UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK SAMMARIE BASRA JALAN BASUKI RACHMAT NO. 31 JAKARTA TIMUR PERIODE 10 – 29 MARET 2014 DAN 21 APRIL – 12 MEI 2014
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
OKTA FESTI AMANDA, S.Farm. 1306344021
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2014 i
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK SAMMARIE BASRA JALAN BASUKI RACHMAT NO. 31 JAKARTA TIMUR PERIODE 10 – 29 MARET 2014 DAN 21 APRIL – 12 MEI 2014
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
OKTA FESTI AMANDA, S.Farm. 1306344021
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2014 ii
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
iii
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
iv
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
v
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis uncapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek SamMarie Basra yang berlokasi di Jalan Basuki Rachmat No. 31 Jakarta Timur pada tanggal 10 – 29 Maret dan 21 April 2014 – 12 Mei 2014. Laporan ini merupakan hasil Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Setelah mengikuti kegiatan PKPA ini, diharapkan apoteker yang lulus nantinya dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki kepada masyarakat pada saat memasuki dunia kerja. Kegiatan PKPA ini dapat terlaksana dengan baik berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1.
Bapak T. Nebrisa Z., S.Farm., Apt., MARS selaku pembimbing I, yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, pengarahan, serta nasehat kepada penulis selama kegiatan PKPA di Apotek SamMarie Basra.
2.
Ibu Widia, S.Si., Apt., selaku Apoteker Pengelola Apotek dan pembimbing lapangan yang telah memberikan pengarahan dan penjelasan kepada penulis selama kegiatan PKPA di Apotek SamMarie Basra.
3.
Bapak Dr. Hayun, M.Si., Apt. selaku Pembimbing II dan Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah memberikan arahan kepada penulis selama penulisan laporan PKPA.
4.
Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah memberikan kesempatan menempuh pendidikan profesi apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
5.
Bapak Dr. Harmita, Apt. selaku pembimbing akademis atas segala bimbingan dan arahan yang diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan profesi apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. vi
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
6.
Keluarga atas dukungan, perhatian, dan doa yang diberikan kepada penulis dalam melaksanakan kegiatan di Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
7.
Karyawan dan Karyawati Apotek SamMarie Basra atas perhatian dan kerjasama selama penulis melaksanakan PKPA.
8.
Seluruh staf pengajar dan sekretariat Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan bantuan selama pendidikan program studi profesi apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
9. Rekan-rekan Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia angkatan LXXVIII yang selalu mendukung, menyemangati, dan memberikan rasa kebersamaan selama satu tahun ini. 10. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah memberikan dukungan dalam penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani PKPA ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan.
Penulis 2014
vii
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
iii Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
ABSTRAK
Nama NPM Program Studi Judul
: Okta Festi Amanda : 1306344021 : Profesi Apoteker : Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Apotek SamMarie Basra Jalan Basuki Rachmat No. 31 Jakarta Timur Periode 10-29 Maret 2014 dan 21 April – 12 Mei 2014
Praktik Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan di Apotek SamMari Basra Jalan Basuki Rachmat No. 31, Jakarta Timur. Kegiatan PKPA ini bertujuan agar mahasiswa profesi apoteker dapat memahami tugas pokok, peran dan fungsi apoteker di apotek serta memberikan kesempatan bagi mahasiswa calon apoteker untuk beradaptasi langsung pada lingkungan kerja kefarmasian yang sebenarnya di apotek. Tugas khusus yang diberikan berjudul pembuatan daftar dan pengkajian terhadap penyimpanan obat Look Alike Sound Alike (LASA) dan high alert di apotek Sammarie Basra. Tugas khusus ini bertujuan untuk mengetahui jenis obatobatan yang dapat dikategorikan sebagai LASA dan high alert di apotek SamMarie Basra serta mengetahui apakah penyimpanan obat-obatan sudah sesuai dengan ketentuan yang disarankan oleh Institute for Safe Medication Practices (ISMP).
Kata Kunci : Apotek, Look Alike Sound Alike, High Alert, SamMarie Basra Tugas Umum : xv + 54 halaman, 20 lampiran Tugas Khusus : ii + 24 halaman, 8 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 21 (1978-2012) Daftar Acuan Tugas Khusus : 7 (1991-2012)
ix
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
x
ABSTRACT
Name NPM Study Program Title
: Okta Festi Amanda : 1306344021 : Apothecary Profession : Report of Apothecary Profession Internship at Apotek SamMarie Basra, Basuki Rachmat Street Number 31, East Jakarta on March 10th – 29th and April 21st – May 12th 2014
Pharmacist Professional Practice was implemented in Apotek SamMarie Basra, Basuki Rachmat Street Number 31, East Jakarta. PKPA activity was intended that students can understand the basic tasks, roles, and functions of pharmacist in pharmacy. Besides that, the aim of this activity was also to give chance for the students to adapt in the reality of pharmacist work environment at pharmacy. A special task was given as making list of and reviewing the storage of Look Alike Sound Alike (LASA) and High Alert drugs in Apotek SamMarie Basra. It was aimed to know LASA and high alert drugs that exist in this pharmacy. Also, to determine whether the storage of medicines is in conformity with the provisions suggested by the Institute for Safe Medication Practices (ISMP).
Keywords
:
Pharmacy; Look Alike Sound Alike; High Alert; SamMarie Basra General Assignment : xv + 54 pages; 20 appendices Spesific Assignment : ii + 24 pages; 8 appendices Bibliography of General Assignment : 21 (1978-2012) Bibliography of Spesific Assignment : 7 (1991-2012)
x
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ............................................................................................ i HALAMAN JUDUL............................................................................................... ii SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ............................................. iii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... iv HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................................v KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................... viii ABSTRAK ............................................................................................................. ix ABTRACT ...............................................................................................................x DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv BAB 1.
PENDAHULUAN ..................................................................................1 1.1 Latar Belakang..................................................................................1 1.2 Tujuan ...............................................................................................2
BAB 2.
TINJAUAN UMUM ..............................................................................3 2.1 Pengertian Apotek ..........................................................................3 2.2 Landasan Hukum Apotek...............................................................3 2.3 Tugas dan Fungsi Apotek ..............................................................4 2.4 Persyaratan Pendirian Apotek ........................................................5 2.5 Kelengkapan Apotek ......................................................................6 2.6 Perbekalan Farmasi ........................................................................7 2.7 Tata Cara Pemberian Izin Apotek ................................................11 2.8 Personalia Apotek ........................................................................13 2.9 Pelanggaran Apotek .....................................................................15 2.10 Pencabutan Surat Izin Apotek ......................................................17 2.11 Pengelolaan Apotek .....................................................................18 2.12 Pelayanan Apotek.........................................................................23 2.13 Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika di Apotek ....................31 2.14 Pelayanan Informasi Obat ............................................................36
BAB 3.
TINJAUAN KHUSUS APOTEK SAMMARIE BASRA .................38 3.1 Sejarah Singkat.............................................................................38 3.2 Lokasi, Bangunan, dan Tata Ruang Apotek.................................38 3.3 Struktur Organisasi ......................................................................38 3.4 Kegiatan di Apotek ......................................................................40 3.5 Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika .....................................42
BAB 4.
PEMBAHASAN ...................................................................................44
xi
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
BAB 5.
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................51 5.1 Kesimpulan ..................................................................................51 5.2 Saran ........................................................................................51
DAFTAR ACUAN................................................................................................53 LAMPIRAN ..........................................................................................................55
xii
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Penandaan obat bebas .......................................................................8 Gambar 2.2. Penandaan obat bebas terbatas .........................................................8 Gambar 2.3. Tanda peringatan pada obat bebas terbatas ......................................9 Gambar 2.4. Penandaan obat keras .....................................................................10 Gambar 2.5. Penandaan narkotika .......................................................................11
xiii
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Denah lokasi Apotek SamMarie Basra...........................................55
Lampiran 2.
Desain ruang depan Apotek SamMarie Basra ................................56
Lampiran 3.
Desain ruang racik Apotek SamMarie Basra .................................57
Lampiran 4.
Denah ruangan Apotek SamMarie Basra .......................................58
Lampiran 5.
Lemari khusus penyimpanan narkotika dan psiktropika ................59
Lampiran 6.
Form resep ......................................................................................60
Lampiran 7.
Salinan resep ...................................................................................61
Lampiran 8.
Etiket obat .......................................................................................62
Lampiran 9.
Plastik pembungkus obat ................................................................63
Lampiran 10. Struktur organisasi Apotek SamMarie Basra .................................64 Lampiran 11. Alur pemesanan dan penerimaan obat ............................................65 Lampiran 12. Surat pesanan ..................................................................................66 Lampiran 13. Faktur pembelian ............................................................................67 Lampiran 14. Kartu stok barang ...........................................................................68 Lampiran 15. Surat pesanan narkotika ..................................................................69 Lampiran 16. Surat pesanan psikotropika .............................................................70 Lampiran 17. Laporan penggunaan narkotika ......................................................71 Lampiran 18. Laporan penggunaan psikotropika .................................................72
xiv
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Dewasa ini, setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi
pencapaian derajat kesehatan (Presiden RI, 2009c). Apotek menjadi salah satu sarana pelayanan kesehatan untuk mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, apotek adalah tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, serta perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional (Presiden RI, 2009a). Pelayanan obat atas resep dokter dan pelayanan informasi obat
merupakan
pelayanan kefarmasian yang menjadi salah satu sarana pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di apotek. Di dalam Peraturan Pemerintah RI No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian disebutkan bahwa apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Presiden RI, 2009a). Kegiatan pelayanan kefarmasian pada awalnya hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi. Saat ini, pelayanan kefarmasian yang dilakukan di apotek telah mengalami pergeseran orientasi dari obat ke pasien yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dari pasien (Menteri Kesehatan RI, 2004).
1
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
2
Pelayanan kefarmasian tersebut merupakan suatu tugas dan tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek dalam melaksanakan pengelolaan baik secara teknis farmasi maupun non teknis farmasi di apotek. Seorang apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya kesalahan pengobatan seorang apoteker harus melakukan praktiknya sesuai dengan standar yang ada serta penerapan ilmu yang dimilikinya dengan sebaik-baiknya. Selain itu, kemampuan lain yang harus dimiliki oleh seorang apoteker adalah kemampuan berkomunikasi dengan baik kepada tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat yang rasional (Menteri Kesehatan RI, 2004). Untuk dapat mempersiapkan pelaksanaan kegiatan pelayanan kefarmasian tersebut maka perlu bagi para calon apoteker untuk melakukan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di apotek. Selain sebagai tempat yang memberikan perbekalan bagi para calon apoteker untuk dapat menjadi apoteker profesional, PKPA di apotek dapat digunakan sebagai tempat untuk menerapkan ilmu yang telah dipelajari selama masa kuliah serta membandingkan teori dengan praktiknya di lapangan. Oleh karena itu, Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia melakukan kerjasama dengan Apotek SamMarie Basra untuk melaksanakan PKPA pada tanggal 10-29 Maret dan 21 April-12 Mei 2014.
1.2
Tujuan Tujuan pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek
SamMarie Basra yang diselenggarakan oleh Fakultas Farmasi Universitas Indonesia adalah : a.
Memahami tugas pokok, peran dan fungsi apoteker di apotek; dan
b.
Memberikan kesempatan bagi mahasiswa calon apoteker untuk beradaptasi langsung pada lingkungan kerja kefarmasian yang sebenarnya di apotek dan memahami sistem manajemen dan administrasi di Apotek SamMarie Basra, serta memahami dan melaksanakan kegiatan di apotek baik secara teknis kefarmasian maupun non teknis kefarmasian. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN UMUM
2.1
Pengertian Apotek Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan maka dalam
pelayanannya harus mengutamakan kepentingan masyarakat yaitu menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, yang dimaksud dengan apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Sementara menurut Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, dalam ketentuan umum dijelaskan bahwa apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker dan apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009, pekerjaan
kefarmasian
adalah
perbuatan
meliputi
pembuatan
termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.
2.2
Landasan Hukum Apotek Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang
diatur dalam: a.
Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan;
b.
Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang Narkotika;
3
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
4
c.
Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika;
d.
Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1965 tentang Apotek;
e.
Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1990 tentang Masa Bakti Apoteker, yang disempurnakan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 184/Menkes/Per/II/1995;
f.
Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian;
g.
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
695/Menkes/Per/VI/2007 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 184 tahun 1995 tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti dan Izin kerja Apoteker; h.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek;
i.
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek; dan j.
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
Atas
Indonesia
No.
Peraturan Menteri
922/MenKes/Per/X/1993
tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
2.3
Tugas dan Fungsi Apotek Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 pasal 2, tugas dan
fungsi apotek adalah sebagai berikut: a.
Tempat praktik profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan;
b.
Sarana
farmasi
yang
melaksanakan peracikan,
pengubahan bentuk,
pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat; c.
Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
5
2.4
Persyaratan Pendirian Apotek Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/Per/X/1993
yang telah diperbarui melalui Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/X/2002, persyaratan yang harus dipenuhi oleh apotek adalah sebagai berikut: a.
Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker, atau apoteker yang bekerjasama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan, termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain;
b.
Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi; dan
c.
Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi; Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
1027/Menkes/SK/IX/2004, disebutkan bahwa: a.
Sarana apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat;
b.
Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek.
c.
Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat;
d.
Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi risiko kesalahan penyerahan;
e.
Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling;
f.
Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya, bebas dari hewan pengerat, serangga; dan
g.
Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
6
2.5
Kelengkapan Apotek Untuk mendapatkan izin apotek, seorang apoteker atau apoteker yang
bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan, harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi yang lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. Beberapa kelengkapan yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah apotek adalah tempat atau lokasi, bangunan, perlengkapan apotek, tenaga kerja apotek, dan perbekalan farmasi (Said, 2012).
2.5.1
Lokasi Apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan
komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. Persyaratan jarak minimum antar apotek tidak dipermasalahkan lagi, tetapi ketentuan ini dapat berbeda, sesuai dengan kebijakan atau peraturan daerah masing-masing. Lokasi apotek dapat dipilih dengan mempertimbangkan segi pemerataan dan pelayanan kesehatan, jumlah penduduk, jumlah praktik dokter, sarana dan pelayanan kesehatan lain, sanitasi dan faktor-faktor lainnya (Said, 2012).
2.5.2
Bangunan Suatu apotek sebaiknya mempunyai luas bangunan yang cukup sehingga
dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek. Bangunan apotek yang baik hendaknya memiliki ruang tunggu pasien, ruang peracikan dan penyerahan obat, ruang administrasi, ruang kerja apoteker, tempat pencucian alat, dan kamar kecil. Bangunan apotek sebaiknya juga memiliki sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, sumber penerangan yang dapat memberikan penerangan yang memadai, alat pemadam kebakaran, serta ventilasi dan sanitasi yang baik. Papan nama apotek dipasang di depan bangunan dengan ketentuan memenuhi ukuran minimal panjang 60 cm, lebar 40 cm dengan tulisan hitam di atas dasar putih, tinggi huruf minimal 5 cm, umumnya terbuat dari papan seng yang pada bagian mukanya memuat nama apotek, nama APA, nomor SIA, alamat apotek, dan nomor telepon (Said, 2012). Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
7
2.5.3
Peralatan Apotek Suatu apotek baru yang ingin beroperasi harus memiliki peralatan apotek
yang memadai agar dapat mendukung pelayanan kefarmasiannya. Peralatan apotek yang harus dimiliki antara lain (Said, 2012): a.
Peralatan pembuatan, pengolahan dan peracikan seperti timbangan, lumpang, alu,gelas ukur, dan lain-lain;
b.
Peralatan dan tempat penyimpanan alat perbekalan farmasi seperti lemari obat, lemari pendingin (kulkas), dan lemari khusus untuk narkotika dan psikotropika. Lemari narkotik harus memenuhi persyaratan yang ada dalam Undang-Undang Narkotika Nomor 35 tahun 2009;
c.
Wadah pengemas dan pembungkus;
d.
Perlengkapan administrasi seperti blanko pesanan, salinan resep, buku catatan penjualan, buku catatan pembelian, kartu stok obat, kuitansi; dan
e.
Buku-buku dan literatur standar yang diwajibkan, serta kumpulan perundangundangan yang berhubungan dengan kegiatan apotek.
2.6
Perbekalan Farmasi Pemerintah menetapkan beberapa peraturan mengenai “tanda” untuk
membedakan jenis-jenis obat yang beredar di wilayah Republik Indonesia agar pengelolaan obat menjadi mudah. Beberapa peraturan tersebut antara lain yaitu: a.
Undang-Undang RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika;
b.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 2380/A/SK/VI/83 tentang Tanda Khusus Obat Bebas dan Obat BebasTerbatas;
c.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 2396/A/SK/VIII/86 tentang Tanda Khusus Obat Keras Daftar G;
d.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 347/Menkes/SK/VIII/90 tentang Obat Wajib Apotek; dan
e.
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.688/Menkes/Per/VII/1997 tentang Peredaran Psikotropika.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
8
Berdasarkan ketentuan peraturan tersebut, maka obat dapat dibagi menjadi beberapa golongan yaitu (Said, 2012; Presiden RI, 1997b): 1.
Obat Bebas Obat bebas adalah obat tanpa peringatan, yang dapat diperoleh tanpa resep
dokter. Tanda khusus untuk obat bebas adalah lingkaran bulat berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam (Menteri Kesehatan RI, 1983). Contoh obat bebas adalah Panadol®, Promag®, dan Diatab®.
Gambar 2.1. Penandaan obat bebas
2.
Obat Bebas Terbatas Obat bebas terbatas adalah obat dengan peringatan, yang dapat diperoleh
tanpa resep dokter. Tanda khusus untuk obat bebas terbatas adalah lingkaran bulat berwarna biru dengan garis tepi berwarna hitam (Menteri Kesehatan RI, 1983).
Gambar 2.2. Penandaan obat bebas terbatas
Komposisi obat bebas terbatas merupakan obat keras sehingga dalam wadah atau kemasan perlu dicantumkan tanda peringatan (P1-P6). Tanda peringatan tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (disesuaikan dengan warna kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya dengan huruf berwarna putih.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
9
Tanda-tanda peringatan ini sesuai dengan golongan obatnya, yaitu sebagai berikut (Menteri Kesehatan RI, 1983): a.
P No 1: Awas! Obat keras. Baca aturan memakainya. Contoh: Decolgen ®, Ultraflu®, dan Fatigon®.
b.
P No 2: Awas! Obat keras. Hanya untuk dikumur, jangan ditelan. Contoh: Betadine gargle® dan Minosep®.
c.
P No 3: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan. Contoh: Fosen enema®
d.
P No 4: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar.
e.
P No 5: Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan.
f.
P No 6: Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan. Contoh: Anusol® Suppositoria. P. No. 1 Awas! Obat Keras Baca aturan memakainya
P. No. 2 Awas! Obat Keras Hanya untuk kumur, Jangan ditelan
P. No. 3 Awas! Obat Keras Hanya untuk bagian luar dari badan
P. No. 4 Awas! Obat Keras Hanya untuk dibakar
P. No. 5 Awas! Obat Keras Tidak boleh ditelan
P. No. 6 Awas! Obat Keras Obat wasir, jangan ditelan
Gambar 2.3. Tanda peringatan pada obat bebas terbatas
3.
Obat Keras Daftar G Obat-obat
yang
mempunyai
khasiat
mengobati,
menguatkan,
mendesinfeksi, dan lain-lain, pada tubuh manusia, baik dalam bungkusan atau tidak yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan disebut obat keras. Tanda khusus untuk obat keras adalah lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam dan huruf K di dalamnya yang menyentuh garis tepi (Menteri Kesehatan RI, 1986). Pada etiket dan bungkus luar obat jadi yang tergolong obat keras harus dicantumkan secara jelas tanda khusus untuk obat keras. Tanda khusus dapat tidak dicantumkan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
10
pada blister, strip aluminium/selofan, vial, ampul, tube atau bentuk wadah lain, apabil wadah tersebut dikemas dalam bungkus luar (Menteri Kesehatan RI, 1986).
Gambar 2.4. Penandaan obat keras Obat keras merupakan obat yang hanya bisa didapatkan dengan resep dokter dan dapat diulang tanpa resep baru bila dokter menyatakan pada resepnya “boleh diulang“. Obat-obat golongan ini antara lain obat jantung, obat diabetes, hormon, antibiotika, beberapa obat ulkus lambung, semua obat suntik, dan psikotropika.
4.
Psikotropika Zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku disbut psikotropika. Penggolongan dari psikotropika adalah (Presiden RI, 1997a): a.
Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: etisiklidina, tenosiklidina, metilendioksi metilamfetamin (MDMA);
b.
Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: amfetamin, deksamfetamin, metamfetamin, fensiklidin;
c.
Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: amobarbital, pentobarbital, siklobarbital; dan
d.
Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: diazepam, estazolam, etilamfetamin, alprazolam. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
11
5.
Narkotika Zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis
maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, disebut narkotika (Presiden RI, 2009b).
Gambar 2.5. Penandaan obat narkotika
Narkotika dibagi menjadi 3 golongan, yaitu (Presiden RI, 2009b): a.
Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: kokain, opium, heroin, ganja;
b.
Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: morfin, petidin, normetadona, metadona; dan
c.
Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh: kodein, norkodeina, etilmorfina.
2.7
Tata Cara Pemberian Izin Apotek Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri Kesehatan RI
kepada apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA) untuk membuka apotek di tempat tertentu. Izin apotek diberikan oleh Menteri yang melimpahkan wewenangnya kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
12
pencabutan izin dilaporkan setahun sekali oleh Kepala Dinas Kesehatan kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1332/Menkes/SK/X/2002 pasal 7 dan pasal 9 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/PER/X/1993 mengenai Tata Cara Pemberian Izin Apotek adalah sebagai berikut: a.
Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan formulir APT-1;
b.
Dengan
menggunakan
formulir
APT-2
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek melakukan kegiatan; c.
Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh formulir APT-3;
d.
Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam (b) dan (c) tidak dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan menggunakan contoh formulir APT-4;
e.
Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (c) atau pernyataan ayat (d) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan SIA dengan menggunakan contoh formulir APT-5;
f.
Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud ayat (c) masih belum memenuhi syarat. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh formulir APT-6;
g.
Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (f), apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
13
Penundaan; h.
Apabila apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan sarana dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerjasama antara apoteker dan pemilik sarana;
i.
Pemilik sarana yang dimaksud (poin h) harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam surat penyataan yang bersangkutan; dan
j.
Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan APA dan atau persyaratan apotek atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya (12) dua belas hari kerja wajib mengeluarkan
surat
penolakan
disertai
dengan
alasannya
dengan
menggunakan formulir model APT-7.
2.8
Personalia Apotek Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 1, tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan operasional apotek terdiri dari: a.
Satu orang Apoteker Pengelola Apotek (APA), yaitu apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA);
b.
Apoteker Pendamping, yaitu apoteker yang bekerja di apotek di samping Apoteker Pengelola Apotek (APA) dan/atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek;
c.
Apoteker Pengganti, yaitu apoteker yang menggantikan Apoteker Pengelola Apotek selama Apoteker Pengelola Apotek tersebut tidak berada di tempat lebih dari 3 (tiga) bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Praktik Apoteker dan tidak bertindak sebagai Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain; dan
d.
Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundangundangan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
14
Tenaga-tenaga lainnya yang diperlukan untuk mendukung kegiatan di apotek terdiri dari: a.
Juru resep adalah petugas yang membantu pekerjaan Asisten Apoteker;
b.
Kasir adalah petugas yang bertugas menerima uang dan mencatat pemasukan serta pengeluaran uang; dan
c.
Pegawai tata usaha adalah petugas yang melaksanakan administrasi apotek dan membuat laporan pembelian, penjualan, penyimpanan dan keuangan apotek. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002
menjelaskan apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA). Sebelum melaksanakan kegiatannya, seorang APA wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA) yang berlaku untuk seterusnya selama apotek masih aktif melakukan kegiatan dan APA dapat melakukan pekerjaannya serta masih memenuhi persyaratan. Seorang APA bertanggung jawab akan kelangsungan hidup apotek yang dipimpinnya, dan juga bertanggung jawab kepada pemilik modal apabila bekerja sama dengan pemilik sarana apotek (PSA). Apoteker yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut (Presiden RI, 2009a): a.
Memiliki keahlian dan kewenangan;
b.
Menerapkan Standar Profesi;
c.
Didasarkan pada Standar Kefarmasian dan Standar Operasional;
d.
Memiliki sertifikat kompetensi profesi;
e.
Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA);
f.
Wajib memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) bagi Apoteker Pengelola Apotek (APA) dan Apoteker Pendamping di Apotek; dan
g.
Apoteker Pengelola Apotek (APA) hanya dapat melaksanakan praktik di satu apotek sedangkan Apoteker Pendamping hanya dapat melaksanakan praktik paling banyak di tiga Apotek. Surat Tanda Registrasi (STRA) merupakan bukti tertulis yang diberikan
oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi (Menteri Kesehatan RI, 2011). STRA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
15
lima tahun selama masih memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan (Presiden RI, 2009a): a.
Memiliki ijazah Apoteker;
b.
Memiliki sertifikat kompetensi profesi;
c.
Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker;
d.
Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik; dan
e.
Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) adalah surat izin yang diberikan kepada
Apoteker dan Apoteker Pendamping untuk dapat melaksanakan praktik pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian, yaitu Apotek atau Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) (Menteri Kesehatan RI, 2011). SIPA dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan. SIPA dapat dibatalkan demi hukum apabila pekerjaan kefarmasian dilakukan pada tempat yang tidak sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin. Untuk mendapatkan SIPA, apoteker harus memiliki (Presiden RI, 2009a): a.
Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA);
b.
Tempat atau ada tempat untuk melakukan pekerjaan kefarmasian atau fasilitas kesehatan yang memiliki izin; dan
c.
Rekomendasi dari organisasi profesi. Tugas dan kewajiban apoteker di apotek adalah sebagai berikut:
a.
Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non teknis kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku;
b.
Mengatur, melaksanakan, dan mengawasi administrasi;
c.
Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan omset, mengadakan pembelian yang sah dan penekanan biaya serendah mungkin; dan
d.
Melakukan pengembangan usaha apotek. Wewenang dan tanggung jawab APA meliputi (Said, 2012):
a.
Menentukan arah terhadap seluruh kegiatan;
b.
Menentukan sistem (peraturan) terhadap seluruh kegiatan; Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
16
c.
Mengawasi pelaksanaan seluruh kegiatan; dan
d.
Bertanggung jawab terhadap kinerja yang dicapai.
2.9
Pelanggaran Apotek Kegiatan yang termasuk dalam pelanggaran berat apotek, yaitu sebagai
berikut: a.
Melakukan kegiatan tanpa ada tenaga teknis farmasi;
b.
Terlibat dalam penyaluran atau penyimpanan obat palsu atau gelap;
c.
Pindah alamat apotek tanpa izin;
d.
Menjual narkotika tanpa resep dokter;
e.
Kerja sama dengan PBF dalam menyalurkan obat kepada pihak yang tidak berhak dalam jumlah besar; dan
f.
Tidak menunjuk Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti pada waktu APA keluar daerah selama tiga bulan berturut-turut. Kegiatan yang termasuk dalam pelanggaran ringan apotek, yaitu sebagai
berikut: a.
Tidak menunjuk Apoteker Pendamping pada waktu APA tidak dapat hadir pada jam buka apotek;
b.
Mengubah denah apotek tanpa izin;
c.
Menjual obat daftar G kepada yang tidak berhak;
d.
Melayani resep yang tidak jelas dokternya;
e.
Menyimpan obat rusak, tidak mempunyai penandaan atau belum dimusnahkan;
f.
Obat dalam kartu stok tidak sesuai dengan jumlah yang ada;
g.
Salinan resep yang tidak ditanda tangani oleh apoteker;
h.
Melayani salinan resep narkotika dari apotek lain;
i.
Lemari narkotika tidak memenuhi syarat;
j.
Resep narkotika tidak dipisahkan;
k.
Buku harian narkotika tidak diisi atau tidak bisa dilihat atau diperiksa; dan
l.
Tidak mempunyai atau tidak mengisi kartu stok hingga tidak dapat diketahui dengan jelas asal-usul obat tersebut.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
17
Sanksi pidana berupa denda maupun hukuman penjara diberikan bila terdapat pelanggaran terhadap: a.
Undang-Undang Obat Keras (St. 1937 No. 541);
b.
Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009;
c.
Undang-Undang Narkotika No. 35 tahun 2009; dan
e.
Undang-Undang Psikotropika No. 5 tahun 1997.
2.10
Pencabutan Surat Izin Apotek Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
No.
1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 25 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat wajib melaporkan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek dalam jangka waktu setahun sekali kepada Menteri Kesehatan dan tembusan disampaikan kepada
Kepala
Dinas
Kesehatan
Propinsi.
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota dapat mencabut surat izin apotek apabila: a.
Apoteker tidak lagi memenuhi kewajibannya untuk menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Sediaan farmasi yang sudah dikatakan tidak bermutu baik atau karena sesuatu hal tidak dapat dan dilarang untuk digunakan, seharusnya dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri;
b.
Apoteker Pengelola Apotek (APA) berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus;
c.
Terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 9 tahun 1976 tentang Narkotika yang telah direvisi menjadi Undang-undang No. 35 tahun 2009, Undang-Undang Obat Keras No. St. 1973 No. 541, Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan yang telah direvisi menjadi Undang-undang No. 36 tahun 2009.
d.
Surat Izin Praktik Apoteker Pengelola Apotek dicabut;
e.
Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundangundangan di bidang obat; dan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
18
f.
Apotek tidak dapat lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat pendirian apotek serta kelengkapan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya baik merupakan milik sendiri atau pihak lain. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan
harus berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan pencabutan Surat Izin Apotek dilakukan setelah dikeluarkan: a.
Peringatan secara tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan dengan menggunakan contoh Formulir APT-12; dan
b.
Pembekuan izin Apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan Apotek dengan menggunakan contoh Formulir APT-13. Pembekuan Izin Apotek sebagaimana dimaksud dalam poin (b) di atas,
dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini dengan menggunakan contoh formulir APT-14. Pencairan Izin Apotek dimaksud di atas dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Apabila Surat Izin Apotek dicabut, Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengamanan yang dimaksud wajib mengikuti tata cara sebagai berikut: a.
Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu dan obat lain serta seluruh resep yang tersedia di apotek;
b.
Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci; dan
c.
Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud dalam poin (a).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
19
2.11
Pengelolaan Apotek Seluruh upaya dan kegiatan apoteker untuk melaksanakan tugas dan fungsi
pelayanan apotek disebut pengelolaan apotek. Pengelolaan apotek dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu: a.
Pengelolaan teknis kefarmasian meliputi pembuatan, pengelolaan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, penyerahan obat atau bahan obat, pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi yang meliputi pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter, tenaga kesehatan lainnya, maupun kepada masyarakat, pengamatan dan pelaporan mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan atau mutu obat serta perbekalan farmasi lainnya (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1993c); dan
b.
Pengelolaan non teknis kefarmasian meliputi semua kegiatan administrasi, keuangan, personalia, pelayanan komoditas selain perbekalan farmasi dan bidang lainnya yang berhubungan dengan fungsi apotek (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1993c). Secara garis besar pengelolaan apotek dapat dijabarkan sebagai berikut:
2.11.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi a.
Perencanaan Kegiatan yang termasuk dalam proses perencanaan adalah pemilihan jenis,
jumlah, dan harga dalam rangka pengadaan dengan tujuan mendapatkan jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, serta menghindari kekosongan obat. Dalam perencanaan pengadaan sediaan farmasi seperti obat-obatan dan alat kesehatan, maka perlu dilakukan pengumpulan data obat-obatan yang akan dipesan. Data obat-obatan tersebut biasanya ditulis dalam buku defekta, yaitu jika barang habis atau persediaan menipis berdasarkan jumlah barang yang tersedia pada bulanbulan sebelumnya. Beberapa pertimbangan yang harus dilakukan APA di dalam melaksanakan perencanaan pemesanan barang, yaitu memilih Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang memberikan keuntungan dari segala segi, misalnya harga yang ditawarkan sesuai, ketepatan waktu pengiriman, diskon dan bonus yang diberikan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
20
sesuai, jangka waktu kredit yang cukup, serta kemudahan dalam pengembalian obat-obatan yang hampir kadaluarsa. Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek maka dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu memperhatikan: 1) Pola penyakit, maksudnya adalah perlu memperhatikan dan mencermati pola penyakit yang timbul di sekitar masyarakat sehingga apotek dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tentang obat-obat untuk penyakit tersebut; 2) Tingkat perekonomian masyarakat di sekitar apotek juga akan mempengaruhi daya beli terhadap obat-obatan; dan 3) Budaya masyarakat dimana pandangan masyarakat terhadap obat, pabrik obat, bahkan iklan obat dapat mempengaruhi dalam hal pemilihan obat-obatan khususnya obat-obatan tanpa resep. Demikian juga dengan budaya masyarakat yang lebih senang berobat ke dokter, maka apotek perlu memperhatikan obatobat yang sering diresepkan oleh dokter tersebut.
b.
Pengadaan Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 918/Menkes/Per/X/1993
tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF), menyebutkan bahwa pabrik farmasi dapat menyalurkan produksinya langsung ke PBF, apotek, toko obat, apotek rumah sakit, dan sarana kesehatan lain. Pengadaan barang di apotek meliputi pemesanan dan pembelian. Pembelian barang dapat dilakukan secara langsung ke produsen atau melalui PBF. Proses pengadaan barang dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu: 1) Tahap persiapan, dilakukan dengan cara mengumpulkan data barang-barang yang akan dipesan dari buku defekta, termasuk obat baru yang ditawarkan pemasok; dan 2) Pemesanan dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan (SP), minimal dibuat 2 lembar (untuk pemasok dan arsip apotek) dan ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIPA. Pengadaan atau pembelian barang di apotek dapat dilakukan dengan cara antara lain (Anief, 2001): Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
21
1) Pembelian dalam jumlah terbatas yaitu pembelian dilakukan sesuai dengan kebutuhan dalam waktu pendek, misalnya satu minggu. Pembelian ini dilakukan bila modal terbatas dan PBF berada dalam jarak tidak jauh dari apotek, misalnya satu kota dan selalu siap untuk segera mengirimkan obat yang dipesan; 2) Pembelian berencana dimana metode ini erat hubungannya dengan pengendalian persediaan barang. Pengawasan stok obat atau barang dagangan penting sekali, untuk mengetahui obat yang fast moving atau slow moving, hal ini dapat dilihat pada kartu stok. Selanjutnya dilakukan perencanaan pembelian sesuai dengan kebutuhan; dan 3) Pembelian secara spekulasi merupakan pembelian dilakukan dalam jumlah yang lebih besar dari kebutuhan, dengan harapan akan ada kenaikan harga dalam waktu dekat atau karena ada diskon atau bonus. Pola ini dilakukan pada waktu-waktu tertentu jika diperkirakan akan terjadi peningkatan permintaan. Meskipun apabila spekulasinya benar akan mendapat keuntungan besar, tetapi cara ini mengandung resiko obat akan rusak atau kadaluarsa.
c.
Penyimpanan Obat dengan bentuk sediaan padat, sediaan cair, atau setengah padat
disimpan secara terpisah. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari zat-zat yang bersifat higroskopis. Serum, vaksin, dan obat-obat yang mudah rusak atau meleleh pada suhu kamar disimpan dalam lemari pendingin. Penyusunan obat dapat dilakukan secara alfabetis untuk mempermudah dan mempercepat pengambilan obat saat diperlukan. Pengaturan pemakaian barang di apotek sebaiknya menggunakan sistem FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First Out) sehingga obat-obat yang mempunyai waktu kadaluarsa lebih singkat disimpan paling depan dan memungkinkan diambil terlebih dahulu.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
22
2.11.2 Pengelolaan Keuangan Laporan keuangan yang biasa dibuat di apotek adalah: a.
Laporan Rugi-Laba Laporan yang menyajikan informasi tentang pendapatan, biaya, laba atau
rugi yang diperoleh perusahaan selama periode tertentu disebut laporan laba-rugi. Laporan rugi-laba biasanya berisi hasil penjualan, HPP (persediaan awal + pembelian - persediaan akhir), laba kotor, biaya operasional, laba bersih usaha, laba bersih sebelum pajak, laba bersih setelah pajak, pendapatan non usaha, dan pajak. b.
Neraca Laporan yang menunjukkan keadaan keuangan suatu unit usaha pada waktu
tertentu disebut laporan neraca. Keadaan keuangan ini ditunjukkan dengan jumlah harta yang dimiliki yang disebut aktiva dan jumlah kewajiban yang disebut pasiva, atau dengan kata lain aktiva adalah investasi di dalam perusahaan dan pasiva merupakan sumber-sumber yang digunakan untuk investasi tersebut. Oleh karena itu, dapat dilihat dalam neraca bahwa jumlah aktiva akan sama besar dengan pasiva. Aktiva dikelompokkan dalam aktiva lancar dan aktiva tetap. Aktiva lancar berisi kas, surat-surat berharga, piutang, dan persediaan. Aktiva tetap dapat berupa gedung atau tanah, sedangkan pasiva dapat berupa hutang dan modal. c.
Laporan Hutang-Piutang Laporan yang berisi utang yang dimiliki apotek pada periode tertentu dalam
satu tahun disebut laporan hutang, sedangkan laporan piutang berisikan piutang yang ditimbulkan karena transaksi yang belum lunas dari pihak lain kepada pihak apotek. 2.11.3 Administrasi Kegiatan yang biasa dilakukan dalam proses administrasi apotek meliputi: a.
Administrasi
umum,
kegiatannya
meliputi,
membuat
agenda
atau
mengarsipkan surat masuk dan surat keluar, pembuatan laporan-laporan seperti, laporan narkotika dan psikotropika, pelayanan resep dengan harganya, pendapatan, alat dan obat KB, obat generik, dan lain-lain; b.
Pembukuan meliputi pencatatan keluar dan masuknya uang disertai bukti-bukti pengeluaran dan pemasukan; Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
23
c.
Administrasi penjualan meliputi pencatatan pelayanan obat resep, obat bebas, dan pembayaran secara tunai atau kredit;
d.
Administrasi pergudangan meliputi, pencatatan penerimaan barang, masingmasing barang diberi kartu stok, dan membuat defekta;
e.
Administrasi pembelian meliputi pencatatan pembelian harian secara tunai atau kredit dan asal pembelian, mengumpulkan faktur secara teratur. Selain itu dicatat kepada siapa berhutang dan masing-masing dihitung besarnya hutang apotek;
f.
Administrasi piutang, meliputi pencatatan penjualan kredit, pelunasan piutang, dan penagihan sisa piutang; dan
g.
Administrasi kepegawaian dilakukan dengan mengadakan absensi karyawan, mencatat kepangkatan, gaji, dan pendapatan lainnya dari karyawan.
2.12
Pelayanan Apotek Peraturan yang mengatur tentang Pelayanan Apotek adalah Peraturan
Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/Per/X/1993 yang telah diperbarui dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332/MENKES/SK/X/2002 yang meliputi: a.
Apotek wajib melayani resep dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas dasar tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek, sesuai dengan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat;
b.
Apotek wajib menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan yang bermutu baik dan absah;
c.
Apotek tidak diizinkan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat paten. Namun resep dengan obat paten boleh diganti dengan obat generik;
d.
Apotek wajib memusnahkan perbekalan farmasi yang tidak memenuhi syarat mengikuti ketentuan yang berlaku, dengan membuat berita acara. Pemusnahan ini dilakukan dengan cara dibakar atau dengan ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Balai Besar POM;
e.
Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang diresepkan, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat yang lebih Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
24
tepat; f.
Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat;
g.
Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau membubuhkan tandatangan yang lazim di atas resep;
h.
Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker;
i.
Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu 3 tahun;
j.
Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku; dan
k.
Apoteker Pengelola Apotek, Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti diizinkan menjual obat keras tanpa resep yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek, yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
2.12.1 Pelayanan Resep Menurut Petunjuk Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan SK No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 (Departemen Kesehatan RI, 2008), pelayanan resep meliputi: a.
Skrining Resep Apoteker melakukan kegiatan skrining resep yang meliputi: 1) Memeriksa kelengkapan persyaratan administrasi: nama dokter, nomor SIP, alamat dokter, tanggal penulisan resep, tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, nama pasien, alamat pasien, umur pasien, jenis kelamin pasien, dan berat badan pasien, nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta, cara pemakaian yang jelas dan informasi lainnya; 2) Memeriksa
kesesuaian
farmasetik
seperti
bentuk
sediaan,
dosis,
inkompatibilitas, stabilitas, cara, lama pemberian; dan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
25
3) Melakukan pertimbangan klinis seperti adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan. b.
Penyiapan Obat Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas, dan memberikan etiket pada wadah. Suatu prosedur tetap harus dibuat untuk melaksanakan peracikan obat, dengan memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar. Etiket harus jelas dan dapat dibaca.Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. Pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep harus dilakukan sebelum obat diserahkan kepada pasien. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien.
c.
Informasi Obat Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini, informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, jangka waktu pengobatan, cara penyimpanan obat, aktifitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
d.
Konseling Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
e.
Monitoring Penggunaan Obat Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
26
Menurut Petunjuk Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan SK No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 (Departemen Kesehatan RI, 2008), penyimpanan dan pemusnahan resep meliputi:: a.
APA mengatur resep yang telah dikerjakan menurut urutan tanggal dan nomor urut penerimaan resep dan harus disimpan sekurang-kurangnya selama tiga tahun;
b.
Resep yang mengandung narkotika harus dipisahkan dari resep lainnya;
c.
Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu penyimpanan, dapat dimusnahkan;
d.
Pemusnahan resep dilakukan dengan cara dibakar atau dengan cara lain yang memadai oleh APA bersama-sama dengan sekurang-kurangnya seorang petugas apotek; dan
e.
Pada pemusnahan resep, harus dibuat berita acara pemusnahan sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dan dibuat rangkap empat serta ditandatangani oleh APA dan petugas apotek.
2.12.2 Promosi dan Edukasi Apoteker harus memberikan edukasi dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan, dengan memilihkan obat yang sesuai. Apoteker juga harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi antara lain dengan penyebaran leaflet atau brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lain.
2.12.3 Pelayanan Residensial (Home Care) Apoteker sebagai pemberi pelayanan (care giver) diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lanjut usia (lansia) dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
27
2.12.4 Pelayanan Swamedikasi Pengobatan sendiri (swamedikasi) adalah tindakan mengobati diri sendiri dengan obat tanpa resep (golongan obat bebas dan bebas terbatas) yang dilakukan secara tepat guna dan bertanggung jawab. Hal ini mengandung makna bahwa walaupun digunakan untuk diri sendiri, pengobatan sendiri harus dilakukan secara rasional. Ini berarti bahwa tindakan pemilihan dan penggunaan produk bersangkutan sepenuhnya merupakan tanggung jawab bagi para penggunanya. Penggunaan obat bebas, obat bebas terbatas dan obat wajib apotek (OWA) dalam pengobatan sendiri (swamedikasi) harus mengikuti prinsip penggunaan obat secara aman dan rasional. Pelaksanaan swamedikasi yang bertanggung jawab membutuhkan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat, dan kualitasnya, serta membutuhkan pemilihan obat yang tepat sesuai dengan indikasi penyakit dan kondisi pasien. Apoteker mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan bantuan, nasehat dan petunjuk kepada masyarakat yang ingin melakukan swamedikasi, agar dapat masyarakat dapat melakukan swamedikasi secara bertanggung jawab. Apoteker harus dapat menekankan kepada pasien, bahwa walaupun dapat diperoleh tanpa resep dokter, namun penggunaan obat bebas, obat bebas terbatas, dan OWA tetap dapat menimbulkan bahaya dan efek samping yang tidak dikehendaki jika dipergunakan secara tidak semestinya. Dalam pelaksanaan swamedikasi, apoteker memiliki dua peran yang sangat penting, yaitu menyediakan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat dan kualitasnya serta memberikan informasi yang dibutuhkan atau memberikan informasi kepada pasien dan keluarganya agar obat digunakan secara aman, tepat dan rasional. Pemberian informasi dilakukan terutama dalam mempertimbangkan: a.
Ketepatan penentuan indikasi atau penyakit.
b.
Ketepatan pemilihan obat yang efektif, aman, dan ekonomis.
c.
Ketepatan dosis dan cara penggunaan obat. Satu hal yang sangat penting dalam informasi swamedikasi adalah
meyakinkan agar produk yang digunakan tidak berinteraksi negatif dengan produkproduk yang sedang digunakan pasien. Selain itu, apoteker juga diharapkan dapat memberikan petunjuk kepada pasien bagaimana memonitor penyakitnya dan kapan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
28
harus menghentikan pengobatannya atau kapan harus berkonsultasi kepada dokter. Informasi yang perlu disampaikan oleh apoteker pada masyarakat dalam pelaksanaan swamedikasi antara lain: a.
Khasiat obat Apoteker perlu menerangkan dengan jelas khasiat obat yang bersangkutan, sesuai atau tidak dengan indikasi atau gangguan kesehatan yang dialami pasien.
b.
Kontraindikasi Pasien perlu diberi tahu dengan jelas kontraindikasi dari obat yang diberikan,agar tidak menggunakannya jika memiliki kontraindikasi dimaksud.
c.
Efek samping dan cara mengatasinya (jika ada) Pasien juga perlu diberi informasi tentang efek samping yang mungkin muncul dan apa yang harus dilakukan untuk menghindari atau mengatasinya.
d.
Cara pemakaian Cara pemakaian harus disampaikan secara jelas kepada pasien untuk menghindari salah pemakaian, apakah ditelan, dihirup, dioleskan, dimasukkan melalui anus, atau cara lain.
e.
Dosis Dosis harus disesuaikan dengan kondisi kesehatan pasien. Apoteker dapat menyarankan dosis sesuai dengan yang disarankan oleh produsen (sebagaimana petunjuk pemakaian yang tertera di etiket) atau dapat menyarankan dosis lain sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
f.
Waktu pemakaian Waktu pemakaian juga harus diinformasikan dengan jelas kepada pasien, misalnya sebelum atau sesudah makan atau saat akan tidur.
g.
Lama penggunaan Lama penggunaan obat juga harus diinformasikan kepada pasien, agar pasien tidak menggunakan obat secara berkepanjangan karena penyakitnya belum hilang atau sudah memerlukan pertolongan dokter.
h.
Hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, misalnya pantangan makanan atau tidak boleh minum obat tertentu dalam waktu bersamaan.
i.
Hal apa yang harus dilakukan jika lupa meminum obat. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
29
j.
Cara penyimpanan obat yang baik.
k.
Cara memperlakukan obat yang masih tersisa.
l.
Cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak. Selain itu, apoteker juga perlu memberi informasi kepada pasien tentang
obat generik yang memiliki khasiat sebagaimana yang dibutuhkan, serta keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan obat generik. Hal ini penting dalam pemilihan obat yang selayaknya harus selalu memperhatikan aspek farmakoekonomi dan hak pasien. Selain konseling dalam farmakoterapi, apoteker juga memiliki tanggung jawab lain yang lebih luas dalam swamedikasi. Dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh IPF (International Pharmaceutical Federation) dan WMI (World Self-Medication Industry) tentang swamedikasi yang bertanggung jawab (Responsible Self-Medication) dinyatakan sebagai berikut: a.
Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan nasehat dan informasi yang benar, cukup dan objektif tentang swamedikasi dan semua produk yang tersedia untuk swamedikasi.
b.
Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk merekomendasikan kepada pasien agar segera mencari nasehat medis yang diperlukan, apabila dipertimbangkan swamedikasi tidak mencukupi.
c.
Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan laporan kepada lembaga pemerintah yang berwenang, dan untuk menginformasikan kepada produsen obat yang bersangkutan, mengenai efek yang tidak dikehendaki (adverse reaction) yang terjadi pada pasien yang menggunakan obat tersebut dalam swamedikasi.
d.
Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk mendorong anggota masyarakat agar memperlakukan obat sebagai produk khusus yang harus dipergunakan dan disimpan secara hati-hati, dan tidak boleh dipergunakan tanpa indikasi yang jelas.
2.12.5 Pelayanan Obat Wajib Apotek (OWA) Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993 tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep harus memenuhi kriteria sebagai berikut: Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
30
a.
Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orangtua di atas 65 tahun;
b.
Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit;
c.
Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan;
d.
Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia; dan
e.
Obat
dimaksud
memiliki
resiko
khasiat
keamanan
yang
dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
Obat Wajib Apotek (OWA) yaitu obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter (Menteri Kesehatan RI, 1990). Apoteker di apotek dalam melayani pasien yang memerlukan obat, wajib: a.
Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien sesuai dengan yang disebutkan dalam daftar obat wajib apotek;
b.
Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan; dan
c.
Memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek samping, dan hal-hal lain yang perlu diperhatikan oleh pasien. Obat yang termasuk dalam OWA ditetapkan oleh Menteri Kesehatan
(Menteri Kesehatan RI, 1990; Menteri Kesehatan RI, 1993d; Menteri Kesehatan RI, 1993e). Obat-obat yang termasuk ke dalam daftar obat wajib apotek no. 1 antara lain (Menteri Kesehatan RI, 1990): a. Obat kontrasepsi oral, baik tunggal maupun kombinasi. b. Obat saluran cerna, yang terdiri dari : 1) Antasida + sedativ/spasmodik 2) Anti spasmodik 3) Spasmodik+analgesik 4) antimual 5) Laksan c. Obat mulut dan tenggorokan d. Obat saluran napas Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
31
e. Obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular, yang terdiri dari : 1) Analgetik 2) Antihistamin f. Antiparasit yang terdiri dari obat cacing. g. Obat topikal untuk kulit yang terdiri dari : 1) Semua salep/krim antibiotik 2) Semua salep/krim kortikosteroid 3) Semua salep/krim/gel antiinflamasi nonsteroid (AINS) 4) Antijamur 5) Antiseptik lokal 6) Enzim antiradang topikal 7) Pemutih kulit Sedangkan untuk obat-obat yang termasuk ke dalam daftar obat wajib apotek no. 2 dapat dilihat pada Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 924/Menkes/PER/X/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 2 dan untuk obatobat yang termasuk ke dalam daftar obat wajib apotek no. 3 dapat dilihat pada Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1176/Menkes/PER/X/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 3.
2.13
Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika di Apotek
2.13.1 Pengelolaan Narkotika Narkotika merupakan bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, namun menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama. Pengendalian dan pengawasan narkotika, di Indonesia merupakan wewenang Badan POM. Untuk mempermudah pengendalian dan pengawasan narkotika maka pemerintah Indonesia hanya memberikan izin kepada PT Kimia Farma (Persero) Tbk. untuk mengimpor bahan baku, memproduksi sediaan dan mendistribusikan narkotika di seluruh Indonesia. Hal tersebut dilakukan mengingat narkotika adalah bahan berbahaya yang penggunaannya dapat disalahgunakan. Secara garis besar pengelolaan narkotika meliputi pemesanan, penyimpanan, pelayanan, pelaporan dan pemusnahan (Said, 2012). Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
32
1.
Pemesanan Narkotika Untuk memudahkan pengawasan maka apotek hanya dapat memesan
narkotika ke PBF PT. Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan (SP) khusus narkotika, yang ditandatangani oleh APA, dilengkapi dengan nama jelas, stempel apotek, nomor SIPA dan SIA. Surat pesanan terdiri dari empat rangkap. Surat pesanan narkotika dilengkapi dengan nama dan tanda tangan APA, nomor Surat Izin Apotek (SIA), tanggal dan nomor surat, alamat lengkap dan stempel apotek. Satu surat pesanan hanya untuk satu jenis narkotika. 2.
Penyimpanan Narkotika Apotek harus mempunyai tempat khusus untuk menyimpan narkotika dan
harus dikunci dengan baik. Tempat penyimpanan narkotika di apotek harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Menteri Kesehatan RI, 1978): a.
Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat;
b.
Harus mempunyai kunci yang kuat;
c.
Dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan: bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garam-garamnya serta persediaan narkotika,
sedangkan bagian
kedua dipergunakan
untuk
menyimpan narkotika yang dipakai sehari-hari; d.
Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40 x 80 x 100 cm maka lemari tersebut harus dibaut melekat pada tembok atau lantai;
e.
Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan;
f.
Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh pegawai yang dikuasakan; dan
g.
Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum.
3.
Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika Prosedur tetap pelayanan resep yang mengandung narkotika, yaitu sebagai
berikut (Departemen Kesehatan RI, 2008): a.
Skrining resep 1) Melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan administrasi; Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
33
2) Melakukan pemeriksaan kesesuaian farmaseutik yaitu: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian; 3) Mengkaji pertimbangan klinis yaitu : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain); 4) Narkotik hanya dapat diserahkan atas dasar resep asli rumah sakit, puskesmas, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter. Salinan resep narkotika dalam tulisan “iter” tidak boleh dilayani sama sekali; 5) Salinan resep narkotik yang baru dilayani sebagian atau yang belum dilayani sama sekali hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli; dan 6) Mengkonsultasikan ke dokter tentang masalah resep apabila diperlukan. b.
Penyiapan Resep 1) Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan pada resep; 2) Untuk obat racikan apoteker menyiapkan obat jadi yang mengandung narkotika atau menimbang bahan baku narkotika; 3) Menutup dan mengembalikan wadah obat pada tempatnya; 4) Menulis nama dan cara pemakaian obat pada etiket sesuai dengan permintaan dalam resep; dan 5) Obat diberi wadah yang sesuai dan diperiksa kembali jenis dan jumlah obat sesuai permintaan dalam resep.
c.
Penyerahan Obat 1) Melakukan pemeriksaan akhir kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep sebelum dilakukan penyerahan; 2) Memanggil nama dan nomor tunggu pasien; 3) Mengecek identitas dan alamat pasien yang berhak menerima; 4) Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat; 5) Menanyakan dan menuliskan alamat / nomor telepon pasien dibalik resep; dan 6) Menyimpan resep pada tempatnya dan mendokumentasikannya. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
34
Hal yang harus diperhatikan dalam pelayanan resep yang mengandung narkotika antara lain: a.
Narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan atau ilmu pengetahuan;
b.
Narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep dokter;
c.
Apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar salinan resep dokter;
d.
Apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika, walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali;
e.
Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli; dan
f.
Salinan resep dari resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Dengan demikian dokter tidak boleh menambah tulisan iter pada resepresep yang mengandung narkotika.
4.
Pelaporan Narkotika Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa
apotek wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya. Pelaporan penggunaan narkotika telah dikembangkan dalam bentuk perangkat lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) sejak tahun 2006 oleh Kementerian Kesehatan. Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) adalah sistem yang mengatur pelaporan penggunaan Narkotika dan Psikotropika dari Unit Layanan (Puskesmas, Rumah Sakit dan Apotek) ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kotadengan menggunakan pelaporan elektronik selanjutnya Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan ke tingkat yang lebih tinggi (Dinkes Provinsi dan Dit jen Binfar dan Alkes) melalui mekanisme pelaporan online yang menggunakan fasilitas internet. Namun, penerapan undang-undang ini belum dilaksanakan secara menyeluruh di Indonesia. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
35
5.
Pemusnahan Narkotika APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa atau tidak
memenuhi syarat lagi untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan. Apoteker Pengelola Apotek dan dokter yang memusnahkan narkotika harus membuat Berita Acara Pemusnahan Narkotika yang sekurang-kurangnya memuat (Menteri Kesehatan RI, 1978): a.
Nama, jenis, sifat, dan jumlah narkotika yang dimusnahkan;
b.
Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun dilakukan pemusnahan;
c.
Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat yang menyaksikan pemusnahan; dan
d.
Cara pemusnahan dibuat Berita Acara Pemusnahan Narkotika dikirim kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Balai POM. Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyimpanan dan pelaporan
narkotika dapat dikenai sanksi administratif oleh Menteri Kesehatan yang berupa: teguran, peringatan, denda administratif, penghentian sementara kegiatan atau pencabutan izin.
2.13.2 Pengelolaan Psikotropika Ruang lingkup pengaturan psikotropika adalah segala hal yang berhubungan dengan psikotropika yang dapat mengakibatkan ketergantungan. Tujuan pengaturan psikotropika yaitu: a.
Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan.
b.
Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika.
c.
Memberantas peredaran gelap psikotropika. Secara garis besar pengelolaan psikotropika meliputi:
a.
Pemesanan Psikotropika Kegiatan ini memerlukan surat pesanan (SP), dimana satu SP bisa digunakan untuk beberapa jenis obat. Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan pasien dengan resep dokter. Tata cara pemesanan adalah dengan menggunakan SP yang ditandatangani oleh APA dilengkapi dengan nama Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
36
jelas, stempel apotek, nomor SIPA dan SIA. Surat pesanan dibuat rangkap 3, dua lembar untuk PBF dan 1 lembar untuk arsip apotek. Satu SP untuk beberapa jenis obat psikotropika. b.
Penyimpanan Psikotropika Kegiatan ini belum diatur oleh perundang-undangan, namun karena kecenderungan penyalahgunaan psikotropika, maka disarankan untuk obat golongan psikotropika diletakkan tersendiri dalam suatu rak atau lemari khusus.
c.
Pelaporan Psikotropika Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan melaporkan pemakaiannya setiap bulan. Laporan ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Balai Besar POM setempat, Dinas Kesehatan Provinsi setempat, dan 1 salinan untuk arsip.
d.
Pemusnahan Psikotropika Kegiatan ini dilakukan bila berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi, kadaluarsa atau tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Pemusnahan psikotropika wajib dibuat Berita Acara dan dikirim kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Balai POM.
2.14
Pelayanan Informasi Obat Pekerjaan kefarmasian di apotek tidak hanya pada pembuatan, pengolahan,
pengadaan, dan penyimpanan perbekalan farmasi, tetapi juga pada pelayanan informasi obat (PIO). Tujuan diselenggarakannya PIO di apotek adalah demi tercapainya penggunaan obat yang rasional, yaitu tepat indikasi, tepat pasien, tepat regimen (dosis, cara, waktu, dan lama pemberian), tepat obat, dan waspada efek samping. Dalam memberikan informasi obat, hendaknya seorang apoteker mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a.
Mandiri, artinya bebas dari segala bentuk keterikatan dengan pihak lain yang Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
37
dapat mengakibatkan informasi yang diberikan menjadi tidak objektif; b.
Objektif, artinya memberikan informasi dengan sejelas-jelasnya mengenai suatu produk obat tanpa dipengaruhi oleh berbagai kepentingan;
c.
Seimbang, artinya informasi diberikan setelah melihat dari berbagai sudut pandang yang mungkin berlawanan;
d.
Ilmiah, artinya informasi berdasarkan sumber data atv-au referensi yang dapat dipercaya; dan
e.
Berorientasi pada pasien, maksudnya informasi tidak hanya mencakup informasi produk seperti ketersediaan, kesetaraan generik, tetapi juga harus mencakup informasi yang mempertimbangkan kondisi pasien. Peran apoteker di apotek dalam pemberian informasi obat kepada pasien,
dokter, maupun tenaga medis lainnya sangat penting, mengingat apotek sebagai sarana kesehatan masyarakat yang melayani masyarakat dengan cara memberikan obat sesuai dengan kebutuhan pasien atau resepnya. Pelaksanaan pelayanan informasi obat di apotek bertujuan agar obat dapat digunakan pasien secara rasional, yaitu tepat indikasi, tepat pasien, tepat regimen, tepat obat, serta waspada terhadap efek samping obat. Oleh karena itu, dibutuhkan peran aktif apoteker di apotek untuk memberikan informasi obat kepada pasien, dokter serta tenaga medis lain yang terlibat di apotek.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK SAMMARIE BASRA
3.1
Sejarah Singkat Apotek SamMarie Basra berdiri pada tanggal 7 Desember 2005,
berdasarkan atas akta notaris Herawati, SH., No. 7 tahun 2005. Apotek SamMarie Basra di bawah naungan SamMarie Healthcare Group.
3.2
Lokasi, Bangunan, dan Tata Ruang Apotek Apotek SamMarie Basra ini awalnya berlokasi di lantai 1 Gedung Samudra,
dan saat ini berlokasi di lantai dasar gedung Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) SamMarie Basra Jalan Basuki Rachmat No. 31 Jakarta Timur. Apotek berada di pinggir jalan dua arah, yang dilalui oleh kendaraan umum, sehingga mudah dijangkau oleh pasien dengan kendaraan umum serta memiliki halaman parkir yang cukup luas untuk kendaraan pribadi. Lokasi apotek dapat dilihat pada Lampiran 1. Bangunan Apotek memilik satu lantai yang terdiri dari ruang tunggu, tempat penerimaan resep dan penjualan obat, ruang peracikan, penyimpanan obat, alkes dan arsip, serta wastafel. Loket kasir, tempat istirahat pegawai dan toilet digunakan bersama dengan RSIA SamMarie Basra. Desain apotek dapat dilihat pada Lampiran 2. dan Lampiran 3., sedangkan denah apotek dapat dilihat pada Lampiran 4. Apotek memiliki ruang peracikan yang terpisah dengan ruang tunggu sehingga terhindar dari pandangan langsung konsumen. Ruang peracikan cukup luas sehingga karyawan dapat leluasa bergerak. Ruang tunggu apotek tidak terlalu besar karena biasanya pasien menunggu di ruangan tunggu RSIA.
3.3
Struktur Organisasi Pemilik Sarana Apotek (PSA) ini adalah PT. SamMarie Primafiat yang
dikelola oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA). Apoteker Pengelola Apotek bertanggung jawab atas keseluruhan kegiatan di Apotek. Agar manajemen apotek
38
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
39
dapat berlangsung dengan baik dan mendapatkan hasil yang maksimal, suatu apotek harus mempunyai struktur organisasi serta pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas. Apotek mempunyai beberapa orang karyawan dengan rincian sebagai berikut (dapat dilihat pada Lampiran 10.). Tenaga Teknis Farmasi yang terdapat di dalam Apotek SamMarie Basra yaitu terdiri dari : a. Apoteker Pengelola Apotek
: 1 orang
b. Asisten Apoteker
: 5 orang
Tenaga kerja di Apotek SamMarie Basra secara bergantian bekerja berdasarkan shift-shift yang telah dibagi, yaitu shift utama: shift pagi (pukul 07.00 s.d. 14.00 WIB); shift siang (pukul 14.00 s.d. 21.00 WIB); shift malam (pukul 21.00 s.d. 07.00 WIB) dan shift tambahan: shift middle (pukul 10.00 s.d. 17.00 WIB) dan shift sore (pukul 15.30 s.d. 22.30 WIB). Adapun tugas dan fungsi tiap karyawan yang ada di apotek SamMarie Basra adalah sebagai berikut: a. APA (Apoteker Pengelola Apotek) Tugas dan tanggung jawab APA sebagai berikut: 1) Menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan fungsinya (apotek sebagai tempat pengabdian profesi) dan memenuhi segala keperluan perundang-undangan di bidang perapotekan yang berlaku. 2) Memimpin seluruh kegiatan manajerial apotek termasuk mengkoordinasikan dan mengawasi dinas kerja Asisten Apoteker (AA) antara lain mengatur daftar giliran kerja, menetapkan pembagian beban kerja, dan tanggung jawab masingmasing karyawan. 3) Bertanggung jawab terhadap kelancaran administrasi dan penyimpanan dokumen penting. 4) Memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. 5) Melaksanakan pelayanan swamedikasi. 6) Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
40
b. Asisten Apoteker Tugas dan fungsi AA sebagai berikut: 1) Mendata keperluan barang. 2) Mengatur, mengawasi, dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat di ruang peracikan. 3) Memberi harga-harga untuk resep-resep yang masuk dan memeriksa kelengkapan resep. 4) Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan menyerahkan obat. 5) Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan. 6) Mencatat keluar masuk barang. 7) Melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai kadaluarsa. 8) Menyusun daftar masuknya barang dan menandatangani faktur obat yang masuk setiap harinya. 9) Membuat salinan resep bila diperlukan.
3.4
Kegiatan di Apotek Pengadaan atau pembelian perbekalan farmasi, penyimpanan barang,
pembuatan obat racikan, dan penjualan merupakan kegiatan yang dilakukan di apotek.
3.4.1 Pengadaan/Pembelian Perbekalan Farmasi Apoteker Pengelola Apotek dan AA membuat surat pesanan (SP) untuk melakukan pengadaan perbekalan farmasi yang dilaksanakan melalui pembelian secara kredit dan dibayar satu kali setiap bulan, yaitu 30 hari setelah pemesanan. Sebelum dilakukan pengadaan obat, terlebih dahulu dilakukan perencanaan pengadaan obat berdasarkan kebutuhan dan berdasarkan buku defecta. SamMarie Healthcare Group memiliki unit usaha berupa Pedagang Besar Farmasi (PBF), Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
41
yaitu PT. SamMarie Tramedifa. Barang-barang yang dipesan, kemudian diantar dan disertai dengan faktur sebagai tanda bukti penyerahan barang. Untuk pemesanan cito disampaikan melalui telepon dimana SP menyusul ketika barang diantar. Barang yang diterima, diperiksa keadaan fisiknya, tanggal kadaluarsa, jenis, dan jumlah barang sesuai dengan yang tertera pada faktur dan SP. Asisten Apoteker atau APA akan menandatangani faktur barang yang diterima apabila barang yang diterima sesuai dengan pesanan. Faktur asli diberikan kepada distributor dan lembar kopinya disimpan. Bila sudah cocok dengan faktur maka barang yang diterima dimasukkan datanya ke komputer dan kartu stok. Alur pemesanan obat di Apotek SamMarie Basra dapat dilihat di Lampiran 11. Adapun contoh surat pesanan dan faktur pembelian dapat dilihat pada Lampiran 12. dan Lampiran 13.
3.4.2 Penyimpanan dan Pengeluaran Barang Barang diterima disimpan berdasarkan bentuk sediaan dan alfabetis dengan sistem FIFO (First in First Out) dan FEFO (First Expired First Out). Setiap jenis obat yang disimpan disertai dengan kartu stok (contoh kartu stok dapat dilihat pada Lampiran 14.). Obat bebas, obat bebas terbatas, suplemen makanan, Over the Counter (OTC), dan beberapa alat kesehatan diletakkan di etalase. Obat keras (generik dan paten) diletakkan pada lemari dalam, sedangkan narkotika dan psikotropika disimpan di lemari khusus. Obat yang membutuhkan penyimpanan khusus pada suhu rendah, disimpan dalam lemari pendingin.
3.4.3 Penjualan Kegiatan penjualan yang dilakukan meliputi pelayanan resep, penjualan obat bebas dan alat kesehatan. Pelayanan resep dokter terdiri dari resep yang dibayar tunai dan resep yang dibayar kredit melalui kasir RSIA. a. Penjualan Resep yang dibayar tunai. Permintaaan obat tertulis dari dokter untuk pasien dan dibayar secara tunai disebut sebagai penjualan resep yang dibayar tunai. b. Penjualan Resep yang dibayar kredit. Permintaaan obat tertulis dari dokter untuk pasien dan dibayar tidak secara tunai disebut sebagai penjualan resep yang dibayar kredit. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
42
Pasien melakukan pembayaran melalui jasa perusahaan asuransi yang pembayarannya secara berjangka, berdasarkan perjanjian yang telah disetujui bersama. Tagihan dibebankan kepada perusahaan yang bersangkutan. Apotek mengadakan kerja sama dengan empat belas perusahaan asuransi di antaranya Admedika, Gami medilum, Medika Plaza, PT. Interpay Kalindo, dan lain-lain. c. Penjualan OTC. Barang yang dijual tanpa resep dokter disebut penjualan OTC, dan meliputi obat bebas dan obat bebas terbatas,obat tradisional, kosmetika, perlengkapan bayi, dan alat kesehatan.
3.5
Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika Pengelolaan obat golongan narkotika dan psikotropika memerlukan
pengawasan yang khusus. Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya penyalahgunaan yang dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya, tidak saja bagi pengguna tetapi juga bagi masyarakat lainnya. Pengelolaan terhadap narkotika dan psikotropika meliputi : 3.5.1
Pengadaan Narkotika dan Psikotropika Pembelian narkotika pada Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kimia Farma
sebagai distributor tunggal, pembelian tersebut dilakukan dengan menggunakan surat pesanan narkotika rangkap 4 dimana satu surat pesanan hanya berlaku untuk 1 jenis narkotika dan ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA) dengan mencantumkan nama jelas, nomor SIPA, nomor SIA, jabatan, alamat rumah, nama apotek serta stempel apotek. Pada pesanan psikotropika dapat dilakukan pada Pedagang Besar Farmasi resmi khususnya untuk penyaluran psikotropika rangkap 3 dengan menggunakan surat pesanan psikotropika. Contoh Surat Pesanan Narkotika dan Psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 15. dan Lampiran 16.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
43
3.5.2 Penyimpanan Narkotika dan Psikotropika Tempat untuk menyimpan narkotika dan psikotropika berupa lemari khusus yang saling terpisah satu sama lain dengan kunci yang berbeda. Baik lemari khusus untuk menyimpan narkotika maupun lemari khusus untuk
menyimpan
psikotropika, masing-masing lemari khusus tersebut terbuat dari kayu yang ditempatkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum dengan kunci yang kuat yang disimpan khusus dalam lemari obat oleh APA. Lemari khusus penyimpanan narkotika maupun lemari khusus penyimpanan psikotropika, tidak digunakan untuk menyimpan obat atau barang lain selain narkotika dan psikotropika. Lemari khusus penyimpanan narkotika dan psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 5.
3.5.3
Pelayanan Resep Narkotika dan Psikotropika Apotek hanya melayani resep yang mengandung narkotika dari resep asli
atau salinan resep yang berasal dari apotek SamMarie Basra yang belum dilayani. Narkotika yang dikeluarkan dicatat dalam software pemakaian narkotika untuk laporan penggunaan narkotika. Untuk psikotropika yang dipakai juga dicatat dalam software pemakaian psikotropika.
3.5.4
Laporan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika Setiap bulan, apotek wajib membuat laporan narkotika berdasarkan
pemasukan dan pengeluaran narkotika yang tercatat di buku harian penggunaan narkotika. Data pemasukan dan pengeluaran narkotika serta psikotropika di masukkan ke dalam sebuah software khusus. Hasil data laporan dikirim ke Seksi Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Jakarta Timur dalam bentuk softcopy dengan tembusan ke Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan dalam bentuk hardcopy. Contoh laporan penggunaan narkotik dan psikotropik dapat dilihat pada Lampiran 17. dan Lampiran 18.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
BAB 4 PEMBAHASAN
Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukannya praktik kefarmasian oleh apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker (Presiden RI, 2009a). Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu bagian dari sistem pelayanan kesehatan untuk membantu mewujudkan tercapainya kesehatan yang paripurna pada seluruh masyarakat Indonesia. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula berorientasi pada pengelolaan obat sebagai komoditas (drug oriented) telah berubah orientasi menjadi pelayanan komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (patient oriented) pasien (Menteri Kesehatan RI, 2004). Sebagai salah satu sarana pelayanan kefarmasian maka apotek juga harus melakukan segala kegiatannya dengan orientasi terhadap pasien. Namun, sebagai suatu badan usaha, sebuah apotek juga harus berusaha untuk menghasilkan keuntungan yang maksimal agar kelangsungan operasional apotek dapat berjalan. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa apotek memiliki dua fungsi, yaitu fungsi sosial dan fungsi ekonomi. Pada dasarnya, komoditas bisnis apotek adalah sediaan farmasi yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia (konsumen) sehingga pemerintah mewajibkan bahwa penanggung jawab di apotek haruslah seorang apoteker yang telah memperoleh Surat Izin Apotek (SIA). Hal ini bertujuan agar pengelolaan sediaan farmasi tersebut dapat dilakukan sesuai ilmu kefarmasian yang telah dimiliki oleh apoteker tersebut dan mencegah terjadinya cedera pada pasien karena pengelolaan sediaan yang tidak benar. Apoteker Pengelola Apotek (APA) bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan apotek, baik teknis maupun non teknis. Kegiatan teknis di apotek terdiri dari kegiatan profesional dan manajerial. Kegiatan profesional meliputi kegiatan yang berkaitan dengan pelayanan farmasi di apotek, mulai dari memeriksa keabsahan resep, peracikan, pengemasan dan penulisan etiket, pemberian informasi obat, hingga melakukan monitoring terhadap pasien ataupun memberikan pelayanan swamedikasi pada pasien. Sementara itu, yang termasuk dalam kegiatan 44 Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
45
manajerial meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dan penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat (konsumen). Seorang apoteker juga harus membina hubungan yang baik dengan karyawan serta konsumennya agar hubungan yang harmonis dapat menciptakan suasana kerja yang nyaman sehingga segala kegiatan dia apotek dapat berjalan dengan lancar. Kemampuan berkomunikasi yang efektif juga penting, termasuk terhadap rekan sejawat seperti dokter, perawat, ahli gizi, dan tenaga kesehatan lainnya agar apotek dapat terus mengalami kemajuan dan mendapat citra yang baik. Pada PKPA kali ini, penulis berkesempatan untuk melakukan PKPA di Apotek SamMarie Basra yang berlokasi di Jalan Basuki Rachamat No. 31 Jakarta Timur. Lokasi ini merupakan lokasi yang padat penduduk dan ramai dilalui kendaraan bermotor. Adanya fly over di depan lokasi apotek ini membuat apotek menjadi tidak terlalu terlihat dari sisi jalan. Namun, karena apotek ini berada satu bangunan dengan Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) SamMarie Basra dimana pada rumah sakit ini banyak praktik dokter dilaksanakan, membuat apotek ini tetap ramai dikunjungi. Karena RSIA SamMarie Basra ditargetkan untuk konsumen dengan kelas menengah ke atas maka target konsumen dari apotek ini pun demikian karena jumlah resep yang masuk ke apotek ini sebagian besar dari RSIA tersebut. Bangunan apotek SamMarie Basra dibagi menjadi 2 ruangan, yaitu ruangan bagian depan dan ruangan bagian dalam. Ruangan bagian depan apotek digunakan sebagai counter untuk penerimaan resep dan penghitungan nilai resep (kasir), penyerahan obat, dan ruang tunggu. Pada bagian depan apotek juga terdapat etalase kaca untuk menyimpan produk OTC (Over the Counter) yang digolongkan berdasarkan alfabetis sehingga jenis obat di apotek tersebut dapat terlihat langsung oleh konsumen, dan menarik perhatian konsumen untuk membeli. Ruang tunggu apotek dilengkapi dengan kursi, pendingin ruangan, dan televisi sehingga pasien dapat merasa nyaman selama menunggu penyiapan/peracikan obat. Pada bagian depan Apotek SamMarie Basra terdapat papan nama penunjuk keberadaan apotek yang dilengkapi dengan nama APA, No. SIPA (Surat Izin Praktik Apoteker), No. SIA (Surat Izin Apotek), dan alamat apotek. Ruang tunggu juga selalu dijaga agar tetap bersih agar menambah kenyamanan pelanggan. Halaman parkir pada apotek
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
46
ini juga cukup luas karena juga merupakan halaman parkir untuk rumah sakit dan sebagian besar pasien menggunakan kendaraan pribadi. Ruang bagian dalam apotek dibagi menjadi dua, yaitu ruang racik dan ruang penyimpanan alat-alat kesehatan. Pada ruang racik terdapat lemari tempat menyimpan obat ethical dan obat generik, serta meja untuk melakukan peracikan dan penyiapan obat. Terdapat dua meja untuk penyiapan obat, satu meja yang dilengkapi dengan lemari kecil di bawahnya digunakan untuk meracik obat dimana pada meja tersebut telah tertata mortir dan alu serta alat pembungkus puyer dan pada lemari bawahnya tersedia gelas ukur dan zat aktif obat yang biasanya digunakan untuk meracik sediaan krim atau salep. Meja lainnya diletakkan di samping meja racik yang biasa digunakan sebagai meja kerja. Meja kerja tersebut merupakan tempat meletakkan etiket, plastik obat, kertas perkamen serta timbangan dan merupakan tempat untuk menulis etiket serta pemeriksaan kembali obat sebelum diserahkan pada konsumen. Kedua meja tersebut diletakkan di sudut kanan ruang racik. Pada ruang racik juga dilengkapi dengan wastafel untuk mencuci peralatan racik. Di belakang ruang racik, terdapat satu ruangan lagi yang merupakan ruang penyimpanan alat-alat kesehatan yang diperlukan untuk kebutuhan rawat inap rumah sakit. Apoteker sebagai penanggung jawab kegiatan manajerial di apotek harus melakukan pengelolaan terhadap sediaan farmasi di apotek dengan baik. Sistem manajemen dan administrasi di apotek harus diatur seefektif mungkin sehingga kegiatan apotek dapat berlangsung dengan baik dan lancar serta meminimalisasi kesalahan. Pada Apotek SamMarie Basra, sistem manajemen dan administrasi sudah terlaksana cukup baik. Struktur organisasi cukup sederhana dengan SDM yang terdiri dari PSA, APA, dan Asisten Apoteker (AA) dengan pembagian shift, yaitu shift utama: shift pagi (pukul 07.00 s.d. 14.00 WIB); shift siang (pukul 14.00 s.d. 21.00 WIB); shift malam (pukul 21.00 s.d. 07.00 WIB) dan shift tambahan: shift middle (pukul 10.00 s.d. 17.00 WIB) dan shift sore (pukul 15.30 s.d. 22.30 WIB). Pada apotek ini tidak terdapat Apoteker Pendamping sehingga jika APA tidak berada di tempat pelayanan dilakukan oleh AA. Salah satu kegiatan rutin di apotek yaitu pengadaan obat-obatan dan barang yang dilakukan sesuai kebutuhan apotek dengan cara mencatat obat-obatan yang Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
47
telah mencapai level stock minimum ke dalam buku permintaan (defecta). Pengadaan dilakukan dengan memperhatikan arus barang, fast moving atau slow moving. Pemesanan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan setiap hari karena pemesanan hanya dilakukan pada satu PBF, yaitu PT. SamMarie Tramedifa dan lokasi PBF tersebut dekat dengan apotek. Biasanya PT. SamMarie Tramedifa mengantarkan obat ke Apotek SamMarie Basra pada siang atau sore hari. Pemesanan obat dengan sistem CITO (segera) dapat dilakukan jika tiba-tiba terdapat obat yang stoknya sedang kosong atau permintaan obat tersebut meningkat dengan menelepon langsung PBF tersebut untuk minta diantarkan segera atau menjemput sendiri obat ke PT. SamMarie Tramedia tersebut oleh kurir apotek. Obat dan perbekalan kesehatan yang diterima oleh apotek dari PT. SamMarie Tramedifa diperiksa terlebih dahulu sesuai surat pesanan barang, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Setelah pemeriksaan selesai, faktur ditandatangi oleh asisten apoteker atau apoteker yang memeriksa dan diberi cap apotek. Faktur disimpan dan kemudian dicatat dalam kartu stok dan sistem inventori obat. Faktur asli akan diserahkan ke apotek dan PT. SamMarie Tramedifa menerima tanda tukar faktur. Bila faktur akan jatuh tempo, maka pembayaran dilakukan secara tunai kepada PT. SamMarie Tramedifa oleh bagian keuangan RSIA SamMarie Basra. Apotek SamMarie Basra melakukan pembayaran setiap hari Jumat. Pengadaan untuk narkotika dan psikotropika dilakukan melalui mekanisme yang berbeda. Pemesanan obat-obatan golongan narkotika dan psikotropika dilakukan menggunakan surat pesanan khusus yang diisi dan ditandatangani oleh APA. Surat pesanan ditujukan kepada PT. Kimia Farma Tbk. sebagai distributor tunggal narkotika di Indonesia, dan pembayaran atas pesanan narkotika dilakukan secara COD (Cash on Delivery). Sementara itu, untuk obat-obat psikotropika dapat dilakukan melalui PBF yang menyediakan obat tersebut. Surat pesanan narkotika terdiri dari empat rangkap, yaitu untuk PBF (PT Kimia Farma Tbk.), Balai POM, pabrik obat (PT Kimia Farma Tbk.), dan arsip apotek. Dalam satu surat pesanan hanya boleh digunakan untuk satu jenis narkotika dengan mencantumkan pula jumlah sisa stok yang masih tersedia di apotek. Sedangkan untuk psikotropika, SP dibuat tiga rangkap yang akan diserahkan pada Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
48
PBF, Balai POM, dan arsip. Dalam satu SP psikotropika dapat digunakan untuk beberapa jenis obat untuk PBF yang sama dan tidak perlu mencantumkan sisa stok di apotek. Untuk pemesanan narkotika, SP harus diserahkan terlebih dahulu pada distributor sebelum barang diantarkan. Penerimaan obat golongan narkotika dan psikotropika dilakukan oleh APA atau AA. Penyimpanan obat di apotek SamMarie Basra dilakukan secara alfabetis berdasarkan bentuk sediaan (padat, cair, semi padat, dan injeksi) serta dibedakan antara obat generik dan nama dagang. Obat disusun berdasarkan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out), dimana obat dengan tanggal kadaluarsa yang lebih cepat diletakkan paling luar atau paling atas agar dapat keluar lebih dahulu. Obat disimpan pada lemari kaca sehingga memudahkan untuk pengambilan obat saat diperlukan serta menghindari obat dari debu, kelembapan, dan cahaya yang berlebihan. Ruang racik, ruang penyimpanan obat, dan lemari pendingin selalu diatur kondisi temperaturnya. Untuk ruang racik dan ruang penyimpanan obat diatur kondisi temperaturnya, yaitu di bawah 25 oC, sementara untuk lemari pendingin juga diatur kondisi temperaturnya, yaitu di bawah 10 oC. Pengecekan kondisi temperatur ruang racik, ruang penyimpanan obat, dan lemari pendingin selalu dilakukan tiga kali sehari, yaitu pada jam 07.00 WIB, 14.00 WIB, dan 21.00 WIB. Pemantauan temperatur pada tempat penyimpanan ini penting untuk dapat menjaga kestabilan obat sehingga obat yang diterima konsumen tetap terjaga mutunya. Obat-obat yang memerlukan penyimpanan khusus dengan temperatur dingin, seperti suppossitoria dan vaksin disimpan pada lemari pendingin dimana di Apotek SamMarie Basra ini terdapat dua lemari pendingin. Penyimpanan narkotika dan bahan baku narkotika serta obat keras tertentu disimpan dalam lemari khusus terkunci yang terpisah dari lemari obat ethical lain, dan
letaknya
tersembunyi
dari
penglihatan
umum.
Penyimpanan
dan
penggunaannya harus diperhatikan untuk menghindari risiko kehilangan atau penyalahgunaan obat. Kunci lemari narkotika berada dalam tanggung jawab APA, tetapi dapat dibuka dengan seizin APA oleh AA yang bertugas pada shift dimana apoteker sedang bertugas.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
49
Pelayanan yang dilakukan di Apotek SamMarie Basra meliputi dua hal, yaitu pelayanan resep dan swamedikasi. Pelayanan swamedikasi dilakukan berdasarkan permintaan pasien tanpa resep dokter terhadap obat bebas, bebas terbatas, maupun obat wajib apotek. Pelayanan swamedikasi tidak terlalu sering dilakukan pada apotek ini. Pelayanan resep merupakan pelayanan utama di apotek ini karena apotek ini berada di dalam rumah sakit. Sebagian besar resep yang dilayani berasal dari dokter yang praktik di RSIA SamMarie Basra. Resep yang diberikan oleh pasien akan diperiksa kelengkapannya dan dihargai oleh apoteker atau asisten apoteker yang sedang bertugas. Pasien mempunyai hak penuh untuk menentukan jumlah obat yang akan diambil, apakah langsung tebus seluruhnya atau setengahnya dahulu. Kecuali untuk obat-obat yang harus diambil semua, maka apoteker atau asisten apoteker akan menjelaskan obat mana yang sebaiknya ditebus terlebih dahulu. Jika pasien menginginkan obat diganti dengan harga yang lebih rendah, maka apoteker dapat menghubungi dokter yang bersangkutan terlebih dahulu. Setelah pasien setuju, pasien akan membayar resep tersebut di kasir rumah sakit, sementara itu resep disiapkan di apotek, dikemas, diberi etiket dan obat siap diserahkan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dinyatakan bahwa sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian obat dengan resep. Setelah kesesuaian obat dengan resep dikonfirmasi maka dapat dilakukan penyerahan obat kepada pasien disertai pemberian informasi obat yang perlu bagi pasien oleh APA atau AA. Saat pengambilan obat, pasien menyerahkan bukti pembayaran yang diperoleh dari kasir untuk disimpan sebagai arsip di apotek. Obat golongan narkotika hanya diberikan kepada pasien yang membawa resep asli dari dokter. Resep yang mengandung narkotika tidak boleh diulang dan jika tidak ditebus semua maka sisa obat yang belum diambil hanya bisa dibeli pada apotek yang sama (apotek asal yang menyimpan resep asli). Resep yang mengandung narkotika diberi garis merah dan disimpan terpisah dari resep obat non-narkotika. Untuk obat golongan psikotropika dapat diberikan berdasarkan resep asli dokter atau salinan resep. Resep ini dapat diulang jika perlu. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
50
Apotek SamMarie Basra melakukan pelaporan penggunaan obat golongan narkotika dan psikotropika kepada Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Timur setiap periode, yatu setiap bulan untuk obat golongan narkotika dan tiga bulan sekali untuk psikotropika. Untuk obat-bat golongan ini yang rusak atau sudah kadaluarsa, harus dilakukan pemusnahan yang disaksikan oleh APA, AA, dan petugas dinas kesehatan serta dibuat berita acara pemusnahannya. Pengelolaan resep di Apotek SamMarie Basra sudah cukup baik. Semua resep yang sudah dilayani disimpan setiap harinya dan dipisahkan setiap bulan. Resep-resep tersebut masih disimpan hingga saat ini dan belum dilakukan pemusnahan resep. Dari segi kewirausahaan, Apotek SamMarie Basra selalu berusaha meningkatkan penjualan dan pelayanan kepada masyarakat. Stok obat diusahakan sebisa mungkin untuk tidak pernah kosong ataupun over stock. Namun, terkadang stok obat kosong masih sering terjadi di apotek ini sehingga pemesanan CITO perlu dilakukan dan mengakibatkan pasien harus menunggu lebih lama dari waktu yang seharusnya. Dari segi pelayanan kefarmasian di apotek ini dapat dikatakan cukup baik. Hal ini terlihat dari pelayanan resep yang diusahakan cepat dan tepat serta didukung pemberian informasi obat yang sejelas mungkin pada pasien. Namun, konseling penggunaan obat di apotek ini masih jarang dilakukan. Fungsi promosi dan edukasi juga belum terlalu terlihat pada apotek ini karena pada bagian depan apotek tidak terdapat penyebaran leaflet, brosur, ataupun poster mengenai penggunaan obat. Selain itu, kegiatan monitoring penggunaan obat dan efek penggunaan obat yang tidak diinginkan pada apotek ini juga belum terlaksana. Kedua kegiatan tersebut sebenarnya merupakan salah satu pekerjaan kefarmasian yang perlu dilakukan apoteker di apotek secara profesional dalam melakukan pelayanan kesehatan guna meningkatkan kualitas hidup pasien. Untuk ke depannya diharapkan pada apotek ini, proses konseling dan monitoring penggunaan obat serta efek obat yang tidak diinginkan dapat terlaksana. Selain itu, diharapkan fungsi promosi dan edukasi dari apotek ini dapat lebih dijalankan lagi. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Dari Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang telah dilakukan di Apotek
SamMarie Basra dapat disimpulkan bahwa:
5.1.1
Apoteker Pengelola Apotek (APA) memiliki peran dan fungsi sebagai
penanggung jawab dalam pelaksana kegiatan kefarmasian di apotek baik kegiatan teknis maupun non teknis, meliputi pengelolaan sumber daya manusia, pengelolaan sarana dan prasarana apotek, pengelolaan sediaan farmasi (perencanaan, pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran), administrasi, pelayanan resep (skrining resep, penyiapan obat, penyerahan obat, pemberian informasi obat), dan pelayanan swamedikasi.
5.1.2
Pada pelaksanaan PKPA di Apotek SamMarie Basra, mahasiswa calon
apoteker diberi kesempatan untuk melakukan praktik kefarmasian seperti penerimaan resep, penyiapan obat (peracikan, penulisan etiket, pengemasan obat, penyerahan obat beserta pemberian informasi obat), melakukan penyimpanan obat dan pengecekan suhu ruang penyimpanan serta pengisian kartu stok berdasarkan faktur. Mahasiswa juga diberi penjelasan mengenai sistem administrasi dan manajemen di Apotek SamMarie Basra sehingga mahasiswa mendapat pembekalan yang cukup tentang kegiatan yang berlangsung di apotek.
5.2
Saran
5.2.1
Apotek SamMarie Basra perlu meningkatkan penerapan pelayanan
kefarmasian dalam hal komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kepada para pelanggannya sebagai wujud peran apoteker dalam menjalankan praktik kefarmasian. Fungsi KIE dapat ditingkatkan dengan penyediaan brosur, leaflet, poster atau majalah kesehatan yang berisi informasi guna meningkatkan 51
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
52
pengetahuan dan perilaku pasien mengenai penggunaan obat. Kegiatan konseling di Apotek SamMarie Basra serta monitoring penggunaan obat dan efek penggunaan obat yang tidak diinginkan perlu dilaksanakan.
5.2.2
Perlu dilakukan pengkajian kembali dalam hal perencanaan pengadaan obat
harian untuk menghindari kekosongan stok obat karena pada saat ini kekosongan stok obat masih terjadi. 5.2.3
Perlu seorang Apoteker Pendamping yang selalu ada di apotek agar
pelayanan kefarmasian dapat berjalan setiap saat dan pengendalian obat narkotika dan psikotropika lebih terkontrol.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
DAFTAR ACUAN
Anief, M. (2001). Manajemen Farmasi. (Cetakan ke-3). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Petunjuk Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek (SK Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004). Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1978). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28/Menkes/Per/1978 tentang Penyimpanan Narkotika. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1983). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2380/A/SK/VI/83 tentang Tanda Khusus untuk Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1986). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nmor. 2396/A/SK/VIII/86 tentang Tanda Khusus Obat Keras Daftar G. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1993a). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 918/Menkes/Per/X/1993 tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1993b). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 919/MENKES/PER/X/1993 tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1993c). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1993d). Peraturan Menteri Kesehatan No. 924/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotik No.2. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
53
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
54
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1993e). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1176/Menkes/SK/X/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotik No. 3. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Menteri Kesehatan Repbulik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/ Menkes/SK/X/2002 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/Menkes/PerV/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Presiden Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotik. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia. Presiden Republik Indonesia. (1997a). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia. Presiden Republik Indonesia. (1997b). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia. Presiden Republik Indonesia. (2009a). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia. Presiden Republik Indonesia. (2009b). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia. Presiden Republik Indonesia. (2009c). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia. Said, M. U. (2012). Manajemen Apotek Praktis. (Cetakan ke-4 Ed. rev). Jakarta: PD Wira Putra Kencana. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
54
LAMPIRAN
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
55
Lampiran 1. Denah lokasi Apotek SamMarie Basra
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
56
Lampiran 2. Desain ruang depan Apotek SamMarie Basra
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
57
Lampiran 3. Desain ruang racik Apotek SamMarie Basra
(a) Meja racik obat
(b) Lemari penyimpanan obat
(c) Lemari penyimpanan alat kesehatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
58
Lampiran 4. Denah ruangan Apotek SamMarie Basra
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
59
Lampiran 5. Lemari khusus penyimpanan narkotika dan psikotropika
A
B
A
A
B
B
Keterangan: A. Lemari khusus penyimpanan narkotika; B. Lemari khusus penyimpanan Psikotropika
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
60
Lampiran 6. Form resep
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
61
Lampiran 7. Salinan resep
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
62
Lampiran 8. Etiket obat
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
63
Lampiran 9. Plastik pembungkus obat
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
64
Lampiran 10. Struktur organisasi Apotek SamMarie Basra
Pemilik Sarana Apotek Apoteker Pengelola Apotek Asisten Apoteker
Asisten Apoteker
Asisten Apoteker
Asisten Apoteker
Asisten Apoteker
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
65
Lampiran 11. Alur pemesanan dan penerimaan obat
Petugas mencatat barang yang ingin dipesan
Pemesanan barang ke PBF melalui telepon
Barang dikirim ke apotek pada hari yang sama setelah pemesanan
Cek kesesuaian barang (nama, jumlah, jenis) dengan faktur
Cek kondisi fisik barang
Setelah sesuai, faktur ditandatangani dan diberi cap apotek oleh petugas
Catat barang yang datang sistem komputerisasi dan kartu stok
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
66
Lampiran 12. Surat pesanan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
67
Lampiran 13. Faktur pembelian
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
68
Lampiran 14. Kartu stok barang
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
69
Lampiran 15. Surat pesanan narkotika
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
70
Lampiran 16. Surat pesanan psikotropika
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
71
Lampiran 17. Laporan penggunaan narkotika
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
72
Lampiran 18. Laporan penggunaan psikotropika
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
73
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
PEMBUATAN DAFTAR DAN PENGKAJIAN TERHADAP PENYIMPANAN OBAT LOOK ALIKE SOUND ALIKE (LASA) DAN HIGH ALERT DI APOTEK SAMMARIE BASRA
TUGAS KHUSUS PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
OKTA FESTI AMANDA, S. Farm. 1306344021
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2014
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
PEMBUATAN DAFTAR DAN PENGKAJIAN TERHADAP PENYIMPANAN OBAT LOOK ALIKE SOUND ALIKE (LASA) DAN HIGH ALERT DI APOTEK SAMMARIE BASRA
TUGAS KHUSUS PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
OKTA FESTI AMANDA, S. Farm. 1306344021
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2014 2ii
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................v DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vi BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................1 1.1 Latar Belakang..................................................................................1 1.2 Tujuan ...............................................................................................2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................3 2.1 Pengertian Apotek ............................................................................3 2.2 Tugas dan Fungsi Apotek .................................................................3 2.3 Medication Errors ............................................................................4 2.4 Peran Apoteker dalam Mewujudkan Keselamatan Pasien ...............9 2.5 Look Alike-Sound Alike Drugs dan High-alert Drugs ....................12 BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN .........................................................14 3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian .......................................................14 3.2 Metode Pengkajian .........................................................................14 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................15 4.1 Daftar Obat Look Alike Sound Alike (LASA) di Apotek SamMarie Basra ............................................................................................16 4.2 Daftar Obat High Alert di Apotek SamMarie Basra ......................16 4.3 Penyimpanan Obat LASA di Apotek SamMarie Basra .................16 4.4 Penyimpanan Obat High Alert di Apotek SamMarie Basra ...........20 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................23 5.1 Kesimpulan .....................................................................................23 5.2 Saran ...............................................................................................23 DAFTAR ACUAN................................................................................................24
iii
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tabel taksonomi dan kategori medication errors ................................ 4
iv
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Contoh peringatan obat LASA di Apotek SamMarie Basra ............. 19 Gambar 4.2 Contoh tall man letter ....................................................................... 20
v
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar obat look alike sound alike (LASA) di Apotek SamMarie Basra .................................................................................................25 Lampiran 2. Daftar obat high alert di Apotek SamMarie Basra ...........................30
vi
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Apotek merupakan salah satu sarana praktik kefarmasian yang dilakukan
oleh apoteker. Kegiatan yang dilakukan di apotek meliputi penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya serta pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker saat ini tidak lagi hanya menjadikan obat sebagai komoditas, tetapi pelayanan yang dilakukan di apotek saat ini sudah bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Kementerian Kesehatan RI, 2004). Dengan berubahnya orientasi kegiatan di apotek dari obat ke pasien ini, maka seorang apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan untuk dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat melakukan interaksi langsung dengan pasien. Interaksi dengan pasien dapat dilakukan melalui pemberian informasi obat dan monitoring penggunaan obat, untuk mengetahui tujuan terapi yang diberikan apakah sesuai dengan target yang ingin dicapai dan terdokumentasi dengan baik. Seorang apoteker juga harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan (Kementerian Kesehatan RI, 2004). Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya kesalahan pengobatan seorang apoteker harus melakukan pelayanan di apotek sesuai dengan standar yang berlaku serta ilmu yang telah diperoleh. Salah satu jenis kesalahan pengobatan yang sering terjadi adalah kesalahan pemberian obat kepada pasien yang dapat mengakibatkan terjadinya cacat/cedera pada pasien tersebut. Kesalahan pengobatan tersebut dapat disebabkan karena adanya obat yang memiliki kemiripan pelafalan nama ataupun kemiripan bentuk kemasan. Kesalahan dapat terjadi pada saat penerjemahan resep karena tulisan pada resep yang kurang jelas ataupun karena kesalahan saat pengambilan obat dalam lemari penyimpanan akibat kemiripan nama atau kemasan tersebut. Obatobatan dengan nama atau pelafalan yang mirip tersebut dikenal dengan sebutan
1
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
2
Look Alike Sound Alike (LASA) Drugs (Florida Hospital Memorial Medical Center, 2012). Selain obat-obat LASA, kesalahan obat yang dapat mengakibatkan kerugian yang berat pada pasien juga dapat disebabkan karena kesalahan saat memberikan obat yang high-alert. Obat-obatan high-alert adalah obat-obatan yang berisiko memberikan kerugian yang signifikan terhadap pasien jika terjadi kesalahan dalam pemberian obat tersebut (tidak tepat pasien, dosis, rute pemberian, dan bentuk sediaan) (Florida Hospital Memorial Medical Center, 2012). Dengan banyaknya jumlah obat-obatan dan perbekalan kesehatan lainnya di apotek, maka kesalahan pengobatan sangat mungkin terjadi. Oleh karena itu, sejumlah upaya harus dilakukan dalam pengelolaan sediaan farmasi di apotek untuk
meminimalisasi kesalahan pengobatan tersebut.
Salah satu
cara
meminimalisasi kesalahan pengobatan tersebut adalah dengan membuat daftar obat LASA dan high-alert di apotek, serta melakukan pengelolaan yang baik pada obat-obatan tersebut terutama dalam penyimpanannya. Dalam tugas khusus ini akan dilakukan pembuatan daftar obat LASA dan high-alert yang terdapat pada apotek SamMarie Basra kemudian dilakukan pengkajian terhadap kondisi penyimpanan obat-obatan tersebut.
1.2
Tujuan Tujuan pembuatan daftar dan pengkajian penyimpanan obat-obatan Look
Alike Sound Alike (LASA) dan high alert di apotek SamMarie Basra yaitu : a.
Mengetahui jenis obat-obatan yang dapat dikategorikan sebagai LASA dan high alert di apotek SamMarie Basra.
b.
Mengetahui apakah penyimpanan obat-obatan yang tergolong LASA dan high alert di apotek SamMarie Basra sudah sesuai dengan ketentuan yang disarankan oleh
Institute
for Safe Medication Practices (ISMP).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Apotek Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan maka dalam
pelayanannya
harus
mengutamakan
kepentingan
masyarakat
yaitu
menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, yang dimaksud dengan apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (Keputusan Menteri Kesehatan No.1332, 2002). Sementara menurut Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, dalam ketentuan umum dijelaskan bahwa apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker dan apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.51 Tahun 2009, pekerjaan
kefarmasian
pengendalian
mutu
adalah sediaan
perbuatan farmasi,
meliputi pengadaan,
pembuatan
termasuk
penyimpanan,
dan
pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional (Peraturan Pemerintah No.51, 2009).
2.2
Tugas dan Fungsi Apotek Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 pasal 2, tugas dan
fungsi apotek adalah sebagai berikut: a.
Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan.
3
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
4
b.
Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat.
c.
Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
2.3
Medication Errors Definisi medication errors dari National Coordinating Council for
Medication
error
Reporting
and
Prevention
(NCCMERP) adalah suatu
kejadian yang dapat dicegah yang menyebabkan penggunaan obat yang tidak sesuai atau membahayakan pasien di mana pengobatan tersebut dikontrol oleh tenaga medis profesional, pasien, atau konsumen, yang berhubungan dengan praktis profesional, produk kesehatan, prosedur, sistem termasuk prescribing; order
communication;
dispensing;
product
distribution;
labeling; packaging;
administration;
compounding;
education; monitoring; dan
penggunaan. Definisi lain dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, medication error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2008). National Coordinating Council for Medication error Reporting and Prevention (NCC MERP) mengklasifikasikan medication error berdasarkan tingkat keparahan hasil dari pasien. Kesalahan yang dekat juga di klasifikasikan sebagai kesalahan potensial yang berhak mendapat sistem yang luas dan mengarah ke perbaikan. Kategori medication error adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Taksonomi & kategorisasi medication error Tipe error
Kategori
Keterangan
A
Keadaan atau kejadian yang potensial menyebabkan
NO ERROR
terjadinya error B
Error terjadi, tetapi obat belum mencapai pasien
C
Error terjadi, obat sudah mencapai pasien tetapi tidak menimbulkan risiko a) Obat mencapai pasien dan sudah terlanjur Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
5
diminum/digunakan ERROR-
b) Obat mencapai pasien tetapi belum sempat
NO HARM
diminum/digunakan D
Error
terjadi
monitoring
dan
konsekuensinya
terhadap
pasien,
diperlukan
tetapi
tidak
menimbulkan resiko (harm) pada pasien E
Error terjadi dan pasien memerlukan terapi atau intervensi serta menimbulkan resiko (harm) pada pasien yang bersifat sementara
F
Error terjadi & pasien memerlukan perawatan atau perpanjangan perawatan di rumah sakit disertai cacat
ERRORHARM
yang bersifat sementara G
Error terjadi dan menyebabkan resiko (harm) permanen
H
Error terjadi dan nyaris menimbulkan kematian (mis. anafilaksis, henti jantung)
ERROR-
I
Error terjadi dan menyebabkan kematian pasien
DEATH [Sumber : NCC MERP, 2001, telah diolah kembali] Kejadian medication error dibagi dalam 4 fase, yaitu fase prescribing, fase transcribing, fase dispensing, dan fase administrasion oleh pasien (Cohen,1991). 1.
Prescribing Errors Medication error pada fase prescribing adalah error yang terjadi pada fase
penulisan resep. Fase ini meliputi: a. Kesalahan resep
Seleksi obat (didasarkan pada indikasi, kontraindikasi, alergi yang diketahui, terapi obat yang ada, dan faktor lain), dosis, bentuk sediaan, mutu, rute, konsentrasi, kecepatan pemberian, atau instruksi untuk menggunakan suatu obat yang diorder atau diotorisasi oleh dokter (atau penulis lain yang sah) yang tidak benar. Seleksi obat yang tidak
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
6
benar misalnya seorang pasien dengan infeksi bakteri yang resisten terhadap obat yang ditulis untuk pasien tersebut.
Resep atau order obat yang tidak terbaca yang menyebabkan kesalahan yang sampai pada pasien.
b. Kesalahan karena yang tidak diotorisasi
Pemberian kepada pasien, obat yang tidak diotorisasi oleh seorang penulis resep yang sah untuk pasien. Mencakup suatu obat yang keliru, suatu dosis diberikan kepada pasien yang keliru, obat yang tidak diorder, duplikasi dosis, dosis diberikan di luar pedoman atau protokol klinik yang telah ditetapkan, misalnya obat diberikan hanya bila tekanan darah pasien turun di bawah suatu tingkat tekanan yang ditetapkan sebelumnya.
c. Kesalahan karena dosis tidak benar
Pemberian kepada pasien suatu dosis yang lebih besar atau lebih kecil dari jumlah yang diorder oleh dokter penulis resep atau pemberian dosis duplikat kepada pasien, yaitu satu atau lebih unit dosis sebagai tambahan pada dosis obat yang diorder.
d. Kesalahan karena indikasi tidak diobati
Kondisi medis pasien memerlukan terapi obat tetapi tidak menerima suatu obat untuk indikasi tersebut. Misalnya seorang pasien hipertensi atau glukoma tetapi tidak menggunakan obat untuk masalah ini.
e. Kesalahan karena penggunaan obat yang tidak diperlukan
Pasien menerima suatu obat untuk suatu kondisi medis yang tidak memerlukan terapi obat.
2.
Transcription Errors Pada fase transcribing, kesalahan terjadi pada saat pembacaan resep untuk
proses dispensing, antara lain salah membaca resep karena tulisan yang tidak jelas. Salah dalam menterjemahkan order pembuatan resep dan signature juga dapat terjadi pada fase ini. Jenis kesalahan obat yang termasuk transcription errors, yaitu: a. Kesalahan karena pemantauan yang keliru
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
7 Gagal mengkaji suatu regimen tertulis untuk ketepatan dan pendeteksian masalah, atau gagal menggunakan data klinik atau data laboratorium untuk pengkajian respon pasien yang memadai terhadap terapi yang ditulis. b. Kesalahan karena ROM (Reaksi Obat Merugikan) Pasien mengalami suatu masalah medis sebagai akibat dari ROM atau efek samping. Reaksi diharapkan atau tidak diharapkan, seperti ruam dengan suatu antibiotik, pasien memerlukan perhatian pelayanan medis. c. Kesalahan karena interaksi obat Pasien mengalami masalah medis, sebagai akibat dari interaksi obatobat, obat-makanan, atau obat-prosedur laboratorium. 3.
Administration Error Kesalahan pada fase administration adalah kesalahan yang terjadi pada
proses penggunaan obat. Fase ini dapat melibatkan petugas apotek dan pasien atau keluarganya. Kesalahan yang terjadi misalnya pasien salah menggunakan suppositoria yang seharusnya melalui dubur tapi dimakan dengan bubur, salah waktu minum obatnya seharusnya 1 jam sebelum makan tetapi diminum bersama makan. Jenis kesalahan obat yang termasuk administration errors yaitu : a. Kesalahan karena lalai memberikan obat Gagal memberikan satu dosis yang diorder untuk seorang pasien, sebelum dosis terjadwal berikutnya. b. Kesalahan karena waktu pemberian yang keliru Pemberian obat di luar suatu jarak waktu yang ditentukan sebelumnya dari waktu pemberian obat terjadwal. c. Kesalahan karena teknik pemberian yang keliru Prosedur yang tidak tepat atau teknik yang tidak benar dalam pemberian suatu obat. Kesalahan rute pemberian yang keliru berbeda dengan yang ditulis; melalui rute yang benar, tetapi tempat yang keliru (misalnya mata kiri Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
8
sebagai ganti mata kanan), kesalahan karena kecepatan pemberian yang keliru. d. Kesalahan karena tidak patuh Perilaku pasien yang tidak tepat berkenaan dengan ketaatan pada suatu regimen obat yang ditulis. Misalnya paling umum tidak patuh menggunakan terapi obat antihipertensi. e. Kesalahan karena rute pemberian tidak benar Pemberian suatu obat melalui rute yang lain dari yang diorder oleh dokter, juga termasuk dosis yang diberikan melalui rute yang benar, tetapi pada tempat yang keliru (misalnya mata kiri, seharusnya mata kanan). f. Kesalahan karena gagal menerima obat Kondisi medis pasien memerlukan terapi obat, tetapi untuk alasan farmasetik, psikologis, sosiologis, atau ekonomis, pasien tidak menerima atau tidak menggunakan obat. 4.
Dispensing Error Kesalahan pada fase dispensing terjadi pada saat penyiapan hingga
penyerahan resep oleh petugas apotek. Salah satu kemungkinan terjadinya error adalah salah dalam mengambil obat dari rak penyimpanan karena kemasan atau nama obat yang mirip atau dapat pula terjadi karena berdekatan letaknya. Selain itu, salah dalam menghitung jumlah tablet yang akan diracik, ataupun salah dalam pemberian informasi. Jenis kesalahan obat yang termasuk Dispensing errors yaitu : a. Kesalahan karena bentuk sediaan Pemberian kepada pasien suatu sediaan obat dalam bentuk berbeda dari yang diorder oleh dokter penulis. Penggerusan tablet lepas lambat, termasuk kesalahan. b. Kesalahan karena pembuatan/penyiapan obat yang keliru Sediaan obat diformulasi atau disiapkan tidak benar sebelum pemberian. Misalnya, pengenceran yang tidak benar, atau rekonstitusi suatu sediaan yang tidak benar. Tidak mengocok suspensi. Mencampur obat-obat yang secara fisik atau kimia inkompatibel. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
9 Penggunaan obat kadaluarsa, tidak melindungi obat terhadap pemaparan cahaya. c. Kesalahan karena pemberian obat yang rusak Pemberian suatu obat yang telah kadaluarsa atau keutuhan fisik atau kimia bentuk sediaan telah membahayakan. Termasuk obat-obat yang disimpan secara tidak tepat.
2.4
Peran Apoteker dalam Mewujudkan Keselamatan Pasien Peran apoteker dalam mewujudkan keselamatan pasien meliputi dua aspek
yaitu aspek manajemen dan aspek klinik. Aspek manajemen meliputi pemilihan perbekalan farmasi, pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi, alur pelayanan, sistem pengendalian (misalnya memanfaatkan IT). Sedangkan aspek klinik meliputi skrining permintaan obat (resep atau bebas), penyiapan obat dan obat khusus, penyerahan dan pemberian informasi obat, konseling, monitoring dan evaluasi. Kegiatan farmasi klinik sangat diperlukan terutama pada pasien yang menerima pengobatan dengan risiko tinggi. Keterlibatan apoteker dalam tim pelayanan kesehatan perlu didukung mengingat keberadaannya melalui kegiatan farmasi
klinik
terbukti
memiliki
konstribusi
besar dalam menurunkan
insiden/kesalahan (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2008) Apoteker harus berperan di semua tahapan proses yang meliputi (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2008) : 1. Pemilihan Pada tahap pemilihan perbekalan farmasi, risiko insiden/error dapat diturunkan dengan pengendalian jumlah item obat dan penggunaan obat-obat sesuai formularium. 2. Pengadaan Pengadaan harus menjamin ketersediaan obat yang aman efektif dan sesuai peraturan yang berlaku (legalitas) dan diperoleh dari distributor resmi. 3. Penyimpanan Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan untuk menurunkan kesalahan pengambilan obat dan menjamin mutu obat: Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
10
Simpan obat dengan nama, tampilan dan ucapan mirip (look-alike, soundalike medication names) secara terpisah.
Obat-obat dengan peringatan khusus (high alert drugs) yang dapat menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan, simpan di tempat khusus. Misalnya : menyimpan cairan elektrolit pekat seperti KCl inj, heparin, warfarin,insulin, kemoterapi, narkotik opiat, neuromuscular blocking agents, thrombolitik, dan agonis adrenergik;
kelompok obat
antidiabet jangan disimpan tercampur dengan obat lain secara alfabetis, tetapi tempatkan secara terpisah
Simpan obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan.
4. Skrining Resep Apoteker dapat berperan nyata dalam pencegahan terjadinya medication error melalui kolaborasi dengan dokter dan pasien.
Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya nama dan nomor rekam medik/ nomor resep
Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan interpretasi resep dokter. Untuk mengklarifikasi ketidaktepatan atau ketidakjelasan resep, singkatan, hubungi dokter penulis resep.
Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk penting dalam pengambilan keputusan pemberian obat
Apoteker harus membuat riwayat/catatan pengobatan pasien.
Strategi lain untuk mencegah kesalahan obat dapat dilakukan dengan penggunaan otomatisasi (automatic stop order), sistem komputerisasi (eprescribing) dan pencatatan pengobatan pasien seperti sudah disebutkan diatas.
Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan emergensi dan itupun harus dilakukan konfirmasi ulang untuk memastikan obat yang diminta benar, dengan mengeja nama obat serta memastikan dosisnya. Informasi obat yang penting harus diberikan kepada petugas yang
meminta/menerima
obat
tersebut.
Petugas
yang
menerima
permintaan harus menulis dengan jelas instruksi lisan setelah mendapat konfirmasi. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
11
5. Dispensing
Peracikan obat dilakukan dengan tepat sesuai dengan SOP.
Pemberian etiket yang tepat. Etiket harus dibaca minimum tiga kali : pada saat pengambilan obat dari rak, pada saat mengambil obat dari wadah, pada saat mengembalikan obat ke rak.
Dilakukan pemeriksaan ulang oleh orang berbeda.
Pemeriksaan meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan etiket, aturan pakai, pemeriksaan kesesuaian resep terhadap obat, kesesuaian resep terhadap isi etiket.
6. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Edukasi dan konseling kepada pasien harus diberikan mengenai hal-hal yang penting tentang obat dan pengobatannya. Hal-hal yang harus diinformasikan dan didiskusikan pada pasien adalah :
Pemahaman yang jelas mengenai indikasi penggunaan dan bagaimana menggunakan obat dengan benar, harapan setelah menggunakan obat, lama pengobatan, kapan harus kembali ke dokter
Peringatan yang berkaitan dengan proses pengobatan
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang potensial, interaksi obat dengan obat lain dan makanan harus dijelaskan kepada pasien
Reaksi obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug Reaction – ADR) yang mengakibatkan cedera pasien, pasien harus mendapat edukasi mengenai bagaimana cara mengatasi kemungkinan terjadinya ADR tersebut
Penyimpanan dan penanganan obat di rumah termasuk mengenali obat yang sudah rusak atau kadaluarsa. Ketika melakukan konseling kepada pasien, apoteker mempunyai
kesempatan untuk menemukan potensi kesalahan yang mungkin terlewatkan pada proses sebelumnya. 7. Penggunaan Obat Apoteker harus berperan dalam proses penggunaan obat oleh pasien dan bekerja sama dengan petugas kesehatan lain. Hal yang perlu diperhatikan adalah :
Tepat pasien
Tepat indikasi Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
12
Tepat waktu pemberian
Tepat obat
Tepat dosis
Tepat label obat (aturan pakai)
Tepat rute pemberian
8. Monitoring dan Evaluasi Apoteker harus melakukan monitoring dan evaluasi untuk mengetahui efek terapi, mewaspadai efek samping obat, memastikan kepatuhan pasien. Hasil monitoring dan evaluasi didokumentasikan dan ditindaklanjuti dengan melakukan perbaikan dan mencegah pengulangan kesalahan. Seluruh personal yang ada di tempat pelayanan kefarmasian harus terlibat di dalam program keselamatan pasien khususnya medication safety dan harus secara terus menerus mengidentifikasi masalah dan mengimplementasikan strategi untuk meningkatkan keselamatan pasien.
2.5
Look a Like Sound a Like Drug dan High-Alert Drug Look a like sound a like drug adalah obat-obatan yang memiliki kemiripan
rupa/kemasan atau kemiripan nama yang diidentifikasi dapat berpotensi menjadi sumber kesalahan dalam sistem pelayanan kesehatan (Aurora Health Care System Interdisciplinary Clinical Policy, 2009). Sementara itu, high alert drug adalah obat-obatan yang berisiko tinggi menyebabkan kerugian atau cedera yang signifikan ketika terjadi kesalahan dalam penggunaannya (Institute for Safe Medication Practices (ISMP) , 2012). Obat-obatan yang termasuk dalam golongan high alert yaitu : antiretroviral (efavirenz, lamivudine, ritonavir, dll); agen kemoterapi oral (siklofosfamid, merkaptopurin, temozolomid); agen hipoglikemik oral; agen imunosupresan (azathioprine, siklosporin, takrolimus); insulin, baik subkutan mauun intravena; opioid; total parenteral nutrition solutions (TPN/PPN); obat hamil kategori X (bosentan, isotretinoin); antinyeri untuk neonatus; antibiotik untuk neonatus; cairan IV untuk neonatus; heparin intravena dan bolus. Kesalahan penggunaan obat high alert dapat dihindari dengan : memberikan pengetahuan yang wajib diberikan pada pasien, meningkatkan akses terhadap Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
13
informasi tentang obat tersebut, menggunakan label tambahan atau peringatan otomatis, menggunakan pengecekan ganda (double check), dan membuat standarisasi peresepan, penyimpanan, penyaluran, dan pemberian obat-obat tersebut (Institute for Safe Medication Practices (ISMP), 2012). Kesalahan obat akibat look alike-sound alike dapat diminimalisasi dengan beberapa cara berikut ini (Community Mental Health for Central Michigan, 2010): a.
Membuat daftar nama obat dagang dan generik yang ada di stok apotek
b.
Menyimpan produk obat yang memiliki kemiripan nama atau rupa pada tempat yang terpisah.
c.
Melakukan dua kali pengecekan (double check) pada saat penyaluran sediaan farmasi.
d.
Menempelkan tanda yang menunjukkan adanya obat look alike sound alike pada tempat disimpannya obat tersebut.
e.
Mengubah penampilan obat yang memiliki kemiripan rupa/kemasan pada label di apotek: data komputer, label di tempat penyimpanan, dan rekam medis dengan memberi tanda seperti menebalkan huruf, memberikan warna yang berbeda, atau menggunakan huruf kapital (tall man letter) pada bagian nama yang berbeda (contoh : hydrOXIzine, hydrALAzine)
f.
Meminta kepada dokter penulis resep untuk menuliskan resep menggunakan nama generik dan nama dagang obat tersebut.
g.
Mengingatkan pada konsumen akan kemungkinan terjadinya pencampuran.
h.
Menganjurkan pada pasien dan staf yang melakukan pelayanan untuk bertanya kepada apoteker dan perawat mengenai pengobatan yang tidak familiar atau terlihat/terdengar berbeda dari yang dibayangkan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
BAB 3 METODOLOGI PENULISAN
3.1
Waktu dan Tempat Pengkajian dilakukan pada tanggal 10 – 29 Maret 2014 dan 21 april – 12
Mei 2014 yang bertempat di Apotek SamMarie Basra, Jalan Basuki Rachmat No. 31 Jakarta Timur.
3.2
Metode Penulisan Penulisan laporan tugas khusus ini dilakukan dengan langkah sebagai
berikut : a.
Mengumpulkan daftar stok obat di apotek SamMarie Basra.
b.
Membuat daftar obat look alike-sound like dan obat high alert dari daftar stok obat tersebut.
c.
Menganalisis apakah obat-obatan tersebut sudah disimpan sesuai dengan yang disarankan menurut Institute for Safe Medication Practices untuk meningkatkan keamanan pasien.
14
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Medication error merupakan kejadian akibat penggunaan obat yang mengakibatkan cedera tetapi sebenarnya dapat dicegah. Berdasarkan penelitian, peringkat paling tinggi kesalahan pengobatan (medication error) pada tahap ordering (49%), diikuti oleh tahap administration management (26%), pharmacy management (14%), dan transcribing (11%) (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2008). Sementara itu, berdasarkan Laporan Peta Nasional Insiden Keselamatan Pasien (Konggres PERSI Sep 2007), kesalahan dalam pemberian obat menduduki peringkat pertama (24,8%) dari 10 besar insiden yang dilaporkan. Jika dilihat lebih lanjut, dari proses penggunaan obat yang meliputi prescribing, transcribing, dispensing, dan administering, dispensing menduduki peringkat pertama (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2008). Dalam proses dispensing, salah satu penyebab terjadinya kesalahan pengobatan adalah adanya obat-obatan dengan nama atau rupa yang mirip. Obatobatan ini disebut dengan look alike-sound alike drug. Kesalahan dalam pemberian obat ini dapat menyebabkan kerugian bagi pasien, baik ringan maupun berat. Selain itu, kesalahan dalam pemberian obat yang dapat memberikan kerugian yang berat juga dapat terjadi pada obat-obatan high-alert. Pemberian obat high alert harus diberikan tepat pasien, tepat obat, tepat rute, tepat dosis, dan tepat waktu (Florida Hospital Memorial Medical Center, 2012). Untuk mengatasi kesalahan pengobatan akibat look alike-sound alike drugs ataupun kesalahan pemberian obat-obatan high alert maka apotek sebagai suatu tempat dilakukannya praktik kefarmasian oleh apoteker harus melakukan berbagai
langkah
dalam
mengurangi
medication
error
tersebut
demi
meningkatkan keamanan pasien. Salah satunya adalah dengan melakukan penyimpanan yang benar terhadap obat-obatan tersebut sehingga tidak terjadi kekeliruan dalam penyiapan obat (dispensing).
15
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
16
4.1
Daftar Obat Look Alike-Sound Alike (LASA) di Apotek SamMarie Basra Pembuatan daftar obat look alike-sound alike drug di apotek ini diawali
dengan mengumpulkan daftar stok obat yang ada di apotek ini, kemudian dilihat dari keseluruhan obat tersebut apakah terdapat obat dengan nama yang mirip, dan diperhatikan kemasan dari obat tersebut. Obat-obatan yang memiliki kemiripan nama dan kemasan tersebut dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 1. 4.2
Daftar Obat High Alert di Apotek SamMarie Basra Pembuatan daftar obat high alert di apotek SamMarie Basra dilakukan
sesuai dengan kategori obat high alert yang disebutkan dalam ISMP pada tahun 2012. Daftar obat high alert di apotek SamMarie Basra dapat dilihat pada Lampiran 2. 4.3
Penyimpanan Obat LASA di Apotek SamMarie Basra Institute Safe for Medication Practices (2011) dan Community Mental
Health for Central Michigan (2010) menyebutkan bahwa untuk menghindari terjadinya kesalahan pengobatan (medication errors) akibat adanya obat-obat LASA, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut : a.
Menyimpan produk obat yang memiliki kemiripan nama atau rupa pada tempat yang terpisah.
b.
Menempelkan tanda yang menunjukkan adanya obat look alike sound alike pada tempat disimpannya obat tersebut.
c.
Mengubah penampilan obat yang memiliki kemiripan rupa/kemasan pada label di apotek: data komputer, label di tempat penyimpanan, dan rekam medis dengan memberi tanda seperti menebalkan huruf, memberikan warna yang berbeda, atau menggunakan huruf kapital (tall man letter) pada bagian nama yang berbeda (contoh : hydrOXIzine, hydrALAzine)
d.
Melakukan dua kali pengecekan (double check) pada saat penyaluran sediaan farmasi.
e.
Meminta kepada dokter penulis resep untuk menuliskan resep menggunakan nama generik dan nama dagang obat tersebut.
f.
Mengingatkan pada konsumen akan kemungkinan terjadinya pencampuran.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
17
g.
Menganjurkan pada pasien dan staf yang melakukan pelayanan untuk bertanya kepada apoteker dan perawat mengenai pengobatan yang tidak familiar atau terlihat/terdengar berbeda dari yang dibayangkan. Pada penulisan tugas khusus ini akan dibahas kontrol terhadap obat LASA
di apotek SamMarie Basra yang menitikberatkan pada hal yang berhubungan dengan penyimpanan, yaitu poin a,b, dan c. Selama pengamatan yang dilakukan pada penyimpanan obat-obat LASA (Lampiran 1) di apotek ini diperoleh hasil bahwa sebagian obat-obat LASA sudah mengikuti penyimpanan sesuai dengan yang disarankan, yaitu dipisah antara obat yang memiliki kemiripan nama dan kemasan. Namun, masih terdapat obat-obatan yang memiliki kemasan mirip tetapi diletakkan berdekatan. Secara umum, obat yang tergolong LASA dan diletakkan terpisah adalah obat-obatan dengan kemasan yang sama, dan hanya dibedakan pada kandungan zat aktif atau bentuk sediaannya saja. Obat-obatan tersebut di antaranya : a.
Alerten Q25 dan Q50
k. Garamycin krim dan salep
b.
Amlodipine 10 mg dan 5 mg
l. Histrine drop dan sirup
c.
Cataflam 25 mg dan 50 mg
m. Kloderma krim dan ointment
d.
Captopril 12,5 mg dan 25 mg
n. Diprosone krim dan salep
e.
Extrace Inj. 200 dan 1000 mg
o. Rhinos Neo dan Junior
f.
Kaflam 25 mg dan 50 mg
g.
Kalnex 250 mg dan 500 mg
h.
Lovenox 0,4 mL dan 0,6 mL
i.
Viagra 50 mg dan 100 mg
j.
Dermatix 7 g dan 15 g
Namun, pada beberapa obat dengan kemasan demikian, masih terdapat obat yang diletakkan berdekatan tanpa dipisahkan obat lain. Obat tersebut di antaranya : a.
Benzatin Benzil Penisilin 1,2 juta IU dan 2,4 juta IU
b.
Mucopect 30 mg/5 mL dan 15 mg/5 Ml
c.
Dalfarol 200 dan Dalfarol 300
d.
Stesolid 5 mg/2,5 mL dan 10 mg/2,5 mL Pada obat-obatan yang masih diletakkan berdekatan tersebut juga tidak
terdapat tanda lain yang menandakan bahwa obat-obatan tersebut ada Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
18
kemungkinan untuk tertukar. Untuk menghindari kesalahan, biasanya pegawai apotek mengandalkan pengecekan ulang (double check) saja. Penyimpanan obat LASA yang masih diletakkan berdekatan di apotek ini juga terdapat pada obat-obatan dengan nama yang sama dan dosis berbeda, tetapi terdapat perbedaan pada warna atau ukuran kemasannya. Karena adanya perbedaan warna sesuai kandungan zat aktif dan bentuk nya, maka obat-obatan ini masih diletakkan berdekatan tanpa dipisahkan lokasi raknya ataupun dipisahkan dengan obat yang lain. Obat-obatan tersebut di antaranya : a.
Hydrocortisone 1% dan 2,5%
b.
Retin-A krem 0,1% dan 0,05%
c.
Vitacid 0,025%, 0,05%, dan 0,1%.
d.
Clyndamicin 150 mg dan 300 mg
e.
Elocon krim 5 g dan 10 g
f.
Utrogestan 100 mg dan 200 mg
Meskipun warna atau ukuran kemasannya berbeda, kesalahan pengobatan juga masih mungkin terjadi. Maka dari itu, pengecekan berganda ataupun peringatan LASA sebaiknya juga diberikan. Selain itu, penyimpanan terhadap obat-obatan tersebut sebaiknya juga terpisah demi mengurangi risiko terjadinya medication errors. Penandaan khusus pada kemasan juga dirasa sangat penting untuk dilakukan. Selanjutnya, obat-obatan yang tergolong LASA di apotek ini yaitu obatobatan dengan kandungan yang berbeda namun memiliki kemiripan nama. Sebagian besar obat-obatan ini terletak terpisah, baik terpisah tingkatan rak, maupun terpisah hanya oleh satu atau dua obat lain. Akan tetapi, masih terdapat juga obat-obatan yang seperti ini namun diletakkan berdekatan dikarenakan perbedaan warna kemasan dianggap sudah cukup dapat membedakan keduanya. Berikut adalah contoh obat-obatan yang sudah diletakkan terpisah : a.
Onic dan Onetic
b.
Dextral dan Dextral Forte
c.
Bioneuron dan Bioquinone
d.
Dextrometorphan dan Dexamethason
e.
Lapimox dan Lapicef Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
19
f.
Ephedrin dan Ephinephrine
g.
Dopamin dan Dopamet
h.
Folamil dan Folamil Genio
i.
Pulmicort dan Flamicort
j.
Nalgestan dan Sagestam
Berikut contoh obat-obatan yang diletakkan tidak terpisah : a.
Adalat dan Adalat oros
b.
Daivonex dan Daivobex
c.
Seloxy dan Seloxy AA
d.
Infanrix IPV Hib dan Infanrix
e.
Buscopan dan Buscopan plus
f.
Ovacare dan Oligocare Berdasarkan hasil pengamatan di atas dapat dikatakan bahwa masih
terdapat penyimpanan yang kurang tepat pada obat-obatan LASA yang ada di apotek ini. Meskipun terdapat perbedaan ukuran atau warna pada kemasan, sebaiknya obat-obatan yang tergolong LASA tersebut dipisahkan atau dibuat peringatan pada lemari penyimpanan obat tersebut. Selama pengamatan yang dilakukan, pembuatan peringatan hanya terdapat pada satu merk yaitu dermatix 7 g dan 15 g, seperti terlihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Contoh Peringatan Obat LASA di Apotek SamMarie Basra
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
20
Hal lain yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi kesalahan pengobatan
terkait penyimpanan obat LASA adalah dengan mengubah
penampilan dari nama obat tersebut, misalnya dengan menebalkan, memberi warna atau menggunakan huruf kapital (tall man letter) pada huruf yang berbeda dari nama obat tersebut di kemasan pada lemari penyimpanan atau data stok obat di komputer. Contoh : ePHEDrine dan EPHINEPHrine; daivoNEX dan daivoBET; LAPIcef dan LOVEcef; loraTADINE DAN loraZEPAM. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan pengambilan obat atau kesalahan memasukkan (entry) data ke sistem komputer. Selama pengamatan di apotek, belum nampak terlaksananya sistem penyimpanan terhadap obat LASA yang seperti ini. Padahal, menurut ISMP (2011) penyimpanan dengan cara tersebut efektif dalam mengurangi medication errors akibat obat-obat LASA.
Gambar 4.2 Contoh Tall Man Letter
4.4
Penyimpanan Obat High Alert di Apotek SamMarie Basra Dalam mengurangi kesalahan pengobatan akibat kesalahan pemberian
obat high alert (salah pasien, salah dosis, salah rute, salah bentuk sediaan, salah waktu) maka langkah yang dapat dilakukan di antaranya memberikan pengetahuan yang wajib diberikan pada pasien, meningkatkan akses terhadap informasi tentang obat tersebut, menggunakan label tambahan atau peringatan otomatis, menggunakan pengecekan ganda (double check), dan membuat standarisasi peresepan, penyimpanan, penyaluran, dan pemberian obat-obat tersebut (Institute for Safe Medication Practices (ISMP), 2012).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
21
Salah satu langkah yang telah disebutkan di atas yaitu membuat standarisasi dalam penyimpanan obat-obatan high alert di apotek atau rumah sakit. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyimpanan obat high alert di antaranya (Florida Hospital Memorial Medical Center, 2012) : a. Menyediakan suatu area penyimpanan yang khusus digunakan untuk obatobatan high alert. b. Membuat label merah bertuliskan “HIGH ALERT” pada area tersebut atau jika tidak terdapat area penyimpanan khusus maka label tersebut diletakkan pada kotak kemasan obat tersebut di lemari penyimpanan. c. Pisahkan letak obat high alert yang memiliki kemiripan nama atau kemasan (LASA) dan beri tanda dengan menggunakan huruf kapital, memberi warna, atau menebalkan bagian nama yang berbeda. d. Melakukan pengecekan berulang setiap pengambilan obat high alert dari lokasi penyimpanan. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, pada apotek SamMarie Basra belum terdapat area khusus untuk penyimpanan obat-obat high alert. Selain itu, tidak ada terdapat label yang menunjukkan adanya obat high alert
di rak
penyimpanan tempat obat tersebut berada. Sementara itu, pemisahan letak obatobat high alert yang termasuk LASA sebagian ada yang sudah dipisahkan, dan ada yang belum serta tidak ada penandaan khusus seperti penebalan huruf, pemberian warna, atau penggunaan huruf besar pada obat-obatan tersebut. Contoh obat high alert yang sudah dipisahkan yaitu Lovenox 0,6 dan 0,4 mL dan Otsu D40 dan Otsu NS, sedangkan contoh obat yang belum dipisahkan letaknya yaitu Stesolid 5 mg/2,5 mL dan 10 mg/2,5 mL. Untuk ke depannya, diharapkan pada apotek ini sudah terdapat area khusus penyimpanan obat-obatan high alert
yang dilengkapi dengan label merah
bertuliskan “HIGH ALERT” atau adanya penandaan pada lemari tempat obatobatan high alert berada sebuah penandaan khusus agar sewaktu penyiapan obatobat tersebut tidak terjadi kesalahan. Hal ini karena kesalahan kecil saja dalam penyiapan obat ini dapat mengakibat kerugian yang membahayakan keselamatan pasien. Sementara sebelum adanya standarisasi penyimpanan obat high alert
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
22
seperti yang dimaksud, maka pengecekan berulang tidak dapat diabaikan dan harus dilakukan pada setiap dispensing obat tersebut. Selama ini untuk mengevaluasi kesalahan dalam dispensing, termasuk peracikan dan penyerahan, dilakukan kegiatan stok harian pada hari berikutnya untuk mengetahui apakah ada obat yang berlebih, kurang atau salah menyerahkan kepada pasien. Selain itu, resep dan kuitansi juga dievaluasi bersamaan dengan kegiatan stok harian tersebut.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
23
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Dari hasil pembuatan daftar dan pengkajian terhadap penyimpanan obat
LASA dan high alert di Apotek SamMarie Basra dapat disimpulkan bahwa : a.
Terdapat sekitar 131 pasangan jenis obat yang dapat dikategorikan sebagai look alike sound alike (LASA) dan sekitar 92 jenis obat yang dikategorikan sebagai high alert di Apotek SamMarie Basra.
b.
Penyimpanan obat-obatan yang termasuk look alike sound alike (LASA) dan high alert belum seluruhnya sesuai dengan yang disarankan oleh ISMP (2012). Pada apotek tersebut masih terdapat penyimpanan obatobatan LASA yang letaknya belum terpisah; pemberian peringatan adanya obat-obat LASA belum dilakukan pada seluruh obat LASA; serta tidak terdapat
penandaan
dengan
menebalkan,
memberi
warna,
atau
menggunakan huruf kapital (tall man letter) pada kemasan obat di lemari penyimpanan atau stok obat di sistem komputer. Sementara itu, penyimpanan obat high alert di apotek ini masih belum sesuai dengan yang disarankan oleh ISMP karena belum adanya area khusus obat high alert, tidak adanya label obat high alert, serta masih terdapat obat high alert yang tergolong LASA namun letaknya tidak dipisahkan dan tidak diberi tanda khusus.
5.2
Saran Perlu dilakukan perbaikan dalam sistem penyimpanan obat-obatan LASA
dan high alert di apotek SamMarie Basra agar sesuai dengan yang disarankan dalam ISMP sehingga kejadian medication errors dapat diminimalisasi.
23
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Cohen, M.R. (1991). Causes of Medication Error, in: Cohen. M.R., (Ed), Medication Error, Washington, DC: American Pharmaceutical Association. Dalam: Hartayu, Titien Siwi & Widayati Aris. (2005). Kajian Kelengkapan Resep Pediatri Yang Berpotensi Menimbulkan Medication Error Di 2 Rumah Sakit Dan 10 Apotek Di Yogyakarta. Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Community Mental Health for Central Michigan. 2010. Protocol for Look Alike and Sound Alike Drugs. Diunduh pada 7 Mei 2014. http://www.cmhcm.org/provider/centrain/CenTrainPage2_files/Handouts/Meds_Look_Alike_Sound_Alike_Guideline.pdf Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2008. Tanggung Jawab Apoteker Terhadap Keselamatan Pasien (Patient Safety). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 27-32. Florida Hospital Memorial Medical Center. 2012. High-Alert/ High-Risk/ Hazardous/ Look Alike /Sound Alike Medications. Diunduh pada 7 Mei 2014. https://www.floridahospital.com/sites/default/files/pdf/1000_519_high_ale rt_high_risk_medications_look_alike_sound_alike_medications.pdf. Institute for Safe Medication Practices (ISMP). 2011. ISMP’S List of Confused Drugs Names. Diunduh pada 12 Mei 2014. https://www.ismp.org Institute for Safe Medication Practices (ISMP). 2012. ISMP’S List of High Alert Medication. Diunduh pada 12 Mei 2014. https://www.ismp.org/tools/institutionalhighAlert.asp Kementerian Kesehatan RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Apotek. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
24
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
25
Lampiran 1. Daftar obat look alike sound alike (LASA) di Apotek SamMarie Basra Nama Obat
Pasangan Obat LASA
Acyclovir 200 mg
Acyclovir 400 mg
Adalat
Adalat OROS
Alerten 25
Alerten 50
Albumin
Plasbumin
Amlodipine 5 mg
Amlodipine 10 mg
Apolar
Apolar N
Ardium
Arimidex
Astifen
Asthin
Bactoderm Oint.
Bactoderm Cream
Benoson
Benoson N
Benoson
Beprosone
Benoson N
Beprosone
Benzatin
Benzolac
Benzatin benzil penisilin 1.200.000 IU
Benzatin benzil penisilin 2.400.000 IU
Betason N
Benoson N
Bestalin
Betalans
Betalans
Betablok
Bioneuron
Bioquinone
Buscopan
Buscopan Plus
Captopril 25 mg
Captopril 50 mg
Cataflam
Catapres
Cataflam 25 mg
Cataflam 50 mg
Cefat
Cefila
Cefotaxime
Cefixime
Cendo xitrol
Cendo fenicol
Ceradan
Ceradolan
Clindamycin 150 mg
Clindamycin 300 mg
Claneksi
Claritin
Cortidex
Cortison Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
26 (Lanjutan) Nama Obat
Pasangan Obat LASA
Cygest supp 400
Cygest ovula 200
Cyclo Proginova
Proginova
Daivobet
Daivonex
Dalfarol 200 IU
Dalfarol Soft 300 IU
Depo-Progestin
Depot Proluton
Dermatix 7 gr
Dermatix 15 gr
Dexamethasone
Dextromethorphan
Dextamin
Dextral
Dextral
Dextral forte
Diane
Dicynone
Diphten
Duphaston
Diprosone krim
Diprosone salep
Diflucan
Diprivan
Dominal Drop
Dominal Syrup
Dopamine
Dopamet
Eflagen 25 mg
Eflagen 50 mg
Eflin
Eflagen
Elocon Krim
Elocon salep
Elocon Krim 5 gr
Elocon krim 10 gr
Endometril
Endopect
Endometril
Endrolin
Engerik B 0,5 cc
Engerik B 1 cc
Ephedrine
Ephinephrin
Extrace inj. 1000
Extrace inj. 200
Ferriz drop
Fenistil Drop
Flagyl supp 0,5 gr
Flagyl supp 1 gr
Flagyl
Flagystatin
Folamil
Folamil Genio
Flamicort
Pulmicort
Garamycin salep
Garamycin krim
Garamycin
Gentamycin Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
27 (Lanjutan) Nama Obat
Pasangan Obat LASA
Glomasin
Glomin
Glomasin
Glomethyl
Gonal f multidose 1050 IU
Gonal-f 75 IU inj. (5,5 mcg)
Griseofulvin 125 mg
Griseofulvin 500 mg
Hemobion
Neurobion
Histrine Drop
Histrine Syr
Histrine Drop
Histrine tab
Hystrine Syr
Histrine tab
Hydrocortisone 1 %
Hydrocortisone 2,5 %
Infanrix
Infanrix HIB
Infanrix
Infanrix IPV HIB
Infanrix IPV HIB
Infanrix HIB
KA-EN 1B
KA-EN 3B
Kaflam 25 mg
Kaflam 50 mg
Kalnex 250 mg
Kalnex 500 mg
Ketalar
Ketorolac
Kloderma cream
Kloderma oint.
Kloderma gel
Kloderma cream
Kloderma gel
Kloderma oint.
Lapicef 125 mg
Lapicef 250 mg
Lapicef
Lapimuc
Lapicef
Lovecef
Lapimox
Lapicef
Lapimox
Lapimuc
Lasal 2 mg
Lasal 4 mg
Lasix
Lunex
Lexotan 3 mg
Lexotan 6 mg
Lovenox 40 mg/0,4 mL
Lovenox 60 mg/0,6 mL
Maltofer
Maltofer fol
Mediklin
Mediquin
Mediklin Topical Sol
Mediklin Gel Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
28 (Lanjutan) Nama Obat
Pasangan Obat LASA
Melano
Melanox
Meloxicam 15 mg
Meloxicam 7,5 mg
Methyl prednisolon
Prednisone
Milox 5 mg inj.
Milox 15 mg inj.
Mucopect elix. Dws 60 ml 30 mg/5 ml
Mucopect elix. Ped. 60 ml 15 mg/ 5ml
Nalgestan
Sagestam
Neuropyron
Neurobion
Onetic
Onic
Otsu Wi
Otsu NS
Otsu Wi
Otsu MgSO4
Otsu NS
Otsu MgSO4
Otsu Wi
Otsu D40
Otsu NS
Otsu D40
Otsu MgSO4
Otsu D40
Otsu Wi
Otsu KCl 7,46
Otsu NS
Otsu KCl 7,46
Otsu MgSO4
Otsu KCl 7,46
Otsu D40
Otsu KCl 7,46
Ovacare
Oligocare
Pregnyl 1500 IU
Pregnyl 5000 IU
Proviron
Provagin
Pyrexin suppos 80
Pyrexin suppos 160
Retin-A Krim 0,1%
Retin-A krim 0,05%
Rhinos Junior
Rhinos Neo
Salbutamol
Sanmol
Seloxy
Seloxy AA
Stesolid 5
Stesolid 10
Tramal 50 mg
Tramal 100 mg
Tiriz drop
Ferriz drop
Torasic
Lasic
Utrogestan 100
Utrogestan 200 Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
29 (Lanjutan) Nama Obat
Pasangan Obat LASA
Valtrex
Valvir
Vaxigrip 0,25 mL
Vaxigrip 0,5 mL
Viagra 50 mg
Viagra 100 mg
Vitacid 0,025% gel
Vitacid 0,025% Krim
Vitacid 0,025% gel
Vitacid 0,1% krim
Vitacid 0,025% gel
Vitacid 0,05% krim
Vitacid 0,025% Krim
Vitacid 0,1% krim
Vitacid 0,025% Krim
Vitacid 0,05% krim
Vitacid 0,05% krim
Vitacid 0,1% krim
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
30
Lampiran 2. Daftar obat high alert di Apotek SamMarie Basra Kategori Pengobatan
Contoh Obat di Apotek SamMarie Basra
Agonis adrenergik IV
Epinephrine, Glomin
Antagonis adrenergik
Betablok,
Catapres,
Dopamet,
Inderal,
Lodoz Agen anastetik
Decain spinal, diprivan, isoflurane, ivanes, ketalar,
marcain,
pehacain,
proanes,
sevofluran, xylestesine, xylocaine, Antiaritmia
Cordarone, Diltiazem, Lidokain
Antiretroviral
Cymevene, isprinol, valtrex, valvir, virtaz200, Zovirax IV
Antitrombosis
Arixtra,
ascardia,
Fraxiparin,
Inviclot,
Lovenox, Persantin, Plavix, Pleetal, Simarc, ticlid, Thrombo aspilet Agen kemoterapi
Methotreksat,
(parenteral dan oral) Pengobatan epidural
Decain spinal
atau intratekal Dekstrosa, hipertonis,
Otsu-D40
20% atau lebih tinggi Hipoglikemik oral
Actos, Amaryl, Glibenklamid, Glimepirid, Glucophage, Glurenorm,
Pengobatan inotropik
Digoxin, Dobutel inj.,
Insulin (subkutan dan IV)
Humulin, Lantus, Mixtard, Novomix,
Agen sedasi
Dormicum, phenobarbital, Hipnoz, miloz, Valisanbe, Diazepam
Narkotika/opioid
Analtram, Codipront, Tramal, Tramadol, morphin HCl, pethidin HCl, Fentanyl
Agen penghambat neuromuskular
Noveron, Sandimum Neoral,
Sirdalud,
diazepam, stesolid, Valisanbe, Alganax, Lexotan Nutrisi parenteral (TNP)
Aminofluid, Cernevit inj., Futrolit, KA-EN Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014
31
3B,
KA-EN
1B,
Kalbamin,
Livamin,
Gelafusal, Gelofusine, KSR, manitol 20%,, OTSU-KCL
7,46,
OTSU
MgSO4,
Plasbumin, Albumin, Otsu RL, Air steril untuk injeksi, inhalasi, dan irigasi dalam volume 100 mL atau lebih NaCl untuk injeksi, hipertonis, Otsu NS, Otsu Saline 3 atau lebih besar dari 0,9%
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Okta Festi Amanda, FF UI, 2014