UJI WHOLE EFFLUENT TOXICITY LIMBAH CAIR INDUSTRI MINUMAN RINGAN (STUDI KASUS: PT COCA-COLA BOTTLING INDONESIA BANDUNG) WHOLE EFFLUENT TOXICITY ASSESSMENT OF SOFT DRINK INDUSTRY WASTEWATER (CASE STUDY: PT COCA-COLA BOTTLING INDONESIA - BANDUNG) Annisa Fabatina1 dan Indah Rachmatiah S.S.2 Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Jl Ganesha 10 Bandung 40132 1
[email protected] dan
[email protected]
Abstrak: Pencemaran air telah menjadi ancaman besar bagi kelangsungan hidup organisme di lingkungan perairan. Sejumlah besar polutan domestik dan industri dilepaskan secara langsung maupun tidak langsung ke badan air yang kemudian berdampak ke komponen biotik dan abiotiknya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi dampak toksisitas akut limbah cair yang dihasilkan PT CCBI, sebuah industri minuman ringan di kawasan kota Bandung. Uji toksisitas akut limbah PT CCBI dilakukan dengan menggunakan hewan uji Daphnia magna berdasarkan prosedur USEPA. Sampel limbah diambil dari outlet tiap unit IPAL yaitu bak penampungan sementara, fat trap, kolam ekualisasi, oxidation ditch dan clarifier. Sampel setiap unit kemudian diencerkan ke dalam berbagai konsentrasi sebelum dipaparkan kepada 20 ekor D. magna selama 96 jam. Dari angka mortalitas yang didapat, nilai LC50 kemudian dihitung menggunakan metode Probit. Hasil pengamatan menunjukkan nilai LC50 berurutan dari yang terendah sampai yang tertinggi diperoleh dari oxidation ditch, clarifier, fat trap, bak penampungan sementara dan kolam ekualisasi dengan nilai masing-masing yaitu 14,251%; 27,439%; 52,482%; 61,053% dan 146,992%. Analisis statistika menggunakan software SPSS yang dilakukan untuk melihat korelasi antara nilai toksisitas dan parameter kualitas limbah menunjukkan bahwa TSS memiliki korelasi yang paling signifikan dengan nilai toksisitas akut unit. Kata kunci: Daphnia magna, industri minuman ringan, IPAL, LC50, toksisitas akut
Abstract: Water pollution has become a major threat to the existence of living organisms in aquatic environment. A huge quantity of pollutants in the form of domestic and industrial effluents is discharged directly or indirectly into the water bodies, which has severe impacts on its biotic and abiotic component. The purpose of this study was to evaluate the acute toxicity effects of wastewater generated by PT CCBI, a soft drink industry in Bandung. The acute toxicity test of PT CCBI wastewater was assessed using Daphnia magna according to the USEPA procedures. Samples were taken from the outlet of each WWTP’s unit, which are temporary holding tank, fat trap, equalization basin, oxidation ditch and clarifier. Samples of each unit were then diluted into various concentrations and exposed to 20 D. magna for 96 hours. D. magna mortality responses were used to calculate the LC50 values using Probit method. The results showed LC50 values from the lowest to highest one sequentially obtained from the oxidation ditch, clarifier, fat trap, temporary holding tank and equalization basin were 14.251%, 27.439%, 52.482%, 61.053% and 146.992%. Statistical analysis performed using SPSS software to saw correlation between toxicity and effluent quality parameters indicated that TSS has a significant correlation with acute toxicity unit value. Key words: Acute toxicity, Daphnia magna, LC50, soft drink industry, WWTP
EH-1
PENDAHULUAN Pelepasan limbah industri ke suatu badan air dapat mengakibatkan efek buruk terhadap badan air tersebut, meskipun konsentrasi zat kimia di dalam limbah tersebut telah memenuhi baku mutu (Kim et al., 2008). Pengukuran efek ekologi dari zat kimia toksik dalam limbah cair hanya berdasarkan analisa karakteristik fisika-kimia merupakan hal yang sulit (Wolska et al., 2007). Untuk mengukur kelayakan kondisi lingkungan untuk kehidupan akuatik, dapat digunakan uji toksisitas (Metcalf & Eddy, 2004). Uji toksisitas merupakan parameter penting dalam pemantauan kualitas limbah cair karena dapat menyediakan respon lengkap dari organisme uji terhadap seluruh senyawa yang ada di dalam limbah tersebut (Movahedian, 2005). Whole effluent toxicity (WET) didefinisikan sebagai efek berbahaya atau toksisitas bagi populasi organisme perairan yang disebabkan paparan efluen. Toksisitas ini dapat diuji di laboratorium dengan memaparkan efluen kepada organisme dengan uji WET. Uji WET digunakan untuk mengukur efek kombinasi dari seluruh senyawa di dalam efluen (SETAC, 2004). Jika dibandingkan dengan analisa kimia saja, metode WET memiliki kelebihan yaitu dapat mengukur efek biologi dari zat kimia di dalam limbah cair (Yi et al., 2009). Ra et al. (2007) menemukan bahwa meskipun efluen yang dilepaskan suatu IPAL telah memenuhi baku mutu efluen yang berlaku, melalui uji WET masih ditemukannya toksisitas biologi. PT Coca-Cola Bottling Indonesia (CCBI) Bandung adalah industri minuman ringan yang memproduksi, menjual dan mendistribusikan berbagai minuman non alkohol dalam kemasan, seperti minuman ringan, jus, teh, minuman isotonik, air minum dan lain-lain di Indonesia. Material yang digunakan di dalam industri ini terdiri atas material bahan baku seperti air, konsentrat (beverage base), gula sukrosa dan CO2 serta material tambahan yang digunakan untuk pengolahan air, pembersihan botol dan sanitasi peralatan produksi seperti soda kaustik cair, asam fosfat, PAC (poly aluminium chloride), kaporit, SMBS (sodium metabisulfit), EDTA (ethylenediaminetetraacetic acid), asam sitrat dan STPP (sodium tripoliphosphat). Limbah cair yang diolah di IPAL berasal dari proses pembuatan sirup dan minuman, pengisian botol, pencucian botol kaca, pengolahan air, kegiatan pembersihan alat, ceceran bahan baku, produk gagal dan peralatan keselamatan (body/eyes shower). Tujuan dari penelitian ini adalah mengukur tingkat toksisitas akut limbah cair PT CCBI Bandung. Limbah PT CCBI Bandung dipilih sebagai objek penelitian karena adanya kemungkinan dampak toksisitas yang timbul akibat proses produksi maupun sanitasi di dalam pabrik. Selain itu, debit limbah cair yang dilepaskan ke Sungai Cimande pun cukup besar, selama bulan Januari hingga Juni 2013 debit limbah cair berkisar antara 19.475.000 L/bulan hingga 37.930.000 L/bulan. Debit limbah cair yang cukup besar ini diperkirakan berkontribusi terhadap perubahan kualitas sungai penerima.
METODOLOGI Pengambilan sampel Sampel limbah cair diambil dari outlet lima unit IPAL PT CCBI Bandung dengan metode grab sample pada bulan Juni 2013. Unit pengolahan yang terdapat di IPAL ini terdiri atas bak penampungan sementara, fat trap, kolam ekualisasi, oxidation ditch dan clarifier (Gambar 1). Sampel dimasukkan ke dalam botol plastik atau kaca serta diberi bahan pengawet sesuai peruntukan, kemudian ditempatkan dalam kotak pendingin dan dibawa ke Laboratorium Kualitas
EH-2
Air - Teknik Lingkungan ITB untuk pengukuran kualitas dan Laboratorium Higiene Industri dan Toksikologi - Teknik Lingkungan ITB untuk uji toksisitas. Limbah cair
Bak penampungan sementara
Kolam ekualisasi
Fat trap
Oxidation ditch
Clarifier
Sungai Cimande
Gambar 1 Diagram alir IPAL PT CCBI Bandung Aklimatisasi Daphnia magna Studi uji WET dilakukan menggunakan Daphnia magna yang diperoleh dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Bandung. D. magna merupakan salah satu spesies yang paling umum digunakan dalam uji regulasi perairan (USEPA, 2002; Baun, 2008) karena D. magna merupakan bioindikator (Altindag et al., 2008), sensitif terhadap kontaminan perairan, memiliki siklus hidup yang relatif pendek, mudah untuk dikultur dan perannya sebagai organisme penting dalam banyak rantai makanan perairan (Protection Directorate, 1990). Sebelum digunakan untuk pengujian, D. magna diaklimatisasi terlebih dahulu agar dapat beradaptasi dengan kondisi Laboratorium Higiene Industri dan Toksikologi - Teknik Lingkungan ITB. Aklimatisasi sekaligus pembudidayaan organisme uji di laboratorium dilakukan dengan menempatkan ke dalam akuarium kaca (USEPA, 2002; Blaise dan Férard, 2005) berukuran 30 cm x 30 cm x 30 cm yang telah diisi air mineral dan diberi pakan berupa ragi (yeast) dua hari sekali. Air mineral telah digunakan secara luas sebagai media kultur dan uji karena kemudahan dalam persiapan (USEPA, 2002). Aklimatisasi D. magna dianggap cukup jika lebih dari 80% populasi bertahan hidup. Pengukuran kualitas limbah Pengolahan limbah cair PT CCBI Bandung mengacu pada baku mutu efluen yaitu Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat no. 6 tahun 1999 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri di Jawa Barat. Sesuai dengan baku mutu tersebut dilakukan pengukuran parameter yang disyaratkan bagi limbah cair industri minuman ringan dengan pencucian botol dan pembuatan sirop yaitu pH, BOD5, TSS, minyak dan lemak. Pengukuran pH dilakukan secara langsung di tempat saat pengambilan sampel dengan menggunakan pH portable, sedangkan pengukuran BOD, TSS, minyak dan lemak dilakukan di Laboratorium
EH-3
Kualitas Air - Teknik Lingkungan ITB. Pengukuran nilai COD juga dilakukan untuk mengukur jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air sehingga dapat menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada. Metode pengukuran parameter mengacu pada standar yang diterbitkan Badan Standardisasi Nasional yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI) seperti yang tertera pada Tabel 1 . Tabel 1 Standar dan metode pengukuran parameter kualitas air limbah No. 1 2 3 4 5
Parameter pH BOD5 TSS Minyak dan lemak COD
Standar SNI 06-6989.11-2004 SNI 6989.72:2009 SNI 06-6989.3-2004 SNI 06-6989.10-2004 SNI 6989.73:2009
Metode pH meter Winkler Gravimetri Gravimetri Refluks tertutup secara titrimetri
Uji toksisitas Metode uji toksisitas akut pada penelitian ini merujuk pada metode USEPA (2002). Organisme uji yang digunakan adalah D. magna yang berumur ≤ 24 jam (Gambar 2). Uji toksisitas dalam studi ini terdiri atas 2 tahap, yaitu uji range-finding dan uji definitif.
Gambar 2 Daphnia magna yang baru lahir (Sumber: Ebert, 2005) Dalam uji range-finding, lima ekor D. magna dipaparkan terhadap lima variasi konsentrasi limbah selama 24 jam dengan dua replika (USEPA, 2002). Sebagai kontrol digunakan air yang digunakan sebagai media kultur, yaitu air mineral. Variasi konsentrasi pada uji range-finding dilakukan dengan menggunakan faktor pengenceran 0,3 (Blaise dan Férard, 2005). Dari uji range-finding akan diperoleh kisaran konsentrasi yang lebih sempit untuk uji definitif. Ringkasan kondisi uji definitif tertera pada Tabel 2. Pengamatan angka mortalitas dan parameter fisika (pH, DO, salinitas dan konduktivitas) baik pada uji range-finding maupun uji definitif dilakukan setiap 24 jam (Cooman et al., 2005). Angka mortalitas yang diperoleh dari uji definitif akan dikalkulasikan menjadi nilai LC50 96 jam menggunakan Metode Probit (USEPA, 2002). Untuk mempermudah interpretasi data, nilai LC50 dikonversi menjadi nilai toksisitas akut unit (ATU) menggunakan persamaan di bawah ini (Movahedian et al., 2005; Yi et al., 2009). ATU=100/LC50
EH-4
Tabel 2 Ringkasan kondisi uji definitif 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jenis uji Durasi uji Volume larutan uji Umur organisme uji Jumlah organisme per wadah uji Jumlah replika per konsentrasi Jumlah organisme per konsentrasi Jumlah konsentrasi uji Angka pengenceran Kriteria validitas uji
Static non-renewal 96 h 25 ml ≤ 24-h old 5 4 20 5 dan sebuah kontrol ≥ 0,5 90% atau lebih hidup di kontrol
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran kualitas limbah cair PT CCBI Bandung serta baku mutu yang berlaku dapat dilihat pada Tabel 3. Sampel bak penampungan sementara diasumsikan sebagai influen, limbah cair yang dihasilkan pabrik, karena tidak terjadi proses apapun di unit ini. BOD5 dan TSS sampel oxidation ditch mengalami kenaikan yang signifikan dari unit sebelumnya, hal ini dapat terjadi karena proses pengolahan biologi yang menggunakan lumpur aktif di unit oxidation ditch. Kadar minyak dan lemak pada sampel fat trap lebih tinggi daripada sampel influen, padahal fungsi fat trap adalah menyisihkan minyak dan lemak. Ini menunjukkan unit fat trap tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Sampel yang dibandingkan dengan baku mutu hanya sampel clarifier karena efluen dari unit tersebut merupakan hasil akhir IPAL yang akan dilepaskan ke sungai. Dapat dilihat bahwa TSS sampel clarifier melebihi beban pencemaran maksimum yang diperbolehkan, sedangkan parameter lainnya memenuhi. Tabel 3 Kualitas sampel limbah cair PT CCBI Bandung
Sampel Influen Fat trap Kolam ekualisasi Oxidation ditch Clarifier Baku mutu
BOD5 (mg/L) 810,8 571,3 645 80,0 60,8 175
Parameter Minyak & lemak pH (mg/L) 7,667 11,9 25,333 10,7 7,667 10,7 33,000 8,4 13,200 8,5 21 6-9
TSS (mg/L) 452 610 554 4138 350 105
COD (mg/L) 9090,912 10303,034 7272,729 121,2122 115,151 -
Angka mortalitas yang merupakan hasil dari uji definitif 96 jam tertera pada Tabel 4. Pada prinsipnya, variasi konsentrasi larutan yang digunakan pada uji definitif untuk setiap unit adalah sama. Hasil uji definitif ini dapat dikatakan valid karena jumlah organisme yang hidup di kontrol mencapai ≥90%. Angka mortalitas pada sampel influen, fat trap dan bak ekualisasi memiliki kecenderungan berbanding lurus dengan kenaikan konsentrasi larutan, sedangkan angka mortalitas pada sampel oxidation ditch dan clarifier berbanding terbalik dengan kenaikan konsentrasi larutan (Gambar 3). Angka mortalitas yang berbanding terbalik ini mungkin disebabkan pH pada sampel oxidation ditch dan clarifier yang sesuai dengan kualitas air habitat
EH-5
D. magna yang berkisar antara pH 6,5-9,5 (Clare, 2002; Ebert, 2005), serta kadar COD yang rendah dibandingkan sampel tiga unit sebelumnya. Tabel 4 Angka mortalitas D. magna setelah 96 jam Konsentrasi larutan (%) 78,60 61,78 48,56 38,17 30,00 0
Jumlah organisme pada tiap konsentrasi 20 20 20 20 20 20
Angka mortalitas setelah 96 jam Influen
Fat trap
Kolam ekualisasi
Oxidation ditch
Clarifier
14 8 12 7 5 2
18 14 8 4 0 0
7 4 2 1 3 0
0 1 2 3 3 0
5 3 3 9 10 0
Nilai LC50 dan 95% confidence limit yang dikalkulasi menggunakan metode Probit serta nilai ATU ditunjukkan pada Tabel 4. Jika diurutkan dari nilai LC50 terkecil, maka urutannya adalah oxidation ditch, clarifier, fat trap, influen dan kolam ekualisasi. Nilai LC50 lebih besar sama dengan 100 mengindikasikan sampel tersebut tidak toksik. Dalam uji ini ditemukan bahwa sampel kolam ekualisasi tidak toksik. Sampel oxidation ditch dan clarifier memiliki nilai LC50 kurang dari 100, padahal angka mortalitasnya lebih kecil daripada ketiga unit sebelumnya. Efluen dari clarifier diharapkan lebih tidak toksik dibandingkan unit-unit sebelumnya karena clarifier adalah unit yang terakhir dan efluennya akan dilepaskan ke Sungai Cimande.
Gambar 3 Grafik konsentrasi larutan terhadap mortalitas Semakin sempit kisaran lower 95% confidence limit dan upper 95% confidence limit maka semakin baik. Nilai 95% confidence limit yang paling sempit adalah pada LC50 fat trap. Nilai ATU kurang dari 1 menunjukkan sampel tersebut tidak toksik. Nilai ATU mempermudah interpretasi data, semakin besar ATU maka semakin toksik.
EH-6
Tabel 5 Nilai LC50 96 jam, 95% confidence limit dan ATU IPAL PT CCBI Bandung LC50 Influen Fat trap Kolam ekualisasi Oxidation ditch Clarifier
61,053 52,482 146,992 14,251 27,439
95% confidence limit Lower Upper 41,629 124,394 47,774 57,986 83,288 180,467 25,437 0,000 37,824 2,328
ATU 1,637921 1,905415 0,680309 7,017051 3,644448
Ditemukannya pola yang tidak biasa pada mortalitas sampel oxidation ditch dan clarifier (angka mortalitas berbanding terbalik dengan konsentrasi larutan) serta LC50 yang lebih rendah daripada influen dan fat trap (padahal angka mortalitas lebih rendah), maka dilakukan analisa lebih lanjut terhadap nilai LC. Dengan metode Probit, dapat dihitung pula nilai LC1 hingga LC99. Beberapa nilai LC setiap unit ditunjukkan pada Tabel 6. Semakin kecil nilai LC maka semakin toksik. Tabel 6 Perkiraan nilai LC sampel lima unit IPAL PT CCBI Bandung Influen Fat trap Kolam ekualisasi Oxidation ditch Clarifier
LC1 8,501 26,016 11,116 102,294 305,485
LC10 20,605 35,654 35,443 42,212 103,507
LC50 61,053 52,482 146,992 14,251 27,439
LC90 180,897 77,252 609,613 4,811 7,274
LC99 438,493 105,871 1943,675 1,985 2,465
Lethal concentration atau LC adalah konsentrasi unsur yang diperkirakan menyebabkan kematian organisme uji dalam jumlah tertentu pada periode waktu tertentu, misal LC50-96 jam (Standard Methods, 1995). Semakin kecil nilai LC maka semakin toksik. Seharusnya, jika konsentrasi paparan semakin tinggi maka mortalitas semakin tinggi, misalnya konsentrasi paparan LC99 > konsentrasi paparan LC90 > konsentrasi paparan LC50 > konsentrasi paparan LC10 > konsentrasi paparan LC1. Gambar 4 menggambarkan hubungan antara mortalitas (LC1 berarti 1% kematian, LC10 berarti 10% kematian, dst) dengan konsentrasi paparan yang diperkirakan. Terlihat bahwa kurva sampel oxidation ditch dan clarifier berbeda dengan tiga unit pertama di mana konsentrasi LC99 < konsentrasi LC90 < konsentrasi LC50 < konsentrasi LC10 < konsentrasi LC1. Ini menunjukkan semakin besar konsentrasi paparan maka angka mortalitas semakin kecil. Hal ini dapat terjadi karena adanya penambahan fosfat dan nitrogen di unit oxidation ditch untuk mendukung keberjalanan proses pengolahan biologi dengan lumpur aktif. Fosfat dan nitrogen merupakan makanan bagi fitoplankton. Ini terbukti dengan kadar fosfat pada oxidation ditch dan clarifier yang lebih tinggi dibandingkan unit-unit lainnya, sebesar 2,54 mg/L dan 1,70 mg/L. Bakteri yang merupakan fitoplankton (Lindsey & Scott, 2010) adalah makanan bagi D. magna yang termasuk zooplankton (Koivisto, 1995). D. magna memangsa organisme yang sangat kecil seperti bakteri, algae dan yeast (Cambridge, 2013). Dengan demikian, kejadian semakin besar konsentrasi paparan dan semakin kecil angka mortalitas diperkirakan terjadi karena D. magna memperoleh lebih banyak makanan dari sampel limbah oxidation ditch. Efluen clarifier menunjukkan kecenderungan LC yang sama dengan oxidation ditch mungkin dikarenakan masih terdapat makanan yang tersisa dari oxidation ditch.
EH-7
Gambar 4 Grafik lethal concentration terhadap konsentrasi larutan Analisa secara statistik terhadap ATU dan kualitas limbah cair dilakukan untuk melihat korelasi di antara keduanya. Pada Tabel 7, dapat dilihat nilai Pearson correlation yang menggambarkan hubungan antara kedua variabel, serta nilai Sig. (2-tailed) yang menunjukkan signifikansi korelasi statistik antara kedua variabel. Nilai Pearson correlation yang bernilai positif, seperti korelasi antara ATU dengan minyak dan lemak, pH, serta TSS, menunjukkan hubungan yang berbanding lurus. Toksisitas berbanding lurus dengan kenaikan minyak dan lemak, pH, serta TSS. Sedangkan Pearson correlation yang bernilai negatif, pada korelasi antara ATU dengan BOD5 maupun COD, menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik. Toksisitas berbanding terbalik dengan kenaikan BOD5, begitu pula dengan kenaikan COD. Tabel 7 Korelasi antara ATU dengan kualitas air
ATU
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
BOD5 -,807 ,099 5
Minyak & lemak ,663 ,223 5
pH ,769 ,128 5
TSS ,883 ,047 5
COD -,796 ,107 5
Nilai Sig. (2-tailed) lebih kecil sama dengan 0,05 menunjukkan korelasi statistik yang signifikan antara kedua variabel, kenaikan atau penurunan pada satu variabel akan berpengaruh signifikan terhadap kenaikan atau penurunan variabel kedua. Jika lebih besar dari 0,05 maka tidak ada korelasi statistik yang signifikan antara kedua variabel, kenaikan atau penurunan pada
EH-8
satu variabel tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kenaikan atau penurunan variabel kedua. Dapat dilihat bahwa TSS yang memiliki korelasi yang paling signifikan dengan ATU.
KESIMPULAN Hasil uji toksisitas akut limbah cair PT CCBI Bandung menggunakan Daphnia magna menunjukkan bahwa empat dari lima unit pengolahan bersifat toksik, ditunjukkan dengan nilai LC50 kurang dari 100%. Influen IPAL ternyata memiliki nilai LC50 yang lebih kecil dari 100%. Ini menunjukkan bahwa meskipun PT CCBI adalah industri minuman ringan, limbah cairnya dapat menyebabkan efek toksisitas bagi lingkungan perairan jika tidak diolah. Terdapat pola LC yang tidak biasa pada sampel unit oxidation ditch dan clarifier di mana angka mortalitas semakin kecil seiring dengan kenaikan konsentrasi larutan. Berdasarkan pengukuran kualitas limbah cair PT CCBI Bandung, ditemukan bahwa TSS sampel clarifier belum memenuhi baku mutu. Selain itu, hasil analisis statistika antara ATU dengan parameter kualitas limbah cair menunjukkan bahwa TSS yang memiliki korelasi paling signifikan. Oleh karena itu, dibutuhkan peningkatan kinerja clarifier agar efluennya memenuhi baku mutu, serta mengurangi dampak toksisitas akibat TSS. Dalam penelitian ini, hanya toksisitas akut limbah dengan metode grab sample yang dinilai. Untuk penilaian yang lebih baik, toksisitas limbah harus dipantau selama periode jangka panjang karena pengambilan sampel tunggal dalam jangka pendek mungkin tidak cukup menggambarkan karena kemungkinan adanya variabilitas toksisitas.
DAFTAR PUSTAKA Altindag, Ahmet, Mehmet Borga Ergonul, Sibel Yigit, Ozge Baykan. (2008). The Acute Toxicity of Lead Nitrate on Daphnia magna Straus. African Journal of Biotechnology, 7(23):4298-4300 Baun A., Sørensen S.N., Rasmussen R.F., Hartmann N.B., Koch C.B. (2008). Toxicity and Bioaccumulation of Xenobiotic Organic Compounds in the Presence of Aqueous Suspensions of Aggregates of nano-C-60. Aquatic toxicology (Amsterdam, Netherlands) 86:379–387. Blaise, Christian, Jean-François Férard. 2005. Small-scale Freshwater Toxicity Investigations: Volume 1 – Toxicity Test Methods. Springer. Netherlands. Cambridge, University of. About Daphnia. (2013). Department of Pharmacology. Diakses tanggal 31 Juli 2013 dari http://www.phar.cam.ac.uk/outreach/aboutdaphnia. Clare, John P. 2002. Daphnia: An Aquarist's Guide. Diakses tanggal 14 Juni 2013 dari http://www.caudata.org/daphnia/ Cooman, K., P. Debels, M. Gajardo, R. Urrutia, R. Barra. (2005). Use of Daphnia spp. for the Ecotoxicological Assessment of Water Quality in an Agricultural Watershed in SouthCentral Chile. Archives of Environmental Contamination and Toxicology, 48:191–200 Ebert, Dieter. Ecology, Epidemiology, and Evolution of Parasitism in Daphnia [Internet]. Bethesda (MD): National Center for Biotechnology Information (US). (2005). Chapter 2, Introduction to Daphnia Biology. Diakses tanggal 20 Maret 2013 dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK2042/ EH-9
Kim E, Jun Y.R., Jo H.J., Shim SB, Jung J. (2008). Toxicity Identification in Metal Plating Effluent: Implications in Establishing Effluent Discharge Limits Using Bioassays in Korea. Marine Pollution Bulletin, 57:637–644 Koivisto, S. (1995). Is Daphnia magna an ecologically representative zooplankton species in toxicity tests?. Environmental Pollution, 90(2):263-7 Lindsey, R., & Scott, M. (n.d.). What are Phytoplankton?. NASA Earth Observatory: Home. Diakses tanggal 31 Juli 2013 dari http://earthobservatory.nasa.gov/Features/Phytoplankton/ Movahedian, H., B. Bina, G.H. Asghari. (2005). Toxicity Evaluation of Wastewater Treatment Plant Effluents Using Daphnia magna. Iranian Journal of Environmental Health Science & Engineering, 2(2):1-4 Protection Directorate., C. E. (1990). Biological Test Method. Ottawa, Ont. Canada: Environment Canada. Ra, Jin Sung, Hyun Koo Kim, Nam Ik Chang, Sang Don Kim. (2007). Whole Effluent Toxicity (WET) Tests on Wastewater Treatment Plants with Daphnia magna and Selenastrum capricornutum. Environmental Monitoring and Assessment, 129(1-3):107-113 Society of Environmental Toxicology and Chemistry. (2004). Technical Issue Paper: Whole Effluent Toxicity Testing. Pensacola FL, USA: SETAC. 4 p. U.S. Environmental Protection Agency. (2002). Methods for Measuring the Acute Toxicity of Effluents and Receiving Waters to Freshwater and Marine Organisms, 5th ed. EPA/821/R-02/012. Final Report. Office of Water, Washington DC. Wolska, L., Sagajdakow A., Kuczynska A., Namiesnik J. (2007). Application of Ecotoxicological Studies in Integrated Environmental Monitoring: Possibilities and Problems. Trac-Trends in Analytical Chemistry, 26:332–344 Yi, Xianliang, Eunhee Kim, Hun-Je Jo, Daniel Schlenk, Jinho Jung. (2009). A Toxicity Monitoring Study on Identification and Reduction of Toxicants from a Wastewater Treatment Plant. Ecotoxicology and Environmental Safety, 72:1919–1924
EH-10