UJI COBA PENANAMAN AGROFORESTRY NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum L) + KACANG TANAH (Arachis hypogeae L) DI PANTAI BERPASIR PANGANDARAN Aris Sudomo, Aditya Hani, dan Encep Rachman Balai Penelitian Teknologi Agroforestry, Jl. Ciamis-Banjar Km 4. Po.Box 5. Ciamis E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Agroforestry plantation trial of Calophyllum inophyllum L and peanut (Arachis hypogeae L) were aimeds to determine the peanut crop productivity and growth of Calophyllum inophyllum L plant on sandy coastal land. The result showed that peanut produced 210 kg/1512 m2 (1,388 ton/ha) of wet weight in the first cycle, but in the second cycle peanuts died due to drought because of east wind that comes before the dry season. In the third cycle, it was resulted 250 kg /1512 m2 (1,653 ton/ha) of peanut wet weight. In 2011 peanuts could only be planted during rainy season (around December / November until May). If planting was conducted outside of these months, peanuts would not survive because of the east wind attacked (that was dry and contained salt) that came together during the dry season. Evaluation on Calophyllum inophyllum L growth until the age of 12 months, before peanuts planting in the third cycle were 53.45 cm of height and 14, 36 mm of diameter. Meanwhile, after agroforestry, or when Calophyllum inophyllum L was at the age of 16 months, it has reached 72.43 cm of height and 18.10 mm of diameter. The survival rate of Calophyllum inophyllum L in agroforestry system was 85.33%. Agroforestry of Calophyllum inophyllum L and peanut is potential to support rehabilitation on coastal land by increasing the availability of food production for the community and effort of coastal ecosystems protection. Key words: Agroforestry, Arachis hypogeae L, Calophyllum inophyllum L dan sandy coastal
1. Pendahuluan Pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi disisi lain luas lahan pertanian terus menyempit akibat konversi lahan serta daya dukung lahan yang semakin berkurang menjadi faktor pemicu krisis pangan. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya alternatif untuk dapat membantu berkontribusi dalam penyelesaian masalah tersebut. Salah satu yang dapat ditempuh adalah pembangunan hutan tanaman agroforestry pada lahan-lahan baru yang selama ini belum banyak termanfaatkan seperti lahan pantai berpasir sebagai usaha perluasan penggunaan lahan/ekstensifikasi dan perlindungan. Indonesia merupakan negara kepulauan (17.508 pulau) dan salah satu negara yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia (81.000 km) dengan luas lautan sekitar 3,1 juta km atau 70% dari wilayah Indonesia (Dahuri et. al. 1996). Namun sampai saat ini wilayah pesisir belum dimanfaatkan secara optimal dan lestari serta pengelolaan yang belum berjalan dengan baik dan terdapat permasalahan okupasi lahan. Lahan pantai berpasir mempunyai peluang untuk budidaya tanaman sehingga dapat berkontribusi bagi ketersediaan pangan 314
masyarakat dan secara bersamaan memberikan manfaat perlindungan ekosistem pantai Pemanfaatan lahan pasir tepi pantai dapat ditempuh dengan teknik agroforestry untuk mencapai budidaya berkelanjutan. Penggunaan lahan dengan pola agroforestry selain meningkatkan ketersediaan pangan dapat juga menghasilkan bahan baku biofuel dan berkontribusi dalam perbaikan kondisi lingkungan. Hutan tanaman dengan pola agroforestry sebagai upaya rehabilitasi lahan pantai potensial dilakukan untuk mengatasi abrasi pantai, berfungsi tanggul angin serta konservasi lahan pantai. Salah satu mandat agroforestry dalam aspek ekonomi adalah menjamin dan memperbaiki kebutuhan bahan pangan (meningkatkan ketersediaan pangan, diversifikasi produk, ketersediaan bahan pangan secara berkesinambungan) (Maydell, 1986 dalam Rianse dan Abdi, 2010). Tanaman semusim yang ditanam dibelakang pohon (tanggul angin) lebih terlindung dari erosi angin (pasir) sehingga produktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang ditanam tanpa pohon (Sukresno, 2007; Harjadi dan Miardini, 2010).
Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012
Nyamplung adalah salah satu jenis tanaman yang dapat tumbuh baik di lahan pasir pantai karena habitatnya di lahan pantai. Keberadaan tanaman kayu nyamplung selain sebagai alternatif penyedia bahan baku biofuel bertujuan dalam fungsi perlindungan sebagai sabuk pantai. Nyamplung mempunyai keunggulan lain untuk dikembangkan yaitu biji dapat dimanfaatkan untuk biofuel, berbuah sepanjang tahun, hampir seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan, terbukti dapat tumbuh di Indonesia dan mudah di budidayakan (Leksono dan Widyatmoko, 2010). Kacang tanah merupakan komoditi tanaman yang bernilai ekonomi tinggi dan dapat tumbuh di lahan kering. Kebutuhan kacang tanah di Indonesia yang diproduksi dari dalam negeri hanya 83,73% sedangkan sisanya sebesar 16,27 % harus diimport dari luar negeri (Badan Ketahanan Pangan Nasional, 2008). Penggunaan kacang-kacangan sebagai pupuk hijau banyak dilakukan di dalam sistem pertanian modern disebabkan oleh kemampuan menambat nitrogen, jatuhan daun dan batang memepertahankan sifat fisik tanah, Rhizobium tertentu dapat mengurangi residu pestisida, daun untuk pakan ternak, dan buah kacang tertentu sebagai sumber protein (Yulipriyanto, 2010). Uji coba penanaman agroforestry nyamplung + kacang tanah bertujuan untuk mengetahui produktivitas tanaman bawah kacang tanah dan pertumbuhan tanaman nyamplung pada lahan pantai berpasir dengan pola agroforestry. 2. Metode 2.1. Waktu dan lokasi penelitian Penelitian dilakukan di lahan sepadan pantai pangandaran yang secara administratif termasuk wilayah Desa Babakan, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini di lakukan selama ±17 bulan mulai Desember 2010 s/d April 2012. 2.2. Bahan dan alat Bahan penelitian yang diperlukan dalam penelitian ini adalah bibit nyamplung, benih kacang tanah, pupuk kandang, pupuk kimia dan bambu. Alat penelitian yang diperlukan dalam penelitian ini adalah drum, ember, GPS, cangkul, parang, alat tulis, kamera, alat ukur tinggi dan alat ukur diameter, ember, timbangan, kamera digital dan lain-lain.
2.3. Prosedur penelitian Pola tanam agrofrestry nyamplung + kacang tanah sebelum penanaman kacang tanah dilakukan pembersihan gulma bersamaan dengan pengolahan tanah (mencangkul sedalam 15-20 cm) serta pemupukan dasar. Penanaman kacang tanah dengan jarak tanam 30 cm x 30 cm dengan 1 butir per lubang tanam. Pemupukan dilakukan sebelum ditanam kacang tanah dengan penaburan secara merata berupa pupuk kandang dengan dosis 120 kg dan NPK 15 kg pada 3 luasan unit penelitian (luas @ unit penelitian 12 m x 42 m = ±504 m2) sehingga total luasan plot agroforestry nyamplung + kacang tanah seluas ±1512 m2 Net plot pada unit percobaan adalah 75 pohon sehingga tanaman nyamplung yang dibutuhkan dalam penelitian agroforestry nyamplung + kacang tanah ini adalah 75 pohon x 3 luasan = 225 tanaman. 2.4. Analisis data Pengambilan sampel tanah dilakukan secara komposit pada kedalaman 10-30 cm. Untuk mengetahui sifat fisik, sifat kimia dan tekstur maka tanah dianalisis di Laboratorium tanah. Data pertumbuhan nyamplung (diameter dan tinggi) dan produksi total kacang tanah dianalisis secara deskriftif kuantitatif. Datadata kondisi lingkungan didapatkan dari study literatur penelitian sebelumnya dan pengamatan kondisi lapangan secara langsung. 3. Hasil dan pembahasan 3.1. Kondisi tapak tempat tumbuh di lahan pantai berpasir Hal penting dalam penanaman tanaman adalah faktor tanah sebagai tempat hidup tanaman. Berdasarkan hasil analisis tanah dari lokasi penelitian didapatkan sifat fisik dan kimia tanah seperti disajikan pada Tabel 1. Sifat fisik tanah pada lokasi penelitian menunjukkan bertekstur pasir dengan agregat tidak mantap dengan persentase pasir 95,25%. Tanah dengan kondisi tersebut sukar mengikat /menyimpan air karena porositas tinggi. Pencucian unsur hara sangat mungkin terjadi dengan permeabilitas tanah yang tinggi. Kondisi tempat tumbuh yang berpasir dengan porositas yang tinggi menyebabkan unsur hara sangat mudah larut kebawah oleh air hujan. Tipe tanah ini tidak baik untuk usaha pertanian, kecuali usaha tani tanah kering
Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012
315
Tabel 1. Penilaian tanah pada lokasi plot penelitian No Sifat Tanah Hasil Penilaian 1 C-organik (%) 0,95 Sangat rendah 2 Ntsd (ppm) 30,76 Sedang 3 Ptsd (ppm) 3,59 Sangat rendah 4 KTK (me 100 g-1) 5,71 Rendah 5 K tersedia (me 0,28 Rendah 100 g-1) 6 Tekstur Pasir Pasir (%) 95,25 Debu (%) 2,67 Liat (%) 2,08 7 pH 8,01 Agak basa 8 BV (g/cm3) 1,44 9 BJ (g/cm3) 2,82 10 Agregat - Tidak mantap
dengan penyinaran matahari cukup panjang dengan temperatur udara rata-rata >30 0 C dan pada siang hari kelembaban rata-rata 59 % yang potensial menyebabkan tanaman kering (Hani et.al., 2010). Laporan (Harjadi dan Miardini, 2010) menyebutkan bahwa kondisi biofisik di daerah pantai berpasir lahan marginal : unsur hara NPK rendah, uap air garam-garaman dari laut, erosi angin, abrasi, kering, panas dan iklim yang ekstrim (suhu 3337 O C) dengan kelembaban rendah (35-85%). Kondisi pasir yang marginal dengan struktur lepas, salinitas tinggi, kelembaban yang rendah serta temperatur yang relatif tinggi merupakan faktor pembatas utama bagi tanaman (Mile, 2007). 3.2. Hasil produksi kacang tanah dan pertumbuhan nyamplung Evaluasi pertumbuhan tanaman nyamplung dan produktivitas kacang dalam pola agroforestry pada kondisi tanah tempat tumbuh dapat menjadi acuan efektivitas penggunaan lahan tersebut. Berdasarkan hasil panenan kacang tanah selama 3 kali penanaman maka didapatkan produksi berat basah polong kacang tanah seperti disajikan pada Gambar 1.
Produksi Berat Basah Kacang Polong
dikarenakan daya meloloskan air besar sekali (Kartasapoetra et. al, (2005). Tanah berpasir berpeluang tinggi sebagai penyebab rendahnya unsur hara yang tersedia bagi tanaman disebabkan daya serap tanah rendah dengan melololoskan air tinggi (Supardi, 1979 dalam Anwar, 2007). Persen tumbuh penanaman Rhizophora stylosa Griff pada tapak berpasir berbanding terbalik dengan kandungan pasir tetapi berbanding lurus dengan kandungan debu, liat, karbon, nitrogen dan KTK (Anwar, 2007). Sifat kimia tanah pada lokasi penelitian dengan kandungan C-organik sangat rendah. Kandungan C-organik yang sangat rendah menunjukkan bahwa jumlah bahan organik dalam tanah rendah. Kandungan unsur makro N tersedia sedang dan P tersedia pada tingkat sangat rendah serta K kategori rendah dengan pH agak alkalis (basa). Dengan rendahnya bahan organik pada tanah berpasir maka relatif kemampuan menyimpan air rendah sehingga menjadikan tanah relatif kering.
300 200 100 0
210 kg/1512 m2 (1,388 ton/Ha)
250 kg/1512 m2 (1,653 ton/ha) 0 (Kacang Tanah mati)
Daur I Daur II Daur III Daur Penanaman Kacang Tanah Sumber : Data primer diolah tahun 2011
Gambar 1. Produksi kacang tanah pada agroforestry nyamplung+kacang tanah
Sumber : Data primer hasil analisis tanah tahun 2011 di Laboratorium Tanah UGM
Kondisi iklim mikro pantai berpasir umumnya sangat ekstrim yaitu temperatur tanah yang tinggi disiang hari, cahaya yang sangat terik serta tiupan angin yang mengandung uap air garam dengan tingkat salinitas yang tinggi (Webster, 2003). Intensitas cahaya pada siang hari di lahan pantai Sindangjaya, Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya yang masih sederet dengan pantai pangandaran 3.605.000 lux
316
Pada daur I dan III kacang tanah yang ditanam pada saat musim hujan menghasilkan berat basah kacang polong 210 kg/1512 m2 atau 1,388 ton/ha dan 250 kg/1512 m2 atau 1,653 ton/ha. Produktivitas kacang di Indonesia rata-rata mencapai 1,8-2 ton/ha (Purwono dan Purnamawati, 2011). Produktivitas kacang tanah pada daur I < daur III karena terdapat sebagian tanaman kacang tanah pada daur I terserang hama tikus sehingga produksi kacang tanah berkurang.Selain hama tikus, hal
Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012
Pertumbuhan nyamplung
80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00
Diameter (mm) Tinggi (cm) Umur Tanaman (Bulan)
Sumber : Data primer diolah tahun 2011
Gambar 2. Pertumbuhan nyamplung dalam pola tanam agroforestry lain yang perlu diwaspadai adalah terjangan gelompang/ombak pasang air laut yang dapat merusak tanaman karena lokasi penelitian hanya berjarak sekitar 50-100 meter dari pantai. Faktor penting dalam penanaman kacang tanah di lahan pantai berpasir adalah pada saat musim hujan dan waktu sebelum angin timur muncul yaitu menjelang musim kemarau yang dapat mematikan tanaman karena bersifat kering dan mengandung garam. Daur I kacang tanah (Januari-Mei 2011) dan daur III (Desember 2011 s/d April 2012) merupakan musim hujan sehingga kacang tanah dapat tumbuh dengan baik. Penanaman kacang tanah daur II (mulai mei 2011) terjadi pada peralihan musim penghujan ke musim kemarau sehingga masih terdapat hujan. Pada 1 bulan pertama kacang tanah dapat tumbuh dengan baik tetapi kemudian mengalami kematian akibat terserang angin timur. Angin timur mulai muncul bersamaan dengan datangnya musim kemarau yaitu sekitar bulan Juni 2011 dan berakhir bersamaan awal musim hujan sekitar bulan Nopember 2011. Angin timur yang bersifat kering dan mengandung garam dapat mematikan tanaman budidaya. Kecepatan angin di pantai dapat mencapai 6,3 m/detik atau 22,68 km/jam dan yang berbahaya adalah jika angin datang dari timur yang menyebabkan kekeringan yang panjang (Harjadi dan Miardini, 2010.). Kacang tanah hanya dapat ditanam pada saat tidak terdapat angin timur dan pada saat musim hujan. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa hanya pada sekitar bulan
Nopember/ Desember s/d Mei dapat dilakukan penaman kacang tanah karena diluar bulan tersebut kacang tanah akan mati. Penelitian Harjadi dan Miardini (2010) menyebutkan bahwa pada lahan pantai berpasir di Desa Petanahan, Kecamatan Petanahan, Kabupaten Kebumen dengan penanaman bulan September dan Januari tanaman dapat tumbuh sebanyak 80% karena curah hujan masih tinggi sampai dua bulan berikutnya. Mengacu pada musim hujan tahun sebelumnya yaitu tahun 2010 di Desa Sindanglaya, Kecamatan Cikalong menunjukkan bahwa pada pertengahan Juni s/d akhir Oktober jumlah hujan bulanan sangat tinggi (Hani dkk, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perubahan musim hujan antara tahun 2010 dengan tahun 2011 yang mengakibatkan sulitnya menentukan musim tanam yang tepat. Pada satu musim hujan sekitar 5 bulan, masyarakat pesisir pantai di Kabupaten Kulonprogo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berhasil memanfaatkan lahan pantai yang berjarak 50 meter dari garis pantai dengan menanam tanaman sawi diselasela tanaman cabai (Kompas, 2008). Pertumbuhan nyamplung pada lahan pantai berpasir dengan pola tanam agroforestry menghasilkan diameter (18,10 mm) dan tinggi (72,43 cm) pada umur 16 bulan. Walaupun di habitatnya, pertumbuhan nyamplung relatif lambat yang disebabkan kondisi lahan pantai berpasir relatif ekstrim yang menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman. Upaya rehabilitasi lahan pantai dengan jenis nyamplung bertujuan sebagai perlindungan pantai dari abrasi, tanggul angin, perbaikan
Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012
317
tanah, dan memperbaiki ekosistem pantai secara keseluruhan. Selain itu keberadaan nyamplung dalam pola tanam agrofrestry dapat menjadi tanggul angin yang potensial meningkatkan produktivitas tanaman bawah. Keberadaan tanaman bawah dalam pola agrofrestry dapat berfungsi bagi peningkatan ketersediaan pangan bagi masyarakat. Pemeliharaan tanaman nyamplung dapat dilakukan bersamaan dengan tanaman bawah sehingga keberhasilan penanaman nyamplung lebih tinggi. Hal ini memberikan peluang untuk meningkatkan keberhasilan kegiatan rehabilitasi lahan pantai dengan melibatkan masyarakat lokal. Beberapa tanaman bawah sebagai alternatif pengembangan pola agrofrestry di lahan pantai adalah kacang tanah, kacang panjang, pandan, semangka, terong, sawi, bawang merah, jagung, cabai merah keriting, anggur, jarak pagar dan buah naga. (Kompas, 2008; Sukresno, 2007). 4. Kesimpulan dan saran 4.1. Kesimpulan 1) Lahan pantai mempunyai kondisi ekstrim dengan tanah berpasir dan miskin unsur hara, intensitas sinar matahari dan temperatur tinggi dan angin mengandung garam serta ancaman abrasi pantai menjadi faktor-faktor pembatas utama bagi pertumbuhan tanaman. 2) Agroforestry nyamplung+kacang tanah pada lahan pantai berpasir menghasilkan produksi berat basah polong kacang sebesar 1,388- 1,653 ton/ha dan pertumbuhan nyamplung relatif lambat dengan tinggi (72,43 cm) dan diameter (18,10 mm) sampai umur 16 bulan. 3) Pola tanam agroforestry nyamplung + kacang tanah dalam rehabilitasi lahan pantai potensial memberikan manfaat lingkungan (perbaikan kondisi tanah, tanggul angin, pelindung dari abrasi pantai dan perbaikan ekosistem pantai) dan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat lokal dengan peningkatan ketersediaan pangan serta penyedia bahan baku biofuel. 4.2. Saran 1) Pengembangan agroforestry nyamplung + kacang tanah potensial digunakan dalam upaya meningkatkan keberhasilan kegiatan rehabilitasi lahan pantai dengan melibatkan masyarakat lokal.
318
2) Teknologi baru dalam rehabilitasi lahan pantai semestinya lebih dapat mengoptimalkan lahan untuk dapat memberikan manfaat sosial, ekonomi dan perbaikan lingkungan sehingga dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mencapai budidaya berkelanjutan. 5. Daftar pustaka Anwar. C, 2007. Pertumbuhan Tanaman Mangrove Pada Berbagai Kondisi Tapak Berpasir Pasca Tsunami di Aceh. Vo IV. No 2. P3HKA. Bogor. Badan Ketahanan Pangan Nasional.2008. Slide Power Point. Materi Dipresentasikan di Balai Penelitian Teknologi Agroforestry. Ciamis Dahuri, R ; J. Rais; S P. Ginting dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradanya Paramita. Jakarta. Harjadi dan Miardini, 2010. Penanaman Cemara Laut (Casuarina equisetifolia LINN) sebagai upaya Pencegahan Abrasi di Pantai Berpasir. Jurnal Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam Vol VII. No 5. Bogor. 2010. Hani, A.; B. Achmad; W. Handayani; S. Mulyana. 2010. Pemanfaatan Lahan Pantai Untuk Pengembangan Agroforestry Berbasis Nyamplung (Calophylum Inophylum). Laporan Penelitian. Tidak Dipublikasikan. Balai Penelitian Kehutanan Ciamis. Ciamis Kartasapoetra,G., A.G. Kartasapoetra., M. Sutedjo, 2005. Teknologi Konservasi Tanah Dan Air. PT Rineka Cipta. Jakarta. Leksono. B. dan A.Y.P.B.C. Widyatmoko,. 2010. Strategi Pemuliaan Nyamplung (Calophyllum Inophyllum) Untuk Bahan Baku Biofuel. Seminar Nasional Sains dan Teknologi III. 18-19 Oktober 2010. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Mile, M.Y., 2007. Pengembangan species tanaman pantai untuk rehabilitasi dan perlindungan kawasan pantai, Info teknis Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, Yogyakarta
Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012
Purwono dan H. Purnamawati., 2011. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Seri Agribisnis. Penebar Swadaya. Jakarta. Sukresno, 2007. Reklamasi Lahan Pantai Berpasir : Studi Kasus Di Pantai Samas Kabupaten Bantul Provinsi DIY.Prosiding Gelar Teknologi. Pemanfaatan Iptek Untuk Kesejahteraan Masyarakat. Purworejo. 30-31 Oktober 2007. P3HKA. Bogor Webster, I.T., P.W.Ford., B. Robson., Margvellivili., J.P Parstow. 2002. Conceptual Models of the hydrodinamics, Fine Sediment dinamicss, bio chemestry and primary production, Fitzroy estuary, Final report, Coastal CRD Project CSIRO, Canberra.
Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012
319