KERAGAAN DAN STABILITAS GALUR-GALUR PADI GOGO TIPE BARU HASIL KULTUR ANTERA
PURBOKURNIAWAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul: KERAGAAN DAN STABILITAS GALUR-GALUR PADI GOGO TIPE BARU HASIL KULTUR ANTERA adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2013
Purbokurniawan NIM A253090031
ABSTRACT PURBOKURNIAWAN. Performance and Yield Stability of New Plant Type of Upland Rice Lines Obtained from Anther Culture. Under direction of Bambang Sapta Purwoko as chairman, Desta Wirnas, and Iswari Saraswati Dewi as members of the advisory committee. Breeding of upland rice is now directed towards new plant type (NPT) architecture. NPT rice lines have been obtained from anther culture and need to be evaluated in multilocation trials. The objectives of the research were to obtain information on agronomic characters, genetic parameters, yield potential, adaptability and stability of the lines. Ten lines and two cultivars were planted at seven different location in November 2010 – March 2011. In each location, the experimental design was randomized complete block design with four replications. Observation was done on agronomic characters such as plant height, number of vegetative tiller and productive tiller, panicle length, number of filled grains per panicle, empty grains per panicle, and total grains per panicle, 1000grain weight, grain weight per plant and yield per hectar. The results showed FM1R-1-3-1 and Fat-4-1-1 rice lines has grain weight per plant 20.3 and 18.2 grams/plant respectively and other agronomic characters that were better than eight other lines. Genotype x environmental interaction factors contributed to variance by 16.6%. The highest productivity was achieved by FM1R-1-3-1 (4.52 ton/ha). FM1R-1-3-1 showed as genotype specifically adapted to favourable environments. Key words : upland rice, new plant type, anther culture, yield stability
RINGKASAN PURBOKURNIAWAN. Keragaan dan Stabilitas Galur-galur Padi Gogo
Tipe Baru Hasil Kultur Antera. Dibimbing oleh BAMBANG SAPTA PURWOKO, DESTA WIRNAS dan ISWARI SARASWATI DEWI. Penelitian dan perakitan padi gogo di Indonesia antara lain diarahkan untuk menghasilkan varietas padi gogo tipe baru. Sejumlah galur dihaploid padi gogo tipe baru telah dihasilkan dengan menggunakan metode kultur antera. Galurgalur padi gogo dihaploid yang dihasilkan diharapkan memiliki kemampuan adaptasi dan stabilitas yang baik di berbagai kondisi lingkungan. Untuk mengetahui pola adaptasi dan stabilitas suatu galur perlu dilakukan uji multilokasi. Informasi tentang kemampuan adaptasi dan stabilitas calon varietas merupakan syarat dalam pelepasan suatu varietas di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi tentang keragaan agronomis, nilai parameter genetik, potensi hasil, adaptabilitas dan stabilitas galur-galur harapan padi gogo tipe baru hasil kultur antera. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2010 – Juni 2011. Tempat Penelitian ialah Bogor, Sukabumi dan Indramayu (Jawa Barat), Purworejo (Jawa Tengah), Wonosari (DI Yogyakarta), serta Natar dan Taman Bogo (Lampung). Galur padi gogo yang digunakan yaitu 10 galur harapan padi gogo tipe baru yaitu FG1-70-2-1, FG1R-36-1-1, FG1R-30-1-5, FG1R-30-1-4, FG1-6-1-2, FG165-1-2, FG1R-30-1-3, FG1R-30-1-1, FM1R-1-3-1, Fat-4-1-1; dan 2 varietas pembanding yaitu Situ Bagendit dan Towuti. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok dengan perlakuan genotipe padi gogo, berturut-turut diulang sebanyak 4 (empat) kali yang tersarang dalam tiap lokasi. Pengamatan dilakukan terhadap karakter agronomis seperti umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah anakan saat vegetatif, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai, jumlah gabah total per malai, persen gabah isi dan hampa, bobot 1000 biji, hasil gabah per rumpun dan hasil gabah per hektar. Analisis data yang dilakukan adalah anova tiap lokasi, anova gabungan, analisis genetik dan analisis stabilitas hasil. Stabilitas galur-galur yang diuji diketahui dengan menggunakan empat pendekatan analisis stabilitas yaitu analisis Francis dan Kannenberg, analisis Finlay dan Wilkinson, analisis Eberhart dan Russell dan analisis AMMI. Hasil analisis ragam gabungan menunjukkan bahwa faktor genotipe, lingkungan dan interaksi genotipe x lingkungan berpengaruh sangat nyata untuk semua karakter yang diamati pada 7 lokasi. Tanaman tertinggi ditunjukkan oleh genotipe FG1-70-2-1 dengan rata-rata 137,5 cm. Genotipe FG1R-36-1-1 sebagai galur harapan padi gogo tipe baru hasil kultur antera yang memiliki jumlah anakan vegetatif mencapai 20,0 anakan, walaupun lebih sedikit dibanding 2 varietas pembanding. Genotipe FG1R-36-1-1 juga menunjukkan persen gabah isi 76,8%, walaupun lebih rendah dibanding varietas Situ Bagendit dan persen gabah hampa sebesar 23,3%. Genotipe FG1-65-1-2 menunjukkan rata-rata jumlah gabah isi paling banyak dengan jumlah sebanyak 142,7 gabah dan bobot 1000 biji tertinggi dengan bobot 32,1 gram. Genotipe FG1R-30-1-5 menunjukkan jumlah gabah total terbanyak dengan jumlah sebanyak 212,0 gabah. Genotipe
FM1R-1-3-1 menunjukkan hasil gabah per rumpun tertinggi yaitu 20,3 gram. Terdapat perbedaan keragaan karakter agronomis di antara 10 galur-galur harapan padi gogo tipe baru hasil kultur antera. Hasil analisis menunjukkan galur FM1R-1-3-1 dan Fat-4-1-1 memiliki kriteria karakter padi gogo tipe baru antara lain hasil gabah kering per rumpun yang tinggi, jumlah anakan produktif 8-15 batang, jumlah gabah per malai lebih dari 150 butir dan bobot 1000 butir lebih dari 24 gram. Karakter tinggi tanaman 100-120 cm dan persen gabah lebih dari 75% dapat dicapai oleh kedua genotipe tersebut, bila kedua genotipe tersebut ditanam dan tumbuh pada lingkungan yang mendukung. Ragam genetik lebih tinggi dari ragam lingkungan dan ragam interaksi genotipe x lingkungan ditunjukkan oleh karakter tinggi tanaman, jumlah anakan vegetatif, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah hampa, jumlah gabah total, dan bobot 1000 biji. Hasil analisis ragam gabungan menunjukkan bahwa lingkungan, genotipe serta interaksi genotipe dan lingkungan berpengaruh nyata terhadap hasil pada galur-galur padi gogo yang diuji. Faktor lingkungan, genotipe serta interaksinya berkontribusi terhadap keragaman hasil berturut-turut sebesar 48,5%, 14,9% dan 16,6%. Galur-galur padi gogo yang diuji memperlihatkan jenis interaksi kualitatif yang ditunjukkan oleh perubahan ranking genotipe pada setiap lokasi. Genotipe FG1R-36-1-1 di lokasi Bogor memberikan hasil gabah per hektar tertinggi yaitu 3,39 ton. Di Indramayu hasil gabah per hektar yang tertinggi ditunjukkan oleh genotipe Situ Bagendit (2,59 ton). Di Natar hasil gabah per hektar tertinggi ditunjukkan oleh genotipe Towuti (4,04 ton/ha). Genotipe FM1R-1-3-1 menunjukkan produktivitas tertinggi di lokasi Sukabumi, Purworejo dan Wonosari berturut-turut 6,21, 7,61 dan 5,76 ton/ha. Situ Bagendit memberikan hasil gabah per hektar tertinggi di Taman Bogo (5,95 ton/ha). Genotipe FM1R-13-1 memberikan rata-rata hasil gabah per hektar tertinggi 4,52 ton/ha lebih tinggi dibandingkan dengan semua genotipe yang diuji. Hasil uji adaptasi menunjukkan bahwa genotipe FM1R-1-3-1 merupakan genotipe yang beradaptasi khusus pada lingkungan yang optimal.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1.
2.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
KERAGAAN DAN STABILITAS GALUR-GALUR PADI GOGO TIPE BARU HASIL KULTUR ANTERA
PURBOKURNIAWAN
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Muhamad Syukur, SP., M.Si.
Judul Tesis
: Keragaan dan Stabilitas Galur-Galur Padi Gogo Tipe Baru Hasil Kultur Antera Nama : Purbokurniawan NRP : A253090031 Program Studi : Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Bambang Sapta Purwoko, M.Sc. Ketua
Dr. Desta Wirnas, SP., M.Si. Anggota
Dr. Ir. Iswari Saraswati Dewi Anggota
Mengetahui Ketua Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Ujian: 9 Agustus 2012
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan atas segala karunia, hikmat, kuasa dan penyertaan-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi tentang keragaan agronomis, nilai parameter genetik, potensi hasil, adaptabilitas dan stabilitas galur-galur harapan padi gogo tipe baru hasil kultur antera. Penelitian dan penulisan tesis ini berlangsung di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Bambang Sapta Purwoko, M.Sc. sebagai ketua Komisi Pembimbing, Dr. Desta Wirnas, SP., M.Si., dan Dr. Ir. Iswari Saraswati Dewi sebagai anggota Komisi
Pembimbing. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
kepada Komisi Pembimbing
yang telah memberikan bimbingan, arahan dan
motivasi dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian serta proses penulisan dan penyelesaian tesis ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Muhamad Syukur, SP., M.Si. sebagai penguji luar komisi pada ujian tesis yang memberikan saran-saran dan koreksi konstruktif. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc. selaku koordinator Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman yang mendukung dan memberikan motivasi kepada penulis selama mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) Bogor. Terima kasih penulis sampaikan kepada DITJEN DIKTI Departemen dan Pendidikan Nasional yang telah memberikan beasiswa BPPS selama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. Terima kasih penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Negeri Papua dan Dekan Fakultas Pertanian dan Teknologi Petanian UNIPA atas izin dan kesempatan untuk melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan Pemda Buru atas pembiayaan pelaksanaan penelitian uji multilokasi melalui hibah kepada tim peneliti (Prof. Dr. Ir. Bambang Sapta Purwoko, M.Sc. sebagai ketua, Dr. Ir. Iswari Saraswati Dewi dan Heni Safitri, SP., M.Si. sebagai anggota). Terima kasih yang tulus penulis haturkan kepada Bapak Sutodwihardjo (Alm.) dan Ibu Rismintarti kedua orang tua tercinta yang telah menanamkan dasar pendidikan yang baik dan berguna bagi penulis serta kekuatan doa yang luar biasa
dari seorang ibu yang dengan tulus dan tekun dinaikkan setiap saat dalam mendukung penyelesaian studi di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. Istri tercinta Alce Ilona Noya dan Ananda terkasih Daniel Setiawan Noya atas cinta dan kasih sayangnya yang memberikan dorongan dan kekuatan bagi penulis. Bapak Frans Noya dan ibu Lily Siwy sebagai mertua, Chali Noya sekeluarga, Nova Noya, Petrus Ten sekeluarga dan Markus Waran sekeluarga, atas dukungan baik dalam bentuk materil dan moril serta doanya selama penulis menempuh studi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan dan semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu yang telah ikut membantu dalam penelitian dan proses penyelesaian tesis ini.
Bogor, Februari 2013 Purbokurniawan
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 23 Februari 1977 dari pasangan Bapak Sutodwihardjo (Alm.) dan Ibu Rismintarti. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan formal di SD YPPK Padma I Manokwari tahun 1989, SMP Negeri I Manokwari tahun 1992 dan SMA Negeri I Manokwari tahun 1995. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian dan Teknologi Pertanian, Universitas Negeri Papua, lulus tahun 2004. Tahun 2009, penulis diterima pada program magister di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman. Beasiswa pendidikan
pascasarjana diperoleh dari BPPS DITJEN
DIKTI. Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian dan Teknologi Pertanian, Universitas Negeri Papua sejak tahun 2005.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................ xix DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xxi DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xxiii PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 Latar Belakang ............................................................................................... 1 Tujuan ............................................................................................................ 2 Hipotesis ........................................................................................................ 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 3 Padi ................................................................................................................ 3 Pembentukan Varietas Padi Gogo Tipe Baru melalui Kultur Antera ............ 4 Pendugaan Nilai Parameter Genetik .............................................................. 8 Interaksi Genotipe x Lingkungan .................................................................. 9 Adaptabilitas dan Stabilitas Hasil ................................................................ 10 Pelepasan Varietas Tanaman ....................................................................... 21 BAHAN DAN METODE ..................................................................................... 25 Waktu dan Tempat ....................................................................................... 25 Bahan dan Alat ............................................................................................ 25 Rancangan Penelitian................................................................................... 25 Pelaksanaan Penelitian................................................................................. 26 Pengamatan .................................................................................................. 27 Analisis Data ................................................................................................ 28 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 37 Keadaan Umum ........................................................................................... 37 Keragaan Karakter Hasil dan Komponen Hasil........................................... 38 Analisis Genetik........................................................................................... 53 Analisis Stabilitas Hasil ............................................................................... 55 SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 73 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 75 LAMPIRAN .......................................................................................................... 81
xvii
xviii
DAFTAR TABEL Halaman 1. Pengelompokan dan konsep metode analisis stabilitas hasil. .........................13 2. Jumlah unit dan lama pengamatan uji adaptasi (unit) dari dua Permentan untuk tanaman pangan ....................................................................................23 3. Analisis ragam karakter padi gogo pada masing-masing lokasi uji. ...............29 4. Analisis ragam gabungan menggunakan model acak untuk komponen agronomi dan komponen parameter genetik. ..................................................30 5. Analisis ragam gabungan menggunakan model tetap untuk hasil gabah per hektar. ..............................................................................................................30 6. Sidik ragam analisis stabilitas Eberhart dan Russell (1966). ..........................35 7. Hasil analisis ragam gabungan pengaruh genotipe, lingkungan dan interaksi genotipe x lingkungan terhadap karakter agronomis genotipe padi gogo tipe baru. ................................................................................................38 8. Rata-rata tinggi tanaman (cm) dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji. .................39 9. Rata-rata jumlah anakan vegetatif dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji. ...........41 10. Rata-rata jumlah anakan produktif dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji. ..........42 11. Rata-rata panjang malai (cm) dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji. ...................43 12. Rata-rata jumlah gabah isi dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji. .......................44 13. Rata-rata jumlah gabah hampa dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji .................45 14. Rata-rata jumlah gabah total dari 12 galur pada 7 lokasi uji. .........................46 15. Rata-rata persen gabah isi (%) dari 12 galur pada 7 lokasi uji........................48 16. Rata-rata persen gabah hampa (%) dari 12 galur pada 7 lokasi uji. ................49 17. Rata-rata bobot 1000 biji (gram) dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji. .............50 18. Rata-rata hasil gabah per rumpun (gram) dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji. 51 19. Komponen ragam genetik, ragam lingkungan, ragam interaksi genotipe x lingkungan, dan ragam fenotipe untuk karakter yang diamati. .......................53 20. Nilai koefisien keragaman genetik, koefisien keragaman fenotipe, dan heritabilitas dalam arti luas untuk karakter yang diamati. ..............................54 xix
21. Analisis ragam gabungan untuk hasil per hektar dari 12 genotipe padi gogo tipe baru hasil kultur antera. .................................................................. 56 22. Rata-rata hasil gabah (ton/ha) dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji. ................ 58 23. Rataan hasil gabah per hektar, nilai ragam lingkungan dan koefisien keragaman. ..................................................................................................... 60 24. Rataan hasil, koefisien regresi dan produktivitas pada lingkungan 1 ton/ha dan 5 ton/ha. ................................................................................................... 61 25. Analisis ragam gabungan untuk menguji stabilitas hasil dengan metode Eberhart dan Russell (1966). .......................................................................... 65 26. Rataan hasil gabah per hektar, nilai koefisien regresi dan simpangan regresi. ............................................................................................................ 66 27. Hasil analisis ragam AMMI untuk hasil gabah per hektar. ............................ 68 28. Kriteria stabil dari 4 metode analisis stabilitas hasil. ..................................... 71
xx
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Perkembangan arsitektur tanaman padi (Khush et al. 2001; Vergara et al. 1991). ................................................................................................................5 2. Respon hasil terhadap lingkungan untuk dua konsep stabilitas hasil pada grafik bukan regresi (A) dan grafik regresi (B) (Annicchiarico 2002b). ......12 3. Interpretasi umum dari pola populasi genotipe yang didapat dari plot nilai koefisien regresi genotipe terhadap nilai rata-rata hasil genotipe (Finlay & Wilkinson 1963)..............................................................................................17 4. Interaksi genotipe x lingkungan terhadap hasil. .............................................57 5. Hubungan koefisien keragaman (CVi) dengan nilai ragam lingkungan (Si2). 60 6. Hubungan koefisien regresi dengan produktivitas gabah. ..............................62 7. Pola populasi genotipe uji melalui hubungan antara produktivitas gabah dengan indeks lingkungan...............................................................................62 8. Hubungan nilai koefisien regresi (bi) dan nilai simpangan regresi (
). .......66
9. Biplot interaksi IAKU1 dan IAKU2 untuk data hasil gabah/hektar. ..............69
xxi
xxii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Deskripsi varietas pembanding .........................................................................81 2. Lay out pelaksanaan di lapangan ......................................................................83 3. Data iklim beberapa lokasi uji. .........................................................................86 4. Grafik uji kenormalan, uji kehomogenan ragam dan transformasi box-cox.....91 5. Analisis ragam gabungan untuk keragaan agronomis dan stabilitas. ............105 6. Analisis ragam gabungan untuk parameter genetik.Error! Bookmark not defined.
xxiii
xxiv
PENDAHULUAN Latar Belakang Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun terus bertambah sehingga permintaan beras sebagai pangan utama bagi masyarakat Indonesia terus meningkat. Peningkatan produksi beras dapat dilakukan dengan pengembangan pertanaman padi gogo pada lahan-lahan kering. Lahan kering di Indonesia yang berpotensi untuk pengembangan padi gogo seluas 22,39 juta ha (Badan Litbang Pertanian 2007; BBSDLP 2008). Produktivitas nasional padi gogo sebesar 2,95 ton/ha pada tahun 2008. Produktivitas ini pada tahun yang sama masih lebih rendah bila dibandingkan dengan produktivitas nasional padi sawah yang mencapai 5,08 ton/ha (Deptan 2011). Penelitian dan perakitan padi gogo di Indonesia antara lain diarahkan untuk menghasilkan varietas padi gogo tipe baru. Perakitan padi tipe baru telah dimulai sejak tahun 1995 oleh Balai Besar Penelitian Padi. Tahun 2003 Balai Besar Penelitian Padi telah melepas varietas padi sawah tipe baru Fatmawati (PTB) yang memiliki produktivitas sebesar 5,9 – 10,5 ton gabah kering giling/ha (Puslitbangtan 2003). Perakitan padi gogo tipe baru memerlukan sifat-sifat yang dimodifikasi dari padi sawah tipe baru. Sifat-sifat padi tipe baru yang diadopsi pada padi gogo antara lain tinggi tanaman 100-120 cm, jumlah anakan produktif 8-15 batang, jumlah gabah per malai lebih dari 150 butir, pengisian gabah lebih dari 75%, tanaman tegak tidak rebah, daun berwarna hijau tua dan perakaran yang dalam (Safitri 2010). Percepatan pembentukan galur murni padi gogo tipe baru dengan sifatsifat yang diharapkan dari induknya dapat dilakukan dengan mempergunakan metode kultur antera (Abdullah et al. 2008; Dewi & Purwoko 2011). Sejumlah galur dihaploid padi gogo tipe baru telah dihasilkan dengan menggunakan metode kultur antera pada hasil persilangan antara Fatmawati dan BP360E-MR-79-2 dengan Fulan Telo Gawa dan Fulan Telo Mihat (Safitri et al. 2010). Galur padi gogo dihaploid
yang dihasilkan tersebut diharapkan memiliki kemampuan
2
adaptasi dan stabilitas yang baik di berbagai kondisi lingkungan sehingga pengujian stabilitas harus dilakukan. Adaptasi tanaman pada suatu lingkungan tumbuh merupakan kemampuan tanaman itu untuk menunjukkan daya hasil tinggi pada lingkungan yang sesuai (Annicchiarico 2002b). Kemampuan beradaptasi terdiri atas kemampuan beradaptasi luas dan kemampuan beradaptasi sempit (Soemartono 1988). Tanaman dengan kemampuan beradaptasi luas memiliki daya hasil yang stabil. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman itu memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan tumbuh yang berbeda. Menurut Becker dan Leon (1988) bahwa suatu genotipe yang memiliki kemampuan yang stabil pada berbagai lingkungan tumbuh menunjukkan stabilitas statis, sedangkan kemampuan yang mengikuti indeks lingkungan menunjukkan stabilitas dinamis. Informasi kemampuan adaptasi dan stabilitas dari calon varietas merupakan syarat dalam pelepasan suatu varietas di Indonesia (Syukur et al. 2009).
Hal
ini
telah
diatur
oleh
Peraturan
Menteri
Pertanian
Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2011 tanggal 5 Oktober 2011 tentang pengujian, penilaian, pelepasan dan penarikan varietas. Untuk mengetahui suatu genotipe memiliki adaptasi dan stabilitas yang luas perlu dilakukan uji multilokasi.
Tujuan Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi tentang keragaan agronomis dan stabilitas hasil galur-galur harapan padi gogo tipe baru hasil kultur antera.
Hipotesis 1.
Terdapat
perbedaan keragaan karakter agronomis di antara galur-galur
harapan padi gogo tipe baru hasil kultur antera. 2.
Terdapat satu atau beberapa galur-galur harapan padi gogo tipe baru hasil kultur antera yang menunjukkan adaptabilitas dan stabilitas hasil pada berbagai lokasi.
TINJAUAN PUSTAKA Padi Tanaman padi merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumputrumputan. Tanaman padi termasuk ke dalam famili Gramineae (Poaceae) dengan genus Oryza, ordo Poales atau Glumiflorae, kelas Monocotyledonae, subdivisi Angiospermae, divisi Spermathophyta. Genus Oryza terdapat 23 spesies antara lain Oryza sativa, Oryza glaberrima, Oryza rufipogon, Oryza breviligulata, Oryza barthii, Oryza meyeriana, dan Oryza ridleyi. Spesies Oryza sativa dibudidayakan di daerah tropik, daerah sub tropik dan temperat; sedangkan Oryza glaberrima dibudidayakan di
wilayah Afrika. Oryza sativa
sebagai spesies yang
dibudidayakan secara luas di dunia, bila dibandingkan dengan spesies Oryza glaberrima. Spesies Oryza sativa sendiri terdiri atas 3 kelompok subspesies yaitu Indica, Japonica (Temperate Japonica) dan Javanica (Tropical Japonica). Subspesies Indica dominan di Sri Lanka, Cina Selatan dan Tengah, India, Pakistan, Jawa, Filipina, Taiwan dan negara-negara tropis lainnya. Subspesies Japonica banyak ditanam di Cina Utara dan Timur, Jepang dan Korea. Subspesies Javanica terdapat di Indonesia yang merupakan padi bulu dan gundil (Matsuo & Hoshikawa 1993). Bagian vegetatif pada tubuh tanaman padi terdiri atas akar, batang, anakan dan daun. Akar terdiri atas akar seminal, akar serabut atau adventif dan akar tajuk. Tanaman padi mempunyai batang yang beruas-ruas. Panjang batang tergantung pada jenis dan kondisi lingkungan tumbuh (Matsuo & Hoshikawa 1993). Anakan tanaman padi tumbuh pada dasar batang yang tumbuh secara bersusun. Anakan padi terdiri atas anakan primer dan sekunder. Anakan primer adalah anakan yang tumbuh pada kedua ketiak daun pada batang utama. Anakan sekunder adalah anakan yang tumbuh pada ketiak anakan primer dan seterusnya dan biasanya bertambah kecil (Manurung & Ismunadji 1988). Bagian generatif tanaman padi terdiri atas malai dan bulir padi. Malai adalah sekumpulan bunga padi (spikelet) yang keluar dari buku paling atas. Malai padi terdiri atas cabang-cabang bunga, jumlah cabang mempengaruhi besar
4
rendemen tanaman padi suatu varietas. Setiap unit bunga dinamakan spikelet yang terdiri atas tangkai, bakal buah, lemma,
palea, putik dan benang sari serta
beberapa organ lain yang bersifat inferior. Tiap bunga memiliki enam benang sari yang menopang kepala sari (antera). Pada pangkal bakal buah (ovary) terdapat lodikula yang mengatur pembukaan lemma dan palea pada saat anthesis. Bunga padi merupakan bunga sempurna dan menyerbuk sendiri dengan kemungkinan terjadi menyerbuk silang <1%. Waktu berbunga berkisar antara 70-75 hari setelah tanam tergantung dari varietasnya. Buah padi merupakan benih ortodoks yang ditutupi oleh palea dan lemma (Chang et al. 1965; Manurung & Ismunadji 1988). Umur tanaman padi gogo berkisar antara 90-140 hari. Pertumbuhan tanaman padi gogo terdiri atas 3 fase yaitu fase vegetatif, fase reproduktif dan fase pemasakan. Fase vegetatif dimulai saat biji berkecambah sampai saat promordia bunga. Fase ini dibedakan ke dalam fase pertumbuhan aktif, yaitu saat perkecambahan benih sampai pembentukan anakan, dan fase pertumbuhan vegetatif lambat atau fase peka terhadap lama penyinaran dimulai pada masa anakan maksimum sampai saat pembentukan bakal primordia bunga. Fase reproduktif adalah masa saat munculnya primordia bunga hingga waktu keluar bunga. Fase ini terdiri atas inisisasi primordia bunga 52-70 hari setelah tanam; pemanjangan ruas dan bunting 62-75 hari setelah tanam; dan awal munculnya malai dan berbunga 75-100 hari setelah tanam yang ditandai dengan keluarnya malai dari kelopak daun bendera. Fase selanjutnya adalah fase pemasakan, yaitu masa dari mulai keluarnya bunga sampai gabah padi masak. Tahapan fase ini terdiri atas masak susu 92-110 hari setelah tanam, masak padat 102-120 hari setelah tanam dan masak penuh 112-130 hari setelah tanam (Basyr et al. 1983).
Pembentukan Varietas Padi Gogo Tipe Baru melalui Kultur Antera Produktivitas padi tipe ‘revolusi hijau’ sejak terjadinya revolusi hijau tidak mengalami peningkatan. Tipe padi tersebut seperti diperlihatkan Gambar 1 (bagian kedua tengah) tanaman padi dengan produksi tinggi. Puncak perkembangan revolusi hijau ditandai dengan dilepasnya varietas IR8 yang sangat responsif terhadap pemupukan dan perkembangan yang tersebar luas di berbagai negara. Sejak tahun 1980-an produktivitas padi relatif tidak meningkat karena
5
keragaman genetik yang sempit. Dengan demikian dituntut adanya terobosan perbaikan sifat genetik melalui kegiatan pemuliaan untuk meningkatkan produktivitasnya. Arah pemuliaan padi dunia saat ini dan masa depan, baik padi sawah maupun padi gogo adalah padi hibrida dan padi tipe baru (PTB) (Abdullah et al. 2008).
Padi unggul yang tinggi
Padi unggul berdaya hasil tinggi melalui masukan tinggi
Padi unggul dengan anakan sedikit (Padi Tipe Baru)
Gambar 1. Perkembangan arsitektur tanaman padi (Khush et al. 2001; Vergara et al. 1991). Upaya terobosan dilakukan untuk membentuk arsitektur tanaman yang memungkinkan peningkatan produktivitas tanaman. Padi yang dihasilkan kemudian dikenal dengan padi tipe baru. Arsitektur tanaman padi tipe baru dapat dilihat pada Gambar 1 (bagian ketiga). IRRI mulai mengembangkan padi tipe baru pada tahun 1989 dan pada tahun 2000 hasilnya telah didistribusikan ke berbagai negara untuk dikembangkan lebih lanjut (Khush et al. 2001).
6
Menurut Khush (1995), dasar pemikiran dalam pembentukan padi tipe baru adalah peningkatan indeks panen dan produksi biomassa tanaman. Indeks panen adalah perbandingan bobot kering gabah dengan total biomassa tanaman. Indeks panen varietas padi berdaya hasil tinggi berkisar antara 0,45−0,50 diupayakan untuk ditingkatkan menjadi 0,60. Upaya tersebut dilakukan dengan meningkatkan proporsi distribusi hasil fotosintesis ke sink daripada ke source. Peningkatan indeks panen dan produksi biomassa dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu meningkatkan sink size, masa pengisian gabah dan biomassa tanaman. Sink size dapat ditingkatkan melalui peningkatan jumlah gabah per malai dan translokasi asimilat ke gabah. Masa pengisian gabah dapat ditingkatkan dengan cara, antara lain melalui penundaan senescence kanopi, memperpanjang masa pengisian biji, dan pembentukan tanaman tahan rebah. Biomassa tanaman ditingkatkan dengan membentuk arsitektur kanopi tanaman yang seimbang dan efisien sehingga pembentukan kanopi dan penyerapan hara berlangsung cepat serta konsumsi karbon berkurang. Penelitian dan perakitan padi gogo di Indonesia diarahkan antara lain untuk menghasilkan varietas padi gogo tipe baru. Perakitan padi tipe baru telah dimulai sejak tahun 1995 oleh Balai Besar Penelitian Padi (Balitpa). Pada tahun 2003 Balitpa telah melepas varietas padi sawah tipe baru Fatmawati (PTB) yang memiliki produktivitas sebesar 5,9 – 10,5 ton GKG/ha (Puslitbangtan 2003). Sifat-sifat padi sawah PTB adalah jumlah anakan sedang, tetapi semua produktif (12−18 batang), jumlah gabah per malai 150−250 butir, persentase gabah bernas 85−95%, bobot 1.000 gabah bernas 25−26 g, batang kokoh dan pendek (80−90 cm), umur genjah (110−120 hari), daun tegak, sempit, berbentuk huruf V, hijau sampai hijau tua, 2−3 daun terakhir tidak cepat luruh, akar banyak dan menyebar dalam, tahan terhadap hama dan penyakit utama, gabah langsing, serta mutu beras dan nasi baik (Abdullah et al. 2008). Sifat-sifat PTB di atas yang cocok dan sesuai dengan kondisi di Indonesia yang memiliki iklim tropis serta hama dan penyakit sebagai masalah utamanya. Perakitan padi gogo tipe baru memerlukan sifat-sifat yang dimodifikasi dari padi sawah tipe baru. Sifat-sifat padi tipe baru yang diadopsi pada padi gogo antara lain tinggi tanaman 100-120 cm, jumlah anakan produktif 8-15 batang,
7
jumlah gabah per malai lebih dari 150 butir, pengisian gabah lebih dari 75%, tanaman tegak tidak rebah, daun berwarna hijau tua dan perakaran yang dalam (Safitri 2010). Untuk mempercepat pembentukan galur murni padi gogo tipe baru dengan sifat-sifat
yang
diharapkan
dari
induknya
dapat
dilakukan
dengan
mempergunakan metode kultur antera. Terbentuknya galur murni hasil kultur antera hanya memerlukan waktu kurang dari 30 bulan. Proses ini lebih cepat bila dibandingkan dengan cara konvensional yang membutuhkan waktu yang lama 710 tahun atau memerlukan 5-10 generasi setelah persilangan. Metode kultur antera akan menghasilkan tanaman dihaploid yang homozigos fertil (Dewi & Purwoko 2001). Melalui kultur antera didapatkan galur-galur dihaploid padi gogo dengan sifat-sifat tipe baru. Galur-galur dihaploid tersebut dirakit melalui persilangan antara Fatmawati sebagai padi sawah varietas unggul tipe baru dengan padi gogo varietas Way Rarem, galur padi gogo SGJT-28 dan galur padi gogo SGJT-36. F1 hasil persilangan tersebut dan persilangan resiprokalnya dilakukan kultur antera untuk mendapatkan galur dihaploid homozigos padi gogo tipe baru. Hasil kultur antera tersebut diperoleh 348 galur dihaploid fertile yang siap dievaluasi lebih lanjut (Herawati et al. 2008). Hasil evaluasi lebih lanjut diperoleh 11 galur yang berpotensi sebagai galur padi gogo tipe baru. Untuk karakter jumlah anakan produktif diperoleh 4 galur. Untuk karakter panjang malai, jumlah gabah per malai dan persen gabah hampa diperoleh 3 galur. Untuk karakter bobot gabah/rumpun diperoleh 4 galur (Herawati et al. 2009). Fatmawati dan BP360E-MR-79-2 adalah varietas dan galur harapan padi sawah tipe baru yang mempunyai karakter antara lain tanaman tegak, batang kekar dan malai lebat, tetapi pengisian gabah kurang baik. Kelebihan padi sawah tipe baru ini oleh Safitri (2010) dipakai untuk merakit padi gogo tipe baru dengan persilangan menggunakan Fulan Telo Gawa dan Fulan Telo Mihat sebagai padi gogo lokal dari Pulau Buru dengan karakter umur agak genjah, malai panjang dan pengisian gabah baik. Diharapkan dari persilangan tersebut diperoleh padi gogo tipe baru yang memiliki karakter tanaman tegak, batang tegak, malai lebat, malai panjang dan pengisian gabah baik. F1 diperoleh dari hasil persilangan resiprokal
8
antara Fatmawati x Fulan Telo Gawa, BP360E-MR-79-2 x Fulan Telo Gawa, Fatmawati x Fulan Telo Mihat dan BP360E-MR-79-2 x Fulan Telo Mihat. F1 selanjutnya dilakukan kultur antera untuk mendapatkan padi gogo tipe baru. Penelitian tersebut menghasilkan 35 genotipe padi gogo dihaploid yang memiliki karakter agronomi dan hasil yang baik. Padi gogo dihaploid yang dihasilkan tersebut belum diuji mengenai adaptasi dan stabilitasnya di berbagai kondisi lingkungan.
Pendugaan Nilai Parameter Genetik Analisis genetik dilakukan untuk menduga nilai komponen ragam, koefisien keragaman dan heritabilitas. Faktor yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan seleksi adalah keragaman genetik dan heritabilitas. Efektivitas seleksi untuk memperoleh genotipe unggul ditentukan oleh keragaman genetik pada suatu populasi dan seberapa besar sifat unggul yang diinginkan dapat diturunkan pada generasi selanjutnya (Sleper & Poehlman 2006). Keragaman suatu populasi dapat dilihat dari keragaman fenotipe dan keragaman genotipenya. Keragaman fenotipe merupakan keragaman yang dapat diukur atau dilihat langsung pada karakter yang diamati. Keragaman genotipe tidak dapat dilihat atau diukur secara langsung, melainkan dapat diduga melalui analisis ragam. Suatu populasi yang memiliki keragaman fenotipe yang luas belum tentu memiliki keragaman genotipe yang luas karena dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Roy 2000). Nilai heritabilitas menunjukkan besarnya proporsi ragam genetik suatu karakter terhadap ragam fenotipenya (Allard 1960). Heritabilitas merupakan salah satu karakter genetik yang digunakan untuk menduga kemajuan dalam perbaikan suatu karakter tanaman. Heritabilitas dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu heritabilitas dalam arti luas dan heritabilitas dalam arti sempit (Singh & Chaudhary 1979; Falconer & Mackay 1996). Heritabilitas dalam arti luas (broad sense heritability) merupakan hubungan ragam genetik total dengan ragam fenotipe, sedangkan heritabilitas dalam arti sempit (narrow sense heritability) hanya mempertimbangkan keragaman yang disebabkan oleh peranan gen aditif sebagai bagian dari keragaman genetik total. Heritabilitas arti sempit dapat diartikan bahwa pewarisan sifat dari tetua kepada keturunannya merupakan
9
pengaruh aditif dari gen sehingga fenotipe tidak tergantung dari adanya interaksi antar alel. Nilai duga heritabilitas memiliki beberapa kegunaan, diantaranya adalah untuk mengetahui respon karakter yang diinginkan terhadap tekanan seleksi dan untuk mengetahui prediksi respon seleksi. Semakin tinggi nilai heritabilitas, makin tinggi pula respon seleksi yang menunjukkan semakin efektifnya seleksi. Heritabilitas berguna untuk menentukan besarnya suatu populasi yang dibutuhkan agar dapat dilakukan seleksi dan menentukan alternatif jenis seleksi (Roy 2000). Heritabilitas suatu karakter nilainya tidak tetap karena banyak faktor yang dapat mempengaruhi nilai heritabilitas, yaitu: populasi yang digunakan, metode estimasi, adanya pautan gen, pelaksanaan percobaan, generasi populasi yang diuji, dan kondisi lingkungan. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menduga nilai heritabilitas
dan
komponen
ragam.
Heritabilitas
dapat
diduga
dengan
menggunakan perhitungan ragam turunan, regresi parent-offspring, perhitungan komponen ragam dari analisis ragam dan dengan rancangan hibridisasi (Mangoendidjojo 2007; Syukur et al. 2009). Nilai untuk kriteria heritabilitas dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu bila tergolong rendah jika kurang dari 0,20, sedang
jika nilai antara 0,20-0,50 dan tinggi jika lebih dari 0,50
(Stanfield 1983). Nilai-nilai tersebut sangat tergantung metode dan populasi yang digunakan (Syukur et al. 2009). Seleksi yang dilakukan terhadap suatu populasi tanaman diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang lebih baik dan stabil.
Interaksi Genotipe x Lingkungan Keragaman genetik dan interaksi genotipe dan lingkungan digunakan oleh para pemulia tanaman dalam merakit varietas unggul. Perakitan varietas unggul dapat mengacu pada karakter-karakter yang mendukung keunggulan varietas yang dirakit seperti daya hasil yang tinggi, tahan hama dan penyakit, tahan cekaman abiotik serta mempunyai nilai ekonomis tertentu. Karakter tersebut dapat tercermin dari nilai ragam genetik, ragam lingkungan, ragam musim serta ragam interaksinya. Ragam interaksi untuk beberapa lokasi pada satu musim dapat berupa ragam interaksi genotipe x lingkungan. Ragam interaksi untuk beberapa
10
musim pada satu lokasi dapat berupa ragam interaksi genotipe x musim. Ragam interaksi untuk beberapa lokasi dan beberapa musim dapat berupa ragam interaksi genotipe x lingkungan, ragam interaksi genotipe x musim, ragam interaksi lingkungan x musim dan ragam interaksi genotipe x lingkungan x musim (Poespodarsono 1988). Pemulia dapat menggunakan ragam interaksi tersebut dalam merakit tanaman unggul yang spesifik lingkungan atau beradaptasi luas (stabil) (Syukur 2008). Interaksi genotipe dan lingkungan sangat penting dalam seleksi tanaman dan dalam membuat rekomendasi tentang kultivar yang dianjurkan. Interaksi genotipe dan lingkungan terjadi bila keragaan nisbi (relative performance) atau peringkat beberapa genotipe berubah dengan perubahan lingkungan. Hal ini dapat ditunjukkan oleh kemampuan kultivar-kultivar berdaya hasil tinggi. Kultivar tersebut bila ditanam pada suatu lingkungan yang memiliki ketersediaan hara dan air rendah akan menghasilkan hasil yang lebih rendah dibanding pada lingkungan yang subur. Perbedaan lingkungan yang spesifik memiliki efek lebih besar untuk suatu genotipe dari genotipe yang lain (Falconer & Mackay 1996). Oleh karena itu, pada lingkungan yang berbeda sering diperlukan penyesuaian penanaman kultivar yang lebih sesuai. Hal ini memperlihatkan pertumbuhan tanaman pada suatu lingkungan ditunjukkan oleh keragaan dari fenotipenya sebagai interaksi genotipe terhadap lingkungan tumbuh (Soemartono 1988; Wricke & Weber 1986). Ada tidaknya pengaruh interaksi dapat dideteksi dari perilaku respon suatu faktor pada berbagai kondisi faktor lain. Jika respon suatu faktor berubah pola dari kondisi tertentu ke kondisi yang lain untuk faktor yang lain maka kedua faktor dikatakan berinteraksi. Jika pola respon dari suatu faktor tidak berubah pada berbagai kondisi faktor yang lain dapat dikatakan kedua faktor tersebut tidak berinteraksi (Mattjik & Sumertajaya 2000).
Adaptabilitas dan Stabilitas Hasil Adaptabilitas ialah tanggapan atau kemampuan adaptasi dengan cara mempertahankan siklus hidup dari suatu genotipe pada suatu kondisi lingkungan tertentu oleh adanya perubahan bentuk dan fungsi yang ditunjukkan secara
11
individu maupun populasi atau spesies. Kemampuan beradaptasi ini disebabkan oleh kombinasi sifat yang dapat mengatasi perubahan lingkungan sehingga genotipe tanaman tersebut tidak terpengaruh oleh adanya perubahan lingkungan tersebut (Poespodarsono 1988). Respon suatu genotipe terhadap perubahan lingkungan
dapat
dikelompokkan
menjadi
homeostatis
dan
stabilitas
perkembangan (Roy 2000). Respon homeostatis adalah kemampuan suatu genotipe yang akan menunjukkan sifat atau karakter yang seragam dan stabil seperti deskripsinya terhadap perubahan lingkungan tumbuh. Respon stabilitas perkembangan (developmental stability) adalah kemampuan suatu genotipe dengan menunjukkan adanya percepatan tahap pertumbuhan baik secara fisiologis maupun morfologis dalam menghadapi perubahan lingkungan dibandingkan dengan genotipe lainnya. Tanggapan dan kemampuan adaptasi terhadap kondisi lingkungan yang berbeda bagi genotipe tanaman dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Kelompok pertama adalah kelompok yang menunjukkan kemampuan beradaptasi luas yang ditunjukkan oleh interaksi genotipe x lingkungan yang kecil. Interaksi genotipe x lingkungan yang kecil menunjukkan kemampuan
tanaman
memberikan hasil yang hampir sama pada lingkungan yang berbeda. Kelompok kedua adalah kelompok yang kemampuan adaptasinya sempit yaitu berkeragaan baik pada suatu lingkungan, namun berkeragaan jelek pada lingkungan yang berbeda yang ditunjukkan interaksi genotipe x lingkungan yang besar. Interaksi genotipe x lingkungan yang besar menunjukkan kemampuan memberikan hasil berbeda, karena
tanaman
pengaruh lingkungan yang berbeda
(Soemartono 1988; Syukur 2008). Menurut Annicchiarico (2002b), adaptasi luas adalah kemampuan yang ditunjukkan oleh suatu genotipe untuk mempertahankan daya hasil yang baik pada berbagai kondisi lingkungan yang berbeda, sedangkan adaptasi spesifik adalah kemampuan suatu genotipe yang berdaya hasil baik pada lingkungan tertentu yang mendukung. Kemampuan beradaptasi yang luas suatu genotipe tanaman menunjukkan kemampuan yang stabil dalam menanggapi kondisi lingkungan yang berbeda. Penampilan stabil dan produktivitas tinggi dari suatu genotipe dapat digunakan sebagai dasar dalam pemilihan genotipe unggul baru. Stabilitas dapat dibagi
12
menjadi dua kelompok yaitu stabilitas statis dan stabilitas dinamis (Becker & Leon 1988). Stabilitas dalam pengertian pemuliaan dikenal dengan istilah stabilitas biologis dan stabilitas agronomis (Romagosa & Fox 1993).
Genotipe dengan stabilitas statis
Hasil genotipe
Keragaman lingkungan = 0 Keragaman stabilitas = 0
Genotipe dengan stabilitas dinamis
Hasil genotipe
Garis hitam = rataan hasil di tiap lingkungan
Indeks lingkungan
Indeks lingkungan
A
B
Gambar 2. Respon hasil terhadap lingkungan untuk dua konsep stabilitas hasil pada grafik bukan regresi (A) dan grafik regresi (B) (Annicchiarico 2002b). Stabilitas statis atau stabilitas biologis sebagai keragaan suatu genotipe yang relatif sama dari suatu lokasi ke lokasi lainnya dengan respon homeostatis (Jambormias & Riry
2008).
Menurut Annicchiarico (2002b), bahwa suatu
genotipe dengan stabilitas tersebut memiliki hasil genotipe sama atau stabil pada indeks lingkungan yang berbeda dengan nilai keragaman lingkungan = 0 pada grafik bukan regresi dan pada grafik regresi dengan nilai koefisien regresi (bi) = 0 (Gambar 2). Tabel 1 menunjukkan bahwa stabilitas statis (biologis) suatu genotipe dapat diketahui dengan menggunakan estimasi stabilitas hasil metode Francis dan Kannenberg (1978) dan Finlay dan Wilkinson (1963) dengan nilai koefisien regresi (bi) = 0 (Becker & Leon 1988).
13
Tabel 1. Pengelompokan dan konsep metode analisis stabilitas hasil. Kelompok
Tipe
A
1
Estimasi analisis stabilitas
Penggagas Francis dan Kannenberg (1978) Plaisted dan Peterson (1959) Plaisted (1960) Wricke (1962) Shukla (1972) Finlay dan Wilkinson (1963) Perkins dan Jinks (1968) Eberhart dan Russell (1966) Perkins dan Jinks (1968)
1 B
2 2 2 2
C
2 2
D
3 3
Sumber:
Becker
&
Leon
1988;
Lin
et
Konsep Stabilitas Statis
Dinamis Dinamis Dinamis Dinamis Statis/Dinamis Dinamis Dinamis Dinamis al.
1986.
13
14
Stabilitas dinamis atau stabilitas agronomis sebagai keragaan suatu genotipe dengan nilai berfluktuatif dari suatu lokasi ke lokasi lainnya dengan respon developmental stability (Jambormias & Riry 2008).
Menurut
Annicchiarico (2002b), bahwa suatu genotipe dengan stabilitas tersebut memiliki hasil genotipe yang fluktuatif dengan nilai keragaman stabilitas = 0 pada grafik bukan regresi dan pada grafik regresi suatu genotipe akan memiliki hasil genotipe yang meningkat sejalan dengan peningkatan indeks lingkungan dengan nilai koefisien regresi (bi) = 1 (Gambar 2). Tabel 1 menunjukkan bahwa stabilitas dinamis (agronomis) suatu genotipe dapat diketahui dengan menggunakan estimasi stabilitas hasil metode Plaisted dan Peterson, Plaisted, Wricke, Shukla, Finlay dan Wilkinson dengan nilai koefisien regresi (bi) = 1, Perkins dan Jinks, Eberhart dan Russell (Becker & Leon 1988). Metode estimasi stabilitas hasil di atas oleh Lin et al. (1986) dikelompokkan ke dalam 4 grup (A, B, C dan D) dengan 3 tipe (1, 2 dan 3) (Tabel 1). Keempat grup tersebut didasarkan pada analisis deviasi pengaruh ratarata genotipe (A), analisis pengaruh interaksi genotipe dan lingkungan (B), analisis pengaruh gabungan deviasi rata-rata genotipe dan interaksi genotipe dan lingkungan dengan menggunakan koefisien regresi (C) dan analisis pengaruh gabungan deviasi rata-rata genotipe dan
interaksi genotipe dan lingkungan
dengan menggunakan nilai parameter deviasi (D). Konsep ketiga tipe didasarkan pada nilai ragam lingkungan yang kecil (1), respon lingkungan atau nilai indeks lingkungan sebanding dengan rata-rata respon daya hasil untuk semua genotipe (2) dan kecilnya nilai perbandingan antara nilai kuadrat tengah sisa dari model regresi terhadap indeks lingkungannya (3). Beberapa metode yang digunakan untuk mengukur stabilitas hasil adalah analisis Francis dan Kannenberg, analisis Wricke, analisis Shukla, analisis Finlay dan Wilkinson, analisis Eberhart dan Russell, analisis Perkins dan Jinks, dan analisis AMMI (Additive Main Effect Multiplicative Interaction).
15
1. Analisis Francis dan Kannenberg (1978) Francis dan Kannenberg (1978) menyatakan bahwa kestabilan suatu genotipe ditentukan oleh nilai ragam lingkungan ( ) dan koefisien ragam (CVi). Nilai koefisien ragam (CVi) ditentukan dari nilai simpangan baku rata-rata hasil suatu genotipe yang didasarkan dari rata-rata umumnya. Suatu genotipe dikatakan stabil bila memiliki nilai ragam lingkungan dan koefisien ragam kecil serta memiliki hasil yang optimal. 2. Analisis Wricke (1962) Wricke (1962) menyatakan bahwa kestabilan setiap genotipe dinyatakan dengan adanya interaksi genotipe x lingkungan yang terukur. Ukuran kestabilan tersebut berupa ecovalence (
), yang merupakan jumlah kuadrat yang berasal
dari sumbangan satu genotipe kepada interaksi genotipe x lingkungan. Ukuran perbedaan kestabilan merupakan nilai konsistensi dari suatu genotipe pada semua lingkungan. Genotipe yang memiliki nilai ecovalence (
) terkecil merupakan
genotipe yang paling stabil. 3. Analisis Shukla (1972) Shukla (1972) mengemukakan bahwa ragam stabilitas genotipe sebagai ragam seluruh lingkungan setelah pengaruh utama dari nilai lingkungan dihilangkan. Ragam stabilitas didasarkan pada residual matriks interaksi x lingkungan dan galat sebagai klasifikasi dua arah. Suatu genotipe dikatakan stabil bila ragam stabilitas ( stabilitas (
) sama dengan ragam lingkungan (
) = 0. Nilai ragam stabilitas (
) dimana nilai ragam
) semakin mendekati nol
mengindikasikan genotipe semakin stabil. Nilai ragam stabilitas (
) yang besar
menunjukkan ketidakstabilan genotipe, karena ragam stabilitas merupakan perbedaan antara dua jumlah kuadrat yang dapat bernilai negatif. Estimasi nilai ragam stabilitas (
) negatif tidak akan menjadi masalah pada komponen ragam,
karena estimasi negatif dari ragam stabilitas (
) dapat dianggap sebagai nol.
16
4. Analisis Finlay dan Wilkinson (1963) Ukuran pengaruh lingkungan berasal dari rata-rata produksi masingmasing lingkungan dan musim. Regresi didasarkan pada produksi masing-masing varietas di plotkan terhadap rata-rata populasi. Rata-rata populasi mempunyai koefisien regresi = 1,0 sebagai genotipe yang stabil. Penambahan nilai koefisien terhadap 1,0 berarti meningkatkan kepekaan terhadap lingkungan, dan bila penurunan nilai koefisien terhadap 1,0 berarti meningkatkan ketahanan terhadap lingkungan. Regresi cukup efektif untuk mengetahui respon produksi varietas dalam kisaran lingkungan alami. Batas kisaran lingkungan yang menurun akan mengurangi proporsi komponen keragaman bagi interaksi genotipe x lingkungan yang ditunjukkan oleh ragam pada koefisien regresi secara individu. Persamaan garis regresi yang digunakan oleh Finlay dan Wilkinson adalah : gij = biej + sij dimana: gij = garis koefisien regresi varietas ke-i terhadap lingkungan ke-j bi
= koefisien regresi varietas ke-i;
ej
= lingkungan ke-j
sij
= penyimpangan terhadap garis regresi dari varietas ke-i pada lingkungan ke-j
Gambar 3 menunjukkan suatu gambaran interpretasi secara umum pola populasi yang berasal dari nilai koefisien regresi genotipe yang diplotkan terhadap nilai rata-rata hasil dari suatu genotipe. Berdasarkan gambar tersebut Finlay dan Wilkinson (1963) mengelompokkan kestabilan suatu genotipe menjadi tiga kelompok yang terdiri atas: a. Jika koefisien regresi mendekati atau sama dengan satu (bi ≈ 1) maka stabilitasnya adalah rata-rata (average stability). Jika stabilitasnya ratarata dan hasilnya rata-rata lebih tinggi dari rata-rata semua genotipe pada semua lingkungan maka genotipe tersebut memiliki adaptasi umum yang baik (general adaptability). Sebaliknya jika rata-rata hasil
17
lebih rendah dari rata-rata umum maka adaptasinya buruk (poorly
Di atas 1,0 1,0 Di bawah 1,0
Koefisien Regresi (bi)
adapted) pada semua lingkungan.
Adaptasi khusus pada lingkungan optimal
Adaptasi rendah pada semua lingkungan
Rata-rata stabilitas
Adaptasi tinggi pada semua lingkungan
Adaptasi khusus pada lingkungan marjinal
Produktivitas hasil
Gambar 3. Interpretasi umum dari pola populasi genotipe yang didapat dari plot nilai koefisien regresi genotipe terhadap nilai rata-rata hasil genotipe (Finlay & Wilkinson 1963). b. Jika koefisien regresi lebih besar dari satu (bi > 1) maka stabilitasnya berada di bawah rata-rata (below average stability). Genotipe demikian peka terhadap perubahan lingkungan dan beradaptasi khusus pada lingkungan yang menguntungkan (favorable). c. Jika koefisien regresi lebih kecil dari satu (bi < 1) maka stabilitasnya berada di atas rata-rata (above average stability). Genotipe beradaptasi pada lingkungan yang marjinal.
5. Analisis Perkins dan Jinks (1968) Metode stabilitas Perkins dan Jinks (1968) menunjukkan kemiripan model koefisien regresi dengan metode stabilitas Finlay dan Wilkinson (1963). Metode stabilitas Perkins dan Jinks sebelum estimasi regresi diawali dengan penyesuaian
18
data yang diamati terhadap pengaruh lingkungan. Metode ini menyatakan suatu genotipe stabil apabila memiliki nilai βi = 0 dan genotipe tersebut tidak memiliki interaksi genotipe x lingkungan. Bila genotipe dengan nilai βi > 0,0 menunjukkan bahwa tidak terlalu sensitif dengan lingkungan. Genotipe tersebut dapat tumbuh baik pada lingkungan yang optimal. Bila genotipe dengan nilai βi < 0,0 atau negatif menunjukkan
bahwa adanya perbedaan yang tidak signifikan antar
lingkungan. Genotipe ini dapat tumbuh baik pada semua lokasi terutama lingkungan yang kurang baik. 6. Analisis Eberhart dan Russell (1966) Eberhart dan Russell (1966) menyatakan bahwa untuk menentukan kestabilan tidak hanya nilai koefisien regresi (bi), tetapi juga menggunakan nilai deviasi (simpangan) regresi kuadrat tengah (
). Penentuan kestabilan dilakukan
dengan penggabungan jumlah kuadrat dari lingkungan (E) dan interaksi genotipe x lingkungan (GE) serta membaginya ke dalam pengaruh linier antar lingkungan (derajat bebas = 1) dan pengaruh linier dari genotipe x lingkungan (derajat bebas E = 2). Pengaruh residual kuadrat tengah dari model regresi antar lingkungan digunakan sebagai indeks stabilitas. Genotipe stabil bila memiliki nilai koefisien regresi (bi) = 1 dan memiliki nilai deviasi (simpangan) regresi kuadrat tengah (
) = 0 (Eberhart & Russell 1966; Singh & Chaudhary 1979). Analisis stabilitas untuk hasil dan komponen hasil mengunakan metode
menurut Eberhart dan Russell (1966), dengan model regresi yang digunakan adalah : Yij = μi + βiIj + δij Dimana: Yij = hasil/komponen hasil rataan dari genotipe ke-i di lingkungan ke-j μi
= rataan umum untuk hasil/komponen hasil genotipe ke-i dari semua lingkungan
βi
= koefisien regresi, mengukur respon genotipe ke-i pada lingkungan yang berbeda
19
Ij
= indeks lingkungan yaitu rata-rata semua varietas pada lingkungan ke-j dikurangi rata-rata seluruh percobaan Ij =
δij = simpangan regresi dari genotipe ke-i pada lingkungan ke-j Karakter stabilitasnya: 1. Koefisien regresi (bi);
bi =
2. Simpangan dari regresi ( Dimana
);
= galat gabungan,
= Galat pada anova gabungan
= Simpangan Gabungan,
=
-
-
7. Analisis AMMI (Additive Main Effect Multiplicative Interaction). Analisis Additive Main Effect Multiplicative Interaction (AMMI) adalah suatu teknik analisis data percobaan dua faktor perlakuan dengan pengaruh utama perlakuan bersifat aditif, sedangkan pengaruh interaksi dimodelkan dengan model bilinear. Model AMMI dapat digunakan untuk menganalisis percobaan lokasi ganda. Pada dasarnya analisis AMMI menggabungkan analisis ragam aditif bagi pengaruh utama perlakuan dengan analisis komponen utama ganda dengan permodelan bilinear bagi pengaruh interaksi (Mattjik & Sumertajaya 2000). AMMI sangat efektif menjelaskan interaksi genotipe dengan lingkungan. Penguraian interaksi dilakukan dengan model bilinear, sehingga kesesuaian tempat tumbuh bagi genotipe akan dapat dipetakan. Selain itu biplot yang digunakan
memperjelas pemetaan genotipe dan lingkungan secara simultan
(Sumertajaya 2007). Model AMMI sebagai berikut: Yger = µ + g + βe +
+ εger
20
Dimana : Yger = nilai pengamatan genotipe ke-g, lingkungan ke-e dan kelompok ke-r µ
= rataan umum
g
= pengaruh aditif dari pengaruh utama genotipe ke-g
βe
= pengaruh aditif dari pengaruh utama lingkungan ke-e = nilai singular untuk komponen bilinear ke-n = pengaruh ganda genotipe ke-g melalui komponen bilinear ke-n = pengaruh ganda lokasi ke-e melalui komponen bilinear ke-n = simpangan dari pemodelan linear
εger
= pengaruh acak pada genotipe ke-g, lokasi ke-e dan kelompok ke-r Mattjik dan Sumertajaya (2000) mengemukakan tiga manfaat dalam
penggunaan analisis AMMI yaitu: 1. Analisis AMMI dapat digunakan sebagai analisis pendahuluan untuk mencari model yang lebih tepat. Jika tidak ada satupun komponen yang nyata maka pemodelan cukup dengan aditif saja. Sebaliknya jika hanya pengaruh ganda saja yang nyata maka pemodelan sepenuhnya ganda, berarti analisis yang tepat adalah komponen utama saja. Jika semua komponen interaksi nyata berarti pengaruh interaksi benar-benar sangat kompleks, tidak memungkinkan dilakukannya pereduksian tanpa kehilangan informasi penting. 2. Untuk menjelaskan interaksi genotipe x lingkungan, AMMI dengan biplotnya meringkas pola hubungan antar galur, antar lingkungan dan antar interaksi galur dan lingkungan. 3. Meningkatkan keakuratan dugaaan respon interaksi genotipe x lingkungan. Hal ini terlaksana jika hanya sedikit komponen AMMI saja yang nyata dan tidak mencakup seluruh jumlah kuadrat interaksi. Sedikitnya komponen yang nyata sama artinya dengan menyatakan bahwa jumlah kuadrat sisanya hanya galat saja. Galat yang direduksi memiliki arti lebih memperakurat dugaan respon hubungan setiap genotipe x lingkungan.
21
Perkembangan metode AMMI sampai saat ini sudah dapat diterapkan untuk model tetap (AMMI) yaitu jika genotipe dan lingkungan ditentukan secara subyektif oleh peneliti dan kesimpulan yang diharapkan hanya terbatas pada genotipe dan lingkungan yang dicobakan saja. Model campuran (M-AMMI: Mixed AMMI) yang salah satu dari genotipe atau lingkungan bersifat acak dan kesimpulan untuk faktor acak berlaku untuk populasi taraf dari faktor acak. Model kategorik (GLM-AMMI/General Linear Model AMMI) yaitu jika respon yang diamati bersifat kategorik seperti tingkat serangan hama (ringan, sedang dan berat). Di samping itu, AMMI juga telah dikembangkan untuk menangani data hilang yaitu dengan EM-AMMI (Expectation Maximitation AMMI) (Sumertajaya 2007).
Pelepasan Varietas Tanaman Uji multilokasi dilakukan untuk mengetahui pola adaptabilitas
dan
stabilitas genotipe-genotipe yang akan diusulkan sebagai varietas unggul baru. Hasil dari pengujian tersebut dapat digunakan sebagai
prasyarat dalam
pengusulan varietas unggul nasional. Usulan pelepasan varietas tanaman diatur oleh Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2011 yang disahkan pada tanggal 5 Oktober 2011 berisikan tentang pengujian, penilaian, pelepasan dan penarikan varietas. Peraturan ini telah menggantikan peraturan Menteri Pertanian sebelumnya yaitu 37/Permentan/OT.140/8/2006
Peraturan Menteri Pertanian Nomor
juncto Peraturan Menteri
Pertanian
Nomor
65/Permentan/OT.140/12/2008 yang sudah tidak berlaku lagi. Peraturan Menteri Pertanian sudah tidak berlaku lagi karena sudah tidak sesuai lagi dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi rekayasa genetik. Dengan
demikian Permentan baru dapat digunakan dalam mendukung pelaksanaan ketentuan Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik, serta memperlancar pelaksanaan pengujian, penilaiaan, pelepasan dan penarikan varietas. Selain Permentan baru tersebut pelepasan varietas tanaman juga didukung dan memperhatikan beberapa undang-undang dan peraturan pemerintah: Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992
22
tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik, dan Peraturan Menteri Pertanian
Nomor
37/Permentan/OT.140/7/2011
tentang
Pelestarian
dan
Pemanfaatan Sumber Daya Genetik Tanaman. Permentan baru tersebut terinci
menjelaskan ketentuan-ketentuan yang lebih
bagi unit-unit pelaksana dan Direktorat Jenderal yang bersangkutan.
Pelaksanaan uji adaptasi bagi tanaman semusim atau uji observasi bagi tanaman tahunan yang harus dilakukan telah tertuang dalam Permentan tersebut. Ketentuan itu meliputi musim, lokasi dan jumlah unit pengujian, penetapan jenis tanaman yang dibebaskan dari uji adaptasi atau uji observasi, prosedur baku produksi benih penjenis serta petunjuk teknis pelaksanaan pengujian dalam rangka penilaian dan pelepasan varietas tanaman. Permentan yang baru menambah dan mengurangi beberapa komoditas yang ditetapkan untuk diuji,
serta adanya pengurangan unit pengujian dari
beberapa komoditas. Komoditas yang baru dimasukkan ke dalam Permentan baru tersebut adalah komoditas tanaman hijauan pakan ternak. Komoditas ini meliputi jenis rumput tegak, rumput menjalar, leguminosa pohon, leguminosa perdu dan leguminosa menjalar. Komoditas yang sudah tidak tercantum lagi di dalam Permentan yang baru adalah komoditas buah dan sayuran semusim, serta emponempon. Komoditas yang unit pengujiannya berkurang pada komoditas tanaman pangan adalah padi ladang (padi gogo), jagung pulut, sorgum, gandum, kacangkacangan dan ubi-ubian. Komoditas padi ladang, kacang-kacangan dan ubi-ubian pada Permentan yang lama unit pengujiannya berjumlah 16 unit dan berkurang sebanyak 8 unit sehingga menjadi 8 unit pengujian pada Permentan yang baru (Tabel 2). Komoditas jagung pulut, sorgum dan gandum pada Permentan yang lama unit pengujiannya berjumlah 10 unit dan berkurang sebanyak 2 unit sehingga menjadi 8 unit pengujian pada permentan yang baru (Tabel 2). Adanya pengurangan unit pengujian diharapkan dapat memacu para pemulia tanaman pada komuditas tanaman pangan untuk merakit varietas unggul baru.
23
Tabel 2. Jumlah unit dan lama pengamatan uji adaptasi (unit) dari dua Permentan untuk tanaman pangan
Komoditas
PERATURAN MENTERI PERTANIAN 37/Permentan/OT.140/8/2006 61/Permentan/OT.140/10/2011 Total Total Keterangan Keterangan unit unit
Tanaman pangan Padi Sawah
16
Musim hujan dan musim kemarau
16
Padi Ladang
16
2 kali tanam
8
Padi rawa/pasang surut
6
Lokasi di rawa/Pasang surut, 2 kali tanam
6
Jagung
16
Lokasi di ladang/lahan kering dan sawah tadah hujan (MH dan MK)
16
Jagung pulut
10
Lokasi di ladang/lahan kering dan sawah tadah hujan (MH dan MK)
8
Sorghum
10
8
Gandum
10
Lokasi lahan sawah dan lahan kering (MH dan MK) Lokasi di dataran tinggi, 2 kali tanam
Kacangkacangan dan Ubi-ubian
16
Di sawah, tadah hujan dan lahan kering
8
Ubi kayu
8
Dilahan kering, 2 kali tanam
8
8
Di 16 lokasi dalam satu musim atau 8 lokasi yang sama di 2 musim (MK dan MH) 8 lokasi dalam 1 tahun/musim atau 4 lokasi dalam 2 tahun/musim Lokasi di rawa/Pasang surut, 6 lokasi dalam satu musim/tahun atau 3 lokasi dalam 2 musim/tahun 16 lokasi di ladang/lahan kering dan sawah tadah hujan dalam 1 musim atau 8 lokasi dalam 2 musim (MH dan MK) 8 lokasi di ladang/lahan kering dan sawah tadah hujan dalam 1 musim atau 4 lokasi dalam 2 musim (MH dan MK) 8 lokasi dalam 1 musim atau 4 lokasi dalam 2 musim (MH dan MK) 8 lokasi dalam 1 musim atau 4 lokasi dalam 2 musim (MH dan MK) 8 lokasi dalam 1 musim atau 4 lokasi dalam 2 musim (MH dan MK) Lahan kering, 8 lokasi dalam satu musim tanam
24
Padi gogo sebagai komoditas tanaman pangan dalam
pelaksanaan
pengujian berdasarkan Permentan yang baru dilaksanakan pada 8 unit pengujian. Pelaksanaan pengujian tersebut lebih sedikit bila dibandingkan dengan unit pengujian berdasarkan Permentan yang lama. Adanya pengurangan unit pengujian pada permentan yang baru dikarenakan oleh beberapa hal seperti lahan padi gogo masih lebih sedikit bila dibandingkan dengan lahan padi sawah; potensi lahan untuk pengembangan padi gogo di Indonesia masih luas; kondisi lahan dan agroekologi yang beragam; produktivitas padi gogo masih lebih rendah bila dibandingkan dengan lahan padi sawah; musim penanaman padi gogo hanya pada musim hujan; jumlah varietas padi gogo yang telah dilepas masih sedikit; mempercepat pengujian dan pelepasan varietas baru; pemanfaatan keragaman padi gogo lokal yang tinggi sebagai sumber plasma nutfah dalam perakitan varietas padi gogo unggul nasional. Diharapkan dengan hanya 8 unit pengujian bagi komuditas padi gogo berdasarkan Permentan yang baru memacu perakitan galur-galur baru yang berpotensial untuk dikembangkan selanjutnya, serta mempercepat pengujian dan pelepasan varietas unggul nasional baru.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2010 – Maret 2011, kecuali lokasi Sukabumi pada bulan Maret – Juni 2011.
Tempat Penelitian
dilaksanakan di 7 lokasi yaitu Bogor, Sukabumi dan Indramayu (Jawa Barat), Purworejo (Jawa Tengah), Wonosari (Daerah Istimewa Yogyakarta), serta Natar dan Taman Bogo (Lampung). Bahan dan Alat Galur padi gogo yang digunakan adalah 10 galur harapan padi gogo tipe baru yaitu FG1-70-2-1, FG1R-36-1-1, FG1R-30-1-5, FG1R-30-1-4, FG1-6-1-2, FG1-65-1-2, FG1R-30-1-3, FG1R-30-1-1, FM1R-1-3-1, Fat-4-1-1; dan 2 varietas pembanding yaitu Situ Bagendit dan Towuti. Deskripsi varietas disajikan pada Lampiran 1. Sarana produksi pertanian yang digunakan adalah pupuk kandang (10 ton/ha), Urea (200 kg/ha), SP-36 (100 kg/ha), KCl (100 kg/ha) dan pestisida. Rancangan Penelitian Penelitiaan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan perlakuan genotipe padi gogo. Perlakuan genotipe terdiri atas 10 galur padi gogo tipe baru dan 2 varietas nasional padi gogo. Masing-masing genotipe
diulang sebanyak 4 (empat) kali yang tersarang dalam tiap lokasi.
Setiap lokasi terdapat 48 satuan percobaan. Model linier untuk RAK tiap lokasi sebagai berikut: Yik = µ + ρk + i + εik Dimana: Yik
=
Hasil pengamatan genotipe ke-i dan ulangan ke-k
µ
=
Rataan umum
ρk
=
Pengaruh ulangan ke-k
i
=
Pengaruh perlakuan ke-i
εik
=
Pengaruh acak dari genotipe ke-i dan ulangan ke-k
26
Model linear untuk ragam gabungan antara genotipe dan lingkungan sebagai berikut: Yijk = µ + βj + ρk(j) + i + (β)ij + εijk Dimana: Yijk
=
Hasil pengamatan genotipe ke-i, lokasi ke-j dan ulangan ke-k
µ
=
Rataan umum
βj
=
Pengaruh lokasi ke-j
ρk(j)
=
Pengaruh ulangan ke-k dalam lokasi ke-j
i
=
Pengaruh genotipe ke-i
(β)ij =
Pengaruh interaksi dari genotipe ke-i pada lokasi ke-j
εijk
Pengaruh acak dari genotipe ke-i, lokasi ke-j dan ulangan ke-k yang
=
menyebar normal (0,
)
Pelaksanaan Penelitian Persiapan lahan meliputi pengukuran luas lahan yang akan digunakan, pembersihan lahan, pengolahan tanah dan pembuatan petak percobaan. Pembersihan dimulai dengan pembabatan dan pembersihan rumput. Setelah lahan bersih, selanjutnya dilakukan pengolahan tanah dan pembuatan petak percobaan. Petak percobaan dibuat berukuran 4 meter x 5 meter sebanyak 48 petakan tiap lokasi. Jarak atar petak dalam ulangan 0,5 meter. Pengacakan dilakukan sesuai kondisi (Lampiran 2). Setelah petak percobaan siap kemudian dilakukan pemberian pupuk kandang sebanyak 20 kg/petak dengan cara disebar dan dicampurkan dengan tanah. Penanaman dilakukan setelah 1 minggu pemberian pupuk kandang. Penanaman menggunakan sistem tugal dengan kedalaman 3-5 cm. Jarak tanam yang digunakan yaitu 30 cm x 15 cm sehingga terdapat 13 baris dan tiap barisnya terdapat 33 lubang tanam. Setiap lubang ditanami sebanyak 3-5 benih padi gogo. Pemberian pupuk sumber NPK dilakukan 3 tahap. Pemupukan pertama diberikan 80 gram/petak Urea, 200 gram/petak SP-36 dan 200 gram/petak KCl, diberikan seminggu setelah penanaman benih padi gogo dengan cara membuat larikan 5 cm dari tanaman. Pemupukan kedua diberikan 160 gram/petak Urea
27
yang diberikan pada 4 MST, sedangkan pemupukan ketiga diberikan 160 gram/petak Urea yang diberikan pada 7 MST. Penyulaman dan penjarangan dilakukan bersamaan pada umur 2 MST. Penyulaman dilakukan dengan sistem sulam pindah. Penjarangan dilakukan dengan dengan menyisakan minimal 2 tanaman. Pengendalian gulma dengan cara penyiangan yang dilakukan pada saat tanaman berumur 2-7 MST. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara teratur tiap 2 minggu hingga menjelang panen. Pemanenan tanaman dilakukan dengan menggunakan kriteria masak fisiologis. Kriteria masak fisiologis ditandai oleh malai yang berwarna kuning hingga mencapai 80% dalam satu plot. Data iklim beberapa lokasi diperoleh dari kantor BMG setempat (Lampiran 3). Pengamatan Pengamatan dilakukan terhadap 5 rumpun tanaman contoh atau populasi tiap plot terhadap karakter sebagai berikut: 1.
Umur berbunga (HST), dihitung dari mulai tanam sampai tanaman berbunga ≥ 50% dalam tiap plot.
2.
Umur panen (HST), dihitung dari mulai tanam sampai gabah berwarna kuning (masak) telah mencapai 80% dalam tiap plot.
3.
Tinggi tanaman (cm), diukur dari permukaan tanah sampai ujung malai tertinggi terhadap 5 tanaman contoh. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan menjelang panen.
4.
Jumlah anakan saat vegetatif, dihitung dari jumlah anakan pada saat vegetatif umur 8 MST yang berasal dari 5 rumpun tanaman contoh.
5.
Jumlah anakan produktif, dihitung berdasarkan jumlah batang yang menghasilkan malai tiap rumpun yang berasal dari 5 rumpun tanaman contoh. Pengukuran jumlah anakan produktif dilakukan menjelang panen.
6.
Panjang malai (cm), diukur dari pangkal malai sampai ujung malai.
7.
Jumlah gabah isi per malai, dihitung dari jumlah gabah isi dalam tiap malai dari 5 rumpun tanaman contoh, tiap rumpun diamati 5 malai.
28
8.
Jumlah gabah hampa per malai, dihitung dari jumlah gabah isi dalam tiap malai dari 5 rumpun tanaman contoh, tiap rumpun diamati 5 malai.
9.
Jumlah gabah total per malai, dihitung dari jumlah gabah dalam tiap malai dari 5 rumpun tanaman contoh, tiap rumpun diamati 5 malai. Jumlah gabah total per malai berasal dari total gabah isi maupun gabah hampa dalam tiap malai.
10. Persen gabah isi per malai (%), dihitung menggunakan rumus:
11. Persen gabah hampa per malai (%), dihitung menggunakan rumus:
12. Bobot 1000 biji (gram), berat 1000 biji (gabah isi) dari setiap plot dengan kadar air ± 14%. 13. Hasil gabah per rumpun (gram), berasal dari bobot gabah per rumpun. 14. Hasil gabah per hektar (ton), dihitung menggunakan rumus: Hasil gabah per hektar =
Analisis Data Uji Normalitas Salah satu uji formal yang dapat digunakan untuk menguji normalitas suatu sebaran data adalah metode Kolmogorov-Smirnov. Signifikansi uji, nilai |FT – FS| terbesar dibandingkan dengan nilai tabel Kolmogorov Smirnov. Jika nilai |FT – FS| terbesar kurang dari nilai tabel Kolmogorov Smirnov, maka Ho diterima; H1 ditolak. Jika nilai |FT – FS| terbesar lebih besar dari nilai tabel Kolmogorov Smirnov, maka Ho ditolak; H1 diterima. Statistik ujinya menurut Panneerselvam (2004) adalah: D=
29
Dimana: FT = kumulatif proporsi luasan kurva normal berdasarkan notasi Zi, dihitung dari luasan kurva mulai dari ujung kiri kurva sampai dengan titik Z. = Analisis Ragam di Tiap Lokasi Pada setiap lokasi dilakukan analisis ragam (Tabel 3) dari hasil pengamatan untuk karakter padi gogo yang diamati. Jika berbeda nyata dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan's multiple range test). Tabel 3. Analisis ragam karakter padi gogo pada masing-masing lokasi uji. Sumber Keragaman Ulangan Genotipe (G) Galat Total
Derajat Bebas (r-1) g-1 (r-1) (g-1) rg-1
Kuadrat Tengah Mr Mg Me
Nilai Harapan Tengah -
Kuadrat
F-Hitung Mr/Me Mg/Me -
Sumber dari : Singh dan Chaudhary (1979). Keterangan : r = banyaknya ulangan, g = banyaknya genotipe, ζ2 = ragam ulangan, ζ2 = ragam genotipe, ζ2 = ragam galat.
Uji Kehomogenan Ragam Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2000), formula untuk pengujian kehomogenan ragam galat adalah uji Bartlett. Hipotesis yang diuji adalah H0 :
=
= .... =
. Prosedur pada uji Bartlett ini menggunakan pendekatan
khi-kuadrat dengan (k-1) derajat bebas. Statistik ujinya adalah:
Dimana:
Nilai
dikoreksi sebelum dibandingkan dengan nilai
adalah (1/FK)
, dengan FK adalah:
. Nilai
terkoreksi
30
Analisis Ragam Gabungan Analisis ragam gabungan menggunakan model acak (Tabel 4) dilakukan untuk menganalisis komponen agronomi di tujuh lokasi uji yang selanjutnya digunakan untuk analisis genetik. Analisis ragam gabungan menggunakan model tetap (Tabel 5) dilakukan untuk menganalisis karakter hasil gabah per hektar dari 7 lokasi dan selanjutnya dilakukan analisis stabilitas hasil. Jika berbeda nyata dilakukan uji lanjutan dengan menggunakan analisis DMRT (Duncan's multiple range test). Tabel 4. Analisis ragam gabungan menggunakan model acak untuk komponen agronomi dan komponen parameter genetik. Derajat Bebas Ulangan/Lingkungan (r-1)l Lingkungan (L) l-1 Genotipe (G) g-1 GxL (l-1)(g-1) Galat l(r-1) (g-1) Total r l g-1 Sumber Keragaman
Kuadrat Tengah Mr/l Ml Mg Mgl Me
Nilai Harapan Kuadrat Tengah ζ2 + ζ2/ ζ2 + ζ2 + ζ2/ + ζ2 ζ2 + ζ2 + ζ2 ζ2 + ζ2 ζ2
F-Hitung Mr/l/Me Ml/Mgl Mg/Mgl Mgl/Me -
Sumber dari : Annicchiarico (2002b). Keterangan : r = banyaknya ulangan, l = banyaknya lokasi, g = banyaknya genotipe, ζ2/ = ragam ulangan, ζ2 = ragam lokasi, ζ2 = ragam genotipe, ζ2 = ragam interaksi, ζ2 = ragam galat.
Tabel 5. Analisis ragam gabungan menggunakan model tetap untuk hasil gabah per hektar. Derajat Bebas Ulangan/Lingkungan (r-1)l Lingkungan (L) l-1 Genotipe (G) g-1 GxL (l-1)(g-1) Galat l(r-1) (g-1) Total r l g-1 Sumber Keragaman
Kuadrat Tengah Mr/l Ml Mg Mgl Me
Nilai Harapan Kuadrat Tengah ζ2 + ζ2/ ζ2 + ζ2 + ζ2/ + ζ2 ζ2 + ζ2 + ζ2 ζ2 + ζ2 ζ2
F-Hitung Mr/l/Me Ml / M e Mg / Me Mgl/Me -
Sumber dari : Annicchiarico (2002b). Keterangan : r = banyaknya ulangan, l = banyaknya lokasi, g = banyaknya genotipe, ζ2/ = ragam ulangan, ζ2 = ragam lokasi, ζ2 = ragam genotipe, ζ2 = ragam interaksi, ζ2 = ragam galat.
31
Analisis Genetik Analisis genetik dilakukan dengan menggunakan data 7 lokasi uji. Analisis genetik bertujuan untuk menduga nilai komponen ragam, koefisien keragaman, dan heritabilitas. 1. Penduga nilai komponen ragam Nilai komponen ragam yang diperoleh adalah ragam genetik (ζ2 ), ragam lingkungan (ζ2 ), ragam interaksi genotipe x lingkungan (ζ2 ), dan ragam fenotipe (ζ2 ). Analisis tersebut dilakukan berdasarkan pemisahan nilai harapan kuadrat tengah dan hasil analisis ragam gabungan (Tabel 4). Hasil analisis komponen ragam tersebut dapat digunakan untuk menduga nilai heritabilitas dan koefisien keragaman. Pendugaan ragam genetik,
ragam lingkungan, ragam interaksi
genotipe x lingkungan, ragam fenotipe (Annicchiarico 2002a) sebagai berikut: a. Ragam genetik (G): ζ2 =
-
b. Ragam lingkungan (L): ζ2 = ζ2 = -
c. Ragam interaksi G x L: ζ2 = d. Ragam fenotipe (P): ζ2 = ζ2 +
ζ2
+
ζ2
2. Koefisien keragaman Pendugaan
koefisien
keragaman
genetik
dan
fenotipe
dilakukan
menggunakan ragam dari analisis komponen ragam genetik dan fenotipe. Rumus koefisien keragaman genetik (KKG) dan koefisien keragaman fenotipe (KKP) (Sleper & Poehlman 2006; Singh & Chaudhary 1979) yang digunakan adalah: ζ2
a. Koefisien keragaman genetik (KKG) = b. Koefisien keragaman fenotipe (KKP) = Dimana : ζ2 = ragam genetik ζ2 = ragam fenotipe X = rataan umum
X ζ2p X
x 100% x 100%
32
3. Heritabilitas Pendugaan heritabilitas dalam arti luas atau broad sense heritability (
)
dilakukan dengan membandingkan ragam genetik (ζ2 ) dan ragam fenotipe mean basis (ζ2 ) (Singh & Chaudhary 1979, Annicchiarico 2002a). Rumus penduga heritabilitas dalam arti luas adalah: h2 =
ζ2 ζ2
=
ζ2 ζ ζ2 +
2 ζ2
+
Stanfield (1983) memberikan kriteria atas nilai heritabilitas dalam arti luas sebagai berikut: a.
> 0,5 : heritabilitas tinggi
b. 0,2 > c.
> 0,5 : heritabilitas sedang
< 0,2 : heritabilitas rendah
Analisis stabilitas Analisis stabilitas dilakukan untuk mengetahui pola stabilitas hasil galurgalur yang diuji di tujuh lokasi. Pendugaan karakter kestabilan dilakukan dengan menggunakan empat pendekatan analisis stabilitas yaitu analisis Francis dan Kannenberg (1978), analisis Finlay dan Wilkinson (1963), analisis Eberhart dan Russell (1966) dan analisis AMMI (Mattjik & Sumertajaya 2000). 1. Analisis Francis dan Kannenberg Francis dan Kannenberg (1978) menyatakan bahwa kestabilan suatu genotipe ditentukan oleh nilai ragam lingkungan (
) dan koefisien keragaman
(CVi). Nilai koefisien keragaman (CVi) ditentukan dari nilai simpangan baku rata-rata hasil suatu genotipe yang didasarkan dari rata-rata umumnya.
33
Dimana: CVi
q
=
koefisien keragaman
=
ragam lingkungan
=
rataan genotipe ke-i pada seluruh lingkungan ke-j
=
rataan pada genotipe ke-i dan lingkungan ke-j
=
rataan lingkungan ke-j untuk seluruh genotipe
=
banyaknya lingkungan ke-i
2. Analisis Finlay dan Wilkinson Analisis Finlay dan Wilkinson (1963) ditentukan oleh nilai koefisien regresi (bi) sebagai berikut:
Dimana: = nilai rata-rata produksi berturut-turut genotipe pada berturut-turut lingkungan = nilai rata-rata produksi pada lingkungan tertentu =
indeks lingkungan
=
rata-rata seluruh indeks lingkungan
Persamaan garis regresi stabilitas metode Finlay dan Wilkinson adalah gij = Biej + sij Dimana: gij =
garis koefisien regresi genotipe ke-i terhadap lingkungan ke-j
Bi =
koefisien regresi genotipe ke-i
ej
=
lingkungan ke-j
sij
=
simpangan terhadap garis regresi dari genotipe ke-i pada lingkungan ke-j
Untuk menghitung signifikansi terhadap satu digunakan rumus: SEbi =
34
Dengan kriteria test = 1,0 ± (t0,05 x x SEbi). Apabila bi dalam selang kriteria test maka dikategorikan sebagai genotipe yang stabil. 3. Analisis Eberhart dan Russell Analisis stabilitas untuk hasil dan komponen hasil menggunakan metode Eberhart dan Russell (1966) dan analisis sidik ragamnya disajikan pada
Tabel
6, dengan model regresi yang digunakan adalah : Yij = m + βiIj + δij Dimana: Yij =
hasil/komponen hasil rataan dari genotipe ke-i di lingkungan ke-j
m
rataan umum untuk hasil/komponen hasil genotipe ke-i dari semua
=
lingkungan βi
=
koefisien regresi, mengukur respon genotipe ke-i pada lingkungan yang berbeda
Ij
=
indeks lingkungan yaitu rata-rata semua varietas pada lingkungan ke-j dikurangi rata-rata seluruh percobaan Ij =
δij =
Y
Y
-
simpangan regresi dari genotipe ke-i pada lingkungan ke-j
Karakter stabilitasnya: 1.
Koefisien regresi (bi);
2.
Simpangan dari regresi ( 2 );
Dimana
bi = 2
=
= Galat Gabungan,
-
-
= Galat pada anova gabungan
= Simpangan Gabungan, Genotipe stabil bila memiliki
nilai
koefisien
-
regresi
(bi) = 1 dan
memiliki nilai deviasi (simpangan) regresi kuadrat tengah ( 2 ) = 0 (Eberhart & Russell 1966; Singh & Chaudhary 1979).
35
Tabel 6. Sidik ragam analisis stabilitas Eberhart dan Russell (1966). Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Total
gl–1
Jumlah Kuadrat Y2ij - K i
Galur (G)
g–1
Lingkungan (L) + (l – 1) + Interaksi G x L (g – 1) (l – 1) Lingkungan (linear)
- K Y2ij -
i
2 i Yi
j
1
Interaksi G x L g–1 (linear) Simpangan gabungan
j 2 i Yi.
i Yij Ij 2 j Ij
i
i
l–2
Galur 2
l–2
- JK lingk. (linier)
δ2ij
g (l – 2)
Galur 1
2
j
Y2ij -
Y2i .
-
j
Galur 12
Y2gj -
l–2 j
Galat gabungan
Y2g
-
j Yij Ij 2 j Ij
j Ygj Ij 2 j Ij
2
2
l g (r – 1)
Sumber dari : Eberhart dan Russell (1966); Singh dan Chaudhary (1979). Keterangan : g = genotipe, l = lingkungan, r = ulangan, Yij = hasil/komponen hasil rataan dari genotipe ke-i di lingkungan ke-j, FK = Faktor Koreksi, = nilai rata-rata produksi pada lingkungan tertentu, = rata-rata lingkungan, Ij =indeks lingkungan yaitu rata-rata semua varietas pada lingkungan ke-j dikurangi rata-rata seluruh percobaan, δij = simpangan regresi dari genotipe ke-i pada lingkungan ke-j.
4. Analisis AMMI Analisis Additive Main Effect Multiplicative Interaction (AMMI) merupakan analisis faktorial yang menggabungkan analisis ragam aditif bagi pengaruh utama perlakuan dengan analisis komponen utama ganda dengan permodelan bilinear bagi pengaruh interaksi (Mattjik & Sumertajaya 2000). AMMI sangat efektif menjelaskan interaksi genotipe dengan lingkungan. Biplot digunakan untuk memperjelas pemetaan genotipe dan lingkungan secara simultan (Sumertajaya 2007).
36
Pemodelan bilinear pengaruh interaksi genotipe dengan lingkungan sebagai berikut: Menyusun pengaruh interaksi dalam bentuk matriks genotipe (baris)* lingkungan (kolom) sehingga matriks berukuran a x b: 11
1b
a1
ab
= Menguraikan bilinear terhadap matriks pengaruh interaksi n ge
=
j
ρ
gj ej
j=1
Model AMMI secara lengkap dapat ditulis sebagai berikut: Yger = µ + g + βe +
+ εger
Dimana : Yger =
nilai pengamatan genotipe ke-g, lingkungan ke-e dan kelompok ke-r
µ
=
rataan umum
g
=
pengaruh aditif dari pengaruh utama genotipe ke-g
βe
=
pengaruh aditif dari pengaruh utama lingkungan ke-e
=
nilai singular untuk komponen bilinear ke-n
=
pengaruh ganda genotipe ke-g melalui komponen bilinear ke-n
=
pengaruh ganda lokasi ke-e melalui komponen bilinear ke-n
=
simpangan dari pemodelan linear
=
pengaruh acak pada genotipe ke-g, lokasi ke-e dan kelompok ke-r
εger
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Pelaksanaan penelitian dilakukan di tujuh lokasi yaitu Bogor, Sukabumi, Indramayu, Purworejo, Wonosari, Natar dan Taman Bogo. Penelitian pada tujuh lokasi secara umum berjalan cukup baik. Kondisi lingkungan yang digunakan untuk penelitian ini berbeda untuk setiap lokasinya. Lokasi Bogor merupakan lahan kering sebagai tempat praktikum lapangan mahasiswa IPB dengan curah hujan tinggi. Lokasi Sukabumi merupakan lahan sawah yang dikeringkan. Lokasi Indramayu merupakan lahan kering di bawah tegakan jati muda yang berumur kurang dari satu tahun dengan curah hujan sedikit. Lokasi Purworejo merupakan lahan kering dengan tanah berpasir dan selalu ada rembesan air pada permukaan tanahnya. Lokasi Wonosari merupakan lahan kering dengan ketebalan tanah atas yang tipis. Lokasi Natar merupakan lahan kering tegalan. Lokasi Taman Bogo merupakan lahan kering yang berlokasi di Balai Penelitian Tanah (Balittanah). Pertumbuhan awal tanaman di beberapa lokasi relatif baik, kecuali di Indramayu. Curah hujan yang cukup pada awal pertumbuhan untuk beberapa lokasi uji, sedangkan di
Indramayu curah hujan kurang sehingga mempengaruhi
pertumbuhan tanaman. Pada fase vegetatif dengan curah hujan tinggi mengakibatkan terjadi serangan blas daun (Pyricularia grisea pv. oryzae) di Bogor dan Sukabumi. Saat muncul malai sampai matang susu walang sangit (Leptocorisa oratorius) menyerang bulir-bulir tanaman padi. Serangan tersebut menyebabkan sebagian bulir padi menjadi hampa dan gabahnya terlihat berwarna hitam. Hal ini disebabkan cairan yang ada pada bulir padi dihisap oleh walang sangit. Serangan walang sangit terjadi di lokasi Bogor dan Natar. Serangan burung terjadi pada fase generatif sampai menjelang panen. Lokasi serangan burung terjadi di Sukabumi, Purworejo dan Natar. Serangan burung di Sukabumi terkonsentrasi pada padi gogo dengan tipe tanaman yang tinggi yaitu genotipe FG1-70-2-1, FG1R-30-1-5 dan FG1-65-1-2. Genotipe FG1-70-2-1 diserang lebih awal dibandingkan dengan genotipe yang lain. Hal ini disebabkan oleh tipe tanaman paling tinggi dan fase keluar malai lebih cepat dibandingkan dengan genotipe yang lain.
38
Keragaan Karakter Hasil dan Komponen Hasil Uji normalitas metode Kolmogorov-Smirnov digunakan untuk menguji kenormalan terhadap data-data dari karakter pada tiap-tiap lokasi. Hasil uji normalitas untuk data tiap lokasi menunjukkan bahwa data menyebar normal. Uji kemomogenan ragam dengan metode Bartlett dilakukan terhadap data dari seluruh karakter yang diamati pada tujuh lokasi uji (Lampiran 4). Data yang tidak memenuhi asumsi kenormalan dan kehomogenan ragam dilakukan transformasi data. Selanjutnya data yang memenuhi asumsi
kenormalan dan
kehomogenan ragam dilakukan analisis ragam gabungan dan nilai parameter genetik. Hasil analisis ragam gabungan untuk ketujuh lokasi menunjukkan bahwa data yang menyebar normal hanya karakter panjang malai dan hasil gabah per rumpun (Lampiran 5). Tabel 7. Hasil analisis ragam gabungan pengaruh genotipe, lingkungan dan interaksi genotipe x lingkungan terhadap karakter agronomis genotipe padi gogo tipe baru. Karakter Pengamatan Tinggi Tanaman Jumlah Anakan Vegetatif Jumlah Anakan Produktif Panjang Malai Jumlah Gabah Isi Jumlah Gabah Hampa Jumlah Gabah Total Persen Gabah Isi Persen Gabah Hampa Bobot 1000 Biji Hasil Gabah per Rumpun
Genotipe (G) 22,6989** 0,8327** 0,6003** 90,3250** 22,9473** 73,0286** 0,3424** 555410325** 14,6718** 0,0215** 299,5695**
Kuadrat Tengah Lingkungan (L) 25,0644** 0,6602** 0,3063** 65,4089** 182,2261** 162,6811** 0,3963** 4026386438** 107,1895** 0,0177** 1389,0076**
Int. G x L 0,2694** 0,0125** 0,0154** 4,5391** 3,0606** 2,4015** 0,0083** 45544664** 1,0416** 0,0015** 51,1698**
Keterangan : ** berbeda sangat nyata pada taraf peluang <0,01.
Hasil analisis ragam gabungan menunjukkan bahwa faktor genotipe, lingkungan dan interaksi genotipe x lingkungan berpengaruh sangat nyata untuk semua karakter yang diamati (Tabel 7). Hal ini menunjukkan adanya keragaman dari karakter yang diamati. Tabel keragaan karakter agronomis, komponen hasil dan hasil terdapat pada Tabel 8-18.
39
Tabel 8. Rata-rata tinggi tanaman (cm) dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji. Genotipe
Lokasi Bgr
Skbm
Idmy
Pwrj
Wnsr
153,1a
136,1a
105,6a
147,3a
93,7de
91,7d
61,3gf
101,5d
FG1R-30-1-5 132,8b
Rataan
Ntr
Tmbg
140,7a
125,2b
154,5a
82,4g
81,9f
95,7de
86,9f
122,6b
93,4abc 136,1ab 117,3bc
113,6c
126,8b
120,4c
FG1R-30-1-4 130,8b
121,9b
97,3abc 136,6ab 113,5c
110,0c
124,7bc
119,2c
FG1-6-1-2
113,4c
114,6c
84,6cde 128,8bc 106,9cd
115,6c
115,5c
111,3d
FG1-65-1-2
130,0b
125,4b
99,3ab
125,4b
137,7a
134,4b
129,0b
FG1R-30-1-3 131,3b
124,6b
86,7bcd 138,9ab 115,2c
110,7c
131,9b
119,9c
FG1R-30-1-1 129,1b
125,1b
91,4bc
137,5ab 109,9c
111,5c
127,9b
118,9c
FM1R-1-3-1
95,5d
90,0d
76,5de
117,6cd
93,6ef
93,5d
101,4d
95,4e
Fat-4-1-1
96,8d
89,0d
72,8ef
115,6cd
99,3de
92,4de
99,2de
95,0e
Situ Bagendit
84,0f
88,9d
50,4g
105,9d
80,7g
81,6f
90,2e
83,9f
Towuti
87,5ef
87,5d
50,8g
110,8d
87,5fg
85,0ef
90,0e
85,6f
Rataan*
114,8A
109,8C
80,8E
127,3A
106,0CD 104,9D 116,0B
108,5
KK(%)
4,43
3,81
10,58
8,13
FG1-70-2-1 FG1R-36-1-1
150,9a
6,29
5,23
6,54
137,5a
3,21
Keterangan: Bgr = Bogor, Skbm = Sukabumi, Idmy = Indramayu, Pwrj = Purworejo, Wnsr = Wonosari, Ntr = Natar, Tmbg = Taman Bogo. Angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. * Angka dalam satu baris yang diikuti huruf kapital yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.
Tinggi tanaman merupakan salah satu karakter agronomis yang digunakan sebagai identitas bagi suatu genotipe padi gogo. Tabel 8 menunjukkan bahwa tinggi tanaman padi gogo yang ditanam pada 7 lokasi uji berkisar antara 50-155 cm. Tanaman tertinggi ditunjukkan oleh genotipe FG1-70-2-1 dengan rata-rata 137,5 cm. Tinggi tanaman genotipe FG1-70-2-1 pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Safitri (2010) yang dapat mencapai 146,6 cm. Terdapat perbedaaan nyata antara tinggi tanaman genotipe FG1-70-2-1 dengan genotipe yang lainnya. Tanaman terendah ditunjukkan oleh genotipe Situ Bagendit. Tinggi
tanaman genotipe Situ Bagendit tersebut tidak berbeda
nyata dengan genotipe FG1R-36-1-1 dan Towuti. Tinggi tanaman FG1R-36-1-1, Situ Bagendit dan Towuti berturut-turut yaitu 86,9, 83,9 dan 85,6 cm. Hasil penelitian Safitri (2010) menunjukkan tinggi genotipe FG1R-36-1-1 sama dengan tinggi tetuanya Fatmawati yang tergolong sedang (80-100 cm).
40
Tanaman padi tipe baru memiliki perawakan atau tinggi tanaman yaitu 90-100 cm (Peng et al. 1994). IRRI telah menetapkan standar terendah tinggi tanaman adalah 100 cm (Peng et al. 2008). Tinggi tanaman padi gogo tipe baru yang ideal antara 100-120 cm (Safitri 2010). Dengan demikian tinggi tanaman padi gogo tipe baru pada penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu (1) tinggi tanaman <100 cm, (2) tinggi tanaman antara 100-120 cm dan (3) tinggi tanaman >120 cm. Berdasarkan kriteria itu genotipe-genotipe uji yang termasuk dalam kelompok pertama dengan tinggi tanaman <100 cm yaitu genotipe FG1R-36-1-1, FM1R-1-3-1, Fat-4-1-1, Situ Bagendit dan Towuti berturut-turut 86,9, 95,4, 95,0, 83,9 dan 85,6 cm. Pada lokasi Purworejo genotipe tersebut menunjukkan tinggi tanaman berturut-turut 101,5, 117,6, 115,6, 105,9 dan 110,8 cm. Hal ini menjelaskan bahwa genotipe-genotipe tersebut masih dapat menunjukkan tinggi tanaman yang ideal jika ditanam pada lingkungan yang optimum. Genotipe-genotipe uji yang termasuk dalam kelompok kedua dengan tinggi tanaman 100-120 cm yaitu genotipe FG1R-30-1-4, FG1-6-1-2, FG1R-301-3 dan FG1R-30-1-1 berturut-turut 119,2, 111,3, 119,9 dan 118,9 cm. Genotipegenotipe uji yang termasuk dalam kelompok ketiga dengan tinggi tanaman >120 cm yaitu genotipe FG1-70-2-1, FG1R-30-1-5 dan FG1-65-1-2 berturut-turut 137,5, 120,4 dan 129,0 cm. Berdasarkan nilai rata-rata pada seluruh lokasi pengujian ternyata genotipe Situ Bagendit dan Towuti menunjukkan jumlah anakan vegetatif yang tinggi berturut-turut sebanyak 31,5 dan 31,9 anakan (Tabel 9). Kedua genotipe tersebut menunjukkan jumlah anakan vegetatif yang tinggi pada 7 lokasi uji. Genotipe FG1R-36-1-1 sebagai galur harapan padi gogo tipe baru hasil kultur antera memiliki jumlah anakan vegetatif mencapai 20,0 anakan, walaupun tidak sebanyak 2 varietas pembanding. Jumlah anakan vegetatif terendah ditunjukkan oleh genotipe FG1-65-1-2 dengan jumlah 8,7 anakan. Genotipe FG1-65-1-2 menunjukkan jumlah anakan vegetatif yang rendah pada 7 lokasi uji. Anakan produktif merupakan anakan dari rumpun tanaman padi gogo yang menghasilkan malai gabah yang berisi. Berdasarkan nilai rata-rata pada seluruh lokasi pengujian ternyata genotipe Situ Bagendit dan Towuti menunjukkan jumlah anakan produktif yang tinggi berturut-turut sebanyak 16,6 dan 17,1 anakan (Tabel
41
10). Kedua genotipe tersebut menunjukkan jumlah anakan produktif yang tinggi pada 7 lokasi uji. Genotipe FG1R-36-1-1 sebagai galur harapan padi gogo tipe baru hasil kultur antera yang memiliki jumlah anakan produktif mencapai 12,6 anakan, walaupun tidak sebanyak 2 varietas pembanding. Jumlah anakan produktif genotipe FG1R-36-1-1 pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Safitri (2010) yang dapat mencapai 18,2 anakan. Jumlah anakan produktif yang rendah ditunjukkan oleh genotipe FG1-65-1-2 dengan jumlah 6,0 anakan. Genotipe FG1-65-1-2 menunjukkan jumlah anakan produktif yang rendah pada 6 lokasi uji, kecuali pada lokasi Taman Bogo. Jumlah anakan produktif genotipe FG1-65-1-2 pada penelitian ini lebih banyak dibandingkan dengan hasil penelitian Safitri (2010) dengan jumlah 5,2 anakan. Tabel 9. Rata-rata jumlah anakan vegetatif dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji. Genotipe FG1-70-2-1
Lokasi
Rataan
Bgr
Skbm
Idmy
Pwrj
Wnsr
Ntr
Tmbg
8,9cd
10,8 de
9,8de
11,6c
16,3de
14,2d
13,7fg
12,2d
19,0b
14,7b
25,4bc
25,0c
25,7c
20,0b
FG1R-36-1-1
14,0b
16,4c
FG1R-30-1-5
9,8cd
9,2ef
11,1cde
10,3cd
16,7de
16,8d
17,5ef
13,1d
FG1R-30-1-4
8,6cd
9,5def
12,4cd
10,4cd
15,2def
14,8d
17,3ef
12,6d
FG1-6-1-2
7,6d
9,6def
9,2de
8,4de
14,8def
15,6d
12,8fg
11,1d
FG1-65-1-2
6,4d
7,6f
7,5e
7,9e
7,8f
12,4d
11,2g
8,7e
FG1R-30-1-3
8,9cd
9,3ef
12,2cd
10,3cd
14,4def
15,3d
14,3fg
12,1d
FG1R-30-1-1
8,0d
10,2de
12,6 cd
10,3cd
11,2ef
15,5d
14,1fg
11,7d
FM1R-1-3-1
11,5bc
11,3de
12,3cd
14,4b
29,8ab
26,8c
20,1de
18,0c
Fat-4-1-1
13,1b
11,9d
14,8c
14,5b
21,1cd
25,3c
23,7cd
17,7bc
Situ Bagendit
22,0a
22,7a
25,5a
22,9a
28,2abc
58,4a
40,8b
31,5a
Towuti
21,2a
19,5b
26,1a
24,2a
33,4a
48,3b
50,5a
31,9a
Rataan*
11,6E
12,3DE
14,4C
13,3CD
19,5B
24,0A
21,8AB
16,71
KK(%)
18,09
12,07
20,03
10,33
25,42
20,60
16,30
6,34
Keterangan: Bgr = Bogor, Skbm = Sukabumi, Idmy = Indramayu, Pwrj = Purworejo, Wnsr = Wonosari, Ntr = Natar, Tmbg = Taman Bogo. Angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. * Angka dalam satu baris yang diikuti huruf kapital yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.
42
Tabel 10. Rata-rata jumlah anakan produktif dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji. Genotipe FG1-70-2-1
Lokasi Bgr
Rataan
Skbm
Idmy
Pwrj
Wnsr
Ntr
Tmbg
7,4cde 10,6de
5,1de
11,3de
9,8de
6,5cd
6,1d
8,1d
9,7b
14,6bc
15,0bc
10,2b
10,8ab
12,6b
FG1R-36-1-1 11,8b
16,2c
FG1R-30-1-5
7,9cde
8,9ef
6,0cde
9,1ef
8,0ef
6,5cd
7,4d
7,7d
FG1R-30-1-4
7,6cde
9,1ef
6,3cde
9,3ef
6,7ef
6,6cd
7,3d
7,5d
FG1-6-1-2
6,7de
9,4ef
4,5de
8,0f
7,3ef
8,1c
7,5d
7,3d
FG1-65-1-2
5,4e
7,5f
4,3e
7,7f
4,6f
5,9d
6,6d
6,0e
FG1R-30-1-3
7,2cde
9,2ef
6,6cd
9,2ef
8,1ef
6,9cd
7,1d
7,7d
FG1R-30-1-1
6,9de
10,1de
6,5cde
9,3ef
6,3ef
6,9cd
6,3d
7,5d
FM1R-1-3-1
9,2bcd 11,2de
6,1cde 13,4cd
17,7ab
10,3b
11,9cde 12,4cd
9,8b
11,9d
7,6c
Situ Bagendit 19,1a
22,7a
13,0a
16,9ab
17,0ab
17,8a
10,1abc 16,6a
18,8a
19,5b
13,1a
18,6a
20,3a
18,2a
11,3a
17,1a
9,8CD 12,2A
7,4F
8,1E
9,94
18,97
7,42
Fat-4-1-1 Towuti Rataan* KK(%)
10,3bc
8,6bcd 10,9c
19,51
12,85 18,45
11,6AB 11,1BC 17,22
21,99
9,4DE 10,85
8,0cd
10,2c
Keterangan: Bgr = Bogor, Skbm = Sukabumi, Idmy = Indramayu, Pwrj = Purworejo, Wnsr = Wonosari, Ntr = Natar, Tmbg = Taman Bogo. Angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. * Angka dalam satu baris yang diikuti huruf kapital yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.
Jumlah anakan vegetatif sebaiknya seimbang dengan jumlah anakan produktif (Dewi et al. 2009). Anakan padi tipe baru harus produktif dengan jumlah sebanyak 8-10 anakan (Peng et al. 1994; Khush et al. 2001). Jumlah anakan produktif yang ideal untuk padi gogo tipe baru 8-15 anakan (Safitri 2010). Dengan demikian jumlah anakan produktif dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok yaitu (1) sedikit <8 anakan, (2) sedang antara 8-15 anakan dan (3) banyak >15 anakan. Berdasarkan kriteria tersebut genotipe uji yang memiliki jumlah anakan produktif sedikit atau termasuk ke dalam kelompok pertama dengan jumlah <8 anakan yaitu genotipe FG1R-30-1-5, FG1R-30-1-4, FG1-6-12,
FG1-65-1-2, FG1R-30-1-3 dan FG1R-30-1-1 dengan jumlah berturut-turut
7,7, 7,5, 7,3, 6,0, 7,7 dan 7,5 anakan (Tabel 10). Genotipe yang memiliki jumlah anakan produktif sedang atau termasuk ke dalam kelompok kedua dengan jumlah antara 8-15 anakan yaitu genotipe FG1-70-2-1, FG1R-36-1-1, FM1R-1-3-1 dan
43
Fat-4-1-1 dengan jumlah berturut-turut 8,1, 12,6, 10,9 dan 10,2 anakan. Genotipe yang memiliki jumlah anakan produktif banyak atau termasuk ke dalam kelompok ketiga dengan jumlah >15 anakan yaitu genotipe Situ Bagendit dan Towuti dengan jumlah berturut-turut 16,6 dan 17,1 anakan. Tabel 11. Rata-rata panjang malai (cm) dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji. Genotipe
Lokasi Bgr
Skbm
Idmy
Pwrj
Wnsr
Ntr
Tmbg
Rataan
29,8a
29,4a
26,2ab
27,9b
30,8a
26,7b
31,4a
28,9a
FG1R-36-1-1 23,6c
22,2e
22,3cde
25,0f
24,7f
21,7e
23,7e
23,3d
FG1R-30-1-5 26,4b
25,9b
26,0ab
26,9bcd
28,9b
24,5cd
26,5cd
26,4b
FG1R-30-1-4 26,8b
24,5cd
24,8a-d
24,6f
27,2cde
24,8cd
25,6d
25,5bc
FG1-6-1-2
26,6b
26,1b
23,1b-e
27,9b
27,9b-e
24,5cd
27,7c
26,3bc
FG1-65-1-2
27,9b
26,3b
26,7a
30,8a
28,8b
28,2a
29,0b
28,2a
FG1R-30-1-3 26,0b
25,4bc
24,8a-d
25,3ef
27,0de
24,9cd
26,6cd
25,7bc
FG1R-30-1-1 27,0b
26,2b
25,4abc
25,7def
26,8e
24,9cd
26,8cd
26,1bc
FM1R-1-3-1
24,2c
23,5de
24,6a-d
26,3cde
28,7bc
25,6bc
26,3d
25,6bc
Fat-4-1-1
23,6c
23,4de
21,7de
26,3cde
28,5bcd
25,0cd
26,8cd
25,1c
Situ Bagendit 22,5c
22,9e
20,6e
25,1f
23,6f
22,3e
22,4f
22,8d
23,4c
22,8e
21,6de
27,0bc
24,1f
24,0d
24,1e
23,9d
Rataan*
25,6BC
24,9CD
24,0D
26,6A
27,3A
24,8CD
26,4AB
25,64
KK(%)
4,53
3,72
8,27
2,79
3,80
3,80
3,05
4,49
FG1-70-2-1
Towuti
Keterangan: Bgr = Bogor, Skbm = Sukabumi, Idmy = Indramayu, Pwrj = Purworejo, Wnsr = Wonosari, Ntr = Natar, Tmbg = Taman Bogo. Angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. * Angka dalam satu baris yang diikuti huruf kapital yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.
Berdasarkan nilai rata-rata pada seluruh lokasi pengujian ternyata genotipe FG1-70-2-1 dan FG1-65-1-2 menunjukkan malai terpanjang dengan panjang 28,9 dan 28,2 cm (Tabel 11). Panjang malai genotipe FG1-70-2-1 pada penelitian ini lebih pendek dibandingkan dengan hasil penelitian Safitri (2010) yang dapat mencapai 29,1 cm. Panjang malai genotipe FG1-65-1-2 pada penelitian ini lebih panjang dibandingkan dengan hasil penelitian Safitri (2010) hanya mencapai 24,6
cm. Malai terpendek ditunjukkan
oleh genotipe FG1R-36-1-1, Situ
Bagendit dan Towuti dengan panjang berturut-turut 23,3, 22,8 dan 23,9 cm.
44
Panjang malai genotipe
FG1R-36-1-1 pada penelitian ini lebih pendek
dibandingkan dengan hasil penelitian Safitri (2010) yang dapat mencapai 25,5 cm. Kisaran panjang malai dalam penelitian ini berkisar antara 20,60-31,40 cm dan rata-rata keseluruhan panjang malai yaitu 25,64 cm. Panjang malai terbagi ke dalam tiga kelompok yaitu (1) pendek ≤20 cm, (2) sedang 20-30 cm dan (3) panjang > 30 cm (Rusdiansyah 2006). Berdasarkan kriteria itu maka semua genotipe yang diuji termasuk ke dalam kategori panjang malai sedang dengan panjang antara 20-30 cm. Tabel 12. Rata-rata jumlah gabah isi dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji. Genotipe
Lokasi Bgr
Skbm
Idmy
Pwrj
Wnsr
128,5a
118,0a
79,6a
84,7ed
124,2a
56,2abc 120,8bcd 147,2ef
FG1R-30-1-5 109,3ab
121,3a
82,5a
FG1R-30-1-4 102,8bcd
92,7a
106,6bc
FG1-70-2-1 FG1R-36-1-1
FG1-6-1-2 FG1-65-1-2
124,9bcd 220,6bcd 141,6abc 265,3ab
Ntr 86,5ef
Tmbg
Rataan
141,0abc 128,4ab
91,0def 118,0d
106,0b
103,4cde 143,5abc 138,1a
77,2ab 156,3a
240,3abc 103,2cde 131,6c
129,2ab
126,8a
77,8a
158,7a
184,9de
133,5a
88,0cde 141,2a
81,6a
165,2a
242,8abc 135,8a
125,7ab
154,3a
143,9abc 142,7a
FG1R-30-1-3 112,3ab
112,9a
66,0abc 147,8abc 227,0a-d 110,7bcd 147,1ab
132,0a
FG1R-30-1-1 110,1ab
104,5a
72,0ab 151,7ab
213,4cd
108,7bcd 152,2a
130,4a
117,0abc 136,3bc
132,1ab
FM1R-1-3-1
50,2f
126,6a
69,9ab 150,5ab
274,4a
Fat-4-1-1
74,3e
131,5a
75,0ab 160,2a
260,4abc 113,7bc
Situ Bagendit
53,1f
110,2a
51,2bc 117,9cd
116,8f
Towuti
49,8f
116,3a
44,2c
96,5d
Rataan*
89,1E
118,9CD
9,43F 141,0B
KK(%)
14,17
17,15
22,96
13,51
153,3a
138,4a
76,4f
85,8e
87,4c
119,3f
81,3f
81,4e
84,1c
209,4A
104,5D
14,37
13,02
132,4BC 123,5 6,23
7,27
Keterangan: Bgr = Bogor, Skbm = Sukabumi, Idmy = Indramayu, Pwrj = Purworejo, Wnsr = Wonosari, Ntr = Natar, Tmbg = Taman Bogo. Angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. * Angka dalam satu baris yang diikuti huruf kapital yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.
Berdasarkan nilai rata-rata pada seluruh lokasi pengujian ternyata genotipe FG1-65-1-2
menunjukkan rata-rata jumlah gabah isi paling banyak dengan
jumlah sebanyak 142,7 gabah (Tabel 12). Jumlah gabah isi genotipe FG1-65-1-2 pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Safitri (2010) yang dapat mencapai 152,4 gabah. Banyaknya jumlah gabah isi tersebut
45
sangat berbeda nyata dengan genotipe FG1R-36-1-1, Situ Bagendit dan Towuti; dan tidak berbeda nyata dengan genotipe lainnya. Genotipe Towuti menghasilkan gabah isi paling sedikit dengan jumlah sebanyak 84,1 gabah. Jumlah gabah isi genotipe Towuti yang sedikit ini tidak berbeda nyata dengan jumlah gabah isi yang dihasilkan oleh genotipe Situ Bagendit dengan 87,4 gabah. Tabel 13. Rata-rata jumlah gabah hampa dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji Genotipe
Lokasi Bgr
Skbm
Idmy
Pwrj
FG1-70-2-1
73,0cd
82,4b
60,2bc
63,4cde 21,9a
FG1R-36-1-1
53,4de
37,5c
26,3e
44,4e 102,6a
Wnsr
Rataan
Ntr
Tmbg
47,1cd
53,5a
57,3bc
8,1bcd 24,5ef
23,1c
31,0e
48,1cd
47,6ab
74,4a
54,8c
44,6ab
70,7ab
FG1R-30-1-5
138,6a
100,0ab 61,5bc
22,6a
FG1R-30-1-4
126,2ab
115,3a
62,2bc
73,8bcd 17,8ab
FG1-6-1-2
71,87cd
81,0b
35,6de
58,3de
12,2a-d 43,5d
50,5ab
50,4cd
FG1-65-1-2
82,48c
35,1c
49,9bcd
55,7de
13,5abc 30,4e
24,0c
41,58d
14,7abc 69,6a
50,3ab
74,6a
FG1R-30-1-3
119,6ab
107,8ab 68,2b
92,2ab
FG1R-30-1-1
133,4a
111,8ab 93,9a
80,3a-d 20,5a
56,7bc
44,0ab
77,2a
90,4ab
66,2ab
47,3ab
67,6ab 64,4abc
FM1R-1-3-1 Fat-4-1-1
98,5bc 113,4ab
85,0ab 63,9bc 78,9b
21,8a
41,9cde
87,6abc 22,3a
69,0a
38,0b
Situ Bagendit
35,6e
14,8c
23,1e
10,5f
1,2d
10,7g
5,4d
14,5f
Towuti
43,1e
25,4c
34,5de
46,4e
4,6cd
16,8fg
15,1cd
26,6e
Rataan*
90,8A
72,9B
51,8C
67,1B
15,1E
44,8CD
36,9D
54,19
KK(%)
20,48
27,59 27,60
24,19
49,51
15,84
21,20
12,69
Keterangan: Bgr = Bogor, Skbm = Sukabumi, Idmy = Indramayu, Pwrj = Purworejo, Wnsr = Wonosari, Ntr = Natar, Tmbg = Taman Bogo. Angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. * Angka dalam satu baris yang diikuti huruf kapital yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.
Berdasarkan nilai rata-rata pada seluruh lokasi pengujian ternyata genotipe yang paling banyak menghasilkan gabah hampa adalah genotipe FG1R-30-1-1 dengan rata-rata jumlah gabah hampa sebanyak 77,2 gabah (Tabel 13). Jumlah gabah hampa genotipe FG1R-30-1-1
pada penelitian ini lebih sedikit
dibandingkan dengan hasil penelitian Safitri (2010) yang dapat mencapai 142,8 gabah. Banyaknya gabah hampa tersebut tidak berbeda nyata dengan jumlah gabah hampa oleh genotipe FG1R-30-1-5, FG1R-30-1-4, FG1R-30-1-3, FM1R-13-1 dan Fat-4-1-1. Namun banyaknya gabah hampa tersebut sangat berbeda nyata
46
dengan genotipe FG1-70-2-1, FG1R-36-1-1, FG1-6-1-2, FG1-65-1-2, Situ Bagendit dan Towuti. Genotipe Situ Bagendit menghasilkan gabah hampa paling sedikit dengan jumlah sebanyak 14,5 gabah dan sangat berbeda nyata dengan semua genotipe yang diuji. Tabel 14. Rata-rata jumlah gabah total dari 12 galur pada 7 lokasi uji. Genotipe FG1-70-2-1
Lokasi Bgr
Skbm
Idmy
Pwrj
201,5bc 200,4ab 139,8ab 188,3c
FG1R-36-1-1 138,0e
161,8cd
FG1R-30-1-5 247,9a
221,3a
82,5c
Wnsr
Ntr
Tmbg
Rataan
242,5bcd 133,6cd 194,5ab 185,8ab
165,2cd
155,2ef
115,5de 141,1e
144,1ab 240,3ab
287,9ab
151,5bc 191,1abc 212,0a
FG1R-30-1-4 228,9ab 208,0ab 139,3ab 230,1ab FG1-6-1-2
178,5cd 207,9ab 113,4b
217,0b
FG1-65-1-2
170,5cd 176,3bc 131,6ab 220,9ab
137,0c
258,1abc 158,0ab 176,3cd 199,8ab 197,0de
169,2ab 204,8a
184,0b
256,3abc 166,2ab 167,9d
184,2b
FG1R-30-1-3 231,9ab 220,7a
134,2ab 239,9ab
241,7bcd 180,3ab 197,4ab 206,6ab
FG1R-30-1-1 243,5a
165,9a
233,8cd
165,4a
196,3ab 207,6ab
296,3a
183,2a
183,6bc
191,3abc 202,8ab
216,4a
FM1R-1-3-1
148,7de 211,6a
Fat-4-1-1
187,7c
232,0ab
133,8ab 240,9ab
210,4ab 116,8b
247,8a
282,7ab
182,8a
199,7ab
Situ Bagendit
88,7f
124,9e
74,3c
128,4e
118,0f
87,1f
91,2f
101,8d
Towuti
92,9f
141,7de
78,8c
143,0de
123,9f
98,1ef
96,5f
110,7d
149,2D 169,3C
177,67
Rataan*
179,9C
KK(%)
11,63
191,8B 121,2E 11,34
17,48
207,8AB 224,5A 8,10
13,03
10,77
6,20
2,17
Keterangan: Bgr = Bogor, Skbm = Sukabumi, Idmy = Indramayu, Pwrj = Purworejo, Wnsr = Wonosari, Ntr = Natar, Tmbg = Taman Bogo. Angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. * Angka dalam satu baris yang diikuti huruf kapital yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.
Berdasarkan nilai rata-rata pada seluruh lokasi pengujian ternyata genotipe FG1R-30-1-5 menunjukkan jumlah gabah total terbanyak dengan jumlah sebanyak 212,0 gabah (Tabel 14). Jumlah gabah total genotipe FG1R-30-1-5 pada penelitian ini lebih banyak dibandingkan dengan hasil penelitian Safitri (2010) dengan jumlah 201,4 gabah. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara jumlah gabah total genotipe FG1R-30-1-5 dengan genotipe FG1-70-2-1, FG1R30-1-4, FG1R-30-1-3, FG1R-30-1-1, FM1R-1-3-1 dan Fat-4-1-1. Jumlah gabah total dari keenam genotipe tersebut berturut-turut 185,8, 199,8, 206,6, 207,6, 199,7 dan 202,8 gabah. Namun demikian terdapat perbedaan yang sangat nyata
47
antara jumlah gabah total genotipe FG1R-30-1-5 dengan genotipe FG1R-36-1-1, FG1-6-1-2, FG1-65-1-2, Situ Bagendit dan Towuti. Genotipe Situ Bagendit menghasilkan jumlah gabah total paling sedikit 101,8 gabah. Namun demikian tidak terdapat perbedaan nyata antara jumlah gabah total genotipe Situ Bagendit dengan genotipe Towuti dengan jumlah sebanyak 110,7 gabah. Harapan dari persilangan antara Fatmawati dan BP360E-MR-79-2 sebagai padi sawah tipe baru dengan Fulan Telo Gawa dan Fulan Telo Mihat sebagai padi gogo lokal Pulau Buruh untuk menghasilkan malai lebat dan pengisian gabah baik (Safitri 2010). Banyaknya gabah per malai padi tipe baru antara 200-250 biji (Khush et al. 2001). Menurut Abdullah et al. (2008) jumlah gabah per malai padi tipe baru adalah 150-250 biji, sedangkan Safitri (2010) menyatakan jumlah ideal gabah per malai padi gogo tipe baru adalah >150 butir. Genotipe FG1R-36-1-1, Towuti dan Situ Bagendit memiliki jumlah gabah per malai <150 gabah dengan jumlah tersebut ketiganya tidak termasuk ke dalam jumlah gabah per malai ideal. Genotipe FG1-70-2-1, FG1R-30-1-5, FG1R-30-1-4, FG1-6-1-2, FG1-65-1-2, FG1R-30-1-3, FG1R-30-1-1, FM1R-1-3-1 dan Fat-4-1-1 menghasilkan gabah per malai >150 gabah. Dengan demikian kesembilan genotipe tersebut memiliki jumlah gabah per malai yang ideal. Bahkan dari kesembilan genotipe itu ada empat genotipe yang memiliki gabah per malai >200 gabah, genotipe tersebut yaitu FG1R-30-1-5, FG1R-30-1-3, FG1R-30-1-1 dan Fat-4-1-1 berturut-turut dengan jumlah sebanyak 212,0, 206,6, 207,6 dan 202,8 gabah. Banyaknya jumlah total gabah itu tidak signifikan dengan jumlah gabah isinya. Jumlah gabah isi semua genotipe <150 gabah sehingga masih di bawah jumlah gabah per malai yang ideal. Kurangnya jumlah gabah isi diakibatkan banyaknya gabah hampa. Pemuliaan padi tipe baru harus menghindari sifat atau karakter yang ekstrim guna menghasilkan produksi yang optimum. Oleh karena itu IRRI telah memodifikasi ideotipe padi tipe baru dengan menghasilkan jumlah gabah per malai sebanyak 150 gabah (Peng et al. 2008). Rata-rata persen gabah isi berkisar antara 35-99%. Berdasarkan nilai ratarata pada seluruh lokasi pengujian galur FG1R-36-1-1 dan FG1-65-1-2 berturutturut 76,8 dan 75,6% (Tabel 15). Kedua galur tersebut menunjukkan persen gabah isi lebih tinggi dari 8 galur lainnya, walaupun masih lebih rendah dibanding
48
varietas pembanding Situ Bagendit dengan 84% gabah isi. Hasil penelitian Safitri (2010)
menunjukkan galur FG1R-36-1-1 memiliki persen gabah isi sebesar
79,9% lebih tinggi dibanding hasil penelitian ini yaitu sebesar 76,8%. Galur FG165-1-2 pada penelitian ini memiliki hasil gabah isi sebesar 75,6% hampir sama dengan hasil penelitian Safitri (2010) yaitu sebesar 75,3%. Menurut Abdullah et al. (2008) persentase gabah isi yang baik untuk padi tipe baru antara 85-95. Untuk padi gogo tipe baru pengisian gabah sebaiknya lebih dari 75% (Safitri 2010). Tabel 15. Rata-rata persen gabah isi (%) dari 12 galur pada 7 lokasi uji. Genotipe
Lokasi
Rataan
Bgr
Skbm
Idmy
Pwrj
Wnsr
Ntr
Tmbg
FG1-70-2-1
64,5a
58,9bc
56,8a-e
67,4bcd
90,7c
64,5de
73,0d
68,0d
FG1R-36-1-1
61,8ab
77,4a
67,3ab
73,7bc
94,8abc
78,7bc
83,7b
76,8b
FG1R-30-1-5
44,2de
54,5bcd
56,9 a-e
59,3d
92,1bc
68,0d
75,4cd
64,3de
FG1R-30-1-4
45,0de
45,2d
55,2b-e
66,4bcd
93,2bc
65,4de
74,6cd
63,6de
FG1-6-1-2
59,8abc
60,7bc
67,3ab
73,1bc
93,8bc
74,3c
75,4cd
72,1c
FG1-65-1-2
50,8cd
79,9a
61,3a-d
75,0b
94,6abc
81,4b
85,9b
75,6b
FG1R-30-1-3
48,4d
51,6bcd
49,4de
61,5cd
93,9bc
61,7e
74,6cd
63,0e
FG1R-30-1-1
45,8d
47,4cd
47,3e
65,4bcd
91,3c
65,8de
78,0cd
63,0e
FM1R-1-3-1
35,0e
60,2bc
52,8cde
62,7bcd
91,8bc
64,2de
74,7cd
63,1de
Fat-4-1-1
43,2de
62,5b
64,9abc
64, bcd
91,6c
62,3e
80,4bc
67,0d
Situ Bagendit
60,5abc
88,2a
69,2a
91,8a
99,0a
87,7a
94,0a
84,3a
Towuti
53,9bcd
83,3a
56,8a-e
68,6bcd
96,9ab
82,9ab
84,7b
75,3b
Rataan*
51,1F
64,1D
58,8E
69,1C
93,7A
71,4C
79,5B
69,67
KK(%)
13,02
13,09
13,14
10,72
3,26
4,87
4,58
16,43
Keterangan: Bgr = Bogor, Skbm = Sukabumi, Idmy = Indramayu, Pwrj = Purworejo, Wnsr = Wonosari, Ntr = Natar, Tmbg = Taman Bogo. Angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. * Angka dalam satu baris yang diikuti huruf kapital yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.
Rata-rata persen gabah hampa berkisar antara 15-37%. Berdasarkan nilai rata-rata pada seluruh lokasi pengujian ternyata genotipe FG1R-30-1-3 menunjukkan persen gabah hampa tertinggi yaitu sebesar 37,1% (Tabel 16). Persen gabah hampa genotipe FG1R-30-1-3 tidak berbeda nyata terhadap genotipe FG1-70-2-1, FG1R-30-1-5, FG1R-30-1-4, FG1R-30-1-1, FM1R-1-3-1 dan Fat-41-1. Keenam genotipe tersebut berturut-turut memiliki persen gabah hampa 32,2,
49
35,8, 36,5, 36,9, 36,8, dan 32,7. Persen gabah hampa terendah ditunjukkan oleh genotipe Situ Bagendit dengan 15,7% yang sangat berbeda nyata dengan genotipe uji lainnya. Tabel 16. Rata-rata persen gabah hampa (%) dari 12 galur pada 7 lokasi uji. Genotipe
Lokasi
Rataan
Bgr
Skbm
Idmy
Pwrj
Wnsr
Ntr
Tmbg
FG1-70-2-1
36,8d
41,0bc
42,8abc
32,3abc
9,3a
36,5ab
26,9a
32,2ab
FG1R-36-1-1
38,6d
22,3d
33,3cd
26,4bc
5,1abc
21,6cd
16,0c
23,3c
FG1R-30-1-5
57,4ab
45,2abc
43,7abc
40,6a
7,9a
31,5b
24,6ab
35,8a
FG1R-30-1-4
55,0ab
55,0a
45,4ab
32,9abc
6,9ab
34,8ab
25,2ab
36,5a
FG1-6-1-2
40,6cd
39,2bc
33,0cd
26,7bc
6,1ab
26,2c
24,6ab
28,1bc
FG1-65-1-2
52,1bc
19,9d
40,3a-d
24,8c
5,8ab
18,8d
14,1c
25,1c
FG1R-30-1-3
51,70bc 48,5abc
51,0a
38,6ab
6,1ab
38,2a
25,3ab
37,1a
FG1R-30-1-1
55,0ab
52,3ab
51,5a
34,9abc
8,6a
34,2ab
21,9ab
36,9a
FM1R-1-3-1
64,9a
40,2bc
48,1a
36,6abc
8,1a
35,0ab
24,9ab
36,8a
Fat-4-1-1
55,2ab
37,2c
35,9bcd
35,3abc
8,6a
37,1a
19,3bc
32,7ab
Situ Bagendit
40,0d
11,8d
30,4d
8,2d
1,1c
12,3e
5,9d
15,7d
Towuti
45,5bcd
16,5d
43,7abc
30,8abc
3,1bc
16,7de
14,5c
24,4c
Rataan*
49,4A
35,8C
41,6B
30,7CD
6,4F
28,6D
20,3E
30,38
KK(%)
15,04
23,38
17,75
23,80
45,19
11,98
18,17
10,52
Keterangan: Bgr = Bogor, Skbm = Sukabumi, Idmy = Indramayu, Pwrj = Purworejo, Wnsr = Wonosari, Ntr = Natar, Tmbg = Taman Bogo. Angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. * Angka dalam satu baris yang diikuti huruf kapital yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.
Penyebab kehampaan dapat diakibatkan oleh tidak seimbangnya sink yang besar dan source yang sedikit. Banyaknya jumlah gabah sebagai sink yang tidak didukung oleh source seperti daun lebar, tipis, mendatar dan cepat luruh, serta berumur genjah, sehingga asimilat yang dihasilkan rendah dan kurang mencukupi untuk pengisian gabah yang mengakibatkan kehampaan semu (Abdullah et al. 2008). Rendahnya pengisian biji pada padi tipe baru disebabkan oleh apikal dominan yang kecil pada malai, susunan gabah pada malai dan terbatasnya seludang pembuluh untuk pengangkutan hasil asimilat (Peng et al. 1999); serta rendahnya efisiensi partisi asimilat ke biji (Kobata & Iida 2004). Persen gabah hampa sebagai gambaran seberapa besar gabah yang tidak terisi penuh. Tingginya
50
persen gabah hampa dapat diartikan sebagai rendahnya persen gabah isi, sebaliknya bila persen gabah hampa rendah maka persen gabah isinya tinggi. Tabel 17. Rata-rata bobot 1000 biji (gram) dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji. Genotipe
Lokasi Bgr
Skbm
Idmy
Pwrj 33,6a
Wnsr
Ntr
Tmbg
Rataan
FG1-70-2-1
33,9a
30,1a
32,9a
29,6a
31,2b
30,0a
31,6ab
FG1R-36-1-1
29,0cd
27,4bc
28,6cde 28,9cde 27,5b
25,5e
28,3cd
27,9cd
FG1R-30-1-5
29,7bcd 27,6b
29,1abc
28,6c
FG1R-30-1-4
30,4bc
28,0ef
25,9cb 29,7bc
28,0de
25,5b-e 30,6b
27,3f
25,8cb 28,9bcd 29,6ab
27,9cd
FG1-6-1-2
30,8bc
27,6b
30,1bcd 30,1bc
29,3a
35,3a
28,6bcd
30,2b
FG1-65-1-2
31,3b
31,6a
33,0a
30,0a
34,5a
30,4a
32,1a
FG1R-30-1-3
27,7de
25,1de
30,1bcd 28,2def 25,9cb 28,7bcd 29,7ab
FG1R-30-1-1
29,3bcd 26,9bcd 30,4bc
27,9ef
26,2cb 29,6bc
29,7ab
28,6c
FM1R-1-3-1
26,4ef
27,7b
28,4de
30,0bc
25,7cb 29,6bc
30,0a
28,2cd
Fat-4-1-1
27,6de
26,5b-e 27,6ef
30,8b
26,2cb 28,2cde 29,8a
28,1cd
Situ Bagendit
24,6f
24,5e
26,5f
27,9ef
23,7d
26,9e
25,7e
Towuti
26,9e
25,3cde 27,5ef
29,4cd
24,5cd 26,5de
27,9de
26,8de
Rataan*
28,8A
27,1B
29,7A
29,7A
26,7B
29,5A
29,1A
28,64
KK(%)
4,62
5,14
3,91
2,74
4,50
6,09
2,63
1,29
34,4a
25,9e
27,9cd
Keterangan: Bgr = Bogor, Skbm = Sukabumi, Idmy = Indramayu, Pwrj = Purworejo, Wnsr = Wonosari, Ntr = Natar, Tmbg = Taman Bogo. Angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. * Angka dalam satu baris yang diikuti huruf kapital yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.
Berdasarkan nilai rata-rata pada seluruh lokasi pengujian ternyata bobot 1000 biji tertinggi ditunjukkan oleh genotipe FG1-65-1-2 dengan bobot 32,1 gram (Tabel 17). Bobot 1000 biji genotipe FG1-65-1-2 pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Safitri (2010) dengan berat 28,2 gram. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara bobot 1000 biji genotipe FG165-1-2 dengan genotipe FG1-70-2-1 yang memiliki bobot 31,6 gram. Bobot 1000 biji terendah ditunjukkan oleh genotipe Situ Bagendit dengan bobot 25,7 gram. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara bobot 1000 biji genotipe
Situ
Bagendit dengan genotipe Towuti yang memiliki bobot 26,8 gram. Bobot 1000 padi gogo tipe baru antara 25-26 gram (Abdullah et al. 2008). Semua galur
51
harapan padi gogo tipe baru hasil kultur antera yang diuji menunjukkan bobot 1000 biji lebih dari 26 gram. Tabel 18. Rata-rata hasil gabah per rumpun (gram) dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji. Genotipe
Lokasi Skbm
13,4ab
Wnsr
Ntr
Tmbg
12,9cd
7,8bc 16,7b
13,0bc
7,5e
18,2cd 12,8b
14,4c
6,2bc 16,9b
15,2bc
11,2d
FG1R-30-1-5 10,1b-e 12,4cd
5,8c
18,2b
11,2bc
13,0bcd 18,3cd 12,7b
FG1R-30-1-4 10,4bcd 10,4d
7,8bc 16,9b
13,6bc
11,6d
19,4c
12,9b
12,9abc 14,8c
7,7bc 15,0b
13,9bc
15,4abc 14,5d
13,5b
FG1R-36-1-1 15,3a
FG1-6-1-2
Idmy
Rataan
Pwrj
FG1-70-2-1
Bgr
20,3c
14,2b
FG1-65-1-2
3,7f
13,3cd
6,5bc 14,9b
9,4c
16,0ab
21,1bc 12,1b
FG1R-30-1-3
9,1cde 11,8cd
6,8bc 17,0b
14,4bc
11,9cd
18,7cd 12,8b
FG1R-30-1-1
9,6b-e 14,1c
4,8c
10,4bc
13,5bcd 19,4c
FM1R-1-3-1
7,1def 24,5ab
7,9bc 34,3a
25,9a
17,7a
Fat-4-1-1
6,3ef
6,1bc 33,2a
19,8abc 14,7a-d
25,7a
18,2a
Situ Bagendit
9,0cde 25,2a
17,9abc 16,5ab
26,8a
19,6a
Towuti
9,3cde 22,1b
9,7ab 32,2a
20,9ab
18,2a
25,6a
19,7a
Rataan*
9,7C
16,5B
7,4C 21,9A 15,5B
13,9B
21,1A 15,12
KK(%)
25,41
11,80
29,95 13,90 41,70
16,06
13,78 22,21
21,8b
11,7a
17,1b
29,9a
12,7b
24,9ab 20,3a
Keterangan: Bgr = Bogor, Skbm = Sukabumi, Idmy = Indramayu, Pwrj = Purworejo, Wnsr = Wonosari, Ntr = Natar, Tmbg = Taman Bogo. Angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. * Angka dalam satu baris yang diikuti huruf kapital yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.
Berdasarkan nilai rata-rata pada seluruh lokasi pengujian ternyata genotipe FM1R-1-3-1 memiliki hasil gabah per rumpun tertinggi sebesar 20,3 gram, walaupun demikian tidak berbeda nyata dengan genotipe Fat-4-1-1, Situ Bagendit dan Towuti berturut-turut dengan hasil 18,2, 19,6 dan 19,7 gram (Tabel 18). Genotipe FG1-65-1-2 menunjukkan hasil gabah per rumpun terendah, namun tidak berbeda nyata dengan genotipe FG1-70-2-1, FG1R-36-1-1, FG1R-30-1-5, FG1R-30-1-4, FG1-6-1-2, FG1R-30-1-3 dan FG1R-30-1-1. Genotipe FG1-70-21, FG1R-36-1-1, FG1R-30-1-5, FG1R-30-1-4, FG1-6-1-2, FG1-65-1-2, FG1R-301-3 dan FG1R-30-1-1 berturut-turut memiliki hasil 12,8, 14,2, 12,7, 12,9, 13,5,
52
12,1, 12,8 dan 12,7 gram/rumpun. Hasil kedelapan genotipe pada penelitian ini masih lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Safitri (2010) yang menunjukkan gabah per rumpun genotipe FG1-70-2-1, FG1R-36-1-1, FG1R-301-5, FG1R-30-1-4, FG1-6-1-2, FG1-65-1-2, FG1R-30-1-3 dan FG1R-30-1-1 berturut-turut sebesar 26,2, 24,9, 22,5, 21,6, 21,0 , 19,9, 19,5 dan 19,3 gram. Berdasarkan hasil gabah kering per rumpun sebagai kriteria utama seleksi, maka galur yang
memiliki hasil gabah kering per rumpun tertinggi adalah
genotipe FM1R-1-3-1 dan Fat-4-1-1. Selain karakter tersebut di atas, karakterkarakter agronomi lainnya dari kedua genotipe itu yang sesuai dengan kriteria padi gogo tipe baru berdasarkan Safitri (2010) yaitu jumlah anakan produktif 815 batang, jumlah gabah per malai lebih dari 150 butir dan bobot 1000 butir lebih dari 24 gram. Karakter tinggi tanaman 100-120 cm dan persen gabah lebih dari 75% belum sesuai dengan kriterianya. Kedua karakter tersebut dapat dicapai oleh kedua genotipe tersebut, bila kedua genotipe tersebut ditanam dan tumbuh pada lingkungan yang mendukung untuk menampilkan kedua karakter tersebut secara maksimal. Genotipe
FM1R-1-3-1 memiliki rata-rata hasil 20,3 gram/rumpun, rata-
rata tinggi tanaman 95,4 cm dan dapat mencapai 117,6 pada lingkungan yang optimum; rata-rata jumlah anakan produktif
mencapai 10,9 anakan; rata-rata
jumlah gabah total per malai 199,7 gabah dengan rata-rata pengisian 63,1% dan rata-rata gabah isi 132,1 gabah. Pada lingkungan yang optimum jumlah gabah total dapat mencapai 296,3 gabah dengan pengisian gabah mencapai 91,8% dan gabah isi dapat mencapai 274,4 gabah; serta rata-rata bobot 1000 biji mencapai 28,2 gram. Genotipe
Fat-4-1-1 memiliki rata-rata hasil 18,2 gram/rumpun, rata-rata
tinggi tanaman 95,0 cm dan dapat mencapai 115,6 pada lingkungan yang optimum; rata-rata jumlah anakan produktif
mencapai 10,2 anakan; rata-rata
jumlah gabah total per malai 202,8 gabah dengan rata-rata pengisian 67,0% dan rata-rata gabah isi 138,4 gabah. Pada lingkungan yang optimum jumlah gabah total dapat mencapai 282,7 gabah dengan pengisian gabah mencapai 91,6% dan gabah isi dapat mencapai 260,4 gabah; serta rata-rata bobot 1000 biji mencapai 28,1 gram.
53
Analisis Genetik Analisis genetik dilakukan untuk mengetahui nilai ragam genetik, ragam lingkungan dan ragam interaksi genotipe x lingkungan dan ragam fenotipe. Selain itu, analisis genetik juga untuk mengetahui nilai koefisien keragaman genetik, koefisien keragaman fenotipe dan heritabilitas dalam arti luas. Hasil analisis genetik ini didasarkan pada 10 galur gogo padi yang diuji. Hasil analisis ragam gabungan untuk 10 galur padi gogo pada ketujuh lokasi dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 19. Komponen ragam genetik, ragam lingkungan, ragam interaksi genotipe x lingkungan, dan ragam fenotipe untuk karakter yang diamati. Karakter Pengamatan
ζ2
ζ2
ζ2
ζ2
Tinggi Tanaman Jumlah Anakan Vegetatif Jumlah Anakan Produktif Panjang Malai Jumlah Gabah Isi Jumlah Gabah Hampa Jumlah Gabah Total Persen Gabah Isi Persen Gabah Hampa Bobot 1000 Biji Hasil Gabah per Rumpun
0,5860 0,0111 0,0086 2,2839 0,0857 0,9730 0,0027 24,5632 0,1924 0,0004 5,8128
0,1232 0,0058 0,0051 1,4894 0,7118 0,8012 0,0025 39,5034 0,2991 0,0003 9,5327
0,0242 0,0012 0,0021 0,7114 0,4711 0,3552 0,0014 18,4784 0,1132 0,0003 10,3889
0,5938 0,0115 0,0091 2,4387 0,1785 1,0523 0,0030 28,6138 0,2192 0,0005 7,6374
Keterangan: ζ2 = ragam genetik, ζ2 = ragam lingkungan, ζ2 = ragam interaksi genotipe dan lingkungan, ζ2 = ragam fenotipe.
Tabel 19 menunjukkan nilai dari komponen ragam untuk karakter yang diamati pada ke tujuh lokasi uji. Nilai ragam genetik lebih tinggi dari ragam lingkungan dan ragam interaksi ditunjukkan oleh karakter tinggi tanaman, jumlah anakan vegetatif, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah hampa, jumlah gabah total, dan bobot 1000 biji. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman dari karakter itu sangat dipengaruhi oleh faktor genetik pada genotipe-genotipe yang diuji. Kondisi tersebut dapat memberikan pengertian bahwa karakter itu lebih dominan ditentukan oleh faktor genetik dibanding faktor lingkungan maupun faktor interaksi genotipe x lingkungan (Rasyad & Idwar 2010).
54
Karakter jumlah gabah isi, persen gabah isi, persen gabah hampa, dan hasil gabah per rumpun memiliki nilai ragam lingkungan yang lebih besar dari ragam genetiknya. Dengan demikian faktor lingkungan untuk karakter tersebut memiliki peran yang lebih besar dalam mempengaruhi ragam fenotipe, sedangkan faktor genetik dalam mempengaruhi ragam fenotipe memiliki peranan yang lebih kecil (Mangoendidjojo 2007). Nilai heritabilitas dalam arti luas dari padi gogo yang ditanam pada tujuh lokasi uji dapat dilihat pada Tabel 20. Semua karakter yang diamati memberikan nilai heritabilitas besar, kecuali karakter jumlah gabah isi. Hal ini menjelaskan bahwa hampir semua karakter memiliki kemampuan adaptasi pada lingkungan tumbuh lebih dipengaruhi oleh faktor genetik daripada faktor lingkungan dan adanya keragaman genotipe yang besar pada materi genotipe dalam penelitian ini. Karakter jumlah gabah isi memiliki nilai heritabilitas sedang. Hal ini menunjukkan bahwa karakter tersebut memiliki kemampuan adaptasi yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Tabel 20. Nilai koefisien keragaman genetik, koefisien keragaman fenotipe, dan heritabilitas dalam arti luas untuk karakter yang diamati. Karakter Pengamatan
KKG
KKP
Tinggi Tanaman Jumlah Anakan Vegetatif Jumlah Anakan Produktif Panjang Malai Jumlah Gabah Isi Jumlah Gabah Hampa Jumlah Gabah Total Persen Gabah Isi Persen Gabah Hampa Bobot 1000 Biji Hasil Gabah per Rumpun
7,2247 9,5390 10,2417 5,7889 2,6071 13,2076 2,3097 7,3270 8,0032 1,5071 16,9568
7,2729 9,6996 10,5219 5,9819 3,7613 13,7357 2,4286 7,9081 8,5436 1,5950 19,4368
Kriteria 0,9868 0,9672 0,9474 0,9365 0,4804 0,9246 0,9045 0,8584 0,8775 0,8928 0,7611
Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
Keterangan: KKG = koefisien keragaman genetik, KKP = koefisien keragaman fenotipe, heritabilitas dalam arti luas.
=
Penampilan fenotipik genotipe-genotipe padi gogo yang diuji pada penelitian ini didapat dari estimasi
nilai ragam fenotipe yang berasal dari
gabungan ragam genotipe, perbandingan ragam lingkungan dengan banyaknya ulangan dan lingkungan, serta perbandingan ragam interaksi genotipe dan
55
lingkungan dengan banyaknya lingkungan. Perbandingan nilai ragam genetik dan nilai ragam fenotipe sebagai sumber nilai heritabilitas. Nilai heritabilitas beberapa karakter padi gogo pada penelitian ini tergolong besar. Menurut Poespodarsono (1988) besarnya nilai heritabilitas tersebut dapat dimungkinkan masih adanya pengaruh dari interaksi genotipe dan musim; dan interaksi genotipe, lingkungan dan musim. Untuk melihat adanya pengaruh dari musim, dapat dilakukan uji multilokasi pada musim kedua. Seorang pemulia tanaman dalam melakukan perakitan tanaman dapat menggunakan keragaman genetik dan interaksi genotipe dan lingkungan. Individu baru suatu tanaman hasil pemuliaan tanaman perlu dilakukan uji untuk melihat kemampuannya pada berbagai lingkungan tumbuh yang berbeda. Uji tersebut dapat menampilkan karakter secara fenotipe suatu individu tanaman terutama karakter hasil. Karakter tersebut dapat tercermin dari nilai ragam genetik, ragam lingkungan, ragam musim dan interaksinya. Ragam interaksi dapat berupa ragam interaksi genotipe x lingkungan, ragam interaksi genotipe x musim, ragam interaksi lingkungan x musim dan ragam interaksi genotipe x lingkungan x musim (Poespodarsono 1988). Pemulia dapat menggunakan ragam interaksi tersebut dalam merakit tanaman
unggul yang spesifik lingkungan atau
beradaptasi luas (stabil) (Syukur 2008). Cara untuk mengetahui tanaman memiliki kemampuan tersebut dapat dilakukan uji daya hasil dan uji multilokasi. Uji-uji tersebut dapat mengetahui pola dan arah stabilitasnya. Analisis Stabilitas Hasil Analisis stabilitas hasil dilakukan untuk mendapatkan informasi pola stabilitas hasil galur-galur padi gogo tipe baru yang berasal dari kultur antera pada tujuh lokasi uji. Pendugaan karakter kestabilan hasil dilakukan dengan menggunakan empat pendekatan analisis stabilitas yaitu analisis Francis dan Kannenberg (1978), analisis Finlay dan Wilkinson (1963), analisis Eberhart dan Russell (1966) dan analisis AMMI (Mattjik & Sumertajaya 2000). Data produktivitas (hasil gabah per hektar) tidak memenuhi asumsi kenormalan galat dan kehomogenan ragam. Transformasi data dapat dilakukan untuk memenuhi asumsi kenormalan galat dan kehomogenan ragam. Transformasi
56
data dilakukan dengan menggunakan analisis Box-Cox Transformation. Menurut Hadi (2006), hasil dari analisis Box-Cox Transformation akan diperoleh sebaran yang simetrik mendekati normal dan ketidakhomogenan ragam pun dapat dikurangi. Berdasarkan hasil analisis Box-Cox Transformation data hasil gabah per hektar menggunakan transformasi kuadrat dengan nilai lamda optimal adalah 0,74 (Lampiran 4). Hasil pengujian kenormalan galat dan kehomogenan ragam menunjukkan asumsi kenormalan dapat terpenuhi dan kehomogenan ragamnya mendekati seragam. Hasil analisis ragam gabungan (Tabel 21) menunjukkan
bahwa
lingkungan dan genotipe serta interaksi antara lingkungan x genotipe sangat berbeda nyata terhadap galur padi gogo tipe baru hasil kultur antera. Faktor lingkungan, genotipe serta interaksinya berkontribusi terhadap keragaman hasil berturut-turut sebesar 48,5%, 14,9% dan 16,6% (Tabel 21). Dengan demikian tingkat daya hasil suatu tanaman sangat tergantung pada kondisi lingkungan tempat genotipe tersebut ditanam dan jenis genotipe yang ditanam (Novianti et al. 2010; Sujiprihati et al. 2006). Tabel 21. Analisis ragam gabungan untuk hasil per hektar dari 12 genotipe padi gogo tipe baru hasil kultur antera. Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F-Hitung
Kontribusi terhadap keragaman (%)
21
12,55
0,60
4,29**
5,6
6
108,65
18,11
129,97**
Genotipe (G)
11
33,37
3,03
21,78**
48,5 14,9
Interaksi G x L
66
37,24
0,56
4,05**
16,6
Galat
231
32,19
0,14
Total
335
224,00
Sumber Keragaman Ulangan/ Lingkungan Lingkungan (L)
Keterangan : ** berbeda sangat nyata pada taraf peluang <0,01.
Gambar 3 memperlihatkan hasil gabah per hektar 12 genotipe yang diuji dan adanya interaksi antara genotipe x lingkungan. Interaksi antara genotipe x lingkungan disebabkan oleh perubahan respon setiap genotipe yang diuji pada setiap lingkungan uji yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa di antara
57
genotipe-genotipe yang diuji memberikan tanggap produktivitas yang tidak sama terhadap tujuh lokasi (lingkungan tumbuh).
Gambar 4. Interaksi genotipe x lingkungan terhadap hasil. Menurut
Baihaki dan Wicaksana (2005) di antara genotipe terdapat
genotipe yang tumbuh baik pada lingkungan tertentu dan memberikan hasil yang tinggi. Galur-galur padi gogo yang diuji memperlihatkan jenis interaksi kualitatif. Interaksi kualitatif sebagai suatu interaksi genotipe x lingkungan yang ditunjukkan oleh adanya perubahan rangking suatu genotipe pada setiap lokasi uji (Chagal & Gosal 2002). Adanya interaksi genotipe dan lingkungan yang bersifat kualitatif menyebabkan kesulitan untuk memilih genotipe yang stabil sehingga perlu dilakukan analisis stabilitas. Adanya pengaruh interaksi yang nyata, maka analisis dapat dilanjutkan dengan uji stabilitas hasil. Produktivitas genotipe pada penelitian ini berkisar antara 0.83-7.61 ton (Tabel 22). Rata-rata umum tertinggi ditunjukkan oleh genotipe FM1R-1-3-1 dengan hasil gabah per hektarnya mencapai 4,52 ton lebih tinggi dari rata-rata umumnya. Rata-rata umum terendah ditunjukkan oleh genotipe
FG1-65-1-2
dengan hasil gabah per hektarnya mencapai 2,70 ton, lebih rendah dibanding ratarata umumnya.
58
Tabel 22. Rata-rata hasil gabah (ton/ha) dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji. Genotipe
Lokasi
Rataan
Bgr
Skbm
Idmy
Pwrj
Wnsr
Ntr
Tmbg
FG1-70-2-1
2,97ab
2,87cd
1,73bc
3,70b
2,90bc
1,67e
4,04cd
2,84cd
FG1R-36-1-1
3,39a
3,21c
1,37bc
3,74b
3,38bc
2,49d
4,52c
3,16c
FG1R-30-1-5
2,25b-e
2,75cd
1,28c
4,05b
2,50bc
2,89bcd 4,06cd
2,83cd
FG1R-30-1-4
2,31bcd
2,32d
1,73bc
3,77b
3,03bc
2,57d
4,32c
2,86cd
FG1-6-1-2
2,87abc
3,30c
1,70bc
3,34b
3,10bc
3,42abc
3,22d
2,99cd
FG1-65-1-2
0,83f
2,96cd
1,45bc
3,32b
2,09c
3,56ab
4,68bc
2,70d
FG1R-30-1-3
2,02cde
2,61cd
1,51bc
3,77b
3,20bc
2,65cd
4,15cd
2,84cd
FG1R-30-1-1
2,12b-e
3,14c
1,06c
3,79b
2,30bc
3,00bcd 4,31c
2,82cd
FM1R-1-3-1
1,58def
5,44ab
1,76bc
7,61a
5,76a
3,92a
5,54ab
4,52a
Fat-4-1-1
1,40ef
4,85b
1,35bc
7,38a
4,39abc
3,26a-d
5,71a
4,05b
Situ Bagendit
2,00cde
5,60a
2,59a
6,64a
3,98abc
3,67ab
5,96a
4,35ab
Towuti
2,07cde
4,92b
2,16ab
7,16a
4,65ab
4,04a
5,69a
4,38ab
2,15D 25,41
3,66B 11,84
1,64E 29,98
4,86A 3,44C 13,91 41,69
3,09C 16,04
4,68A 13,75
3,36 16,11
Rataan KK(%)
Keterangan: Bgr = Bogor, Skbm = Sukabumi, Idmy = Indramayu, Pwrj = Purworejo, Wnsr = Wonosari, Ntr = Natar, Tmbg = Taman Bogo. Angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. * Angka dalam satu baris yang diikuti huruf kapital yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.
Genotipe FG1-70-2-1, FG1R-36-1-1 dan FG1-6-1-2 pada lokasi Bogor sebagai genotipe dengan hasil gabah per hektar yang tinggi berturut-turut 2,97, 3,39 dan 2,87 ton. Ketiga genotipe ini secara nyata lebih tinggi dari genotipe lainnya. Genotipe FM1R-1-3-1 menunjukkan produktivitas tertinggi pada lokasi Purworejo dan Wonosari dengan hasil berturut-turut 7,61 dan 5,76 ton. Hasil gabah per hektar genotipe FM1R-1-3-1 pada kedua lokasi tersebut tidak berbeda secara signifikan dengan genotipe Fat-4-1-1, Situ Bagendit dan Towuti. Genotipe Fat-4-1-1 pada kedua lokasi tersebut menghasilkan gabah untuk berturut-turut lokasi yaitu 7,38, dan 4,39 ton/ha.
59
Di Indramayu hasil gabah per hektar tertinggi ditunjukkan oleh genotipe Situ Bagendit dan Towuti dengan hasil berturut-turut 2,59 dan 2,16 ton. Di Natar hasil gabah per hektar yang tinggi ditunjukkan oleh genotipe FG1-6-1-2, FG1-651-2, FM1R-1-3-1, Fat-4-1-1, Situ Bagendit dan Towuti dengan hasil berturutturut 3,42, 3,56, 3,92, 3,26, 3,67 dan 4,04 ton. Genotipe FM1R-1-3-1, Fat-4-1-1, Situ Bagendit, dan Towuti memiliki hasil gabah per hektar yang tinggi di lokasi Taman Bogo dengan produktivitas berturut-turut berturut-turut 5,54, 5,71, 5,96, dan 5,69 ton/ha. Purworejo dan Taman Bogo merupakan lokasi yang memiliki rata-rata produktivitas sebesar 4,86 dan 4,68 ton/ha. Kedua lokasi tersebut
memiliki
produktivitas rata-rata lebih tinggi dibandingkan kelima lokasi uji lainnya. Lokasi Bogor dan Indramayu memiliki rata-rata lokasi sebesar 2,15 dan 1,64 ton/ha. Kedua lokasi tersebut memiliki rata-rata lokasi terendah dibandingkan kelima lokasi uji lainnya. Di Bogor produktivitas yang rendah diakibatkan oleh serangan blas daun (Pyricularia grisea pv. oryzae) pada fase vegetatif. Rendahnya produktivitas di Indramayu dipengaruhi oleh curah hujan yang rendah. Analisis Francis dan Kannenberg Francis dan Kannenberg (1978) menentukan kestabilan suatu genotipe berdasarkan nilai ragam lingkungan (
) dan koefisien keragaman (CVi). Nilai
koefisien keragaman (CVi) ditentukan dari nilai simpangan baku rata-rata hasil suatu genotipe yang didasarkan dari rata-rata umumnya. Semakin kecil nilai koefisien keragaman dan nilai ragam lingkungan suatu genotipe maka semakin tinggi tingkat kestabilannya. Tabel 23 dan Gambar 5 menunjukkan hubungan koefisien keragaman dengan nilai ragam lingkungan. Genotipe FG1R-36-1-1, FG1R-30-1-5, FG1R-301-4, FG1R-30-1-3 dan FG1R-30-1-1
menunjukkan bahwa nilai koefisien
keragaman dan nilai ragam lingkungan mendekati nilai 0,0. Dengan demikian kelima genotipe tersebut sebagai genotipe yang stabil berdasarkan metode Francis dan Kannenberg (1978).
60
Tabel 23. Rataan hasil gabah per hektar, nilai ragam lingkungan dan koefisien keragaman. Rataan Hasil 2,84 3,16 2,83 2,86 2,99 2,70 2,84 2,82 4,52 4,05 4,35 4,38
Genotipe FG1-70-2-1 FG1R-36-1-1 FG1R-30-1-5 FG1R-30-1-4 FG1-6-1-2 FG1-65-1-2 FG1R-30-1-3 FG1R-30-1-1 FM1R-1-3-1 Fat-4-1-1 Situ Bagendit Towuti Rataan Total Keterangan:
CVi (%) 23,84 17,16 14,90 16,51 20,28 27,26 14,00 16,46 27,40 23,11 20,91 21,11
0,24 0,15 0,10 0,12 0,19 0,29 0,09 0,12 0,60 0,37 0,33 0,34
Kriteria Stabilitas Tidak Stabil
Stabil Stabil Stabil Tidak Stabil Tidak Stabil
Stabil Stabil Tidak Stabil Tidak Stabil Tidak Stabil Tidak Stabil
3,36
= nilai ragam lingkungan, CVi = koefisien keragaman.
FG1-65-1-2
27.5
25.0
FM1R-1-3-1
FG1-70-2-1 Fat-4-1-1
CVi (%)
22.5 Towuti FG1-6-1-2
20.0
17.5
Situ Bagendit
FG1R-36-1-1 FG1R-30-1-4 FG1R-30-1-1
15.0
FG1R-30-1-5 FG1R-30-1-3
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
Si²
Gambar 5. Hubungan koefisien keragaman (CVi) dengan nilai ragam lingkungan (Si2).
61
Analisis Finlay dan Wilkinson Finlay dan Wilkinson (1963) menggunakan koefisien regresi sebagai ukuran stabilitas. Koefisien regresi (bi) = 1,0 menyatakan genotipe yang diuji stabil pada berbagai kondisi lingkungan. Penambahan nilai koefisien terhadap 1,0 berarti meningkatkan kepekaan adaptasi terhadap lingkungan ke arah lingkungan optimum. Penurunan nilai koefisien terhadap 1,0 berarti peningkatan adaptasi terhadap perubahan lingkungan ke arah lingkungan marjinal. Tabel 24. Rataan hasil, koefisien regresi dan produktivitas pada lingkungan 1 ton/ha dan 5 ton/ha. Genotipe FG1-70-2-1 FG1R-36-1-1 FG1R-30-1-5 FG1R-30-1-4 FG1-6-1-2 FG1-65-1-2 FG1R-30-1-3 FG1R-30-1-1 FM1R-1-3-1 Fat-4-1-1 Situ Bagendit Towuti Rataan Total
Rataan Hasil 2,84 3,16 2,83 2,86 2,99 2,70 2,84 2,82 4,52 4,05 4,35 4,38 3,36
bi 0,58* 0,68* 0,84ns 0,67* 0,44* 1,02ns 0,78* 0,96ns 1,62* 1,74* 1,31* 1,36* 1,00
di lingkungan 1 ton/ha 5 ton/ha 1,29 3,62 1,33 4,06 0,98 4,33 1,23 3,90 1,59 3,34 0,64 4,73 1,07 4,19 0,81 4,66 0,70 7,18 0,33 7,29 1,05 6,28 1,00 6,42 1,00 5,00
Kriteria Stabilitas DATM DATM Stabil/DAR DATM DATM Stabil/DAR DATM Stabil/DAR DATO DATO DATO DATO
Keterangan: bi = koefisien regresi, = Produktivitas genotipe ke-i, * berbeda nyata pada uji t0,05 . 66 dan ns tidak berbeda nyata pada uji t0,05 . 66. DAR = daya adaptasi rendah terhadap semua lokasi, DATM = daya adaptasi tinggi di lingkungan marjinal, DATO = daya adaptasi tinggi di lingkungan optimal.
Tabel 24 menunjukkan nilai koefisien regresi tidak berbeda nyata dengan bi = 1 oleh genotipe FG1R-30-1-5, FG1-65-1-2 dan FG1R-30-1-1. Nilai koefisien regresi ketiga genotipe tersebut berturut-turut 0,84, 1,02 dan 0,96. Ketiga genotipe tersebut memiliki rataan hasil berturut-turut sebesar 2,83, 2,70 dan 2,82 ton/ha. Hasil ketiga genotipe tersebut lebih rendah dibanding rataan total sebesar 3,36 ton/ha. Menurut Finlay dan Wilkinson (1963) bahwa ketiga genotipe tersebut sebagai genotipe yang stabil, namun dengan daya adaptasi yang rendah pada semua lingkungan. Gambar 6 menunjukkan hubungan antara nilai koefisien regresi dan hasil rata-rata dari ketiga genotipe di atas.
62
Fat-4-1-1
1.75
FM1R-1-3-1
1.50 Towuti
1.25 bi
Situ Bagendit FG1-65-1-2
1.00
FG1R-30-1-1 FG1R-30-1-5 FG1R-30-1-3 FG1R-30-1-4
0.75
FG1R-36-1-1
FG1-70-2-1
0.50
FG1-6-1-2
2.5
3.0
3.5 Hasil
4.0
4.5
Gambar 6. Hubungan koefisien regresi dengan produktivitas gabah.
Gambar 7. Pola populasi genotipe uji melalui hubungan antara produktivitas gabah dengan indeks lingkungan.
63
Genotipe FG1-70-2-1,
FG1R-36-1-1, FG1R-30-1-4, FG1-6-1-2 dan
FG1R-30-1-3 memiliki nilai koefisien regresi berturut-turut 0,58, 0,68, 0,67, 0,44, dan 0,78 (Tabel 24). Kelima genotipe tersebut memiliki rataan hasil berturut-turut 2,84, 3,16, 2,86, 2,99 dan 2,84. Gambar 6 menunjukkan kelima genotipe itu memiliki nilai koefisien regresi kurang dari 1,0 dan rataan hasilnya di bawah rataan total. Dengan demikian genotipe-genotipe tersebut sebagai genotipe yang beradaptasi khusus terhadap lingkungan yang marjinal (Finlay & Wilkinson 1963). Genotipe FM1R-1-3-1, Fat-4-1-1, Situ Bagendit dan Towuti memiliki nilai koefisien regresi berturut-turut 1,62, 1,74, 1,31 dan 1,36 (Tabel 24). Keempat genotipe tersebut memiliki rataan hasil berturut-turut 4,52, 4,05, 4,35 dan 4,38. Gambar 6 menunjukkan kelima genotipe itu memiliki nilai koefisien regresi lebih tinggi dari 1,0 dan rataan hasilnya di atas rataan umum. Dengan demikian genotipe-genotipe tersebut sebagai genotipe yang beradaptasi khusus terhadap lingkungan yang optimal (Finlay & Wilkinson 1963). Gambar 7 menunjukkan pola populasi 12 genotipe uji melalui hubungan antara produktivitas gabah dengan indeks lingkungan. Finlay dan Wilkinson (1963) mengemukakan bahwa ketika genotipe dengan adaptasi khusus pada lingkungan yang optimum (bi > 1), jika berada pada lingkungan marjinal akan memiliki rata-rata hasil di bawah rata-rata umum. Genotipe yang beradaptasi khusus pada lingkungan yang marjinal (bi < 1), jika berada pada lingkungan marjinal akan memiliki rata-rata hasil di atas rata-rata umum. Hasil penelitian ini yang menunjukkan lingkungan marjinal yaitu pada lokasi Indramayu dengan ratarata lokasi sebesar 1,64 ton/ha (Tabel 22). Genotipe FM1R-1-3-1, Fat-4-1-1, Situ Bagendit dan Towuti sebagai genotipe dengan adaptasi khusus pada lingkungan yang optimum. Genotipe FM1R-1-3-1 dan Fat-4-1-1 ketika pada lingkungan dengan indeks lingkungan = 1, maka rata-rata kedua genotipe tersebut berturutturut mempunyai produktivitas 0,70 dan 0,33 ton/ha (Tabel 24) di bawah nilai indeks lingkungan = 1. Genotipe Situ Bagendit dan Towuti ketika pada lingkungan dengan indeks lingkungan = 1, maka rata-rata kedua genotipe tersebut berturut-turut 1,05 dan 1,00
ton/ha (Tabel 24)
sama dengan nilai indeks
lingkungan = 1. Genotipe FG1-70-2-1, FG1R-36-1-1, FG1R-30-1-4, FG1-6-1-2,
64
dan FG1R-30-1-3 sebagai genotipe dengan adaptasi khusus pada lingkungan yang marjinal. Genotipe FG1-70-2-1, FG1R-36-1-1, FG1R-30-1-4 dan FG1-6-1-2 ketika pada lingkungan dengan indeks lingkungan = 1, maka rata-rata kedua genotipe tersebut berturut-turut 1,29, 1,33, 1,23, dan 1,59 ton/ha (Tabel 22) di atas nilai indeks lingkungan = 1. Genotipe FG1R-30-1-3 ketika pada lingkungan dengan indeks lingkungan = 1, maka rata-rata kedua genotipe tersebut 1,07 ton/ha (Tabel 24) sama dengan nilai indeks lingkungan = 1. Genotipe dengan adaptasi khusus pada lingkungan yang optimum (bi > 1), jika berada pada lingkungan optimum akan memiliki rata-rata hasil di atas ratarata umum. Sedangkan genotipe yang beradaptasi khusus pada lingkungan yang marjinal (bi < 1), jika berada pada lingkungan optimum akan memiliki rata-rata hasil di bawah rata-rata umum. Pada penelitian ini, lokasi yang menunjukkan lingkungan optimum yaitu pada lokasi Purworejo dan Taman Bogo dengan ratarata lokasi sebesar 4,86 dan 4,68 ton/ha (Tabel 22). Genotipe FM1R-1-3-1, Fat-41-1, Situ Bagendit dan Towuti ketika pada lingkungan dengan indeks lingkungan = 5, maka rata-rata keempat genotipe tersebut berturut-turut 7,18, 7,29, 6,28 dan 6,42 ton/ha (Tabel 24) di atas nilai indeks lingkungan = 5. Genotipe FG1-70-2-1, FG1R-36-1-1, FG1R-30-1-4, FG1-6-1-2 dan FG1R-30-1-3, lingkungan dengan indeks lingkungan = 5, maka rata-rata
ketika pada kelima genotipe
tersebut berturut-turut 3,62, 4,06, 3,90, 3,34, dan 4,19 ton/ha (Tabel 24) di bawah nilai indeks lingkungan = 5. Analisis Eberhart dan Russell Hasil analisis ragam uji stabilitas Eberhart dan Russell (1966) pada Tabel 25 menunjukkan bahwa genotipe (G), lingkungan (L) + interaksi G x L, Lingkungan (linier), Interaksi G x L (linier) dan Simpangan gabungan sangat berbeda nyata. Keragaman yang nyata untuk lingkungan (L) + interaksi G x L, Lingkungan (linier) dan Interaksi G x L (linier) menunjukkan respon yang berbeda dari 12 genotipe padi gogo yang diuji pada 7 lokasi. Perbedaan nyata yang ditunjukkan oleh simpangan gabungan menjelaskan bahwa analisis tersebut merupakan indikator adanya genotipe yang dapat diklasifikasikan ke dalam genotipe yang stabil menurut metode Eberhart dan Russell (1966).
65
Berdasarkan Tabel 25 hasil analisis gabungan stabilitas hasil dengan metode Eberhart dan Russell (1966) menyatakan bahwa genotipe FG1R-30-1-5, FG1R-30-1-4, FG1-6-1-2, FG1R-30-1-3, FG1R-30-1-1, Fat-4-1-1, Situ Bagendit dan Towuti tidak berbeda nyata. Kedelapan genotipe yang tidak berbeda nyata tersebut berarti memiliki nilai deviasi (simpangan) regresi kuadrat tengah ( relatif mendekati nol. Nilai deviasi (simpangan) regresi kuadrat tengah (
)
) dari
kedelapan genotipe tersebut berturut-turut 0,00, 0,00, 0,02, 0,00, 0,03, 0,03, 0,04 dan 0,02 (Tabel 26). Tabel 25. Analisis ragam gabungan untuk menguji stabilitas hasil dengan metode Eberhart dan Russell (1966). Sumber Keragaman Total Genotipe (G) Lingkungan (L) + Interaksi G x L Lingkungan (linier) Interaksi G x L (linier) Simpangan gabungan FG1-70-2-1 FG1R-36-1-1 FG1R-30-1-5 FG1R-30-1-4 FG1-6-1-2 FG1-65-1-2 FG1R-30-1-3 FG1R-30-1-1 FM1R-1-3-1 Fat-4-1-1 Situ Bagendit Towuti Galat gabungan
Derajat Jumlah Bebas Kuadrat 83 44,82 11 8,34
Kuadrat Tengah 0,54 0,76
FHitung
FTabel 0,05 0,01
9,21**
1,95
2,56
72
36,49
0,51
6,16**
1,51
1,80
1 11 60 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 252
27,18 4,37 4,94 0,56 0,59 0,14 0,18 0,28 0,99 0,07 0,30 0,87 0,32 0,37 0,27 8,79
27,18 0,40 0,08 0,11 0,12 0,03 0,04 0,06 0,20 0,01 0,06 0,17 0,06 0,07 0,05 0,04
330,19** 4,83** 2,36** 3,23** 3,40** 0,80ns 1,01ns 1,60ns 5,65** 0,40ns 1,72ns 5,00** 1,83ns 2,13ns 1,54ns
4,00 1,95 1,37 2,25
7,08 2,56 1,56 3,09
Keterangan : ** berbeda sangat nyata pada taraf peluang <0,01; dan taraf peluang >0,05.
ns
berbeda nyata pada
Eberhart dan Russell (1966) menyatakan bahwa untuk menentukan kestabilan harus didasarkan pada nilai koefisien regresi (bi) dan juga nilai deviasi (simpangan) regresi kuadrat tengah ( (simpangan) regresi kuadrat tengah (
). Genotipe yang memiliki nilai deviasi ) mendekati nol dan nilai koefisien regresi
(bi) mendekati satu menjadi genotipe yang stabil. Tabel 26 menunjukkan bahwa genotipe FG1R-30-1-5 (bi = 0,84;
= 0,00), FG1R-30-1-3 (bi = 0,78;
= 0,00)
66
dan FG1R-30-1-1 (bi = 0,96;
= 0,03) sebagai genotipe yang stabil berdasarkan
metode uji stabilitas Eberhart dan Russell (1966). Tabel 26. Rataan hasil gabah per hektar, nilai koefisien regresi dan simpangan regresi. Genotipe
Rataan Hasil
bi
2,84 3,16 2,83 2,86 2,99 2,70 2,84 2,82 4,52 4,05 4,35 4,38
0,58 0,68 0,84 0,67 0,44 1,03 0,78 0,96 1,62 1,74 1,31 1,36
FG1-70-2-1 FG1R-36-1-1 FG1R-30-1-5 FG1R-30-1-4 FG1-6-1-2 FG1-65-1-2 FG1R-30-1-3 FG1R-30-1-1 FM1R-1-3-1 Fat-4-1-1 Situ Bagendit Towuti Rataan Total
Kriteria Stabilitas 0,08** 0,08** 0,00 ns 0,00 ns 0,02 ns 0,16** 0,00 ns 0,03 ns 0,14** 0,03 ns 0,04 ns 0,02 ns
Tidak Stabil Tidak Stabil
Stabil Tidak Stabil Tidak Stabil Tidak Stabil
Stabil Stabil Tidak Stabil Tidak Stabil Tidak Stabil Tidak Stabil
3,36
Keterangan : bi = nilai koefisien regresi, taraf peluang <0,01,
= simpangan regres, ** berbeda sangat nyata pada dan ns berbeda nyata pada taraf peluang >0,05.
Fat-4-1-1
1.75
FM1R-1-3-1
1.50 Towuti
Situ Bagendit
bi
1.25 FG1-65-1-2
1.00 FG1R-30-1-1 FG1R-30-1-5
0.75
FG1R-30-1-3
FG1R-36-1-1
FG1R-30-1-4
0.50
FG1-70-2-1
FG1-6-1-2
0.00
0.02
0.04
0.06
0.08 0.10 S²di
0.12
0.14
0.16
0.18
Gambar 8. Hubungan nilai koefisien regresi (bi) dan nilai simpangan regresi (
).
67
Gambar 8 menjelaskan hubungan antara nilai koefisien regresi dan nilai ragam simpangan regresi. Genotipe FG1R-30-1-5, FG1R-30-1-3 dan FG1R-301-1 yang memiliki nilai koefisien regresi mendekati 1 dan nilai ragam simpangan regresi yang mendekati 0. Hal ini sesuai dengan metode Eberhart dan Russell (1966) terlihat mendekati garis koefisien regresi 1,00 dan sejajar titik simpangan regresi 0,00. Analisis AMMI Berdasarkan hasil analisis ragam Additive Main Effect Multiplicative Interaction (AMMI) komponen utama dan komponen interaksi berpengaruh sangat nyata pada nilai peluang 0,000 (Tabel 27). Menurut Novianti et al. (2010) adanya interaksi yang nyata dapat dilakukan analisis AMMI untuk mengetahui interaksi antara genotipe dan lingkungan serta kestabilan suatu genotipe. elanjutnya
a’diyah dan
attjik (2011) menyatakan adanya pengaruh interaksi
genotipe x lingkungan yang nyata menjadikan analisis stabilitas AMMI pada struktur interaksi tersebut bermakna. Hasil analisis ragam AMMI menunjukkan interaksi antar komponen utama 1 (IAKU1) dan interaksi antar komponen utama 2 (IAKU2) sangat berbeda nyata pada taraf peluang kurang dari 1% dengan peluang 0,000 (Tabel 27). IAKU3-IAKU6 menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (taraf peluang lebih dari 5%). Berdasarkan analisis stabilitas AMMI penguraian bilinear terhadap matriks pengaruh interaksi dari data hasil gabah per hektar diperoleh nilai singular sebagai berikut: 2,51, 1,26,
0,82, 0,64, 0,50 dan 0,34. Nilai singular tersebut
memperlihatkan bahwa banyaknya komponen yang dapat dipertimbangkan sebagai model IAKU adalah komponen ke-1 sampai komponen ke-6. Kontribusi keragaman pengaruh interaksi yang mampu diterangkan oleh berturut-turut komponen adalah 67,62%, 16,97%, 7,17%, 4,38%, 2,66% dan 1,20% (Tabel 27). Berdasarkan nilai kontribusi keragaman tersebut terlihat bahwa dua komponen pertama memiliki peranan yang dominan dalam menerangkan keragaman pengaruh yaitu interaksi sebesar 84,59%. Kontribusi keragaman dominan dari IAKU komponen 1 dan 2 mendukung hasil analisis ragam AMMI dimana IAKU1 dan IAKU2 sangat berbeda nyata.
68
Tabel 27. Hasil analisis ragam AMMI untuk hasil gabah per hektar. Sumber Keragaman Lingkungan (L) Ulangan /Lingkungan Genotipe (G) Interaksi G x L IAKU1 IAKU2 IAKU3 IAKU4 IAKU5 IAKU6 Galat Total
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
FHitung
6
108,65
18,11
30,31**
Kontribusi Terhadap Keragaman (%) 48,50
21
12,55
0,6
4,29**
5,60
11 66 16 14 12 10 8 6 231 335
33,37 37,24 25,18 6,32 2,67 1,63 0,99 0,45 32,19 224,00
3,03 0,56 1,57 0,45 0,22 0,16 0,12 0,08 0,14
21,78** 4,05** 11,30** 3,24** 1,59 ns 1,17 ns 0,89 ns 0,54 ns
14,90 16,63
Derajat Bebas
Keterangan : ** berbeda sangat nyata pada taraf peluang <0,01; dan taraf peluang >0,05.
Kontribusi Terhadap Keragaman G x E (%)
67,62 16,97 7,17 4,38 2,66 1,20
ns
berbeda nyata pada
IAKU1 dan IAKU2 dari hasil analisis interaksi antar komponen utama mampu menjelaskan interaksi genotipe x lingkungan sampai 84,59%. Dengan demikian keragaman yang tidak dapat diterangkan oleh model tersebut sebesar 15,41%. Nilai stabilitas AMMI mampu memberikan gambaran genotipe-genotipe dengan tingkat stabilitas yang beragam. Koefisien keragaman menilai stabilitas hasil suatu genotipe atas dasar fisiologis genotipe yang menunjukkan kemampuan suatu genotipe mempertahankan hasil di lingkungan uji yang terbatas. Gambar 9 menunjukkan interaksi antar komponen utama 1 dengan interaksi antar komponen utama 2 untuk data hasil gabah per hektar yang telah ditransformasi. Interaksi antar komponen utama mampu menerangkan keragaman pengaruh interaksi sebesar 84,6%. Hal ini menjelaskan bahwa IAKU1 mampu menerangkan pengaruh interaksi sebesar 67,6%, sedangkan yang diterangkan IAKU2 sebesar 17,0%. Semakin dekat titik genotipe dengan titik ordinat (0,0) sebagai sumbu semakin tinggi tingkat kestabilan suatu galur. Demikian juga dengan titik lingkungan yang semakin dekat dengan titik ordinat (0,0) sebagai sumbu. Hal ini berarti semakin baik tingkat dukungan suatu lingkungan terhadap semua genotipe yang ditanam pada lingkungan tersebut. Kedekatan garis lingkungan dan titik genotipe yang ada dalam gambar memperlihatkan keeratan hubungan antara
69
genotipe dengan lingkungan. Hal ini berarti lingkungan tersebut sangat memberikan dukungan yang baik terhadap genotipe yang cocok tumbuh pada lingkungan itu (Mattjik & Sumertajaya 2000). Dengan demikian genotipe padi gogo tipe baru yang diuji dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok yaitu genotipe yang stabil dan genotipe yang spesifik.
FG1-65-1-2 NATAR
TAMAN BOGO SUKABUMI Situ Bagendit Towuti
FG1R-30-1-1
INDRAMAYU
FG1R-30-1-5
FG1-6-1-2
FG1R-30-1-3
Fat-4-1-1
FG1R-30-1-4
FM1R-1-3-1 PURWOREJO
FG1-70-2-1
FG1R-36-1-1 BOGOR
WONOSARI
Gambar 9. Biplot interaksi IAKU1 dan IAKU2 untuk data hasil gabah/hektar. Biplot IAKU1 dan IAKU2 menunjukkan bahwa genotipe FG1R-30-1-5, FG1R-30-1-3 dan FG1R-30-1-1 memiliki keragaman yang relatif kecil. Keragaman yang kecil menempatkan ketiga genotipe tersebut mendekati pusat sumbu. Dengan demikian genotipe FG1R-30-1-5, FG1R-30-1-3 dan FG1R-30-11 dikelompokkan sebagai genotipe yang stabil dan beradaptasi luas (adaptasi umum) berdasarkan metoda stabilitas AMMI. Keeratan hubungan antara genotipe dan lingkungan tempat tumbuh ditunjukkan antara genotipe FM1R-1-3-1, Fat-4-1-1 dan Towuti dengan lokasi Purworejo; genotipe Situ Bagendit dengan lokasi genotipe Sukabumi; genotipe FG1-65-1-2 dengan lokasi Natar; genotipe FG1-6-1-2 dengan lokasi Indramayu; dan genotipe FG1-70-2-1, FG1R-36-1-1 dan FG1R-30-1-4 dengan lokasi Bogor. Hal ini menunjukkan bahwa genotipe FG1-70-2-1, FG1R-36-1-1, FG1R-30-1-4,
70
FG1-6-1-2, FG1-65-1-2, FM1R-1-3-1, Fat-4-1-1, Situ Bagendit
dan Towuti
sebagai genotipe yang spesifik dan beradaptasi sempit (adaptasi khusus) yang memiliki kemampuan tumbuh dengan baik pada lingkungan tersebut. Dengan demikian genotipe FM1R-1-3-1, Fat-4-1-1 dan Towuti sangat sesuai jika ditanam di lokasi Purworejo. Genotipe Situ Bagendit sangat sesuai jika ditanam di lokasi Sukabumi. Genotipe FG1-65-1-2 sangat sesuai jika ditanam di lokasi Natar. Genotipe FG1-6-1-2 sangat sesuai jika ditanam di lokasi Indramayu. Genotipe genotipe FG1-70-2-1, FG1R-36-1-1 dan FG1R-30-1-4 sangat sesuai jika ditanam di lokasi Bogor. Kriteria Stabilitas dari Empat Metode Uji Stabilitas Hasil Kemampuan beradaptasi yang luas suatu genotipe tanaman menunjukkan kemampuan yang stabil dalam menanggapi kondisi lingkungan yang berbeda. Stabilitas dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu stabilitas statis (stabilitas biologis) dan stabilitas dinamis (stabilitas agronomis) (Becker & Leon 1988, Kang 2002). Stabilitas statis (biologis) suatu genotipe dapat diketahui dengan menggunakan estimasi stabilitas dengan metode Francis dan Kannenberg dan Finlay dan Wilkinson dengan nilai koefisien regresi (bi) = 0 (Becker & Leon 1988). Stabilitas dinamis (agronomis) suatu genotipe dapat diketahui dengan menggunakan estimasi stabilitas dengan metode Plaisted dan Peterson, Plaisted, Wricke, Shukla, Finlay dan Wilkinson dengan nilai koefisien regresi (bi) = 1, Perkins dan Jinks, Eberhart dan Russell serta stabilitas metode Additive Main Effect Multiplicative Interaction (AMMI) (Becker & Leon 1988, Mattjik & Sumertajaya 2000). Tabel 28 menunjukkan kriteria stabilitas dari 12 galur yang diuji menggunakan empat metode analisis stabilitas hasil. Genotipe FG1R-30-1-5 dan FG1R-30-1-1 dinyatakan stabil oleh empat metode stabilitas hasil yaitu FrancisKannenberg, Finlay-Wilkinson, Eberhart-Russell dan AMMI. Genotipe FG1R-301-3 dinyatakan stabil oleh tiga metode stabilitas hasil yaitu Francis-Kannenberg, Eberhart-Russell dan AMMI. Dengan demikian genotipe FG1R-30-1-5, FG1R30-1-1 dan FG1R-30-1-3 sebagai genotipe yang memiliki stabilitas statis-dinamis. Stabil statis berdasarkan metode stabilitas Francis-Kannenberg dan stabil dinamis
71
berdasarkan ketiga metode yang lain (berdasarkan metode stabilitas
Finlay-
Wilkinson, Eberhart-Russell dan AMMI). Tabel 28. Kriteria stabil dari 4 metode analisis stabilitas hasil. Genotipe
Francis Kannenberg
Finlay Wilkinson
Eberhart Russell
AMMI
FG1-70-2-1
Tidak Stabil
DATM DATM Stabil/DAR DATM DATM Stabil/DAR DATM Stabil/DAR DATO DATO DATO DATO
Tidak Stabil
Spesifik
Tidak Stabil
Spesifik
Stabil
Stabil
Tidak Stabil
Spesifik
Tidak Stabil
Spesifik
Tidak Stabil
Spesifik
Stabil
Stabil
Stabil
Stabil
Tidak Stabil
Spesifik
Tidak Stabil
Spesifik
Tidak Stabil Tidak Stabil
Spesifik Spesifik
FG1R-36-1-1
Stabil
FG1R-30-1-5
Stabil
FG1R-30-1-4
Stabil
FG1-6-1-2
Tidak Stabil
FG1-65-1-2
Tidak Stabil
FG1R-30-1-3
Stabil
FG1R-30-1-1
Stabil
FM1R-1-3-1
Tidak Stabil
Fat-4-1-1
Tidak Stabil
Situ Bagendit Towuti
Tidak Stabil Tidak Stabil
Keterangan: DAR = daya adaptasi rendah terhadap semua lokasi, DATM = daya adaptasi tinggi di lingkungan marjinal, DATO = daya adaptasi tinggi di lingkungan optimal.
Genotipe FG1R-36-1-1 dan FG1R-30-1-4 dinyatakan stabil oleh satu metode uji stabilitas hasil yaitu Francis-Kannenberg (Tabel 28). Metode uji stabilitas Francis-Kannenberg sebagai metode stabilitas hasil yang tergolong dalam stabilitas statis (Becker & Leon 1988) atau biologis (Kang 2002). Dengan demikian genotipe FG1R-36-1-1 dan FG1R-30-1-4 dinyatakan sebagai genotipe dengan stabilitas statis. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata hasil relatif sama pada setiap lingkungan dengan respon homeostatis dan memiliki nilai koefisien keragaman mendekati nilai nol dan nilai ragam lingkungan juga mendekati nilai nol. Genotipe FG1-65-1-2 dinyatakan stabil oleh satu metode uji stabilitas hasil yaitu Finlay-Wilkinson (Tabel 28). Metode uji stabilitas Finlay-Wilkinson sebagai metode stabilitas hasil yang tergolong dalam stabilitas dinamis (Becker & Leon 1988) atau agronomis (Romagosa & Fox 1993). Dengan demikian genotipe FG165-1-2
dinyatakan sebagai genotipe dengan stabilitas dinamis. Hal ini
menunjukkan bahwa rata-rata hasil berfluktuasi dari suatu lokasi ke lokasi lainnya dengan respon developmental stability. Hasil regresi menunjukkan kenaikan hasil
72
sejalan dengan kenaikan indeks lingkungan yang dinyatakan dengan nilai koefisien regresi mendekati 1,0. Hasil genotipe tersebut lebih rendah dibanding rataan umum sehingga dinyatakan sebagai genotipe stabil dengan adaptasi yang rendah terhadap semua lingkungan. Genotipe FG1-70-2-1 dan FG1-6-1-2 dinyatakan tidak stabil oleh metode Francis-Kannenberg dan Eberhart-Russell (Tabel 28). Dua genotipe tersebut oleh metode stabilitas hasil metode Finlay-Wilkinson dinyatakan sebagai genotipe yang mampu beradaptasi pada lingkungan yang marjinal. Metode AMMI menunjukkan bahwa kedua genotipe tersebut sebagai genotipe spesifik lingkungan tertentu yaitu genotipe FG1-70-2-1 spesifik pada lokasi Bogor dan genotipe FG1-6-1-2 spesifik pada lokasi Indramayu. Dengan demikian kedua genotipe tersebut dinyatakan sebagai genotipe yang memiliki adaptasi spesifik pada lingkungan marjinal. Genotipe FM1R-1-3-1, Fat-4-1-1, Situ Bagendit dan Towuti dinyatakan tidak stabil oleh metode Francis-Kannenberg dan Eberhart-Russell (Tabel 28). Hasil analisis metode Finlay-Wilkinson menunjukkan bahwa keempat genotipe tersebut sebagai genotipe yang mampu beradaptasi pada lingkungan yang optimum. Metode AMMI menunjukkan bahwa keempat genotipe tersebut sebagai genotipe spesifik lingkungan tertentu yaitu genotipe FM1R-1-3-1, Fat-4-1-1 dan Towuti spesifik pada lokasi Purworejo dan genotipe Situ Bagendit spesifik pada lokasi Sukabumi.
Dengan demikian keempat genotipe tersebut dinyatakan
sebagai genotipe yang memiliki adaptasi spesifik pada lingkungan optimum.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Terdapat perbedaan keragaan karakter agronomis di antara 10 galur-galur harapan padi gogo tipe baru hasil kultur antera. Hasil analisis menunjukkan 2 (dua) galur, yaitu FM1R-1-3-1 dan Fat-4-1-1 paling banyak memiliki kriteria karakter padi gogo tipe baru seperti hasil gabah kering per rumpun yang tinggi (> 4 ton/ha), jumlah anakan produktif 8-15 batang, jumlah gabah per malai lebih dari 150 butir dan bobot 1000 butir lebih dari 24 gram. Karakter tinggi tanaman 100-120 cm dan persen gabah isi lebih dari 75% dapat dicapai oleh kedua genotipe tersebut, bila kedua genotipe tersebut ditanam dan tumbuh pada lingkungan yang optimal. Di antara sepuluh galur yang diuji, genotipe FM1R-13-1 memberikan hasil gabah per hektar tertinggi yaitu 4,52 ton/ha. Genotipe FM1R-1-3-1 merupakan genotipe yang memiliki adaptasi spesifik pada lingkungan optimum.
Saran Perlu dilakukan penanaman padi gogo pada musim tanam kedua untuk melihat pengaruh dari ragam yang dipengaruhi oleh faktor musim dan untuk melengkapi jumlah unit pengujian sebagai prasyarat untuk pelepasan suatu varietas unggul nasional berdasarkan permentan
Nomor 61/Permentan/OT.140/
10/2011 tanggal 5 Oktober 2011 yang mengharuskan melakukan pengujian dengan total unit sebanyak 8 unit pengujian.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah B, Tjokrowidjojo S, Sularjo. 2008. Perkembangan dan prospek perakitan padi tipe baru di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 27(1):1-9. Allard RW. 1960. Principles of Plant Breeding. New York: John Wiley & Sons. Annicchiarico P. 2002a. Defining adaptation strategies and yield-stability targets in breeding programmes. Di dalam: Kang MS, editor. Quantitative Genetics, Genomics and Plant Breeding. Walingford. Oxon.UK: CAB International Publishing. hlm 365-383. Annicchiarico P. 2002b. Genotype x Environment Interactions Challenges and Opportunities for Plant Breeding and Cultivar Recommendation. Rome: Foot and Agriculture Organization of the United Nations. [Badan Litbang Pertanian] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Komoditas Pertanian: Tinjauan Aspek Sumber daya Lahan. Jakarta: Badan Litbang Pertanian. Baihaki AN, Wicaksana. 2005. Interaksi genotipe x lingkungan, adaptabilitas, dan stabilitas hasil, dalam pengembangan tanaman varietas unggul di Indonesia. Zuriat 16(1):1-8. Basyr A, Punarto S, Suyamto, Supriyanti. 1983. Padi Gogo. Monograf Balittan Malang. No. 14. Malang: Balai Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. [BBSDLP] Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian. 2008. Policy Brief Keragaan dan Ketersediaan Sumber Daya Lahan untuk Pembangunan Pertanian. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber daya Lahan Pertanian. Becker HC, Leon J. 1988. Stability analysis in plant breeding. Plant Breeding 101: 1-23. Chagal GS, Gosal SS. 2002. Principles and Procedures of Plant Breeding, Biotechnological and Conventional Approaches. New Delhi. India: Narosa Publishing House. hlm 126-156. Chang T, Bardenas EA, Rosario ACD. 1965. The Morphology and Varietal Characteristics of the Rice Plant. Philippines: The International Rice Research Institute Technical. hlm 5-16. [Deptan] Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2011. Basis Data Statistik Pertanian. http://database.deptan.go.id/bdsp/newdata.asp [21 Februari 2011].
76
Dewi IS, Purwoko BS. 2001. Kultur antera untuk mendukung program pemuliaan tanaman padi. Bul Agron 29(2):59 – 63. Dewi IS, Purwoko BS. 2011. Kultur in vitro untuk produksi tanaman haploid androgenik. Di dalam: Bioteknologi dalam Pemuliaan Tanaman. Bogor: IPB Press. hlm 107-157. Dewi IS, Trilaksana AC, Trikoesoemaningtyas, Purwoko BS. 2009. Karakterisasi galur haploid ganda hasil kultur antera padi. Buletin Plama Nutfah 15(1): 1-12. Eberhart SA, Russell WA. 1966. Stability characters for comparing varieties. Crop Sci 6:36-40. Falconer DS, Mackay TFC. 1996. Introduction to Quantitative Genetics. Fourth Edition. England: Longman Group Ltd. Finlay KW, Wilkinson GN. 1963. The analysis of adaptation in a plant breeding programme. Aust J Agric Res 4:742-754. Francis TR, Kannenberg LW. 1978. Yield stability studies in short-season maize. I. A descriptive methods to for grouping genotype. Can J Plant Sci 58:1029-1034. Hadi AF. 2006. Model AMMI terampat untuk data berdistribusi bukan normal. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Herawati R, Purwoko BS, Dewi IS. 2009. Keragaman genetik dan karakter agronomi galur dihaploid padi gogo dengan sifat-sifat tipe baru hasil kultur antera. J Agron Indonesia 37(2):87 – 94. Herawati R, Purwoko BS, Khumaida N, Dewi IS, Abdullah B. 2008. Pembentukan galur dihaploid padi gogo dengan sifat-sifat tipe baru melalui kultur antera. Bul Agron 36(3):181 – 187. Jambormias E, Riry J. 2008. Aplikasi GGE biplot untuk evaluasi stabilitas dan adaptasi genotipa-genotipa dengan data percobaan lingkungan ganda. Jurnal Budidaya Pertanian 4(2):84-93. Kang MS. 2002. Genotype-environment interaction: Progress and Prospects. Di dalam: Kang MS, editor. Quantitative Genetics, Genomics and Plant Breeding. CAB International Publishing, Walingford, Oxon, UK. hlm 221-243. Khush GS. 1995. Breaking the yield frontier of rice. Geo Journal 35:329-332.
77
Khush GS, Coffman WR, Beachell HM. 2001. The history of rice breeding: IRRI’s contribution. Di dalam: Rockwood WG, editor. Rice Research and Production in the 21st Century. Symposium honoring Robert F. Chandler, Jr. New York: IRRI. hlm 117-135. Kobata T, Iida K. 2004. Low grain ripening in the New Plant Type rice due to shortage of assimilate supply. New Directions for a Diverse Planet: Proceedings of the 4th International Crop Science Congress Brisbane, Australia, 26 September – 1 October 2004. Lin CS, Binns MR, Lefkovitch LP. 1986. Stability analysis: where do we stand?. Crop Science 26: 894-900. Mangoendidjojo W. 2007. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. Cetakan ke-5. Yogyakarta: Kanisius. Manurung SO, Ismunadji M. 1988. Morfologi dan fisiologi padi. Di dalam: Ismunadji M, Partohardjono S, Syam M, Widjono A, editor. Padi Buku 1. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. hlm 55-102. Matsuo T, Hoshikawa K. 1993. Science of the Rice Plant Morphology. Volume I. Tokyo: Food and Agriculture Policy Research Center. Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2000. Perancangan Percobaan, dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Edisi pertama. Bogor: IPB Press. Moedjiono, Mejaya MJ. 1994. Variabilitas genetik beberapa karakter plasma nutfah jagung koleksi Balittas Malang. Zuriat 5(2):27-32. Novianti P, Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2010. Pendugaan kestabilan genotipe pada model AMMI menggunakan metode resampling bootstrap. Forum Statistika dan Komputasi 15 (1): 28-35. Panneerselvam R. 2004. Research Methodology. New Delhi: Prentice-Hall of India Privated Limited. hlm 311-365. Peng S, Khush GS, Cassman KG. 1994. Evaluation of a new plant ideotype for increased yield potential. Di dalam: Cassman KG, editor. Breaking the Yield Barrier. Proceedings of a Workshop on Rice Yield Potential in Favourable Environments. Los Banos. Philippines: International Rice Research Institute. hlm 5-20. Peng S, Cassman KG, Virmani SS, Sheehy J, Khush GS. 1999. Yield potential trends of tropical rice since the release of IR8 and the challenge of increasing rice yield potential. Crop Sci 39:1552-1559.
78
Peng S, Khush GS, Virk P, Tang Q, Zou Y. 2008. Progress in ideotype breeding to increased rice yield potential. Review. Field Crops Research 108: 3238. Perkins JM, Jinks JL. 1968. Environmental and genotype-environmental components of variability: III Multiple lines and crossers. Heredity 23: 339-356. Poespodarsono S. 1988. Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Bogor: Pusat Antar Universitas dan Lembaga Sumberdaya Informasi IPB. hlm 99-112. [Puslitbangtan] Pusat dan Penelitian Pengembangan Pertanian. 2003. Fatmawati padi varietas unggul tipe baru berdaya hasil tinggi. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 25:6. Rasyad A, Idwar. 2010. Interaksi genetik x lingkungan dan stabilitas komponen hasil berbagai genotipe kedelai di Provinsi Riau. J Agron Indonesia 38 (1): 25-29. Roy D. 2000. Plant Breeding. Analysis and Exploitation of Variation. New Delhi: Narosa publising House. hlm 701. Romagosa I, Fox PN. 1993. Genotype x environment interaction and adaptation. Dalam: Hayward MD, Bosemark, Romagosa I, editor. Plant Breeding. Principle and Prospects. London: Chapman and Hall. hlm 373-390. Rusdiansyah. 2006. Identifikasi Padi Gogo dan Padi Sawah Lokal Asal Kecamatan Sembakung dan Sebuku Kabupaten Nunukan. Proyek FORMACS-CARE Internasional Indonesia-Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman Samarinda. Samarinda: Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman Samarinda. a’diyah H, attjik AA, umertajaya I . 2011. Penanganan model campuran pada percobaan multilokasi menggunakan BLUP (mixed model in the analysis of multi-environment trial using BLUP). Di dalam: Mattjik AA, Sumertajaya IM, Hadi AF, Wibawa GNA. Pemodelan Aditif Main-Effect & Multiplicative Interaction (AMMI): Kini Dan Yang Akan Datang. Bogor: IPB Press. Safitri H. 2010. Kultur antera dan evaluasi galur dihaploid untuk mendapatkan padi gogo tipe baru. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Safitri H, Purwoko BS, Wirnas D, Dewi IS, Abdullah B. 2010. Daya kultur antera beberapa persilangan padi gogo dan padi tipe baru. J Agron Indonesia 38 (2):81-87.
79
Shukla GK. 1972. Some statistical aspects of partitioning genotype-environmental components of variability. Heredity 29:237-245. Singh RK, Chaudhary BD. 1979. Biometrical Methods in Quantitative Genetical Analysis. New Delhi. India: Kalyani Publication. hlm 54-57. Sleper DA, Poehlman JM. 2006. Breeding Field Crops. 5th edition. Ames. Iowa. USA: Blackwell Publishing. Stanfield WD. 1983. Theory and Problems of Genetics. 2nd Ed. New York: McGraw-Hill. Sujiprihati S, Syukur M, Yunianti R. 2006. Analisis stabilitas hasil tujuh populasi jagung manis menggunakan metode additive main effect multiplicative interaction (AMMI). Bul Agron 34 (2): 93–97. Sumertajaya IM. 2007. Analisis Statistik Interaksi Genotipe dengan Lingkungan. Departemen Statistik, Fakultas Matematika dan IPA. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Soemartono. 1988. Genetika Kuantitatif. Buku Catatan Bioteknologi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Kuliah.
PAU
Syukur M. 2008. Analisis Stabilitas dan Analisis Ragam Menggunakan SAS. Modul Pelatihan Pengelolaan Data. Indonesia: PT. DuPont Indonesia. Syukur M, Sujiprihati S, dan Yunianti R. 2009. Teknik Pemuliaan Tanaman. Bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Bogor: Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian IPB. Vergara BS, Venkateswarlu B, Janoria M, Ahn JK, Kim JK, Visperas RM. 1991. Rationale for a low-tillering rice plant type with high-density grains. Di dalam Direct Seeded Flooded Rice in the Tropics. Selected Papers from the International Rice Research Conference Seoul, Korea 27-31 August 1990. Philippines: International Rice Research Institute. hlm 39-54. Wricke G. 1962. On a method of understanding the biological diversity in field research. Z Planzenzuchtg 47:92-146. Wricke G, Weber WE. 1986. Quantitative Genetics and Selection in Plant Breeding. Berlin-New York: Walter de Gruyter. hlm 45.
LAMPIRAN
81
Lampiran 1. Deskripsi varietas pembanding a. Situ Bagendit Nomor seleksi Asal Persilangan Golongan Umur tanaman Bentuk tanaman Tinggi tanaman Anakan produktif Warna kaki Warna batang Warna telinga daun Warna lidah daun Warna daun Muka daun Posisi daun Daun bendera Bentuk gabah Warna gabah Kerontokan Kerebahan Tekstur nasi Kadar amilosa Bobot 1000 butir Rata-rata hasil
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Potensi hasil : Ketahanan terhadap Penyakit :
Anjuran tanam
:
Pemulia
:
Tim peneliti Teknisi Dilepas tahun
: : :
S4325D-1-2-3-1 Batur/2*S2823-7D-8-1-A Cere 110 - 120 hari Tegak 99 - 105 cm 12 - 13 batang Hijau Hijau Tidak berwarna Tidak berwarna Hijau Kasar Tegak Tegak Panjang ramping Kuning bersih Sedang Sedang Pulen 22 % 27,5 g 4,0 t/ha pada lahan kering 5,5 t/ha pada lahan sawah 6,0 t/ha • Agak tahan terhadap blas • Agak tahan terhadap hawar daun bakteri strain III dan IV Cocok ditanam di lahan kering maupun ditanam di lahan sawah Z.A. Simanullang, Aan A. Daradjat, Ismail BP, dan N. Yunani, Mukelar Amir, Atito D., dan Y. Samaullah, Meru, U. Sujanang, Karmita, dan Sukarno 2003
82
b. Towuti Nomor seleksi Asal persilangan Golongan Umur tanaman Bentuk tanaman Tinggi tanaman Anakan produktif Warna kaki Warna batang Warna telinga daun Warna lidah daun Warna daun Muka daun Posisi daun Daun bendera Bentuk gabah Warna gabah Kerontokan Kerebahan Tekstur nasi Kadar amilosa Bobot 1000 butir Rata –rata hasil
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Potensi hasil Ketahanan terhadap Hama
: :
Penyakit
:
Anjuran tanam
:
Pemulia
:
Dilepas tahun
:
S3385-5E-16-3-2 S499B-28/Carreon//2*IR64 Cere 105 - 115 hari Tegak 95 - 100 cm 13 - 15 batang Hijau Hijau Tidak berwarna Tidak berwarna Hijau Kasar sebelah bawah daun Tegak Tegak Ramping Kuning bersih Sedang Sedang Pulen 23 % 26 g 4,0 t/ha pada lahan kering 6,0 t/ha pada lahan sawah 7,0 t/ha • Agak tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan rentan biotipe 3 • Agak tahan hawar daun bakteri strain III dan IV, dan agak tahan terhadap blas Cocok ditanam di lahan sawah, maupun lahan kering pada musim hujan. Untuk lahan kering sebaiknya tidak lebih dari 500 m dpl. Z. A. Simanullang, Tarjat T., Aan A. Daradjat, Ismail BP. dan E. Sumadi 1999
83
Lampiran 2. Lay out pelaksanaan di lapangan a. Lay Out Lapangan 1:
100 cm 100 cm
100 cm
100 cm
100 cm
I. R1
I. R2
I. R3
I. R4
I. R5
I. R6
I. R7
I. R8
I. R9
I. R10
I. R11
I. R12
II. R9
II. R6
II. R8
II. R5
II. R12
II. R10
II. R4
II. R1
II. R7
II. R2
II. R3
II. R11
III. R5
III. R4
III. R11
III. R6
III. R3
III. R1
III. R7
III. R10
III. R2
III. R12
III. R8
III. R9
IV. R6
IV. R5
IV. R3
IV. R9
IV. R12
IV. R2
IV. R4
IV. R7
IV. R10
IV. R8
IV. R11
IV. R1
100 cm
Keterangan: R1 = R2 = R3 = R4 = R5 = R6 = R7 = R8 = R9 = R10 = R11 = R12 = =
FG1-70-2-1 FG1R-36-1-1 FG1R-30-1-5 FG1R-30-1-4 FG1-6-1-2 FG1-65-1-2 FG1R-30-1-3 FG1R-30-1-1 FM1R-1-3-1 Fat-4-1-1 Situ Bagendit Towuti Jarak
100 cm
100 cm
100 cm
100 cm
84
b. Lay Out Lapangan 2:
100 cm 100 cm
100 cm
100 cm
100 cm
I. R1 I. R7
I. R2 I. R8
I. R3 I. R9
I. R4 I. R10
I. R5 I. R11
I. R6 I. R12
II. R9 II. R11
II. R6 II. R3
II. R8 II. R2
II. R5 II. R7
II. R12 II. R1
II. R10 II. R4
III. R5 III. R9
III. R4 III. R7
III. R11 III. R12
III. R6 III. R2
III. R3 III. R10
III. R1 III. R8
IV. R6 IV. R1
IV. R5 IV. R11
IV. R3 IV. R8
IV. R9 IV. R10
IV. R12 IV. R7
IV. R2 IV. R4
100 cm
Keterangan: R1 = R2 = R3 = R4 = R5 = R6 = R7 = R8 = R9 = R10 = R11 = R12 = =
FG1-70-2-1 FG1R-36-1-1 FG1R-30-1-5 FG1R-30-1-4 FG1-6-1-2 FG1-65-1-2 FG1R-30-1-3 FG1R-30-1-1 FM1R-1-3-1 Fat-4-1-1 Situ Bagendit Towuti Jarak
100 cm
100 cm
100 cm
100 cm
85
c. Lay Out Lapangan 3:
100 cm
100 cm
100 cm
I. R1 I. R6 I. R7 I. R12
I. R2 I. R5 I. R8 I. R11
I. R3 I. R4 I. R9 I. R10
II. R9 II. R10 II. R4 II. R11
II. R6 II. R12 II. R1 II. R3
II. R8 II. R5 II. R7 II. R2
80 cm
80 cm
100 cm
Keterangan: R1 = R2 = R3 = R4 = R5 = R6 = R7 = R8 = R9 = R10 = R11 = R12 = =
FG1-70-2-1 FG1R-36-1-1 FG1R-30-1-5 FG1R-30-1-4 FG1-6-1-2 FG1-65-1-2 FG1R-30-1-3 FG1R-30-1-1 FM1R-1-3-1 Fat-4-1-1 Situ Bagendit Towuti Jarak
III. R5 III. R1 III. R7 III. R9
III. R4 III. R3 III. R10 III. R8
III. R11 III. R6 III. R2 III. R12
IV. R6 IV. R2 IV. R4 IV. R8
IV. R5 IV. R12 IV. R7 IV. R11
IV. R3 IV. R9 IV. R10 IV. R1
100 cm
100 cm
86
Lampiran 3. Data iklim beberapa lokasi uji. a. Lokasi Bogor
87
a. Lanjutan Lokasi Bogor
88
b. Lokasi Taman Bogo
89
b. Lanjutan Lokasi Taman Bogo
90
c. Lokasi
Wonosari
91
Lampiran 4. Grafik uji kenormalan, uji kehomogenan ragam dan transformasi box-cox. a. Umur berbunga Grafik uji kenormalan umur berbunga (HST) padi gogo
Grafik uji kehomogenan ragam umur berbunga (HST) padi gogo
Normal
99.9
Mean StDev N KS P-Value
99
Lingk_Genotipe
Percent
95 90
-4.35630E-15 2.483 336 0.139 <0.010
80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1
-15
-10
-5 0 RESIDU UB (HST)
5
10
11 110 111 112 12 13 14 15 16 17 18 19 21 210 211 212 22 23 24 25 26 27 28 29 31 310 311 312 32 33 34 35 36 37 38 39 41 410 411 412 42 43 44 45 46 47 48 49 51 510 511 512 52 53 54 55 56 57 58 59 61 610 611 612 62 63 64 65 66 67 68 69 71 710 711 712 72 73 74 75 76 77 78 79
Bartlett's Test Test Statistic P-Value
283.91 0.000
Lev ene's Test Test Statistic P-Value
0
1.96 0.000
20 40 60 80 100 120 140 160 180 95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
A
B
Box-Cox Plot of UB (HST) Lower C L
4.0
Upper CL Lambda (using 95.0% confidence)
3.8
StDev
3.6
Estimate
3.24
Lower CL Upper CL
2.26 4.36
Rounded Value
3.00
3.4 3.2 3.0 Limit -5.0
-2.5
0.0 Lambda
2.5
5.0
C Keterangan: (A) Grafik uji kenormalan data primer umur berbunga (HST) padi gogo. (B) Grafik uji kehomogenan ragam data primer umur berbunga (HST) padi gogo. (C) Grafik transformasi Box-Cox untuk data umur berbunga (HST) padi gogo.
92
b. Umur Panen Grafik uji kehomogenan ragam umur panen (HST) padi gogo
Grafik uji kenormalan umur panen (HST) padi gogo Normal
99.9
Mean StDev N KS P-Value
99
Lingk_Genotipe
Percent
95 90
1.776357E-15 2.192 336 0.140 <0.010
80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1
-10
-5
0 5 RESIDU UP (HST)
10
11 110 111 112 12 13 14 15 16 17 18 19 21 210 211 212 22 23 24 25 26 27 28 29 31 310 311 312 32 33 34 35 36 37 38 39 41 410 411 412 42 43 44 45 46 47 48 49 51 510 511 512 52 53 54 55 56 57 58 59 61 610 611 612 62 63 64 65 66 67 68 69 71 710 711 712 72 73 74 75 76 77 78 79
15
Bartlett's Test Test Statistic P-Value
240.13 0.000
Lev ene's Test Test Statistic P-Value
0
2.25 0.000
20 40 60 80 100 120 140 95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
A
B
Box-Cox Plot of UP (HST) Upper CL
3.1
Lambda
StDev
(using 95.0% confidence)
3.0
Estimate
-4.50
2.9
Lower CL Upper CL
* -3.11
Rounded Value
-4.50
2.8 2.7 2.6 2.5
Limit
2.4 -5.0
-2.5
0.0 Lambda
2.5
5.0
C Keterangan: (A) Grafik uji kenormalan data primer umur panen (HST) padi gogo. (B) Grafik uji kehomogenan ragam data primer umur panen (HST) padi gogo. (C) Grafik transformasi Box-Cox untuk data umur panen (HST) padi gogo.
93
c. Tinggi Tanaman Grafik uji kenormalan tinggi tanaman (cm) padi gogo
Grafik uji kehomogenan ragam tinggi tanaman (cm) padi gogo
Normal
99.9
Mean StDev N KS P-Value
99
Lingk_Genotipe
Percent
95 90
-8.03590E-16 5.794 336 0.078 <0.010
80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1
-50
-40
-30
-20 -10 RESIDU TT (cm)
0
10
20
11 110 111 112 12 13 14 15 16 17 18 19 21 210 211 212 22 23 24 25 26 27 28 29 31 310 311 312 32 33 34 35 36 37 38 39 41 410 411 412 42 43 44 45 46 47 48 49 51 510 511 512 52 53 54 55 56 57 58 59 61 610 611 612 62 63 64 65 66 67 68 69 71 710 711 712 72 73 74 75 76 77 78 79
Bartlett's Test Test Statistic P-Value
166.84 0.000
Levene's Test Test Statistic P-Value
0
1.31 0.061
100 200 300 400 500 95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
A
B
Box-Cox Plot of TT (cm) Lower CL
45
Upper CL Lambda (using 95.0% confidence)
StDev
40
Estimate
35
Lower CL Upper CL
30
Rounded Value
0.26 -0.04 0.61 0.50
25 20 15 10 Limit -5.0
-2.5
0.0 Lambda
2.5
5.0
C
Grafik uji kenormalan tinggi tanaman (cm) padi gogo
Grafik uji kehomogenan ragam tinggi tanaman (cm) padi gogo
Normal
99.9
Mean StDev N KS P-Value
99
Lingk_Genotipe
Percent
95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1
9.516197E-17 0.2756 336 0.067 <0.010
-2.0
-1.5
-1.0 -0.5 0.0 RESIDU TT (cm)
D
0.5
1.0
11 110 111 112 12 13 14 15 16 17 18 19 21 210 211 212 22 23 24 25 26 27 28 29 31 310 311 312 32 33 34 35 36 37 38 39 41 410 411 412 42 43 44 45 46 47 48 49 51 510 511 512 52 53 54 55 56 57 58 59 61 610 611 612 62 63 64 65 66 67 68 69 71 710 711 712 72 73 74 75 76 77 78 79
Bartlett's Test Test Statistic P-Value
156.93 0.000
Lev ene's Test Test Statistic P-Value
0
5 10 15 20 95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
1.27 0.080
25
E
Keterangan: (A) Grafik uji kenormalan data primer tinggi tanaman (cm) padi gogo. (B) Grafik uji kehomogenan ragam data primer tinggi tanaman (cm) padi gogo. (C) Grafik transformasi Box-Cox untuk data tinggi tanaman (cm) padi gogo. (D) Grafik uji kenormalan data transformasi tinggi tanaman (cm) padi gogo. (E) Grafik uji kehomogenan ragam data transformasi tinggi tanaman (cm) padi gogo.
94
d. Jumlah Anakan Vegetatif Grafik uji kehomogenan ragam jumlah anakan vegetatif padi gogo
Grafik uji kenormalan jumlah anakan vegetatif padi gogo Normal
99.9
Mean StDev N KS P-Value
99
Lingk_Genotipe
Percent
95 90
-1.26883E-16 2.781 336 0.097 <0.010
80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1
-15
-10
-5
0 RESIDU JAV
5
10
11 110 111 112 12 13 14 15 16 17 18 19 21 210 211 212 22 23 24 25 26 27 28 29 31 310 311 312 32 33 34 35 36 37 38 39 41 410 411 412 42 43 44 45 46 47 48 49 51 510 511 512 52 53 54 55 56 57 58 59 61 610 611 612 62 63 64 65 66 67 68 69 71 710 711 712 72 73 74 75 76 77 78 79
Bartlett's Test Test Statistic P-Value
248.98 0.000
Levene's Test Test Statistic P-Value
0
2.45 0.000
50 100 150 200 95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
A
B
Box-Cox Plot of JAV Lower CL
40
Upper CL Lambda (using 95.0% confidence)
30
Estimate
-0.02
Lower CL Upper CL
-0.17 0.11
StDev
Rounded Value
0.00
20
10 Limit 0 -5
-4
-3
-2 -1 Lambda
0
1
2
C
Grafik uji kenormalan jumlah anakan vegetatif padi gogo
Grafik uji kehomogenan ragam jumlah anakan vegetatif padi gogo
Normal
99.9
Mean StDev N KS P-Value
99
Lingk_Genotipe
Percent
95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1
-1.32169E-18 0.1407 336 0.038 >0.150
-0.50
-0.25
0.00 RESIDU JAV
0.25
D
0.50
11 110 111 112 12 13 14 15 16 17 18 19 21 210 211 212 22 23 24 25 26 27 28 29 31 310 311 312 32 33 34 35 36 37 38 39 41 410 411 412 42 43 44 45 46 47 48 49 51 510 511 512 52 53 54 55 56 57 58 59 61 610 611 612 62 63 64 65 66 67 68 69 71 710 711 712 72 73 74 75 76 77 78 79
Bartlett's Test Test Statistic P-Value
125.85 0.002
Lev ene's Test Test Statistic P-Value
0
1 2 3 4 5 6 7 8 95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
1.68 0.001
9
E
Keterangan: (A) Grafik uji kenormalan data primer jumlah anakan vegetatif padi gogo. (B) Grafik uji kehomogenan ragam data primer jumlah anakan vegetatif padi gogo. (C) Grafik transformasi Box-Cox untuk data jumlah anakan vegetatif padi gogo. (D) Grafik uji kenormalan data transformasi jumlah anakan vegetatif padi gogo. (E) Grafik uji kehomogenan ragam data transformasi jumlah anakan vegetatif padi gogo.
95
e. Jumlah Anakan Produktif Grafik uji kenormalan jumlah anakan produktif padi gogo
Grafik uji kehomogenan ragam jumlah anakan produktif padi gogo
Normal
99.9
Mean StDev N KS P-Value
99
Lingk_Genotipe
Percent
95 90
3.965082E-17 1.448 336 0.058 <0.010
80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1
-5.0
-2.5
0.0 RESIDU JAP
2.5
5.0
11 110 111 112 12 13 14 15 16 17 18 19 21 210 211 212 22 23 24 25 26 27 28 29 31 310 311 312 32 33 34 35 36 37 38 39 41 410 411 412 42 43 44 45 46 47 48 49 51 510 511 512 52 53 54 55 56 57 58 59 61 610 611 612 62 63 64 65 66 67 68 69 71 710 711 712 72 73 74 75 76 77 78 79
Bartlett's Test Test Statistic P-Value
177.33 0.000
Levene's Test Test Statistic P-Value
0
2.45 0.000
10 20 30 40 50 60 70 80 90 95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
A
B
Box-Cox Plot of JAP Lower CL
Upper CL Lambda
25
(using 95.0% confidence) Estimate
20
Lower CL Upper CL
StDev
Rounded Value
0.02 -0.15 0.20 0.00
15
10
5 Limit 0 -5.0
-2.5
0.0 Lambda
2.5
5.0
C
Grafik uji kenormalan jumlah anakan produktif padi gogo
Grafik uji kehomogenan ragam jumlah anakan produktif padi gogo
Normal
99.9
Mean StDev N KS P-Value
99
Lingk_Genotipe
Percent
95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1
-3.30424E-17 0.1359 336 0.031 >0.150
-0.5
-0.4
-0.3 -0.2
-0.1 0.0 0.1 RESIDU JAP
D
0.2
0.3
0.4
11 110 111 112 12 13 14 15 16 17 18 19 21 210 211 212 22 23 24 25 26 27 28 29 31 310 311 312 32 33 34 35 36 37 38 39 41 410 411 412 42 43 44 45 46 47 48 49 51 510 511 512 52 53 54 55 56 57 58 59 61 610 611 612 62 63 64 65 66 67 68 69 71 710 711 712 72 73 74 75 76 77 78 79
Bartlett's Test Test Statistic P-Value
111.71 0.020
Lev ene's Test Test Statistic P-Value
0
1 2 3 4 5 95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
1.14 0.225
6
E
Keterangan: (A) Grafik uji kenormalan data primer jumlah anakan produktif padi gogo. (B) Grafik uji kehomogenan ragam data primer jumlah anakan produktif padi gogo. (C) Grafik transformasi Box-Cox untuk data jumlah anakan produktif padi gogo. (D) Grafik uji kenormalan data transformasi jumlah anakan produktif padi gogo. (E) Grafik uji kehomogenan ragam data transformasi jumlah anakan produktif padi gogo.
96
f. Panjang Malai
Grafik uji kenormalan panjang malai (cm) padi gogo Normal
99.9
Mean StDev N KS P-Value
99
Percent
95 90
-1.01506E-15 0.9568 336 0.044 0.106
80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1
-5.0
-2.5
0.0 2.5 RESIDU PM (cm)
5.0
7.5
A
Lingk_Genotipe
Grafik uji kehomogenan ragam panjang malai (cm) padi gogo 11 110 111 112 12 13 14 15 16 17 18 19 21 210 211 212 22 23 24 25 26 27 28 29 31 310 311 312 32 33 34 35 36 37 38 39 41 410 411 412 42 43 44 45 46 47 48 49 51 510 511 512 52 53 54 55 56 57 58 59 61 610 611 612 62 63 64 65 66 67 68 69 71 710 711 712 72 73 74 75 76 77 78 79
Bartlett's Test Test Statistic P-Value
132.87 0.000
Levene's Test Test Statistic P-Value
0
1.30 0.063
10 20 30 40 50 60 70 80 95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
B Keterangan: (A) Grafik uji kenormalan data primer panjang malai (cm) padi gogo. (B) Grafik uji kehomogenan ragam data primer panjang malai (cm) padi gogo.
97
g. Jumlah Gabah Isi Grafik uji kenormalan jumlah gabah isi padi gogo
Grafik uji kehomogenan ragam jumlah gabah isi padi gogo
Normal
99.9
Mean StDev N KS P-Value
99
Lingk_Genotipe
Percent
95 90
5.878895E-15 15.22 336 0.064 <0.010
80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1
-50
-25
0 25 RESIDU JGI
50
75
11 110 111 112 12 13 14 15 16 17 18 19 21 210 211 212 22 23 24 25 26 27 28 29 31 310 311 312 32 33 34 35 36 37 38 39 41 410 411 412 42 43 44 45 46 47 48 49 51 510 511 512 52 53 54 55 56 57 58 59 61 610 611 612 62 63 64 65 66 67 68 69 71 710 711 712 72 73 74 75 76 77 78 79
Bartlett's Test Test Statistic P-Value
201.42 0.000
Lev ene's Test Test Statistic P-Value
0
2.05 0.000
200 400 600 800 1000 1200 1400 95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
A
B
Box-Cox Plot of JGI Lower CL
Upper CL Lambda
60
(using 95.0% confidence)
StDev
50
Estimate
0.34
Lower CL Upper CL
0.20 0.45
Rounded Value
0.34
40
30
20
Limit -1
0
1 Lambda
2
3
C
Grafik uji kenormalan jumlah gabah isi padi gogo
Grafik uji kehomogenan ragam jumlah gabah isi padi gogo
Normal
99.9
Mean StDev N KS P-Value
99
Lingk_Genotipe
Percent
95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1
-1.45386E-16 0.2090 336 0.049 0.052
-1.0
-0.5
0.0 RESIDU JGI
D
0.5
1.0
11 110 111 112 12 13 14 15 16 17 18 19 21 210 211 212 22 23 24 25 26 27 28 29 31 310 311 312 32 33 34 35 36 37 38 39 41 410 411 412 42 43 44 45 46 47 48 49 51 510 511 512 52 53 54 55 56 57 58 59 61 610 611 612 62 63 64 65 66 67 68 69 71 710 711 712 72 73 74 75 76 77 78 79
Bartlett's Test Test Statistic P-Value
146.28 0.000
Lev ene's Test Test Statistic P-Value
0
2 4 6 8 10 12 95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
1.61 0.003
14
E
Keterangan: (A) Grafik uji kenormalan data primer jumlah gabah isi padi gogo. (B) Grafik uji kehomogenan ragam data primer jumlah gabah isi padi gogo. (C) Grafik transformasi BoxCox untuk data jumlah gabah isi padi gogo. (D) Grafik uji kenormalan data transformasi jumlah gabah isi padi gogo. (E) Grafik uji kehomogenan ragam data transformasi jumlah gabah isi padi gogo.
98
h. Jumlah Gabah Hampa Grafik uji kenormalan jumlah gabah hampa padi gogo
Grafik uji kehomogenan ragam jumlah gabah hampa padi gogo
Normal
99.9
Mean StDev N KS P-Value
99
Lingk_Genotipe
Percent
95 90
2.036731E-15 11.68 336 0.085 <0.010
80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1
-50
-25
0 RESIDU JGH
25
50
11 110 111 112 12 13 14 15 16 17 18 19 21 210 211 212 22 23 24 25 26 27 28 29 31 310 311 312 32 33 34 35 36 37 38 39 41 410 411 412 42 43 44 45 46 47 48 49 51 510 511 512 52 53 54 55 56 57 58 59 61 610 611 612 62 63 64 65 66 67 68 69 71 710 711 712 72 73 74 75 76 77 78 79
Bartlett's Test Test Statistic P-Value
241.16 0.000
Lev ene's Test Test Statistic P-Value
0
2.47 0.000
100 200 300 400 500 600 700 800 95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
A
B
Box-Cox Plot of JGH Lower CL
250
Upper CL Lambda (using 95.0% confidence)
200
StDev
150
Estimate
0.31
Lower CL Upper CL
0.24 0.40
Rounded Value
0.31
100
50 Limit
0 -1
0
1 Lambda
2
3
C
Grafik uji kenormalan jumlah gabah hampa padi gogo
Grafik uji kehomogenan ragam jumlah gabah hampa padi gogo
Normal
99.9
Mean StDev N KS P-Value
99
Lingk_Genotipe
Percent
95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1
7.599741E-17 0.2225 336 0.042 >0.150
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2 0.0 0.2 RESIDU JGH
D
0.4
0.6
0.8
11 110 111 112 12 13 14 15 16 17 18 19 21 210 211 212 22 23 24 25 26 27 28 29 31 310 311 312 32 33 34 35 36 37 38 39 41 410 411 412 42 43 44 45 46 47 48 49 51 510 511 512 52 53 54 55 56 57 58 59 61 610 611 612 62 63 64 65 66 67 68 69 71 710 711 712 72 73 74 75 76 77 78 79
Bartlett's Test Test Statistic P-Value
130.14 0.001
Lev ene's Test Test Statistic P-Value
0
1.27 0.083
1 2 3 4 5 6 7 8 9 95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
E
Keterangan: (A) Grafik uji kenormalan data primer jumlah gabah hampa padi gogo. (B) Grafik uji kehomogenan ragam data primer jumlah gabah hampa padi gogo. (C) Grafik transformasi Box-Cox untuk data jumlah gabah hampa padi gogo. (D) Grafik uji kenormalan data transformasi jumlah gabah hampa padi gogo. (E) Grafik uji kehomogenan ragam data transformasi jumlah gabah hampa padi gogo.
99
i. Jumlah Gabah Total Grafik uji kenormalan jumlah gabah total padi gogo
Grafik uji kehomogenan ragam jumlah gabah total padi gogo
Normal
99.9
Mean StDev N KS P-Value
99
Lingk_Genotipe
Percent
95 90
-1.90324E-15 16.79 336 0.058 <0.010
80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1
-50
-25
0 25 RESIDU JGT
50
75
11 110 111 112 12 13 14 15 16 17 18 19 21 210 211 212 22 23 24 25 26 27 28 29 31 310 311 312 32 33 34 35 36 37 38 39 41 410 411 412 42 43 44 45 46 47 48 49 51 510 511 512 52 53 54 55 56 57 58 59 61 610 611 612 62 63 64 65 66 67 68 69 71 710 711 712 72 73 74 75 76 77 78 79
Bartlett's Test Test Statistic P-Value
165.97 0.000
Lev ene's Test Test Statistic P-Value
0
1.90 0.000
200 400 600 800 1000 1200 1400 95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
B
A
Box-Cox Plot of JGT Lower C L
250
Upper CL Lambda (using 95.0% confidence) Estimate
200
Lower CL Upper CL Rounded Value
StDev
150
0.03 -0.15 0.23 0.00
100
50 Limit 0 -5.0
-2.5
0.0 Lambda
2.5
5.0
C
Grafik uji kenormalan jumlah gabah total padi gogo
Grafik uji kehomogenan ragam jumlah gabah total padi gogo
Normal
99.9
Mean StDev N KS P-Value
99
Lingk_Genotipe
Percent
95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1
-6.60847E-17 0.09216 336 0.043 0.140
-0.4
-0.3
-0.2
-0.1 0.0 0.1 RESIDU JGT
D
0.2
0.3
0.4
11 110 111 112 12 13 14 15 16 17 18 19 21 210 211 212 22 23 24 25 26 27 28 29 31 310 311 312 32 33 34 35 36 37 38 39 41 410 411 412 42 43 44 45 46 47 48 49 51 510 511 512 52 53 54 55 56 57 58 59 61 610 611 612 62 63 64 65 66 67 68 69 71 710 711 712 72 73 74 75 76 77 78 79
Bartlett's Test Test Statistic P-Value
117.66 0.007
Lev ene's Test Test Statistic P-Value
0
1 2 3 4 5 95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
1.42 0.021
6
E
Keterangan: (A) Grafik uji kenormalan data primer jumlah gabah total padi gogo. (B) Grafik uji kehomogenan ragam data primer jumlah gabah total padi gogo. (C) Grafik transformasi Box-Cox untuk data jumlah gabah total padi gogo. (D) Grafik uji kenormalan data transformasi jumlah gabah total padi gogo. (E) Grafik uji kehomogenan ragam data transformasi jumlah gabah total padi gogo.
100
j. Persen Gabah Isi Grafik uji kenormalan persen gabah isi (%) padi gogo
Grafik uji kehomogenan ragam persen gabah isi (%) padi gogo
Normal
99.9
Mean StDev N KS P-Value
99
Lingk_Genotipe
Percent
95 90
-4.01795E-16 5.099 336 0.079 <0.010
80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1
-30
-20
-10 0 RESI_PGI
10
20
11 110 111 112 12 13 14 15 16 17 18 19 21 210 211 212 22 23 24 25 26 27 28 29 31 310 311 312 32 33 34 35 36 37 38 39 41 410 411 412 42 43 44 45 46 47 48 49 51 510 511 512 52 53 54 55 56 57 58 59 61 610 611 612 62 63 64 65 66 67 68 69 71 710 711 712 72 73 74 75 76 77 78 79
Bartlett's Test Test Statistic P-Value
188.16 0.000
Lev ene's Test Test Statistic P-Value
0
1.81 0.000
50 100 150 200 250 300 350 95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
A
B
Box-Cox Plot of PGI Lower CL
17.5
Upper CL Lambda (using 95.0% confidence)
15.0
StDev
12.5
Estimate
2.32
Lower CL Upper CL
2.01 2.66
Rounded Value
2.32
10.0
7.5 Limit
5.0 -2
-1
0
1 2 Lambda
3
4
5
C
Grafik uji kenormalan persen gabah isi (%) padi gogo
Grafik uji kehomogenan ragam persen gabah isi (%) padi gogo
Normal
99.9
Mean StDev N KS P-Value
99
Lingk_Genotipe
Percent
95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1
-10000
1.112507E-12 2763 336 0.062 <0.010
-5000
0 RESI_PGI_T
D
5000
10000
11 110 111 112 12 13 14 15 16 17 18 19 21 210 211 212 22 23 24 25 26 27 28 29 31 310 311 312 32 33 34 35 36 37 38 39 41 410 411 412 42 43 44 45 46 47 48 49 51 510 511 512 52 53 54 55 56 57 58 59 61 610 611 612 62 63 64 65 66 67 68 69 71 710 711 712 72 73 74 75 76 77 78 79
Bartlett's Test Test Statistic P-Value
141.81 0.000
Lev ene's Test Test Statistic P-Value
0
20000
40000
60000
1.59 0.003
80000 100000 120000 140000
95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
E
Keterangan: (A) Grafik uji kenormalan data primer persen gabah Isi (%) padi gogo. (B) Grafik uji kehomogenan ragam data primer persen gabah isi (%) padi gogo. (C) Grafik transformasi Box-Cox untuk data persen gabah isi (%) padi gogo. (D) Grafik uji kenormalan data transformasi persen gabah isi (%) padi gogo. (E) Grafik uji kehomogenan ragam data transformasi persen gabah isi (%) padi gogo.
101
k. Persen Gabah Hampa Grafik uji kenormalan persen gabah hampa (%) padi gogo
Grafik uji kehomogenan ragam persen gabah hampa (%) padi gogo
Normal
99.9
Mean StDev N KS P-Value
99
Lingk_Genotipe
Percent
95 90
-1.58603E-15 5.123 336 0.082 <0.010
80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1
-20
-10
0 10 RESIDU PGH (%)
20
30
11 110 111 112 12 13 14 15 16 17 18 19 21 210 211 212 22 23 24 25 26 27 28 29 31 310 311 312 32 33 34 35 36 37 38 39 41 410 411 412 42 43 44 45 46 47 48 49 51 510 511 512 52 53 54 55 56 57 58 59 61 610 611 612 62 63 64 65 66 67 68 69 71 710 711 712 72 73 74 75 76 77 78 79
Bartlett's Test Test Statistic P-Value
197.21 0.000
Lev ene's Test Test Statistic P-Value
0
1.86 0.000
50 100 150 200 250 300 350 95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
A
B
Box-Cox Plot of PGH (%) Lower CL
Upper CL Lambda
StDev
90
(using 95.0% confidence)
80
Estimate
0.44
70
Lower CL Upper CL
0.35 0.52
60
Rounded Value
0.50
50 40 30 20 10
Limit
0 -1
0
1 Lambda
2
3
C
Grafik uji kenormalan persen gabah hampa (%) padi gogo
Grafik uji kehomogenan ragam persen gabah hampa (%) padi gogo
Normal
99.9
Mean StDev N KS P-Value
99
Lingk_Genotipe
Percent
95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1
7.401487E-17 0.4583 336 0.063 <0.010
-1.5
-1.0
-0.5 0.0 0.5 RESIDU PGH (%)
D
1.0
1.5
11 110 111 112 12 13 14 15 16 17 18 19 21 210 211 212 22 23 24 25 26 27 28 29 31 310 311 312 32 33 34 35 36 37 38 39 41 410 411 412 42 43 44 45 46 47 48 49 51 510 511 512 52 53 54 55 56 57 58 59 61 610 611 612 62 63 64 65 66 67 68 69 71 710 711 712 72 73 74 75 76 77 78 79
Bartlett's Test Test Statistic P-Value
137.05 0.000
Lev ene's Test Test Statistic P-Value
0
5 10 15 20 95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
1.39 0.028
25
E
Keterangan: (A) Grafik uji kenormalan data primer persen gabah hampa (%) padi gogo. (B) Grafik uji kehomogenan ragam data primer persen gabah hampa (%) padi gogo. (C) Grafik transformasi Box-Cox untuk data persen gabah hampa (%) padi gogo. (D) Grafik uji kenormalan data transformasi persen gabah hampa (%) padi gogo. (E) Grafik uji kehomogenan ragam data transformasi persen gabah hampa (%) padi gogo.
102
l. Bobot 1000 Biji Grafik uji kenormalan bobot 1000 biji (gram) padi gogo
Grafik uji kehomogenan ragam bobot 1000 biji (gram) padi gogo
Normal
99.9
Mean StDev N KS P-Value
99
Lingk_Genotipe
Percent
95 90
-3.70074E-16 1.039 336 0.050 0.042
80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1
-4
-3
-2
-1 0 1 2 RESIDU B1000 (gram)
3
4
5
11 110 111 112 12 13 14 15 16 17 18 19 21 210 211 212 22 23 24 25 26 27 28 29 31 310 311 312 32 33 34 35 36 37 38 39 41 410 411 412 42 43 44 45 46 47 48 49 51 510 511 512 52 53 54 55 56 57 58 59 61 610 611 612 62 63 64 65 66 67 68 69 71 710 711 712 72 73 74 75 76 77 78 79
Bartlett's Test Test Statistic P-Value
154.88 0.000
Lev ene's Test Test Statistic P-Value
0
10 20 30 40 50 60 95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
A
1.36 0.038
70
B
Box-Cox Plot of B1000 (gram) Lower CL
Upper CL Lambda
1.8
(using 95.0% confidence) Estimate
StDev
1.7
Lower CL Upper CL Rounded Value
1.6
0.06 -0.48 0.68 0.00
1.5 1.4 1.3
Limit -5.0
-2.5
0.0 Lambda
2.5
5.0
C
Grafik uji kenormalan bobot 1000 biji (gram) padi gogo
Grafik uji kehomogenan ragam bobot 1000 biji (gram) padi gogo
Normal
99.9
Mean StDev N KS P-Value
99
Lingk_Genotipe
Percent
95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1
4.229421E-17 0.03591 336 0.045 0.092
-0.10
-0.05 0.00 0.05 RESIDU B1000 (gram)
D
0.10
0.15
11 110 111 112 12 13 14 15 16 17 18 19 21 210 211 212 22 23 24 25 26 27 28 29 31 310 311 312 32 33 34 35 36 37 38 39 41 410 411 412 42 43 44 45 46 47 48 49 51 510 511 512 52 53 54 55 56 57 58 59 61 610 611 612 62 63 64 65 66 67 68 69 71 710 711 712 72 73 74 75 76 77 78 79
Bartlett's Test Test Statistic P-Value
149.54 0.000
Lev ene's Test Test Statistic P-Value
1.38 0.030
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
E
Keterangan: (A) Grafik uji kenormalan data primer bobot 1000 biji (gram) padi gogo. (B) Grafik uji kehomogenan ragam data primer bobot 1000 biji (gram) padi gogo. (C) Grafik transformasi Box-Cox untuk data bobot 1000 biji (gram) padi gogo. (D) Grafik uji kenormalan data transformasi bobot 1000 biji (gram) padi gogo. (E) Grafik uji kehomogenan ragam data transformasi bobot 1000 biji (gram) padi gogo.
103
m. Hasil Gabah per Rumpun Grafik uji kenormalan hasil gabah per rumpun (gram/rumpun) padi gogo
Grafik uji kehomogenan ragam hasil gabah per rumpun (gram/rumpun) padi gogo
Normal
99.9
Mean StDev N KS P-Value
99
Lingk_Genotipe
Percent
95 90
-3.25137E-16 2.789 336 0.078 <0.010
80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1
-15
-10
-5 0 5 RESIDU HGR (gram/rumpun)
11 110 111 112 12 13 14 15 16 17 18 19 21 210 211 212 22 23 24 25 26 27 28 29 31 310 311 312 32 33 34 35 36 37 38 39 41 410 411 412 42 43 44 45 46 47 48 49 51 510 511 512 52 53 54 55 56 57 58 59 61 610 611 612 62 63 64 65 66 67 68 69 71 710 711 712 72 73 74 75 76 77 78 79
Bartlett's Test Test Statistic P-Value
205.18 0.000
Levene's Test Test Statistic P-Value
0
10
1.89 0.000
50 100 150 200 95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
A
B
Box-Cox Plot of HGR (gram/rumpun) Lower CL
70
Upper CL Lambda
StDev
(using 95.0% confidence)
60
Estimate
0.73
50
Lower CL Upper CL
0.60 0.85
Rounded Value
0.73
40 30 20 10 Limit
0 -2
-1
0
1 2 Lambda
3
4
5
C
Grafik uji kenormalan hasil gabah per rumpun (gram/rumpun) padi gogo Normal
99.9
Mean StDev N KS P-Value
99
80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1
-2.12793E-16 0.9794 336 0.067 <0.010
Lingk_Genotipe
Percent
95 90
Grafik uji kehomogenan hasil gabah per rumpun (gram/rumpun) padi gogo
-5
-4
-3
-2 -1 0 1 2 RESIDU HGR (gram/rumpun)
D
3
4
11 110 111 112 12 13 14 15 16 17 18 19 21 210 211 212 22 23 24 25 26 27 28 29 31 310 311 312 32 33 34 35 36 37 38 39 41 410 411 412 42 43 44 45 46 47 48 49 51 510 511 512 52 53 54 55 56 57 58 59 61 610 611 612 62 63 64 65 66 67 68 69 71 710 711 712 72 73 74 75 76 77 78 79
Bartlett's Test Test Statistic P-Value
195.14 0.000
Lev ene's Test Test Statistic P-Value
0
1.77 0.000
10 20 30 40 50 60 95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
E
Keterangan: (A) Grafik uji kenormalan data primer hasil gabah per rumpun (gram/rumpun) padi gogo. (B) Grafik uji kehomogenan ragam data primer hasil gabah per rumpun (gram/rumpun) padi gogo. (C) Grafik transformasi Box-Cox untuk data hasil gabah per rumpun (gram/rumpun) padi gogo. (D) Grafik uji kenormalan data transformasi hasil gabah per rumpun (gram/rumpun) padi gogo. (E) Grafik uji kehomogenan ragam data transformasi hasil gabah per rumpun (gram/rumpun) padi gogo.
104
n. Hasil Gabah per Hektar Plot Kenormalan Peubah Hasil..ton.ha.
3
Box-Cox Plot of HGH (ton/ha) Lower CL
Upper CL Lambda
14 12
2 1
Uji Parametrik SW= 0.9664 Nilai-p= 0.0000
10
RJ= 0.9834 Nilai-p= 0.0100
StDev
AD= 2.6529 Nilai-p= 0.0000
0
Uji Nonparametrik CV= 0.3762 Nilai-p= 0.0000 KS= 0.0702 Nilai-p= 0.0004
Estimate
0.74
Lower CL Upper CL
0.62 0.86
Rounded Value
0.74
8 6
PC= 50.0000 Nilai-p= 0.0001
-1
Theoretical Quantiles
(using 95.0% confidence)
Uji Kenormalan
4
Keterangan SW : Uji Shapiro-Wilk
2
-2
RJ : Uji Ryan-Joiner AD : Uji Anderson-Darling CV : Uji Cramer-von Mises
-3
-2
PC : Uji Pearson Chisquare
0
5
10
Limit
0
KS : Uji Kolmogorov-Smirnov
-1
0
1 2 Lambda
3
4
5
15
Hasil..ton.ha.
A
B
3
Plot Kenormalan Peubah Hasil..ton.ha..transformasi
2
Uji Kenormalan
1
RJ= 0.9956 Nilai-p= 0.0463 AD= 0.8465 Nilai-p= 0.0291
0
Uji Nonparametrik CV= 0.1187 Nilai-p= 0.0621 KS= 0.0488 Nilai-p= 0.0519 PC= 28.6250 Nilai-p= 0.0532
-1
Theoretical Quantiles
Uji Parametrik SW= 0.9904 Nilai-p= 0.0272
Keterangan SW : Uji Shapiro-Wilk
-2
RJ : Uji Ryan-Joiner AD : Uji Anderson-Darling CV : Uji Cramer-von Mises
-3
KS : Uji Kolmogorov-Smirnov PC : Uji Pearson Chisquare
2
4
6
8
Hasil..ton.ha..transformasi
C
D
Keterangan: (A) Grafik uji kenormalan data primer hasil gabah per hektar (ton/ha) padi gogo. (B) Grafik transformasi Box-Cox untuk data hasil gabah per hektar (ton/ha) padi gogo. (C) Grafik uji kenormalan data transformasi hasil gabah per hektar (ton/ha) padi gogo. (D) Grafik uji kehomogenan ragam data transformasi hasil gabah hektar (ton/ha)padi gogo.
105
Lampiran 5. Analisis ragam gabungan untuk keragaan agronomis dan stabilitas. Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Tinggi Tanaman Ulangan/Lingkungan 21 Lingkungan (L) 6 Genotipe (G) 11 Interaksi L x G 66 Galat 231 Total 335 Jumlah Anakkan Vegetatif Ulangan/Lingkungan 21 Lingkungan (L) 6 Genotipe (G) 11 Interaksi L x G 66 Galat 231 Total 335 Jumlah Anakkan Produktif Ulangan/Lingkungan 21 Lingkungan (L) 6 Genotipe (G) 11 Interaksi L x G 66 Galat 231 Total 335 Panjang Malai Ulangan/Lingkungan 21 Lingkungan (L) 6 Genotipe (G) 11 Interaksi L x G 66 Galat 231 Total 335 Jumlah Gabah Isi Ulangan/Lingkungan 21 Lingkungan (L) 6 Genotipe (G) 11 Interaksi L x G 66 Galat 231 Total 335
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
7,443302 150,386139 249,688332 17,779554 25,444873 450,742200
F-Hitung
Pr > F
0,354443 25,064357 22,698939 0,269387 0,110151
3,22** 93,04** 84,26** 2,45**
<,0001 <,0001 <,0001 <,0001
0,186179 3,961149 9,160017 0,823529 1,261521 15,392395
0,008866 0,660192 0,832729 0,012478 0,005461
1,62 ** 52,91** 66,74** 2,28**
0,0453 <,0001 <,0001 <,0001
0,247985 1,837756 6,603353 1,014515 1,166140 10,869750
0,011809 0,306293 0,600305 0,015371 0,005048
2,34** 19,93** 39,05** 3,04**
0,0012 <,0001 <,0001 <,0001
12,863942 392,453514 993,575077 299,580264 306,698458 2005,171256
0,612569 65,408919 90,325007 4,539095 1,327699
0,46 ns 14,41** 19,90** 3,42**
0,9805 <,0001 <,0001 <,0001
35,689521 1093,356345 252,420620 201,996334 144,550979 1728,013799
1,699501 182,226057 22,947329 3,060551 0,625762
2,72** 59,54** 7,50** 4,89**
0,0001 <,0001 <,0001 <,0001
106
Lampiran 5. Lanjutan. Derajat Jumlah Kuadrat F-Hitung Bebas Kuadrat Tengah Jumlah Gabah Hampa Ulangan/Lingkungan 21 20,152502 0,959643 1,25 ns Lingkungan (L) 6 976,086882 162,681147 67,74** Genotipe (G) 11 803,314301 73,028573 30,41** Interaksi L x G 66 158,501918 2,401544 3,12** Galat 231 178,021223 0,770655 Total 335 2136,076826 Jumlah Gabah Total Ulangan/Lingkungan 21 0,141738 0,006749 2,91** Lingkungan (L) 6 2,378002 0,396334 47,52** Genotipe (G) 11 3,766413 0,342401 41,06** Interaksi L x G 66 0,550441 0,008340 3,59** Galat 231 0,536663 0,002323 Total 335 7,373256 Persen Gabah Isi Ulangan/Lingkungan 21 277376883 13208423 1,17ns Lingkungan (L) 6 24158318626 4026386438 356,11** Genotipe (G) 11 6109513571 555410325 49,12** Interaksi L x G 66 3005947827 45544664 4,03** Galat 231 2611798523 11306487 Total 335 36162955430 Persen Gabah Hampa Ulangan/Lingkungan 21 6,784002 0,323048 1,06 ns Lingkungan (L) 6 643,136889 107,189482 102,91** Genotipe (G) 11 161,389546 14,671777 14,09** Interaksi L x G 66 68,746539 1,041614 3,42** Galat 231 70,456823 0,305008 Total 335 950,513800 Bobot 1000 Biji Ulangan/Lingkungan 21 0,014383 0,000685 1,94** Lingkungan (L) 6 0,106395 0,017733 11,58** Genotipe (G) 11 0,236381 0,021489 14,03** Interaksi L x G 66 0,101069 0,001531 4,34** Galat 231 0,081567 0,000353 Total 335 0,539795 Sumber Keragaman
Pr > F 0,2152 <,0001 <,0001 <,0001
<,0001 <,0001 <,0001 <,0001
0,2807 <,0001 <,0001 <,0001
0,3941 <,0001 <,0001 <,0001
0,0097 <,0001 <,0001 <,0001
107
Lampiran 5. Lanjutan. Derajat Jumlah Kuadrat F-Hitung Bebas Kuadrat Tengah Hasil Gabah per Rumpun Ulangan/Lingkungan 21 1025,107152 48,814626 4,33** Lingkungan (L) 6 8334,045639 1389,007607 27,15** Genotipe (G) 11 3295,263946 299,569450 5,85** Interaksi L x G 66 3377,209489 51,169841 4,54** Galat 231 2606,105920 11,281840 Total 335 18637,732150 Hasil Gabah per Hektar Ulangan/Lingkungan 21 12,546885 0,597471 4,29** Lingkungan (L) 6 108,646973 18,107829 129,97** Genotipe (G) 11 33,373815 3,033983 21,78** Interaksi L x G 66 37,243370 0,564294 4,05** Galat 231 32,184540 0,139327 Total 335 223,995583 Sumber Keragaman
Pr > F <,0001 <,0001 <,0001 <,0001
<,0001 <,0001 <,0001 <,0001
108
Lampiran 6. Analisis ragam gabungan untuk parameter genetik. Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Tinggi Tanaman Ulangan/Lingkungan 21 Lingkungan (L) 6 Genotipe (G) 9 Interaksi L x G 54 Galat 189 Total 279 Jumlah Anakkan Vegetatif Ulangan/Lingkungan 21 Lingkungan (L) 6 Genotipe (G) 9 Interaksi L x G 54 Galat 189 Total 279 Jumlah Anakkan Produktif Ulangan/Lingkungan 21 Lingkungan (L) 6 Genotipe (G) 9 Interaksi L x G 54 Galat 189 Total 279 Panjang Malai Ulangan/Lingkungan 21 Lingkungan (L) 6 Genotipe (G) 9 Interaksi L x G 54 Galat 189 Total 279 Jumlah Gabah Isi Ulangan/Lingkungan 21 Lingkungan (L) 6 Genotipe (G) 9 Interaksi L x G 54 Galat 189 Total 279 Jumlah Gabah Hampa Ulangan/Lingkungan 21 Lingkungan (L) 6 Genotipe (G) 9 Interaksi L x G 54 Galat 189 Total 279
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
6,450185 108,713655 149,520034 11,868331 23,290315 299,842520
F-Hitung
Pr > F
0,307152 18,118942 16,613337 0,219784 0,123229
2,49** 82,44** 75,59** 1,78**
0,0006 <,0001 <,0001 0,0024
0,178933 2,935474 2,905780 0,571547 1,098642 7,690376
0,008521 0,489246 0,322864 0,010584 0,005813
1,47 ** 46,22** 30,50** 1,82**
0,0936 <,0001 <,0001 0,0017
0,231215 1,563979 2,295434 0,729421 0,956785 5,776834
0,011010 0,260663 0,255048 0,013508 0,005062
2,17** 19,30** 18,88** 2,67**
0,0032 <,0001 <,0001 <,0001
12,254332 347,751654 614,657946 234,032131 281,498794 1490,194857
0,583539 57,958609 68,295327 4,333928 1,489412
0,39 ns 13,37** 15,76** 2,91**
0,9929 <,0001 <,0001 <,0001
35,458120 1028,155520 44,961106 140,224844 134,437930 1383,237520
1,688482 171,359253 4,995678 2,596756 0,711312
2,37** 65,99** 1,92 ns 3,65**
0,0011 <,0001 0,0679 <,0001
22,924362 883,845967 265,152072 119,925426 151,508613 1443,356440
1,091636 147,307661 29,461341 2,220841 0,801633
1,36 ns 66,33** 13,27** 2,77**
0,1419 <,0001 <,0001 <,0001
109
Lampiran 6. Lanjutan. Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Gabah Total Ulangan/Lingkungan 21 Lingkungan (L) 6 Genotipe (G) 9 Interaksi L x G 54 Galat 189 Total 279 Persen Gabah Isi Ulangan/Lingkungan 21 Lingkungan (L) 6 Genotipe (G) 9 Interaksi L x G 54 Galat 189 Total 279 Persen Gabah Hampa Ulangan/Lingkungan 21 Lingkungan (L) 6 Genotipe (G) 9 Interaksi L x G 54 Galat 189 Total 279 Bobot 1000 Biji Ulangan/Lingkungan 21 Lingkungan (L) 6 Genotipe (G) 9 Interaksi L x G 54 Galat 189 Total 279 Hasil Gabah per Rumpun Ulangan/Lingkungan 21 Lingkungan (L) 6 Genotipe (G) 9 Interaksi L x G 54 Galat 189 Total 279
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
0,124082 2,053539 0,762525 0,431433 0,463592 3,835171
F-Hitung
Pr > F
0,005909 0,342256 0,084725 0,007989 0,002453
2,41** 42,84** 10,60** 3,26**
0,0009 <,0001 <,0001 <,0001
1161,97908 48230,97190 7210,94426 6124,76372 7465,62172 70194,28068
55,33234 8038,49532 801,21603 113,42155 39,50064
1,40 ns 70,87** 7,06** 2,87**
0,1218 <,0001 <,0001 <,0001
8,423402 514,954587 55,268632 40,568106 56,600772 675,815499
0,401114 85,825764 6,140959 0,751261 0,299475
1,34 ns 114,24** 8,17** 2,51**
0,1546 <,0001 <,0001 <,0001
0,015522 0,082327 0,140339 0,090959 0,065252 0,394399
0,000739 0,013721 0,015593 0,001684 0,000345
2,14** 8,15** 9,26** 4,88**
0,0039 <,0001 <,0001 <,0001
935,966782 5810,369210 1924,924918 2759,338140 1801,784590 13232,383640
44,569847 968,394868 213,880546 51,098854 9,533250
4,68** 18,9** 4,19** 5,36**
<,0001 <,0001 0,0004 <,0001