PENGARUH UKURAN BENIH TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum L.)
Effect of Seed Size to Seedling Establishment of Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.)
Tri Maria Hasnah
Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Jl. Palagan Tentara Pelajar Km. 15, Purwobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta 55582
ABSTRACT In many plants there are a correlation between seed size and the rate of germination and seedling establishment. Nyamplung has a variabilty in seed size either within and among populations due to genetic and environmental factors. The research was aimed to determine the best size to increase the seed germination and its growth. The research was arranged in a Completely Randomized Design (for seed germination rate and seedling survival rate) and a Randomized Complete Block Design (for seedling growth). The seeds of nyamplung were taken randomly, weighed and grouped into three classes of seed size, namely small (0.6 g - 1.9 g), medium (2.0 g - 3.3 g), and large (3.4 gr - 3.8 g). The germination rate and the growth of the seed sowed were measured. The germination rate was observed every week (4 week) and the seedling performance were observed every month (7 month). The results showed that seed size of nyamplung has a significant effect to its germination rate at 2 weeks after sowing but not significantly different to its survival rate at the age of 1 month until 7 months. Small seed was good in seedling growth only at the age of 1 month, whereas after the seedling was 2 months to 6 months, medium seed size showed best growth. When the seedlings was at the age of 7 months, the large seed performed the best in seedling growth exceeding the small and medium seed.
Keywords: Calophyllum inophyllum L., seed size, germination rate, seedling growth.
ABSTRAK Pada beberapa jenis tanaman ukuran benih akan berpengaruh terhadap perkecambahan dan pertumbuhan bibit. Benih nyamplung memiliki ukuran yang bervariasi baik di dalam maupun antar populasi, yang dapat disebakan karena faktor genetik maupun lingkungan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ukuran benih terbaik guna meningkatkan daya kecambah dan pertumbuhan bibitnya. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (untuk karakter daya kecambah benih dan persen jadi bibit) dan Rancangan Acak Lengkap Berblok (untuk karakter pertumbuhan bibit). Benih nyamplung diambil secara acak, ditimbang dan dikelompokan ke dalam tiga kelas ukuran, yaitu ukuran kecil (0,6 gr – 1,9 gr), sedang (2,0 gr – 3,3 gr), dan besar (3,4 gr – 3,8 gr). Benih nyamplung dibibitkan dan diukur daya kecambah dan pertumbuhannya. Daya kecambah diamati setiap minggu (4 minggu) sedangkan pertumbuhan bibit diamati setiap bulan (7 bulan). Hasil penelitian menunjukan bahwa ukuran benih nyamplung mempunyai pengaruh yang nyata terhadap daya kecambahnya pada saat 2 minggu setelah penaburan namun tidak berpengaruh secara nyata terhadap persen jadi bibit umur 1 sampai dengan 7 bulan. Benih berukuran kecil mempunyai pertumbuhan bibit yang baik hanya pada saat berumur 1 bulan, sedangkan setelah bibit berumur 2 sampai dengan 6 bulan benih berukuran sedang memperlihatkan pertumbuhan terbaik, baru setelah berumur 7 bulan pertumbuhan bibit terbaik ditunjukan oleh benih berukuran besar.
Kata kunci: Calophyllum inophyllum L., ukuran benih, daya kecambah, pertumbuhan bibit.
119
Wana Benih
Vol 14 No. 2, September 2013, 119 - 134
I. PENDAHULUAN
Nyamplung merupakan salah satu jenis tanaman yang mempunyai potensi sebagai penghasil bahan bakar nabati. Tanaman ini dipilih sebagai sumber energi biofuel karena benihnya mengandung rendemen minyak tinggi. Berdasarkan potensi yang dimilikinya, nyamplung mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman. Terlebih lagi pemerintah telah mengeluarkan kebijakan energi nasional yang diantaranya dengan menetapkan target produksi biofuel pada tahun 2025 sebesar 5% dari total kebutuhan energi minyak nasional (PP Nomor 5 Tahun 2006). Dalam rangka kegiatan penanaman jenis tersebut diperlukan benih yang bermutu tinggi dan memiliki daya kecambah dan vigor yang tinggi. Benih merupakan faktor yang sangat penting untuk menunjang terlaksananya program penanaman. Seleksi benih berdasarkan ukurannya merupakan salah satu faktor penting untuk menunjang program penanaman jenis tersebut. Menurut Harper et al. (1970), ukuran benih sering dianggap relatif konstan, namun demikian variasi ukuran benih yang besar telah banyak dilaporkan baik di dalam populasi (Wulff, 1973; Waller, 1982), maupun antar populasi (Baker, 1972; Schimpf, 1977). Ukuran benih dalam satu pohon dapat bervariasi sesuai dengan posisi benih di dalam pohon maupun dalam pembungaan (Cavers & Harper, 1966; Datta et al., 1970). Variasi ukuran benih dianggap berhubungan dengan pertumbuhan embryo, endosperm, dan jaringan induk (Fang et al., 2012). Selain itu pengaruh pohon induk pada beberapa jenis tanaman juga turut menentukan hal tersebut, dimana pohon yang berasal dari benih yang berukuran kecil akan menghasilkan benih yang berukuran kecil pula daripada pohon yang berasal dari benih berukuran besar (Harper & Obeid, 1967). Oleh karena itu ukuran benih mempunyai peranan yang penting tidak hanya pada saat di perbibitan tetapi juga untuk regenerasi tanaman selanjutnya. Variasi ukuran benih meskipun kecil mempunyai dampak yang besar terhadap perkecambahan dan kemampuan hidup bibit (Wulff, 1986a). Ukuran benih sebagaimana karakteristik perkecambahan dapat bervariasi karena faktor lingkungan pada habitat dimana pohon induknya tumbuh (Gutterman, 1980-81). Variasi ukuran benih, baik di dalam maupun antar populasi sering berkorelasi dengan faktor lingkungan (Wulff, 1986b). Benih berukuran besar biasanya berasosiasi dengan habitat yang cenderung tidak terganggu (Salisbury, 1942; Warner & Platt,1976), pada tempat yang kering (Baker 1972; Schimpf, 1977), dan dengan semakin besar garis lintang serta semakin rendah ketinggian tempat (Baker, 1972). Beberapa 120
Pengaruh Ukuran Benih Terhadap Pertumbuhan Bibit Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.)
Tri Maria Hasnah
faktor seperti kompetisi antar individu untuk mendapatkan nutrisi, waktu pembuahan, dan perbedaan habitat/mikrohabitat dapat pula menyebabkan variasi tersebut (Salisbury, 1974). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran benih (berat benih) terhadap pertumbuhan bibit nyamplung yang akan digunakan untuk pembangunan tegakan benih provenan nyamplung dengan produktivitas biokerosin tertinggi (populasi Gunung Kidul, DIY). Diharapkan dari hasil penelitian ini, pemilihan benih berdasarkan ukuran benih (berat benih) dapat dijadikan pertimbangan dalam rangka mendapatkan bibit yang berkualitas dan ekonomis.
II. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian
Benih nyamplung yang digunakan berasal dari buah nyamplung yang dipungut di bawah tegakan nyamplung di KHDTK Watusipat, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta seluas 2 Ha. Tegakan tersebut ditanam pada tahun 1958 atau sudah berumur 53 tahun saat dilakukan pengambilan buah.
B. Metode Penelitian 1. Seleksi benih berdasarkan berat benih
Penentuan ukuran benih nyamplung didasarkan pada berat benih setelah diketahui kisaran ukuran benih yang akan digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut : - kecil (A) = 0,6 – 1,9 gr - sedang (B) = 2,0 – 3,3 gr - besar (C) = 3,4 – 4,8 gr Sampel benih diambil secara acak dan dipilih yang masih segar dan berwarna cerah putih kekuningan sebagai indikator benih masih baik secara fisik. Masing-masing kelas ukuran sebanyak 25 butir dan diulang sebanyak 4 kali. Variasi ukuran benih nyamplung yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Ukuran benih kecil (A), sedang (B), dan besar (C) dari populasi nyamplung di Gunung Kidul 121
Wana Benih
Vol 14 No. 2, September 2013, 119 - 134
Benih ditabur secara langsung (direct seedling) pada media top soil dan kompos dengan perbandingan 1 :1.
2. Pengamatan perkecambahan benih dan bibit di perbibitan
a) Pengamatan perkecambahan benih dilakukan setiap minggu selama 1 bulan, kecambah dihitung setelah munculnya plumulae. Pengamatan perkecambahan benih dilakukan dengan mencatat jumlah kecambah normal yang tumbuh setiap minggunya.Nilai daya kecambah merupakan nilai rata-rata dari persen kecambah normal yang terdapat pada setiap ulangan. Daya kecambah dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Daya berkecambah
=
Jumlah kecambah normal
x 100%
Jumlah benih ditabur b) Pengamatan di perbibitan dilakukan setiap bulan selama 7 bulan meliputi persen jadi bibit (%), tinggi (cm), diameter (mm) dan kekokohan bibit (cm/mm).
3. Rancangan percobaan −
−
Untuk karakter daya kecambah benih dan persen jadi bibit: Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (CRD) dengan 3 perlakuan (benih berukuran kecil, sedang, dan besar) dan 4 ulangan Untuk karakter tinggi, diameter dan kekokohan bibit : Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Berblok (RCBD) dengan 4 ulangan (blok), 3 perlakuan (benih berukuran kecil, sedang, dan besar) dan 25 individu per plot.
4. Analisis data
Data hasil pengukuran dianalisis dengan menggunakan analisis varian dilanjutkan Uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test- DMRT) bila terdapat perbedaan antar ukuran benih yang di uji. Model matematis yang digunakan adalah : − Untuk karakter daya kecambah dan persen jadi bibit: Yij = µ + ȕi + ڙij Keterangan: Yij = Variabel yang diukur µ = Rata-rata pengamatan ȕi = Pengaruh ukuran benih ke-i ڙij = Random error pada ukuran benih ke-i, pada ulangan ke-j 122
Pengaruh Ukuran Benih Terhadap Pertumbuhan Bibit Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.)
Tri Maria Hasnah
Data daya kecambah benih dan persen jadi bibit sebelum dilakukan analisis varian dilakukan transformasi ke dalam bentuk arcus sinus. − Untuk karakter tinggi, diameter dan kekokohan bibit : Yijk = µ + ȕi + ʌj + ڙijk Keterangan: Yijk = Variabel yang diukur µ = Rata-rata pengamatan ȕi = Pengaruh blok ke-i ʌj = Pengaruh ukuran benih ke-j ڙijk = Random error pada blok ke-i dan ukuran benih ke-j, pada ulangan ke-k
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Menurut Magagula dan Ossom (2011), perkecambahan dan pertumbuhan bibit sangat dipengaruhi oleh jumlah cadangan makanan yang tersimpan dalam benih. Ukuran benih mempunyai korelasi positif dengan berat benih maupun vigornya. Berat benih menunjukkan jumlah cadangan makanan, protein, aktivitas mitokhondria, kecepatan/ kemampuan respirasi/ produksi ATP dan potensi pertumbuhan (Rahmawati & Saenong, 2010). Kandungan cadangan makanan akan mempengaruhi berat suatu benih. Hal tersebut berpengaruh terhadap besarnya produksi dan kecepatan tumbuh benih, karena benih yang berat dengan kandungan cadangan makanan yang banyak akan menghasilkan energi yang lebih besar saat mengalami proses perkecambahan (Sadjad et al., 1974), . Dengan demikian akan mempengaruhi besarnya kecambah yang keluar dan berat tanaman.
1. Daya Kecambah
Perkecambahan diawali dengan penyerapan air dari lingkungan sekitar benih, baik tanah, udara, maupun media dalam bentuk embun atau uap air. Efek yang terjadi adalah membesarnya ukuran benih karena sel-sel embrio membesar dan benih melunak. Menurut Roach dan Wulff (1987), jaringan induk di sekitar embryo, seperti perbedaan pada lapisan kulit, dapat mempengaruhi perkecambahan. Perbedaan pada isi dalam benih seperti pati dan protein, dapat juga berperan dalam perkecambahan karena proses fisiologi terlibat dalam pematahan dormansi dan atau permulaan perkecambahan (Vleeshouwers et al., 1995; Dyer 2004). Variasi ukuran benih dapat mempengaruhi perkecambahan (Wulff, 1973; Robinson, 123
Wana Benih
Vol 14 No. 2, September 2013, 119 - 134
1974) dan kemampuannya untuk muncul ke permukaan tanah pada berbagai tingkat kedalamam penaburan (Black, 1956; Harper & Obeid, 1967). Berdasarkan hasil analisis varian diketahui bahwa benih nyamplung mulai berkecambah pada minggu ke-2. Perlakuan ukuran benih memberikan pengaruh yang nyata (p < 0,05) pada minggu kedua benih berkecambah sedangkan setelah bibit berumur lebih dari dua minggu, ukuran benih tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap daya kecambah benih nyamplung. Menurut Wulff (1986a; 1986b), ukuran benih berkorelasi positif dengan luas area dan berat kotiledon. Hal tersebut diduga disebabkan karena benih yang berukuran kecil menyerap air lebih cepat dibandingkan benih yang berukuran besar sehingga proses perkecambahan (fisiologis) yang diawali dengan penyerapan air akan lebih cepat berlangsung pada benih yang berukuran kecil dan sebaliknya pada benih yang berukuran besar proses perkecambahan berlangsung lebih lambat. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zhang (1993) pada Cakile edentula dan oleh Stamp (1990) pada Erodium brachycarpum bahwa benih kecil berkecambah lebih cepat dibandingkan benih besar. Stamp (1990) mengemukakan bahwa benih berukuran kecil yang berkecambah lebih awal berhubungan dengan akses terhadap air yang lebih besar karena memiliki rasio perbandingan luas bidang serap per volume yang lebih tinggi sehingga benih berukuran kecil menyerap air lebih cepat dan mematahkan dormansi lebih awal. Pada minggu ke tiga dan keempat pengamatan, perbedaan ukuran benih tidak berpengaruh nyata terhadap daya kecambah bibit nyamplung yang diamati, hal ini disebabkan karena saat itu rata-rata 80% benih berkecambah telah tercapai (benih telah stabil berkecambah). Trend daya kecambah benih nyamplung sampai dengan umur 4 minggu dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Daya kecambah benih nyamplung umur 1 sampai dengan 4 minggu pada berbagai ukuran benih Minggu keUkuran Benih 1 2 3 4 Kecil 0a 58 a 94 a 99 a Sedang 0a 49 a 94 a 98 a Besar 0a 22 b 88 a 95 a Keterangan: Nilai yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda secara nyata pada taraf 5%.
Pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa daya kecambah benih nyamplung yang ditanam masih tergolong tinggi (>70%). Daya kecambah benih nyamplung dari yang tertinggi sampai terendah dari minggu pertama sampai dengan minggu keempat pengamatan relatif konstan 124
Pengaruh Ukuran Benih Terhadap Pertumbuhan Bibit Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.)
Tri Maria Hasnah
yaitu berturut-turut benih berukuran kecil, sedang, dan besar. Seperti dijelaskan sebelumnya hal tersebut diduga disebabkan karena benih berukuran kecil lebih cepat berkecambah dibandingkan benih berukuran besar sehingga pengaruh faktor lingkungan (media yang lembab yang dapat memicu berkembangnya jamur) lebih dapat diminimalisir pada benih berukuran kecil dibandingkan pada benih yang berukuran besar. Benih berukuran besar lebih banyak terserang jamur dibandingkan dengan benih berukuran kecil dan sedang. Jamur menyebabkan rusaknya embrio sehingga menurunkan daya kecambah, panjang hipokotil, panjang akar, berat segar, dan kering (Prabowo et al., 2012). Oleh karena itu pemeliharaan yang intensif dari mulai benih disemaikan sampai dengan benih siap tanam mutlak diperlukan, terutama pemberian fungisida pada media sebelum dan pada saat benih disemaikan, dan saat penyiraman. Selama proses penyungkupan, penyiraman tidak perlu terlalu sering dilakukan, cukup dua atau tiga kali sehari dengan menggunakan gembor agar media tidak terlalu lembab yang dapat memicu berkembangnya jamur. Saat proses penyungkupan perakaran tanaman nyamplung belum berkembang banyak dan masih memperoleh cadangan makanan dari kotiledon sehingga air tidak banyak dibutuhkan, selain itu sungkup akan mempertahankan kelembaban tanaman nyamplung di dalamnya sehingga penyiraman tidak perlu terlalu sering dilakukan.
2. Persen Jadi Bibit
Ukuran benih biasanya mempunyai korelasi yang positif dengan ukuran dan persen jadi bibit (Reader, 1993; Moles & Westboy, 2004). Berdasarkan hasil analisis varian persen jadi bibit umur 1 sampai dengan 7 bulan dapat diketahui bahwa ukuran benih tidak berpengaruh secara nyata terhadap persen jadi bibit umur 1 bulan sampai dengan umur 7 bulan. Hal ini mengindikasikan bahwa ukuran benih nyamplung dari populasi Gunung Kidul baik yang berukuran kecil, sedang, ataupun besar tidak mempengaruhi kemampuan bibitnya untuk tumbuh. Rata-rata persen jadi bibit nyamplung masih tergolong tinggi (>90%) (Tabel 2). Hal tersebut diduga disebabkan karena benih nyamplung yang digunakan dalam penelitian ini baru jatuh dari pohon, sudah masak secara fisiologis dan kemampuannya untuk tumbuh menjadi bibit masih tinggi.
125
Wana Benih
Vol 14 No. 2, September 2013, 119 - 134
Tabel 2. Persentase jadi bibit (%) nyamplung umur 1 sampai dengan 7 bulan pada ketiga ukuran benih Ukuran Benih Kecil Sedang Besar
1 95 a 99 a 94 a
2 95 a 99 a 94 a
3 95 a 99 a 94 a
Bulan ke4 95 a 99 a 94 a
5 94 a 97 a 92 a
6 93 a 95 a 91 a
7 93 a 95 a 91 a
Keterangan: Nilai yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda secara nyata pada taraf 5%.
Bibit yang gagal berkecambah pada masa-masa awal penyemaian benih sebagian besar disebabkan karena benih terserang jamur ataupun busuk (Gambar 2), sedangkan bibit yang mati pada akhir pengamatan sebagian besar disebabkan karena busuk akar (Gambar 3). Oleh karena itu, pemeliharaan bibit yang intensif tidak hanya perlu dilakukan pada bulanbulan berikutnya. Penyiraman dengan intensitas yang lebih sering setiap satu atau dua kali sehari dan dengan mencampurkan fungisida pada air untuk penyiraman seminggu sekali masih diperlukan.
Gambar 2. Benih yang gagal berkecambah karena busuk dan terserang jamur
Gambar 3. Bibit nyamplung yang mati karena busuk akar
126
Pengaruh Ukuran Benih Terhadap Pertumbuhan Bibit Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.)
Tri Maria Hasnah
3. Pertumbuhan Bibit
Menurut Wulff (1986a; 1986b) ukuran benih berpengaruh terhadap biomasa (berat kering) bibit, benih berukuran besar memiliki respon yang lebih baik terhadap penambahan nutrisi dibandingkan benih yang berukuran kecil. Berdasarkan hasil analisis varian dapat diketahui bahwa ukuran benih memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman dari umur bibit 1 bulan sampai dengan 7 bulan pengamatan. Pada saat bibit berumur 1 bulan, pengaruh benih berukuran sedang berbeda nyata dengan benih berukuran kecil dan benih berukuran besar. Sementara benih berukuran kecil dan berukuran besar tidak berbeda nyata. Benih berukuran sedang memberikan pengaruh pertumbuhan tinggi terbaik dibandingkan dengan benih berukuran besar dan benih berukuran kecil (Tabel 3).
Tabel 3. Uji lanjutan (DMRT) pertumbuhan bibit tanaman nyamplung pada umur 1 sampai dengan 7 bulan pada ketiga ukuran benih. Sumber Variasi
Pengamatan bulan ke3 4 5
1
2
6
7
8,82 b 10,66 a 8,55 b
11,09 b 17,46 a 15,03 a
12,79 b 17,80 a 18,36 a
15,32 b 21,64 a 22,20 a
18,31 b 25,73 a 27,27 a
22,18 b 30,22 a 30,89 a
28,02 b 38,15 a 39,06 a
2,94 a 3,31 a 3,30 a
3,36 b 3,57 a b 3,92 a
3,51 a 3,81 a 4,05 a
3,65 b 3,95 a b 4,32 a
3,79 a 3,82 a 4,32 a
4,27 b 4,74 a b 5,07 a
4,82 c 5,78 b 6,09 a
3,46 b 4,63 a 3,96 a b
4,38 b 5,07 a 4,96 a b
4,69 b 5,52 a 5,43 a
5,53 b 6,70 a 6,73 a
5,59 b 6,36 a 6,24 a
5,82 b 6,51 a 6,62 a
Tinggi Kecil Sedang Besar
Diameter Kecil Sedang Besar
Kekokohan Bibit Kecil Sedang Besar
3,40 a 3,27 a b 2,85 b
Keterangan: Nilai yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda secara nyata pada taraf 5%.
Hal tersebut diduga disebabkan karena benih berukuran sedang berkecambah lebih cepat dibandingkan dengan benih berukuran besar (Wulff 1986a; Wulff, 1986b, Hendrix et al., 1991; Susko & Lovett-Doust, 2000) dan memiliki cadangan makanan yang lebih banyak 127
Wana Benih
Vol 14 No. 2, September 2013, 119 - 134
dibandingkan benih yang berukuran kecil (Magagula & Ossom , 2011; Rahmawati & Saenong, 2010; Sadjad et al., 1974) sehingga pada masa-masa awal perkecambahan mempunyai respon pertumbuhan tinggi yang lebih baik dibandingkan benih berukuran besar dan benih berukuran kecil. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hendrix et al., (1991), bahwa perbandingan panjang akar maksimum dengan total luas daun dari bibit Pastinaca sativa mempunyai korelasi negatif dengan ukuran benih (berat) pada saat 10 dan 20 hari setelah penaburan namun tidak berkorelasi negatif pada umur 30 dan 40 hari setelah berkecambah. Selanjutnya dilaporkan bahwa benih berukuran kecil kemungkinan memiliki kemampuan hidup yang pendek untuk bertahan pada kondisi kering karena tumbuhan dengan luas daun per unit akar yang lebih kecil akan melakukan respirasi yang lebih sedikit dibandingkan bibit dari benih berukuran besar. Pada Alliaria petiolata, benih berukuran kecil menghasilkan bibit yang pada awal pertumbuhan tumbuh lebih tinggi dibandingkan bibit dari benih berukuran besar karena memiliki hipokotil yang lebih panjang dari awal sehingga bibit yang muncul awal dari benih berukuran kecil memiliki kesempatan tumbuh dan lebih cepat (Susko & Lovett-Doust, 2000). Ukuran benih tidak memberikan pengaruh secara nyata terhadap pertumbuhan diameter sampai dengan umur bibit 6 bulan, perbedaan baru mulai terlihat sampai dengan umur 7 bulan. Hal ini karena pada umumnya pertumbuhan awal tanaman dimulai dengan karakter tinggi tanaman dan baru diikuti dengan pertumbuhan diameter sehingga hasil analisis varian juga menunjukan trend yang sama. Pertambahan diameter bibit tertinggi diperoleh saat bibit berumur 5 bulan, hal ini disebabkan karena perlakuan pemupukan sebanyak 6 butir NPK mutiara per batang bibit saat bibit berumur 5 bulan sampai siap tanam untuk memacu agar bibit lebih siap tanam. Menurut Hardjowigeno (2003), fungsi nitrogen sebagai pupuk adalah untuk memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman (tanaman akan berwarna lebih hijau) dan membantu proses pembentukan protein sedangkan unsur fosfor sangat berguna untuk merangsang pertumbuhan akar, bahan dasar protein, memperkuat batang tanaman serta membantu asimilasi dan respirasi. Menurut Hanafiah (2007) melaporkan bahwa unsur K berfungsi meningkatkan sintesis dan translokasi karbohidrat, sehingga mempercepat penebalan dinding-dinding sel dan ketegaran tangkai/buah/cabang. Pada saat usia bibit 6 bulan naungan telah dibuka dan jarak antar bibit mulai dijarangi dengan tujuan agar bibit mendapatkan sinar yang cukup untuk fotosintesis dan lebih kokoh sehingga lebih siap untuk ditanam di lapangan. Hal tersebut diduga mempengaruhi 128
Pengaruh Ukuran Benih Terhadap Pertumbuhan Bibit Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.)
Tri Maria Hasnah
pertumbuhan diameter bibit. Pada saat umur bibit 7 bulan pertumbuhan diameter terbaik ditunjukan oleh benih berukuran besar, diikuti benih berukuran sedang, dan berukuran kecil. Bibit yang berasal dari benih yang besar dapat mencapai ukuran awal bibit yang lebih besar (Westboy et al., 1992). Selain itu, lebih banyak kandungan nutrisi pada benih yang besar dapat menyebabkan pertumbuhan pra-fotosintesis lebih cepat sehingga pertumbuhan dan kemampuan hidup bibit lebih baik. Oleh sebab itu, benih yang besar dapat menghasilkan bibit yang lebih kompetitif dan toleran terhadap kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan (Weller, 1985; Seiwa, 2000; Vaughton & Ramsey (2001). Secara garis besar, perlakuan ukuran benih memberikan pengaruh yang nyata terhadap kekokohan bibit (Gambar 4). Pada bulan pertama pengamatan kekokohan bibit terbaik ditunjukkan berturut-turut oleh benih berukuran kecil, sedang, dan besar. Hal tersebut disebabkan karena benih berukuran kecil lebih cepat berkecambah sehingga pertumbuhan jaringannya juga lebih cepat dewasa dibandingkan benih berukuran sedang dan besar. Pada saat bibit berumur 2 sampai dengan 6 bulan, kekokohan bibit terbaik sudah dilampaui oleh benih berukuran sedang, dan sebaliknya benih berukuran kecil memperlihatkan respon yang paling rendah. Setelah bibit berumur 7 bulan, kekokohan bibit terbaik ditunjukan oleh benih berukuran besar. Mekanisme yang menjelaskan hubungan fungsional antara benih dan bibit telah dikemukakan oleh Westboy et al., (1996) dan Leishman et al. (2000): (1) Pengaruh cadangan makanan, bahwa setelah berkecambah benih yang berukuran besar tetap mempertahankan proporsi cadangan makanan yang lebih besar yang selanjutnya dapat digunakan untuk pertumbuhan bibit, ketahanan hidupnya dan kemampuannya untuk pulih. Sehingga kelebihan cadangan makanan yang tersimpan di kotiledon akan meningkatkan kesempatan bibit untuk tumbuh pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan (Garci´A-Cebria, 2003; Green & Juniper, 2004a). Hasil penelitian Gardner et al., (1991) pada tanaman dikotil menunjukkan adanya pengaruh positif ukuran benih terhadap ukuran kotiledon. Benih yang lebih besar menghasilkan luas kotiledon dua kali lipat dan potensi fotosintetiknya lebih tinggi dibandingkan dengan benih kecil. (2) Efek metabolik, bahwa ukuran benih berkorelasi negatif dengan pertumbuhan relatif (relative growth rate) pada tahap awal pertumbuhan (Cornelissen et al., 1996; Saverimuttu & Westboy, 1996; Wright & Westboy, 1999).
129
Wana Benih
Vol 14 No. 2, September 2013, 119 - 134
Gambar 4. Variasi pertumbuhan bibit nyamplung umur 4 bulan pada ketiga ukuran benih
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, apabila kita hendak melakukan pembibitan dengan memprioritaskan bibit dengan pertumbuhan yang optimal dan akan diseleksi maka sebaiknya kita tidak menggunakan benih yang berukuran kecil. Dengan demikian yang digunakan adalah benih yang berukuran sedang atau besar dengan ukuran berat benih lebih dari 2 gr. Hasil pengukuran pertumbuhan bibit pada penelitian ini juga menunjukan bahwa bibit tanaman nyamplung baru siap tanam setelah umur 6 bulan dengan tinggi bibit antara 30-40 cm (Wibisono et al., 2006). Penggunaan benih berukuran besar akan menguntungkan pada (1) kemampuannya untuk muncul ke permukaan tanah yang lebih cepat dan kemampuannya untuk tumbuh pada kondisi tanah yang kurang subur atau kondisi lain yang kurang menguntungkan (PuertaPin˜ero et al., 2006) (2) menghasilkan bibit yang lebih besar dengan perakaran yang lebih panjang yang akan meningkatkan kemampuannya untuk bertahan hidup pada musim panas yang kering (Metcalve & Grubb, 1997; Lloret et al., 1999) (3) kemampuan untuk bersemi setelah dimangsa herbivor, karena bibit mempertahankan substansi awal cadangan makanan (Green & Junipper, 2004b).
130
Pengaruh Ukuran Benih Terhadap Pertumbuhan Bibit Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.)
Tri Maria Hasnah
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Ukuran benih nyamplung berpengaruh terhadap daya kecambah benih pada umur 2 minggu, namun tidak berpengaruh pada minggu berikutnya. 2. Persen jadi bibit, tidak dipengaruhi oleh ukuran benih nyamplung. 3. Ukuran benih memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertumbuhan bibit nyamplung 4. Pertumbuhan bibit terbaik pada akhir pengamatan ditunjukan oleh bibit yang berasal dari benih yang berukuran besar. Benih berukuran sedang tidak berbeda dengan benih berukuran besar, oleh karena itu ukuran benih yang sebaiknya digunakan untuk menghasilkan bibit yang baik adalah yang berukuran lebih dari 2 gr dengan waktu seleksi bibit terbaik setelah berumur 6 bulan (tinggi bibit telah mencapai 30 – 40 cm).
DAFTAR PUSTAKA Baker, H. C. 1972. Seed Weight in relation to environmental condition in California. Ecology 53: 997 – 1010. Black, J. N. 1956. The influence of seed size and depth of sowing on pre-emergence and early vegetative growth of subterranean clover (Trifolium subterraneum L.) CSIRO : Australian Journal of Agricultural Research 7(2) 98 - 109 Cavers P.B. and J.L Harper. 1966. Germination polymorphism in Rumex crispus and Rumex obtusifolius. Journal of Ecology 54: 367-382. Cornelissen, J. H. C., P. Castro-Di ´Ez, and R. Hunt. 1996. Seedling growth, allocation and leaf attributes in a wide range of woody plant species and types. Journal of Ecology 84: 755–765 Datta, S.C., M. Evenari, and Y. Gutterman. 1970. The heteroblasty of Aegilops ovata L. Israel Journal of Botany 19: 463-483. Dyer, A. R. 2004. Maternal and sibling factors induce dormancy in dimorphic seed pairs of Aegilops triuncialis. Plant Ecology172: 211–218. Fang, W., Z. Wang, R. Cui, J. Li, and Y. Li. 2012. Maternal control of seed size by EOD3/CYP78A6 in Arabidopsis thaliana. The Plant Journal 70 (6) :929-39. UK : Blackwell Publishing Ltd. Garci´A-Cebria´N, F., J. Esteso-Marti´Nez, And E. Gil-Pelegri´N. 2003. Influence of cotyledon removal on early seedling growth in Quercus robur L. Annals of Forest Science 60: 69–73. Gardner, F. P., R. B. Pearce, dan R. L. Mitchell. 1991. Physiology of Crop Plants. (Terjemahan Susilo, H dan Subiyanto). Jakarta: UI Press Green, P. T., and P. A. Juniper. 2004a. Seed–seedling allometry in tropical rain forest trees: seed mass-related patterns of resource allocation and the ‘reserve effect’. Journal of Ecology 92: 397–408. Green, P. T., and P. A. Juniper. 2004b. Seed mass, seedling herbivory and the reserve effect in tropical rainforest seedlings. Functional Ecology 18: 539–547. Gutterman, Y. 1980-81. Influences on seed germinability : phenotypic matternal effect during seed maturation. Israel Journal of Botany 28: 105–117. Hanafiaf, K. A. 2007. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Bogor: Akademika Pressindo. 131
Wana Benih
Vol 14 No. 2, September 2013, 119 - 134
Harper, J. L., P.H. Lovell, and K.G. Moore. 1970. The Shapes and Sizes of Seeds. Annual Review of Ecology and Systematics 1:327 – 356. Harper, J. L. and M. Obeid. 1967. Influence of seed size and depth of sowing on the establishment and growth of varieties of fiber and oilseed flax. Cropscience 7: 527 – 532. Hendrix, S. D., E. Nielsen, T.Nielsen, and M. Schutt. 1991. Are seedlings from small seeds always inferior to seedlings from large seeds? Effects of seed biomass on seedling growth in Pastinaca sativa L. New Phytologist 119: 299–305. Leishman, M. R., I. J. Wright, A.T.Moles, and M. Westoby. 2000. The evolutionary ecology of seed size. In M. Fenner [ed.], Seeds: ecology of regeneration in plant communities, 31–57. CAB International,Wallingford, UK. Lloret, F., C. Casanovas, and J. Pen˜uelas. 1999. Seedling survival of Mediterranean shrubland species in relation to root : shoot ratio, seed size and water and nitrogen use. Functional Ecology 13: 210–216. Magagula, P. and E. Ossom. 2011. Effects of seed size on seedling vigor of okra (Abelmoschus esculentus L.) in Swaziland. Advances in Environmental Biology, 5(1): 180-187. Metcalfe, D. J. and P. J. Grubb. 1997. The response to shade of seedling of very small-seeded tree and shrub species from tropical rain forest in Singapore. Functional Ecology 11: 215–221. Moles, A. T., and M. Westoby. 2004. Seedling survival and seed size: a synthesis of the literature. Journal of Ecology 92:372–383 PP Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Prabowo, H. 2012. Pengaruh serangan serangga hama dan jamur pada masa penyimpanan terhadap daya kecambah benih. Lokakarya Nasional IV Akselerasi Inovasi Teknologi Jarak Pagar Menuju Kemandirian Energi. P. 242-245 Puerta-Pin˜ero, C., J. M. Go´Mez, and R. Zamora. 2006. Species-specific effects on topsoil development affect Quercus ilex seedling performance. Acta Oecologia 29: 65–71. Rahmawati and S.Saenong. 2010. Mutu fisiologis Benih pada Beberapa Varietas Jagung Selama Periode Simpan. Prosiding Pekan Serealia Nasional p. 478 – 485. Reader, R.J. 1993. Control of seedling emergence by groundcover and seed predation in relation to seed size for some old-field species. Journal of Ecology 81:169–175. Roach,D.A.,and D. Wulff. 1987. Maternal effects in plants. Annual Review of Ecology and Systematics 18: 209–235. Robinson, R. G. 1974. Sunflower performance relative to size and weight of achenes planted. Crop Science 14:616-618. Sadjad, S., M. Poernomohadi, Z. Jusup, dan Z. A. Pian. 1974. Penuntun Praktikum Teknologi Benih. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Salisbury, E. J. 1974. Seed size and mass in relation to environment. Proceedings of The Royal Society of London. P. 186 : 83-88. Salisbury, E. J. 1942. The Reproductive Capacity of Plants. George Bell and Sons. London. Saverimuttu, T., and M. Westoby. 1996. Seedling longevity under deep shade in relation to seed size. Journal of Ecology 84: 681–689. Schimpf, D. J. 1977. Seed weight of Amarantus retroflexus in relation to moisture and length of growing season. Ecology 58: 450 – 453. Seiwa K, 2000. Effects of seed size and emergence time on tree seedling establishment: importance of development constraints. Oecologia 123: 208–15. Stamp, N. E. 1990. Production and effect of seed size in a grassland annual (Erodium brachycarpum,Geraniaceae). American Journal of Botany 77: 874–882. Susko, D.J. and L. Lovett-Doust. 2000. Patterns of seed mass variation and their effects on seedling traits in Alliaria petiolata (Brassicaceae). American Journal of Botany 87(1): 56–66. Vaughton, G. and M. Ramsey. 2001. Relationship between seed mass, seed nutrients, and seedling growth in Banksia cunninghamii (Proteaceae). International Journal of Plant Science 162: 599–606. Vleeshouwers, L. M., H. J. Bouwmeester, and M. Karssen. 1995. Redefining seed dormancy: an attempt to integrate physiology and ecology. Journal of Ecology 83: 1031–1037. Waller, D. M. 1982. Factors influencing seeds weighs in Impatiens capensis (Balsaminaceae). American Journal of Botany 69: 1470 -1475. 132
Pengaruh Ukuran Benih Terhadap Pertumbuhan Bibit Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.)
Tri Maria Hasnah
Weller, S. G. 1985. Establishment of Lithospermum caroliniensis on sand dunes: The role of nutlets mass. Ecology 66: 1893–901. Werner, P. A. and W. J. Platt. 1976. Ecological Relationships of Cooccuring Goldenrods. American Naturalist 110: 959-971. Westoby, M., M. Leishman, And J. Lord. 1996. Comparative ecology of seed size and dispersal. Philosophical Transactions of the Royal Society of London. Biological Sciences 351: 1309–1318. Westboy, M., M. R. Leishman dan J. Lord. 1992.Comparative evolutionary ecology of seed size. Trends in Ecology and Evolution 7 : 368 – 372. Wibisono, I. T. C., Eko Budi Priyanto, dan I. N. N. Suryadiputra. 2006. Panduan Praktis Rehabilitasi Pantai “Sebuah Pengalaman Merehabilitasi Kawasan Pesisir. Bogor : Wetlands International – Indonesia Programmme. Wright, I. J., and M. Westoby. 1999. Differences in seedling growth behaviour among species: trait correlations across species, and trait shifts along nutrient compared with rainfall gradients. Journal of Ecology 87: 85–97. Wulff, R. D. 1973. Intrapopulational variation in the germination of seeds in Hyptis suaveolens. Ecology 54: 646 – 649. Wulff, R. D. 1986a. Seed Size Variation in Desmodium Paniculatum : I. Factors Affecting Seed Size. Journal of Ecology 74: 87-97. UK : British Ecological Society. Wulff, R. D. 1986b. Seed Size Variation in Desmodium Paniculatum: II. Effects on Seedling Growth and Physiological Performance. Journal of Ecology 74: 87-97. UK : British Ecological Society. Zhang, J. 1993. Seed dimorphism in relation to germination and growth of Cakile edentula. Canadian Journal of Botany 71: 1231–1235.
133