Safari, Ujian Nasional Sebagai Cermin Mutu Pendidikan dan Pemersatu Bangsa
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 21, Nomor 2, Agustus 2015
UJIAN NASIONAL SEBAGAI CERMIN MUTU PENDIDIKAN DAN PEMERSATU BANGSA NATIONAL EXAM AS A REFLECTION FOR QUALITY OF EDUCATION AND A NATION ADHESIVE Safari Pusat Penilaian Pendidikan, Balitbang Kemdikbud Jalan Gunung Sahari Raya No. 4A Jakarta Pusat e-mail:
[email protected] Naskah diterima tanggal: 17/06/2015, Direvisi akhir tanggal: 03/08/2015, disetujui tanggal: 10/08/2015 Abstract: The aim of this study was to answer the question whether the national examination can be a nation adhesive and UN results can reflect the quality of education. This research used survey method. The study population was the educator in Banda Aceh province of Aceh in 2014, while the sample as much as 78 respondents consisting of 24 SMAN (public senior secondary school) students and 27 MAN (public islamic senior secondary school) students, 19 teachers SMAN and MAN, 8 officials in ministry of educational culture including the principal of SMAN and MAN. Based on the results of the descriptive analysis of the results this research revealed reflected, first, respondents who had agreed UN as a nation adhesive is 79.5%, while respondents who had disagree is 20.5%. Second, respondents stated that the UN can reflect the quality of education is 59%, while respondents who said no is 41%. Based on the results of the study, it is concluded that the National Examination has become a nation adhesive and reflected the actual quality of education, although not maximized. Keywords: national exam, education quality, students, teachers Abstrak: Tujuan studi ini adalah menjawab pertanyaan apakah ujian nasional dapat menjadi pemersatu bangsa dan apakah hasil UN dapat mencerminkan mutu pendidikan secara nasional. Metode penelitian ini menggunakan metode survei. Populasi penelitian ini adalah pelaku pendidikan di Banda Aceh Provinsi Aceh tahun 2014, dengan sampel sebanyak 78 responden yang terdiri dari 24 siswa SMAN dan 27 siswa MAN, 19 guru SMAN dan MAN, 8 pejabat di lingkungan Dikbud termasuk kepala sekolah SMAN dan MAN. Berdasarkan hasil analisis deskriptif diperoleh hasil, pertama, responden yang menyatakan setuju UN sebagai pemersatu bangsa adalah 79,5%, sedangkan responden yang menyatakan tidak setuju adalah 20,5%. Kedua, responden yang menyatakan bahwa hasil UN dapat mencerminkan mutu pendidikan secara nasional adalah 59%, sedangkan responden yang menyatakan tidak adalah 41%. Berdasarkan hasil studi disimpulkan bahwa Ujian Nasional sudah menjadi perekat bangsa dan mencerminkan mutu pendidikan walaupun belum maksimal. Kata kunci: ujian nasional, kualitas pendidikan, mutu siswa, guru
Pendahuluan
bertumpu pada kesatuan teritorial, akan tetapi
Persatuan merupakan tujuan yang paling utama
juga eksistensi kebudayaan nasional termasuk
di negara Republik Indonesia yang penduduknya
pendidikan yang di dalamnya terdapat ujian
sangat beragam suku, agama, etnis, dan bahasa
nasional (UN). Alat pemersatu atau pemersatu
ibunya. Pentingnya persatuan sebagai landasan
bangsa yang sudah ada adalah bahasa nasional,
berbangsa dan bernegara Indonesia tidak hanya
dasar negara, lagu kebangsaan, lambang 101
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 21, Nomor 2, Agustus 2015
negara, semboyan negara, bendera negara,
bangsa. Dua aspek ini sebenarnya tidak bisa
konstitusi negara, bentuk negara, dan
dipisah-pisahkan. Apabila dua hal ini tidak
kebudayaan nasional.
segera dicarikan solusinya, pelaksanaan UN
Terlepas pro dan kontra pelaksanaan Ujian
selalu mengalami pro dan kontra di tanah air.
Nasional (UN) di Indonesia, UN telah berjasa
Inilah yang menjadi dasar utama studi ini
sampai sekarang yaitu menjadi pemersatu
dilakukan.
bangsa karena telah dilakukan bertahun-tahun
Permasalahan yang dihadapi bangsa ini
yang melibatkan peserta didik di seluruh
adalah bahwa mutu sekolah di tanah air sampai
Indonesia yang berbeda suku, ras, agama, dan
saat ini belum relatif sama, baik proses belajar-
budaya dengan tujuan yang sama. UN telah
mengajarnya, kemampuan gurunya, maupun
berjasa, di samping ijazahnya berlaku secara
sarana prasarananya. Bila UN diserahkan ke
nasional, UN dapat menentukan tingkat
sekolah sekarang, sudah siapkah setiap sekolah
kemampuan peserta didik di seluruh Indonesia
melaksanakannya? Samakah makna nilai 8 di
berdasarkan standar nasional yang telah
sekolah yang satu dengan sekolah yang lainnya,
ditetapkan. Nilai perolehan siswa dapat
baik di tingkat rayon/kecamatan, kabupaten,
dibandingkan dengan siswa lain antarsekolah,
provinsi, dan nasional (karena kemampuan
antar-kabupaten, dan antarprovinsi di seluruh
menyusun soal dan soal atau tesnya sendiri
Indonesia karena menggunakan kisi-kisi UN yang
berbeda-beda di setiap sekolah)? Apakah ijazah
berstandar nasional. Di samping itu soal-soal
siswa berlaku secara nasional? Pada prinsipnya,
UN bersifat: 1) transparan artinya jelas apa
penilaian dapat dilaksanakan secara intern dan
yang diujikan dan kriteria penskorannya; 2)
ekstern. Penilaian intern adalah penilaian yang
autentik artinya merupakan hasil kerja siswa
dilakukan oleh guru sendiri karena yang tahu
dan sesuai dengan dunia riil/nyata; dan 3) fair
persis kemampuan siswa adalah guru yang
kepada semua pihak artinya tidak merugikan
mengajarkan. Alasan lain dilakukan penilaian
pihak tertentu; tidak memihak suku, agama,
secara intern karena ada kebijakan khusus
etnis, dan bahasa ibu tertentu atau sekolah
(termasuk rahasia) yang tahu adalah guru bukan
yang berada di desa, di kecamatan, di kabu-
pihak lain. Adapun penilaian ekstern adalah
paten, di provinsi tertentu karena soal-soal
penilaian yang dilakukan oleh pihak lain
dalam UN telah disusun secara profesional
(Pemerintah). Alasannya adalah supaya hasilnya
(sebagai pemersatu bangsa). Prosesnya
objektif, dapat dibandingkan antarsiswa,
melibatkan banyak pihak di antaranya guru
sekolah, kabupaten, provinsi, dan nasional.
bidang studi, ahli materi dari perguruan tinggi,
Sebagai pemersatu bangsa, UN sangat
pengembang kurikulum, ahli konstruksi tes, ahli
berjasa sebagai barometer minimal bagi sekolah
kebijakan dan lain sebagainya. Proses penulisan
di seluruh Indonesia. Berkaitan dengan hal ini
soalnya berdasarkan kisi-kisi standar nasional,
muncul pertanyaan berikut. Adilkah setiap siswa/
sebelum digunakan dilakukan analisis kualitatif,
sekolah harus menempuh soal yang sama dalam
uji coba butir soal, dan analisis kuantitatif
UN, sedangkan sarana prasarana di setiap
terlebih dahulu. Proses ini belum ditemui pada
sekolah tidak sama, kemampuan gurunya juga
soal buatan guru di sekolah atau dosen di
tidak sama? Soal-soal yang diujikan dalam UN
perguruan tinggi. Proses seperti ini belum
merupakan kompetensi minimal yang harus
banyak diketahui oleh masyarakat secara umum
dikuasai siswa pada tingkat satuan pendidikan
khususnya kepada pihak yang kontra atau tidak
yang disusun berdasarkan standar kompetensi
suka atau tidak paham dengan UN, sehingga
lulusan (SKL) sesuai dengan kurikulum yang
masih ada pihak yang meragukan apakah hasil
berlaku. Justru UN sebagai barometer minimal
UN dapat mencerminkan mutu pendidikan di
bagi sekolah. Apabila tidak ada barometer ini,
Indonesia dan dapat menjadi alat pemersatu
mutu sekolah di tanah air dikontrol menggu-
102
Safari, Ujian Nasional Sebagai Cermin Mutu Pendidikan dan Pemersatu Bangsa
nakan alat apa? Sudah ada alat lainkah yang
Mengapa pada UN ditetapkan
standar
lebih akurat saat ini? Apa lagi adanya perbedaan
kelulusan (misal 3,0 – 4,26 – 5,0 – 5,26 – 5,50)?
pemahaman istilah “otonomi” di sekolah, mutu
Standar menjadi fokus perhatian utama dalam
sekolah semakin “tidak jelas”, bahkan lulusan
penilaian. Karena standar sangat diperlukan
SD/MI atau SMP/MTs masih ada siswa yang
sebagai acuan minimal (kompetensi) yang harus
belum bisa membaca, menulis, dan menghitung.
dipenuhi oleh siswa dalam pemelajaran atau
Pada saatnya nanti memang perlu ada soal yang
seorang lulusan dari tingkat satuan pendidikan.
disesuaikan dengan tingkat kemampuan
Selama ini guru memberi nilai siswa di rapor
siswanya. Soal-soal yang bersangkutan harus
minimal 60 (karena kriteria ketuntasan minimal
terkalibrasi artinya dapat dipergunakan untuk
(KKM) 60, sedangkan UN memberi standar 5,50
membandingkan tingkat kemampuan siswa baik
(atau dikonversi ke seratus=55,0). Nilai 55,0
di tingkat sekolah, kabupaten, nasional.
dan 60 jaraknya masih jauh yang selisihnya 5,0.
UN, termasuk Ujian Sekolah, merupakan
Jadi apabila siswa menjawab soal UN masih
satu kesatuan proses belajar mengajar di
merasa sulit, ini menunjukkan bahwa materi
sekolah. UN bukan suatu kegiatan terpisah di
tersebut belum dikuasai siswa secara tuntas,
dalam pembelajaran. Oleh karena itu banyak
(Safari, 2008). Pertanyaannya adalah nilai 60
masyarakat yang bertanya. Adilkah, guru
yang diberikan siswa selama ini 60 yang mana?
mengajar 6 tahun di SD/MI, 3 tahun di SMP/
Tugas guru yang utama di kelas adalah
MTs, SMA/SMK/MA, sedangkan menempuh ujian
memaksimalkan kemampuan siswa menuju
dalam UN hanya 120 menit? Materi yang diujikan
tuntas, bukan supaya siswa lulus UN. Jika
hanya mengukur aspek kognitif, tes tertulis, dan
kemampuan siswa memahami materi tuntas,
bentuk soalnya hanya pilihan ganda? Dengan
dengan sendirinya pasti siswa lulus UN. Oleh
adanya kondisi seperti ini, guru di sekolah dalam
karena itu, niat guru mengajar di kelas supaya
menyusun soal untuk keperluan ujian sekolah
segera diperbaharuhi yaitu “mengajar secara
(US) seharusnya tidak hanya menanyakan aspek
tuntas”.
kognitif lagi karena sudah diujikan dalam UN.
Berdasarkan Undang-Undang No. 20/2003
Seharusnya pada US menanyakan aspek
tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
psikomotorik dan afektifnya. UN mempergunakan
Peraturan Pemerintah No. 19/2005 tentang
bentuk soal pilihan ganda dengan tujuan
Standar Nasional Pendidikan, UN dilakukan dalam
penskorannya objektif, akurat, dan hasilnya
rangka pengendalian mutu pendidikan secara
cepat dapat diumumkan secara nasional karena
nasional sebagai bentuk akuntabilitas penye-
mempergunakan scanner dan komputer. Adapun
lenggaraan pendidikan kepada pihak-pihak yang
proses belajar-mengajar di kelas di dalamnya
berkepentingan. Dengan demikian, tujuan utama
termasuk penilaian proses (formatif) dan
diadakan UN adalah sebagai implementasi dan
penilaian hasil (sumatif), dengan demikian
upaya pencapaian standar nasional dan standar
antara penilaian proses dan hasil tidak bisa
kompetensi lulusan agar memeroleh gambaran
dipisah-pisahkan. Siswa dapat menempuh UN
tentang efektivitas sistem pendidikan. Standar
syaratnya adalah siswa yang bersangkutan
nasional sangat diperlukan di negara RI, karena
harus naik kelas dahulu dari kelas 1 naik ke
tanpa UN tidak mungkin dapat ditentukan
kelas 2, dari kelas 2 naik ke kelas 3, dari
standar nasional lulusan (Pusat Penelitian
semester 1 ke semester 2 dan seterusnya. Tidak
Kebijakan dan Inovasi Pendidikan, 2007). Di
bisa siswa yang tidak naik di kelas tertentu
samping itu, keberadaan standar nasional
langsung bisa ikut UN. Artinya siswa yang
kelulusan akan dapat memperkecil variabilitas
mengikuti UN sudah melalui penilaian proses di
antarsekolah di nusantara, karena setiap
kelasnya.
sekolah akan berupaya untuk meraih hasil minimal yang ditetapkan oleh Badan Standar
103
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 21, Nomor 2, Agustus 2015
Nasional Pendidikan (BSNP). Apabila kualitas
dapat mencerminkan mutu pendidikan secara
pendidikan di negara kita sudah cukup layak,
nasional.
maka UN dapat dihapuskan atau tetap dijalankan dengan tetap mengacu pada standar
KAJIAN LITERATUR
nasional pendidikan.
Ujian Nasional (UN) merupakan cermin mutu
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
pendidikan. Berdasarkan laporan hasil UN 2014
sudah merdeka sejak 17 Agustus 1945. Sudah
(Puspendik, 2014) menunjukkan bahwa
saatnya kemerdekaan yang sudah cukup lama
kelulusan siswa SMP/MTs mengalami pening-
ini diisi dengan nilai-nilai membangun ke-
katan dibandingkan tahun 2012/2013. Pada
bangsaan seperti belajar keras. Hendaknya para
tahun 2013 tingkat kelulusan siswa SMP/MTs
penerus generasi bangsa khususnya para
sebesar 95,56%, sedangkan pada tahun 2014
pemuda dari kalangan pelajar mempunyai jiwa
tingkat kelulusannya mencapai 99,94%. Naik-
nasionalisme yang kuat yaitu dapat belajar
turunnya mutu pendidikan sangat dipengaruhi
secara intensif dan sungguh-sungguh yang
oleh beberapa faktor di antaranya adalah faktor
disertai dengan karakter atau prinsip “takut
guru, siswa dan masyarakat. Hasil penelitian
kepada Tuhan dan malu berbuat tercela”. Oleh
Lembah, Tellu, Juraid, Mahpudz, dan Haeruddin
karena itu, UN sebagai pemersatu bangsa
(2010) menunjukkan bahwa faktor yang
diharapkan dapat menambah kokoh jiwa
memengaruhi pencapaian kompetensi siswa
nasionalisme penerusnya. Diharapkan dengan
dalam UN adalah kemampuan guru mengem-
adanya UN ini para peserta didik mendapat
bangkan perangkat pembelajaran pada aspek
pembinaan prinsip tersebut sejak dini melalui
kuantitatif dalam kategori sangat baik, namun
pembelajaran di kelas, sehingga jiwa nasio-
untuk aspek yang bersifat kualitatif berada
nalismenya tumbuh dengan baik. Jika para siswa,
dalam kategori cukup. Hasil penelitian Afiati
guru, kepala sekolah, pengawas, serta seluruh
(2006) menunjukkan bahwa peran serta
komponen pendidikan sudah melaksanakan
masyarakat
esensi dari prinsip di atas, maka setiap ada ujian
pendidikan sangat penting karena keterlibatan
nasional tidak akan dinodai oleh kecurangan-
masyarakat dalam ikut serta meningkatkan mutu
kecurangan dan pelanggaran nilai dan norma.
pendidikan sangat berpengaruh pada hasil
dalam
meningkatkan
mutu
Dari uraian di atas dapat dirumuskan per-
capaian prestasi siswa. Jadi UN sebagai cermin
masalahan dalam penelitian ini sebagai berikut.
mutu pendidikan tergantung pada tingkat
Pertama, apakah terdapat persepsi bahwa Ujian
kemampuan siswa dalam menjawab tes yang
Nasional (UN) dapat menjadi alat pemersatu
diberikan. Semakin tinggi kemampuan siswa
bangsa? Kedua, apakah terdapat persepsi
dalam memahami materi yang diujikan, semakin
bahwa hasil UN dapat mencerminkan mutu
tinggi peluang menjawab benar soal yang
pendidikan secara nasional? Oleh karena itu,
diujikan. Jadi tes merupakan dasar utama yang
permasalahan ini merupakan tujuan utama dalam
dipergunakan untuk menentukan tingkat
penelitian ini. Berdasarkan rumusan masalah di
kemampuan siswa, karena tes merupakan
atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
instrument
Pertama, untuk menentukan apakah UN dapat
sistematis untuk mengukur contoh perilaku (Linn
menjadi alat pemersatu bangsa. Kedua, apakah
dan Gronlund, 2008). Tes juga merupakan
hasil UN dapat mencerminkan mutu pendidikan
metode penyelidikan yang sangat berguna dalam
secara nasional.
lapangan ilmu jiwa, banyak hal yang tidak dapat
atau
langkah-langkah
yang
Hasil yang diharapkan studi ini adalah
dicapai dengan metode lain tapi dapat
diperolehnya informasi hasil studi tentang
diungkapkan dengan metode tes (Ahmadi,
persepsi bahwa UN dapat menjadi alat
2009). Menurut Brown dalam Azwar (2007)
pemersatu bangsa dan persepsi bahwa hasil UN
bahwa tes merupakan prosedur yang sistematik
104
Safari, Ujian Nasional Sebagai Cermin Mutu Pendidikan dan Pemersatu Bangsa
guna mengukur sampel perilaku seseorang. Jadi
penelitian yang berkaitan khusus dengan UN
tes adalah sederetan pertanyaan/latihan/alat
sebagai pemersatu bangsa belum banyak
lain yang digunakan untuk mengukur kete-
dilakukan. Hasil penelitian Kusumah (2007)
rampilan, pengetahuan, inteligensi, dan
menunjukkan bahwa nasionalisme merupakan
kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu
produk dari sejarah bangsa sendiri dan
atau kelompok (Hasan, 2009). Berdasarkan dari
kenyataannya membuktikan bahwa bangsa
cara mengajukan pertanyaan menurut Djaali dan
Indonesia memiliki keragaman budaya untuk
Muljono (2007) tes terbagi menjadi tes: tertulis,
mendukung persatuan. Hasil penelitian Aisyah
tidak tertulis (lisan), dan perbuatan. Tes yang
(2010) membuktikan bahwa batik merupakan
baik adalah memiliki validitas yang tinggi baik
budaya Indonesia dan pemersatu bangsa. Pada
validitas isi, konstruk, maupun kriterianya
batik melambangkan kewibawaan, keperkasaan,
(Djiwandono, 2008). Di samping valid, alat ukur
dan kegagahan bagi yang memakainya, serta
harus reliabel. Reliabilitas instrumen merujuk
dapat digunakan untuk acara pernikahan karena
kepada konsistensi hasil perekaman data
bermakna bersatu kembali. Hasil penelitian yang
pengukuran kalau instrumen itu digunakan oleh
dilakukan Pandansari (2014) menunjukkan
orang atau kelompok orang yang sama dalam
bahwa Presiden Soekarno sebagai seorang
waktu berlainan atau kalau instrumen itu
negarawan
digunakan oleh orang atau kelompok orang yang
perempuan sebagi tiang pembangun masyarakat
berbeda dalam waktu yang sama atau dalam
yang harus diperkuat dengan tujuan bersama
waktu yang berlainan (Suryabrata, 2008).
yang kemudian dituangkan dalam Sarinah.
melihat
hubungan
laki
dan
Di samping merupakan cermin mutu
Sarinah sebagai suatu filosofi perikehidupan
pendidikan, UN juga sebagai pemersatu bangsa.
berbangsa berbasis gender dapat menjadi bahan
Pemersatu bangsa maksudnya adalah alat untuk
pembudayaan nilai persatuan Indonesia yang
mempersatukan orang-orang yang bersatu
tertanam pada Sila ketiga. Hasil penelitian yang
karena kesamaan keturunan. Alat pemersatu
dilakukan oleh Sudjarwo (2012) menunjukkan
bangsa yang sudah ada adalah: lambang
bahwa nilai-nilai integrasi masyarakat di masing-
negara, semboyan negara, bahasa Indonesia,
masing daerah berbeda-beda. Ketidakmampuan
bendera negara, lagu kebangsaan, konstitusi
mengenali hal ini akan membuat terjebak pada
negara (hukum dasar). Adapun alat pemersatu
penafsiran dari dinamika sosial kepada gejolak
bangsa yang berkaitan dengan Ujian Nasional
sosial. Oleh karena itu, untuk mendukung
(UN) di antaranya adalah: kisi-kisi tesnya sama,
terwujudnya karakter pemersatu bangsa
kurikulum sebagai sumber acuannya sama.
khususnya dalam UN atau pembelajaran di
Ujian Nasional sebagai alat pemersatu
sekolah, para guru harus mendisain pembelajaran
bangsa memerlukan karakter atau prinsip “takut
dan mengaplikasikan secara strategis kepada
kepada Tuhan dan malu berbuat tercela”. Prinsip
semua peserta didik agar meningkatkan
ini sudah saatnya sebagai dasar menumbuhkan/
kualitas: belajar, bimbingan, dan pendidikan
membangkitkan nasionalisme bangsa. Karakter
dalam keluarga.
ini sudah harus ditanamkan kepada para siswa,
Komponen pertama adalah kualitas belajar.
guru, kepala sekolah, pengawas, serta seluruh
Prinsip “takut kepada Tuhan dan malu berbuat
komponen pendidikan agar pelaksanaan
tercela” bisa terwujud bila didukung belajar yang
pendidikan khususnya pelaksanaan ujian nasional
berkualitas. Karena belajar yang berkualitas
tidak akan dinodai oleh kecurangan-kecurangan
merupakan suatu aktivitas mental/psikis yang
dan pelanggaran nilai dan norma, karena UN
berlangsung dalam interaksi aktif dengan
menjadi pemersatu bangsa. Hasil penelitian
lingkungan yang menghasilkan perubahan-
yang berkaitan dengan pemersatu bangsa
perubahan dalam pengetahuan, pemahaman,
secara umum telah banyak dilakukan, namun
keterampilan, dan nilai-nilai sikap. Perubahan
105
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 21, Nomor 2, Agustus 2015
itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas
METODE
(Derajat, 2005). Menurut
James O Whittaker,
Metode penelitian yang dipergunakan adalah
belajar sebagai proses yaitu tingkah laku
metode survei. Dasar penggunaan metode survei
ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau
adalah disesuaikan dengan tujuan utama
pengalaman (dalam Djamarah, 2008). Belajar
penelitian ini di antaranya adalah untuk
pada hakikatnya “perubahan” yang terjadi di
memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang
dalam diri seseorang setelah melakukan aktivitas
ada dan mencari keterangan-keterangan secara
tertentu (Fathurrohman dan Sutikno, 2009).
faktual berdasarkan data penelitian ini. Tempat
Bimbingan sangat diperlukan dalam pem-
penelitian ini yaitu di Banda Aceh, Provinsi Aceh
belajaran, karena bimbingan biasanya digunakan
tahun 2014. Populasi penelitian ini yaitu pelaku
untuk menunjukkan suatu kegiatan yang
pendidikan di Banda Aceh Provinsi Aceh tahun
sifatnya preventif, yaitu untuk menghindari
2014, sedangkan sampelnya adalah 78 res-
terjadinya masalah atau problem. Misalkan
ponden yang terdiri atas 24 siswa SMAN dan
bimbingan tentang akibat-akibat buruk dari
27 siswa MAN, 19 guru SMAN dan MAN, 8
rokok, akibat-akibat buruk dari narkotika.
pejabat di lingkungan Dikbud termasuk kepala
Semuanya
terjadinya
sekolah SMAN dan MAN. Alasan pemilihan
penyalahgunaan. Dalam hal ini di sini bimbingan
untuk
populasi ini di antaranya bahwa provinsi ini
dilakukan sebelumnya dalam rangka untuk
pernah memiliki pengalaman perjuangan dalam
mencegah terjadinya masalah (Dubois dan Mi
mempertahankan negara kesatuan Republik
Ley, 2005). Bimbingan adalah suatu proses yang
Indonesia (NKRI). Sampel siswa adalah mereka
berkesinambungan, bukan kegiatan seketika
yang sedang mengikuti Ujian Nasional (UN)
atau
merupakan
untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa
serangkaian tahapan kegiatan yang sistematis
Inggris, Matematika, dan IPA pada tahun 2014.
dan berencana dan terarah pada pencapaian
Data dalam penelitian ini berbentuk respon dari
kegiatan (Yusuf dan Nurihsan, 2008).
jawaban kuesioner. Adapun teknik sampling yang
kebetulan,
mencegah
bimbingan
Pendidikan dalam keluarga juga sangat
dipergunakan adalah purposive sampling.
menentukan karakter siswa karena keluarga
Alasannya adalah peneliti tidak tahu persis
merupakan pusat pendidik yang pertama dan
karakteristik populasi yang ingin dijadikan subjek
utama yang dialami siswa dan kehidupan
penelitian karena populasi tersebar di wilayah
keluarga selalu memengaruhi perkembangan budi
yang amat luas.
pekerti siswa (Rohman, 2009). Keluarga juga
Metode analisis yang dipergunakan dalam
merupakan lembaga pendidikan, orang tua
penelitian ini adalah analisis deskriptif. Analisis
sebagai pendidik dan anak-anak sebagai peserta
deskriptif dipergunakan untuk menghitung
didik (Sadulloh, 2007). Keluarga merupakan
persentase persepsi pelaku pendidikan tentang
hubungan antarmanusia dalam keluarga (ayah,
UN sebagai mutu pendidikan dan pemersatu
ibu, anak) sangat berpengaruh terhadap
bangsa. Agar hasil analisis penelitian ini dapat
perkembangan sosial seorang anak (Somantri,
diperoleh secara akurat, maka semua data
2007).
dalam penelitian ini diolah atau dianalisis dengan
Hasil penelitian Jaidun (2011) menunjukkan
mempergunakan program SPSS 20.00.
bahwa pencapaian kompetensi siswa pada mata pelajaran Matematika dan Sains baik dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN
instrumen UN maupun Trends in International
Ujian Nasional sebagai Pemersatu Bangsa
Mathematics and Science Study (TIMSS)
Berdasarkan hasil analisis Tabel 1 menunjukkan
terbukti belum memuaskan, masih berada di
bahwa responden (78 responden yang terdiri
antara skor 50-55 untuk skala 0-100.
dari 24 siswa SMAN dan 27 siswa MAN, 19 guru
106
Safari, Ujian Nasional Sebagai Cermin Mutu Pendidikan dan Pemersatu Bangsa
SMAN dan MAN, 8 pejabat di lingkungan Dikbud
pemersatu bangsa; 12) penyetaraan kualitas
termasuk kepala sekolah SMAN dan MAN) yang
pendidikan dan menciptakan rasa senasib
menyatakan setuju UN sebagai pemersatu
seperjuangan di kalangan siswa dan penye-
bangsa (79,5%) sedangkan responden yang
lenggara. Adapun alasan responden yang
menyatakan tidak setuju (20,5%). Data
menyatakan tidak setuju yaitu: 1) UN dapat
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.
membuat siswa stress, hanya karena 3 atau 4
Alasan responden yang menyatakan setuju
hari ujian menentukan kelulusan siswa yang
di antaranya: 1) bisa menyatukan pemahaman
telah belajar 3 tahun; dan 2) belum tentu
siswa terhadap pembelajaran secara nasional;
daerah terpencil mendapatkan pendidikan yang
2) membuat siswa setara di seluruh Indonesia
setara.
dalam belajar; 3) dapat menjadi standar nasional dan kesetaraan nasional; 4) UN menentukan
Hasil Ujian Nasional dapat Mencerminkan
mutu pendidikan di Indonesia dengan siswa
Mutu Pendidikan secara Nasional
berprestasi untuk masa depan bangsa; 5) UN
Tabel 2 menunjukkan bahwa responden yang
merupakan standar bagi seluruh siswa untuk
menyatakan bahwa UN dapat mencerminkan
menentukan layakkah mereka melanjutkan ke
mutu pendidikan secara nasional adalah 46
jenjang yang lebih tinggi dan UN juga menjadi
(59%), sedangkan responden yang menyatakan
pemicu siswa untuk dapat bersaing dalam
tidak adalah 32 (41%).
belajar; 6) UN sebagai pemersatu bangsa dapat
Alasan responden yang menyatakan UN
menghubungkan atau menjadi sebuah alat untuk
dapat mencerminkan mutu pendidikan secara
meningkatkan mutu pendidikan; 7) UN sebagai
nasional yaitu: 1) jika dilakukan dengan jujur
tolok ukur nilai standar siswa; 8) untuk
dapat mengukur mutu pendidikan secara
memotivasi anak bangsa agar lebih giat untuk
nasional; 2) mencerminkan tingkat keberhasilan
berusaha menjadi orang yang sukses; 9) soal
proses belajar dari seluruh tanah air; 3) soalnya
UN jangan dijadikan wadah politik; 10) bisa
sama dan standarnya sama; 4) mencerminkan
menyatukan pemahaman siswa senasib
tingkat keberhasilan proses belajar dari seluruh
sepenanggungan, kebersamaan, dan semangat
tanah air; 5) karena bangsa Indonesia adalah
kerja keras generasi penerus bangsa; 11)
bangsa yang berbasis kepulauan, jadi soal-
Indonesia negara kesatuan, harus punya
soalnya harus berstandar nasional juga; 6) UN
standarisasi dalam pendidikan dan UN sebagai
bisa dijadikan sebagai tolok ukur sebuah sekolah
Tabel 1 Frekuensi Setuju dan Tidak Setuju tentang UN sebagai pemersatu bangsa
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
2. Tidak Setuju
62 16
79.5 20.5
79.5 20.5
79.5 100.0
Total
78
100.0
100.0
1. Setuju
Tabel 2 Frekuensi Ya (1) Tidak (2) tentang Hasil UN dapat Mencerminkan Mutu Pendidikan secara Nasional
1. Ya 2. Tidak Total
Frequency 46 32
Percent 59,0 41,0
Valid Percent 59,0 41,0
78
100,0
100,0
Cumulative Percent 59,0 100,0
107
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 21, Nomor 2, Agustus 2015
dalam membina murid selama ini; dan 7) UN
Adapun responden yang menyatakan tidak
dilaksanakan secara menyeluruh di Indonesia,
setuju beralasan di antaranya adalah: 1) karena
maka UN menentukan mutu pendidikan nasional.
tidak terkontrol oleh pusat bisa terjadi
Adapun alasan responden yang tidak setuju
kebocoran pada saat ujian; 2) karena Indonesia
di antaranya: 1) masih banyak kecurangan
suatu kepulauan yang besar dan kondisi daerah
dalam pelaksanaannya; 2) nilai yang diperoleh
di bidang pendidikan sarana, tenaga kepen-
di UN beda dengan kemampuan siswa sehari-
didikan tidak merata; dan 3) kemampuan dan
hari; 3) pendidikan daerah tidak sama dengan
capaian hasil belajar yang berbeda-beda.
di kota; 4) karena tidak semua sekolah memiliki metode pembejaran yang baik.
Nilai Minimum Lulus UN Tabel 4 menunjukkan bahwa responden yang
Hasil Ujian Sekolah dapat Mencerminkan
menyatakan bahwa nilai minimum lulus UN adalah
Mutu Pendidikan secara Nasional
6,0 responden terbanyak menyarankan hal ini
Tabel 3 menunjukkan bahwa responden yang
33 (42,4%), sedangkan responden yang lainnya
menyatakan bahwa Ujian Sekolah dapat
ada yang menyarankan minimal 5,50 ada 14
mencerminkan mutu pendidikan secara nasional
(17,9%), minimal 5,00 adalah 11 (14,1%), ada
adalah 49 (62,8%), sedangkan responden yang
yang menyarankan minimal 2,00 ada 3(3,8%)
menyatakan tidak adalah 29 (37,2%).
bahkan ada yang menyarankan 7,50 ada
Alasan responden yang menyatakan setuju
2(2,6%). Kesimpulannya adalah bahwa
di antaranya adalah apabila ujian sekolah
responden tidak setuju bahwa nilai minimal UN
didasarkan pada kurikulum nasional dan standar
di antaranya disarankan 6,00.
kompetensi lulusan (SKL) secara nasional.
Tabel 3 Frekuensi Ya (1) Tidak (2) tentang Hasil Ujian Sekolah dapat
1. Ya 2. Tidak
Frequency 49 29
Percent 62,8 37,2
Valid Percent 62,8 37,2
78
100,0
100,0
Total
Cumulative Percent 62,8 100,0
Tabel 4 Frekuensi usulan nilai minimum lulus UN
3,00
Frequency 3 3
Percent 3,8 3,8
Valid Percent 3,8 3,8
Cumulative Percent 3,8 7,7
4,00
7
9,0
9,0
16,7
4,50 5,00
1
1,3
1,3
17,9
11
14,1
14,1
32,1
5,50
14
17,9
17,9
50,0
6,00
33
42,3
42,3
92,3
6,80
1
1,3
1,3
93,6
7,00 7,50
3 2
3,8 2,6
3,8 2,6
97,4 100,0
Total
78
100,0
100,0
2,00
108
Safari, Ujian Nasional Sebagai Cermin Mutu Pendidikan dan Pemersatu Bangsa
Masih Perlu UN dalam Pelaksanaan
pada aspek kuantitatif dan kualitatif (Lembah
Kurikulum 2013
dkk, 2010). Karena pencapaian kompetensi
Tabel 5 menunjukkan bahwa responden yang
siswa pada mata pelajaran Matematika dan
menyatakan bahwa UN masih diperlukan dalam
Sains baik dengan instrumen UN maupun Trends
pelaksanaan kurikulum 2013 adalah 39 (50%),
in International Mathematics and Science Study
sedangkan responden yang menyatakan tidak
(TIMSS) terbukti belum memuaskan, masih
adalah 27 (34,6%), serta rersponden yang
berada di antara skor 50-55 untuk skala 0-100,
menyatakan diganti dengan model lainnya adalah
(Jaidun, 2011). Peran serta masyarakat dalam
12 (15,4%). Kesimpulannya adalah bahwa
meningkatkan mutu pendidikan sangat penting
responden tidak sama persepsinya terhadap
karena keterlibatan masyarakat dalam ikut serta
pernyataan Ujian Nasional masih diperlukan
meningkatkan
dalam kurikulum 2013.
berpengaruh pada hasil capaian prestasi siswa,
mutu
pendidikan
sangat
(Afiati, 2006). Semuanya tergantung pada minat Pembahasan
siswa itu sendiri karena terdapat hubungan
Berdasarkan hasil analisis di atas menunjukkan
yang signifikan antara minat siswa terhadap
bahwa UN dapat mencerminkan mutu pendidikan
pembelajaran dengan hasil belajar siswa yaitu
secara nasional walaupun belum optimal. Hal
r=0,850 (Mulyana, Hidayat, dan Sholih, 2013).
ini menunjukkan bahwa pelaku pendidikan belum
Menurut Fahmi (2013) ada hal yang sangat
100% mempercayai bahwa UN dapat mencer-
penting yaitu penguasaan guru terhadap materi
minkan mutu pendidikan di tanah air. Penye-
pelajaran karena kompetensi penguasaan materi
babnya di antaranya adalah belum meratanya
pelajaran pada program IPA nilai terendah Biologi
tingkat kemampuan siswa dalam memahami
(20,77) dan tertinggi Bahasa Indonesia (92,00),
materi pelajaran yang di-UN-kan baik di tingkat
pada program IPS nilai terendah Matematika
sekolah, kabupaten, maupun provinsi. Ini
(33,33) dan tertinggi Bahasa Indonesia (82,00).
merupakan cerminan tingkat keberhasilan proses
Di samping itu, menurut Suprastowo (2013)
belajar dari seluruh tanah air yang perlu didalami
dampak ketidakhadiran guru dapat mengganggu
lebih lanjut, karena bangsa ini merupakan
proses pembelajaran, perilaku siswa menyim-
bangsa yang berbasis kepulauan, materi yang
pang, penurunan prestasi siswa, dan citra
diujikan harus menyesuaikan yang berstandar
sekolah.
nasional. UN sudah saatnya harus dapat
UN sebagai pemersatu bangsa disetujui oleh
dijadikan sebagai tolok ukur sebuah sekolah
sebagian besar responden, baik siswa, guru,
dalam membina siswa-siswanya. Naik-turunnya
maupun pejabat. Hal ini membuktikan bahwa
mutu pendidikan sangat dipengaruhi oleh
UN dilaksanakan di semua sekolah di seluruh
beberapa faktor di antaranya adalah faktor guru,
Indonesia dan semua siswa yang menjadi
siswa, dan masyarakat. Untuk mendukung hal
peserta UN mempunyai hak yang sama terhadap
di atas, sudah saatnya guru dapat mening-
UN. Artinya UN tidak membeda-bedakan entis,
katkan pengembangan perangkat pembelajaran
suku, agama, ras, dan lain sebagainya. Dengan
Tabel 5 Frekuensi Perlu (1) Tidak Perlu (2) Diganti (3) tentang UN dalam Pelaksanaan Kurikulum 2013
2
Frequency 39 27
Percent 50,0 34,6
Valid Percent 50,0 34,6
Cumulative Percent 50,0 84,6
3
12
15,4
15,4
100,0
Total
78
100,0
100,0
1
109
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 21, Nomor 2, Agustus 2015
adanya UN ini, diharapkan jiwa dan semangat
kegiatan (Yusuf dan Nurihsan, 2008). Keluarga
kebangsaan peserta didik akan terbentuk melalui
juga memengaruhi penuh terhadap terwujudnya
pembelajaran di sekolah. Apabila muncul adanya
karakter karena keluarga merupakan pusat
ego-sektoral, ego-primordial, dan ego-religional
pendidik yang pertama dan utama yang dialami
akan bisa segera dihindari, bahkan dikikis sejak
oleh anak dan dalam kehidupan keluarga selalu
dini. Sebagai contoh dalam mata pelajaran PKn
memengaruhi perkembangan budi pekerti siswa
pembelajarannya dimasukkan ideologi Pancasila
(Rohman, 2009).
yang mampu merekatkan bangsa. Pendidikan Agama diperlukan untuk membangun moral
SIMPULAN DAN SARAN
supaya generasi muda tidak radikal dan tidak
Simpulan
fundamentalis. Bahasa Indonesia merupakan
Berdasarkan semua uraian di atas, hasil
aset nasional yang terbukti telah memper-
penelitian dapat disimpulkan dengan adanya
satukan bangsa. Hal ini senada dengan hasil
temuan-temuan sebagai berikut. Pertama, UN
penelitian yang dilakukan Pandansari (2014)
sebagai pemersatu bangsa. Sebagian besar
menunjukkan bahwa suatu filosofi perikehidupan
responden 62 (79,5%) menyatakan setuju
berbangsa berbasis gender dapat menjadi bahan
bahwa UN menjadi pemersatu bangsa,
pembudayaan nilai persatuan Indonesia yang
sedangkan responden yang menyatakan tidak
tertanam pada Sila ketiga. Di samping itu,
setuju adalah 16 (20,5%).
dikuatkan dengan hasil penelitian Kusumah
Kedua, UN dapat mencerminkan mutu
(2007) yang menunjukkan bahwa nasionalisme
pendidikan secara nasional. Sebagian besar
merupakan produk dari sejarah bangsa sendiri
responden menyatakan bahwa UN dapat
dan kenyataannya membuktikan bahwa bangsa
mencerminkan mutu pendidikan secara nasional
Indonesia memiliki keragaman budaya untuk
adalah 46 (59%), sedangkan responden yang
mendukung persatuan. Hasil penelitian yang
menyatakan tidak adalah 32 (41%).
dilakukan oleh Sudjarwo (2012) juga sangat
Ketiga, Ujian Sekolah dapat mencerminkan
mendukung bahwa nilai-nilai integrasi masya-
mutu pendidikan secara nasional. Sebagian
rakat di masing-masing daerah berbeda-beda.
besar responden menyatakan bahwa Ujian
Hasil penelitian Sutjipto (2013) juga sangat
Sekolah dapat mencerminkan mutu pendidikan
mendukung bahwa norma dan nilai-nilai tidak
secara nasional adalah 49 (62,8%), sedangkan
saja berfungsi sebagai sarana perekat satu sama
responden yang menyatakan tidak adalah 29
lain antarkomunitas, tetapi juga bermanfaat
(37,2%).
untuk peningkatan keterampilan sosial. Oleh
Keempat, Nilai minimal lulus UN. Sebagian
karena itu, ada beberapa komponen yang dapat
besar responden menyatakan bahwa nilai
mendukung terwujudnya karakter pemersatu
minimum lulus UN adalah 6,0 responden
bangsa dalam UN atau pembelajaran, di
terbanyak menyarankan hal ini 33 (42,4%),
antaranya adalah kualitas belajar, perlu adanya
sedangkan responden yang lainnya menya-
bimbingan, dan pendidikan keluarga.
rankan minimal 5,50 ada 14 (17,9%).
Belajar pada hakikatnya “perubahan” yang
Kelima, UN dalam pelaksanaan kurikulum
terjadi di dalam diri seseorang setelah melakukan
2013. Sebagian besar responden menyatakan
aktivitas tertentu (Fathurrohman dan Sutikno,
bahwa UN masih diperlukan dalam pelaksanaan
2009). Bimbingan adalah suatu proses yang
kurikulum 2013 adalah 39 (50%), sedangkan
berkesinambungan bukan kegiatan yang seketika
responden yang menyatakan tidak adalah 27
atau
merupakan
(34,6%), serta rersponden yang menyatakan
serangkaian tahapan kegiatan yang sistematis
diganti dengan model lainnya adalah 12 (15,4%).
kebetulan,
bimbingan
dan berencana yang terarah kepada pencapaian
110
Safari, Ujian Nasional Sebagai Cermin Mutu Pendidikan dan Pemersatu Bangsa
Saran
prinsip yang kuat seperti ini telah ditunjukkan
Berdasarkan hasil penelitian di atas, ada saran
oleh para pahlawan kita, namun saat ini karakter
penting seperti berikut ini. Kepada semua pihak
seperti itu sudah mulai melemah tumbuh dan
pelaku pendidikan di tanah air agar lebih berlaku
berkembang pada diri siswa. Karena setiap kali
jujur dalam menjawab soal-soal UN dan
UN dilaksanakan idealisme, prinsip, dan budaya
memperkecil ketidaklulusan siswa. Dengan dua
malu secara otomatis tersingkir jauh-jauh dari
aspek inilah UN dapat menambah keyakinan
hati para pihak yang terlibat dalam UN. Siswa
masyarakat bahwa UN dapat menjadi cermin
tidak lagi percaya diri, karena itulah ia tidak
mutu pendidikan dan sebagai alat pemersatu
lagi malu untuk mencontek, meminta jawaban
bangsa di tanah air. Jadi, bangsa tetap bersatu,
lewat SMS, serta meminta jawaban kepada
damai, dan sejahtera sesuai dengan amanat
pengawas di ruang ujian. Guru tidak lagi
Undang-undang Dasar 1945. Untuk mendukung
memegang teguh prinsip dan idealismenya, yakni
dua aspek tersebut, seluruh komponen
dengan memberikan kunci jawaban kepada anak,
pendidikan sudah saatnya melaksanakan jiwa
adik, serta kerabatnya saat ujian berlangsung.
nasionalisme yang kuat disertai dengan karakter
Belum lagi kecurangan-kecurangan sistematis
atau prinsip “takut kepada Tuhan dan malu
yang dilakukan oleh pihak sekolah untuk
berbuat tercela” agar pelaksanaan ujian
membantu kelulusan siswanya. Jika para siswa,
nasional tidak dinodai oleh kecurangan-
guru, kepala sekolah, pengawas, serta seluruh
kecurangan dan pelanggaran nilai dan norma.
komponen pendidikan sudah melaksanakan
Budayakanlah prinsip tersebut untuk pe-
esensi dari karakter atau prinsip “takut kepada
laksanaan UN tahun berikutnya dan pelaksanaan
Tuhan dan malu berbuat tercela”, maka setiap
Kurikulum 2013, karena UN dan kesuksesan
ada ujian nasional tidak akan dinodai oleh
pelaksanaan Kurikulum 2013 mencerminkan
kecurangan-kecurangan dan pelanggaran nilai
tingkat keberhasilan proses belajar mengajar di
dan norma, karena UN mencerminkan mutu
seluruh Indonesia dan sebagai tolok ukur sebuah
pendidikan dan sebagai pemersatu bangsa.
sekolah dalam membina siswanya. Karakter atau
PUSTAKA ACUAN Afiati, Y.S. 2006. Urgensi Peran Serta Masyarakat dalam Meningkatkan Mutu pendidikan sebagai Implementasi Konsep School Based Management (Penelitian di MTs Darul Hikmah Pamulang) http://repository.uinjkt.ac.id/ dspace/bitstream/123456789/10038/1/ YUNI%20SASMITA%20AFIATI.pdf. diunduh tanggal 5 Juni 2014. Ahmadi, A. 2009. Psikologi Umum, edisi revisi. Jakarta: Rineka Cipta. Aisyah, S.D. 2010. Representasi Batik sebagai Simbol Budaya Indonesia. http:// library.fikom.unpad.ac.id/digilib/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptunpadfikom-gdlsitidewiai-3585. diunduh tanggal 10 Juni 2014. Azwar, S. 2007. Tes Prestasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-Undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Peraturan Pemerintah No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Seri Analisis Kebijakan Pendidikan. Ujian Nasional: Kajian Komprehensif tentang Bentuk, Fungsi, dan Makna. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan.
111
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 21, Nomor 2, Agustus 2015
Derajat, W. 2005. Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT Gramedia. Djaali & Muljono. 2007. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: PT Grasindo. Djamarah, S. B. 2008. Psikologi Belajar. Edisi Kedua. Jakarta: PT Asdi Mahasatya. Djiwandono, W.E. 2008. Psikologi Pendidikan, edisi revisi. Jakarta: PT Grasindo. Dubois, B., & Ley, M., Krogsrud, K. 2005. Social Work An Empowering Profession. Fifth Edition. Boston: Pearson Education. Fahmi. 2013. Kemampuan Penguasaan Materi Pelajaran Guru SMA/MA Berdasarkan Hasil Ujian Nasional Rendah. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 19(2), hlm. 189-205. Fathurrohman, P., & Sutikno, M. S., 2009. Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami. Jakarta: PT Refika Aditama. Hasan, I. 2009. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: Bumi Aksara. Jaidun, A. 2011. Benchmarking Standar Mutu Pendidikan. Seminar Nasional Hasil Penelititan Penilaian untuk Peningkatan Mutu Pendidikan di Hotel Salak, Bogor. Tanggal 26-27 Desember 2011. Kusumah, S. D. 2007. Pengelolaan Keragaman Budaya “Strategi Adaptasi”. http:// www.parekraf.go.id/userfiles/file/5199_1443-5_KERAGAMANBUDAYA1OKE.pdf diakses 7 Juli 2014. Lembah, G., Tellu, A.T., Juraid, Mahpudz, & Haeruddin. 2010. Analisis Kebijakan Hasil Ujian Nasional SMA/MA untuk Memetakan Tingkat Kompetensi Siswa dan Mutu Penyelenggaraan Pendidikan di Provinsi SulawesiTengah.http://download.portalgaruda.org/ article.php?article=270189&val=6116&title= ANALISIS%20KEBIJAKAN%20 HASIL%20UJIAN%20NASIONAL%20SMA/ MA%20UNTUK%20MEMETAKAN%20TINGKAT%20KOMPETENSI%20SISWA%20DAN%20MUTU%20 PENYELENGGARAAN%20PENDIDIKAN%20DI%20PROVINSI%20SULAWESI%20TENGAH diakses 3 Juli 2014. Linn, R. L. & Gronlund, N. E. 2008. Measurement and Assessment in Teaching, 10th Edition. USA: Prentice Hall. Mulyana, Aina; Hidayat, Soleh; dan Sholih. 2013. Hubungan antara Persepsi, Minat, dan Sikap Siswa dengan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran PKn. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 19(3), hlm. 315-330. Pandansari, D. S. 2014. Pembudayaan Butir Pancasila ke-3 Melalui Filosofi Sarinah sebagai Pemersatu Bangsa Berbasis Gender. https:// books.google.co.id/ books?id= Vfkbaaaqbaj&pg=PA398&1pg=PA398&dq=penelitian+pemersatu bangsa&sour ce=bl&ots=zm US DRSIM&sig=R-QHSgDGrhdBnAh9TmFKS jBWsU&hl=en&sa=X&ved=0CFcQ6AEwCDhGahUKEwipsajL3ofGAhWET7wKHTduACo#v= onepage&q=penelitian%20pemersatu%20bangsa&f=false, diakses 14 November 2014. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Laporan Hasil Ujian Nasional Tahun 2014. Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan, Balitbang. Rohman, A. 2009. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Laksbang Mediatama. Safari. 2008. Penulisan Butir Soal Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Asosiasi Pengawas Sekolah Indonesia (APSI). Sadulloh, U. 2007. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
112
Safari, Ujian Nasional Sebagai Cermin Mutu Pendidikan dan Pemersatu Bangsa
Somantri, S. T. 2007. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT Refika Aditama. Sudjarwo. 2012. Transformasi Nilai-nilai Budaya Transmigran sebagai Alat Pemersatu Bangsa. http://prof-sudjarwo.blogspot.com/2012/12/transformasi-nilai-nilai-budaya.html, diakses 25 Juni 2014. Suprastowo, P. 2013. Kajian tentang Tingkat Ketidakhadiran Guru Sekolah Dasar dan Dampaknya terhadap Siswa. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 19(1), hlm. 31-49. Suryabrata, S. 2008. Alat Ukur Psikologis. Yogyakarta: PT Andi. Sutjipto. 2013. Kurikulum Pendidikan Budaya pada Satuan Pendidikan Rintisan. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 19(4), hlm. 472-486. Yusuf, S., dan Nurihsan, J., 2008. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
113
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 21, Nomor 2, Agustus 2015
114