ANALISIS KERAGAAN KARAKTER AGRONOMIS DAN STABILITAS GALUR HARAPAN PADI GOGO TURUNAN PADI LOKAL PULAU BURU HASIL KULTUR ANTERA
DANARSI DIPTANINGSARI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul: ANALISIS KERAGAAN KARAKTER AGRONOMIS DAN STABILITAS GALUR HARAPAN PADI GOGO TURUNAN PADI LOKAL PULAU BURU HASIL KULTUR ANTERA adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2013
Danarsi Diptaningsari NIM A253100191
ABSTRACT
DANARSI DIPTANINGSARI. Analysis of Agronomic Performance and Stability of Promising Upland Rice Lines Derived from Buru Rice Landraces Obtained through Anther Culture. Under direction of BAMBANG SAPTA PURWOKO as chairman, DESTA WIRNAS and ISWARI SARASWATI DEWI as members of the advisory committee. The promising upland rice lines have been obtained from anther culture of crossing between released variety and Buru rice landraces. The lines need to be evaluated for their agronomic performance and yield stability at various locations. The objectives of the research were to obtain information of agronomic performance, yield stability and adaptability of upland rice lines at various locations. Ten upland rice lines and two check cultivars were evaluated at five locations (in Pekalongan - Lampung Province, Bogor and Sukabumi - West Java Province, Purworejo - Central Java Province and Malang - East Java Province) in the rainy season 2011/2012. In each location, the design was Randomized Complete Block Design with four replications. Four stability analysis methods were used to analyze the adaptation and yield stability of those lines (FrancisKannenberg, Finlay-Wilkinson, Eberhart-Russel and AMMI). The results indicated that Fat-4-1-1, FM1R-1-3-1, FG1R-36-1-1 and FG1-6-1-2 lines produced the highest yield of dry grain per hectare (4.77; 4.54; 3.90 and 3.46 tons of dry grain per hectare, respectively). Fat-4-1-1, FM1R-1-3-1 and FG1R-36-1-1 lines have a potential agronomic and yield characters as new upland plant type of rice. Four lines were classified as stable by Francis-Kannenberg method, i.e FM1R-1-3-1, Fat-4-1-1, FG1-6-1-2 and FG1R-30-1-3. FG1-6-1-2 was the most stable genotype by Finlay-Wilkinson and Eberhart-Russel methods. Visualization with AMMI indicated that FG1R-30-1-3 was the most stable genotype across all locations. Key words: upland rice, anther culture, yield stability
RINGKASAN
DANARSI DIPTANINGSARI. Analisis Keragaan Karakter Agronomis dan Stabilitas Galur Harapan Padi Gogo Turunan Padi Lokal Pulau Buru Hasil Kultur Antera. Dibimbing oleh BAMBANG SAPTA PURWOKO sebagai ketua, DESTA WIRNAS dan ISWARI SARASWATI DEWI sebagai anggota komisi pembimbing. Pengembangan padi gogo merupakan salah satu upaya yang strategis untuk meningkatkan produksi padi secara nasional. Upaya tersebut perlu didukung program pemuliaan tanaman. Pemuliaan konvensional membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkan tanaman homozigos penuh yang diperlukan dalam pemuliaan tanaman (6-8 generasi). Kultur antera dapat menghasilkan galur homozigos pada generasi pertama sehingga dapat mempersingkat siklus pemuliaan. Pengujian untuk mengetahui daya kultur antera dan kemampuan aklimatisasi beberapa persilangan padi lokal Pulau Buru dengan galur atau varietas padi tipe baru sebagai tetuanya telah dilakukan pada penelitian sebelumnya. Padi gogo lokal tersebut yaitu Fulan Telo Gawa dan Fulan Telo Mihat dengan karakter umur agak genjah, malai panjang dan pengisian biji baik. Varietas dan galur harapan padi tipe baru yang digunakan yaitu Fatmawati dan BP360E-MR-79-2 dengan karakter tanaman tegak, batang kekar dan malai lebat, tetapi pengisian gabah kurang baik. Melalui observasi daya hasil, uji daya hasil pendahuluan (UDHP) dan uji daya hasil lanjutan (UDHL), telah diperoleh sepuluh galur harapan padi gogo dihaploid yang perlu diketahui keragaan karakter agronomis dan stabilitasnya pada berbagai lokasi pengujian. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang keragaan karakter agronomis dan potensi hasil galur harapan padi gogo hasil kultur antera, serta untuk mendapatkan informasi mengenai pola stabilitas calon varietas padi gogo hasil kultur antera. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai dengan April 2012 di lima lokasi yaitu Pekalongan (Lampung), Bogor dan Sukabumi (Jawa Barat), Purworejo (Jawa Tengah), dan Malang (Jawa Timur). Materi genetik yang digunakan terdiri atas sepuluh galur harapan padi gogo yaitu FG1-70-2-1, FG1R36-1-1, FG1R-30-1-5, FG1R-30-1-4, FG1-6-1-2, FG1-65-1-2, FG1R-30-1-3, FG1R-30-1-1, FM1R-1-3-1 dan Fat-4-1-1, serta dua varietas nasional padi gogo sebagai pembanding yaitu Towuti dan Situ Bagendit. Rancangan penelitian adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Perlakuan terdiri atas sepuluh galur harapan padi gogo dan dua varietas nasional padi gogo, masing-masing diulang sebanyak 4 (empat) kali sehingga diperoleh 48 satuan percobaan pada setiap lokasi. Analisis keragaan karakter agronomis dilakukan dengan analisis ragam gabungan untuk masing-masing karakter yang diamati, serta penghitungan nilai koefisien keragaman fenotipe (KKF), koefisien keragaman genotipe (KKG) dan heritabilitas. Pengukuran nilai serangan penyakit blas daun di Purworejo dan hawar daun bakteri di Bogor menggunakan skala Rice Standard Evaluation System dari IRRI. Analisis stabilitas dilakukan menggunakan empat metode
pendekatan stabilitas hasil yaitu Francis dan Kannenberg (1978), Finlay dan Wilkinson (1963), Eberhart dan Russel (1966), serta analisis AMMI (Additive Main Effect Multiplicative Interaction). Berdasarkan pengujian di lima lokasi, terdapat keragaman daya hasil di antara sepuluh galur harapan padi gogo yang diuji. Empat galur dengan potensi hasil terbaik dan tidak berbeda nyata dengan kedua varietas pembanding yaitu Fat-4-1-1 (4,77 ton/ha), FM1R-1-3-1 (4,54 ton/ha), FG1R-36-1-1 (3,90 ton/ha) dan FG1-6-1-2 (3,46 ton/ha). Galur Fat-4-1-1, FM1R-1-3-1 dan FG1R-36-1-1 secara umum memiliki karakter agronomis yang sesuai dengan karakter padi gogo tipe baru yang diharapkan. Ketiga galur ini mempunyai jumlah anakan sedangbanyak (>13 batang/rumpun), panjang malai ± 25 cm, jumlah gabah isi 114-139 butir/malai, tinggi tanaman tergolong sedang (87-91 cm) dan rata-rata bobot gabah 1000 butir mencapai 27-28 gram. Galur yang stabil statis berdasarkan metode Francis dan Kannenberg yaitu FM1R-1-3-1, Fat-4-1-1, FG1-6-1-2, dan FG1R-30-1-3. Galur yang stabil dinamis berdasarkan metode Finlay dan Wilkinson serta Eberhart dan Russel yaitu galur FG1-6-1-2. Galur yang stabil dinamis berdasarkan analisis AMMI yaitu galur FG1R-30-1-3. Galur Fat-4-1-1 dan FM1R-1-3-1 berpotensi untuk dilepas menjadi varietas padi gogo yang stabil dan berdaya hasil tinggi, namun perlu dievaluasi lebih lanjut di beberapa lokasi lagi sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2011 tanggal 5 Oktober 2011 tentang Pengujian, Penilaian, Pelepasan dan Penarikan Varietas, serta mengenai tingkat ketahanannya terhadap hama dan penyakit dan kualitas nasi. Kata kunci: padi gogo, kultur antera, stabilitas hasil
© Hak Cipta milik IPB. Tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
ANALISIS KERAGAAN KARAKTER AGRONOMIS DAN STABILITAS GALUR HARAPAN PADI GOGO TURUNAN PADI LOKAL PULAU BURU HASIL KULTUR ANTERA
DANARSI DIPTANINGSARI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Ahmad Junaedi, M.Si.
Judul Tesis
Nama NRP
: Analisis Keragaan Karakter Agronomis dan Stabilitas Galur Harapan Padi Gogo Turunan Padi Lokal Pulau Buru Hasil Kultur Antera : Danarsi Diptaningsari : A253100191
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Bambang Sapta Purwoko, M.Sc. Ketua
Dr. Desta Wirnas, SP, M.Si. Anggota
Dr. Ir. Iswari Saraswati Dewi Anggota
Diketahui
Ketua Mayor Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman
Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Ujian: 27 November 2012
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai keragaan karakter agronomis dan potensi hasil galur harapan padi gogo hasil kultur antera, serta untuk menganalisis pola stabilitas calon varietas padi gogo hasil kultur antera. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Bambang Sapta Purwoko, M.Sc., Dr. Desta Wirnas, SP, M.Si. dan Dr. Ir. Iswari Saraswati Dewi selaku pembimbing yang telah memberikan arahan, saran dan tambahan wawasan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc. selaku koordinator Mayor Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, serta Dr. Ir. Ahmad Junaedi, M.Si. selaku penguji luar komisi pada ujian tesis. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Badan Litbang Pertanian yang telah memberikan kesempatan dan
beasiswa pendidikan. Penulis
juga
menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Buru yang telah menyediakan biaya penelitian, serta kepada tim peneliti (Prof. Dr. Ir. Bambang Sapta Purwoko sebagai ketua, Dr. Iswari Saraswati Dewi dan Heni Safitri, SP, M.Si. sebagai anggota). Kepada rekan-rekan Mayor Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman penulis menyampaikan terima kasih atas semangat dan dukungannya. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu, suami Firdaus Saputra ST, MT, anak kami Muhammad Firdan Wangsamega, serta seluruh keluarga besar di Lampung dan Purworejo atas segala doa, motivasi, bantuan dan kasih sayangnya. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang turut membantu selama penelitian dan penulisan tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga tesis ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2013
Danarsi Diptaningsari
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Purworejo pada tanggal 24 Januari 1980 dari bapak Soekoso DM, S.Pd. dan ibu Hartiti. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Pendidikan SD sampai dengan SMA ditempuh di Purworejo tahun 1985 sampai dengan 1997. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, lulus tahun 2003. Tahun 2010, penulis diterima di Mayor Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, Fakultas Pertanian, Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Penulis bekerja sebagai peneliti di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung sejak tahun 2006.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .............................................................................................. xviii xix DAFTAR GAMBAR ............................................................................................xxi xx DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................xxiii xxi PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 Latar Belakang ................................................................................................. 1 Tujuan .............................................................................................................. 3 Hipotesis .......................................................................................................... 3 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 5 Botani dan Morfologi Tanaman Padi ............................................................... 5 Varietas Padi .................................................................................................... 7 Teknik Kultur Antera dalam Pemuliaan Tanaman .......................................... 8 Daya Adaptasi, Uji Daya Hasil dan Uji Multilokasi ...................................... 10 Analisis Stabilitas........................................................................................... 11 BAHAN DAN METODE ..................................................................................... 19 Waktu dan Tempat ......................................................................................... 19 Materi Genetik ............................................................................................... 19 Metode Penelitian .......................................................................................... 19 Pelaksanaan Penelitian ................................................................................... 20 Pengamatan .................................................................................................... 21 Analisis Data .................................................................................................. 22 HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................. 33 Kondisi Umum Penelitian ............................................................................... 33 Keragaan Karakter Agronomis ....................................................................... 34 Keragaan Karakter Agronomis di Masing-masing Lokasi ............................. 36 Evaluasi Ketahanan Galur Harapan Padi Gogo terhadap Penyakit Blas Daun dan Hawar Daun Bakteri .............................................................. 50 49 Analisis Stabilitas Produktivitas Hasil ............................................................ 54 53 KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................. 71 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 73 LAMPIRAN .......................................................................................................... 79
DAFTAR TABEL Halaman 1
Analisis ragam gabungan menggunakan model acak ............................................ 24 24
2
Kriteria tingkat serangan blas daun dan pengelompokan ketahanan 25 berdasarkan standar IRRI (2012) ........................................................................... 25
3
Kriteria tingkat serangan hawar daun bakteri dan pengelompokan ketahanan berdasarkan standar IRRI (2012) .......................................................... 26 26
4
Sidik ragam analisis stabilitas Eberhart dan Russel ............................................... 29 29
5
Analisis ragam AMMI ........................................................................................... 31 31
6
Analisis ragam pengaruh genotipe (G), lokasi (E), dan interaksi GxE pada karakter agronomis galur harapan padi gogo hasil kultur antera .................. 34 34
7
Nilai rata-rata karakter agronomis galur harapan padi gogo di lima lokasi ...................................................................................................................... 35 35
8
Rata-rata jumlah anakan vegetatif galur harapan padi gogo di lima lokasi ...................................................................................................................... 36 36
9
Rata-rata jumlah anakan produktif galur harapan padi gogo di lima lokasi ...................................................................................................................... 37 37
10 Rata-rata tinggi tanaman galur harapan padi gogo di lima lokasi ......................... 39 39 11 Rata-rata umur berbunga galur harapan padi gogo di lima lokasi ......................... 40 40 12 Rata-rata umur panen galur harapan padi gogo di lima lokasi .............................. 41 41 13 Rata-rata panjang malai galur harapan padi gogo di lima lokasi .......................... 42 42 14 Rata-rata jumlah gabah isi per malai galur harapan padi gogo di lima lokasi pengujian ...................................................................................................... 43 43 15 Rata-rata jumlah gabah hampa per malai galur harapan padi gogo di lima lokasi pengujian .............................................................................................. 44 44 16 Rata-rata jumlah gabah total per malai galur harapan padi gogo di lima lokasi pengujian ...................................................................................................... 45 45 17 Rata-rata persentase gabah isi galur harapan padi gogo di lima lokasi ................. 45 45
18 Rata-rata persentase gabah hampa galur harapan padi gogo di lima lokasi ....................................................................................................................... 46 46 19 Rata-rata bobot 1000 butir gabah galur harapan padi gogo di lima lokasi ....................................................................................................................... 47 47 20 Parameter genetik hasil dan komponen hasil galur harapan padi gogo di lima lokasi pengujian........................................................................................... 48 48 21 Respon galur harapan padi gogo hasil kultur antera terhadap penyakit blas daun di lokasi Purworejo.................................................................................. 50 51 22 Respon galur harapan padi gogo hasil kultur antera terhadap penyakit hawar daun bakteri ................................................................................................. 52 53 23 Sidik ragam gabungan produktivitas hasil gabah kering giling di lima lokasi ....................................................................................................................... 54 55 24 Rata-rata produktivitas hasil gabah kering giling galur harapan padi gogo di lima lokasi pengujian.................................................................................. 55 56 25 Parameter stabilitas hasil gabah kering giling galur harapan padi gogo hasil kultur antera di lima lokasi pengujian ............................................................ 57 57 26 Analisis ragam AMMI untuk produktivitas galur harapan padi gogo hasil kultur antera ................................................................................................... 64 65 27 Rekapitulasi analisis stabilitas pada galur harapan padi gogo yang diuji ................................................................................................................................. 67 68
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Interpretasi umum tentang nilai bi dari pola populasi genotipe ketika koefisien regresi genotipe diplot terhadap nilai rata-rata hasil genotipe (Finlay dan Wilkinson 1963) ................................................................................. 14 14
2
Diagram alir kegiatan penelitian ............................................................................ 27 27
3
Gejala serangan penyakit blas daun ....................................................................... 50 50
4
Gejala serangan penyakit hawar daun bakteri ....................................................... 52 53
5
Interaksi genotipe x lingkungan terhadap produktivitas (ton/ha) .......................... 55 55
6
Hubungan antara koefisien keragaman (CVi) dengan produktivitas ..................... 58 58
7
Pola linier produktivitas galur harapan padi gogo berdasarkan metode Finlay dan Wilkinson (1963) .................................................................................. 59 60
8
Pola linier produktivitas galur harapan padi gogo yang tergolong tidak stabil (bi > 1) berdasarkan metode Finlay dan Wilkinson (1963) ........................... 60 61
9
Pola linier produktivitas galur harapan padi gogo yang tergolong tidak stabil (bi < 1) berdasarkan metode Finlay dan Wilkinson (1963) .......................... 61 62
10 Pola linier produktivitas galur harapan padi gogo yang tergolong stabil berdasarkan metode Finlay dan Wilkinson (1963) ................................................. 61 62 2 11 Interpretasi parameter nilai bi dan Sd berdasarkan metode Eberhart dan Russel (1966) .................................................................................................. 63 63
12 Model AMMI1 dari KUI1 untuk produktivitas GKG galur harapan padi gogo hasil kultur antera ........................................................................................... 65 65 13 Biplot pengaruh interaksi model AMMI2 untuk produktivitas GKG galur harapan padi gogo hasil kultur antera ........................................................... 67 66
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Karakteristik galur/varietas yang digunakan untuk tetua persilangan .................... 81 80
2
Data iklim rata-rata di tiap lokasi pengujian ........................................................... 82 81
3
Deskripsi varietas pembanding Situ Bagendit ............................................................ 83
4
Deskripsi varietas pembanding Towuti .................................................................. 84 82
PENDAHULUAN
Latar Belakang Padi memegang peranan penting dalam penyediaan pangan untuk mendukung tercapainya ketahanan pangan nasional. Beras telah menjadi pangan pokok di berbagai daerah yang sebelumnya mempunyai pola pangan pokok non beras, seperti jagung, sagu, dan umbi-umbian. Produktivitas padi nasional mencapai 5,02 ton/ha tahun 2010 dan 4,98 ton/ha tahun 2011, yang berarti mengalami penurunan sebesar 1,1% dari tahun 2010 ke tahun 2011 (Kementan 2012). Padi gogo merupakan salah satu komoditas pangan yang dapat dibudidayakan di lahan kering. Pengembangan padi gogo di lahan kering selama ini belum dilakukan secara optimal, padahal budidaya padi gogo dapat menjadi solusi dalam menghadapi masalah ketahanan pangan. Produktivitas padi gogo saat ini masih jauh dibandingkan dengan rata-rata produktivitas padi sawah. Produktivitas padi gogo tahun 2010 adalah 3,04 ton/ha dan tahun 2011 sebesar 3,30 ton/ha, masih jauh dibandingkan dengan produktivitas padi sawah. Produksi padi gogo baru mencapai 3,45 juta ton tahun 2010 dan 3,23 juta ton tahun 2011, sedangkan padi sawah mencapai 63,02 juta ton tahun 2010 dan 62,53 juta ton tahun 2011. Ini berarti padi gogo memberikan kontribusi yang kecil terhadap produksi padi nasional (5,17%). Luas panen padi gogo baru mencapai 1,13 juta ha tahun 2010 dan 1,05 juta ha tahun 2011, sedangkan luas panen padi sawah mencapai 12,12 juta ha tahun 2010 dan 12,17 juta ha tahun 2011 (Kementan 2012). Pengembangan padi gogo merupakan salah satu upaya yang strategis untuk meningkatkan produksi padi secara nasional. Upaya tersebut perlu didukung program pemuliaan tanaman dengan cara merakit varietas padi gogo unggul. Jumlah varietas padi gogo yang telah dilepas sampai saat ini masih terbatas, antara lain Situ Bagendit, Limboto, Danau Gaung, Situ Patenggang, Batutegi, Towuti, Inpago 4, Inpago 5, Inpago 6 dan Inpago 8 (Suprihatno et al. 2009; BB Padi 2012).
2
Peningkatan produktivitas padi gogo dapat dilakukan dengan merakit varietas padi gogo tipe baru, dengan karakteristik antara lain tinggi tanaman 100120 cm, jumlah anakan produktif 8-15 batang, jumlah gabah per malai lebih dari 150 butir, pengisian gabah baik (>75%), tanaman tidak rebah, daun berwarna hijau tua, dan perakaran yang dalam (Safitri 2010). Pemuliaan
konvensional
membutuhkan
waktu
yang
lama
untuk
menghasilkan tanaman homozigos penuh yang diperlukan dalam pemuliaan tanaman karena diperlukan kegiatan penggaluran sampai 6 - 8 generasi. Teknologi haploid androgenik melalui kultur antera merupakan teknik yang dapat menghasilkan galur homozigos pada generasi pertama sehingga dapat mempersingkat siklus pemuliaan (Dewi dan Purwoko 2011). Keuntungan lain teknologi ini adalah memproduksi galur homozigos dihaploid melalui penggandaan kromosom dan isolasi sifat resesif yang penting pada tingkat sporofitik yang tidak terekspresi pada populasi heterozigos diploid. Tanaman haploid juga dapat digunakan untuk mendeteksi mutasi dan rekombinan yang unik. Mutasi yang resesif tidak muncul dalam keadaan heterozigos diploid (Shivanna dan Sawhney 1997; Dewi dan Purwoko 2011). Pengujian untuk mengetahui daya kultur antera dan kemampuan aklimatisasi hasil kultur antera beberapa persilangan padi lokal Pulau Buru dengan galur atau varietas padi tipe baru sebagai tetuanya telah dilakukan oleh Safitri et al. (2010). Padi gogo lokal tersebut yaitu Fulan Telo Gawa dan Fulan Telo Mihat dengan karakter umur agak genjah, malai panjang dan pengisian biji baik. Varietas dan galur harapan padi tipe baru yang digunakan yaitu Fatmawati dan BP360E-MR-79-2 dengan karakter tanaman tegak, batang kekar dan malai lebat, tetapi pengisian gabah kurang baik (Abdullah et al. 2008). Berdasarkan hasil kultur antera persilangan tersebut telah diperoleh padi gogo dihaploid tipe baru dengan karakter tanaman tegak, batang tegak, malai lebat dan panjang, serta pengisian gabah baik (Safitri et al. 2010). Melalui observasi daya hasil, uji daya hasil pendahuluan (UDHP) dan uji daya hasil lanjutan (UDHL), telah diperoleh sepuluh galur harapan padi gogo dihaploid yang perlu diketahui keragaan karakter agronomis dan stabilitasnya pada berbagai lokasi pengujian. Untuk pelepasan galur padi ladang/gogo sebagai
3
varietas diperlukan jumlah unit pengujian sebanyak 8 lokasi dalam satu tahun/musim atau 4 lokasi dalam dua tahun/musim, sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2011 tanggal 5 Oktober 2011 tentang Pengujian, Penilaian, Pelepasan dan Penarikan Varietas.
Tujuan Penelitian ini bertujuan: 1. Mendapatkan informasi tentang keragaan karakter agronomis dan potensi hasil galur harapan padi gogo hasil kultur antera. 2. Mendapatkan informasi mengenai pola stabilitas calon varietas padi gogo tipe baru hasil kultur antera.
Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini ialah: 1. Terdapat keragaman daya hasil antar galur harapan padi gogo yang disebabkan oleh keragaman genetik. 2. Terdapat calon varietas padi gogo yang stabil dan berdaya hasil tinggi.
4
5
TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Morfologi Tanaman Padi Tanaman
padi
(Oryza
sativa
L.)
dalam
sistematika
tumbuhan
diklasifikasikan ke dalam divisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, ordo Poales, famili Graminae dan genus Oryza (Griest 1986). Genus Oryza termasuk kecil, hanya sekitar 25 spesies, di mana 23 adalah spesies liar dan dua yang banyak dibudidayakan yaitu Oryza sativa L. dan Oryza glaberrima Steud. (Vaughan 2003; Vaughan et al. 2008). Vaughan (2003) mengusulkan tata nama baru untuk padi budidaya dan tipe liar di Asia yaitu Oryza sativa subspesies indica dan japonica, dan Oryza rufipogon dengan subspesies nivara dan rufipogon. Oryza sativa adalah spesies yang paling banyak ditanam sebagai tanaman budidaya, dengan wilayah meliputi negara-negara Asia, Amerika Utara, Amerika Selatan, Uni Eropa, Timur Tengah dan Afrika. Oryza glaberrima hanya dibudidayakan di negara-negara Afrika Barat. Padi asal persilangan Oryza sativa dan glaberrima-sativa telah menggantikan Oryza glaberrima di beberapa bagian Afrika karena daya hasil yang lebih tinggi (Linares 2002). Karakterisasi pada padi budidaya di Asia lebih lanjut diidentifikasi sebagai subspesies indica, tropical japonica (javanica) dan japonica (Garris et al. 2005). Padi merupakan tanaman semusim dengan sistem perakaran serabut. Terdapat dua macam perakaran padi yaitu akar seminal yang tumbuh dari akar primer radikula pada saat berkecambah dan akar adventif sekunder yang bercabang dan tumbuh dari buku batang muda bagian bawah. Akar adventif tersebut menggantikan akar seminal. Perakaran yang dalam dan tebal, sehat, mencengkeram tanah lebih luas serta kuat menahan kerebahan memungkinkan penyerapan air dan hara lebih efisien terutama pada saat pengisian gabah (Suardi 2002). Batang padi berbentuk bulat, berongga dan beruas-ruas. Antar ruas dipisahkan oleh buku. Ruas-ruas sangat pendek pada awal pertumbuhan dan memanjang serta berongga pada fase reproduktif. Pembentukan anakan dipengaruhi oleh unsur hara, cahaya, jarak tanam dan teknik budidaya. Batang berfungsi sebagai penopang tanaman, mendistribusikan hara dan air dalam
6
tanaman dan sebagai cadangan makanan. Kerebahan tanaman dapat menurunkan hasil tanaman secara drastis. Kerebahan umumnya terjadi akibat melengkung atau patahnya ruas batang terbawah, yang panjangnya lebih dari 4 cm (Makarim dan Suhartatik 2009). Daun padi tumbuh pada batang dan tersusun berselang-seling pada tiap buku. Tiap daun terdiri atas helaian daun, pelepah daun yang membungkus ruas, telinga daun (auricle) dan lidah daun (ligule). Daun teratas disebut daun bendera yang posisi dan ukurannya tampak berbeda dari daun yang lain. Satu daun pada awal fase tumbuh memerlukan waktu 4-5 hari untuk tumbuh secara penuh, sedangkan pada fase tumbuh selanjutnya diperlukan waktu yang lebih lama, yaitu 8-9 hari. Jumlah daun pada tiap tanaman bergantung pada varietas. Varietasvarietas baru di daerah tropis memiliki 14-18 daun pada batang utama (Makarim dan Suhartatik 2009). Bunga padi secara keseluruhan disebut malai. Tiap unit bunga pada malai dinamakan spikelet yaitu bunga yang terdiri atas tangkai, bakal buah, lemma, palea, putik, dan benang sari serta beberapa organ lainnya yang bersifat inferior. Tiap unit bunga pada malai terletak pada cabang-cabang bulir yang terdiri atas cabang primer dan sekunder. Tiap unit bunga padi pada hakekatnya adalah floret yang hanya terdiri atas satu bunga, yang terdiri atas satu organ betina (pistil) dan enam organ jantan (stamen). Stamen memiliki dua sel kepala sari yang ditopang oleh tangkai sari berbentuk panjang, sedangkan pistil terdiri atas satu ovul yang menopang dua stigma (Makarim dan Suhartatik 2009). Malai terdiri atas 8-10 buku yang menghasilkan cabang-cabang primer yang selanjutnya menghasilkan cabang sekunder. Tangkai buah (pedicel) tumbuh dari buku-buku cabang primer maupun cabang sekunder (Yoshida 1981). Gabah terdiri atas biji yang terbungkus oleh sekam. Bobot gabah beragam dari 12-44 mg pada kadar air 0%, sedangkan bobot sekam rata-rata adalah 20% bobot gabah. Perkecambahan terjadi apabila dormansi benih telah dilalui. Benih tersebut berkecambah apabila radikula telah tampak keluar menembus koleorhiza diikuti oleh munculnya koleoptil yang membungkus daun (Yoshida 1981; Makarim dan Suhartatik 2009).
7
Pertumbuhan tanaman padi dibagi dalam tiga fase, yaitu fase vegetatif (awal
pertumbuhan
sampai
pembentukan
bakal
malai/primordial),
fase
generatif/reproduktif (primordial sampai pembungaan), dan fase pematangan (pembungaan sampai gabah matang). Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan organ-organ vegetatif, seperti pertambahan jumlah anakan, tinggi tanaman, bobot, dan luas daun. Lama fase reproduktif untuk kebanyakan varietas padi di daerah tropis umumnya 35 hari dan fase pematangan sekitar 30 hari. Perbedaan masa pertumbuhan ditentukan oleh lamanya fase vegetatif. Varietas IR64 matang dalam 110 hari mempunyai fase vegetatif 45 hari, sedangkan IR8 yang matang dalam 130 hari fase vegetatifnya 65 hari (Makarim dan Suhartatik 2009). Varietas Padi Varietas padi yang saat ini telah dikembangkan antara lain padi inbrida Unggul Baru (VUB), inbrida Tipe Baru (PTB), dan padi hibrida. Varietas inbrida merupakan galur murni yang perbanyakan benihnya dilakukan melalui penyerbukan sendiri, dengan komposisi genetik homozigos homogen (Satoto et al. 2009). Varietas hibrida adalah produk persilangan antara dua tetua padi yang berbeda secara genetik, dengan komposisi genetik heterozigos homogen. Apabila tetua-tetua diseleksi secara tepat maka hibrida turunannya akan memiliki vigor dan daya hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedua tetua tersebut (IRRI 2008). Umumnya padi hibrida dihasilkan menggunakan tiga galur yaitu galur A, galur B dan galur R. Galur A merupakan galur mandul jantan atau CMS (Cytoplasmic Male Sterile). Galur B merupakan galur pelestari atau pemelihara (maintainer), digunakan untuk melestarikan dan memperbanyak galur A. Secara genetik galur B identik dengan galur A, hanya berbeda pada sifat mandul jantannya. Galur R merupakan galur pemulih kesuburan (restorer). Benih hibrida (F1) diproduksi dengan melakukan persilangan galur A dengan galur R (Satoto et al. 2009; Syukur et al. 2009) Padi Tipe Baru (PTB) merupakan salah satu alternatif dalam peningkatan produksi padi di Indonesia. Padi tipe ini dicirikan oleh jumlah anakan yang lebih sedikit (8-10 anakan) namun semua produktif, malai lebat (200-250 gabah/malai) dan bernas, tinggi tanaman sedang (80-100 cm), daun tegak, tebal dan berwarna hijau tua, umur sedang (110-130 hari), perakaran dalam, serta tahan terhadap
8
hama dan penyakit utama (Abdullah et al. 2008; Syukur et al. 2009). Dengan sifat-sifat tersebut PTB dapat menghasilkan 13 ton/ha (Abdullah et al. 2008). Pada awal program PTB banyak varietas padi lokal Indonesia dari subspesies javanica (padi bulu) digunakan sebagai sumber gen atau tetua, karena padi javanica mempunyai batang kokoh, anakan sedikit, malai panjang, dan jumlah gabah per malai banyak, seperti Genjah Wangkal, Ketan Lumbu, dan Soponyono (Fagi et al. 2001). Indonesia telah melakukan penelitian PTB sejak 1995 dan pada tahun 2003 telah melepas satu varietas PTB yaitu Fatmawati. Varietas ini memiliki karakter malai lebat dan potensi produksi 8 ton/ha. Nilai produksi ini lebih tinggi 4-13% dari varietas Ciherang dan 4-32% lebih tinggi daripada IR64. Beberapa karakter dari varietas tersebut masih perlu diperbaiki antara lain gabah hampa yang relatif tinggi, tidak mudah rontok, serta kurang tahan terhadap penyakit blas dan hawar daun (Abdullah et. al. 2008; Syukur et.al. 2009). Safitri (2010) melakukan perakitan untuk mendapatkan padi gogo tipe baru melalui kultur antera. Penelitian ini menggunakan varietas dan galur harapan padi tipe baru yaitu Fatmawati dan BP360E-MR-79-2, serta varietas lokal Pulau Buru yaitu Fulan Telo Gawa dan Fulan Telo Mihat (Lampiran 1). Fulan Telo Gawa mempunyai warna beras putih, sedangkan Fulan Telo Mihat mempunyai warna beras merah. Kedua varietas lokal ini mempunyai karakter antara lain umur agak genjah, malai panjang dan pengisian gabah yang baik, sedangkan Fatmawati dan BP360E-MR-79-2 adalah varietas dan galur harapan padi sawah tipe baru yang mempunyai karakter antara lain tanaman tegak, batang kekar dan malai lebat, tetapi pengisian gabah kurang baik. Evaluasi karakter agronomi terhadap turunan F1 hasil kultur antera persilangan padi gogo lokal dengan padi tipe baru menunjukkan bahwa genotipe F1 persilangan Fulan Telo Gawa/Fatmawati dan resiproknya menghasilkan galur-galur dihaploid dengan keragaan paling baik. Teknik Kultur Antera dalam Pemuliaan Tanaman Tanaman haploid merupakan tanaman yang mengandung jumlah kromosom sama dengan kromosom gametnya atau tanaman dengan jumlah kromosom setengah dari jumlah kromosom somatiknya. Teknik kultur antera merupakan metode paling sederhana untuk induksi tanaman haploid. Tanaman haploid umumnya lebih kecil dibandingkan dengan diploid, anakan banyak,
9
berbunga, tetapi tidak berbiji (steril). Tanaman dihaploid dapat diperoleh dengan pemangkasan atau pemberian kolkisin. Tanaman dihaploid mempunyai morfologi seperti diploid biasa dan fertil (Dewi dan Purwoko 2011). Prosedur produksi tanaman haploid terdiri atas persiapan eksplan, sterilisasi eksplan, kultur in vitro antera (meliputi tahap inokulasi/penanaman eksplan dan regenerasi tanaman dari kalus), aklimatisasi, pengamatan tahap perkembangan mikrospora, pengamatan kromosom pada akar, dan penggandaan kromosom (Dewi dan Purwoko 2011). Secara konvensional, untuk menghasilkan suatu varietas unggul dengan sifat-sifat yang diinginkan perlu ditempuh prosedur penelitian yang sistematik, mulai dari pemilihan tetua, persilangan, seleksi galur, pengujian daya hasil dan perbanyakan benih, diakhiri dengan pelepasan varietas unggul, sehingga memerlukan waktu 7-10 tahun (Dewi dan Purwoko 2001). Tanaman homozigos atau galur murni dapat diperoleh dengan melakukan kegiatan seleksi per generasi (6-8 generasi) dan membutuhkan waktu lama. Teknologi dihaploid dapat menghasilkan tanaman homozigos pada generasi pertama, sehingga akan mempersingkat siklus pemuliaan, memproduksi galur homozigos diploid melalui penggandaan kromosom, dan isolasi sifat resesif penting pada tingkat sporofitik, yang tidak terekspresi pada populasi heterozigos diploid. Tanaman dihaploid yang dihasilkan melalui kultur antera bersifat homozigos penuh dan breed true yang sangat diperlukan dalam pemuliaan tanaman. Tanaman haploid juga dapat digunakan untuk mendeteksi mutasi dan rekombinan yang unik. Mutasi resesif tidak muncul dalam keadaan heterozigos diploid (Shivanna dan Sawhney, 1997). Pembentukan galur murni (galur dihaploid) melalui teknik kultur antera memerlukan waktu kurang lebih 30 bulan (Sasmita 2007). Hambatan yang terjadi dalam produksi tanaman haploid antara lain pada perubahan dari kalus dan embrio ke planlet. Regenerasi yang telah dilaporkan sebagian besar melalui fase kalus, yang akan meningkatkan kemungkinan variasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi regenerasi planlet dari kalus atau embrio yaitu tahap perkembangan mikrospora, adanya pra-perlakuan dalam induksi, dan komposisi nutrisi pada media yang digunakan (Guzman dan Arias 2000).
10
Daya Adaptasi, Uji Daya Hasil dan Uji Multilokasi Interaksi antara genotipe dan lingkungan dapat digunakan untuk mengukur daya adaptasi dan stabilitas suatu genotipe. Interaksi genotipe dengan lingkungan dapat dikelompokkan menjadi interaksi genotipe x lokasi, interaksi genotipe x musim, dan interaksi genotipe x lokasi x musim. Pentingnya interaksi genotipe x lingkungan dalam pemuliaan antara lain untuk mengembangkan kultivar spesifik wilayah, alokasi sumberdaya yang efektif dalam pengujian genotipe dalam musim dan lokasi, dan stabilitas penampilan hasil (Baihaki 2000). Adaptabilitas dan stabilitas adalah kemampuan tanaman untuk tetap hidup dan berkembangbiak dalam lingkungan yang bervariasi (Djaelani et al. 2001). Salah satu parameter yang digunakan untuk menentukan daya adaptasi atau stabilitas suatu genotipe adalah nilai koefisien regresi dan simpangan regresi. Genotipe yang mempunyai stabilitas tinggi akan mempunyai koefisien regresi 1,0 dan simpangan koefisien regresi sama dengan nol. Genotipe yang mempunyai koefisien regresi lebih dari 1,0 akan beradaptasi baik pada lingkungan yang subur, sedangkan genotipe yang mempunyai koefisien regresi kurang dari 1,0 akan beradaptasi baik pada lingkungan kurang subur (Haryanto et al. 2004). Hasil dan mutu padi gogo pada lingkungan tumbuh berbeda dipelajari oleh Wahyuni et al. (2006) yang menunjukkan bahwa hasil benih dari pertanaman di lahan sawah pada musim kemarau lebih tinggi dibandingkan dengan di lahan kering pada musim hujan. Saraswati et al. (2006) mempelajari interaksi genotipe x lingkungan jagung hibrida di 10 lokasi yang berbeda di Pulau Jawa. Analisis gabungannya memperlihatkan adanya interaksi genotipe x lingkungan untuk semua karakter yang diamati. Informasi daya adaptasi, stabilitas, dan interaksi genotipe x lingkungan bermanfaat dalam menentukan pemilihan galur unggul sebagai kultivar stabil atau kultivar spesifik lokasi. Uji Daya Hasil terdiri atas Uji Daya Hasil Pendahuluan dan Uji Daya Hasil Lanjutan. Kedua bentuk pengujian tersebut bertujuan untuk menilai pengaruh faktor lingkungan yang tidak dapat dikendalikan pada respon tanaman. Pada Uji Daya Hasil Pendahuluan biasanya jumlah galur yang dimiliki masih banyak, tetapi dengan jumlah benih yang terbatas sehingga dilakukan pengujian pada satu lokasi dan satu musim. Penanaman di lapangan hanya berupa petak
11
tunggal atau hanya beberapa baris (± 5) sepanjang 3-4 m dengan 1 biji/lubang. Pada Uji Daya Hasil Lanjutan biasanya jumlah galur sudah berkurang dengan jumlah benih yang lebih banyak dibandingkan dengan yang ada pada Uji Daya Hasil Pendahuluan, sehingga pengujian dapat dilakukan pada beberapa lokasi, satu musim atau beberapa musim, satu lokasi. Tahap selanjutnya yaitu Uji Multilokasi, di mana pelaksanaannya harus mengikuti prosedur pelepasan varietas tanaman yaitu jumlah lokasi pengujian, jumlah musim, jumlah ulangan, jumlah genotipe dan jumlah varietas pembanding (Syukur et al. 2009). Kementerian Pertanian menetapkan syarat pengujian multilokasi untuk pelepasan varietas padi gogo melalui Peraturan Menteri Pertanian
Nomor
61/Permentan/OT.140/10/2011 tanggal 5 Oktober 2011 tentang Pengujian, Penilaian, Pelepasan dan Penarikan Varietas. Peraturan yang baru ini mensyaratkan pengujian multilokasi untuk pelepasan varietas padi gogo yaitu di 8 lokasi dalam satu tahun/musim atau 4 lokasi dalam dua tahun/musim. Peraturan ini menggantikan peraturan sebelumnya yaitu Peraturan Menteri Pertanian Nomor 37/Permentan/OT.140/8/2006
juncto
Peraturan Menteri Pertanian
Nomor
65/Permentan/OT.140/12/2008 yang mensyaratkan pengujian multilokasi untuk padi gogo di 16 lokasi dalam satu tahun/musim atau 8 lokasi dalam dua tahun/musim. Analisis Stabilitas Stabilitas merupakan kemampuan tanaman untuk mempertahankan daya hasil terhadap perubahan kondisi lingkungan (Baihaki 2000). Lin et al. (1986) membagi konsep stabilitas ke dalam tiga tipe. Stabilitas tipe 1 yaitu suatu genotipe dianggap stabil bila keragaman di antara lingkungannya kecil. Genotipe stabil memiliki penampilan yang relatif tidak berubah dengan kondisi lingkungan yang bervariasi. Menurut Becker dan Leon (1988) stabilitas tipe 1 disebut stabilitas statis atau biologis. Konsep stabilitas ini berguna untuk karakter-karakter kualitatif, ketahanan penyakit atau cekaman lingkungan. Stabilitas tipe 1 ini digunakan oleh Francis dan Kannenberg (1978) dengan menggunakan parameter koefisien keragaman (KK) untuk masing-masing genotipe sebagai parameter stabilitas dan keragaman genotipe terhadap lingkungan (Si2).
12
Stabilitas tipe 2 yaitu suatu genotipe dianggap stabil jika respon terhadap lingkungan paralel dengan rata-rata respon dari semua genotipe yang diuji. Genotipe yang stabil tidak menyimpang dari respon umum terhadap lingkungan. Stabilitas ini didasarkan pada set genotipe yang diuji, sehingga suatu genotipe ditentukan stabil di antara satu set genotipe, mungkin menjadi tidak stabil jika dianalisis di set genotipe yang lain. Becker dan Leon (1988) menyatakan stabilitas tipe 2 ini sebagai stabilitas dinamis atau agronomis. Finlay dan Wilkinson (1963) menggunakan koefisien regresi (bi), dan Shukla (1972) menggunakan keragaman stabilitas (ζ2) untuk menghitung stabilitas tipe 2 ini. Stabilitas tipe 3 yaitu suatu genotipe dikatakan stabil jika kuadrat tengah sisa dari model regresi pada indeks lingkungannya kecil. Indeks lingkungan adalah rata-rata hasil semua genotipe pada masing-masing lokasi dikurangi rataan total dari semua genotipe di semua lokasi. Stabilitas tipe 3 ini juga merupakan bagian dari stabilitas dinamis atau agronomis menurut Becker dan Leon (1988). Metode yang menjelaskan stabilitas tipe 3 ini adalah metode Eberhart dan Russell (1966), Perkins dan Jinks (1968) dan Tai (1971). (Lin et al. 1986). Becker dan Leon (1988) menyatakan bahwa semua prosedur stabilitas yang berdasarkan kuantitatif pengaruh interaksi genotipe x lingkungan termasuk ke dalam konsep stabilitas dinamis. Kemampuan adaptasi genotipe tanaman dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu genotipe yang beradaptasi luas dan genotipe yang beradaptasi spesifik. Suatu genotipe dianggap memiliki adaptasi luas apabila genotipe tersebut mampu tumbuh dengan baik dan memberikan hasil yang baik pula dalam kisaran lingkungan tumbuh spasial yang luas. Genotipe dikatakan beradaptasi spesifik apabila genotipe tersebut mampu tumbuh dengan baik dan memberikan hasil yang baik pula pada lingkungan tumbuh yang tertentu saja (spesifik) dengan fluktuasi musim pada lingkungan tumbuh yang spesifik tersebut (Baihaki dan Wicaksana 2005). Terdapat tiga model pendugaan stabilitas yaitu analisis ragam, analisis regresi, dan teknik multivariat. Pada analisis ragam, penetapan stabilitas suatu genotipe dilakukan dengan membandingkan genotipe yang diuji dengan kultivar
13
kontrol, dan melihat nilai kuadrat tengah interaksi. Beberapa metode pengukuran stabilitas menggunakan analisis ragam yaitu: 1. Analisis Stabilitas menurut Francis dan Kannenberg (1978) Ragam lingkungan (𝑆𝑖2 ) dan koefisien ragam (CVi) digunakan untuk menentukan kestabilan suatu genotipe. 𝑆𝑖2
CVi =
𝑌𝑖𝑜
x 100%
Di mana: CVi = Koefisien keragaman genotipe 𝑆𝑖2 = Kuadrat tengah dalam genotipe 𝑌𝑖𝑜 = Nilai rata-rata genotipe ke-i pada seluruh lingkungan ke-q Berdasarkan pengukuran tersebut, semakin kecil nilai koefisien keragaman genotipenya, semakin stabil genotipe tersebut. 2. Analisis Stabilitas Wricke Ekovalens (Wi2)
Wi2 =
𝑗
𝑌𝑖𝑗 − 𝑌𝑖0 − 𝑌0𝑗 + 𝑌 ²
Di mana: Wi2 = Wricke ekovalens 𝑌𝑖𝑗 = Rata-rata nilai pengamatan pada genotipe ke-i dan lingkungan ke-j 𝑌𝑖0 = Nilai rata-rata genotipe ke-i pada seluruh lingkungan ke-q 𝑌0𝑗 = Nilai rata-rata pengamatan lingkungan ke-j untuk seluruh genotipe 𝑌 = Nilai rata-rata total seluruh pengamatan 𝑗
𝑊𝑖2 = SS(GE) = Jumlah kuadrat interaksi genotipe x lingkungan Ukuran perbedaan kestabilan merupakan nilai konsistensi dari suatu
genotipe pada semua lingkungan. Genotipe yang memiliki nilai ekovalens (Wi2 ) terkecil merupakan genotipe yang paling stabil. 3. Analisis Stabilitas Shukla (1972) Analisis ini merupakan sebuah estimasi varians genotipe i untuk seluruh lingkungan dengan dasar perhitungan residu pada interaksi G x E.
14
𝜎𝑖2 = 𝑖
𝑝 𝑝−2)(𝑞−1
𝑆𝑆(𝐺𝐸)
−
𝑊𝑖2 = SS(GE) = Wi2 =
𝑝−1) 𝑝−2 (𝑞−1 𝑗
𝑌𝑖𝑗 − 𝑌𝑖0 − 𝑌0𝑗 + 𝑌 ²
Di mana: p = banyaknya genotipe q = banyaknya ulangan Genotipe stabil adalah genotipe yang memiliki nilai paling minimum untuk 𝜎𝑖2 atau
2 𝑖 𝑊𝑖
Beberapa analisis stabilitas dengan penggunaan regresi yaitu analisis stabilitas menurut Finlay dan Wilkinson (1963), Eberhart dan Russel (1966), serta Perkins dan Jinks (1968). 1. Analisis stabilitas menurut Finlay dan Wilkinson (1963) Pada analisis stabilitas Finlay dan Wilkinson digunakan regresi antara varietas dengan rataan varietas di setiap lingkungan dalam skala log. Rata-rata hasil semua varietas pada tiap lingkungan digunakan sebagai absis, dan hasil tiap varietas pada tiap lingkungan digunakan sebagai ordinat. Spesifik beradaptasi pada lingkungan baik
1.0
kurang beradaptasi
stabilitas rata-rata
beradaptasi baik pada semua lingkungan
Spesifik beradaptasi pada lingkungan kurang baik Rerata hasil Gambar 1 Interpretasi umum tentang nilai bi dari pola populasi genotipe ketika koefisien regresi genotipe diplot terhadap nilai rata-rata hasil genotipe (Finlay dan Wilkinson 1963) Suatu genotipe yang memiliki koefisien regresi bi yang lebih besar dari satu dan signifikan menunjukkan bahwa genotipe tersebut peka terhadap perubahan lingkungan, sehingga beradaptasi baik pada lingkungan yang subur, sedangkan genotipe dengan nilai bi yang lebih kecil dari satu tidak sensitif
15
terhadap perubahan lingkungan, karena itu beradaptasi pada lingkungan kurang subur. Genotipe dengan nilai bi = 1 dianggap stabil dan mampu beradaptasi pada lingkungan yang luas (Baihaki 2000). 2. Analisis stabilitas menurut Eberhart dan Russel (1966) Model regresi yang digunakan dalam analisis stabilitas Eberhart dan Russel adalah:
Yij = m + βiIj + δij Di mana: Yij = Hasil/ komponen hasil rataan dari genotipe ke-i di lingkungan ke-j m = Rataan umum untuk hasil/komponen hasil genotipe ke-i dari semua lingkungan βi = Koefisien regresi, mengukur respon genotipe ke-i pada lingkungan yang berbeda Ij = Indeks lingkungan yaitu rata-rata semua varietas pada lingkungan ke-j dikurangi rata-rata seluruh percobaan 𝑖 𝑌𝑖𝑗
Ij =
𝑔
𝑖
−
𝑗
𝑌𝑖𝑗
𝑔𝑙
δij = Simpangan regresi dari genotipe ke-i pada lingkungan ke-j Parameter stabilitasnya: 𝑗
1. Koefisien regresi (bi); bi = 2. Simpangan dari regresi Di mana
𝑆𝑒2 𝑟
𝑌𝑖𝑗 𝐼𝑗 2 𝑗 𝐼𝑗
(𝑆𝑑2 );
𝑆𝑑2
=
2 𝑗 𝛿 𝑖𝑗
𝑙−2
−
𝑆𝑒2 𝑟
= dugaan galat gabungan 𝛿𝑖𝑗2 𝑗
𝑌𝑖𝑗2
= 𝑗
𝑌𝑖2 − − 𝑔
(
𝑗 𝑌𝑖𝑗 𝐼𝑗 ) 2 𝑗 𝐼𝑗
2
Pengukuran stabilitas ini didasarkan kepada simpangan regresi (𝑆𝑑2 ) nilai ratarata genotipe pada indeks lokasi (lingkungan). Suatu genotipe dikatakan stabil apabila kuadrat tengah sisa dari garis regresi adalah kecil.
16
3. Analisis stabilitas menurut Perkins dan Jinks (1968) Model analisis stabilitas Perkins-Jinks adalah:
Yij = m + di + ei + gij + eij Di mana: m = Rataan umum untuk semua lingkungan dan galur di = Pengaruh aditif genetik dari galur ke-i ej = Pengaruh aditif lingkungan ke-j gij = Pengaruh interaksi genotipe-lingkungan dari galur ke-i dan lingkungan ke-j eij = Galat percobaan Model regresi yang digunakan adalah (di + gij) = m + biej + dij. Galur dikatakan stabil apabila b=0. Dalam teknik multivariat salah satu metode yang dapat digunakan untuk menganalisis stabilitas adalah Additive Main Effect Multiplicative Interaction (AMMI). Analisis ini menggabungkan pengaruh aditif pada analisis ragam dan pengaruh multiplikatif pada analisis komponen utama. Asumsi yang harus dipenuhi antara lain galat harus menyebar normal dan ragam homogen. Pengujian homogenitas ragam galat dilakukan melalui uji Bartlett. AMMI sangat efektif menjelaskan interaksi genotipe dengan lingkungan. Penguraian interaksi dilakukan dengan model bilinear, sehingga kesesuaian tempat tumbuh bagi genotipe dapat dipetakan. Selain itu biplot yang digunakan memperjelas pemetaan genotipe dan lingkungan secara simultan (Sumertajaya 2007). Tahap-tahap penyusunan dalam analisis AMMI adalah sebagai berikut: 1. Melihat pengaruh aditif galur dan lokasi melalui analisis ragam Analisis ragam menggunakan rancangan lingkungan kelompok lengkap dan rancangan faktorial dua faktor (faktor pertama adalah genotipe dan faktor kedua adalah lingkungan). Asumsi-asumsi yang mendasari analisis ragam adalah galat percobaan menyebar saling bebas mengikuti sebaran normal dengan ragam homogen. 2. Menyusun matriks pengaruh interaksi galur dan lokasi, kemudian melakukan penguraian bilinier terhadap matriks tersebut melalui analisis komponen utama. Model AMMI dapat dituliskan sebagai berikut:
17
Yger = µ + g + βe +
𝜆𝑗 𝜑𝑔𝑗 𝜌𝑒𝑗 + 𝛿𝑔𝑒 + εger
Di mana : Yger = nilai pengamatan pada genotipe ke -g, lingkungan ke-e dan kelompok ke-r µ
= rataan umum
g = pengaruh aditif dari pengaruh utama genotipe ke-g βe = pengaruh aditif dari pengaruh utama lingkungan ke-e 𝜆𝑗 = nilai singular untuk komponen bilinier ke-n 𝜑𝑔𝑗 = pengaruh ganda genotipe ke-g melalui komponen bilinier ke-n 𝜌𝑒𝑗 = pengaruh ganda lokasi ke-e melalui komponen bilinier ke-n 𝛿𝑔𝑒 = simpangan dari pemodelan linier
εger = pengaruh acak pada genotipe ke-g, lokasi ke-e dan kelompok ke-r Tiga manfaat utama penggunaan analisis AMMI yaitu: (1) Analisis AMMI dapat digunakan sebagai analisis pendahuluan untuk mencari model yang lebih tepat; (2) Analisis AMMI dengan biplotnya dapat menjelaskan pola hubungan antar genotipe, antar lingkungan, dan antara genotipe x lingkungan; dan (3) Analisis AMMI meningkatkan keakuratan dugaan respon interaksi genotipe x lingkungan (Sumertajaya 2007). Alat yang digunakan untuk menginterpretasi hasil metode AMMI adalah biplot AMMI. Pada dasarnya metode ini berupaya untuk memberikan peragaan grafik terhadap suatu matriks dalam suatu plot dengan menumpangtindihkan vektor-vektor dalam ruang berdimensi dua. Vektor-vektor yang dimaksud yaitu vektor yang mewakili nilai skor komponen lingkungan dan skor komponen genotipe. Biplot AMMI2 adalah plot antara skor komponen utama interaksi terbesar pertama (KUI1) dengan skor komponen utama interaksi terbesar kedua (KUI2) dari hasil penguraian singular (SVD) matriks interaksi (I). Biplot AMMI2 menggambarkan pengaruh interaksi antara genotipe dan lingkungan. Titik-titik amatan yang mempunyai arah yang sama berarti titik-titik amatan tersebut berinteraksi positif (saling menunjang), sedangkan titik-titik yang berbeda arah menunjukkan bahwa titik-titik tersebut berinteraksi negatif (Sa’diyah dan Mattjik 2011).
18
19
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai dengan April 2012 di empat lokasi yaitu Pekalongan (Lampung), Bogor dan Sukabumi (Jawa Barat), Purworejo (Jawa Tengah) dan Maret sampai dengan Juli 2011 di Malang (Jawa Timur). Data iklim disajikan pada Lampiran 2. Materi Genetik Materi genetik yang digunakan terdiri atas sepuluh galur harapan padi gogo (FG1-70-2-1, FG1R-36-1-1, FG1R-30-1-5, FG1R-30-1-4, FG1-6-1-2, FG165-1-2, FG1R-30-1-3, FG1R-30-1-1, FM1R-1-3-1, Fat-4-1-1), dan dua varietas nasional sebagai pembanding yaitu Situ Bagendit dan Towuti (Lampiran 3 dan 4).
Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan perlakuan genotipe padi gogo. Perlakuan terdiri atas sepuluh galur harapan padi gogo dan dua varietas nasional padi gogo, masing-masing diulang sebanyak 4 (empat) kali sehingga diperoleh 48 satuan percobaan pada setiap lokasi. Model linier untuk RAK gabungan antara genotipe dan lingkungan yaitu sebagai berikut:
Yijk = µ + βj + ρk(j) + i + (β)ij + εijk Dimana: Yijk
=
Hasil pengamatan galur dan varietas pembanding ke-i, lokasi ke-j dan ulangan ke-k
µ
=
Rataan umum
βj
=
Pengaruh lokasi ke-j
ρk(j)
=
Pengaruh ulangan ke-k dalam lokasi ke-j
i
=
Pengaruh genotipe ke-i
(β)ij =
Pengaruh interaksi dari genotipe ke-i pada lokasi ke-j
εijk
Pengaruh acak dari genotipe ke-i, lokasi ke-j dan ulangan ke-k yang
=
menyebar normal (0, 𝜎𝜀2 )
20
Pelaksanaan penelitian Persiapan Lahan. Luas lahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah 1012,5 m2 pada masing-masing lokasi. Persiapan lahan meliputi pembersihan lahan, pengolahan tanah dan pembuatan petak percobaan. Pembersihan dimulai dengan pembabatan dan pembersihan rumput, kemudian dilakukan pengolahan tanah serta aplikasi pupuk kandang. Petak percobaan dibuat dengan ukuran 4 meter x 5 meter sebanyak 48 petakan tiap lokasi. Jarak antar petak dalam ulangan 0,5 meter dan antar ulangan 1 meter. Penanaman. Penanaman dilakukan satu minggu setelah pemberian pupuk kandang. Benih ditanam langsung secara tugal dengan kedalaman 3 - 5 cm, sebanyak 3 - 5 butir tiap lubang tanam. Jarak tanam yang digunakan yaitu 30 cm x 15 cm sehingga pada petakan pengujian terdapat 13 baris, dan tiap barisnya terdapat 33 lubang tanam. Jumlah keseluruhan ada 429 lubang tanam untuk tiap petaknya. Pemupukan. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang dan pupuk sumber NPK. Pupuk kandang diberikan bersamaan dengan pengolahan lahan (satu minggu sebelum penanaman) sebanyak 10 ton/ha, dengan cara disebar dan dicampur dengan tanah. Pupuk sumber NPK yang digunakan yaitu Urea, SP-36 dan KCl, masing-masing sebanyak 200 kg/ha, 100 kg/ha, dan 100 kg/ha. Pemberian pupuk sumber NPK dilakukan tiga tahap, yaitu: (1) Pemupukan pertama diberikan pada satu minggu setelah tanam, berupa 40 kg/ha Urea, 100 kg/ha SP-36 dan 100 kg/ha KCl, dengan cara membuat larikan 5 cm dari tanaman; (2) Pemupukan kedua diberikan pada saat penyiangan empat minggu setelah tanam, berupa 80 kg/ha Urea, dengan membuat larikan 5 cm dari tanaman; (3) Pemupukan ketiga diberikan pada saat penyiangan tujuh minggu setelah tanam, berupa 80 kg/ha Urea, dengan membuat larikan 5 cm dari tanaman. Pemeliharaan. Penyulaman dan penjarangan dilakukan pada umur dua minggu setelah tanam. Penyulaman dilakukan dengan sistem sulam pindah. Pengendalian terhadap gulma dengan cara penyiangan yang dilakukan pada saat tanaman berumur 2-7 minggu setelah tanam. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara teratur tiap dua minggu hingga menjelang panen. Penyiraman dilakukan jika perlu yang disesuaikan dengan kondisi cuaca dan tanaman.
21
Pemanenan.
Pemanenan
dilakukan
menggunakan
kriteria
masak
fisiologis yang ditandai oleh malai yang berwarna kuning hingga mencapai 80% dalam satu petak. Pengamatan Peubah-peubah yang diamati adalah sebagai berikut: 1. Umur berbunga (hari), dihitung mulai benih ditanam sampai populasi tanaman berbunga ≥ 50% dalam tiap petak. 2. Umur panen (hari), dihitung dari mulai tanam sampai gabah berwarna kuning (masak) telah mencapai 80% dalam tiap petak. 3. Tinggi tanaman (cm), diukur dari permukaan tanah sampai ujung malai tertinggi yang berasal dari 5 tanaman contoh. Pengukuran dilakukan menjelang panen. 4. Jumlah anakan vegetative (batang/rumpun), dihitung dari jumlah anakan pada saat vegetatif umur 8 MST yang berasal dari 5 tanaman contoh. 5. Jumlah anakan produktif (batang/rumpun), dihitung dari jumlah anakan yang yang menghasilkan malai normal pada rumpun yang berasal dari 5 tanaman contoh. Pengukuran dilakukan menjelang panen. 6. Panjang malai (cm), diukur dari leher malai sampai ujung malai. Pengukuran dilakukan saat panen. 7. Jumlah gabah total per malai (butir), dihitung dari jumlah gabah dalam tiap malai dari 5 tanaman contoh. Jumlah gabah total per malai berasal dari total gabah isi maupun gabah hampa dalam tiap malai. 8. Persen gabah isi per malai (%), dihitung dengan menggunakan rumus: Jumlah gabah isi per malai Persen gabah isi per malai
x 100%
= Jumlah gabah total per malai
9. Persen gabah hampa per malai (%), dihitung dengan menggunakan rumus: Jumlah gabah hampa per malai x 100%
Persen gabah hampa per malai = Jumlah gabah total per malai
10. Jumlah rumpun dipanen, banyaknya rumpun yang dipanen pada tiap plot.
22
11. Hasil gabah per petak (kg/petak), dihitung berdasarkan jumlah keseluruhan gabah dalam tiap petak dikalikan dengan perbandingan antara 261 lubang tanam dengan jumlah rumpun dipanen. 261 lubang tanam Hasil gabah per petak = berat gabah per petak x jumlah rumpun dipanen 12. Hasil gabah per hektar (ton/ha), dihitung menggunakan rumus: 10000 m2
Hasil gabah per hektar = hasil gabah per petak x
1 ton
x (2,7 x 4,35) m2
1000 kg
13. Bobot 1000 butir gabah (gram), ditimbang dari 1000 butir gabah bernas. 14. Pengamatan gejala penyakit blas daun dilakukan di lokasi Purworejo pada saat anakan maksimum dengan mengambil lima tanaman contoh dari setiap petak percobaan. 15. Pengamatan gejala penyakit hawar daun bakteri (HDB) dilakukan di lokasi Bogor pada fase tanaman berbunga sampai pengisian biji, dengan mengambil lima tanaman contoh dari setiap petak percobaan.
Analisis Data 1. Analisis Keragaan Karakter Agronomis Analisis keragaan karakter agronomis dimulai dengan uji kehomogenan ragam. Pengujian kehomogenan ragam dianalisis menggunakan uji Bartlett. Hipotesis yang diuji adalah H0 : 𝜎12 = 𝜎22 = .... = 𝜎𝑘2 . Prosedur pada uji Bartlett ini menggunakan pendekatan khi-kuadrat dengan (k-1) derajat bebas. Statistik ujinya adalah: χ2 = 2,3026
𝑟𝑖 − 1 𝑖
𝑟𝑖 − 1 log Si2
log S 2 − 𝑖
di mana: 𝑆𝑖2
=
− 𝑌𝑖. )2 (𝑛𝑖 − 1)𝑆𝑖2 2 ; 𝑆 = 𝑟𝑖 − 1 𝑁−𝑡
𝑗 (𝑌𝑖𝑗
23
Nilai χ2 dikoreksi sebelum dibandingkan dengan nilai χ2𝛼 ,𝑘−1 . Nilai χ2 terkoreksi adalah (1/FK) χ2 , dengan FK adalah: 𝐹𝐾 = 1 +
1 3(𝑡 − 1)
𝑖
1 − 𝑟𝑖 − 1
1 𝑟𝑖 − 1
Analisis ragam gabungan dilakukan untuk masing-masing karakter yang diamati (Tabel 1) serta uji lanjut menggunakan uji DMRT. Analisis dilanjutkan dengan penghitungan nilai koefisien keragaman fenotipe (KKF), koefisien keragaman genotipe (KKG) dan heritabilitas untuk masing-masing karakter yang diamati. Penghitungan nilai koefisien keragaman menurut Singh dan Chaudhary (1979) menggunakan rumus sebagai berikut: σ2 P KKF =
x 100% xi σ2 G
KKG =
x 100% xi
Di mana: KKF = Koefisien keragaman fenotipe KKG = Koefisien keragaman genotipe σ2G
= Ragam genotipe
σ2P
= Ragam fenotipe
xi
= Rata-rata nilai pengamatan pada genotipe ke-i
Kriteria nilai koefisien keragaman genotipe (KKG) relatif adalah rendah (0 < x < 25%), agak rendah (25% < x < 50%), cukup tinggi (50% < x < 75%), dan tinggi (75% < x < 100%) (Moedjiono dan Mejaya 1994). Nilai heritabilitas dalam arti luas dihitung berdasarkan pemisahan nilai Kuadrat Tengah Harapan pada ANOVA (Tabel 1).
24
Tabel 1 Analisis ragam gabungan menggunakan model acak Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Kuadrat Tengah
ℓ-1
M5
M5/M2
ℓ(r-1)
M4
M4/M1
g-1
M3
ζ2E+r(ζ2GE +ζ2GLM)+rℓ (ζ2G+ζ2GM)
M3/M2
GxL
(ℓ-1)(g-1)
M2
ζ2E+r(ζ2GL +ζ2GLM)
M2/M1
Galat
ℓ(r-1)(g-1)
M1
ζ2E
Total
(rℓg)-1
Lokasi (L) Ulangan/Lokasi Genotipe (G)
Nilai Harapan Kuadrat Tengah
F-Hitung
Nilai heritabilitas dalam arti luas dihitung menggunakan rumus (Singh dan Chaudhary 1979, Annicchiarico 2002):
h2BS =
ζ2G ζ2P
Di mana:
ζ2G =
M3 – M2 rxℓ
ζ2GL =
M2 – M1 r
ζ2P = ζ2G +
ζ2GL ℓ
+
ζ2E rxℓ
h2BS = Heritabilitas dalam arti luas ζ2G = Ragam genetik ζ2P = Ragam fenotipe ζ2GL = Ragam interaksi genotipe x lingkungan ζ2E = Ragam galat (Kuadrat Tengah Galat) r
= Jumlah ulangan
ℓ
= Jumlah lokasi (lingkungan)
Nilai heritabilitas dikelompokkan menurut Stanfield (1983) yaitu tinggi (0,50 < h2BS < 1,00), sedang (0,20 < h2BS < 0,50), dan rendah (h2BS < 0,20).
25
2. Evaluasi Ketahanan Galur Harapan Padi Gogo terhadap Penyakit Blas Daun dan Hawar Daun Bakteri 2.1. Ketahanan terhadap Penyakit Blas Daun di Lokasi Purworejo Pengamatan terhadap gejala penyakit blas daun dilakukan di lokasi Purworejo. Pengukuran nilai serangan blas daun menggunakan skala Rice Standard Evaluation System (IRRI 2012) yang disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Kriteria tingkat serangan blas daun dan pengelompokan ketahanan berdasarkan standar IRRI Skala Gejala 0 Tidak ada serangan. 1 Bercak berupa bintik coklat kecil atau bintik yang lebih besar tanpa sporulasi. 2 Bintik coklat bulat sampai agak lonjong, dengan bintik transparan abu-abu, diameter 1-2 mm dan bagian pinggir berwarna coklat. Serangan kebanyakan pada daun bagian bawah. 3 Tipe serangan sama dengan skala 2, tetapi dengan jumlah gejala yang nyata pada daun bagian atas. 4 Tipe serangan blas rentan, diameter > 3 mm dan menginfeksi kurang dari 4% luas daun. 5 Serangan blas daun menginfeksi 4-10% luas daun. 6 Serangan blas daun menginfeksi 11-25% luas daun. 7 Serangan blas daun menginfeksi 26-50% luas daun. 8 Serangan blas menginfeksi 51-75% dari luas daun dan banyak daun yang mati. 9 Serangan blas menginfeksi > 75% luas daun. Pengelompokan Ketahanan 0 Sangat tahan 1-3 Tahan 4-6 Agak Rentan 7-9 Rentan Sumber: Rice Standard Evaluation System (IRRI 2012). Intensitas serangan (%) dihitung dengan formula:
I = ∑(n x v) x 100% NxV
26
Di mana: I = Intensitas serangan n = Jumlah tanaman terserang v = Skala masing-masing tanaman terserang N = Jumlah tanaman total yang diamati V = Skala tertinggi penyakit blas = 9
2.2. Ketahanan terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri di Lokasi Bogor Pengamatan terhadap penyakit hawar daun bakteri dilakukan di lokasi Bogor. Pengukuran nilai serangan hawar daun bakteri menggunakan skala Rice Standard Evaluation System (IRRI 2012) yang disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Kriteria tingkat serangan hawar daun bakteri dan pengelompokan ketahanan berdasarkan standar IRRI Skala Gejala Tingkat ketahanan 0 Tidak ada serangan Sangat tahan 1 Serangan 1-5% Tahan 3 Serangan 6-12% Agak tahan 5 Serangan 13-25% Agak rentan 7 Serangan 26-50% Rentan 9 Serangan 51-100% Sangat rentan Sumber: Rice Standard Evaluation System (IRRI 2012). Intensitas serangan (%) dihitung dengan formula: I = ∑(n x v) x 100% NxV Di mana: I = Intensitas serangan n = Jumlah tanaman terserang v = Skala masing-masing tanaman terserang N = Jumlah tanaman total yang diamati V = Skala tertinggi penyakit hawar daun bakteri = 9
27
3. Analisis Stabilitas Analisis stabilitas dilakukan untuk memperoleh informasi stabilitas galur-galur yang diuji di lima lokasi. Analisis dimulai dengan uji kehomogenan ragam kemudian dilanjutkan dengan analisis ragam gabungan. Secara skematis kegiatan penelitian dan analisis disajikan pada Gambar 2.
Karakterisasi Agronomis dan Uji Daya Hasil Lokasi 1
Sidik Ragam Lokasi 1
Karakterisasi Agronomis dan Uji Daya Hasil Lokasi 2
Karakterisasi Agronomis dan Uji Daya Hasil Lokasi 3, dst.
Sidik Ragam Lokasi 2
Sidik Ragam Lokasi 3, dst.
Uji Homogenitas Ragam
Homogen
Analisis Gabungan Seluruh Lokasi
Uji Stabilitas Daya Hasil menggunakan 4 metode: 1. Francis dan Kannenberg (1978) 2. Finlay dan Wilkinson (1963) 3. Eberhart dan Russel (1966) 4. AMMI
Diperoleh galur yang stabil dan spesifik lokasi
Gambar 2 Diagram alir kegiatan penelitian
28
Pendugaan parameter kestabilan dilakukan dengan menggunakan empat pendekatan stabilitas hasil yaitu: 1. Francis dan Kannenberg (1978) Francis dan Kannenberg (1978) mengukur stabilitas menggunakan koefisien keragaman (% KKi) setiap genotipe yang diuji pada beberapa lingkungan. Semakin kecil nilai koefisien keragaman genotipe, semakin stabil genotipe tersebut. Si 2 100% KKi = X i.
Di mana : Si2 = Kuadrat tengah genotipe ke-i Xi.
= Nilai rata-rata genotipe ke-i pada seluruh lingkungan
2. Finlay dan Wilkinson (1963) Analisis stabilitas Finlay dan Wilkinson (1963) didasarkan pada koefisien regresi (bi) antara hasil rata-rata suatu genotipe dengan rata-rata umum semua genotipe yang diuji dan semua lingkungan pengujian. Analisis ini dapat menjelaskan fenomena stabilitas dan adaptabilitas suatu genotipe. Genotipe-genotipe yang mempunyai slope regresi (bi) : > 1, = 1, dan < 1 berturut-turut mempunyai stabilitas di bawah rata-rata, setara rata-rata, dan di atas rata-rata. 3. Eberhart dan Russel (1966) Analisis stabilitas hasil menggunakan metode menurut Eberhart dan Russel (1966) dengan model sebagai berikut:
Yij = µ + βiIj + δij Di mana: Yij =
Hasil rataan dari genotipe ke-i di lingkungan ke-j
µ
Rataan umum untuk hasil/komponen hasil genotipe ke-i dari semua
=
lingkungan βi
=
Koefisien regresi, mengukur respon genotipe ke-i pada lingkungan yang berbeda
29
Ij
=
Indeks lingkungan yaitu rata-rata semua varietas pada lingkungan ke-j dikurangi rata-rata seluruh percobaan i Y ij
Ij =
g
−
i
j Y ij
gl
δij = Simpangan regresi dari genotipe ke-i pada lingkungan ke-j Parameter stabilitasnya: j Y ij I j 2 j Ij
3.1. Koefisien regresi (bi); bi =
3.2. Simpangan dari regresi (𝑆𝑑2 ); 𝑆𝑑2 = Di mana
𝑆𝑒2 𝑟
2 j δ ij
ℓ−2
S 2e
−
r
= dugaan galat gabungan δ2ij = j
Yij2 − j
Yi2 − g
(
2 j Yij Ij ) 2 j Ij
Genotipe stabil bila memiliki nilai koefisien regresi (bi) = 1 dan memiliki nilai deviasi (simpangan) regresi kuadrat tengah (𝑆𝑑2 ) = 0. Sidik ragam analisis stabilitas Eberhart dan Russel disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Sidik ragam analisis stabilitas Eberhart dan Russel Sumber Keragaman Derajat Bebas Kuadrat Tengah 2 i Yi.. Galur (G) g–1 − FK ℓ 2 i Yi Lingkungan (L) + (ℓ -1) + (g-1) Yij2 − ℓ Interaksi G x L (ℓ–1) i j Lingkungan (linier) Interaksi G x L (linier) Simpangan gabungan Galur 1
j Y.j Ij g j Ij2
1 i Yij Ij 2 j Ij
g–1 i
2
2
− JK lingk. (linier) δ2ij
g(ℓ–2) i
ℓ–2
Yij2
j
Yi2
−
j Yij Ij 2 j Ij
Yg2 − − ℓ
j Ygj Ij 2 j Ij
−
ℓ
j
2
⋮ Galur 12
ℓ–2
Ygj2 j
Galat gabungan Total
ℓ(g–1) (r–1) Yij2 − FK
gℓ – 1 i
j
2
30
4. Analisis AMMI (Additive Main Effect Multiplicative Interaction) Analisis AMMI merupakan analisis faktorial yang menggabungkan analisis ragam aditif bagi pengaruh utama perlakuan dan analisis komponen utama ganda dengan pemodelan bilinier bagi pengaruh interaksi (Tabel 5) (Mattjik dan Sumertajaya 2006). AMMI sangat efektif menjelaskan interaksi genotipe dengan lingkungan. Biplot digunakan untuk memperjelas pemetaan genotipe dengan lingkungan secara simultan (Sumertajaya 2007; Mattjik et al. 2011). Pemodelan bilinier pengaruh interaksi genotipe dengan lingkungan adalah sebagai berikut: 4.1. Menyusun
pengaruh
interaksi
dalam
bentuk
matriks
yaitu
genotipe (baris)* lingkungan (kolom) sehingga matriks berukuran a x b:
γ11 … γ1b γ= … … … γa1 … γab 4.2. Menguraikan bilinier terhadap matriks pengaruh interaksi n
γge =
λj φgj ρej + δge j=1
Model AMMI dapat ditulis sebagai berikut:
Yge = µ + g + βe +
λn λgn δen + ρge
Di mana: Yge = Hasil genotipe ke-g pada lingkungan ke-e µ
= Rataan umum
g = Simpangan genotipe ke-g terhadap rata-rata umum βe = Simpangan lingkungan ke-e terhadap rata-rata umum n
= Jumlah sumbu Komponen Utama Interaksi (KUI) dalam model
λn = Nilai singular untuk KUI sumbu ke-n λgn = Nilai vektor ciri genotipe untuk KUI sumbu ke-n δen = Nilai vektor ciri lingkungan untuk KUI sumbu ke-n ρge = Galat sisa
31
Tabel 5 Analisis ragam AMMI Sumber Keragaman
Derajat Bebas ℓ-1
Jumlah Kuadrat JKLingk
Kuadrat Tengah KTLingk
KTLingk/ KTGen*Lingk
Ulangan (L)
ℓ(r-1)
JKUl/Lingk
KTUl/Lingk
KTUl/Lingk/KTGalat
Genotipe (G)
g-1
JKGen
KTGen
KTGen/KTGalat
JKGen*Lingk
KTGen*Lingk KTGen*Lingk/KTGalat
Lingkungan (L)
Nilai F
GxL
(ℓ-1)(g-1)
KUI1
g+ ℓ-1-(2x1)
JKKUI1
KTKUI1
KTKUI1/ KTGalat
KUI2
g+ ℓ-1-(2x2)
JKKUI2
KTKUI2
KTKUI2/ KTGalat
⋮
⋮
⋮
⋮
⋮
KUIn
g+ ℓ-1-(2xn)
JKKUIn
KTKUIn
KTKUIn/ KTGalat
Galat
ℓ(r-1)(g-1)
JKGalat
KTGalat
-
Total
gℓr-1
32
33
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilaksanakan di lima lokasi yaitu Pekalongan (Lampung), Bogor dan Sukabumi (Jawa Barat), Purworejo (Jawa Tengah) dan Malang (Jawa Timur). Kelima lokasi tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Lokasi Pekalongan (Lampung) merupakan lahan kering tegalan. Lokasi Bogor merupakan lahan kering di kebun percobaan IPB dengan curah hujan tinggi. Lokasi Sukabumi merupakan lahan sawah yang dikeringkan. Lokasi Purworejo merupakan lahan kering dengan tanah berpasir. Lokasi Malang merupakan lahan sawah yang dikeringkan dan terdapat rembesan air pada permukaan tanahnya. Pelaksanaan penelitian secara umum berjalan baik. Pertumbuhan awal tanaman cukup baik, kecuali di Purworejo yang mengalami kekeringan akibat curah hujan yang kurang pada masa awal pertumbuhan. Adanya serangan burung pada awal pertanaman di Bogor mengakibatkan berkurangnya benih yang telah ditanam sehingga harus dilakukan penyulaman dan tanam ulang. Hama yang menyerang tanaman pada fase vegetatif antara lain belalang pemakan daun, namun serangannya tidak sampai menyebabkan kerugian hasil yang signifikan. Serangan blas daun (Pyricularia grisea pv. oryzae) terjadi di Pekalongan (Lampung) dan Purworejo, namun tidak menimbulkan kerugian yang besar. Hawar daun bakteri (Xanthomonas campestris pv. oryzae) menyerang tanaman di Bogor. Lokasi penelitian di Bogor merupakan daerah endemik hawar daun bakteri. Serangan dapat ditanggulangi meskipun tidak maksimal. Hawar daun bakteri juga menyerang sebagian tanaman di Purworejo, namun dalam skala serangan yang lebih kecil. Hama yang menyerang tanaman pada fase generatif antara lain walang sangit (Leptocorisa oratorius) yang menyerang tanaman pada saat muncul malai sampai bulir padi matang susu. Walang sangit menghisap cairan bulir padi yang menyebabkan gabah menjadi berubah warna, mengapur dan hampa. Serangan hama ini terjadi di Bogor dan Purworejo, namun serangan yang lebih luas tidak terjadi karena masih dapat ditanggulangi dengan penggunaan insektisida. Serangan blas leher menyerang tanaman di Lampung. Lokasi penelitian
34
merupakan daerah endemik penyakit blas karena patogen ini juga menyerang rumput gajah di sekitar pertanaman. Tanaman padi yang lain di sekitar lokasi penelitian juga mengalami serangan serupa. Serangan burung terjadi pada fase generatif sampai menjelang panen di Malang, Purworejo dan Bogor. Hal ini disebabkan karena perbedaan waktu tanam dengan areal pertanaman sekitar, umur galur yang lebih genjah serta tinggi tanaman pada galur-galur tertentu yang memudahkan burung untuk menyerang. Keragaan Karakter Agronomis Keragaan Umum Hasil analisis ragam gabungan menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada semua karakter agronomis yang diamati. Pengaruh genotipe, lokasi dan interaksi genotipe dengan lokasi (G x E) berpengaruh nyata terhadap karakterkarakter yang diamati (Tabel 6). Hal ini menunjukkan adanya perbedaan respon genotipe-genotipe yang diuji dari lokasi yang satu ke lokasi lainnya. Genotipe tanaman akan berinteraksi dengan lingkungan tumbuhnya. Besar kecilnya interaksi bergantung pada genotipe tanaman dan karakteristik lingkungannya (Baihaki 2000). Tabel 6 Analisis ragam pengaruh genotipe (G), lokasi (E), dan interaksi G×E pada karakter agronomis galur harapan padi gogo hasil kultur antera
Jumlah anakan vegetatif
305,82
64,99*
648,92
137,89*
12,98
2,76*
Jumlah anakan produktif
257,78
72,14*
295,05
82,56*
9,37
2,62*
Tinggi tanaman
5780,12
169,46*
2245,93
65,85*
112,08
3,29*
Umur berbunga
123,93
65,71*
3840,33
2036,38*
26,97
14,30*
Umur panen
86,06
24,68*
4373,64
1254,33*
25,42
7,29*
Panjang malai
58,18
36,05*
83,61
51,80*
5,91
3,66*
5355,41
13,87*
3922,81
10,16*
2843,66
7,36*
19098,46
49,17*
26955,93
69,40*
4262,83
10,98*
598,88
12,18*
10894,03
221,54*
1002,93
20,40*
2356,69
48,05*
2552,31
52,04*
568,43
11,59*
Bobot 1000 butir
61,92
32,61*
9,56
5,03*
9,17
4,83*
Produksi
10,61
9,12*
43,10
37,04*
8,08
6,94*
Jumlah gabah hampa Persen gabah isi Persen gabah hampa
F Hit Lokasi
F Hit G×E
F Hit Genotipe
Jumlah gabah isi
KT Lokasi
KT G×E
KT Genotipe
Karakter
Keterangan :* berpengaruh nyata berdasarkan Uji F pada taraf
kesalahan 5 %
Tabel 7 Nilai rata-rata karakter agronomis galur harapan padi gogo di lima lokasi Karakter Agronomis Genotipe
JAV
JAP
(btg/rmp) 12,6 c
(btg/rmp) 10,8 cd
JGI
JGH
B1000
PROD
(cm) 27,64 a
(btr/malai) 114,1 ab
(btr/malai)
(gram)
(ton/ha)
64,6 abc
30,73 a
3,19 bcd
FG1R-30-1-5
15,7 b 11,8 c
115,8 ab 118,8 a
23,18 c 26,49 ab
114,0 ab 114,1 ab
38,2 bc
27,48 bc
3,90 abc
104,0 a
26,92 bc
2,17 d
FG1R-30-1-4
89,5 a
117,9 a
25,27 b
96,9 b
104,8 a
26,71 bc
1,97 d
FG1-6-1-2
108,72 c 121,16 b
83,7 b 88,4 a
112,2 c 118,2 a
25,54 b 27,71 a
139,1 a 133,6 ab
65,3 abc
27,85 bc
3,46 abcd
56,5 abc
31,55 a
2,87 cd
9,7 cd 9,6 cd
115,39 bc 112,86 c
89,8 a 88,4 a
117,3 a 117,1 a
25,74 b 26,21 ab
107,6 ab 108,0 ab
104,5 a
27,40 bc
2,27 cd
100,3 a
27,02 bc
2,13 d
13,1 c 13,4 c
10,9 cd 11,6 c
90,69 d 89,26 de
87,4 a 87,3 a
115,8 ab 116,6 a
25,29 b 25,08 b
135,1 ab 138,9 ab
87,2 a
27,28 bc
4,54 ab
75,4 ab
27,93 b
4,77 ab
20,9 a 21,2 a
18,9 a 19,4 a
81,51 f 82,45 ef
87,1 a 88,7 a
116,2 ab 117,9 a
22,28 c 23,10 c
96,4 b 98,0 b
18,6 c
25,65 c
5,12 a
27,3 c
25,81 bc
4,84 ab
Rata-rata
13,5
12,0
104,11
87,5
116,4
25,30
116,3
70,6
27,69
3,43
KK (%)
16,1
15,8
5,61
1,6
1,6
5,00
16,9
27,9
5,0
30,60
FG1-70-2-1 FG1R-36-1-1
FG1-65-1-2 FG1R-30-1-3 FG1R-30-1-1 FM1R-1-3-1 Fat-4-1-1 Towuti Situ Bagendit
TT
UB
UP
(cm) 131,51 a
(HST) 81,8 b
(HST) 112,7 bc
14,2 b 9,9 cd
86,55 def 113,46 c
87,8 a 90,4 a
10,9 cd
10,0 cd
115,80 bc
11,4 cd 9,1 d
9,9 cd 8,9 d
10,9 cd 10,8 cd
PM
35
35
Keterangan : JAV=Jumlah anakan vegetatif (batang/rumpun); JAP=Jumlah anakan produktif (batang/rumpun); TT=Tinggi tanaman (cm); UB=Umur berbunga (HST); UP=Umur panen (HST); PM=Panjang malai (cm); JGI=Jumlah gabah isi (butir/malai); JGH=Jumlah gabah hampa (butir/malai); B1000=Bobot gabah seribu butir (gram); PROD=Produktivitas GKG (ton/ha). Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata dengan Uji DMRT pada taraf kesalahan 5%.
36
Nilai rata-rata karakter agronomis di lima lokasi pengujian disajikan pada Tabel 7. Galur FG1R-36-1-1 memiliki rata-rata jumlah anakan vegetatif dan anakan produktif terbanyak, serta jumlah gabah hampa paling sedikit. Galur FM1R-1-3-1, Fat-4-1-1 dan FG1R-36-1-1 memiliki tinggi tanaman relatif sedang. Galur FG1-70-2-1 memiliki umur berbunga dan umur panen tercepat, berbeda nyata dengan kedua varietas pembandingnya. Galur FG1-65-1-2 dan FG1-70-2-1 memiliki malai terpanjang. Galur FG1-6-1-2 memiliki rata-rata jumlah gabah isi terbanyak, berbeda nyata dengan kedua varietas pembandingnya. Galur FG1-702-1 dan FG1-65-1-2 memiliki bobot gabah 1000 butir paling tinggi dan berbeda nyata dengan kedua varietas pembanding. Keragaan Karakter Agronomis di Masing-masing Lokasi Jumlah Anakan Vegetatif dan Jumlah Anakan Produktif Rata-rata jumlah anakan vegetatif per rumpun galur harapan padi gogo di tiap lokasi pengujian disajikan pada Tabel 8. Galur FG1R-36-1-1 memiliki ratarata jumlah anakan vegetatif 15,7 batang per rumpun dan berbeda nyata dengan kedua varietas pembandingnya (Tabel 7). Rata-rata jumlah anakan vegetatif dari semua genotipe terbanyak yaitu di lokasi Malang (Tabel 8). Tabel 8 Rata-rata jumlah anakan vegetatif galur harapan padi gogo di lima lokasi Galur
Jumlah anakan vegetatif (batang/rumpun) Bogor Sukabumi Purworejo 13,9 bc 10,8 de 9,5 b
FG1-70-2-1
Lampung 10,9 cd
FG1R-36-1-1
13,0 bc
16,3 b
FG1R-30-1-5
11,9 bcd
10,8 cd
FG1R-30-1-4
10,2 cd
FG1-6-1-2
16,4 c
Malang 18,1 bc
14,4 a
18,6 bc
9,2 ef
10,0 b
17,4 c
10,8 cd
9,5 def
7,6 b
16,6 c
9,2 de
10,3 cd
9,6 def
10,1 b
17,7 bc
FG1-65-1-2 FG1R-30-1-3
6,8 e 9,7 de
9,4 d 11,4 cd
7,6 f 9,3 ef
6,9 b 7,9 b
15,0 c 16,3 c
FG1R-30-1-1 FM1R-1-3-1
10,3 cd 10,8 cd
10,3 cd 13,6 bcd
10,2 de 11,3 de
6,6 b 8,6 b
16,6 c 21,2 b
Fat-4-1-1
14,3 ab
13,8 bc
11,9 d
8,8 b
18,1 bc
Situ Bagendit
14,7 ab
22,6 a
22,7 a
15,7 a
29,1 a
Towuti
16,5 a
25,6 a
19,5 b
14,7 a
30,0 a
Rata-rata
11,5
14,0
12,3
10,1
19,5
KK (%)
17,2
18,4
12,1
22,6
12,1
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji DMRT pada taraf kesalahan 5%.
37
Adanya perbedaan rata-rata jumlah anakan per rumpun di masing-masing lokasi menunjukkan adanya interaksi antara genotipe dengan lingkungan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi jumlah anakan antara lain curah hujan, jarak tanam, teknik budidaya dan ketersediaan unsur hara (Yudarwati 2010). Rata-rata jumlah anakan yang sedikit di Purworejo antara lain dipengaruhi oleh curah hujan yang kurang pada masa awal pertanaman sehingga menghambat pertumbuhan anakan. Curah hujan dan faktor lingkungan yang lebih mendukung di Malang mempengaruhi pertumbuhan awal dan jumlah anakan yang lebih banyak. Rata-rata jumlah anakan vegetatif dari semua galur yang diuji berkisar antara 9,1 - 15,7 anakan per rumpun. Las et al. (2004) mengkategorikan varietas dengan jumlah anakan total per rumpun sedikit (<10), sedang (11-15), banyak (16-20) dan sangat banyak (>20). Berdasarkan kategori tersebut galur FG1-65-1-2 tergolong memiliki jumlah anakan yang sedikit. Galur FG1-70-2-1, FG1R-30-1-5, FG1R-30-1-4, FG1-6-1-2, FG1R-30-1-3, FG1R-30-1-1, FM1R-1-3-1, dan Fat-41-1 dikategorikan memiliki jumlah anakan sedang. Galur FG1R-36-1-1 tergolong memiliki anakan banyak. Tabel 9 Rata-rata jumlah anakan produktif galur harapan padi gogo di lima lokasi Galur FG1-70-2-1
Lampung 8,7 e
Jumlah anakan produktif (batang/rumpun) Bogor Sukabumi Purworejo 12,0 de 10,6 de 7,7 b
FG1R-36-1-1
10,8 cd
15,2 c
FG1R-30-1-5 FG1R-30-1-4
9,5 cde 11,4 c
10,1 de 10,7 de
FG1-6-1-2
9,2 de
FG1-65-1-2
16,2 c
Malang 15,3 bc
12,5 a
15,6 b
8,9 ef 9,1 ef
8,3 b 6,1 b
12,8 bc 12,6 bc
9,0 e
9,4 ef
7,8 b
14,1 bc
9,8 cde
9,2 e
7,5 f
5,8 b
12,4 bc
FG1R-30-1-3 FG1R-30-1-1
10,5 cde 9,2 de
11,0 de 10,0 de
9,2 ef 10,1 de
6,2 b 6,2 b
11,8 c 12,6 bc
FM1R-1-3-1 Fat-4-1-1
8,7 e 10,8 cd
11,6 de 13,2 cd
11,2 de 11,9 d
7,3 b 7,3 b
16,0 b 14,9 bc
Situ Bagendit
14,9 b
20,7 b
22,7 a
13,0 a
23,2 a
Towuti
16,6 a
24,1 a
19,5 b
15,0 a
21,7 a
Rata-rata
10,8
13,1
12,2
8,5
15,2
KK (%)
11,1
15,8
12,9
26,2
14,5
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji DMRT pada taraf kesalahan 5%.
38
Rata-rata jumlah anakan produktif per rumpun dari galur harapan padi gogo disajikan pada Tabel 9. Anakan produktif merupakan anakan tanaman padi yang menghasilkan malai normal yang produktif. Jumlah anakan produktif merupakan salah satu parameter komponen hasil produksi padi. Rata-rata jumlah anakan produktif semua galur yang diuji berkisar antara 8,9 sampai dengan 14,2 batang per rumpun (Tabel 7). Galur FG1R-36-1-1 mempunyai rata-rata jumlah anakan produktif terbanyak yaitu 14,2 batang per rumpun. Rata-rata jumlah anakan produktif semua galur di lokasi Malang paling banyak yaitu 15,2 batang per rumpun (Tabel 9). Tidak semua anakan yang terbentuk pada fase vegetatif membentuk malai normal pada fase generatif. Tinggi Tanaman Tinggi tanaman merupakan karakter yang cukup penting karena berpengaruh terhadap tingkat kerebahan dan efisiensi dalam pemanenan. Umumnya dalam proses seleksi pemuliaan tanaman tidak mengarah kepada tanaman yang lebih tinggi, karena akan rentan rebah. Rata-rata tinggi tanaman galur harapan padi gogo yang diuji disajikan pada Tabel 10. Rata-rata tinggi tanaman dari semua genotipe berkisar antara 81,5 - 131,5 cm. Kriteria tinggi tanaman berdasarkan Rice Standard Evaluation System dari IRRI untuk padi gogo yaitu agak pendek (< 90 cm), sedang (90-125 cm), dan tinggi (> 125 cm) (IRRI 2012). Berdasarkan kriteria tersebut, genotipe-genotipe dengan rata-rata tinggi tanaman yang tergolong agak pendek yaitu FG1R-36-1-1, Fat-4-1-1, Situ Bagendit dan Towuti. Galur-galur dengan tinggi tanaman tergolong sedang yaitu FG1R-30-1-5, FG1R-30-1-4, FG1-6-1-2, FG1R-30-1-3, FG1-65-1-2 dan FG1R30-1-1. Galur dengan tinggi tanaman yang tergolong tinggi yaitu FG1-70-2-1 (Tabel 10). Kriteria padi tipe baru berdasarkan standar IRRI yaitu mempunyai tinggi tanaman antara 80-100 cm (IRRI 2012). Dari sepuluh galur yang diuji diperoleh tiga galur yang memenuhi kriteria ini yaitu FG1R-36-1-1, FM1R-1-3-1 dan Fat-41-1 dengan rata-rata tinggi tanaman berkisar antara 86,6 - 90,7 cm. Galur FG1-702-1 mempunyai postur paling tinggi dengan rata-rata tinggi tanaman 131,5 cm sehingga lebih rentan rebah dan rentan serangan burung. Penampilan galur FG170-2-1 di Malang mencapai tinggi 142,1 cm.
39
Tabel 10 Rata-rata tinggi tanaman galur harapan padi gogo di lima lokasi Tinggi tanaman (cm) Galur FG1-70-2-1
Lampung 134,8 a
Bogor
Sukabumi
Purworejo
Malang
132,8 a
136,1 a
111,9 ab
142,1 a
FG1R-36-1-1 FG1R-30-1-5
88,8 cd 118,1 b
72,6 d 105,0 b
91,5 d 122,6 b
84,8 e 103,9 bc
95,2 d 117,7 c
FG1R-30-1-4
121,6 b
107,3 b
121,9 b
107,8 abc
120,6 bc
99,7 c
101,1 b
114,6 c
103,3 bc
125,0 b
FG1-65-1-2 FG1R-30-1-3
118,2 b 116,2 b
108,2 b 107,3 b
125,4 b 124,6 b
116,1 a 106,9 abc
138,0 a 122,0 bc
FG1R-30-1-1
114,2 b
107,2 b
125,1 b
100,6 cd
117,4 c
FG1-6-1-2
FM1R-1-3-1
94,9 cd
81,6 c
90,0 d
91,2 de
95,8 d
Fat-4-1-1
93,5 cd
82,9 c
89,0 d
90,2 e
90,9 de
Situ Bagendit
74,9 e
71,8 d
88,9 d
82,3 e
89,8 de
Towuti
83,1 de
75,3 cd
87,5 d
81,0 e
85,5 e
Rata-rata KK (%)
104,8
96,1
109,7
98,3
111,6
7,5
5,5
3,8
6,8
3,9
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji DMRT pada taraf kesalahan 5%.
Rata-rata tinggi tanaman seluruh genotipe yang diuji di Malang, Sukabumi dan Lampung berkisar antara 104,8 - 111,6 cm, sedangkan di Bogor dan Purworejo rata-rata tinggi tanaman seluruh genotipe yaitu 96,1 cm dan 98,3 cm. Perbedaan rata-rata tinggi tanaman di tiap lokasi menunjukkan adanya faktor lingkungan yang mempengaruhi keragaan tinggi tanaman. Karakter tinggi tanaman sangat dipengaruhi oleh ketersediaan unsur N. Kelebihan N akan menyebabkan pertumbuhan tanaman lebih tinggi sehingga tanaman mudah rebah. Umur Berbunga dan Umur Panen Munculnya bunga merupakan tanda bahwa tanaman telah memasuki masa peralihan dari fase vegetatif menuju fase generatif. Rata-rata umur berbunga galur harapan padi gogo di tiap lokasi pengujian disajikan pada Tabel 11. Rata-rata umur berbunga dari semua galur yang diuji berkisar antara 81,8 sampai dengan 90,4 hari setelah tanam (HST) (Tabel 7). Galur FG1-70-2-1 dan FG1-6-1-2 memiliki umur berbunga yang paling pendek yaitu 81,8 dan 83,7 HST. Galur FG1R-30-1-5 mempunyai umur berbunga paling panjang yaitu 90,40 HST.
40
Tabel 11 Rata-rata umur berbunga galur harapan padi gogo di lima lokasi Galur
Umur berbunga (HST) Sukabumi Purworejo 74,5 f 82,3 abcd
Lampung 76,5 f
Bogor 77,5 d
FG1R-36-1-1
85,3 d
80,0 c
88,5 ab
85,0 a
100,3 fg
FG1R-30-1-5
89,0 bc
85,8 a
87,5 b
83,0 abc
106,8 ab
FG1R-30-1-4 FG1-6-1-2
89,0 bc 79,5 e
80,3 c 77,5 d
88,0 b 81,5 e
84,5 ab 81,3 bcde
105,5 bc 98,8 gh
FG1-65-1-2
89,5 ab
82,5 b
85,3 d
84,3 ab
100,5 efg
FG1R-30-1-3
90,8 a
81,3 bc
87,8 b
81,5 bcde
107,8 a
FG1R-30-1-1
87,5 c
81,5 bc
85,0 d
80,5 cde
107,3 ab
FM1R-1-3-1
90,0 ab
79,8 c
86,5 c
78,5 e
102,3 def
Fat-4-1-1
90,3 ab
79,8 c
85,5 d
79,5 de
101,5 ef
Situ Bagendit
84,3 d
80,5 bc
88,3 ab
80,0 cde
102,5 de
Towuti
84,3 d
82,5 b
89,3 a
83,0 abc
104,3 cd
Rata-rata
86,3
80,7
85,6
81,9
102,9
KK (%)
1,2
1,6
0,8
2,6
1,3
FG1-70-2-1
Malang 98,0 gh
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji DMRT pada taraf kesalahan 5%.
Umur berbunga berkorelasi positif dengan umur tanaman atau masa panen. Galur yang mempunyai umur berbunga lebih pendek umumnya umur masak galur tersebut juga lebih pendek atau biasa disebut dengan umur genjah. Umur panen merupakan salah satu karakter/peubah penting dalam mempertimbangkan untuk memilih galur atau varietas. Umur panen yang lebih cepat akan menguntungkan karena masa tanam menjadi lebih pendek sehingga bisa dipanen lebih cepat. Rata-rata umur panen galur harapan padi gogo di tiap lokasi pengujian disajikan pada Tabel 12. Galur dengan umur terpendek yang teramati yaitu galur FG1-6-1-2 dan FG1-70-2-1 dengan umur panen masing-masing 112,2 dan 112,7 HST. Galur dengan umur panen terpanjang yaitu galur FG1-65-1-2 dan FG1R-301-5 dengan umur panen masing-masing 118,2 dan 118,8 HST (Tabel 7). Siregar (1981) mengelompokkan umur panen (P) varietas padi menjadi empat yaitu sangat genjah (P ≤ 110 HST), genjah (110 < P ≤ 115 HST), sedang (115 < P ≤ 125 HST), dan berumur dalam (125 < P ≤ 150 HST). Berdasarkan pengelompokan tersebut terdapat dua galur yang tergolong genjah yaitu FG1-6-1-2 dan FG1-70-21, sedangkan sepuluh galur yang lain tergolong berumur sedang.
41
Tabel 12 Rata-rata umur panen galur harapan padi gogo di lima lokasi Galur
Umur panen (HST) Sukabumi Purworejo 103,5 d 116,0 a
FG1-70-2-1
Lampung 106,0 d
Bogor 108,3 e
FG1R-36-1-1
114,5 c
110,8 cde
109,8 b
115,3 ab
128,5 c
FG1R-30-1-5
119,5 ab
116,8 a
109,5 b
113,0 bc
135,0 ab
FG1R-30-1-4
119,5 ab
111,3 cd
109,0 b
114,5 ab
135,0 ab
FG1-6-1-2 FG1-65-1-2
109,8 d 119,8 ab
108,3 e 114,3 b
105,8 c 109,0 b
111,3 cd 114,3 ab
125,8 d 133,5 ab
FG1R-30-1-3
117,3 abc
112,5 bcd
108,8 b
113,0 bc
135,0 ab
FG1R-30-1-1
117,5 abc
113,3 bc
108,8 b
110,5 cd
135,5 a
FM1R-1-3-1 Fat-4-1-1
118,5 abc 121,0 a
110,0 de 110,3 de
109,0 b 109,3 b
108,5 d 109,3 d
133,0 b 133,3 b
Situ Bagendit
114,3 c
111,3 cd
111,8 a
110,0 d
133,8 ab
Towuti
115,0 bc
114,0 b
112,0 a
113,0 bc
135,5 a
Rata-rata
116,0
111,7
108,8
112,2
132,8
0,8
1,6
1,0
KK (%)
2,6
1,5
Malang 129,8 c
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji DMRT pada taraf kesalahan 5%.
Rata-rata umur berbunga 50% dan umur panen dari semua galur yang diuji berbeda di tiap lokasi pengujian. Rata-rata umur berbunga dan umur panen di Malang lebih lama dibandingkan dengan lokasi yang lain, yaitu umur berbunga 102,9 HST dan umur panen 132,8 HST. Umur berbunga di Bogor paling cepat yaitu 80,7 HST. Rata-rata umur panen di Sukabumi yaitu 108,8 HST, lebih cepat dibandingkan dengan lokasi yang lain. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh faktor lingkungan yang menyebabkan perbedaan umur berbunga dan umur panen di masing-masing lokasi. Faktor yang mempengaruhi umur berbunga dan umur panen antara lain suhu dan intensitas sinar matahari. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah 230C. Suhu yang terlalu tinggi pada masa ini dapat menyebabkan gabah hampa karena proses fotosintesis akan terganggu. (Yudarwati 2010).
42
Panjang Malai, Gabah Isi dan Gabah Hampa Pengamatan panjang malai diukur dari leher malai sampai dengan ujung malai. Umumnya malai panjang menghasilkan gabah lebih banyak dibandingkan dengan malai pendek. Meskipun jumlah gabah isi dan gabah hampa per malai juga akan mempengaruhi berat produksi per satuan luas, namun malai yang lebih panjang memiliki peluang lebih tinggi produksi hasilnya dengan gabah yang lebih banyak. Rata-rata panjang malai galur-galur padi gogo disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Rata-rata panjang malai galur harapan padi gogo di lima lokasi Galur
Panjang malai (cm) Sukabumi Purworejo 29,37 a 28,54 b
FG1-70-2-1
Lampung 27,27 abc
Bogor 28,42 a
Malang 24,59 b
FG1R-36-1-1 FG1R-30-1-5
25,22 bcd 27,84 ab
20,18 c 26,10 ab
22,20 e 25,95 b
25,09 fg 28,64 b
23,23 cd 23,93 bc
FG1R-30-1-4
26,14 abc
25,28 b
24,53 cd
26,38 ef
24,03 bc
FG1-6-1-2 FG1-65-1-2
24,62 cd 28,55 a
24,74 b 26,23 ab
26,07 b 26,28 b
29,50 b 31,54 a
22,78 cd 25,98 a
FG1R-30-1-3
25,92 abc
24,44 b
25,40 bc
28,19 bc
24,76 b
FG1R-30-1-1
25,63 abc
26,43 ab
26,15 b
28,12 bcd
24,73 b
FM1R-1-3-1 Fat-4-1-1
26,25 abc 25,75 abc
26,37 ab 26,92 ab
23,47 de 23,41 de
26,83 cde 26,50 def
23,52 bcd 22,81 cd
Situ Bagendit
21,31 e
20,59 c
22,94 e
24,08 g
22,47 d
Towuti
22,82 de
21,89 c
22,80 e
25,10 fg
22,90 cd
Rata-rata
25,61
24,80
24,88
27,40
23,81
KK (%)
6,88
6,16
3,72
3,80
3,41
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji DMRT pada taraf kesalahan 5%.
Sembilan dari sepuluh galur yang diuji rata-rata memiliki malai yang lebih panjang dan berbeda nyata dibandingkan dengan kedua varietas pembandingnya. Galur FG1-65-1-2 dan FG1-70-2-1 memiliki rata-rata malai terpanjang yaitu 27,71 dan 27,64 cm. Berdasarkan pengelompokan yang dilakukan Rusdiansyah (2006), seluruh genotipe yang diuji memiliki malai yang tergolong sedang (20-30 cm). Malai yang tergolong pendek yaitu kurang dari 20 cm, dan yang tergolong panjang lebih dari 30 cm. Rata-rata panjang malai dari seluruh galur di masingmasing lokasi pengujian menunjukkan rata-rata yang berbeda. Di lokasi Purworejo rata-rata memiliki malai yang lebih panjang dibandingkan dengan
43
lokasi lainnya (27,40 cm), sedangkan rata-rata malai terpendek yaitu di Malang (23,81 cm) (Tabel 13). Perbedaan rata-rata panjang malai di tiap lokasi menunjukkan adanya pengaruh faktor lingkungan terhadap karakter panjang malai. Rata-rata jumlah gabah isi, jumlah gabah hampa dan jumlah gabah total per malai dari galur-galur yang diuji disajikan pada Tabel 14, 15 dan 16. Gabah merupakan komponen hasil yang terpenting pada tanaman padi, karena jumlah gabah isi akan mempengaruhi bobot produksi yang dihasilkan tanaman. Tabel 14 Rata-rata jumlah gabah isi per malai galur harapan padi gogo di lima lokasi pengujian
FG1-70-2-1
Lampung 144,3 a
Jumlah gabah isi (butir/malai) Bogor Sukabumi Purworejo 91,9 cd 118,0 abc 106,7 ef
Malang 107,7 ef
FG1R-36-1-1
122,3 abc
93,6 cd
124,2 abc
127,1 cde
FG1R-30-1-5 FG1R-30-1-4
149,0 a 149,6 a
136,2 ab 96,9 cd
121,3 abc 92,7 c
98,9 ef 127,9 bcde 115,2 cdef
FG1-6-1-2
147,2 a
110,4 bcd
126,8 abc
135,4 bcd
FG1-65-1-2
150,1 a
108,1 bcd
141,2 a
175,7 a 109, 6 def
FG1R-30-1-3 FG1R-30-1-1
121,6 abc 128,0 ab
99,6 cd 136,9 ab
112,9 abc 104,5 bc
FM1R-1-3-1 Fat-4-1-1
97,0 bcd 121,1 abc
118,5 bc 149,0 a
126,6 abc 131,5 ab
Situ Bagendit
81,8 d
86,0 d
110,2 abc
Towuti
93,9 cd
100,8 cd
116,3 abc
Galur
142,5 abcd 107,2 ef 159,5 ab 145,7 abc 93,8 ef 86,0 f
36,1 h 30,1 h 158,9 ab 61,6 g 63,6 g 173,7 a 147,2 bc 110,5 def 93,0 f
Rata-rata
125,5
110,6
118,9
123,3
103,7
KK (%)
16,0
17,6
17,2
17,2
16,3
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji DMRT pada taraf kesalahan 5%.
Rata-rata jumlah gabah isi dari seluruh galur yang diuji berkisar antara 96,9 sampai dengan 139,1 butir gabah per malai (Tabel 7). Sembilan dari sepuluh galur yang diuji memiliki jumlah gabah isi lebih banyak dibandingkan dengan kedua varietas pembandingnya. Galur FG1-6-1-2 memiliki rata-rata jumlah gabah isi terbanyak di semua lokasi (berkisar antara 110,4 – 175,7 butir per malai), berbeda nyata dengan kedua varietas pembandingnya (Tabel 14). Banyaknya jumlah gabah isi galur-galur yang diuji dibandingkan dengan varietas pembandingnya menunjukkan keberhasilan persilangan antar tetuanya (padi lokal
44
Pulau Buru dan padi tipe baru) yaitu untuk meningkatkan jumlah gabah isi per malai. Jumlah gabah hampa galur FG1R-36-1-1 di semua lokasi paling sedikit yaitu berkisar antara 15,5 - 50,1 butir per malai, dengan rata-rata 38,2 butir gabah hampa per malai (Tabel 15). Tabel 15 Rata-rata jumlah gabah hampa per malai galur harapan padi gogo di lima lokasi pengujian
FG1-70-2-1
Lampung 49,4 de
FG1R-36-1-1
48,2 de
Jumlah gabah hampa (butir/malai) Bogor Sukabumi Purworejo 50,9 b 82,4 b 81,3 abc 15,5 c 37,5 c 50,1 d
FG1R-30-1-5
72,7 bc
44,5 b
100,0 ab
FG1R-30-1-4
66,6 bcde
42,1 b
115,3 a
FG1-6-1-2 FG1-65-1-2
44,9 e 85,0 b
58,3 ab 36,2 bc
81,0 b 35,1 c
FG1R-30-1-3 FG1R-30-1-1
68,9 bcd 53,5 cde
51,4 b 58,0 ab
107,8 ab 111,8 ab
119,0 a
50,6 b
85,0 ab
Fat-4-1-1
83,8 b
80,5 a
78,9 b
Situ Bagendit
19,3 f
14,9 c
14,8 c
Towuti
22,5 f
14,7 c
25,4 c
17,1 e 26,2 e
Rata-rata
61,2
43,1
72,9
67,8
107,9
KK (%)
22,6
38,6
27,6
23,4
26,4
Galur
FM1R-1-3-1
80,3 abc 72,0 bcd 75,0 abcd 84,0 abc 99,2 a 91,8 ab 75,4 abcd 59,9 cd
Malang 59,2 cd 39,7 cd 222,6 a 227,8 a 67,2 bcd 42,3 cd 195,2 a 186,3 a 106,1 b 73,8 bc 27,0 d 47,6 cd
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji DMRT pada taraf kesalahan 5%.
Jumlah gabah total per malai terbanyak yaitu galur Fat-4-1-1, FM1R-1-31, FG1R-30-1-5 dan FG1R-30-1-3 dengan rata-rata jumlah gabah total di semua lokasi berkisar antara 212,1 - 222,3 butir per malai, berbeda nyata dengan kedua varietas pembandingnya (Tabel 16). Persentase jumlah gabah isi dan gabah hampa per malai dari galur-galur yang diuji disajikan pada Tabel 17 dan Tabel 18. Galur FG1R-36-1-1 memiliki rata-rata persentase gabah isi terbanyak di semua lokasi. Persentase jumlah gabah isi galur FG1R-36-1-1 terbanyak di lokasi Bogor yaitu 85,5% dan tidak berbeda nyata dengan kedua varietas pembandingnya (Tabel 17). Galur FG1R-36-1-1 juga memiliki persentase gabah hampa paling sedikit di semua lokasi (berkisar antara 14,5 – 33,2%) (Tabel 18).
45
Tabel 16
Rata-rata jumlah gabah total per malai galur harapan padi gogo di lima lokasi pengujian
Galur
Lampung
Jumlah gabah total (butir/malai) Bogor Sukabumi Purworejo
Malang
FG1-70-2-1
193,7 abc
142,8 cde
200,4 ab
188,0 d
166,9 de
FG1R-36-1-1 FG1R-30-1-5
170,5 c 221,7 ab
109,1 de 180,7 bc
161,7 cd 221,3 a
149,0 e 208,2 bcd
166,8 de 258,7 ab
FG1R-30-1-4 FG1-6-1-2
216,2 ab 192,1 bc
139,0 cde 168,7 bc
208,0 ab 207,8 ab
187,2 d 250,7 a
257,9 ab 202,6 cd
FG1-65-1-2 FG1R-30-1-3
235,1 a 190,5 bc
144,3 cd 151,0 cd
176,3 bc 220,7 a
193,6 d 241,7 ab
201,2 cd 256,8 ab
FG1R-30-1-1 FM1R-1-3-1
181,5 bc 216,0 ab
194,9 ab 169,1 bc
216,3 a 211,6 a
199,0 cd 234,9 abc
249,9 ab 279,8 a
Fat-4-1-1
204,9 abc
229,5 a
210,4 ab
205,6 bcd
221,0 bc
Situ Bagendit
101,1 d
100,9 e
125,0 e
110,9 e
137,5 e
Towuti
116,4 d
115,5 de
141,7 de
112,2 e
140,6 e
Rata-rata
186,6 14,0
153,8 17,4
191,8 11,3
190,1 13,0
211,6 14,4
KK (%)
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji DMRT pada taraf kesalahan 5%.
Tabel 17 Rata-rata persentase gabah isi galur harapan padi gogo di lima lokasi Genotipe
Persentase gabah isi Sukabumi Purworejo 58,8 bc 56,5 ef
FG1-70-2-1
Lampung 74,3 abc
Bogor 64,3 c
FG1R-36-1-1
71,9 bcd
85,5 ab
77,2 a
66,8
bcde
76,7
abc
FG1R-30-1-5
67,0 cde
75,3 bc
54,7 bcd
61,7
cdef
14,3
f
FG1R-30-1-4
68,7 bcd
69,8 c
45,3 d
62,3
cdef
11,9
f
FG1-6-1-2
76,4 ab
65,1 c
61,1 bc
70,3
bcd
67,0
cd
FG1-65-1-2
64,2 de
75,3 bc
80,0 a
56,8
ef
79,2
ab
FG1R-30-1-3
64,0 de
65,6 c
51,9 bcd
58,8
def
25,2
e
FG1R-30-1-1 FM1R-1-3-1
70,6 bcd
71,0 c
47,5 cd
53,2
f
25,9
e
44,7 f
71,4 c
60,3 bc
67,8
bcde
62,0
d
Fat-4-1-1
59,3 e
65,4 c
62,5 b
71,0
bc
69,4
bcd
Towuti
81,0 a 80,4 a 68,6 7,4
85,2 ab 87,3 a 73,4 9,6
88,2 a 82,9 a 64,2 13,1
84,5 76,5 65,7 10,7
a ab
81,7 66,3 53,7 13,3
a cd
Situ Bagendit Rata-rata KK (%)
Malang 64,7 d
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji DMRT pada taraf kesalahan 5%.
46
Tabel 18 Rata-rata persentase gabah hampa galur harapan padi gogo di lima lokasi Lampung 25,7 def
Persentase gabah hampa Bogor Sukabumi Purworejo 35,7 a 41,0 bc 43,5 ab
28,1 cde
14,5 bc
22,3 d
33,2 bcde
23,4 def
FG1R-30-1-4
33,0 bcd 31,3 cde
24,7 ab 30,3 a
45,2 abc 55,0 a
38,3 abcd 37,7 abcd
85,7 a 88,1 a
FG1-6-1-2
23,6 ef
34,9 a
39,2 bc
29,7 cde
33,0 cd
FG1-65-1-2
35,9 bc
24,7 ab
19,9 d
43,2 ab
20,8 ef
FG1R-30-1-3 FG1R-30-1-1
36,0 bc 29,4 cde
34,4 a 29,0 a
48,5 abc 52,3 ab
41,3 abc 46,8 a
74,8 b 74,1 b
FM1R-1-3-1
55,3 a
28,6 a
40,2 bc
32,2 bcde
38,0 c
Fat-4-1-1
40,7 b
34,6 a
37,2 c
29,0 de
30,6 cde
Towuti
19,0 f 19,6 f 31,5 16,1
14,8 bc 12,7 c 26,6 26,6
11,8 d 16,5 d 35,8 23,4
15,6 f 23,5 ef 34,3 20,4
18,4 f 33,7 cd 46,3 15,4
Genotipe FG1-70-2-1 FG1R-36-1-1 FG1R-30-1-5
Situ Bagendit Rata-rata KK (%)
Malang 35,3 c
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji DMRT pada taraf kesalahan 5%.
Jumlah gabah per malai dapat dipengaruhi oleh jumlah daun, yang akan menentukan banyaknya jumlah bulir. Jumlah gabah per malai juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu rendah dan sedikitnya cahaya yang tersedia pada saat pembentukan malai yang akan meningkatkan jumlah gabah hampa. Adanya gangguan akibat hama dan penyakit juga mempengaruhi jumlah gabah isi per malai. Rata-rata di semua lokasi percobaan dijumpai serangan walang sangit (Leptocorisa sp.). Hama ini dapat merusak bulir padi pada fase pemasakan dengan menghisap butiran gabah yang sedang mengisi. Kerusakan yang ditimbulkan dapat menyebabkan beras berubah warna dan mengapur, serta gabah menjadi hampa (Syam et al. 2007). Penyakit blas daun dan blas leher malai yang dijumpai di lokasi Purworejo dan Lampung, serta penyakit hawar daun bakteri yang dijumpai di Bogor juga bisa mempengaruhi jumlah dan persentase gabah isi dan gabah hampa. Penyakit-penyakit ini menyebabkan jumlah gabah hampa semakin tinggi.
47
Bobot Gabah 1000 Butir Rata-rata bobot 1000 butir gabah galur harapan padi gogo di tiap lokasi disajikan pada Tabel 19. Rata-rata bobot gabah 1000 butir dari galur-galur yang diuji di semua lokasi berkisar antara 26,71 – 31,55 gram. Seluruh galur yang diuji memiliki rata-rata bobot 1000 butir lebih tinggi dibandingkan dengan kedua varietas pembandingnya. Galur FG1-65-1-2 dan FG-70-2-1 memiliki rata-rata bobot 1000 butir tertinggi yaitu masing-masing seberat 31,55 dan 30,73 gram (Tabel 7), dan berbeda nyata dengan pembanding Situ Bagendit dan Towuti. Tabel 19 Rata-rata bobot 1000 butir gabah galur harapan padi gogo di lima lokasi Genotipe
Lampung
Bobot gabah 1000 butir (gram) Bogor Sukabumi Purworejo
Malang
FG1-70-2-1
28,80 a
34,67 a
30,05 a
29,77 b
30,38 b
FG1R-36-1-1
27,25 cd
27,72 bc
27,35 bc
26,50 c
28,58 cd
FG1R-30-1-5
25,85 e
25,88 bc
27,63 b
28,04 bc
27,20 ef
FG1R-30-1-4
28,45 a
27,02 bc
25,48 bcde
27,26 bc
25,33 gh
FG1-6-1-2
27,60 bcd
26,93 bc
27,58 b
27,54 bc
29,58 bc
FG1-65-1-2
25,85 e
31,55 a
33,84 a
34,28 a
FG1R-30-1-3
28,00 abc
32,23 a 28,24 bc
25,08 de
27,65 bc
28,03 de
FG1R-30-1-1
27,08 d
26,33 bc
26,93 bcd
27,97 bc
26,78 f
FM1R-1-3-1
28,20 ab
26,78 bc
27,68 b
27,41 bc
26,35 fg
Fat-4-1-1
28,45 a
28,46 b
26,45 bcde
29,30 b
26,98 ef
Towuti
27,35 cd
25,10 bc
24,45 e
26,32 c
25,05 h
Situ Bagendit
25,85 e
24,79 c
25,28 cde
27,84 bc
25,28 gh
27,39 1,92
27,85 7,50
27,12 5,14
28,29 5,43
27,81 2,73
Rata-rata KK (%)
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji DMRT pada taraf kesalahan 5%.
Bobot gabah 1000 butir lebih ditentukan oleh bentuk gabah. Bentuk gabah yang lonjong dan berukuran besar akan mempunyai bobot yang lebih tinggi dibandingkan dengan gabah yang berbentuk bulat dan berukuran kecil. Bobot 1000 butir gabah juga dipengaruhi oleh kondisi setelah pembungaan, misalnya tersedianya fotosintat, cuaca dan jumlah daun. Kondisi tersebut akan mempengaruhi banyak sedikitnya karbohidrat yang dihasilkan dari proses fotosintesis dan selanjutnya akan menentukan bentuk dan ukuran gabah (Sutaryo dan Samaullah 2007).
48
Keragaman Genetik Nilai pendugaan parameter genetik dari galur harapan padi gogo yang diuji di lima lokasi ditampilkan pada Tabel 20. Nilai pendugaan parameter genetik tanaman menunjukkan bahwa nilai koefisien keragaman genotipe (KKG) dan fenotipe (KKF) tanaman berkisar antara 1,50 - 38,6% dan 1,78 – 43,80%. Nilai KKG terendah (1,50%) ditunjukkan oleh karakter umur panen dan nilai KKG tertinggi (38,60%) ditunjukkan oleh karakter jumlah gabah hampa per malai. Dari nilai KKG absolut 0 - 38,60% ditetapkan nilai relatifnya. Nilai absolut 38,60% sebagai nilai relatif 100%. Kriteria KKG relatif adalah rendah (0 < x ≤ 25%), agak rendah (25% < x ≤ 50%), cukup tinggi (50% < x ≤ 75%), dan tinggi (75% < x ≤ 100%). Dengan demikian nilai absolut kriteria tersebut adalah rendah (0,00% < x ≤ 9,65%), agak rendah (9,65 < x ≤ 19,30%), cukup tinggi (19,30% < x ≤ 28,95%) dan tinggi (28,95% < x ≤ 38,60%) (Moedjiono dan Mejaya 1994). Tabel 20 Parameter genetik hasil dan komponen hasil galur harapan padi gogo di lima lokasi pengujian Parameter
ζ2G
ζ2GL
ζ2P
h2BS
KKG
KKF
Anakan vegetatif
14,64
2,07
12,89
0,96
28,37
29,97
Anakan produktif
12,42
1,45
15,29
0,96
29,42
28,99
Tinggi tanaman
283,40
19,49
289,01
0,98
16,17
16,33
Umur berbunga
4,85
6,27
6,20
0,78
2,52
2,84
Umur panen
3,03
5,48
4,30
0,70
1,50
1,78
Panjang malai
2,61
1,08
2,91
0,90
6,39
6,74
Jumlah gabah isi
125,59
614,37
267,77
0,47
9,63
14,07
Jumlah gabah hampa
741,78
968,61
954,92
0,78
38,60
43,80
Bobot 1000 butir
2,64
1,82
3,10
0,85
5,87
6,35
Produksi
0,13
1,37
0,53
0,24
10,37
21,23
Keterangan: ζ2G=Ragam genotipe, ζ2GL=Ragam genotipe x lingkungan, ζ2P=Ragam fenotipe, h2BS=Heritabilitas dalam arti luas, KKG=Koefisien keragaman genetik (%), KKF=Koefisien keragaman fenotipe (%), x=Rata-rata pengamatan.
Karakter dengan KKG relatif rendah dan agak rendah digolongkan sebagai karakter dengan variabilitas genetik sempit dan karakter dengan kriteria KKG relatif cukup tinggi dan tinggi digolongkan sebagai karakter dengan variabilitas genetik luas (Murdaningsih et al. 1990). Berdasarkan kriteria tersebut, terdapat lima karakter KKG yang tergolong rendah yaitu umur berbunga, umur panen,
49
panjang malai, jumlah gabah isi dan bobot gabah 1000 butir. Karakter KKG yang tergolong agak rendah yaitu tinggi tanaman dan produksi. Jumlah anakan vegetatif tergolong sebagai karakter dengan KKG cukup tinggi, sedangkan jumlah anakan produktif dan jumlah gabah hampa tergolong karakter dengan KKG tinggi. Heritabilitas merupakan pengukur besarnya fenotipe yang tampak sebagai refleksi genotipe, atau merupakan hubungan antara ragam genotipe dengan total ragam fenotipe-nya (Baihaki 2000). Nilai duga heritabilitas terhadap karakterkarakter yang diamati berkisar 0,24 untuk karakter produksi dan 0,98 untuk karakter tinggi tanaman. Nilai heritabilitas dikelompokkan menurut Stanfield (1983) yaitu tinggi (0,50 < h2BS < 1,00), sedang (0,20 < h2BS < 0,50), dan rendah (h2BS < 0,20). Berdasarkan kriteria tersebut, nilai heritabilitas karakter tinggi tanaman, jumlah anakan vegetatif, jumlah anakan produktif, umur berbunga, umur panen, panjang malai, jumlah gabah hampa dan bobot gabah 1000 butir tergolong tinggi. Nilai heritabilitas untuk karakter produksi dan jumlah gabah isi tergolong sedang. Menurut Wicaksana (2001) karakter yang mempunyai nilai heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik lebih dominan terhadap karakter yang ditampilkan tanaman karena faktor genetiknya memberi sumbangan yang lebih besar dibandingkan dengan faktor lingkungan.
Evaluasi Ketahanan Galur Harapan Padi Gogo terhadap Penyakit Blas Daun dan Hawar Daun Bakteri Ketahanan terhadap Penyakit Blas Daun di Lokasi Purworejo Penyakit blas disebabkan oleh cendawan penyebab penyakit blas yaitu Pyricularia grisea. Pengamatan penyakit blas dilakukan dengan melihat gejala berupa bercak yang dapat berkembang hingga berbentuk belah ketupat dan bagian tengah berwarna putih keabuan, dengan tepi berwarna coklat (Gambar 3). Respon dari sepuluh galur harapan padi gogo yang diuji terhadap penyakit blas daun di lokasi Purworejo menunjukkan terdapat lima galur yang tergolong tahan yaitu galur FG1-70-2-1, FG1R-36-1-1, FG1R-30-1-4, FG1-6-1-2 dan FG165-1-2. Galur-galur yang tergolong agak rentan yaitu FG1R-30-1-5, FG1R-30-1-3 dan FM1R-1-3-1, sedangkan galur FG1R-30-1-1 dan Fat-4-1-1 tergolong rentan (Tabel 21).
50
Gambar 3 Gejala serangan penyakit blas daun.
Tabel 21 Respon galur harapan padi gogo hasil kultur antera terhadap penyakit blas daun di lokasi Purworejo Galur/ varietas FG1-70-2-1 FG1R-36-1-1 FG1R-30-1-5 FG1R-30-1-4 FG1-6-1-2 FG1-65-1-2 FG1R-30-1-3 FG1R-30-1-1 FM1R-1-3-1 Fat-4-1-1 Situ Bagendit Towuti
I (%) 8,33 2,78 23,33 9,44 4,44 3,89 20,00 33,33 23,33 27,22 0,00 1,11
Skala 3 1 5 3 1 1 5 7 5 7 0 1
Respon T T AR T T T AR R AR R ST T
Keterangan: I=Intensitas serangan (%), ST=Sangat Tahan, T=Tahan, AR=Agak Rentan, R=Rentan
Pengamatan terhadap respon galur harapan padi gogo yang diuji terhadap penyakit blas ini hanya dilakukan di satu lokasi yaitu Purworejo karena penyakit ini tidak dijumpai di semua lokasi pengujian. Hasil pengamatan ini tidak dapat menggambarkan tingkat ketahanan atau kerentanan galur-galur tersebut di semua lokasi, karena hanya dilakukan pengamatan lapangan di satu lokasi dan tanpa dilakukan identifikasi ras dari P. grisea yang menyerang. Untuk kepentingan pelepasan varietas perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai tingkat ketahanan ini baik di lapangan maupun di laboratorium, termasuk identifikasi ras patogen yang menyerang.
51
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keparahan penyakit blas di lapang antara lain kelebihan nitrogen dan kerentanan tanaman. Kedua faktor tersebut dapat menyebabkan kadar silikon (Si) tanaman rendah. Kandungan Si dalam jaringan tanaman menentukan ketebalan dan kekerasan dinding sel sehingga mempengaruhi terjadinya penetrasi patogen ke dalam jaringan tanaman. Si dilaporkan berperan aktif meningkatkan akumulasi fitoaleksin pada padi sebagai mekanisme ketahanan terhadap penyakit blas (Rodrigues et al. 2004). Menurut Bakhtiar et al. (2009) sifat ketahanan terhadap penyakit blas lebih ditentukan oleh nisbah Si/N tajuk dibandingkan kandungan Si atau N saja. Genotipe yang memiliki proporsi kandungan Si tinggi dan N rendah pada tajuk akan tahan terhadap penyakit blas. Faktor air juga mempengaruhi perkecambahan konidium P. grisea. Jangka waktu pengembunan atau air hujan sangat menentukan bagi konidium yang menempel pada permukaan daun untuk berkecambah dan menginfeksi jaringan tanaman. Kondisi yang baik untuk perkecambahan yaitu saat periode basah lebih dari lima jam, sekitar 50% konidium dapat menginfeksi jaringan tanaman dalam waktu 6 sampai 10 jam. Suhu optimal untuk perkecambahan konidium yaitu 25-28 0C (Ribot et al. 2008). Informasi tentang pengaruh beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan blas di lapangan dapat memberi petunjuk atau pertimbangan untuk menentukan teknik pengendalian yang tepat. Pengendalian yang dianggap paling efektif sampai saat ini adalah dengan varietas tahan. Pergiliran varietas dengan varietas yang tahan blas sangat dianjurkan. Penyakit blas merupakan penyakit yang terbawa benih sehingga untuk pencegahan penyakit blas sebaiknya tidak menggunakan benih yang berasal dari daerah endemik blas. Penggunaan fungisida dapat dilakukan secara efektif dengan tetap mempertimbangkan efek samping kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan dan resistensi patogen sasaran.
Ketahanan terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri di Lokasi Bogor Penyakit hawar daun bakteri (HDB) disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo). Penyakit dapat terjadi pada semua stadia pertumbuhan tanaman, namun yang paling umum terjadi yaitu pada saat tanaman mulai mencapai anakan maksimum sampai fase berbunga. Infeksi biasanya dimulai di
52
dekat ujung daun atau tepi daun dan berkembang ke bagian bawah daun. Gejala infeksi awal berwarna hijau pucat sampai hijau keabu-abuan, gejala lebih lanjut berwarna kuning oranye sampai abu-abu (mati). Gejala pada varietas rentan dapat mencapai seluruh permukaan daun sampai ke pelepah daun (Gambar 4).
Gambar 4 Gejala serangan penyakit hawar daun bakteri. Respon dari sepuluh galur harapan padi gogo yang diuji dan dua varietas pembanding terhadap penyakit hawar daun bakteri menunjukkan satu galur yang tergolong tahan yaitu FG1R-36-1-1, sementara kedua varietas pembandingnya tergolong agak tahan (Tabel 22). Tabel 22 Respon galur harapan padi gogo hasil kultur antera terhadap penyakit hawar daun bakteri di lokasi Bogor Galur/ varietas FG1-70-2-1 FG1R-36-1-1 FG1R-30-1-5 FG1R-30-1-4 FG1-6-1-2 FG1-65-1-2 FG1R-30-1-3 FG1R-30-1-1 FM1R-1-3-1 Fat-4-1-1 Situ Bagendit Towuti
I (%) 53,33 4,44 38,89 21,11 48,89 53,33 32,22 44,44 30,00 24,44 8,89 11,11
Skala 9 1 7 5 7 9 7 7 7 5 3 3
Respon SR T R AR R SR R R R AR AT AT
Keterangan: I=Intensitas serangan (%), ST=Sangat Tahan, T=Tahan, AT=Agak Tahan, AR=Agak Rentan, R=Rentan, ST=Sangat Rentan
53
Pengamatan terhadap respon galur harapan padi gogo terhadap penyakit hawar daun bakteri ini hanya dilakukan di satu lokasi yaitu Bogor, karena intensitas penyakit ini paling tinggi di Bogor, sementara di empat lokasi lain tidak dijumpai serangan hawar daun bakteri yang berarti. Hasil pengamatan ini juga tidak menggambarkan tingkat ketahanan atau kerentanan galur-galur tersebut di semua lokasi, karena hanya dilakukan pengamatan lapang di satu lokasi dan tanpa dilakukan identifikasi strain dari bakteri Xoo yang menyerang. Untuk kepentingan pelepasan varietas perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai tingkat ketahanan ini baik di lapang maupun di laboratorium, termasuk identifikasi strain dari bakteri yang menyerang. Faktor- faktor yang mempengaruhi ketahanan atau kerentanan terhadap patogen hawar daun bakteri di lapangan antara lain kelembaban, cahaya matahari, suhu saat perkembangan penyakit, konsentrasi inokulum dan virulensi strain patogen yang menyerang (Herlina dan Silitonga 2011). Lokasi pengamatan yaitu di Bogor yang merupakan daerah endemik hawar daun bakteri, memiliki kelembaban dan curah hujan yang cukup tinggi disertai angin. Faktor-faktor tersebut ikut mempengaruhi tingginya intensitas penyakit di lapangan. Teknik pengendalian yang dianggap paling efektif adalah dengan menggunakan varietas tahan. Penanganan bibit dan pemupukan yang baik juga diharapkan dapat mengurangi penyebaran penyakit ini. Hasil pengamatan yang menunjukkan terdapatnya galur-galur yang rentan dan sangat rentan dapat dijadikan pertimbangan untuk penanaman galur-galur tersebut di daerah endemik penyakit hawar daun bakteri.
Analisis Stabilitas Produktivitas Hasil Analisis stabilitas dilakukan untuk memperoleh informasi stabilitas galurgalur yang diuji di lima lokasi. Pendugaan parameter kestabilan dilakukan dengan menggunakan empat pendekatan stabilitas hasil yaitu analisis stabilitas menurut Francis dan Kannenberg (1978), Finlay dan Wilkinson (1963), Eberhart dan Russel (1966) dan AMMI.
54
Analisis ragam menunjukkan bahwa faktor lingkungan dan genotipe serta interaksinya (G x E) berpengaruh nyata terhadap hasil gabah kering giling pada galur-galur yang diuji (Tabel 23). Interaksi antara genotipe dan lingkungan menyebabkan perbedaan respon setiap genotipe. Efek dari kedua faktor baik genotipe maupun lingkungan menentukan fenotipe individu, namun tidak selalu aditif karena adanya interaksi antara keduanya. Besarnya keragaman interaksi antara genotipe dengan lingkungan biasanya akan mempengaruhi keakuratan estimasi hasil dan mengurangi hubungan antara nilai-nilai genotipe dan fenotipe (Akinwale et al. 2011). Tabel 23 Sidik ragam gabungan produktivitas hasil gabah kering giling di lima lokasi Sumber Keragaman Lokasi (E)
db
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Nilai F
4
172,41
43,10
37,04*
Ulangan/Lokasi
15
41,37
2,76
2,37*
Genotipe (G)
11
116,76
10,61
9,12*
G×E
44
355,38
8,08
6,94*
Galat
165
191,99
1,16
Total
877,91
Keterangan: * Berpengaruh nyata berdasarkan Uji F pada taraf kesalahan 5%.
Gambar 5 memperlihatkan fluktuasi hasil GKG semua genotipe yang diuji di lima lokasi karena adanya interaksi antara genotipe x lingkungan. Perbedaan respon genotipe di lokasi yang berbeda menunjukkan adanya interaksi genotipe x lingkungan yang bersifat kualitatif. Adanya interaksi ini menyebabkan kesulitan untuk memilih genotipe yang stabil sehingga perlu dilakukan analisis stabilitas. Rata-rata hasil GKG galur-galur yang diuji di lima lokasi disajikan pada Tabel 24. Rata-rata hasil GKG semua galur yang diuji di lima lokasi berkisar antara 2,67 di lokasi Lampung sampai dengan 5,00 ton/ha di Malang. Hasil ratarata GKG galur FG1R-36-1-1 unggul di Lampung dan Bogor. Galur Fat-4-1-1 dan FM1R-1-3-1 unggul di Sukabumi, Purworejo dan Malang.
Produktivitas (ton/ha)
55
9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00
FG1-70-2-1 FG1R-36-1-1 FG1R-30-1-5 FG1R-30-1-4 FG1-6-1-2 FG1-65-1-2 FG1R-30-1-3 FG1R-30-1-1 FM1R-1-3-1 Fat-4-1-1 Situ Bagendit
Lokasi
Towuti
Gambar 5 Interaksi genotipe x lingkungan terhadap produktivitas (ton/ha).
Tabel 24 Rata-rata produktivitas hasil gabah kering giling galur harapan padi gogo di lima lokasi pengujian Genotipe FG1-70-2-1 FG1R-36-1-1 FG1R-30-1-5 FG1R-30-1-4 FG1-6-1-2 FG1-65-1-2 FG1R-30-1-3 FG1R-30-1-1 FM1R-1-3-1 Fat-4-1-1 Situ Bagendit Towuti Rata-rata KK (%)
Lampung 2,42 bcde 4,12 a 2,44 bcde 2,46 bcde 2,97 bcd 1,56 e 2,24 cde 1,99 de 2,47 bcde 3,19 abc 2,69 bcd 3,49 ab 2,67 25,13
Bogor 2,06 bcde 4,19 a 1,63 de 2,48 bcde 3,64 ab 0,91 e 2,26 bcde 1,89 cde 3,26 abcd 3,40 abc 4,26 a 3,18 abcd 2,76 36,41
Hasil GKG (ton/ha) Sukabumi Purworejo 2,87 cd 1,96 c 3,21 c 2,86 bc 2,75 cd 2,56 bc 2,31 d 1,70 c 3,30 c 2,79 bc 2,96 cd 2,70 bc 2,61 cd 2,49 bc 3,14 c 2,13 c 5,44 ab 4,03 ab 4,85 b 4,83 a 5,60 a 4,45 a 4,92 b 4,48 a 3,66 3,08 11,84 32,77
Malang 6,63 c 5,11 d 1,49 ef 0,91 f 4,62 d 6,23 c 1,73 e 1,53 ef 7,52 b 7,57 b 8,53 a 8,11 ab 5,00 9,00
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata dengan Uji DMRT pada taraf kesalahan 5%.
56
Galur FG1R-36-1-1 unggul di Lampung dengan rata-rata hasil GKG 4,12 ton/ha, lebih tinggi dibandingkan dengan Situ Bagendit dan tidak berbeda nyata dengan Towuti. Galur Fat-4-1-1 juga unggul di Lampung dengan hasil GKG 3,19 ton/ha, tidak berbeda nyata dengan Towuti dan situ Bagendit. Galur FG1R-36-1-1 juga unggul di Bogor dengan rata-rata hasil 4,19 ton/ha, tidak berbeda nyata dengan Situ Bagendit dan Towuti. Rata-rata hasil GKG galur FG1-6-1-2, FM1R1-3-1 dan Fat-4-1-1 di Bogor tidak berbeda nyata dengan Towuti dan Situ Bagendit. Galur FM1R-1-3-1 unggul di Sukabumi dengan hasil 5,44 ton/ha, lebih tinggi dibandingkan dengan Towuti dan tidak berbeda nyata dengan situ Bagendit. Galur Fat-4-1-1 unggul di lokasi Purworejo yaitu 4,83 ton/ha, tidak berbeda nyata dengan Situ Bagendit dan Towuti. Galur FM1R-1-3-1 dan Fat-4-1-1 unggul di Malang dengan rata-rata hasil mencapai 7,52 dan 7,57 ton/ha, tidak berbeda nyata dengan Towuti tetapi berbeda nyata dengan Situ Bagendit. Rata-rata hasil GKG dari galur-galur yang diuji di Malang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil GKG di lokasi yang lain. Faktor lingkungan antara lain tingkat kesuburan tanah dan ketersediaan air berpengaruh terhadap tingginya rata-rata hasil GKG di Malang dibandingkan dengan lokasi yang lain.
Parameter Pengujian Stabilitas Hasil Lin et al. (1986) membagi konsep stabilitas ke dalam tiga tipe. Stabilitas tipe 1 yaitu suatu genotipe dikatakan stabil bila keragaman di antara lingkungannya kecil. Genotipe stabil memiliki penampilan yang relatif tidak berubah dengan kondisi lingkungan yang bervariasi. Stabilitas tipe 2 yaitu suatu genotipe dikatakan stabil jika respon terhadap lingkungan paralel dengan rata-rata respon dari semua genotipe yang diuji. Genotipe yang stabil tidak menyimpang dari respon umum terhadap lingkungan. Stabilitas tipe 3 yaitu genotipe dikatakan stabil jika kuadrat tengah sisa dari model regresi pada indeks lingkungannya kecil. Indeks lingkungan adalah rata-rata hasil dari semua genotipe pada masing-masing lokasi dikurangi rataan total dari semua genotipe di semua lokasi.
57
Parameter pengujian stabilitas hasil GKG galur harapan padi gogo hasil kultur antera berdasarkan metode Francis dan Kannenberg (1978), Finlay dan Wilkinson (1963), serta Eberhart dan Russel (1966) di lima lokasi pengujian disajikan pada Tabel 25. Tabel 25 Parameter stabilitas hasil gabah kering giling galur harapan padi gogo hasil kultur antera di lima lokasi pengujian Galur FG1-70-2-1 FG1R-36-1-1 FG1R-30-1-5 FG1R-30-1-4 FG1-6-1-2 FG1-65-1-2 FG1R-30-1-3 FG1R-30-1-1 FM1R-1-3-1 Fat-4-1-1 Situ Bagendit Towuti Rata-rata
Ratarata (t/ha) 3,19 3,90 2,17 1,97 3,46 2,87 2,27 2,13 4,54 4,77 5,11 4,84 3,44
CVi
bi
Sdi2
28,09ar 28,14ar 36,40ar 28,80ar 20,92r 38,78ar 22,63r 38,26ar 21,18r 12,81r 25,38ar 17,79r
1,94* 0,48* -0,25* -0,60* 0,62tn 2,09* -0,22* -0,12* 2,05* 1,78* 2,02* 2,22* 1,00
0,80 1,20 0,63 0,32 0,52 1,24 0,26 0,67 0,93 0,37 1,68 0,74
Yi pada Lingkungan 1,00 t/ha -1,53 2,98 2,66 3,14 2,26 -1,18 2,70 2,37 0,58 1,33 1,19 0,54 1,00
Yi pada Lingkungan 6,00 t/ha 8,16 5,12 1,53 0,43 5,06 8,24 1,69 1,82 9,80 9,32 10,29 10,53 6,00
Keterangan: CVi=Koefisien keragaman genotipe (ar agak rendah, r rendah); bi=Koefisien regresi genotipe (* berbeda nyata dengan 1 pada α=0,01; tn tidak berbeda nyata dengan 1 pada α=0,01), Sdi2= Simpangan regresi.
Analisis Stabilitas menurut Francis dan Kannenberg (1978) Stabilitas tipe 1 digunakan oleh Francis dan Kannenberg (1978) dengan menggunakan parameter koefisien keragaman (CVi) untuk masing-masing genotipe sebagai parameter stabilitas dan keragaman genotipe terhadap lingkungan. Semakin kecil nilai koefisien keragaman genotipenya, semakin stabil genotipe tersebut. Kriteria nilai koefisien keragaman menurut Moedjiono dan Mejaya (1994) adalah rendah (0 < x < 25%), agak rendah (25% < x < 50%), cukup tinggi (50% < x < 75%), dan tinggi (75% < x < 100%). Berdasarkan kategori tersebut maka koefisien keragaman galur-galur yang diuji dalam penelitian ini masuk dalam kategori rendah dan agak rendah. Galur FG1-6-1-2, FG1R-30-1-3, FM1R-1-3-1, Fat-4-1-1 dan Towuti memiliki koefisien keragaman genotipe rendah (Tabel 25) sehingga dianggap stabil menurut Francis dan Kannenberg (1978).
58
6,00 Towuti
Produktivitas (ton/ha)
5,00
Situ Bagendit FM1R-1-3-1
Fat-4-1-1 4,00
FG1R-36-1-1 FG1-6-1-2
3,00
FG1R-30-1-4 FG1-65-1-2
FG1R-30-1-3
2,00
FG1R-30-1-5 FG1R-30-1-4
FG1R-30-1-1
1,00 0,00 0,00
10,00
20,00 30,00 CVi (%)
40,00
50,00
Gambar 6 Hubungan antara koefisien keragaman (CVi) dengan produktivitas. Gambar 6 menunjukkan hubungan antara koefisien keragaman (CVi) dengan rata-rata produktivitas masing-masing galur yang diuji. Galur FM1R-1-31 dan Fat-4-1-1 dianggap stabil berdasarkan metode ini dengan daya hasil yang relatif tinggi (4,54 dan 4,77 ton/ha). Galur FG1-6-1-2 dan FG1R-30-1-3 dianggap stabil berdasarkan stabilitas tipe 1 ini, namun kedua galur tersebut memiliki ratarata hasil yang relatif rendah (3,46 dan 2,27 ton/ha). Menurut Becker dan Leon (1988) stabilitas tipe 1 disebut stabilitas statis atau biologis dan berbeda dengan stabilitas agronomis. Stabilitas tipe 1 ini jarang digunakan oleh pemulia, salah satu alasannya yaitu bahwa pemulia ingin mencari kultivar tidak hanya dengan satu tipe stabilitas saja melainkan juga dengan daya hasil yang tinggi. Kegunaan stabilitas tipe 1 ini bergantung pada rentang wilayah dan lokasi pengujian. Apabila rentang wilayah lokasi pengujian semakin luas, yang menyebabkan kondisi lokasi pengujian semakin beragam, maka konsep stabilitas ini menjadi tidak berarti. Analisis Stabilitas menurut Finlay dan Wilkinson (1963) Stabilitas tipe 2 digunakan oleh Finlay dan Wilkinson (1963) dengan parameter koefisien regresi (bi) antara rata-rata suatu genotipe dengan rata-rata umum semua genotipe yang diuji dan semua lingkungan pengujian. Analisis ini dapat menjelaskan fenomena stabilitas dan adaptabilitas suatu genotipe. Genotipe
59
yang mempunyai bi > 1, bi = 1, dan bi < 1 berturut-turut mempunyai stabilitas di bawah rata-rata, setara rata-rata, dan di atas rata-rata. Berdasarkan kriteria tersebut hanya satu galur yang memiliki nilai bi tidak berbeda nyata dengan satu yaitu galur FG1-6-1-2 (Tabel 25). Galur FG1-6-1-2 dianggap stabil berdasarkan metode ini dan mampu beradaptasi pada lingkungan yang luas. Genotipe yang memiliki nilai bi > 1 yaitu galur FG1-70-2-1, FG1-65-1-2, FM1R-1-3-1, Fat-4-1-1, Situ Bagendit, dan Towuti (Tabel 25). Genotipe-genotipe ini merupakan genotipe yang peka terhadap perubahan lingkungan dan beradaptasi khusus pada lingkungan yang optimal. Galur-galur yang memiliki nilai bi < 1 yaitu galur FG1R-36-1-1, FG1R-30-1-5, FG1R-30-1-4, FG1R-30-1-3, dan FG1R-30-1-1. Galur-galur ini mampu beradaptasi pada lingkungan yang marginal (Baihaki 2000). 12,00 10,00
FG1-70-2-1 FG1R-36-1-1
8,00
FG1R-30-1-5
Ton/ha
6,00
FG1R-30-1-4 FG1-6-1-2
4,00
FG1-65-1-2
2,00
FG1R-30-1-3 FG1R-30-1-1
0,00 -2,00
0
1
2
3
4
5
6
FM1R-1-3-1 Fat-4-1-1 Situ Bagendit
-4,00 -6,00
Towuti Yi Pada Indeks Lingkungan 'X' Ton/ha
Gambar 7 Pola linier produktivitas galur harapan padi gogo berdasarkan metode Finlay dan Wilkinson (1963). Gambar 7 menunjukkan pola linier produksi tiap-tiap galur pada indeks lingkungan tertentu. Pada lingkungan dengan indeks rata-rata hasil 1,00 ton/ha, galur-galur dengan nilai bi > 1 yaitu FG1-70-2-1, FG1-65-1-2, FM1R-1-3-1, Fat4-1-1, Situ Bagendit dan Towuti, produktivitasnya berada di bawah indeks lingkungannya, namun sebaliknya pada lingkungan dengan indeks rata-rata hasil 6,00 ton/ha, galur-galur tersebut mampu menghasilkan produktivitas melebihi indeks lingkungannya (Tabel 25).
60
Grafik linier pada Gambar 8 menunjukkan genotipe-genotipe dengan nilai bi > 1 memiliki pola yang tergolong curam. Pada kisaran indeks lingkungan 0,00 sampai 2,00 ton/ha galur-galur tersebut memiliki potensi produktivitas yang lebih rendah dibandingkan dengan indeks lingkungannya. Lonjakan yang signifikan mulai terjadi pada indeks lingkungan 4,00 ton/ha dan seterusnya. Hal ini menunjukkan kepekaan keenam galur tersebut terhadap lingkungannya, pada lingkungan marginal hasil produktivitasnya di bawah rata-rata, sedangkan pada lingkungan yang optimal produktivitasnya di atas rata-rata. 12,00 10,00 FG1-70-2-1
8,00
bi > 1
Ton/ha
6,00
FG1-65-1-2 FM1R-1-3-1
4,00
Fat-4-1-1
2,00
Situ Bagendit Towuti
0,00 -2,00
0
1
2
3
4
5
6
-4,00 -6,00
Yi Pada Indeks Lingkungan 'X' Ton/ha
Gambar 8 Pola linier produktivitas galur harapan padi gogo yang tergolong tidak stabil (bi > 1) berdasarkan metode Finlay dan Wilkinson (1963). Galur-galur yang memiliki nilai bi < 1 yaitu FG1R-36-1-1, FG1R-30-1-5, FG1R-30-1-4, FG1R-30-1-3 dan FG1R-30-1-1, nilai perkiraan produktivitas pada indeks lingkungan 1,00 ton/ha berkisar antara 2,26 – 3,14 ton/ha, sedangkan pada indeks lingkungan 6,00 ton/ha berkisar antara 0,43 – 5,12 ton/ha (Tabel 25). Gambar 9 menunjukkan bahwa grafik linier untuk galur-galur tersebut tergolong landai dan menurun (bi < 1). Pada kisaran indeks lingkungan 0,00 – 2,00 ton/ha kelima galur tersebut memiliki potensi produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan indeks lingkungannya. Pada indeks lingkungan 4,00 ton/ha dan seterusnya, dugaan potensi hasil produktivitas galur FG1R-30-1-5, FG1R-301-4, FG1R-30-1-3, dan FG1R-30-1-1 selalu lebih rendah dibandingkan dengan
61
indeks lingkungannya (Gambar 9). Hal tersebut menunjukkan kemampuan adaptabilitas dari galur-galur tersebut pada lingkungan yang marginal. Angka indeks lingkungan 4,00 ton/ha dalam penelitian ini dapat dijadikan standar titik kritis untuk menentukan marginal atau tidaknya suatu lingkungan. 6,00 5,00
Ton/ha
4,00 FG1R-36-1-1
bi < 1 3,00
FG1R-30-1-5 FG1R-30-1-4
2,00
FG1R-30-1-3 FG1R-30-1-1
1,00 0,00 0
1
2
3
4
5
6
Yi Pada Indeks Lingkungan 'X' Ton/ha
Gambar 9 Pola linier produktivitas galur harapan padi gogo yang tergolong tidak stabil (bi < 1) berdasarkan metode Finlay dan Wilkinson (1963).
6,00 5,00
Ton/ha
4,00
bi = 1 3,00 FG1-6-1-2
2,00 1,00 0,00 0
1
2
3
4
5
6
Yi Pada Indeks Lingkungan 'X' Ton/ha
Gambar 10 Pola linier produktivitas galur harapan padi gogo yang tergolong stabil berdasarkan metode Finlay dan Wilkinson (1963).
62
Galur yang stabil berdasarkan metode Finlay dan Wilkinson yaitu galur FG1-6-1-2 di mana perkiraan kisaran produktivitasnya hampir selalu mengikuti indeks rata-rata hasil lingkungannya (Gambar 10). Nilai bi = 1 pada galur yang tergolong stabil menunjukkan bahwa hampir tidak ada deviasi antara produksi dengan indeks rata-rata hasil lingkungannya. Galur
FG1-6-1-2 pada indeks
lingkungan 1,00 ton/ha nilai duga produksinya 2,26 ton/ha, sedangkan pada indeks lingkungan 6,00 ton/ha nilai duga produksinya 5,06 ton/ha (Tabel 24). Becker dan Leon (1988) menyatakan stabilitas tipe 2 sebagai stabilitas dinamis atau agronomis. Stabilitas tipe 2 ini relatif bergantung pada genotipegenotipe yang digunakan dalam pengujian, sehingga lingkup inferensinya hanya terbatas pada set pengujian dan tidak berlaku umum. Rata-rata dari semua genotipe digunakan sebagai respon standar di lingkungan masing-masing, sehingga dalam pengambilan kesimpulan dari stabilitas tipe 2 ini harus hati-hati, kecuali genotipe-genotipe yang digunakan merupakan sampel yang representatif dan tumbuh di daerah pengujian. Stabilitas ini didasarkan pada set genotipe yang diuji, sehingga suatu genotipe ditentukan stabil di antara satu set genotipe, mungkin menjadi tidak stabil apabila dianalisis pada set genotipe yang lain. Analisis Stabilitas menurut Eberhart dan Russel (1966) Stabilitas tipe 3 digunakan oleh Eberhart dan Russel (1966) menggunakan parameter koefisien regresi (bi) dan simpangan regresi (Sd2). Genotipe dikatakan stabil apabila nilai simpangan regresi pada indeks lingkungannya kecil (Sd2 tidak berbeda nyata dengan nol) dan nilai bi tidak berbeda nyata dengan satu. Gambar 11 menunjukkan interpretasi parameter nilai bi dan simpangan regresi berdasarkan metode Eberhart dan Russel (1966). Galur yang memiliki simpangan regresi tidak berbeda nyata dengan nol yaitu FG1R-30-1-3, FG1R-30-1-4, Fat-4-1-1 dan FG16-1-2 (Tabel 25). Galur dengan nilai bi tidak berbeda nyata dengan satu dan nilai simpangan regresi tidak berbeda nyata dengan nol yaitu FG1-6-1-2 sehingga dianggap stabil berdasarkan metode Eberhart dan Russel. Galur FG1R-30-1-4 dan FG1R-30-1-3 mempunyai nilai simpangan regresi tidak berbeda nyata dengan nol namun memiliki nilai bi < 1 sehingga dianggap tidak stabil. Galur FG1R-36-1-1, FG1R-30-1-5, FG1R-30-1-1, FG1-65-1-2, FG1-70-2-1 dan FM1R-1-3-1 memiliki nilai simpangan regresi yang besar sehingga dianggap tidak stabil berdasarkan
63
metode ini. Galur Fat-4-1-1 mempunyai nilai simpangan regresi tidak berbeda nyata dengan nol namun memiliki nilai bi > 1 sehingga dianggap tidak stabil dan beradaptasi baik pada lingkungan yang optimal (Gambar 11).
Gambar 11 Interpretasi parameter nilai bi dan Sd2 berdasarkan metode Eberhart dan Russel (1966). Menurut Becker dan Leon (1988) stabilitas tipe 3 ini juga merupakan bagian dari stabilitas dinamis atau agronomis. Semua prosedur stabilitas yang berdasarkan kuantitatif pengaruh interaksi genotipe dengan lingkungan termasuk ke dalam konsep stabilitas dinamis. Metode lain yang menjelaskan stabilitas tipe 3 ini antara lain Perkins dan Jinks (1968) dan Tai (1971). Analisis Stabilitas Model AMMI Analisis AMMI adalah suatu teknik analisis data percobaan dua faktor perlakuan dengan pengaruh utama perlakuan bersifat aditif sedangkan pengaruh interaksi dimodelkan dengan model bilinier. AMMI efektif untuk menjelaskan interaksi genotipe dengan lingkungan, dan dapat memetakan kesesuaian tempat tumbuh bagi genotipe dengan jelas (Sa’diyah dan Mattjik 2011). Analisis ragam AMMI dari 12 genotipe di lima lokasi pengujian (Tabel 26) menunjukkan bahwa interaksi genotipe dengan lingkungan berpengaruh nyata. Hal ini menunjukkan adanya respon yang berbeda dari suatu genotipe pada lingkungan yang berbeda.
64
Tabel 26 Analisis ragam AMMI untuk produktivitas galur harapan padi gogo hasil kultur antera Sumber Keragaman Lokasi Ulangan/Lokasi Genotipe Genotipe × Lokasi KUI1 KUI2 KUI3 KUI4 Galat Total
db
JK
4 15 11 44 14 12 10 8 165 239
172,41 41,37 116,76 355,38 191,89 95,36 58,22 9,90 191,99 877,91
KT
F hit
43,10 15,63* 2,76 2,23 10,61 1,31 8,08 6,52* 13,71 11,07* 7,95 6,42* 5,82 4,70* 1,24
Nilai P 0,000 0,127 0,249 0,004 0,001 0,007 0,019
Kontribusi terhadap keragaman (%)
Kontribusi terhadap keragaman GxE (%)
19,64 4,71 13,30 40,48 54,00 26,83 16,38 2,79 21,87 100
100
Keterangan : db=derajat bebas, JK=Jumlah Kuadrat, KT=Kuadrat Tengah, * Berpengaruh nyata pada taraf kesalahan 5%, Nilai P=Peluang nyata, KUI=Komponen Utama Interaksi
Kontribusi keragaman pengaruh interaksi yang mampu diterangkan oleh masing-masing komponen adalah sebesar 54,00%; 26,83%; 16,38%; dan 2,79%. Hasil analisis ragam AMMI (Tabel 26) menunjukkan tiga komponen yang nyata dengan nilai F sebesar 11,07; 6,42; dan 4,70 serta nilai peluang nyata sebesar 0,001; 0,007; dan 0,019. Hal ini menunjukkan bahwa data produksi padi gogo dalam penelitian ini dapat diterangkan menggunakan model AMMI3. Model AMMI3 mampu menerangkan keragaman pengaruh interaksi sebesar 97,21%, namun karena keterbatasan visualisasi grafik yang hanya mampu menampilkan grafik dua dimensi, maka model yang ditampilkan adalah AMMI1 dan AMMI2. Biplot AMMI1 pada Gambar 12 dapat menggambarkan keragaman interaksi sebesar 54,00% dan biplot AMMI2 pada Gambar 13 dapat menggambarkan keragaman interaksi sebesar 80,83%. Biplot antara KUI1 dengan rata-rata produktivitas sebagai biplot AMMI1 (Gambar 12) merupakan tampilan grafis yang meringkas informasi pengaruh utama genotipe dan lingkungan yaitu pada sumbu rataan dan pengaruh interaksi genotipe dengan lingkungan pada sumbu KUI1. Biplot AMMI1 dapat menggambarkan keragaman interaksi sebesar 54,00%. Genotipe yang letaknya satu titik pada sumbu datar berarti mempunyai pengaruh utama yang sama dan jika terletak pada satu titik pada sumbu utama tegak berarti mempunyai pengaruh interaksi yang sama.
65
1,5
Bogor Purworejo
1
FM1R-1-3-1 Towuti FG1R-36-1-1 FG1-70-2-1 Situ Bagendit FG1R-30-1-3 Malang FG1-65-1-2
FG1R-30-1-1
KUI1 (54,0%)
0,5 0
FG1R-30-1-5 -0,5
Lampung Fat-4-1-1
-1 FG1R-30-1-4
-1,5
FG1-6-1-2 Sukabumi
-2 -2,5 0
1
2
3
4
5
6
Rata-rata produktivitas GKG (ton/ha)
Gambar 12 Model AMMI1 dari KUI1 untuk produktivitas GKG galur harapan padi gogo hasil kultur antera. Biplot AMMI1 memperlihatkan bahwa galur FG1R-30-1-4 memiliki ratarata produktivitas yang paling rendah dan Situ Bagendit memiliki rata-rata produktivitas yang paling tinggi. Galur Fat-4-1-1 dan FM1R-1-3-1 mempunyai rata-rata produktivitas yang hampir sama, namun mempunyai interaksi berbeda pada lokasi Malang. Galur FG1R-30-1-1, FG1R-30-1-3, FG1R-30-1-5 dan FG1R30-1-4 mempunyai rata-rata produktivitas yang hampir sama, namun berinteraksi berbeda pada lokasi Purworejo. Genotipe yang dianggap stabil adalah genotipe dengan keragaman interaksi mendekati nol. Genotipe-genotipe yang stabil berdasarkan model AMMI1 yaitu FG1R-30-1-3, FG1-65-1-2, FG1-70-2-1, FG1R36-1-1, FG1R-30-1-5 dan Situ Bagendit. Galur FM1R-1-3-1, FG1R-30-1-1 dan Towuti berinteraksi positif di lokasi Purworejo dan Bogor. Galur Fat-4-1-1, FG16-1-2 dan FG1R-30-1-4, berinteraksi positif di lokasi Sukabumi dan Lampung (Gambar 12). Struktur interaksi antara genotipe dan lingkungan untuk karakter hasil dari biplot AMMI2 dapat dilihat pada Gambar 13, yaitu plot antara KUI1 dengan KUI2. Hasil biplot ini dapat menggambarkan keragaman interaksi sebesar 80,83%, ini berarti keragaman yang tidak diterangkan oleh model sebesar 19,17%. Berdasarkan biplot tersebut genotipe-genotipe yang diuji dapat dipilah menjadi
66
dua kelompok yaitu genotipe yang stabil dan genotipe spesifik. Genotipe dikatakan stabil apabila berada dekat dengan sumbu atau titik nol (0,0). Genotipe yang berada jauh dari sumbu tetapi berdekatan dengan garis lokasi tergolong genotipe yang spesifik lokasi, atau berinteraksi positif pada lokasi tersebut.
Gambar 13 Biplot pengaruh interaksi model AMMI2 untuk produktivitas GKG galur harapan padi gogo hasil kultur antera. Bilpot AMMI2 pada Gambar 13 memperlihatkan terdapat dua genotipe yang mempunyai respon stabil terhadap kelima lingkungan yaitu galur FG1R-301-3 dan Situ Bagendit. Galur Fat-4-1-1 dan FG1-6-1-2 spesifik untuk lokasi Sukabumi, sedangkan galur FM1R-1-3-1 dan FG1-70-2-1 spesifik untuk lokasi Purworejo. Galur FG1R-30-1-1 spesifik untuk lokasi Bogor, serta galur FG1-651-2 spesifik untuk lokasi Malang. Pengaruh utama genotipe dan lingkungan yang kecil berdasarkan hasil analisis ragam AMMI pada pengujian ini, serta pengaruh interaksi genotipe dengan lingkungan yang besar menyebabkan terdapatnya perbedaan hasil analisis antara model AMMI1 dan AMMI2. Galur FG1-65-1-2, FG1-70-2-1, FG1R-36-1-1, dan FG1R-30-1-5 dianggap stabil pada model AMMI1 namun tidak stabil pada model AMMI2. Model AMMI1 dan AMMI2 hanya menggunakan skor KUI1 dan
67
KUI2 sebesar 80,83% sehingga masih terdapat keragaman sebesar 19,17% yang tidak dapat diterangkan untuk menduga stabilitas yang sesungguhnya. Perbandingan Metode Analisis Stabilitas Rekapitulasi beberapa metode analisis stabilitas pada galur harapan padi gogo yang diuji disajikan pada Tabel 27. Francis dan Kannenberg (1978) menggunakan nilai koefisien keragaman (CVi) sebagai parameter stabilitasnya. Genotipe dianggap stabil jika ragam antarlingkungan kecil. Metode ini termasuk stabilitas statis menurut Becker dan Leon (1988). Stabilitas statis hanya membandingkan keragaan hasil suatu genotipe pada beberapa lingkungan. Kegunaan stabilitas statis bergantung pada rentang lingkungan di mana percobaan dilakukan. Apabila kisarannya sangat besar seperti lintas benua, stabilitas statis menjadi tidak terlalu berarti. Konsep ini berguna antara lain untuk karakter kualitas dan karakter ketahanan penyakit. Genotipe-genotipe yang bersifat stabil statis menurut metode Francis dan Kannenberg (1978) yaitu FG1-6-1-2, FG1R30-1-3, FM1R-1-3-1, Fat-4-1-1 dan Towuti. Tabel 27 Rekapitulasi analisis stabilitas pada galur harapan padi gogo yang diuji Galur
Ratarata (ton/ha)
Analisis Stabilitas Francis FinlayKannenberg Wilkinson -
EberhartRussell -
AMMI1
AMMI2
Stabil
-
FG1-70-2-1
3,19
FG1R-36-1-1
3,90
-
-
-
Stabil
-
FG1R-30-1-5
2,17
-
-
-
Stabil
-
FG1R-30-1-4
1,97
-
-
-
-
-
FG1-6-1-2
3,46
Stabil
Stabil
Stabil
-
-
FG1-65-1-2
2,87
-
-
-
Stabil
-
FG1R-30-1-3
2,27
Stabil
-
-
Stabil
FG1R-30-1-1
2,13
-
-
-
-
Stabil -
FM1R-1-3-1
4,54
Stabil
-
-
-
-
Fat-4-1-1
4,77
Stabil
-
-
-
-
Situ Bagendit
5,11
-
-
-
Stabil
Stabil
Towuti
4,84
Stabil
-
-
-
-
Rata-rata
3,43
68
Finlay dan Wilkinson (1963) menggunakan koefisien regresi (bi) sebagai parameter stabilitas. Genotipe dianggap stabil jika respon terhadap lingkungan tidak menyimpang dari respon umum lingkungan. Becker dan Leon (1988) menggolongkan sebagai stabilitas dinamis atau agronomis. Konsep stabilitas ini menjelaskan keragaan suatu genotipe dengan membandingkan langsung dengan genotipe-genotipe lain dalam suatu set pengujian. Galur yang bersifat stabil dinamis menurut metode Finlay dan Wilkinson (1963) yaitu galur FG1-6-1-2. Eberhart dan Russel (1966) menggunakan nilai kuadrat tengah galat (simpangan regresi) dari model regresi sebagai parameter stabilitas selain nilai bi. Genotipe dianggap stabil jika simpangan regresi pada indeks lingkungan kecil (Sd2 tidak berbeda nyata dengan nol) dan nilai bi tidak berbeda nyata dengan satu. Becker dan Leon (1988) menggolongkan metode ini sebagai stabilitas dinamis. Galur yang bersifat stabil dinamis menurut metode Eberhart dan Russel (1966) yaitu galur FG1-6-1-2. Model AMMI menggabungkan ragam aditif bagi pengaruh utama perlakuan dan analisis komponen utama ganda dengan pemodelan bilinier bagi pengaruh interaksi (Gauch 2006). Hal ini terlihat dengan jelas dalam pemetaan genotipe dan lingkungan secara simultan menggunakan biplot. Genotipe dianggap stabil apabila berada dekat dengan sumbu atau titik nol (0,0). Genotipe yang dianggap stabil menurut model AMMI yaitu FG1R-30-1-3 dan Situ Bagendit. Berdasarkan rekapitulasi analisis stabilitas pada galur harapan padi gogo yang diuji, tidak diperoleh galur yang dianggap stabil oleh keempat metode yang digunakan. Galur FG1-6-1-2 dikatakan stabil menurut tiga metode yaitu Francis dan Kannenberg (1978), Finlay dan Wilkinson (1963) serta Eberhart dan Russel (1966). Galur FG1R-30-1-3, FG1-65-1-2, FG1-70-2-1, FG1R-36-1-1 dan FG1R30-1-5 dianggap stabil berdasarkan model AMMI1. Galur FG1R-30-1-3 dianggap stabil berdasarkan model AMMI2. Galur FG1R-30-1-3 dianggap stabil menurut dua metode analisis yaitu Francis dan Kannenberg (1978) dan AMMI (Tabel 27). Metode analisis stabilitas menurut Francis dan Kannenberg (1978), Finlay dan Wilkinson (1963) serta Eberhart dan Russel (1966) cukup efektif dalam memilah genotipe yang stabil, namun pendekatan ini hanya menjelaskan komponen linier dari pengaruh interaksi, sehingga apabila pola interaksi genotipe
69
terhadap lingkungan tidak linier akan menyisakan keragaman yang cukup besar. Secara umum, ketiga metode tersebut masih memiliki tingkat keberulangan (repeatability) yang relatif rendah, dan memberikan hasil interpretasi yang tidak sama. Hal ini dapat membingungkan pemulia tanaman dalam menyeleksi genotipe yang stabil atau memiliki adaptasi pada lingkungan spesifik (Lin et al. 1986). Kelemahan ini menjadi pemicu berkembangnya metode AMMI. Tokoh-tokoh yang mengembangkan metode ini antara lain Crossa et al. (1990) dan Gauch (2006). Ada tiga manfaat utama penggunaan analisis AMMI. Pertama, AMMI dapat digunakan sebagai analisis pendahuluan untuk mencari model yang lebih tepat. Tujuan kedua dari analisis AMMI adalah untuk menjelaskan interaksi genotipe dengan lingkungan. Kegunaan ketiga adalah meningkatkan akurasi dugaan respon interaksi genotipe dan lingkungan (Sumertajaya 2007). Konsep stabilitas dinamis dapat menjelaskan stabilitas dan adaptabilitas suatu genotipe, namun pemulia tetap harus memperhatikan potensi hasil suatu galur, mengingat tujuan pelepasan varietas adalah untuk peningkatan produksi secara kuantitas. Galur-galur yang dikatakan stabil (Tabel 27) dengan hasil produktivitas di atas rata-rata hasil seluruh genotipe yaitu galur Fat-4-1-1 dan FM1R-1-3-1 dengan rata-rata hasil produktivitas berturut-turut sebesar 4,77 dan 4,54 ton/ha yang tidak berbeda nyata dengan kedua varietas pembandingnya yaitu Situ Bagendit dan Towuti (Tabel 7).
70
71
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Terdapat keragaman daya hasil di antara sepuluh galur harapan padi gogo yang diuji. Diperoleh empat galur dengan potensi hasil terbaik dan tidak berbeda nyata dengan kedua varietas pembanding yaitu Fat-4-1-1 (4,77 ton/ha), FM1R-13-1 (4,54 ton/ha), FG1R-36-1-1 (3,90 ton/ha) dan FG1-6-1-2 (3,46 ton/ha). Galur Fat-4-1-1, FM1R-1-3-1 dan FG1R-36-1-1 secara umum memiliki karakter tanaman yang sesuai dengan karakter padi gogo tipe baru yang diharapkan. Ketiga galur ini mempunyai jumlah anakan sedang-banyak (>13 batang/rumpun), panjang malai ± 25 cm, jumlah gabah isi 114-139 butir/malai, tinggi tanaman tergolong sedang (87-91 cm) dan rata-rata bobot gabah 1000 butir mencapai 27-28 gram. Galur yang stabil statis berdasarkan metode Francis dan Kannenberg yaitu FM1R-1-3-1, Fat-4-1-1, FG1-6-1-2, dan FG1R-30-1-3. Galur yang stabil statisdinamis berdasarkan metode Francis dan Kanennberg, Finlay dan Wilkinson serta Eberhart dan Russel yaitu galur FG1-6-1-2. Galur yang stabil dinamis berdasarkan analisis model AMMI1 yaitu galur FG1R-30-1-3, FG1-65-1-2, FG1-70-2-1, FG1R-36-1-1 dan FG1R-30-1-5. Galur FG1R-30-1-3 dianggap stabil berdasarkan model AMMI2. Galur Fat-4-1-1 dan FM1R-1-3-1 berpotensi untuk dilepas menjadi varietas padi gogo yang stabil dan berdaya hasil tinggi, dengan rekomendasi dibudidayakan secara optimal.
Saran Untuk kepentingan pelepasan varietas diperlukan pengujian di tiga lokasi lagi sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2011 tanggal 5 Oktober 2011 tentang Pengujian, Penilaian, Pelepasan dan Penarikan Varietas, serta evaluasi lebih lanjut mengenai tingkat ketahanannya terhadap hama penyakit dan kualitas nasi.
72
73
DAFTAR PUSTAKA Abdullah B, Tjokrowidjojo S, Sularjo. 2008. Perkembangan dan prospek perakitan padi tipe baru di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 27 (1):1-9. Akinwale MG, Akinyele BO, Odiyi AC, Dixon AGO. 2011. Genotype x environment interaction and yield performance of 43 improved cassava (Manihot esculenta Crantz) genotypes at three agro-climatic zones in Nigeria. British Biotechnology Journal 1 (3): 68-84. Annicchiarico P. 2002. Defining adaptation strategies and yield-stability targets in breeding programmes. Di dalam: Kang MS, editor. Quantitative Genetics, Genomics and Plant Breeding. Walingford. Oxon.UK: CAB International Publishing. hlm 365-383. Baihaki A. 2000. Teknik Rancang dan Analisis Penelitian Pemuliaan. Bandung: Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. [BB Padi]. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2012. Penyakit Padi. http://bbpadi.litbang.deptan.go.id/index.php/in/penyakit-padi [2 Juli 2012]. [BB Padi]. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2012. Varietas Padi Gogo. http://bbpadi.litbang.deptan.go.id/index.php/in/varietas-padi-gogo [27 Juli 2012]. Becker HC, Leon J. 1988. Stability analysis in plant breeding. Plant Breeding 101: 1-23. [BPS]
Badan Pusat Statistik. 2011. Hasil Sensus http://www.bps.go.id/aboutus.php [3 Januari 2012].
Penduduk
2010.
Crossa J, Gauch HG, Zobel RW. 1990. Additive main effects and multiplicative interaction analysis of two international maize cultivar trials. Crop Science 30: 493-500. Dewi IS, Purwoko BS. 2011. Kultur in vitro untuk produksi tanaman haploid androgenik. Di dalam: GA Wattimena, NA Mattjik, NM Armini W, A Purwito, D Effendi, BS Purwoko, N Khumaida, editor. Bioteknologi Dalam Pemuliaan Tanaman. Ed ke-1. Bogor: IPB Press. hlm 107-157. Dewi IS, Purwoko BS. 2001. Kultur antera untuk mendukung program pemuliaan tanaman padi. Bul. Agron (29):59-63. Djaelani AK, Nasrullah, Sumartono. 2001. Interaksi genotipe x lingkungan, adaptabilitas, dan stabilitas galur-galur kedelai dalam uji multilokasi. Zuriat (12):27-33.
74
Eberhart SA, Russel WA. 1966. Stability parameters for comparing varieties. Crop Sci (6):36-40. Fagi AM, Abdullah B, Kartaatmadja S. 2001. Peranan padi Indonesia dalam pengembangan padi unggul. Prosiding Budidaya Padi. Surakarta, November 2001. Yayasan Padi Indonesia. Finlay KW, Wilkinson GN. 1963. The analysis of adaptation in a plant breeding programme. Aust J Agric Res (4):742-754. Francis TR, Kannenberg LW. 1978. Yield stability studies in short-season maize, a descriptive methods to for grouping genotipe. Can J Plant Sci 58:10291034. Garris AJ, Tai TH, Coburn J, Kresovich S, McCouch S. 2005. Genetic structure and diversity in Oryza sativa L. Genetics 169:1631–1638. Gauch HG. 2006. Statistical analysis of yield trials by AMMI and GGE. Crop Science 46: 1488-1500. Griest DH. 1986. Rice. Ed ke-6. London: Longman. Guzman M, Arias FJZ. 2000. Increasing anther culture efficiency in rice (Oryza sativa L.) using anthers from ratooned plants. Plant Science 151:107–114. Harsanti L, Hanibal, Mugiono. 2003. Analisis daya adaptasi 10 galur mutan padi sawah di 20 lokasi uji daya hasil pada dua musim. Zuriat. 14 (1):1-7. Haryanto TAD, Suwarto L, Soesanto, Daryanto. 2004. Stabilitas pola hubungan antar karakter pearl millet (Pennisetum typhoideum Rich.) sebagai respon terhadap interaksi genotipe x lokasi. Jurnal Agroland 11 (2):109-115. Herlina L, Silitonga TS. 2011. Seleksi lapang ketahanan beberapa varietas padi terhadap infeksi hawar daun bakteri strain IV dan VIII. Buletin Plasma Nutfah 17(2): 80-87. [IRRI]. International Rice Research Institute. 2012. Rice Standard Evaluation System. http://www.knowledgebank.irri.org/extension/crop-damage.html [27 September 2012]. [IRRI]. International Rice Research Institute. 2008. Padi Hibrida. Jakarta: IRRI Rice Knowledge Bank. [Kementan] Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2012. Pusat Data Pertanian. http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/tan/isi_infoekse_tan.htm [5 Agustus 2012].
75
Las I, Widiarta IN, Suprihatno B. 2004. Perkembangan varietas dalam perpadian nasional. Di dalam: Makarim AK, editor. Inovasi Pertanian Tanaman Pangan. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor. hlm 1-25. Lin CS, Binns MR, Levkovitch LP. 1986. Stability analisis : where do we stand? Crop Science 26: 894-900. Linares OF. 2002. African rice (Oryza glaberrima): history and future potential. Proceedings of the National Academy of Science of the United States of America 99:16360-16365. Makarim AK, Suhartatik E. 2009. Morfologi dan fisiologi tanaman padi. Di dalam: Suyamto, IN Widiarta, Satoto, editor. Padi: Inovasi Teknologi dan Ketahanan Pangan. Ed ke-1. Jakarta: LIPI Press. hlm 295-330. Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan, dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Edisi kedua. Bogor: IPB Press. Mattjik AA, Sumertajaya IM, Hadi AF, Wibawa GNA. 2011. Pemodelan Additive Main-effect and Multiplicative Interaction (AMMI): Kini dan Yang Akan Datang. Bogor: IPB Press. Moedjiono MJ, Mejaya. 1994. Variabilitas genetik beberapa karakter plasma nutfah jagung koleksi Balittas Malang. Zuriat 5 (2):27-32. Murdaningsih HK, Baihaki A, Satari G, Danakusuma T, Permadi AH. 1990. Variasi genetik sifat-sifat tanaman bawang di Indonesia. Zuriat 1 (1):3236. Perkins JM, Jink JL. 1968. Environmental and genotype-environmental components of variability, multiple lines and crossess. Heredity 23: 339356. Ribot C, Hirsch J, Balzergue S, Tharreau D, Notteghem JL, Lebrun MH, Morel JB. 2008. Susceptibility of rice to the blast fungus, Magnaporthe grisea. Journal of Plant Physiology 165: 114-124. Rodrigues FA, McNally DJ, Datnoff LE, Jones JB. 2004. Silicon enhances the acumulation of diterpenoid phytoalexins in rice: a potential mechanism for blast resistance. Phytopathology 94: 177-183. Rusdiansyah, Rohaeni N, Trikoesoemaningtyas. 2001. Evaluasi beberapa kultivar padi gogo asal Kalimantan Timur untuk ketahanan terhadap alumunium menggunakan metode kultur hara. Bul. Agron 29 (2): 73-77.
76
Sa’diyah H, Mattjik AA. 2011. Indeks stabilitas AMMI untuk penentuan stabilitas genotipe pada percobaan multilokasi. Di dalam: Mattjik AA, Sumertajaya IM, Hadi AF, Wibawa GNA, editor. Pemodelan Additive Main-effect and Multiplicative Interaction (AMMI): Kini dan Yang Akan Datang. Bogor. IPB Press. hlm 20-33. Safitri H. 2010. Kultur antera dan evaluasi galur haploid ganda untuk mendapatkan padi gogo tipe baru. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Safitri H, Purwoko BS, Wirnas D, Dewi IS, Abdullah B. 2010. Daya kultur antera beberapa persilangan padi gogo dan padi tipe baru. J. Agon. Indonesia 38 (2):81-87. Saraswati M, Oktafiani AN, Kurniawan A, Ruswandi D. 2006. Interaksi genotipe x lingkungan, stabilitas dan adaptasi jagung hibrida harapan Unpad di 10 lokasi di Pulau Jawa. Zuriat 17 (1):72-85. Sasmita P. 2007. Aplikasi teknik kultur antera pada pemuliaan tanaman padi. Apresiasi Hasil Penelitian Padi 2007:596-609. Satoto B, Sutaryo, Suprihatno B. 2009. Prospek Pengembangan Padi Hibrida. Sukamandi: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Shivanna KR, VK Sawhney. 1997. Pollen Biotechnology for Crop Production and Improvement. UK: Cambridge University Press. Shukla GK. 1972. Some statistical aspects of partitioning genotype-environmental components of variability. Heredity 29: 237-245. Singh RK, BD Chaudhary. 1979. Biometrical Methods in Quantitative Genetic Analysis. New Delhi: Kalyani Pub. Ludhiana. Suardi. 2002. Perakaran padi dalam hubungannya dengan toleransi tanaman terhadap kekeringan dan hasil. Jurnal Litbang Pertanian 21 (3):100-108. Stanfield WD. 1983. Theory and Problems of Genetics. Edisi kedua. New Delhi: Mc.Graw Hill Book Co. Sumertajaya IM. 2007. Analisis Statistik Interaksi Genotipe dengan Lingkungan. Bogor: Departemen Statistik, Fakultas Matematika dan IPA, IPB. Suprihatno B, Daradjat AA, Satoto, Baehaki SE, Widiarta IN, Setyono A, Indrasari SD, Lesmana OS, Sembiring H. 2009. Deskripsi Varietas Padi. Bogor: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian.
77
Sutaryo B, Samaullah MY. 2007. Penampilan hasil dan komponen hasil beberapa galur padi hibrida japonica. Apresiasi Hasil Penelitian Padi: 675-685. Suwarto, Farid N. 2004. Studi beberapa karakter morfologi dan fisiologi lima genotipe padi gogo toleran naungan. Agronomika. 4 (1):49-58. Syam M, Suparyono, Hermanto, Diah WS. 2007. Masalah Lapang Hama Penyakit Hara pada Padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian RI. Syukur M, S Sujiprihati, R Yunianti. 2009. Teknik Pemuliaan Tanaman. Bogor: Bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Tai GCC. 1971. Genotypic stability analysis and its application to potato regional trials. Crop Science 11: 184-190. Vaughan DA, Morishimay H, Kadowaki K. 2003. Diversity in the Oryza genus. Current Opinion in Plant Biology 6:139–146 Vaughan DA, Song G, Akito K, Norihiko T. 2008. Phylogeny and Biogeography of the Genus Oryza. Berlin: Springer-Verlag Heidelberg. Wahyuni S, Triny S. Kadir, Nugraha US. 2006. Hasil dan mutu benih padi gogo pada lingkungan tumbuh berbeda. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 25 (1):30-37. Wicaksana N. 2001. Penampilan fenotipik dan beberapa parameter genetic 16 genotipe kentang pada lahan sawah. Zuriat 12 (1): 15-20. Yoshida S. 1981. Fundamentals of Rice Crop Science. Los Banos, Phillippines: International Rice Research Institute. Yudarwati. 2010. Analisis faktor-faktor fisik yang mempengaruhi produktivitas padi sawah dengan aplikasi sistem informasi geografis. [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
78
79
LAMPIRAN
80
81
Lampiran 1 Karakteristik galur/varietas yang digunakan untuk tetua persilangan Karakter Asal/persilangan
Golongan Bentuk tanaman Warna batang Warna kaki Warna daun Posisi daun Posisi daun bendera Warna telinga daun Warna lidah daun Kerebahan batang Bentuk gabah Warna gabah Warna beras Kerontokan gabah Anjuran tanam Sumber: Safitri 2010.
Fatmawati BP68C-MR-43-2/Maros
Galur/varietas BP360E-MR-79-2 Fulan Telo Gawa
B10182B-MR-1-1-2/ Memberamo// IR66160/// Memberamo indica indica tegak tegak hijau hijau hijau hijau hijau tua hijau tegak tegak tegak, panjang tegak putih putih putih putih tahan rebah tahan rebah sedang panjang sedang ramping kuning bersih kuning putih putih sulit rontok sedang sawah sawah
Fulan Telo Mihat
Lokal Pulau Buru
Lokal Pulau Buru
tegak hijau hijau-ungu hijau agak terkulai terkulai putih putih mudah rebah sedang ramping kuning bersih putih sedang-mudah gogo
tegak hijau hijau hijau agak terkulai terkulai putih putih mudah rebah sedang ramping kuning merah sedang-mudah gogo
82
Lampiran 2 Data iklim rata-rata di tiap lokasi pengujian Lokasi
Bulan
Curah hujan (mm)
Suhu (ºC)
Kelembaban udara (%)
Lampung
November 2011 – April 2012
199,2
27
76
Bogor
November 2011 – April 2012
338,2
26
85
Sukabumi
November 2011 – April 2012
327,0
26
85
Purworejo
November 2011 – April 2012
299,2
27
80
Malang
Maret – Juli 2011
106,3
25
78
Sumber: Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Badan Litbang Pertanian dan BMKG.
83
Lampiran 3 Deskripsi varietas pembanding Situ Bagendit Nomor seleksi Asal persilangan Golongan Umur tanaman Bentuk tanaman Tinggi tanaman Anakan produktif Warna kaki Warna batang Warna telinga daun Warna lidah daun Warna daun Muka daun Posisi daun Daun bendera Bentuk gabah Warna gabah Kerontokan Kerebahan Tekstur nasi Kadar amilosa Bobot 1000 butir Rata-rata hasil
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Potensi hasil Ketahanan terhadap penyakit
: :
Anjuran tanam
:
Pemulia
:
Tim peneliti Teknisi Dilepas tahun
: : :
S4325D-1-2-3-1 Batur/2*S2823-7D-8-1-A Cere 110-120 hari Tegak 99-105 cm 12-13 batang Hijau Hijau Tidak berwarna Tidak berwarna Hijau Kasar Tegak Tegak Panjang ramping Kuning bersih Sedang Sedang Pulen 22% 27,5 g 4,0 t/ha pada lahan kering 5,5 t/ha pada lahan sawah 6,0 t/ha Agak tahan terhadap blas Agak tahan terhadap hawar daun bakteri strain III dan IV Cocok ditanam di lahan kering maupun ditanam di lahan sawah Z.A. Simanullang, Aan A. Daradjat, Ismail BP dan N. Yunani Mukelar Amir, Atito D dan Y. Samaullah Meru, U. Sujanang, Karmita dan Sukarno 2003
84
Lampiran 4 Deskripsi varietas pembanding Towuti Nomor seleksi Asal persilangan Golongan Umur tanaman Bentuk tanaman Tinggi tanaman Anakan produktif Warna kaki Warna batang Warna telinga daun Warna lidah daun Warna daun Muka daun Posisi daun Daun bendera Bentuk gabah Warna gabah Kerontokan Kerebahan Tekstur nasi Kadar amilosa Bobot 1000 butir Rata-rata hasil
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Potensi hasil Ketahanan terhadap hama
: :
Penyakit
:
Anjuran tanam
: :
Pemulia
Dilepas tahun
: : :
S3385-5E-16-3-2 S499B-28/Carreon//2*IR64 Cere 105-115 hari Tegak 95-100 cm 13-15 batang Hijau Hijau Tidak berwarna Tidak berwarna Hijau Kasar sebelah bawah daun Tegak Tegak Ramping Kuning bersih Sedang Sedang Pulen 23% 26 g 4,0 t/ha pada lahan kering 6,0 t/ha pada lahan sawah 7,0 t/ha Agak tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan rentan biotipe 3 Agak tahan terhadap hawar daun bakteri strain III dan IV, dan agak tahan terhadap blas Cocok ditanam di lahan kering maupun lahan kering pada musim hujan. Untuk lahan kering sebaiknya tidak lebih dari 500 m dpl. Z.A. Simanullang, Tarjat T, Aan A. Daradjat, Ismail BP dan E. Sumadi 1999