL
Kolestrol
Tipe IIb
LDL dan VLDL
Kolestrol dan Trigliserid
Tipe III
IDL
Trigliserid dan Kolesterol
Tipe IV
VLDL
Trigliserid
Tipe V
VLDL dan kilomikron
Trigliserid dan Kolesterol
2.1.3 Patofisiologi Kolesterol, trigliserida, fosfolipid dan diangkut dalam aliran darah sebagai kompleks lipid dan protein yang dikenal sebagai lipoprotein. Peningkatan total kolesterol dan low-density lipoprotein (LDL) dan penurunan high-density lipoprotein (HDL) berhubungan dengan perkembangan penyakit jantung koroner (PJK). Hipotesis response-to-injury menyatakan faktor risiko seperti LDL teroksidasi, cedera mekanik pada endotel, homosistein yang berlebihan, serangan imunologi, atau perubahan yang disebabkan infeksi pada fungsi endotel dan intima menyebabkan disfungsi endotel dan serangkaian interaksi seluler yang berujung pada aterosklerosis. Hasil klinis termasuk angina, infark miokard, aritmia, stroke, penyakit arteri perifer, aneurisma aorta abdominal, dan kematian mendadak. Lesi aterosklerosis diperkirakan timbul dari transportasi dan retensi LDL plasma melalui lapisan sel endotel ke dalam matriks ekstraselular dari ruang subendothelial. Pada dinding arteri, LDL dimodifikasi secara kimia melalui oksidasi dan glikasi nonenzimatik. LDL yang teroksidasi kemudian menarik monosit ke dinding arteri, yang selanjutnya berubah menjadi makrofag yang akan mempercepat oksidasi LDL. Teroksidasinya LDL menyebabkan terjadinya respon inflamasi. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
7
Cidera berulang dan perbaikan dalam suatu plak aterosklerosis akhirnya mengarah pada fibrosa pelindung inti yang mendasari lipid, kolagen, kalsium, dan sel-sel inflamasi seperti limfosit T. Pemeliharaan plak fibrosa sangat penting untuk mencegah pecahnya plak dan trombosis koroner berikutnya (Dipiro et.al., 2006).
2.1.4 Manifestasi Klinik Hiperkolesterolemia familial ditandai dengan peningkatan selektif LDL plasma dan deposisi derivat kolesterol LDL pada tendon (xanthomas) dan arteri (atheromas). Kelainan tipe I biasanya muncul sebelum pasien berumur 10 tahun dengan gejala : kolik, nyeri perut berulang, xantoma dan hepatosplenomegali. Pada orang dewasa nyeri yang mirip akut abdomen sering disertai muntah. Pendarahan akibat pankreatitis akut merupakan komplikasi penyakit ini yang paling berat dan kadang-kadang fatal. Aterosklerosis jantung premature tidak dihubungkan dengan lipidemia tipe ini. Pemeriksaan biokimia menunjukkan adanya lapisan krem di permukaan plasma pasien puasa. Pada tipe II, gejala klinik timbul sejak masa anak pada individu homozigot, tetapi pada heterozigot gejala tidak muncul sebelum umur 20 tahun. Xantoma jenis tuberosa atau tendinosa timbul pada homozigot dan heterozigot, sedangkan lesi plantar sering tampak pada homozigot, penyakit iskemia jantung terjadi sebelum umur 20 tahun, pada pria heterozigot presentasenya mencapai 60% pada umur 50 tahun. Jadi deteksi dini sangat penting. Pada tipe III, gejala klinik muncul pada masa dewasa muda berupa xantoma pada telapak tangan dan kaki, dan kelainan tuberoeruptif di siku, lutut, atau
bokong
yang
mungkin
bersifat
karakteristik.
Penyakit
koroner,
kardiovaskular dan pembuluh darah tepi terjadi lebih cepat yaitu pada usia 40-50 tahun; intoleransi glukosa serta hiperurisemia terdapat pada 40% penderita. Pada tipe IV, gejala klinik muncul pada usia pertengahan.
Xantoma
umumnya tidak ada. Banyak dari penderita ini menunjukkan intoleransi glukosa dengan reaksi insulin berlebihan terhadap beban karbohidrat; dan lebih dari 40% disertai hiperurisemia. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
8
Pada tipe V, penderita dengan kelainan familial biasanya tidak menunjukkan gejala sampai sesudah usia 20 tahun. Penderita ini memperlihatkan intoleransi terhadap karbohidrat dan lemak, serta hiperurisemia. Hubungan antara penyakit jantung iskemik dan kelainan tipe V tidak jelas, tetapi kadar trigliserid harus diturunkan untuk mengurangi terjadinya xantoma, pankreatitis, dan nyeri abdomen (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2005) . 2.2 Ezetimibe 2.3.1 Mekanisme Kerja Ezetimibe merupakan obat pertama pada golongan baru penghambat absorpsi kolesterol pada usus kecil. Ezetimibe menghambat penyerapan kolesterol dengan cara berinteraksi dengan transporter NPC1L1 yang terletak pada membran enterocytes, ezetimibe menghambat 54% dari semua penyerapan kolesterol usus rata-rata. Dengan mengurangi kadar kolesterol dalam kilomikron yang disalurkan ke hati, ezetimibe mengurangi penyimpanan kolesterol di hati, merangsang peningkatan regulasi
reseptor LDL yang menghasilkan penurunan kolesterol
serum. Akibatnya, ezetimibe juga menginduksi peningkatan kompensasi dalam biosintesis kolesterol (Dipiro, et.al., 2006).
2.3.2 Indikasi Pemberian tunggal atau kombinasi dengan inhibitor HMG-CoA reduktase sebagai terapi tambahan untuk mengurangi peningkatan kolesterol total, low density
lipoprotein
(LDL),
dan
apolipoprotein
pada
pasien
dengan
hiperkolesterolemia primer. Kombinasi dengan atorvastatin atau simvastatin untuk mengurangi kolesterol total tinggi dan kadar LDL pada pasien dengan hiperkolesterolemia familial homozigot sebagai tambahan untuk pengobatan penurun lipid lain atau jika pengobatan tersebut tidak tersedia (Tatro, 2003).
2.3.3 Kontraindikasi Ezetimibe dikontraindikasikan dalam kombinasi dengan inhibitor HMGCoA pada pasien dengan penyakit hati aktif atau peningkatan persisten yang tidak
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
9
dapat dijelaskan pada transaminase serum; hipersensitivitas terhadap komponen produk (Tatro, 2003).
2.3.4 Efek Samping Pemberian ezetimibe tunggal : sakit kepala, nyeri perut, diare. Kombinasi ezetimibe dengan statin : sakit kepala, kelelahan, nyeri perut, konstipasi, kembung, mual, mialgia, peningkatan AST dan ALT. Kombinasi ezetimibe dengan fenofibrat : nyeri perut (Ezetrol®).
2.3.5 Dosis Dewasa dan anak-anak di atas 10 tahun : 10 mg satu kali per hari P.O (Tatro, 2003).
2.3.6 Farmakokinetik 2.3.6.1 Absorpsi Setelah pemberian secara oral, ezetimibe secara cepat diabsorpsi di usus dan mengalami konjugasi menjadi ezetimibe-glucuronide yang aktif secara farmakologi. Cmax 45 - 71 ng/mL (ezetimibe glucuronide) dicapai setelah 1-2 jam, sedangkan Cmax 3.4 - 5.5 ng/mL (ezetimibe) dicapai setelah 4-12 jam. Ezetimibe dapat diberikan dengan atau tanpa makanan.
2.3.6.2 Distribusi Lebih dari 90% terikat pada protein; 88-92% (ezetimibe) dan 99,7% (ezetimibe glucuronide)
2.3.6.3 Metabolisme Dimetabolisme secara aktif di usus kecil dan hati (melalui konjugasi glucuronide pada reaksi fase II).
2.3.6.4 Eliminasi T½ sekitar 22 jam. Sekitar 78%
dieksresikan melalui feces dan 11%
melalui urin (Tatro, 2003). Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
10
2.3.7 Interaksi Obat Interaksi obat yang mungkin terjadi pada penggunaan ezetimibe antara lain (Tatro, 2003) : 1.
Antasida : Antasida yang mengandung Aluminium dan magnesium dapat menurunkan konsentrasi puncak ezetimibe tetapi tidak AUC.
2.
Cholestyramine: AUC ezetimibe mungkin akan menurun.
3.
Siklosporin, turunan asam fibrik (misalnya, fenofibrate, gemfibrozil) : konsentrasi ezetimibe dapat meningkat.
2.3.8 Sediaan Tablet 10 mg
2.3.9 Nama Dagang Ezetrol®
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN
3.1 Waktu dan Tempat Pengamatan dilakukan di Apotek Rini dari tanggal 25 September 2013 sampai dengan 1 Oktober 2013.
3.2 Cara Kerja 3.2.1 Pengambilan Data Kajian peresepan ini dilakukan dengan mengumpulkan sampel berupa resep yang diterima Apotek Rini. Adapun kriteria inklusi resep tersebut adalah: a. Resep asli dan salinan resep yang masuk ke Apotek Rini pada bulan Juli 2013; b. Resep yang mengandung Ezetrol®. Sedangkan kriteria eksklusinya adalah resep yang tidak dapat dibaca dan resep yang rusak. Selanjutnya resep yang memenuhi kriteria inklusi akan dicatat, diolah, dan dikaji mengenai pola peresepannya.
3.2.2 Pengolahan Data Data yang dikumpulkan kemudian diolah berdasarkan persentase jumlah obat Ezetrol® yang diresepkan, kombinasi-kombinasi dari obat yang diresepkan, dan penilaian kerasionalan obat yang diresepkan pada bulan Juli 2013. Pengkajian resep dinilai dari kelengkapan administrasi, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis.
11
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Jumlah resep pada bulan Juli 2013 sebanyak 17206 lembar resep. Terdapat resep yang mengandung ezetimibe dengan nama dagang Ezetrol® sebanyak 12 lembar resep atau sekitar 0,0697% dari total jumlah resep yang diamati pada bulan tersebut. Adapun contoh resep yang mengandung Ezetrol® antara lain sebagai berikut:
Resep 1
Resep 2
Dokter : Sunarya S, Sp.JP
Dokter : Budiyanto, Sp.JP
Pro : Tn Musiran
Pro : Eris L
Umur : dewasa
Umur : dewasa
No. Resep : 282
No. Resep : 339
Jakarta, 12/07/13
Jakarta, 25/07/13 R/ Simvastatin 20 mg No. XXX
R/ Vaclo 75 mg No. LX S 1 dd 1
S 1 dd 1 malam R/ Ezetrol 10 mg No. XXX
R/ Stator 20 mg No. LX S 1 dd 1 malam
S 1 dd 1 malam R/ Candesartan 8 mg No. XXX
R/ Ezetrol No. XV S 1 dd 1 malam
S 1 dd 1 pagi R/ Bisoprolol 5 mg No. XXX
R/ Nevox XR 500 mg No. LX S 1 dd 1 pagi
S 1 dd 1 R/ Ascardia 80 mg No. XXX
R/ Allopurinol 300 mg No. XC S 1 dd 1
S 1 dd 1 R/ CPG 75 mg No. XX S 1 tab selang sehari
12
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
13
Resep 3
Resep 4
Dokter : Poppy C, Sp.PD
Dokter : Asnath
Pro : Rentana Al Tobing
Pro : Ny Yeni
Umur : dewasa
Umur : dewasa
No. Resep : 115
No. Resep : 216
Jakarta, 2/07/13
Jakarta, 17/07/13 R/ Exforge 10/160 No. XXX
R/ Ezetrol No.XXX S 1 dd 1 malam
S 1 dd 1 R/ Atofar 10 mg No.XXX
R/ Lacidofil No. XV S 2 dd 1 kembung
S 1 dd 1 R/ Ezetrol No. XXX S 1 dd 1
4.2 Pembahasan Ezetimibe merupakan penghambat absorpsi kolesterol pada usus kecil, dimana ezetimibe menghambat penyerapan kolesterol dengan cara berinteraksi dengan transporter NPC1L1 yang terletak pada membran enterocytes. Ezetimibe menghambat 54% dari semua penyerapan kolesterol usus rata-rata. Ezetimibe hanya memiliki satu nama dagang yaitu Ezetrol® yang dikeluarkan oleh PT. Merck Sharp & Dohme. Ezetimibe dapat menimbulkan kelelahan, sakit kepala, pusing, diare, dan nyeri perut. Obat ini dapat berinteraksi dengan obat lainnya seperti antasida, cholestyramine, siklosporin, fenofibrat, dan gemfibrozil. Kajian peresepan obat ezetimibe dilakukan dengan skrining resep pada bulan Juli 2013. Resep yang terdapat ezetimibe dibandingkan dengan jumlah lembar resep pada bulan tersebut. Selanjutnya resep tersebut dianalisis kelengkapan administrasi, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Penilaian kerasionalan dilihat dari ada atau tidaknya masalah yang terkait dengan obat, seperti kecenderungan jenis penyakit yang menggunakan terapi dengan obat ezetimibe, kombinasi dengan obat lainnya, interaksi dengan obat lain, dan lain sebagainya. Adapun kelengkapan administrasi yang harus ada dalam resep di antaranya nama, SIP (Surat Izin Praktek), dan alamat dokter penulis resep; tanggal Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
14
penulisan; paraf dokter; nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien; cara pemakaian obat yang jelas; serta informasi lain yang diperlukan. Hasil pengkajian resep diperoleh jumlah resep pada bulan Juli 2013 sebanyak 17206 lembar resep. Terdapat resep yang mengandung Ezetrol® sebanyak 12 lembar resep atau sekitar 0,0697% dari total keseluruhan resep. Resep-resep yang mengandung ezetimibe diperoleh dari beberapa dokter spesialis, diantaranya yaitu dokter spesialis jantung dan pembuluh darah yaitu sebesar 58,33%, yaitu sebanyak 7 resep dari total keseluruhan resep yang ada. Selain dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, juga diresepkan oleh dokter spesialis penyakit dalam yaitu sebesar 25,00% , yaitu sebanyak 3 resep dari total keseluruhan resep yang mengandung ezetimibe. Resep lain yang menggunakan ezetimibe diperoleh dari dokter umum. Dari hasil pengamatan resep, ezetimibe diresepkan untuk pengobatan hiperlipidemia, dimana ezetimibe dapat diresepkan sebagai pengobatan tunggal ataupun kombinasi dengan golongan obat hipolipidemik lainnya, seperti statin (simvastatin, atorvastatin) ataupun asam fibrat (gemfibrozil, fenofibrat). Selain dikombinasi dengan golongan obat hipolipidemik lainnya, ezetimibe juga sering dikombinasikan dengan obat antihipertensi (amlodipine, bisoprolol), antidiabetik (metformin,
glimepiride),
antiplatelet/trombolitik
(asam
asetil
salisilat,
clopidogrel) , obat pirai (allopurinol), dll. Resep yang berisikan kombinasi ezetimibe dengan obat hipolipidemik lainnya, obat antihipertensi, dan antidiabetik berturut-turut, yaitu 66,67%, 66,67%, dan 41,67%. Ezetimibe dikontraindikasikan dalam kombinasi dengan inhibitor HMGCoA (golongan statin) pada pasien dengan penyakit hati aktif. Hal ini terkait dengan efek samping yang dapat ditimbulkan pada penggunaan kombinasi ezetimibe dengan statin adalah peningkatan AST dan ALT. Dari hasil pengamatan resep, sebagian besar ditemukan penggunaan kombinasi kedua obat ini yaitu sebanyak 8 resep atau 66,67%. Dapat disimpulkan bahwa pasien yang mendapatkan resep tersebut tidak menderita penyakit hati aktif, selain itu dapat dilihat dari tidak ditemukan adanya penggunaan agen hepatoprotektor untuk menjaga kesehatan hati pada resep yang mengandung ezetimibe pada bulan Juli 2013. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
15 Peresepan Ezetrol® pada resep yang diskrining sebagian besar sudah rasional. Terdapat 5 resep yang tidak rasional atau sebesar 41,67% dari total resep yang mengandung etorikoksib. Adapun persentase kerasionalan peresepan obat etorikoksib dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.3. Ketidakrasionalan peresepan ini meliputi adanya interaksi obat, dan kurangnya penandaan aturan waktu minum dengan persentase berturut-turut 33,33%, dan 41,67% (Tabel 4.3). Pada resep 1, terdapat 6 macam obat yaitu simvastatin 20 mg, Ezetrol® 10 mg, candesartan 8 mg, bisoprolol 5 mg, Ascardia® 80 mg, dan CPG® 75 mg. Dari kombinasi obat yang diberikan oleh dokter untuk pasien ini dapat diketahui bahwa pasien mengalami hipertensi dan hiperkolesterolemia dengan kemungkinan riwayat infark miokard, atau stroke (penggunaan kombinasi asam asetil salisilat dan clopidogrel sebagai agen trombolitik). Dalam resep ini terdapat terapi kombinasi antara ezetrol dengan simvastatin untuk menurunkan kadar kolesterol LDL pasien. Bila ditambahkan golongan statin , ezetimibe dapat mengurangi kadar kolesterol LDL hingga 18% sampai 21% atau 65% kali lebih kuat jika dibandingkan dengan menggunakan dosis maksimum statin (Dipiro, et.al., 2006). Pada resep 2, terdapat 5 macam obat yaitu Vaclo ® 75 mg dengan zat aktif clopidogrel, Stator® 20 mg dengan zat aktif simvasatin, Ezetrol®, Nevox XR® 500 mg dengan zat aktif metformin, dan allopurinol 300 mg. Adanya allopurinol pada resep ini yang diindikasikan sebagai pengobatan gout yang sering kali terjadi pada pasien yang menderita diabetes mellitus tipe 2 dan penyakit arteri koroner walaupun belum diketahui hubungan sebab akibatnya pada kejadian ini (Dipiro, et.al., 2006). Pada resep 3, terdapat 3 macam obat yaitu Exforge® 10/160, Atofar® 10 mg, dan Ezetrol®. Exforge® 10/160 dengan kombinasi zat aktif amlodipine dan valsartan diindikasikan sebagai terapi untuk hipertensi esensial pada pasien dengan tekanan darah yang tidak cukup dikendalikan hanya dengan monoterapi. Selain kombinasi terapi hipertensi tersebut, dokter juga meresepkan 2 macam obat hiperlipidemia yaitu Atofar® 10 mg dengan zat aktif atorvastatin dan Ezetrol® 10 mg dengan zat aktif ezetimibe. Penggunaan kombinasi ezetimibe dengan golongan statin ini bertujuan untuk menurunkan kadar kolesterol LDL pasien. Kekurangan dari kombinasi ini adalah resiko efek samping yang mungkin timbul Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
16
berupa miopati dan rhabdomyolysis. Namun, pemilihan atorvastatin kurang tepat karena resiko miopati dan rhabdomyolysis lebih besar untuk terjadi jika dibandingkan dengan penggunaan simvastatin. Selain itu, signa cara pakai obat penurun kadar kolesterol ini kurang lengkap, dimana seharusnya obat diminum pada malam hari yaitu pada saat pembentukan kolesterol di hati terjadi sehingga penggunaan obat akan efektif. Pada resep 4, hanya terdapat 2 macam obat yaitu Ezetrol® dan Lacidofil®. Lacidofil dengan kandungan bakteri Lactobacillus rhamnosus dan Lactobacillus acidophilus ini diindikasikan untuk memelihara kesehatan fungsi saluran cerna. Pada resep ini dokter mengindikasikan penggunaan lacidofil untuk kembung. Kemungkinan pasien mengalami Irritable Bowel Syndrom dengan salah satu gejalanya berupa kembung. Hal ini sudah tepat, karena menurut penelitian, penggunaan probiotik seperti Lactobacillus rhamnosus dan Lactobacillus acidophilus efektif pada pasien IBS (Yoon, et.al., 2013). Pada pengkajian resep yang dilakukan pada bulan Juli 2013 tidak ditemukan adanya monoterapi dengan menggunakan ezetimibe. Dari hal tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pasien tidak ada yang mengalami gangguan pada fungsi hati, karena keunggulan utama ezetimibe adalah aman digunakan pada pasien dengan gangguan fungsi hati. Namun tetap dibutuhkan perubahan gaya hidup, karena prinsip utama hiperlipidemia adalah mengatur diet yang mempertahankan berat badan normal dan mengurangi kadar lipid plasma. Individu dengan berat badan berlebih sebaiknya segera mulai makanan dengan diet penurun berat badan. Mereka dianjurkan makan makanan rendah kolesterol (< 300 mg/hari), rendah lemak total (< 30% dari kalori) dan rendah lemak jenuh (10% dari kalori) (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2005). Pemberian obat yang rasional bagi pasien sangat diperlukan agar tidak terjadi medication error. Menurut WHO, pengobatan yang rasional adalah pengobatan yang digunakan sesuai dengan indikasi penyakit, diberikan dengan dosis tepat, interval waktu tepat, lama pemberian tepat, obat yang diberikan efektif, aman, dan bermutu, serta tersedia setiap saat dengan harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat luas. Selain itu, untuk mencapai pengobatan yang rasional juga diperlukan tepat informasi dan tepat monitoring kepada pasien. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
17
Pengobatan yang tidak rasional dapat berdampak terhadap mutu pengobatan, yaitu terjadi peningkatan mortalitas dan morbiditas penyakit tertentu. Selain itu juga berpengaruh terhadap biaya pelayanan dan pengobatan pasien, kemungkinan terjadinya efek samping lebih besar, serta dampak psikososial di masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan skrining resep pada saat penerimaan resep di apotek. Bagian resep yang perlu diskrining meliputi persyaratan administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Hal ini menjadi tugas apoteker agar pengobatan pasien efektif, aman, dan bermutu.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian peresepan yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa: a.
Pada bulan Juli 2013, obat yang mengandung ezetimibe sebanyak 12 lembar resep atau 0,0697% dari total resep pada bulan tersebut.
b.
Ezetimibe diindikasikan sebagai penurun kadar kolesterol LDL dalam darah yang bekerja dengan cara penghambat penyerapan kolesterol dari saluran cerna.
c.
Ezetimibe dapat digunakan secara tunggal atau dikombinasikan dengan golongan lainnya yaitu statin dan asam fibrat.
d.
Penggunaan ezetimibe dalam resep pada bulan Juli 2013 masih banyak yang tidak rasional, yaitu sebanyak 41,67% dari total resep yang mengandung ezetimibe.
5.2 Saran a.
Perlu ditingkatkan komunikasi yang baik antara dokter dengan apoteker mengenai pemilihan terapi yang tepat, efektif, dan aman untuk pasien.
b.
Pelayanan informasi obat kepada pasien perlu ditingkatkan lagi terutama mengenai informasi penggunaan obat, hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya medication error.
18
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Tatro, David, S. (2003). A to Z Drug Fact. San Francisco : Ovid. American Pharmacists Association. (2008). Drug Information Handbook. (17th Ed.). Ohio: Lexi-Comp. Ezetrol®: consumer medicine information. (2011). USA: Merck Sharp & Dohme. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2007). Farmakologi dan terapi edisi V. Jakarta : Gaya Baru, 364-379. DiPiro, J.T., et al. (2008). Pharmacotherapy: principles amd practice. New York: McGraw-Hill, 175-293. Saunders, W. B. (1998). Kamus saku kedokteran Dorland (Poppy Kumala, et. al., Penerjemah). Jakarta: EGC. The Medical Letter on drugs and therapeutics: adverse drug interaction program (version 1.7). (2005). New Rochelle: The Medical Letter. Februari, 2005. Software Toolworks. Yoon JS, et.al,. (2013). Effect of multi-species probiotics on irritable bowel syndrome: a randomized, double-blind, placebo-controlled trial. Seoul : Department of Gastroenterology, Hanyang University School of Medicine
19
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
TABEL
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
20
Tabel 4.1 Jumlah Peresepan Obat Ezetimibe pada Bulan Juli 2013 di Apotek Rini Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Jumlah obat Ezetrol® (lembar resep) 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 -
Jumlah Lembar Resep/Hari 719 637 685 566 591 507 410 661 604 677 564 552 450 456 596 583 604 658 527 494 402 603 584 590 607 528 567 427 641 644
Persentase (%) 0,3140 0,3384 0,1477 0,1812 0,1715 0,1656 0,2024 0,1712 0,1647 0,1764 -
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014
21
Tabel 4.2 Persentase Kerasionalan Peresepan Obat Ezetimibe pada Bulan Juli 2013 di Apotek Rini Jenis Resep Resep yang rasional Resep yang tidak rasional Jumlah
Jumlah Resep (Lembar) 7 5 12
Persentase (%) 58,33 41,67 100
Tabel 4.3 Persentase Jenis-Jenis Masalah yang Terkait dengan Obat dalam Peresepan Obat Ezetimibe pada Bulan Juli 2013 Jenis Masalah
Jumlah (Lembar) Interaksi Obat 4 Kurangnya aturan waktu minum 5 (pagi, siang, sore, atau malam)
Resep Persentase (%) 33,33 41,67
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Yuli Yulfrida, FF UI, 2014