Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Uji Multilokasi Galur Harapan Padi Gogo Anis Fahri, Yunizar dan Ali Jamil
Balai Pengkajian Teknlogi Pertanian Riau Jl. Kaharuddin Nasution 346, km 10. Pekanbaru. Telp. 0761-674206 Email :
[email protected]
Abstrak Uji multilokasi galur harapan padi gogo dilaksanakan pada lahan kering di Kecamatan Pranap, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau, pada bulan November 2009 sampai Maret 2010. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan galur harapan padi gogo yang berdaya hasil tinggi dan mempunyai daya adaptasi yang baik. Rancangan penelitian menggunakan Acak Kelompok dengan sepuluh galur harapan dengan empat ulangan dan luas plot adalah 20 m 2 (4m x 5m). Galur harapan padi gogo yang diuji adalah : 1). B11577E – MR – B-12-1. 2) B10580E-KN-28-1-1. 3) B11580E-KN-TB-17-1-1. 4) TB368B-25-MR-2. 5) B11576F-MR-18-2. 6) B11592E-MR-12-4-3-1. 7) B12644F-MR-1. 8) B113F-TB26. 9) Situ Patenggang. 10) Limboto. Parameter yang diamati adalah pertumbuhan vegetatif dan komponen hasil padi serta data agro-klimat. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa tidak berbeda nyata antara galur diuji pada parameter umur tanaman berbunga, umur panen, bobot 1000 butir dan hasil gabah kering panen. Hasil gabah kering panen tertinggi pada galur 8) B113F-TB-26 sebanyak 4,5 ton. Kata kunci : Uii multilokasi, galur harapan, padi gogo dan lahan kering
Kabupaten Indragiri Hilir, Siak, dan Rokan Hilir (BPS Riau, 2007). Selain dari pada itu, rendahnya intensitas pertanaman padi di Provinsi Riau yang hingga saat ini masih pada rata-rata indek pertanaman (IP) 100 (1 x bertanam dalam setahun) merupakan salah satu penyebab rendahnya produksi beras di daerah ini. Sehingga sejak tahun 2007, Pemerintah Provinsi Riau telah mencanangkan satu program besar untuk mendukung program ketahanan pangan khususnya ketersediaan beras dalam rangka swasembada beras tahun 2013 di Provinsi Riau yang disebut dengan Operasi Pangan Riau Makmur (OPRM). Selain padi sawah irigasi, di Provinsi Riau juga dibudidayakan padi gogo yang tersebar hampir di seluruh Kabupaten dengan persentase terluas terdapat di Kabupaten Indragiri Hulu. Kabupaten Indragiri Hulu ini memiliki luas wilayah seluas 19.760 ha yang didominasi oleh usahatani tanaman pangan,
Pendahuluan Provinsi Riau merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang memiliki tingkat/ laju pertumbuhan penduduk sekitar 5%/ tahun yang disebabkan oleh tingginya migrasi penduduk khususnya dari Provinsi Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan daerah lainnya. Dengan laju pertumbuhan penduduk seperti tersebut di atas, menuntut harus tersedianya pangan khususnya beras untuk kebutuhan lokal yang sampai saat ini sekitar 50% kebutuhan beras untuk penduduk Provinsi Riau masih didatangkan dari luar Provinsi. Di sisi lain, luas lahan pertanian maupun tingkat produktivitas lahan sawah di Provinsi Riau masih tergolong rendah yaitu sekitar 3,3 t/ha dengan luas baku sawah irigasi sekitar 276.533 ha lebih kecil bila dibandingkan dengan luas lahan sawah tadah hujan (7.859.364 ha) maupun lahan rawa pasang surut sekitar 900.000 ha yang tersebar di 156
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
hortikultura, maupun perkebunan berada pada lahan kering. Sebagian besar daerah tersebut mempunyai kondisi tanah yang subur, karena berada pada wilayah/daerah pengaliran sungai Indragiri. Potensi lahan untuk pengembangan padi gogo khususnya di Kabupaten Indragiri Hulu ini terdapat di Kecamatan Rengat. Bagi petani yang tidak memiliki lahan sawah atau lahan sawahnya terbatas maka lahan kering yang dimilikinya akan diusahakan padi gogo. Lahan yang banyak ditanamai padi gogo adalah lahan datar dibantaran pinggir sungai. Areal ini biasanya lebih subur dan bila terjadi kekeringan masih mungkin menyedot air dari sungai untuk pengairan. Areal dengan kemiringan diatas 15 % sebaiknya diutamakan untuk vegetasi yang bersifat permanen (Sukmana et al., 1990). Hasil padi gogo dari satu kesatuan pola tanam berbasis padi gogo (tumpang sari) dapat mencapai 3,8 tha-1 GKG (Toha dan Hawkins, 1990), sedangkan dari pertanaman padi gogo monokultur dapat dihasilkan 5,0 tha-1 GKG (Toha dkk., 2005). Namun, di sisi lain bahwa kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan padi gogo adalah belum tersedianya varietas unggul baru yang tahan terhadap blas dan keracunan Al untuk dikembangkan ke masyarakat terutama untuk mendukung program P2BN dan OPRM di Provinsi Riau ini. Salah satu upaya peningkatan produksi padi baik padi sawah irigasi maupun padi gogo dapat dilakukan dengan menggunakan varietas unggul. Masih terbatasnya informasi varietas unggul baru padi sawah irigasi dan padi gogo spesifik lokasi yang adaptif di Provinsi Riau ini juga menjadi salah satu kendala dalam peningkatan produksi padi di
daerah ini yang akhirnya akan bermuara kepada sumbangan produksi beras dalam skala nasional. Oleh karena itu, dalam rangka mendukung program peningkatan produksi beras nasional (P2BN) dan juga OPRM khususnya di Provinsi Riau dan atas dasar kondisi di atas, maka perlu dilakukan pengkajian ataupun uji multilokasi maupun adaptasi berbagai varietas unggul baru padi gogo yang adaptif dan spesifik lokasi. Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi keragaan berbagai galur harapan padi gogo yang berdaya hasil tinggi spesifik lokasi di Provinsi Riau.
Bahan dan Metode Uji multi lokasi galur harapan padi gogo dilaksanakan pada sentra produksi tanaman pangan lahan kering di Kecamatan Pranap Kabupaten Indragiri Hulu pada bulan November 2009 – Maret 2010. Penelitian ini dilaksanakan menggunakan rancangan acak kelompok dengan 10 perlakuan (8 galur dengan 2 varietas pembanding) diulang sebanyak 4 kali. Luas plot adalah 20 m2 (4m x 5m). Tanah diolah/digemburkan ada kondisi kering sedalam 15 - 20 cm untuk mencegah terjadinya aliran permukaan yang berpotensi menimbulkan erosi. Pembenaman bahan ame -liorasi ketanah, seperti kapur, batuan fosfat atau bahan organik, bila diperlukan sewaktu pengolahan tanah. Pembuatan saluran drainase antar petak percobaan selebar 40 cm, dan antar ulangan selebar 60 cm dengan kedalaman yang cukup agar kelebihan air hujan cepat terbuang. Penanaman dilakukan secara tugal 3 - 5 benih sehat perlubang, ditugal pada jarak tanaman antar baris 30 cm, dan jarak di dalam barisan/larian 15 cm. Jarak antar petak percobaan 40 cm, dan arak antar ulangan 60 cm. Pupuk N sebanyak 225 157
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
kg urea/ha atau berdasar bagan warna daun (BWD) diberikan diberi 3 tahap, 50 kg/ha urea diberikan pada saat tanaman berumur 10 hari setelah tumbuh, sedangkan sisanya pada saat primordia (± 40 hari setelah tumbuh). Penggunaan pupuk berimbang. Pupuk P diberikan dengan dosis 100–150 kg SP-36/ ha. Pupuk K diberikan pada dosis 100 kg KCl/ ha, tergantung ketersediaan hara K di tanah (Widjaya Adhi, et al. 1992). Gulma yang tumbuh diareal pertanaman padi gogo umumnya dari jenis rumput , teki dan berdun lebar. Pengendaliannya dilakukan intensif secara mekanis, kimiawi (aplikasi herbisida). Pengendalian hama dan penyakit dilakukan intensif berpedoman pada Pengendalian Hama Terpadu. Penyakit blas (Pyricularia oryzae) merupakan penyakit utama padi gogo. Patogen blas banyak mempunyai ras yang penyebarannya bereda antarlokasi dan musim tanam. Ketahanan suatu varietas terhadap ras blas berbeda. Infeksi patogen dan perkembangan blas dipengaruhi oleh lingkungan, terutama kelembaban dan kesuburan tanah. Penanaman varietas tahan merupakan cara pengendalian yang praktis dan efisien. Penanaman di awal musi hujan dapat menekan perkembangan penyakit blas, terutama blas daun. Hama lalat bibit (Atherigona exiqua stein) dapat dikendalikan dengan cara perlakuan benih (seed treatment), yaitu mencampur benih dengan insektisida Karbosulfan atau karbofuran sebelum tanam. Pengendalian hama tikus, walang sangit dan belalang dilakukan secara serempak. Data yang diamati adalah Agroklimat (curah hujan, jumlah hari hujan, suhu maksimum, suhu minimum), pertumbuhan vegetatif dan komponen hasil (tinggi tanaman; jumlah anakan produktif; jumlah malai per m2; umur berbunga 50%; umur
panen (masak 80%); jumlah gabah per malai; bobot 1000 butir pada kadar air 14%; hasil gabah kering per plot). Data yang telah dikumpulkan dianalisis secara statistik menggunakan SAS program atau program lainnya yang sesuai dan ANOVA digunakan untuk menguji pengaruh perlakuan dan dilanjutkan dengan uji beda rata-rata menggunakan uji jarak berganda menurut Duncan (DNMRT) (Steel dan Torrie, 1980) dan Gomez dan Gomez (1983).
Hasil dan Pembahasan Hasil pengamatan terhadap rata - rata tinggi tanaman dan jumlah anakan dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1, bahwa tinggi tanaman tertinggi didapatkan pada galur 5 (B11576F-MR-18-2) yaitu 150,10 cm bila dibandingkan dengan varietas pembanding Situ Patenggang (128,15 cm) dan Limboto (121,95 cm), namun berdasar analisa statistik tidak berbeda nyata. Pertumbuhan tinggi tanaman yang paling rendah adalah galur 7) B12644F-MR-1 ( 113,90 cm) dan galur 2) B10580E-KN-28-1-1 (118,93 cm). Jumlah anakan produktif terbanyak adalah pada galur 4 (TB368B-25-MR-2) yaitu 11,35 namun berdasar analisa statistik tidak berbeda nyata terhadap varietas pembanding situ Patenggang dan Limboto. Hasil pengamatan rata-rata umur berbunga, jumlah gabah permalai dan panjang malai dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2. dapat dilihat rataan umur tanaman berbunga menunjukkan perbedaan tidak nyata antara galur yang diuji. Galur 6) B11592E-MR-12-4-3-1 memiliki umur berbunga paling rendah yakni 77,50 hari setelah tanam. 158
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Tabel 1. Rataan Tinggi Tanaman (cm) dan jumlah anakan. Uji MultiLokasi Galur Harapan Padi Gogo, Pranap MH 2009 Galur/Varietas
Tinggi Tanaman (cm)
1. B11577E – MR – B-12-1 2. B10580E-KN-28-1-1 3. B11580E-KN-TB-17-1-1 4. TB368B-25-MR-2 5. B11576F-MR-18-2 6. B11592E-MR-12-4-3-1 7. B12644F-MR-1 8. B113F-TB-26 9. Situ Patenggang 10. Limboto
Jumlah anakan
123,75 bc 118,93 c 142,35 ab 127,40 bc 150,10 a 135,65 abc 113,90 c 138,15 abc 128,15 abc 121,95 bc
11,5 a 9,50 a 6,75 b 11,35 a 9,80 a 8,85 a 10,35 a 9,80 a 9,50 a 9,10 a
Angka-angka pada lajur yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5 %.
Tabel 2. Rataan umur tanaman berbunga, jumlah gabah permalai dan panjang malai. Uji MultiLokasi Galur Harapan Padi Gogo, Pranap MH 2009 Galur/Varietas
Umur berbunga
Jumlah gabah / malai (butir)
Panjang malai (cm)
(hari) 1. B11577E – MR – B-12-1
81,75 a
121,96 c
23,40 b
2. B10580E-KN-28-1-1
81,50 a
172,70 b
26,76 b
3. B11580E-KN-TB-17-1-1
82,25 a
151,83 b
25,68 b
4. TB368B-25-MR-2
81,00 a
132,10 c
27,25 b
5. B11576F-MR-18-2
80,25 a
119,53 c
26,70 b
6. B11592E-MR-12-4-3-1
77,50 a
217,63 a
30,52 a
7. B12644F-MR-1
79,75 a
155,23 b
25,96 b
8. B113F-TB-26
79,50 a
148,25 bc
26,52 b
9. Situ Patenggang
80,25 a
149,15 b
26,12 b
10. Limboto
82,50 a
183,35 b
29,65 b Angka-
angka pada lajur yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata
Pada Tabel 2. Juga dapat dilihat bahwa hasil analisa sidik ragam terhadap peubah jumlah gabah permalai menunjukkan berbeda nyata. Jumlah gabah/malai terbanyak diperoleh pada Galur 6 (B11592E-MR-12-4-3-
1) yaitu 217,63 butir bila dibandingkan dengan varietas 9) Situ Patenggang yakni 149,15 butir dan Limboto sebanyak 183,35 butir.
159
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Pada Tabel 2 juga terlihat bahwa peubah panjang malai menunjukkan perbedaan nyata pada galur yang di uji. Galur 6 (B11592E-MR-12-4-3-1) menghasilkan pertum-buhan pajang malai tertinggi yakni 30,52 cm. Hasil pengamatan rata-rata bobot 1000 butir dan hasil gabah kering panen dapat dilihat pada Tabel 3. Pada Tabel 3. dapat dilihat bahwa peubah bobot 1000 butir dan hasil gabah kering panen menunjukkan tidak berbeda
nyata antara galur yang diuji. Bobot 1000 butir terberat didapatkan pada galur 8) B113F-TB-26 seberat 32,16 g. Hasil gabah kering terbanyak diperoleh pada galur 8) B113F-TB-26 yakni sebesar 4,5 t/ha GKP . Potensi hasil Hasil ini juga menunjukkan korelasi positif antara bobot 1000 butir gabah terhadap hasil gabah kering panen. Dari diskripsi varietas diketahui rata – rata produksi varietas Limboto yakni 4,5 ton/ha dan Situ Patengang 4,6 ton/ha (Bambang et al., 2007).
Tabel 3. Rataan bobot 1000 butir dan hasil gabah kering panen. Uji MultiLokasi Galur Harapan Padi Gogo, Seberida. MH. 2009 Galur/Varietas
Bobot 1000 butir (g)
Hasil GKP (t/ha)
1. B11577E – MR – B-12-1
29,05 a
3,70 a
2. B10580E-KN-28-1-1
23,30 a
3,60 a
3. B11580E-KN-TB-17-1-1
31,82 a
4,30 a
4. TB368B-25-MR-2
21,14 a
3,20 a
5. B11576F-MR-18-2
22,58 a
3,50 a
6. B11592E-MR-12-4-3-1
25,25 a
2,60 a
7. B12644F-MR-1
28,76 a
4,10 a
8. B113F-TB-26
32,16 a
4,50 a
9. Situ Patenggang
25,61 a
3,50 a
Angka-angka pada lajur yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5 %.
4,50 ton/ha dan galur 3) B11580E-KN-TB-171-1 sebanyak 4,30 ton/ha.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Galur Harapan Padi Gogo yang lebih sesuai dan berdaya adaptasi luas di Kecamatan Pranap Kabupaten Indragiri Hulu adalah berdasarkan produksi gabah kering giling/ha adalah berturut-turut galur 8) B113F-TB-26 sebanyak
Daftar Pustaka BADAN PUSAT STATISTIK (BPS). 2007. Provinsi Riau Dalam Angka Tahun 2006. Badan Pusat Statistik. Provinsi Riau.
160
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Toha, H.M. 2005. Padi gogo dan Pola Pengembangannya. Balai Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. 48 hal.
Sukmana, S., H. Suwardjo, U. Kusnadi dan A. Syam, 1990. Usahatani Konservasi di daerah Aliran Sungai Bagian Hulu. (Syam M Eds). Risalah Lokakarya sistem Usahatani, sistem Usahatani di Lima Agrekosistem. Puslitbangtan. Badan Litbang Pertanian. Hal 199 – 222
Widjaja Adhi, I.P.G., K. Nugroho, D. Ardi dan S. Karama. 1992. Sumber daya lahan pasang surut, rawa dan pantai. Makalah disajikan pada pertemuan Nasional Pengembangan Pertanian lahan Pasang Surut di Cisarua, 3 – 4 Maret 1992.
Toha, H.M. dan R. Hawkins. 1990. Potensi peningkatan produktivitas tanaman pangan melalui perbaikan varitas dan pemupukan di DAS Jratunseluma bagian hulu. Proyek Penelitian Penyelamatan Hutan, Tanah dan air. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 103 p
161