UNIVERSITAS GADJAH MADA PROGRAM STUDI FISIKA FMIPA
Bahan Ajar 6: Teori Relativitas (Minggu ke 10) FISIKA DASAR II Semester 2/3 sks/MFF 1012 Oleh Muhammad Farchani Rosyid Dengan dana BOPTN P3-UGM tahun anggaran 2013 Nopember 2013
1
BAB 6: RELATIVITAS KHUSUS Teori relativitas diperlukan justru untuk mendapatkan sesuatu yang mutlak dan berlaku umum. Jadi, setiap hukum fisika yang dirumuskan secara relativistik akan berlaku umum, bebas dari kerangka tempat pengamatan gejala fisika itu dilakukan. Untuk memulainya, kita pahami terlebih dahulu konsep penting tentang kerangka acuan. Kerangka acuan inersial : Kerangka acuan inersial ialah kerangka tempat hukum Newton pertama berlaku Kerangka acuan yang kita tambatkan pada karusel (komedi putar) yang sedang berputar adalah contoh kerangka acuan non inersial sebab di atas karusel yang sedang berputar, hukum Newton pertama tidak berlaku : bila anda meletakkan sebuah benda yamg memiliki permukaan cukup licin pada lantai karusel, maka benda itu akan terlempar keluar. Kalau anda sangkutkan benda itu pada pegas, maka pegas itu bertambah panjang meskipun anda tidak menariknya. Andaikan kita telah mempunyai sebuah kerangka acuan inersial dan terdapat kerangka acuan lain yang bergerak dengan kecepatan tetap terhadap kerangkan acuan inersial kita. Maka kerangka acuan terakhir inipun merupakan kerangka inersial, karena pada kerangka ini hukum Newton pertama berlaku. Buktikan! Jadi jumlah kerangka inersial itu tak terhingga jumlahnya. Teori Relativitas yang dibicarakan pada kerangka-kerangka inersial semacam itu disebut Teori Relativitas Khusus. Teori yang dibicarakan pada kerangka-kerangka non-inersial disebut teori Relativitas Umum. Dalam buku ini kita tidak akan membahas teori relativitas umum. Jadi, untuk selanjutnya, jika disebutkan teori relativitas, maka yang dimaksudkan adalah teori relativitas khusus (tanpa mengurangi arti). Sebelum Einstein, sudah ada orang yang mengusulkan suatu teori relativitas, yaitu Galileo Galilei. Teori relativitas ini dikenal sebagai teori relativitas Galileo. Tetapi, relativitas Galileo memperlihatkan berbagai kelemahan terutama bila diterapkan untuk hukum-hukum elektromagnetika yang tersaji melalui empat persamaan Maxwell. Tegasnya, relativitas Galileo hanya berlaku untuk mekanika Newton, tetapi tidak untuk elektromagnetika Maxwell. Berangkat dari kenyataan semacam itu, terdapat beberapa kemungkinan berkenaan dengan keberadaan suatu teori relativitas. Kemungkinan itu adalah Kemungkinan Pertama : Suatu relativitas yang hanya berlaku untuk mekanika Newton saja, tidak untuk elektromagnetika Maxwell. Dalam elektromagnetika Maxwell harus ada kerangka acuan istimewa tempat hukum-hukum elektromagnetika Maxwell berlaku, kerangka ini disebut kerangka acuan ether. Untuk menentukan kebenaran kemungkinan ini, orang harus membuktikan keberadaan ether, yakni apakah ether benar-benar ada, sebagai medium bagi penjalaran gelombang elektromagnetik. Kemungkinan Kedua :
2
Suatu relativitas yang berlaku baik untuk mekanika Newton maupun untuk suatu teori elektromagnetika tetapi bukan teori elektromagnetika Maxwell karena elektromagnetika Maxwell salah. Jika kemungkinan ini benar, maka elektromagnetika Maxwell harus dirombak sehingga diperoleh sebuah teori elektromagnetika yang sejalan dengan relativitas semacam itu. Kemungkinan Ketiga : Suatu relativitas yang berlaku baik untuk teori elektromanegtika Maxwell maupun untuk suatu mekanika tetapi bukan mekanika Newton karena mekanika Newton salah. Jika kemungkinan ini benar, maka suatu teori mekanika baru perlu dibangun kembali untuk mengganti mekanika Newton. Morley tahun 1881 dan Michelson tahun 1887 menyusun sebuah eksperimen yang memiliki tujuan untuk menunjukkan adanya ether. Eksperimen ini tidak menemukan jejak-jejak keberadaan ether. Bahkan malah sebaliknya menemukan hal-hal yang bertentangan dengan adanya ether. Jadi, hasilnya negatif. Tegasnya, ether tidak ada. Pada tahun 1909 Bucherer melakukan suatu eksperimen guna mengukur kecepatan partikel-partikel bertenaga tinggi. Menurut Newton jika tenaga suatu partikel dilipatempatkan, maka laju partikel tersebut menjadi dua kali laju semula. Dari pengukuran yang dilakukannya, Bucherer mendapatkan kesimpulan bahwa kemungkinan pertama dan kedua harus dilupakan. Oleh karena itu, tinggallah kemungkinan ketiga sebagai satu-satunya kemungkinan yang masih memberi harapan. Artinya, diperlukan untuk merumuskan suatu mekanika baru guna menggantikan mekanika Newton. Namun, karena mekanika Newton telah menunjukkan kesesuaian yang sangat menakjubkan dengan hasil-hasil eksperimen yang hanya melibatkan sistem-sistem berkelajuan rendah (yakni kelajuan yang dapat diabaikan bila dibandingkan dengan kelajuan cahaya c), maka teori mekanika yang baru harus menjelma menjadi mekanika Newton bilamana diterapkan untuk sistem-sistem berkelajuan rendah. Dengan kata lain, mekanika Newton harus menjadi hal istimewa atau khusus dari teori mekanika baru itu. Atau, dengan kata lain lagi, mekanika Newton harus merupakan pendekatan terhadap mekanika baru tersebut untuk sistem-sistem berkelajuan rendah. Pada tahun 1905 Albert Einstein mengusulkan dua postulat yang di kemudian hari mempengaruhi persepsi (pandangan) manusia akan ruang dan waktu. Dan pada giliranya, melahirkan mekanika baru yang merupakan perumuman mekanika Newton. Sebelum membaca bab ini, ada baiknya jika anda telah menguasai dengan baik aljabar vektor yang pernah dibahas di kelas satu. Agar tidak bingung dalam membedakan antara teori Newton dan relativitas khusus, perhatikanlah latar belakang sejarah hingga teori relativitas terlahir, terimalah dahulu prinsip-prinsip yang diadopsinya dan jangan anda benturkan dahulu dengan prinsip-prinsip lama yang yang ada dalam mekanika Newton. Menerima prinsip yang di anut suatu teori, adalah kunci untuk memahami teori tersebut sekaligus membedakannya dari teori yang lain.
1. Dua Postulat Einstein Teori Relativitas Einstein yang dikemukakan oleh Albert Einstein memuat dua postulat : 3
Postulat Pertama : Semua hukum fisika (yang tersaji dalam bentuk persamaan-persamaan matematis) mempunyai bentuk yang sama pada semua kerangka acuan inersial. Postulat Kedua : Laju perambatan cahaya bernilai sama di semua kerangka acuan inersial. Ungkapan lain untuk postulat pertama ialah ketiadaan kerangka acaun inersial istimewa tempat hukum-hukum fisika mempunyai bentuk istimewa yang berbeda dari yang diamati di kerangka acuan inersial lain. Semua kerangka acuan inersial sama baiknya untuk merumuskan hukum-hukum fisika. Menurut prinsip kedua, boleh dikatakan bahwa kelajuan cahaya, yang nilainya sering ditulis sebagai c, bersifat invarian. Hampir semua kalangan (termasuk di dalamnya para fisikawan) telah sepakat bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini ada batasnya. Semua terbatas kecuali Tuhan. Demikian halnya dengan kelajuan benda, mesti ada batasnya (eksperimen yang dilakukan Bucherer mendukung pandangan ini). Jadi, di setiap kerangka acuan inersial, kelajuan setiap benda ada batasnya. Menurut prinsip pertama batas kelajuan ini harus sama untuk semua kerangka inersial. Mengapa? Karena bila setiap kerangka acuan inersial memiliki batas kelajuan sendiri-sendiri, maka dipastikan ada kerangka acuan dengan batas kelajuan paling tinggi. Kalau terdapat kerangka acuan inersial semacam itu, maka kerangka inersial tersebut tentu merupakan kerangka inersial istimewa. Tetapi keberadaan kerangka acuam istimewa bertentangan dengan postulat pertama. Maka yang benar adalah bahwa nilai batas kelajuan harus sama untuk setiap kerangka acuan inersial. Menurut postulat kedua, dapat disimpulkan bahwa batas kelajuan yang dimaksud ialah laju rambat cahaya : Kelajuan cahaya merupakan batas kelajuan di alam. Artinya, tak ada satupun benda yang mampu mencapai kelajuan melebihi kelajuan cahaya. Jika cahaya dianggap sebagai sinyal pengirim interaksi, maka hal itu berarti bahwa tidak ada interaksi dengan sinyal lebih cepat dari cahaya. Salah satu konsekuensi adanya batas kelajuan ini ialah bahwa kaidah penjumlahan kecepatan model Newton perlu dirubah, diganti dengan kaidah penjumlahan yang baru. Mengapa? Kedua postulat relativitas Einstein itu kemudian menjadi, pakem bagi perumusan-perumusan teori yang diusulkan sesudahnya. Suatu teori terasa masih kurang meyakinkan bilamana teori itu diramu tanpa diusahakan sejalan atau konsisten dengan kedua postulat di atas.
2. Transformasi Lorentz Ditinjau sebuah kerangka acuan inersial K yang dilengkapi dengan sistem koordinat (x, y, z). Dari kerangka acuan ini posisi suatu titik dalam ruang tentu ditunjukkan oleh vektor posisi r = (x, y, z) = xi + yj + zk. Lalu, diandaikan bahwa seorang pengamat di kerangka K ini, mencatat suatu peristiwa terjadi pada saat t. Jadi, suatu peristiwa yang terjadi di titik (x, y, z) pada saat t oleh pengamat di K ditengarai (ditandai) dengan empat bilangan riil, yaitu x, y, z, dan t. Empat bilangan ini kemudian menjadi koordinat bagi titik-titik dalam ruang berdimensi empat dengan waktu t sebagai koordinat keempatnya. Keseluruhan titik-titik yang ditandai dengan empat bilangan ini dikenal sebagai ruang-waktu. Misalnya terdapat kerangka lain K’ yang bergerak dengan kecepatan konstan V = Vi sepanjang sumbu-x (lihat gambar 6.1). Oleh pengamat yang berada di kerangka K’ ini, posisi suatu peristiwa ditengarai oleh vektor posisi r’ = (x’, y’, z’) = x’i + y’j + z’k sedang waktu terjadinya peristiwa dicatat oleh 4
pengamat di K’ itu sebagai t’. Jadi, bila sebuah peristiwa diamati dari K’, maka tempat terjadinya peristiwa itu beserta waktu kejadiannya ditengarai oleh empat bilangan yaitu x’, y’, z’, dan t’. Oleh katena itu, dari kerangka inersial K’ dapat disusun koordinat ruang-waktu yang lain, yakni (x’, y’, z’, t’) y
y’
K’
K
x, x’
V = Vi
Gambar 6.1
z’ z Bila dua orang pengamat yang masing-masing diam di kerangka K dan K’ mengamati suatu peristiwa yang sama dan tak lupa mencatat tempat dan waktu terjadinya peristiwa itu, maka kedua koordinat yang dicatat oleh kedua pengamat itu pada umumnya berbeda. Tetapi, kedua koordinat ruang-waktu itu mewakili tempat dan waktu kejadian yang sama. Nah, pertanyaan yang sekarang harus dijawab, bagaimanakah kedua koordinat itu terkait satu dengan yang lain? Jawaban atas pertanyaan ini diberikan oleh konsep transformasi koordinat atau alihragam koordinat. Yang dimaksud dengan alihragam koordinat ialah suatu aturan yang memuat persamaan-persamaan yang menghubungkan koordinat (x, y, z, t) dengan (x’, y’, z’, t’ ). (x, y, z, t)
Transformasi
(x’, y’, z’, t’).
(6.1)
Lebih jelasnya, alihragam koordinat adalah persamaan-persamaan yang memberitahu kita tentang - ketergantungan x’ pada koordinat (x, y, z, t), - ketergantungan y’ pada koordinat (x, y, z, t), - ketergantungan z’ pada koordinat (x, y, z, t), - ketergantungan t’ pada koordinat (x, y, z, t) atau sebaliknya -
ketergantungan ketergantungan ketergantungan ketergantungan
x pada koordinat (x’, y’, z’, t’), y pada koordinat (x’, y’, z’, t’), z pada koordinat (x’, y’, z’, t’), t pada koordinat (x’, y’, z’, t’).
5
Tujuan kita sekarang ialah mencari suatu transformasi koordinat yang taat pada kedua postulat relativitas Einstein tersebut di atas. Artinya, suatu transformasi yang tidak menyalahi postulat-postulat Einstein secara keseluruhan. Namun, demi tujuan tersebut, ada baiknya (walupun sekilas) jika kita melihat terlebih dahulu relativitas Galileo. Dalam pandangan Galileo maupun Newton, waktu merupakan sesuatu yang mutlak. Artinya, tidak tergantung pada tempat mengukurnya. Maksudnya, jika suatu peristiwa teramati saat t di suatu kerangka inersial dan peristiwa yang sama teramati pada saat t’ di suatu kerangka inersial yang lain, maka kedua hasil pengamatan waktu itu memenuhi t’ = t, (6.2) asalkan jam yang digunakan oleh kedua pengamat itu sebelumnya telah disesuaikan satu dengan yang lain (disingkronkan). Dapat dibuktikan bahwa dalam relativitas Galileo, x‘ = x – Vt y‘=y z’=z t ‘ = t.
(6.3a) (6.3b) (6.3c) (6.3d)
Transformasi ini dikenal sebagai transformasi Galileo. Apakah transformasi Galileo ini memenuhi kedua butir postulat Einstein di atas? Ternyata tidak. Alasannya begini, bila ada suatu partikel bergerak dengan kecepatan tetap sepanjang sumbu-x (dan tentu saja juga sepanjang sumbu-x’), maka kecepatan partikel itu diukur dari kerangka K adalah u=
dx dt
(6.4)
atau bila diukur dari K’ ialah dx' dt'
(6.5)
dx' dx = − V = u –V, dt dt
(6.6)
u’ =
Berdasarkan persamaan (6.3) diperoleh u‘ =
karena dt’ = dt, yakni karena waktu bersifat mutlak. Sekarang, andaikan partikel yang ditinjau itu adalah foton. Maka u = c, sehingga cepat rambat cahaya bila diukur dari kerangka K’ adalah u‘ = c’ = c – V .
(6.7)
Persamaan (6.7) secara jelas mengatakan bahwa cepat rambat cahaya tidak invarian dalam transformasi Galileo. Hal ini tentu bertentangan dengan postulat kedua Einstein dan telah cukup guna membuktikan pernyataan bahwa alihragam Galileo tidak sejalan dengan postulat-postulat Einstein tersebut.
6
y’ y
V = Vi x, x’ r’ = ct’
r= ct ct r= z’
z
Gambar 6.2
Sekarang diandaikan bahwa pada saat t = 0 kerangka acuan K’ berimpit dengan kerangka K sedemikian rupa sehingga titik pangkal O(0,0,0) milik K berimpit dengan titik pangkal O’(0,0,0) milik K’ dan sumbu-x, sumbu-y serta sumbu-z berturut-turut berimpit dengan sumbu-x’, sumbu-y’ serta sumbu-z’. Pada saat itu t = 0 = t’ (artinya, jam di masing-masing kerangka menunjukkan angka yang sama, yaitu detik ke 0). Kemudian, kita akan menerapkan postulat-postulat relativitas khusus. Jika pada saat t = 0 = t’ itu suatu sumber cahaya yang diam di K di titik O(0,0,0) berkedip memancarkan foton ke segala arah, maka baik dari K sendiri maupun dari K’ terlihat bahwa fotonfoton itu memiliki kelajuan sama, yakni c. Oleh karena itu, setiap saat foton-foton itu terletak pada suatu permukaan bola dengan jejari r = ct,
(6.8)
r’ = ct’
(6.9)
bila dilihat dari kerangka K atau
bila dilihat dari kerangka K’ (lihat gambar 6.3). Karena titik-titik pada permukaan bola dengan jejari r dan r’ berturut-turut memenuhi persamaan r2 = x2 + y2 + z2 dan r’2 = x’2 + y’2 + z’2, maka x’2 + y’2 + z’2 = c2 t’2
(6.10)
x2 + y2 + z2 = c2 t2.
(6.11)
dan
Perhatikanlah dengan seksama bahwa persamaan (6.8), (6.9), (6.10), dan (6.11) diperoleh dari penerapan postulat-postulat relativitas Einstein secara ketat. Jadi, yang harus dicari adalah transformasi koordinat yang memenuhi persyaratan-persyaratan
7
(6.10), dan (6.11). Tentu saja transformasi Galileo tidak memenuhinya. Lalu transformasi koordinat, macam apa yang memenuhi persamaan-persamaan itu? Selanjutnya, diusulkan transformasi koordinat yang ditentukan oleh persamaanpersamaan berikut : x’ = γ (x – Vt) (6.12a) y‘=y (6.12b) z’=z (6.12c)
V x ), c2
t ‘ = γ (t −
(6.12d)
dengan γ=
1 1V 2 / c2
.
(6.13)
Dapat ditunjukkan dengan mudah bahwa transformasi tersebut memenuhi persamaan (6.10) dan (6.11). Transformasi ini dikenal sebagai transformasi Lorentz. Transformasi Lorentz ini dapat diperoleh melalui pembahasan dalam ruang momentum tenaga maupun melalui pembahasan dalam ruang konfigurasi. Pembahasanpembahasan itu menuntut matematika yang agak tinggi, maka, seperti telah dikatakan di atas, tidak untuk disajikan di sini.
2.1 Penjumlahan Kecepatan (Transformasi Kecepatan) Dari transformasi Lorentz yang diberikan oleh persamaan (6.12) dapat diperoleh kaidah transformasi kecepatan yang juga sejalan dengan kedua postulat relativitas Einstein. Untuk itu, diandaikan terdapat sebuah partikel yang bergerak ke arah sembarang. Di kerangka acuan K, komponen kecepatan partikel itu pada masing-masing sumbu koordinat dimisalkan Ux, Uy dan Uz. Jadi, Ux =
dx ; dt
Uy =
dy dt
dan
Uz =
dz . dt
(6.14)
Di kerangka K’, yang bergerak sepanjang sumbu-x dengan kecepatan tetap V = Vi, ketiga komponen itu teramati misalkan sebagai Ux’, Uy’ dan Uz’. Tentu saja berlaku persamaan berikut Ux’ =
dx' ; dt'
Uy’ =
dy' dt'
dan
Uz’ =
dz' dt '
(6.15)
Dari persamaan (6.12) diperoleh
8
dx’ = γ(dx – Vdt ) = γ (
dt’ = γ(dt –
dx – V ) dt dt
V V dx dx) = γ(1 – 2 ) dt 2 c c dt
dy’ = dy ; dz’ = dz.
(6.16)
(6.17) (6.18)
Dari persamaan (6.16), (6.17) dan (6.18) didapatkanlah
dx V )dt U V dx' dt Ux’ = = = x VU x dt' V dx (1 2 )dt 1 2 c c dt Uy dy dy' Uy’ = = = V dt' V dx (1 2 )dt (1 2 U x ) c c dt Uz dz dz' Uz’ = = = V V dx dt ' (1 2 )dt (1 2 U x ) c c dt
(
(6.19)
(6.20)
(6.21)
Berikut adalah sebuah contoh penerapan transformasi ini. Semoga mendapatkan kejelasan.
2.2 Kontraksi Panjang dan Dilatasi Waktu Menurut relativitas Einstein (diejawantahkan dalam bentuk transformasi Lorentz), waktu bukanlah sesuatu yang mutlak. Artinya, selang waktu yang diukur dari suatu kerangka acuan inersial tidak sama dengan selang waktu yang diukur dari kerangka lain meskipun selang-selang waktu itu diukur dengan jam yang telah disinkronkan dan selang-selang waktu itu memisahkan dua peristiwa yang sama. Berikut hendak diuraikan akibat lain dari transformasi Lorentz. Andaikan dua peristiwa terjadi berturut-turut di titik (x, y, z) pada saat t dan di titik (x + x, y + y, z + z) pada saat t + t bila diamati dari kerangka K’. Jadi, kedua peristiwa itu terpisah oleh selang koordinat (x, y, z) dan oleh selang waktu selama t. Bagaimana kedua peristiwa itu dilihat dari kerangka acuan K’? Dari transformasi Lorentz, yakni persamaan (6.12), diperoleh bahwa kedua peristiwa itu dipisahkan oleh selang koordinat (x’, y’, z’) dan oleh selang waktu selama t’, dengan ∆x’ = γ (∆x – V ∆t)
(6.22)
V ∆x) c2
(6.23)
∆y’ = ∆y ; ∆z’ = ∆z.
(6.24)
∆t’ = γ (∆t –
9
Jika dua buah peristiwa terjadi di dua tempat dalam waktu yang berbeda maka ∆x, ∆y, ∆z menunjukkan jarak antara dua peristiwa itu diukur dari kerangka K, sedangkan ∆t adalah selang waktu yang memisahkan kedua peristiwa itu. Andaikan peristiwa pertama terjadi di titik (x1, y1, z1) pada saat t1 dan peristiwa kedua terjadi di titik (x2, y2, z2) pada saat t2, maka ∆x = x2 – x1 ∆y = y2 – y1 ∆z = z2 – z1 ∆t = t2 – t1. Lalu, ∆x’, ∆y’, ∆z’, dan ∆t’ tentu saja menunjukkan jarak dan selang waktu antara kedua peristiwa yang sama, tetapi diamati dari kerangka K’ yang bergerak sepanjang sumbu-x dengan kecepatan tetap sebesar V. Dua peristiwa yang terjadi pada saat bersamaan dikatakan sebagai dua peristiwa yang serentak. Dua peristiwa yang terjadi di tempat yang sama dikatakan sebagai dua peristiwa yang setempat. Dua peristiwa yang terjadi pada saat yang sama dan tempat yang sama dikatakan sebagai dua peristiwa yang serentak dan setempat. Dua peristiwa yang setempat di suatu kerangka belum tentu setempat di kerangka lain. Sebaliknya, dua peristiwa yang serentak di suatu kerangka belum tentu serentak di kerangka lain. Hal ini mudah disimpulkan dari persamaan (6.22), (6.23), dan (6.24). Andaikan dua peristiwa terjadi di tempat yang sama bila dilihat dari kerangka K. Maka tentulah berlaku ∆x = 0, ∆y = 0 dan ∆z = 0. Dari kerangka K’ kedua peristiwa itu terpisah oleh jarak sejauh ∆x’ = γ(∆x – V∆t) = − γV∆t.
(6.25)
Di K’ peristiwa-peristiwa itu tidak terlihat sebagai dua peristiwa yang setempat, kecuali jika ∆t = 0. Jadi, dua peristiwa yang terlihat setempat sekaligus serentak di suatu kerangka akan terlihat serentak dan setempat di kerangka lain.
2.3 Kontraksi Panjang Sekarang andaikan terdapat sebuah batang yang bergerak dengan kecepatan tetap V terhadap pengamat di tanah sepanjang garis lurus. Dalam keadaan diam batang itu mempunyai panjang semisal l0. Batang yang dalam keadaan bergerak hendak diukur dari tanah oleh seorang pengamat. Pengukuran panjang batang yang sedang bergerak berarti penentuan jarak antara dua peristiwa yang terjadi serentak pada ujung-ujung batang itu. Jadi, ∆t = 0. Karena dalam kerangka diamnya batang itu mempunyai panjang l0 maka panjang ∆x‘ = l0 , sehingga menurut persamaan (6.22) l0 = γ ∆x = γl atau l
=
0
0 1
V2 , c2 (6.26)
10
dengan l adalah panjang batang diukur dari tanah. Karena V2/c2 selalu kurang dari 1, namun positif maka l < l0. Batang terlihat lebih pendek dibandingkan dengan l0. Gejala ini dikenal sebagi kontraksi panjang atau kontraksi Lorentz.
2.4 Dilatasi Waktu Andaikan ada dua perisiwa yang bila diamati dari tanah terjadi pada tempat yang sama. Jadi, ini adalah dua peristiwa setempat. Dari tanah kedua peristiwa itu dipisahkan oleh selang waktu selama ∆t. Kedua peristiwa itu bila dilihat dari sebuah pesawat yang bergerak dengan kecepatan V terhadap tanah akan terlihat sebagai dua peristiwa yang dipisahkan oleh selang waktu sebesar sebesar ∆t’ yang dihitung menurut ∆t’ = γ ∆t atau ∆t’ =
t V2 1 2 c
,
(6.27)
yaitu dengan menggunakan persamaan (6.23). Karena V2/c2 selalu kurang dari 1, namun positif, maka ∆t’ > ∆t. Kedua peristiwa itu terasa terjadi lebih lama dibandingkan bila diukur dari kerangka K. Gejala ini dikenal sebagi dilatasi waktu. Pemuluran waktu ini dapat diamati pada berbagai gejala alam. Sebagai contoh adalah proses kelahiran dan peluruhan zarah (partikel) elementer yang disebut muon. Partikel muon ini biasanya lahir pada peristiwa tumbukan antara partikel-partikel bertenaga tinggi dan akan meluruh menjadi elektron dan paratikel-partikel lain. Umur hidup muon adalah selang waktu dari saat muon itu lahir hingga ia meluruh diukur dari kerangka acuan tempat muon itu diam. Dari pengukuran di laboratorium, diketahui bahwa umur hidup muon adalah 2 × 10−6 detik. Muon juga lahir pada peristiwa tumbukan antara sinar kosmik dengan partikel-partikel (atom-atom) udara yang berada pada lapisan atmorfer paling luar. Muon yang terlahir dengan cara semacam ini kemudian akan menuju tanah dengan kelajuan yang sangat tinggi, bahkan mendekati laju cahaya. Seandainya saja muon itu hidup selama 2 × 10−6 detik diukur dari tanah, maka mereka paling jauh hanya akan menempuh jarak sekitar 600 meter dan kemudian meluruh. Suatu jarak yang amat pendek dibandingkan dengan ketebalan atmosfer kita yang 100 kilometer. Oleh karena itu kita tidak akan pernah melihat muon itu di atas tanah. Namun, kenyataanya muonmuon masih teramati di permukaan bumi, bahkan dalam jumlah yang sangat besar. Penjelasaanya, umur hidup muon yang 2 × 10−6 detik itu hanya kalau diukur dari kerangka acuan tempat muon itu diam. Bila diukur dari bumi, yang bergerak sangat cepat terhadap muon itu, umur hidupnya akan terukur jauh lebih lama.
3. Transformasi Lorentz untuk Momentum dan Tenaga Ditinjau sebuah benda bermassa m, yaitu massa benda diukur dalam keadaan diam terhadap pengukur. Benda tersebut diandaikan mempunyai kecepatan V terhadap kerangka acuan K. Penerapan kedua postulat relativitas Einstein dalam ruang 11
momentum tenaga (tidak akan diuraikan secara rinci di sini. Untuk itu, anda dapat membuka buku-buku seperti yang disebutkan dalam daftar pustaka.) memberikan hasil bahwa momentum benda tersebut bila diukur di K ialah m
p=
V. (6.28) V2 1 2 c Tenaga keseluruhan yang dimiliki oleh benda tersebut (tidak termasuk tenaga potensial) diberikan oleh mc2 E= . (6.29) V2 1 2 c Untuk V = 0 benda tersebut mempunyai tenaga yang dikenal sebagai tenaga diam benda sebesar E0 = mc2. (6.30) Tenaga gerak (kinetik) benda itu diberikan oleh
Ek =
Ek = E – E0 mc2 mc2 2 V 1 2 c
(6.31)
Contoh: Untuk V yang sangat rendah (dibandingkan dengan c), V2/c2 menjadi sangat kecil. Oleh karena itu, faktor dapat dituliskan sebagai =
1 1
V2 c2
1+
1 V2 2 c2
(Untuk saat ini mohon diterima saja persamaan ini. Bukti lengkap atas persamaan ini bisa anda dapatkan di buku-buku kalkulus.). Berdasarkan persamaan tersebut, hitunglah tenaga kinetik untuk benda-benda yang bergerak dengan kelajuan rendah! Jawab : Bila ungkapan untuk yang terakhir ini kita masukkan ke dalam persamaan (6.31), maka didapatlah Ek = mc2(1 +
1 V2 1 V2 1 2 2 ) – mc = mc (1 + – 1) = mV2. 2 2 2 c 2 c 2
Persamaan (6.28) dan (6.29) dapat ditulis dalam bentuk
12
p = m’V
(6.32)
E = m’c2,
(6.33)
dan dengan m’ =
m V2 1 2 c
.
(6.34)
Massa m adalah massa benda yang diukur ketika benda dalam keadaan bergerak. Karena faktor 1 V2 1 2 c
> 1,
maka m’ > m. Hal inilah yang disebut sebagai “pemekaran” massa. Contoh 9 : (a) Berapakah massa sebuah peluru yang sedang melesat dengan laju V = 15 m/dt, bila massa peluru itu dalam keadaan diam 10 gram? (b) Berapakah laju peluru itu agar massa peluru itu teramati 10 kali lebih besar bila diukur dari tanah? Jawab : (a) Dari contoh enam kita ingat bahwa untuk kecepatan serendah 15 m/dt itu, 1. Jadi, pemekaran massa peluru itu tidak begitu teramati. (b) Bila peluru yang sedang bergerak itu terlihat bermassa 10 kali lebih besar daripada massa terukur diam di tanah, maka 10 × (10 gram) = (10 gram) . Jadi, = 10. Untuk itu 1 V2 1 2 c
= 10.
Persamaan ini dipenuhi jika V = 0,995c. Contoh: Sebuah batang memiliki panjang l0 = 1,00 m dan massa m = 1,00 kg bila diukur dalam keadaan diam di tanah. Berapakah rapat massa linier batang itu, yakni massa batang persatuan panjang, dalam keadaan bergerak dengan kelajuan 0,5c diukur dari bumi? Jawab : Bila massa jenis linier batang itu pada saat diam di bumi, maka tentulah = m/l0. Selanjutnya bila ’ massa jenis linier batang itu dalam keadaan bergerak dengan kelajuan 0,5c, maka ’ = m’/l, dengan
13
m’ =
m 1
l = l0 1
dan
V2 c2
V2 . c2
Jadi, ’ = m’/l =
m 1
V2 c2
÷ l0 1
V2 = 2 . c2
Karena = m/l0 = 1,00 kg/m dan 2 = 1,33 maka ’ = (1,33)( 1,00 kg/m) = 1,33 kg/m. Jadi, batang itu bertambah padat. Menggunakan persamaan (6.28) dan (6.29) dapat dibuktikan bahwa E2 – p2c2 = m2 c4
(6.35)
Inilah persamaan terkenal yang mengaitkan energi total (E) dengan momentum (p). Andaikan dari kerangka acuan K sebuah benda teramati mempunyai momentum p = px i + py j + pz k dan tenaga E. Andaikan bila benda tersebut diamati dari kerangka K’ mempunyai momentum p’ = p’x i + p’y j + p’z k dan tenaga E’, maka
V E) c2 E’ = γ ( E – V px) py’ = py pz ‘ = pz. px’ = γ (px –
(6.36a) (6.36c) (6.36c) (6.36d)
Kerangka acuan K’ bergerak sepanjang sumbu-x dengan kecepatan V = Vi. Transformasi terakhir ini dikenal sebagai transformai Lorentz untuk momentum dan tenaga. Persamaan (6.36) diperoleh dari penerapan prinsip relativitas pad ruang momentum-tenaga.
6.6 Daftar Pustaka 1. Bergmann, P.G. .1942. Introduction to the Theory of Relativity, Prentice-Hall, Inc., USA. 2. Brehm , J.J. dan Mullin., 1989. Introduction to The Structure of Matter, Edisi pertama, John Wiley & Son, New York. 3. Greiner, W. dan Rafelski, J., 1992, Spezielle Relativitätstheori, edisi ketiga, Verlag Harri Deuthsch, Frankfurt am Main. 4. Resnick, R., 1972. Basics Concepts of Relativity and Early Quantum Theory. John Wiley & Son. New York.
14