UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI KEONG MATAH MERAH (Cerithidea obtusa)
Oleh : Tyas Triyanto Prabowo C34104037
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN
TYAS TRIYANTO PRABOWO. C34104037. Uji Aktivitas Antioksidan dari Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa). Dibimbing oleh SRI PURWANINGSIH dan ELLA SALAMAH. Tingginya tuntutan jaman terhadap aktivitas dunia kerja cenderung memaksa masyarakat untuk berpindah ke hal-hal yang bersifat cepat dan instan termasuk dalam hal pola makan. Pola makan yang tidak tepat akan menyebabkan akumulasi jangka panjang terhadap radikal bebas di dalam tubuh. Antioksidan bertindak melalui mekanisme pemutusan rantai radikal bebas, detoksifikasi serta mengaktifkan enzim-enzim antioksidan (superoksid dismutase, katalase, glutation peroksidase) termasuk kadar glutation reduksi (GSH). Salah satu alternatif sumber antioksidan adalah keong matah merah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan dari keong matah merah (Cerithidea obtusa), keong yang digunakan berasal dari pasar Muara Angke Jakarta. Habitat keong matah merah adalah pantai dengan substrat berlumpur. Keong didapatkan dalam keadaan hidup. Sampel keong dibawa dengan menggunakan sterofoam. Setelah sampel sampai, tutup sterofoam dibuka agar keong tetap mendapatkan oksigen yang cukup. Substrat lumpur yang ada digunakan untuk mempertahankan suhu lingkungan dan sumber mendapatkan makanan untuk keong tersebut. Penelitian dibagi dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan meliputi ekstraksi komponen antioksidan tahap penapisan dan ekstraksi dengan metode bertingkat serta uji aktivitas antoksidan dengan metode DPPH. Penelitian utama meliputi preparasi keong dan analisis proksimat, ekstraksi bahan aktif, uji aktivitas antioksidan, uji fitokimia dan uji bilangan peroksida. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pelarut yang paling baik digunakan dalam ekstraksi adalah metanol dengan metode ekstraksi secara tunggal. Nilai rendemen terbesar diperoleh dari ekstrak metanol yaitu sebesar 2,68 % diikuti oleh etil asetat 1,25 % dan ekstrak heksana 0,2 %. Keong matah merah memiliki kandungan kadar air 75,98 %; kadar abu 5,73 %; kadar lemak 2,55 % dan kadar protein 9,85 %. Nilai aktivitas antioksidan yang ditunjukkan dengan nilai IC50 pada pelarut metanol, heksan dan etil asetat berturut-turut yaitu 967,89 ppm ; 34.582,1 ppm; dan 2,80 x 106 ppm. Aktivitas antioksidan terbaik adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut metanol yaitu 967,89 ppm. Berdasarkan hasil aplikasi ekstrak metanol terhadap emulsi minyak maka dapat dilihat bahwa kemampuan ekstrak keong matah merah sebagai antioksidan berpengaruh nyata terhadap penghambatan aktivitas oksidasi lemak. Nilai bilangan peroksida pada emulsi minyak dengan penambahan ekstrak 0 ppm; 2000 ppm; 3000 ppm; dan 4000 ppm berturut-turut 4,75 Meq O2/1000g; 3,92 Meq O2/1000g; 3,33 Meq O2/1000g dan 2,83 Meq O2/1000g. Uji fitokimia terhadap ekstrak keong matah merah (Cerithidea obtusa) terpilih yang mempunyai aktivitas antioksidan, menunjukkan bahwa keong matah merah mengandung senyawa bioaktif golongan alkaloid dan flavonoid.
UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI KEONG MATAH MERAH (Cerithidea obtusa)
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Oleh : Tyas Triyanto Prabowo C34104037
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul Skripsi
: UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI KEONG MATAH MERAH (Cerithidea obtusa)
Nama Mahasiswa : Tyas Triyanto Prabowo Nomor Pokok
: C34104037
Menyetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir Sri Purwaningsih, MSi NIP.131 878 935
Dra. Ella Salamah, MSi NIP.131 788 597
Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Uji Aktivitas Antioksidan dari Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa )” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada pihak manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Tyas Triyanto Prabowo C34104037
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segenap limpahan karunia yang tak terhitung banyaknya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Rasulullah SAW. Penyusunan skripsi yang berjudul Uji Aktivitas Antioksidan dari Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa) merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya kepada: 1) Ibu Dr. Sri Purwaningsih, M.Si dan Dra. Ella Salamah, M.Si sebagai komisi pembimbing atas segala saran, kritik, arahan, perbaikan dan motivasi serta semua ilmu yang telah diberikan. 2) Ibu Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si dan Ir. Winarti Zahiruddin, MS sebagai dosen penguji atas arahan dan perbaikan yang telah diberikan. 3) Kedua orang tua, Ayahanda Muryanto dan Ibunda Tri Wahyuni atas segala doa dan apapun yang telah diberikan kepadaku yang tak terhitung banyaknya. 4) Ibu Dra. Pipih Suptijah, MBA selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama menjalani masa perkuliahan, semangat dan perhatiannya serta telah bersedia mendengarkan keluh kesah selama menjalani hari-hari di IPB. 5) Adikku, Wahyu Tyas Pramono atas doa dan perhatiannya. 6) Pakde Budhe di Magelang, Mbak Nit, Mas Arif yang selalu membuat aku tertawa dan bahagia. 7) Merlinda Kemala Dewi atas semua yang telah diberikan selama ini untuk selalu berbuat yang terbaik dan tidak mudah mengeluh. 8) Teman-teman di HKRB Dodi, Agung, Dicky, Beky, Deni, Mustofa, Endro, mas Tichul, mas Deva, mas Alkaf, dan sesepuhku mas Wisnu alias Gusdur yang selalu menemani selama ini baik disaat aku sedih dan di saat aku tertawa.
9) Rekan-rekan THP angkatan 40, 41, 42, 43, Andi Bojong, Maho, Adit, Bengbeng, Wawan, Eka, Ika, Sereli, Nia, Anang, An’im, Windhyka, Nuzul, Laler, Nicolas, mas Zacky, mas Ipul dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. 10) Bu Ema dan Mbak Ica atas bantuan dan bimbingannya selama di Laboratorium Biokimia dan Mikrobiologi Hasil Perairan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kesalahan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya.
Bogor, Januari 2009
Tyas Triyanto Prabowo
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rembang, 27 April 1986 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Muryanto S.Pd dan Tri Wahyuni. Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Rembang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih jurusan Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis menjadi Asisten Biokimia Hasil Perairan tahun 2007/2008. Penulis aktif dalam berbagai kegiatan dan kepanitiaan di kampus. Penulis aktif dalam Himpunan mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (HIMASILKAN) periode 2007-2008, Organisasi Mahasiswa Daerah Kabupaten Rembang. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dengan judul Uji Aktivitas Antioksidan dari Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa) bimbingan Dr. Ir. Sri Purwaningsih, MSi dan Dra. Ella Salamah, MSi.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR.............................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
xi
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................
1
1.2 Tujuan.............................................................................................
2
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Keong Laut Matah Merah (Cerithidea obtusa) .........................................................................
3
2.2 Radikal Bebas dan Pembentukannya ...............................................
4
2.3. Ekstraksi Komponen Bioaktif .........................................................
5
2.3.1 Kelarutan komponen bioaktif.................................................. 2.3.2 Metode ekstraksi ....................................................................
5 5
2.4 Antioksidan .....................................................................................
7
2.5 Mekanisme Oksidasi Lemak ...........................................................
8
2.6. Daya Antioksidatif ..........................................................................
10
2.6.1 Mekanisme aktivitas antioksidan ............................................ 2.6.2 Uji aktivitas antioksidan .........................................................
10 11
3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian..........................................................
13
3.2 Bahan dan Alat................................................................................
13
3.3. Tahap Penelitian..............................................................................
13
3.3.1 Penelitian pendahuluan .......................................................... 3.3.1.1 Ekstraksi komponen antioksidan dari keong matah merah (Cerithidea obtusa) tahap penapisan...... 3.3.1.2 Ekstraksi komponen antioksidan dari keong matah merah (Cerithidea obtusa) dengan metode bertingkat ...................................................................
14
3.3.2 Penelitian utama ..................................................................... 3.3.2.1 Preparasi dan keong matah merah (Cerithidea obtusa) 3.3.2.2 Ekstraksi bahan aktif dengan pelarut yang berbeda..... 3.3.2.3 Aplikasi ekstrak terpilih dalam menghambat oksidasi 3.3.3 Analisis .................................................................................. 3.3.3.1 Perhitungan rendemen (SNI-19-1705-2000) ...............
16 17 18 18 18 19
14
15
3.3.3.2 Analisis proksimat (AOAC 1995) .............................. 3.3.3.3 Uji aktivitas antioksidan ............................................. 3.3.3.4 Uji fitokimia (Harborne 1984).................................... 3.3.3.5 Uji bilangan peroksida (Santoso 2003) .......................
20 22 23 25
3.4. Rancangan Percobaan dan Analisis Data .........................................
26
4. PEMBAHASAN 4.1 Penelitian pendahuluan ..............................................................
28
4.1.1 Ekstraksi komponen antioksidan tahap penapisan dan ekstraksi metode bertingkat dari keong matah merah (Cerithidea obtusa) ....................................................... 4.1.2 Uji aktivitas antioksidan ...............................................
28 30
4.2 Penelitian utama ........................................................................
31
4.2.1 Preparasi keong matah merah(Cerithidea obtusa) ......... 4.2.2 Hasil ekstraksi bahan aktif ............................................ 4.2.3 Hasil uji aktivitas antioksidan ....................................... 4.2.4 Hasil uji fitokimia keong matah merah.......................... 4.2.5 Hasil aplikasi ekstrak tepilih dalam menghambat oksidasi.........................................................................
31 32 34 38
5. KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................
43
5.1 Kesimpulan................................................................................
43
5.2 Saran .........................................................................................
43
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
44
LAMPIRAN ..........................................................................................
47
40
DAFTAR TABEL No
Teks
Halaman
1. Beberapa pelarut organik dan sifat fisiknya ........................................
5
2. Rendemen hasil ekstraksi dengan metode terpisah dan bertingkat .......
29
3. Hasil uji aktivitas antioksidan .............................................................
30
4. Hasil analisis proksimat keong matah merah.......................................
31
5. Aktivitas ekstrak metanol keong matah merah dengan sumber-sumber antioksidan alami lainnya ...................................................................
38
6. Hasil fitokimia ekstrak metanol keong matah merah ...........................
39
DAFTAR GAMBAR No
Teks
Halaman
1. Keong laut matah merah (Cerithidea obtusa) .....................................
4
2. Reaksi penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida
10
3. Diagram alir ekstraksi komponen antioksidan tahap penapisan...........
15
4. Diagram alir ekstraksi komponen antioksidan keong ..........................
17
5. Diagram alir tahapan penelitian utama ................................................
19
6. Histogram rendemen hasil ekstraksi pada masing-masing pelarut .......
33
7. Hubungan konsentrasi dengan persentase panghambatan ekstrak keong pada ketiga jenis pelarut .....................................................................
35
8. Histogram nilai aktivitas ekstrak keong matah merah .........................
37
9. Hasil uji fitokima keong matah merah ................................................
40
10.Histogram nilai bilangan peroksida keong matah merah .....................
41
DAFTAR LAMPIRAN No
Halaman
1. Hasil uji normalitas pelarut heksan ...................................................
48
2. Plot normal pelarut heksan ................................................................
49
3. Hasil uji sidik ragam pelarut heksan ..................................................
50
4. Hasil uji lanjut Duncan pelarut heksan ..............................................
51
5. Hasil uji normalitas pelarut etil asetat ................................................
52
6. Plot normal pelarut etil asetat ............................................................
53
7. Hasil uji sidik ragam pelarut etil asetat ..............................................
54
8. Hasil uji lanjut Duncan pelarut etil asetat ..........................................
55
9. Hasil uji normalitas pelarut metanol ..................................................
56
10. Plot normal pelarut metanol ..............................................................
57
11. Hasil uji sidik ragam pelarut metanol ................................................
58
12. Hasil uji lanjut Duncan pelarut metanol.............................................
59
13. Hasil uji normalitas pelarut dengan konsentrasi terbaik .....................
60
14. Plot normal pelarut dengan konsentrasi terbaik .................................
61
15. Hasil uji sidik ragam pelarut dengan konsentrasi terbaik ...................
62
16. Hasil uji lanjut Duncan pelarut dengan konsentrasi terbaik ................
63
17. Hasil uji normalitas bilangan peroksida .............................................
64
18. Plot normal bilangan peroksida .........................................................
65
19. Hasil uji sidik ragam bilangan peroksida ...........................................
66
20. Hasil uji lanjut Duncan bilangan peroksida........................................
67
21. Hubungan konsentrasi dengan persentase penghambatab ekstrak keong pada ketiga jenis pelarut..........................................................
68
22. Contoh perhitungan penentuan nilai IC50 ...........................................
69
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Semakin tingginya tuntutan jaman terhadap aktivitas dunia kerja cenderung akan memaksa masyarakat untuk berpindah ke hal-hal yang bersifat cepat dan instan termasuk dalam hal pola makan. Pola makan yang tidak tepat akan menyebabkan akumulasi jangka panjang terhadap radikal bebas di dalam tubuh. Pengaruh gaya hidup yang kurang baik, stress dan polusi lingkungan meningkatkan kebutuhan tubuh akan zat gizi dan fitonutrisi sebagai pelindung dari radikal bebas (PDPERSI 2003). Radikal bebas merupakan salah satu bentuk senyawa oksigen reaktif, yang secara umum diketahui sebagai senyawa yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Senyawa ini terbentuk dari dalam tubuh dan dipicu oleh berbagai macam faktor.
Radikal bebas dapat terbentuk melalui proses metabolisme.
Proses metabolisme ini sering terjadi kebocoran elektron (Winarsi 2007). Senyawa radikal bebas di dalam tubuh dapat merusak asam lemak tak jenuh ganda yang terdapat dalam membran sel. Selain itu senyawa oksigen reaktif ini juga dapat merusak bagian dalam pembuluh darah sehingga meningkatkan pengendapan kolesterol dan menimbulkan aterosklerosis. Radikal bebas dapat dihasilkan dari hasil metabolisme tubuh dan faktor eksternal seperti asap rokok, hasil penyinaran ultra violet, zat kimiawi dalam makanan dan polutan lain (Estenbauer et al. 2001 diacu dalam Winarsi 2007). Konsumsi antioksidan dalam jumlah yang memadai dapat menurunkan penyakit degeneratif, seperti kardiovaskuler, kanker, aterosklerosis, osteoporosis, dan lain-lain.
Konsumsi makanan yang mengandung antioksidan juga dapat
meningkatkan status imunologis dan dapat menghambat timbulnya penyakit degeratif akibat penuaan.
Kecukupan asupan antioksidan secara optimal
diperlukan pada semua kelompok umur (Winarsi 2007). Antioksidan bertindak melalui mekanisme pemutusan rantai radikal bebas, detoksifikasi serta mengaktifkan enzim-enzim antioksidan (superoksid dismutase, katalase, glutation peroksidase) termasuk kadar glutation reduksi (GSH) (Harliansyah 2005).
Beberapa studi dan penelitian tentang radikal bebas menyatakan bahwa status antioksidan dapat ditingkatkan melalui penyediaan bahan makanan tambahan (suplemen) untuk mengurangi beberapa resiko penyakit yang terjadi akibat radikal bebas (Ferguson et al. 2004 diacu dalam Harliansyah 2005). Salah satu harapan sumber alternatif antioksidan alami yang berasal dari laut adalah keong matah merah (Cerithidea obtusa).
Keong matah merah
merupakan salah satu komoditi perairan yang diminati masyarakat untuk dikonsumsi.
Penelitian keong matah merah (Cerithidea obtusa) sebelumnya
memiliki aktivitas antitumor, padahal kita tahu salah satu penyebab tumor dikarenakan adanya suatu radikal bebas. 1.2. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antioksidan dari Keong laut matah merah (Cerithidea obtusa) yang diambil dari Muara Angke. Tujuan khusus : 1). mendapatkan zat aktif yang terdapat dalam daging keong melalui proses ekstraksi. 2). identifikasi senyawa kimia yang berperan sebagai antioksidan dalam keong melalui uji fitokimia dan uji aktivitas antioksidan dengan metode diphenylpicrylhydrazyl (DPPH).
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Deskripsi Keong Laut Matah Merah (Cerithidea obtusa) Klasifikasi dan deskripsi keong laut matah merah (Cerithidea obtusa) menurut Abbot dan Boss (1989) diacu dalam Purwaningsih (2007) adalah sebagai berikut: Filum
: Molusca
Kelas
: Gastropoda
Subkelas
: Orthogastropoda
Ordo
: Caenogastropoda
Superfamili
: Sorbeococha
Famili
: Cerithiodea
Subfamili
: Potamididae
Genus
: Cerithidea
Spesies
: Cerithidea obtusa
Secara umum gastropoda memiliki ciri-ciri morfologi antara lain cangkang spiral, dengan atau tanpa tentakel dan mata, memiliki radula, kaki jalan, dengan garis mantel pada cangkang, memiliki nefridia, osphradium dan sistem reproduksi tunggal (Hyman 1967). Keong laut mata merah (Cerithidea obtusa) memiliki ciri-ciri tubuh yang simetris bilateral, tertutup mantel yang menghasilkan cangkang dan mempunyai kaki ventral.
Memiliki saluran pencernaan yang
lengkap dan di dalam rongga mulut terdapat radula, jantung terdiri dari dua serambi dan satu bilik. Alat pernafasannya adalah sepasang insang atau lebih yang dinamakan cteinidia, alat indera terdiri dari cincin syaraf dengan beberapa ganglion dan dua pasang benang syaraf . Menurut Hyman (1967) keong dalam keadaan normal berbentuk kerucut spiral memanjang disekitar axis pusat yang disebut columnella.
Cangkang
terdapat garis spiral yang disebut dengan suture yang merupakan garis tipis sederhana. Bagian untuk melindungi keong dari kontak adalah bagian cangkang yang melingkar, bagian melingkar yang paling besar ini disebut dengan body worl.
Bagian yang terlihat terbuka pada inner lips disebut dengan aperture.
Gambar keong laut matah merah secara morfologis disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Keong laut matah merah (Cerithidea obtusa) Sumber : http://bigai.world.coocan.jp/obtusa.jpg
2.2. Radikal Bebas dan Pembentukannya Radikal bebas adalah molekul yang kehilangan elektron, sehingga molekul tersebut menjadi tidak stabil dan selalu berusaha mengambil elektron dari molekul atau sel lain. Beberapa contoh senyawa Reactive Oxygen Spesies (ROS) yang ditemukan pada organisme hidup adalah superokside (O2*), hidroksil (OH*), peroksil (RO2*), alkoksil (RO*), dan hidroperoksil (HO2*).
Nitrit oksida dan
*
nitrogen oksida ( NO2) adalah dua radikal bebas nitrogen. Radikal bebas oksigen dan nitrogen dapat dikonversi menjadi spesies reaktif non radikal lain, seperti hidrogen peroksida, asam hipoklorit (HOCl), asam hipobromous (HOBr), dan peroksinitrit (ONOO-).
Reactive Oxygen Spesies (ROS), Reactive Nitrogen
Species (RNS) diproduksi di dalam tubuh manusia secara fisiologis dan patologis (Fang et al. 2002). Tubuh kita secara terus menerus mengalami pembentukan radikal bebas melalui proses metabolisme sel secara normal, proses peradangan, malnutrisi, respon terhadap sinar gamma, UV, asap rokok, alkohol, polusi, obat-obatan, radang, luka, kelelahan, stres, insektisida bahan pengawet dan lain-lain (Hidajat 2005). Pembentukan radikal bebas (stress oksidasi) sebenarnya merupakan suatu kondisi fisiologis yang memegang peran penting dalam proses terjadinya suatu penyakit, serta proses penuaan. Umumnya sel bereaksi terhadap stres oksidasi ini dengan meningkatkan sistem pertahanan antoksidan dan sistem pertahanan lain.
Namun stres oksidasi berat dapat merusak secara permanen DNA, protein dan lemak (Hidajat 2005). 2.3. Ekstraksi Komponen Bioaktif Ekstraksi adalah suatu cara untuk memisahkan campuran beberapa zat menjadi komponen-komponen yang terpisah. Ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu aquoeus phase dan organic phase. Aquoeus phase dilakukan dengan menggunakan pelarut air dan organic phase ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut organik (Winarno et al.1973). 2.3.1. Kelarutan komponen bioaktif Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah selektivitas, kemampuan untuk mengekstrak, toksisitas, kemudahan untuk diuapkan, dan harga pelarut (Harbone 1984).
Jenis dan mutu pelarut yang digunakan sangat
menentukan keberhasilan proses ekstraksi, pelarut yang digunakan harus dapat melarutkan zat yang diinginkannya, mempunyai titik didih yang rendah, murah, tidak toksik, dan mudah terbakar (Ketaren 1986). Beberapa pelarut dan sifat fisiknya dapat dilihat pada Tabel 1. Semakin besar konstanta dielektrik, maka semakin polar pelarut tersebut. Tabel 1. Beberapa pelarut organik dan sifat fisiknya Pelarut Heksana Etil asetat Metanol Air
Rumus molekul C6H14 C4H8O2 CH4O H2 O
Titik didih Titik beku Konstanta (oC) (oC) dielektrik 69 -94 1,8 77 -84 6,0 65 -98 32,6 100 0 80,2
Masa molar (g/mol) 32,0 86,2 88,1 18,0
Sumber : Godfrey dan Norman (1972) diacu dalam Pramadhany (2006)
2.3.2. Metode ekstraksi Ekstraksi merupakan salah satu cara pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu bahan yang merupakan sumber komponen tersebut. Komponen yang dipisahkan dengan ekstraksi dapat berupa padatan atau cairan. Ada beberapa metode umum ekstraksi yang dapat dilakukan yaitu ekstraksi dengan pelarut, distilasi, supercritical fluid extraction (SFE), pengepresan mekanik, dan sublimasi.
Diantara metode-metode yang telah diaplikasikan, metode yang
banyak digunakan adalah distilasi dan ekstraksi dengan menggunakan pelarut.
Metode ekstraksi dikelompokkan menjadi dua yaitu ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus (Harbone 1984). Ekstraksi sederhana antara lain terdiri atas maserasi, perkolasi, reperkolasi, evakolasi, dan diakolasi. Ekstraksi sederhana menurut Harbone (1984) adalah sebagai berikut: a) maserasi, yaitu metode ekstraksi dengan cara merendam sampel dalam pelarut dengan atau tanpa pengadukan; b) perkolasi, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan; c) reperkolasi, yaitu perlokasi dimana hasil perkolasi digunakan untuk melarutkan sampel di dalam perkolator sampai senyawa kimianya terlarutkan; d) evakolasi, yaitu perkolasi dengan pengurangan tekanan udara; e) diakolasi, yaitu perkolasi dengan penambahan tekanan udara. Metode ekstraksi khusus tersebut antara lain soxhletasi, arus balik, dan ultrasonik. Ekstraksi khusus menurut Harbone (1984) adalah sebagai berikut: a) soxhletasi, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan untuk melarutkan sampel kering dengan menggunakan pelarut bervariasi; b) arus balik, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan dimana sampel dan pelarut saling bertemu melalui gerakan aliran yang berlawanan; c) ultrasonik, yaitu ekstraksi dengan menggunakan alat yang menghasilkan frekuensi bunyi atau getaran antara 25-100 KHz. Secara umum ekstraksi bertingkat dilakukan secara berturut-turut dimulai dengan pelarut non polar (heksana) lalu dengan pelarut yang kepolarannya menengah (etil asetat/ dietil eter) kemudian dengan pelarut polar (metanol/etanol), dengan demikian akan diperoleh ekstrak kasar yang mengandung berturut-turut senyawa non polar, semi polar, dan polar.
Prosedur untuk memperoleh
kandungan senyawa organik adalah dengan menggunakan alat soxhlet dengan sederetan pelarut secara berganti-ganti, mulai dengan pemisahan lipid, kemudian digunakan pelarut organik yang lebih polar. Metode ini berguna bila kita bekerja dengan skala gram. Tetapi jarang sekali proses pemisahan kandungan mencapai proses yang sempurna, dan senyawa yang sama mungkin terdapat dalam beberapa fraksi (Harborne 1984).
2.4. Antioksidan Antioksidan adalah bahan yang digunakan untuk mencegah oksidasi lemak, misalnya digunakan pada bahan pangan yang akan digoreng, makanan dari biji-bijian, dan makanan-makanan lain yang mengandung banyak lemak dan mudah tengik (Winarno 1980). Berdasarkan
aktivitasnya,
antioksidan
dapat
dibedakan
menjadi
antioksidan primer dan sekunder. Antioksidan primer adalah suatu zat yang dapat menghentikan reaksi berantai pembentukan radikal yang melepas hidrogen. Zatzat yang termasuk golongan ini dapat berasal dari alam dan dapat pula buatan. Antioksidan alam antara lain tokoferol, lesitin, fosfatida, sesamol, gosipol, dan asam askorbat. Antioksidan alam yang paling banyak ditemukan dalam minyak nabati adalah tokoferol yang mempunyai keaktifan vitamin E. Tokoferol ini mempunyai ikatan rangkap yang mudah dioksidasi sehingga akan melindungi lemak dari oksidasi. Antioksidan buatan ditambahkan ke dalam lemak atau bahan pangan untuk mencegah ketengikan. Antioksidan buatan yang banyak digunakan adalah senyawa-senyawa fenol yang biasanya agak beracun. Empat macam antioksidan buatan yang sering digunakan adalah Butylated hidroxyanisole (BHA),
Butylated
hidroxytoluene
(BHT),
Propylgallate
(PG),
Nordihidroguairetic Acid (NDGA). Kombinasi beberapa antioksidan sintetik menimbulkan sinergisme. BHA yang dikombinasi dengan PG akan lebih efektif daripada digunakan secara terpisah, tetapi kombinasi BHT dengan PG menimbulkan sinergisme negatif (Winarno 1992). Antioksidan sekunder adalah suatu zat yang dapat mencegah kerja prooksidan sehingga dapat digolongkan secara sinergik. Beberapa asam organik tertentu, biasanya asam di atau trikarboksilat dapat mengikat logam-logam (sequestran). Umumnya antioksidan memiliki struktur inti yang sama,
yaitu
mengandung cincin benzena tidak jenuh disertai gugus hidroksil atau asam amino (Ketaren 1986).
Antioksidan berdasarkan gugus fungsinya dibagi atas tiga
golongan, yaitu golongan fenol, amin, dan aminfenol. Adapun penggolongannya menurut Keteren (1986), adalah sebagai berikut:
(1) Antioksidan golongan fenol Antioksidan yang termasuk golongan ini biasanya memiliki ciri intensitas warna yang rendah atau tidak berwarna dan banyak digunakan karena tidak beracun. Antioksidan golongan fenol meliputi sebagian besar antioksidan yang dihasilkan alam dan sejumlah kecil antioksidan sintetis.
Beberapa contoh
antioksidan yang termasuk golongan ini antara lain hidrokuinon, gosipol, katekol, resorsiol dan eugenol. (2) Antioksidan golongan amin Antioksidan yang mengandung gugus amino dan diamino yang terikat pada cincin benzena berpotensi tinggi sebagai antioksidan, namun beracun dan biasanya menghasilkan warna yang intensif jika dioksidasi atau bereaksi dengan ion logam, selain itu umumnya stabil pada suhu panas dan ekstraksi dengan kaustik. Antioksidan yang termasuk dalam golongan ini adalah N, N difenilen diamin difenilhidrasin, difenil guanidin, dan difenil amin. (3) Antioksidan golongan aminfenol Antioksidan golongan aminfenol biasanya mengandung gugus fenolat dan amino sebagai gugus fungsional penyebab aktivitas antioksidan. Golongan amin fenol banyak digunakan dalam industri petroleum, untuk mencegah terbentuknya gum dalam gasolin, contohnya antara lain N-butil-p-amino-fenol- dan Nsikloheksil-p-amino-fenol. Adanya gugus hidroksil (-OH) dan amino (-NH2) yang terikat pada cincin aromatis memegang peranan penting dalam aktivitas antioksidan. Potensi antioksidan tersebut diperbesar oleh adanya substitusi gugus lain yang terikat pada cincin aromatis. 2.5. Mekanisme Oksidasi Lemak Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh reaksi autooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Autooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam seperti Cu, Fe, Co, dan Mn, logam porfirin seperti hematin, hemoglobin, mioglobin, klorofil dan enzim-enzim lipoksidase (Winarno 1992).
Ketengikan (rancidity) merupakan kerusakan atau perubahan bau dan flavor dalam lemak atau bahan pangan berlemak. Kemungkinan kerusakan atau ketengikan dalam lemak, dapat disebabkan oleh 4 faktor yaitu: 1). Absorbsi bau oleh lemak, 2). Aksi oleh enzim dalam jaringan bahan mengandung lemak, 3). Aksi mikroba dan 4). Oksidasi oleh oksigen udara atau kombinasi dari dua atau lebih dari penyebab kerusakan tersebut diatas (Ketaren 1986). Mekanisme oksidasi lemak dipengaruhi kondisi oksidasi, yaitu temperatur, katalis, tipe asam lemak, distribusi dan bentuk ikatan ganda, serta jumlah oksigen yang tersedia. Mekanisme oksidasi dibagi dalam tiga tahap dengan bilangan peroksida sebagai indikator derajat oksidasinya. Mekanisme oksidasi lemak tak jenuh terdiri dari tiga tahap, yaitu : (a) inisiasi; (b) propagasi ; dan (c) terminasi (Gordon 1990). Tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal bebas (R*) bila lemak kontak dengan panas, cahaya, ion metal dan oksigen. Reaksi ini terjadi pada grup metilen yang berdekatan dengan ikatan rangkap C=C (Winarno 1997). Tahap selanjutnya adalah tahap propagasi dimana pada tahap ini radikal lipid hasil tahap inisiasi bertemu dengan oksigen membentuk radikal peroksida (ROO*) (Gordon 1990). Radikal peroksida yang terbentuk akan mengikat ion hidrogen dari lemak lain (R1H) membentuk hidrogen peroksida (ROOH) dan molekul radikal lemak baru (R1*), reaksinya akan berulang hingga merupakan reaksi berantai. Tahap terakhir adalah terminasi, hidrogen peroksida yang sangat tidak stabil terpecah menjadi senyawa organik berantai pendek seperti aldehid, keton, alkohol, dan asam (Winarno 1997). Kecepatan oksidasi tergantung pada jenis asam lemaknya, adanya antioksidan, prooksidan (katalis) dan faktor-faktor lainnya (Winarno 1980). Oksidasi dapat dipercepat dengan adanya radiasi (panas dan cahaya), bahan pengoksidasi (peroksida, perasid, ozon, beberapa senyawa organik nitro, aldehid aromatik), katalis metal (garam, dan beberapa logam berat), dan sistem oksidasi (katalis organik yang labil terhadap panas) (Ketaren 1986).
2.6. Daya Antioksidatif 2.6.1. Mekanisme aktivitas antioksidan Mekanisme kerja antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi pertama merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi atom hidrogen. Antioksidan (AH) yang mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya ke bentuk lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipida.
Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu
memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih stabil (Gordon,1990). Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah pada lipida dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan minyak. Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi maupun propagasi (Gambar 2). Radikal-radikal antioksidan (A*) yang terbentuk pada reaksi tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi dengan molekul lipida lain membentuk radikal lipida baru (Gordon, 1990). Reaksi penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida dilihat pada Gambar 2. Inisiasi
:
R*
+ AH ———> RH + A*
Propagasi
: ROO* + AH ——> ROOH + A*
Keterangan
: R* da ROO* adalah radikal lipid
Gambar 2. Reaksi penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida (Gordon 1990) Mekanisme penghambatan oksidasi lemak oleh antioksidan yaitu dengan mengurangi peroksida yang dapat merangsang terjadinya proses ketengikan yang terbentuk pada permulaan autooksidasi.
Kemungkinan lain, antioksidan akan
dioksidasi langsung dan saling mempengaruhi dengan peroksida, sehingga dengan demikian mencegah oksidasi langsung atau tidak langsung dengan memutuskan rantai reaksi pambentukan gugus peroksida (Goutara et al. 1980). Kemungkinan
selanjutnya, molekul aktif dari lemak bereaksi dengan oksigen menghasilkan peroksida aktif.
Peroksida aktif memberikan energinya lagi kepada molekul
lemak yang lain sehingga terbentuk reaksi berantai.
Dengan adanya zat
penghambat oksidasi (antioksidan), sejumlah peroksida yang aktif dipisahkan dari rantai reaksi dengan memindahkan energinya kepada antioksidan. Molekul aktif akan teroksidasi dan menjadi tidak aktif lagi karena lemahnya pemindahan energi kepada molekul lemak (Goutara et al. 1980). Antioksidan selain dapat menghambat proses oksidasi pada lemak, juga dapat menghambat oksidasi pada bahan lain yang mengandung persenyawaan tidak jenuh yang berada dalam makanan seperti vitamin A. Sifat dari antioksidan mudah teroksidasi, sehingga sebelum bahan berlemak teroksidasi maka oksigen terlebih dahulu diikat oleh antioksidan (Jacobs 1951 dalam Goutara et al. 1980). 2.6.2. Uji aktivitas antioksidan Adanya senyawa antioksidan dapat diketahui melalui uji aktivitas antioksidan. Prinsipnya adalah evaluasi terhadap adanya aktivitas penghambatan proses oksidasi oleh senyawa-senyawa antioksidan yang terdapat dalam bahan pangan atau contoh ekstrak bahan alam. Metode yang umum dipakai adalah dengan menggunakan radikal bebas diphenyl-picrylhydrazyl (DPPH) yang nantinya akan bereaksi dengan senyawa antioksidan diindikasikan
menghasilkan dengan
(Molyneux 2004).
diphenylpycrilhydrazine
perubahan
warna
ungu
(non menjadi
radikal)
yang
kuning
pucat
DPPH adalah radikal bebas yang bersifat stabil dan
beraktivitas dengan cara mendelokalisasi elektron bebas pada suatu molekul, sehingga molekul tersebut tidak reaktif sebagaimana radikal bebas yang lain. Proses delokalisasi ini ditunjukkan dengan adanya warna ungu (violet) pekat yang dapat dikarakterisasi pada pita absorbansi dalam pelarut etanol pada panjang gelombang 520 nm (Molyneux 2004).
Senyawa antioksidan akan bereaksi
dengan radikal DPPH melalui mekanisme donasi atom hidrogen dan menyebabkan warna DPPH dari ungu menjadi kuning yang diukur pada panjang gelombang 517 nm.
Parameter untuk menginterpretasikan hasil pengujian dengan metode DPPH adalah IC50 (inhibition concentration). IC50 merupakan konsentrasi larutan substrat atau sampel yang akan menyebabkan reduksi terhadap aktivitas DPPH sebesar 50 % (Molyneux 2004).
3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2008 sampai dengan November 2008 di Laboratorium Biokimia Hasil Perikanan, Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan dan Laboratorium Uji Biofarmaka Pusat Studi Biofarmaka Institut Pertanian Bogor. 3.2. Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah keong matah merah (Cerithidea obtusa) yang diperoleh dari pasar Muara Angke, Jakarta. Tiga jenis pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, yaitu metanol (pelarut polar), etil asetat (pelarut semipolar), dan n-heksana (pelarut nonpolar). Bahan kimia yang dipakai dalam uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH adalah 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH), butylated hydroxytoluene (BHT) sebagai standar, dan metanol pro analisis sebagai pelarut. Bahan untuk uji fitokimia, yaitu H2SO4, akuades, kloroform p.a (pengenceran), anhidra asetat, asam sulfat pekat, HCl 2 N, peraksi Dregendorff, peraksi Wagner, pereaksi Meyer, serbuk magnesium, alkohol, HCl 37 %, etanol 95 %, etanol 70 %, FeCl3 5 %, peraksi Molish, pereaksi benedict, pereaksi biuret, dan larutan ninhidrin 0,1 %. Bahanbahan untuk uji bilangan peroksida yaitu minyak jagung, akuades, twen 80, asam asetat glasial, kloroform, kalium iodida (KI), Natrium thiosulsat (Na2S2O3), KIO3, HCl, dan FeCl2. Alat-alat yang dipakai antara lain timbangan digital, mortar, blender, erlenmeyer, sonikator, magnetic stirrer, vacum rotary evaporator, botol ekstrak, kertas saring Whatman 42, inkubator, spektrofotometer UV-visible, sudip, alumunium foil, gelas ukur, tabung reaksi, pipet volumetrik, pipet mikro, tissue dan forteks. 3.3. Tahap Penelitian Rangkaian kegiatan penelitian dibagi dalam dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan penelitian utama.
Penelitian tahap pendahuluan meliputi
ekstraksi komponen antioksidan pada tahap penapisan dan ekstraksi dengan metode bertingkat serta uji aktivitas antoksidan dengan metode DPPH. Penelitian
utama meliputi preparasi keong dan analisis proksimat, ekstraksi bahan aktif, uji aktivitas antioksidan, uji fitokimia dan uji bilangan peroksida sebagai indeks kemunduran mutu minyak terhadap emulsi minyak kelapa yang diberi ekstrak terpilih. 3.3.1. Penelitian pendahuluan Penelitian tahap pendahuluan ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas metode ekstraksi (bertingkat atau terpisah) dan jenis pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi.
Efektivitas metode ekstraksi dilihat dari
jumlah rendemen ekstrak yang dihasilkan dan nilai aktivitas hambatan terhadap radikal bebas melalui uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH. 3.3.1.1.Ekstraksi komponen antioksidan tahap penapisan dari keong matah merah (Cerithidea obtusa). Tahap penapisan ini, ekstraksi dilakukan menggunakan pelarut metanol teknis. Sampel keong matah merah ditimbang beratnya 150 gram, kemudian dipotong kecil-kecil, dan dimasukkan dalam erlenmeyer.
Pelarut metanol
ditambahkan sampai sampel terendam hingga 300 ml dengan perbandingan bahan dan pelarut 1:1 (w/v), lalu erlenmeyer ditutup dengan alumunium foil. Sampel dimaserasi menggunakan shaker selama 24 jam. Setelah 24 jam, larutan ekstrak yang diperoleh disaring dengan kertas saring whatman 42 untuk memisahkan filtrat dan residunya. Filtrat yang didapat dievaporasi pada suhu 37 oC. Ekstrak kasar yang diperoleh dikerok dan dimasukkan ke dalam botol ekstrak kemudian dilakukan analisis yaitu uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH (Blois 1959 diacu dalam Wikanta et al. 2005).
Sebelum dilakukan
pengujian aktivitas antioksidan ekstrak kasar yang diperoleh dihitung nilai rendemennya (SNI-19-1705-2000).
Keong matah merah (Cerithidea obtusa)
Penimbangan
Pemotongan
Maserasi selama 24 jam dengan metanol teknis
Penyaringan
Filtrat
Residu
Evaporasi
Ekstrak metanol Gambar. 3 Diagram alir ekstraksi komponen antioksidan tahap penapisan (Pramadhany 2006 yang dimodifikasi waktu maserasinya) 3.3.1.2.Ekstraksi komponen antioksidan dari keong matah merah (Cerithidea obtusa) dengan metode bertingkat. Komponen aktif antioksidan dari keong matah merah (Cerithidea obtusa) didapatkan dengan ekstraksi pelarut organik. Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini, yaitu ekstraksi bertingkat metode Quinn (1988) diacu dalam Pramadhany (2006) yang dimodifikasi waktu maserasinya. Tujuannya adalah untuk mengekstrak komponen dalam keong sesuai dengan tingkat kepolarannya, sehingga komponen bioaktif yang belum diketahui sifatnya dapat diektrak secara optimal pada salah satu pelarut yang digunakan. Sampel keong sebanyak 150 gram sampel diambil, dipotong kecil-kecil dan dimasukkan dalam erlenmeyer, kemudian diberi pelarut heksana p.a sampai terendam (300 ml) dan ditutup dengan alumunium foil.
Selanjutnya sampel
dimaserasi menggunakan shaker selama 24 jam. Hasil maserasi yang berupa larutan disaring dengan kertas saring Whatman 42 sehingga didapat filtrat dan residu pertama. Filtrat ini selanjutnya disebut filtrat heksana. Residu kemudian dimaserasi kembali menggunakan pelarut etil asetat p.a (300 ml) selama 24 jam.
Hasil maserasi yang berupa larutan disaring kembali dengan kerta whatman sehingga didapat filtrat dan residu kembali. Filtrat ini selanjutnya disebut filtrat etil asetat. Residu yang tersisa dimaserasi kembali menggunakan pelarut metanol p.a (300 ml) selama 24 jam. Larutan yang dihasilkan disaring sehingga didapatkan filtrat dan residu akhir. Filtrat ini selanjutnya disebut filtrat metanol. Filtrat yang diperoleh dari masing-masing dievaporasi dengan evaporator vakum putar dengan suhu 37 oC. Ekstrak kasar yang diperoleh dikerok dan dimasukkan ke dalam botol ekstrak. Filtrat yang dihasilkan dari tiga pelarut kemudian dianalisis aktivitas antioksidannya dengan metode DPPH (Blois diacu dalam Wikanta et al. 2005) yang dimodifikasi konsentrasi ekstraknya.
Diagram alir proses ekstraksi
komponen antioksidan secara bertingkat ditunjukkan oleh Gambar 4. 3.3.2. Penelitian utama Penelitian yang dilakukan pada penelitian utama adalah preparasi keong, proses ekstraksi, penghitungan rendemen dan aplikasi ekstrak terpilih dalam menghambat oksidasi minyak. Metode ekstraksi terbaik yang didapatkan dari penelitian pendahuluan selanjutnya dipakai dalam penelitian utama ini. Metode ekstraksi yang dipakai dalam penelitian utama adalah ekstraksi tunggal dengan pelarut yang berbeda. Tahap penelitian utama secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 5. 3.3.2.1.Preparasi keong matah merah (Cerithidea obtusa) Keong laut matah merah (Cerithidea obtusa) diperoleh dari pasar Muara Angke, Jakarta. Keong laut yang didapatkan dalam keadaaan hidup disimpan dalam sterofoam sebagai media transportasi.
Daging keong dipisahkan dari
cangkang dengan cara memecahkan cangkangnya, setelah daging dan cangkang dapat dipisahkan maka segera dilakukan penimbangan dan disimpan dalam freezer, sampai bahan tersebut akan dianalisis kadar proksimatnya (AOAC 1995).
Keong matah merah (Cerithidea obtusa)
Penimbangan
Pemotongan
Maserasi selama 24 jam dengan heksana
Penyaringan
Filtrat I
Residu
Evaporasi
Maserasi selama 24 jam dengan etil asetat
Ekstrak heksana
Penyaringan
Filtrat II
Evaporasi
Residu
Maserasi selama 24 jam dengan metanol
Ekstrak etil asetat Penyaringan
Filtrat III
Residu
Evaporasi
Ekstrak metanol Gambar. 4 Diagram alir ekstraksi komponen antioksidan keong (Quinn 1988 diacu dalam Pramadhany 2006 yang dimodifikasi waktu maserasinya)
3.3.2.2.Ekstraksi bahan aktif dengan pelarut yang berbeda Ekstraksi bahan aktif dilakukan menggunakan pelarut yang berbeda yaitu metanol (polar), etil asetat (semi polar), dan heksana (non polar). Sampel keong ditimbang dengan berat 150 gram, kemudian dipotong kecil-kecil, lalu dimasukkan erlenmeyer. Sampel keong segar kemudian diberi pelarut sampai terendam (300 ml), lalu erlenmeyer ditutup alumunium foil. Sampel dimaserasi dan diaduk menggunakan shaker selama 24 jam. Setelah 24 jam, larutan ekstrak yang diperoleh disaring dengan kertas whatman 42 untuk memisahkan filtrat dan residunya. Filtrat dievaporasi dengan evaporator vakum putar pada suhu 37 oC. Ekstrak kasar yang diperoleh dikerok dan dimasukkan ke dalam botol ekstrak, kemudian dianalisis yang meliputi uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH (Blois diacu dalam Molyneux 2004) yang dimodifikasi konsentrasi ekstraknya. Masing-masing ekstrak kasar yang didapatkan dihitung nilai rendemen ekstrak yang dihasilkan. Ekstrak terpilih yang didapatkan diuji fitokimia (Harborne 1984) untuk mengetahui golongan senyawa aktif yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan. 3.3.2.3.Aplikasi ekstrak terpilih dalam menghambat oksidasi Penentuan aktivitas antioksidan dari ekstrak keong matah merah diterapkan pada emulsi minyak.
Antioksidan berfungsi untuk menghambat
pembentukan peroksida pada minyak. Pengujian ini dilakukan melalui pembuatan minyak kelapa dan sistem emulsinya yang dilanjutkan dengan evaluai aktivitas antioksidan dengan penentuan bilangan peroksida (Santoso 2003). 3.3.3. Analisis Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah perhitungan rendemen, analisis proksimat (kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak), uji aktivitas antioksidan, uji fitokimia, dan uji bilangan peroksida.
Keong matah merah (Cerithidea obtusa)
Penimbangan (150 g)
Pemotongan
Penambahan pelarut [metanol, etil asetat, heksan masing-masing 150 ml (m/v)]
Maserasi selama 24 jam
Penyaringan (kertas saring Whatman 42)
Evaporasi
Ekstrak kasar
Uji aktivitas antioksidan
Ekstrak terpilih
Uji fitokimia
Aplikasi pada emulsi minyak
Analisis bilangan peroksida Gambar. 5 Diagram alir tahapan penelitian utama 3.3.3.1.Perhitungan rendemen Metode yang digunakan untuk perhitungan rendemen ini berdasarkan SNI-19-1705-2000. Rendemen dihitung sebagai persentasi ekstrak kering dari bobot daging awal. Adapun perumusannya adalah sebagai berkut : Rendemen (%) = Bobot ekstrak kering (gr) x 100%
Bobot sampel (gr) 3.3.3.2. Analisis proksimat (1) Analisis kadar air (AOAC 1995) Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawan dalam oven pada suhu 102-105 oC selama 10-15 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 30 menit) dan biarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan, kemudian cawan dan daging keong seberat 5 gram ditimbang setelah terlebih dahulu dipotong kecil-kecil. Masukkan cawan tersebut ke dalam oven dengan suhu 102-105 oC selama 3-5 jam. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan biarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Perhitungan kadar air pada daging keong matah merah (Dry basis):
% Kadar air = B – C x 100% B-A Keterangan : A = Berat cawan kosong (gram) B = Berat cawan dengan daging keong (gram) C = Berat cawan dengan daging keong setelah dikeringkan (gram) (2) Analisis kadar abu (AOAC 1995) Cawan abu porselen dimasukkan dalam tungku pengabuan selama kurang lebih 1 jam. Setelah itu cawan abu porselen tersebut didinginkan dalam desikator dan ditimbang berat kosongnya.
Daging keong sebanyak 3-5 gram yang telah
dipotong kecil-kecil dimasukkan ke dalam cawan abu porselen, kemudian diletakkan dalam tungku pengabuan, dibakar sampai diperoleh abu berwarna abuabu dan beratnya tetap. Perhitungan kadar abu pada daging keong matah merah : % Kadar abu = C – A x 100% B-A Keterangan : A = Berat cawan abu porselen kosong (gram) B = Berat cawan abu porselen dengan daging keong (gram) C = Berat cawan abu porselen dengan daging keong setelah dikeringkan (gram).
(3) Analisis kadar protein (AOAC 1995) Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. 1). Tahap destruksi Daging keong ditimbang seberat 0,3 gram untuk daging kering sedangkan untuk daging basah seberat 0,5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam tabung kjeltec. Satu butir kjeltab dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 10 ml H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410oC. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi bening. 2). Tahap destilasi Tahap destilasi terdiri dari 2 tahap yaitu persiapan dan sampel. Tahap persiapan dilakukan dengan membuka kran air kemudian lakukan pengecekan alkali dan air dalam tanki, tabung dan erlenmeyer yang berisi aquades diletakkan pada tempatnya.
Tekan tombol power pada kjeltec sistem yang dilanjutkan
dengan menekan tombol steam dan tungku beberapa lama sampai air didalam tabung mendidih.
Steam dimatikan dan tabung kjeltec dan erlenmeyer
dikeluarkan dari alat kjeltec sistem. Tahap sampel dilakukan dengan meletakkan tabung yang berisi daging keong yang sudah didestruksi ke dalam kjeltec sistem beserta erlenmeyer yang diberi asam borat. Destilasi dilakukan sampai volume larutan dalam erlenmeyer yang berisi asam borat mencapai 200 ml. 3). Tahap titrasi Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan pada erlenmeyer berubah warna menjadi pink.
Perhitungan kadar protein pada daging keong matah merah :
% Nitrogen = (ml HCl daging keong – ml HCl blanko)x 0,1 N HCl x 14 x 100% mg daging keong % Kadar Protein = % Nitrogen x 6,25
(4) Analisis kadar lemak (AOAC 1995) Daging keong seberat 5 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet lalu dipanaskan pada suhu 70oC dengan menggunakan pemanas listrik. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap.
Saat destilasi pelarut akan tertampung
diruang ekstraktor,
pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Perhitungan kadar lemak pada daging keong : % Kadar Lemak = W3 – W2 x 100 % W1 Keterangan : W1 = Berat daging keong (gram) W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram) W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram) 3.3.3.3. Uji aktivitas antioksidan Uji
aktivitas
antioksidan
dilakukan
dengan
metode
DPPH
(Blois diacu dalam Molyneux 2004). Uji ini dilakukan terhadap ekstrak keong yang didapatkan. Satu ml DPPH ditambah metanol p.a hingga menjadi 4 ml (blanko).
Sampel ekstrak dibuat dari ekstrak kasar keong dilarutkan dalam
metanol p.a dan dibuat dalam berbagai konsentrasi.
Ekstrak dibuat dengan
konsentrasi ekstrak 50, 100, 500, 1000 dan 2000 ppm.
Masing-masing
konsentrasi dimasukkan dalam botol coklat lalu ditambahkan larutan DPPH 1 mM sebesar 1 ml sehingga volume total dalam botol coklat menjadi 4 ml. Masingmasing botol tersebut diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit, selanjutnya serapannya diukur dengan spektrofotometer UV-VIS Hitachi U 2800 panjang gelombang 517 nm. Hambatan (persentase) dihitung dengan rumus :
% Inhibisi = Absorbansi blanko – Absorbansi sampel x 100 Absorbansi blanko
pada
Nilai konsentrasi dan hambatan ekstrak diplot masing-masing pada sumbu x dan y. Persamaan garis yang diperoleh dalam bentuk y= b Ln(x) + a digunakan untuk mencari Inhibition Concentration 50 % (IC 50) dengan memasukkan angka 50 sebagai y sehingga didapatkan nilai x sebagai IC 50. Pengujian dilakukan sebanyak dua kali ulangan. 3.3.3.4. Uji fitokimia (Harborne 1984) Uji fitokimia adalah analisa yang mencakup pada aneka ragam senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun oleh mahkluk hidup, yaitu mengenai sturuktur kimia, biosintesa, perubahan metabolisme, penyebaranya secara alamiah dan fungsi biologinya.
Alasan dilakukan analisis fitokimia adalah untuk
menentukan ciri senyawa yang terdapat dalam suatu bahan yang mempunyai efek racun atau bermanfaat, yang ditunjukkan oleh ekstrak kasar bila diuji dengan sistem biologi (Harbone 1987). Identifikasi senyawa kimia yang berperan sebagai antioksidan dalam keong dilakukan terhadap senyawa-senyawa : (a) Alkaloid Sampel ekstrak sebanyak 0,5 gram dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid yaitu, pereaksi Dregendorff, pereaksi Meyer dan Wagner.
Hasil uji dinyatakan positif bila
dengan pereaksi Meyer terbentuk endapan putih kekuningan, endapan coklat dengan pereaksi Wagner dan dan endapan merah sampai jingga dengan pereaksi Dragendorff. Pereaksi Meyer dibuat dengan menambahkan 1,36 HgCl2 dengan 0,5 gram KI lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 100 ml dengan labu takar. Peraksi ini tidak berwarna. Pereaksi Wagner dibuat dengan cara 10 ml akuades dipipet kemudian ditambah 2,5 gram iodin dan 2 gram kalium iodida lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 200 ml dalam labu takar. Peraksi ini berwarna coklat. Pereaksi Dragendorff dibuat dengan cara 0,8 gram bismut subnitrat ditambahkan dengan 10 ml asam asetat dan 40 ml air. Larutan ini dicampur dengan larutan yang dibuat dari 8 gram kalium iodida dalam 20 ml air. Sebelum
digunakan, 1 volume campuran diencerkan dengan 2,3 volume campuran 20 ml asam asetat glasial dan 100 ml air. Pereaksi ini berwarna jingga. (b) Steroid Sampel sebanyak 0,5 gram dilarutkan dalam 2 ml kloroform dalam tabung reaksi yang kering. Ditambahkan ke dalamnya 10 tetes anhidra asetat dan 3 tetes asam sulfat pekat. Terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau menunjukkan reaksi positif. (c) Flavonoid Sampel sebanyak 0,5 gram ditambah serbuk magnesium 0,1 mg dan 0,4 ml amil alkohol (campuran asam klorida 37 % dan etanol 95 % dengan volume yang sama) dan ml alkohol kemudian campuran dikocok. Terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid. (d) Saponin (uji busa) Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan adanya saponin. (e) Fenol Hidrokuinon (pereaksi FeCl3) Sebanyak 1 gram sampel keong diekstrak dengan 20 ml etanol 70 %. Larutan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 5 %. Terbentuknya warna hijau atau hijau biru menunjukkan adanya senyawa fenol dalam bahan. (f) Uji Molish Sebanyak 1 ml larutan sampel diberi 2 tetes pereaksi molish dan 1 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Uji positif yang menunjukkan adanya karbohidrat ditandai terbentuknya kompleks berwarna ungu diantara 2 lapisan cairan. (g) Uji Benedict Larutan sampel sebanyak 8 tetes dimasukkan ke dalam 5 ml pereaksi benedict.
Campuran dikocok dan dididihkan selama 5 menit. Terbentuknya
warna hijau, kuning, atau endapan merah bata menunjukkan adanya gula pereduksi
(h) Uji Biuret Sebanyak 1 ml larutan sampel ditambahkan 4 ml pereaksi biuret. Campuran dikocok dengan seksama. Hasil larutan berwarna ungu menunjukkan hasil uji positif adanya peptida. (i) Uji Ninhidrin Sebanyak 2 ml larutan sampel ditambah beberapa tetes
larutan
ninhidrin 0,1 %. Campuran dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit. Terjadinya larutan berwarna biru menunjukkan reaksi positif terhadap adanya asam amino. 3.3.3.5. Uji bilangan peroksida a) Pembuatan minyak kelapa dan sistem emulsinya (Santoso 2003) Minyak yang digunakan dalam penelitian dibuat dari parutan kelapa yang diperas untuk diambil santan kentalnya.
Santan kental tersebut dipanaskan
dengan cara direbus untuk memisahkan komponen minyak yang terkandung di dalamnya, kemudian dilakukan penyaringan untuk memisahkan minyak dan ampas parutan kelapa. Filtrat yang dihasilkan kemudian disaring lagi dengan kertas Whatman agar diperoleh minyak kelapa yang bening.
Sistem emulsi
minyak dibuat dengan mengacu pada metode Santoso (2003) yang dimodifikasi, yaitu dengan menghomogenkan 3 % minyak kelapa dan 97 % air yang mengandung 0,3 % Tween 20. b) Penentuan bilangan peroksida (Santoso 2003) Bilangan peroksida ditentukan berdasarkan jumlah iodin yang dibebaskan setelah lemak atau minyak ditambahkan kalium iodida (KI). Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak (Ketaren 1986). Sistem emulsi lemak ditambahkan ekstrak terbaik dari tahap sebelumnya sebanyak 10 mg, 15 mg, dan 20 mg yang selanjutnya disebut sampel minyak. Sampel minyak ditimbang sebanyak 5 gram di dalam labu erlenmeyer, kemudian ditambahkan 30 ml pelarut yang terdiri dari 60 % asam asetat glasial dan 40 % kloroform. Minyak yang telah larut ditambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh dan didiamkan 2 menit dalam ruang gelap sambil dikocok.
Iod yang terbentuk
dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N dengan indikator pati 1%.
Titrasi
dihentikan saat larutan sampel menjadi tidak berwarna.
Hasil pengurangan
volume akhir terhadap volume awal larutan Na2S2O3 0,1 N yang ditunjukkan oleh skala pada burret, merupakan volume total larutan Na2S2O3 0,1 N yang digunakan untuk titrasi sampel. Cara yang sama juga dibuat untuk penerapan blanko. Nilai bilangan peroksida dinyatakan dengan milliequivalen oksigen per 1000 gram minyak atau lemak (Ketaren 1986), yaitu dengan rumus : Meq / 1000 g sampel = (a-b) x N x 1000 G Keterangan : a b N G
= jumlah ml larutan Na2S2O3 untuk titrasi sampel = jumlah ml larutan Na2S2O3 untuk titrasi blanko = normalitas larutan Na2S2O3 = berat sampel (gram)
3.4. Rancangan Percobaan dan Analisis Data (Steel dan Torrie 1980) Rancangan percobaan untuk hasil uji aktivitas antioksidan dengan DPPH dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan model sebagai berikut (Steel dan Torrie 1980). Berikut adalah rancangan yang digunakan: Y ijk = µ + αi + βj + (αβij) + ε ijk Keterangan: Y ijk = nilai pengamatan faktor tipe pelarut (i), faktor konsentrasi pelarut (j) pada ulangan ke-k µ
= rataan umum
αi
= pengaruh faktor tipe pelarut (i)
βj
= pengaruh faktor konsentrasi pelarut (j)
αβij
= pengaruh interaksi antara faktor tipe pelarut (i) dan faktor konsentrasi pelarut (j) pada ulangan ke-k
ε ijk
= pengaruh galat faktor tipe pelarut (i) dan faktor konsentrasi pelarut (j) pada ulangan ke-k
Hipotesis terhadap data hasil uji aktivitas antioksidan dengan DPPH adalah sebagai berikut: 1) H0 : perbedaan jenis pelarut ekstrak tidak berpengaruh nyata terhadap aktivitas antioksidan keong matah merah (Cerithidea obtusa) (αi = 0) H1 : perbedaan jenis pelarut ekstrak berpengaruh nyata terhadap aktivitas antioksidan keong matah merah (Cerithidea obtusa) (αi ≠ 0) 2) H0 : perbedaan konsentrasi larutan ekstrak tidak berpengaruh nyata terhadap aktivitas antioksidan keong matah merah (Cerithidea obtusa) (βj = 0) H1 : perbedaan konsentrasi larutan ekstrak berpengaruh nyata terhadap aktivitas antioksidan keong matah merah (Cerithidea obtusa) (βj ≠ 0) 3) H0 : perbedaan persentase penghambatan larutan ekstrak tidak berpengaruh nyata terhadap aktivitas antioksidan keong matah merah (Cerithidea obtusa) (γk = 0) H1 : perbedaan persentase penghambatan larutan ekstrak berpengaruh nyata terhadap aktivitas antioksidan keong matah merah (Cerithidea obtusa) (γk ≠ 0) Hal ini bertujuan untuk melihat pengaruh perbedaan jenis pelarut, konsentrasi larutan dan persentase penghambatan terhadap aktivitas keong laut matah merah (Cerithidea obtusa) yang dinterpretasikan dengan inhibitor concentration (IC50), sehingga diketahui sifat ekstrak keong laut matah merah yang memiliki aktivitas antioksidan yang terbaik. Aktivitas antioksidan terbaik ditunjukkan dengan nilai IC50 yang rendah. Jika hasil analisis ragam (ANOVA) berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan sehingga dapat diketahui ekstrak yang memiliki aktivitas antioksidan terbaik untuk menangkap radikal bebas.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penelitian pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi penapisan komponen antioksidan (ekstraksi pelarut metanol) dan ekstraksi secara bertingkat.
Penelitian
pendahuluan ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas metode ekstraksi dan pelarut yang digunakan berdasar tingkat kepolarannya. 4.1.1. Ekstraksi komponen antioksidan tahap penapisan dan ekstraksi metode bertingkat dari keong matah merah (Cerithidea obtusa). Keong matah merah yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari sentra keong di pasar Muara Angke Jakarta. Habitat keong matah merah adalah pantai dengan substrat berlumpur. Keong didapatkan dalam bentuk hidup dengan mempertahankan substrat lumpur yang ada.
Sampel keong dibawa dengan
menggunakan sterofoam. Setelah sampel sampai, tutup sterofoam dibuka agar keong tetap mendapatkan oksigen yang cukup.
Substrat lumpur yang ada
digunakan untuk mempertahankan suhu lingkungan dan sumber mendapatkan makanan untuk keong tersebut. Prinsip metode ekstraksi menggunakan pelarut organik adalah bahan yang akan diekstrak kontak langsung dengan pelarut pada waktu tertentu, kemudian diikuti dengan pemisahan dari bahan yang telah diekstrak. Ekstraksi yang dilakukan pada tahap penapisan ini menggunakan pelarut metanol. Proses ekstraksi dimaksudkan untuk menarik semua komponen bioaktif baik yang bersifat polar, semi polar maupun non polar sehingga didapatkan rendemen tinggi yang akan diuji aktivitasnya sebagai antioksidan.
Menurut
Harborne (1987), pelarut polar (metanol) mampu mengekstrak senyawa alkaloid kuartener, komponen fenolik, karotenoid dan tanin. Tahap pertama dalam proses ekstraksi adalah pemotongan kecil-kecil bahan, yang dimaksudkan untuk memperluas kontak permukaan sampel dengan pelarut. Tahap kedua adalah perendaman sampel dalam pelarut metanol untuk melarutkan komponen-komponen bioaktif. Tahap ketiga adalah maserasi yang dimaksudkan untuk mengeluarkan senyawa bioaktif dalam keong kemudian dilakukan penyaringan untuk memisahkan filtrat dan residunya. Filtrat yang di dapatkan berwarna hijau bening.
Filtrat yang didapat dievaporasi dengan
evaporator vakum pada suhu 37 oC untuk mencegah kerusakan zat aktif dalam ekstrak.
Penggunaan evaporator vakum yang tidak terlalu tinggi (30-40 oC)
bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan senyawa bioaktif (Harbone 1987). Ekstraksi bertingkat dilakukan secara berturut-turut dimulai dengan pelarut non polar (heksana) lalu dengan pelarut yang kepolarannya menengah (etil asetat/ dietil eter) kemudian dengan pelarut polar (metanol/etanol), dengan demikian akan diperoleh ekstrak kasar yang mengandung berturut-turut senyawa non polar, semi polar, dan polar. Ekstraksi komponen antioksidan dari keong dengan metode ekstraksi yang berbeda menghasilkan rendemen yang berbeda. Hasil rendemen dapat dilihat pada Tabel 2. Rendemen merupakan perbandingan antara berat ekstrak yang dihasilkan dengan berat awal bahan yang dinyatakan dalam persen (%). Tabel 2. Rendemen hasil ekstraksi dengan metode pelarut tunggal dan bertingkat No 1 2 3 4
Pelarut Metanol Heksan Etil asetat Metanol
Metode ekstraksi Tunggal Bertingkat Bertingkat Bertingkat
Rendemen (%) 2,04 0,18 0,85 1,52
Bentuk ekstrak Pasta Pasta Pasta Pasta
Warna ekstrak Hijau bening Bening Coklat kekuningan Hijau bening
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa rendemen tertinggi dihasilkan pada keong yang diekstrak dengan menggunakan metanol pada tahap penapisan dengan ekstraksi tunggal yaitu dengan nilai sebesar 2,04 %. Melalui metode ekstraksi bertingkat rendemen ekstrak metanol adalah sebesar 1,52 %.
Jika
dibandingkan maka hasil rendemen terbesar adalah ekstraksi dengan pelarut tunggal, akan tetapi hasil rendemen ini tidak dapat digunakan untuk membandingkan aktivitas bioaktifnya sebagai antioksidan. Hal ini menunjukkan bahwa komponen bioaktif yang terdapat pada keong cenderung bersifat polar. Ekstrak kasar yang didapatkan selanjutnya diuji aktivitas antioksidan. Hart (1987) menjelaskan bahwa pelarut metanol memiliki berat molekul yang rendah sehingga memudahkan pembentukan ikatan hidrogen dan air pada jaringan sampel, sehingga banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam karena dapat melarutkan seluruh golongan metabolit sekunder.
4.1.2. Uji aktivitas antioksidan Aktivitas antioksidan diukur dengan melihat kemampuan ekstrak keong matah merah dalam menghambat aktivitas radikal bebas DPPH (1,1 difenil 2 pikril hidrazil) yang merupakan radikal bebas stabil dalam larutan berair atau larutan dalam metanol serta dalam bentuk teroksidasi memiliki serapan kuat pada panjang gelombang 517 nm. Radikal bebas DPPH mampu menerima elektron atau radikal hidrogen dari senyawa lain sehingga membentuk molekul diamagnetik yang stabil (Kaur dan Kapoor 2002). Konsentrasi ekstrak yang digunakan dalam pengujian antioksidan adalah 50, 100, 250, 500 dan 1000 ppm. Hasil pengujian aktivitas antioksidan terhadap masing-masing ekstrak dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil uji aktivitas antioksidan No 1 2 3 4
Pelarut Metanol Heksan Etil asetat Metanol
Metode ekstraksi Tunggal Bertingkat Bertingkat Bertingkat
IC50 (ppm) 977,07 Tidak diuji Tidak diuji 3473,53
Hasil uji aktivitas antioksidan dilihat dari nilai IC50 (Inhibitor Concentration) yang didapatkan.
IC50 adalah jumlah ekstrak (ppm) yang
memiliki kemampuan untuk menghambat adanya radikal bebas sebanyak 50 %. Ekstrak yang akan dibandingkan adalah ekstrak metanol dari ekstraksi pelarut tunggal dan ekstrak metanol dari ekstraksi secara bertingkat. Berdasarkan tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa IC50 dari ekstrak metanol dengan ekstraksi pelarut tunggal memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan ekstrak metanol melalui ekstraksi secara bertingkat. Nilai IC50 ekstrak metanol melalui proses ekstraksi dengan pelarut tunggal adalah 977,07 ppm dan melalui metode ekstraksi bertingkat adalah sebesar 3473,53 ppm.
Berdasarkan hasil tersebut, dapat
diketahui bahwa proses ekstraksi dengan pelarut tunggal memiliki aktivitas antioksidan yang lebih baik jika dibandingkan proses ekstraksi secara bertingkat. Menurut Harborne (1984), proses pemisahan kandungan senyawa bioaktif jarang mencapai proses yang sempurna, dan senyawa yang sama mungkin terdapat dalam beberapa fraksi.
Berdasarkan nilai aktivitas antioksidan di atas maka metode ekstraksi yang akan digunakan dalam penelitian utama adalah metode ekstraksi dengan pelarut tunggal.
Metode ekstraksi bertingkat yang dimaksudkan untuk memisahkan
senyawa aktif sesuai dengan tingkat kepolarannya memiliki aktivitas yang lebih rendah dibanding ekstraksi secara tunggal pada ekstrak metanol yang dihasilkan. Zat aktif yang terletak dalam metanol dengan ekstraksi pelarut tunggal mempunyai aktivitas yang sinergis sehingga ekstrak tersebut memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan ekstrak yang didapatkan dengan ekstraksi secara bertingkat. Dengan demikian ekstraksi murni melalui ekstraksi secara bertingkat belum pasti menghasilkan aktivitas antioksidan yang lebih tinggi. 4.2. Penelitian utama Penelitian utama meliputi preparasi keong, proses ekstraksi dan penghitungan rendemen, uji fitokimia serta aplikasi ekstrak terpilih dalam menghambat oksidasi minyak. Metode ekstraksi yang dipakai dalam penelitian utama adalah ekstraksi tunggal dengan pelarut yang berbeda. 4.2.1. Preparasi keong matah merah (Cherithidea obtusa) Proses preparasi daging keong dilakukan dengan cara memisahkan daging dari cangkangnya dengan cara memecahkan cangkang, setelah daging dan cangkang dapat dipisahkan maka segera dilakukan penimbangan dan bahan tersebut dianalisis kadar proksimatnya (AOAC 1995). Analisis proksimat dilakukan untuk memperoleh data kasar tentang komposisi kimia dalam suatu bahan. Keong matah merah merupakan gastropoda yang dapat dikonsumsi sehingga perlu adanya analisis proksimat untuk mengetahui kandungan gizi dari bahan baku ini.
Tabel 4 menunjukkan
kandungan proksimat dari keong matah merah (Cerithidea obtusa). Tabel 4. Hasil analisis proksimat keong matah merah (Cerithidea obtusa) Komposisi Kadar air Kadar abu Kadar lemak Kadar protein
Hasil (%) 75,98 5,73 2,55 9,85
Keterangan : * = Purwaningsih (2006)
Hasil (%)* 80,3 4,5 2,8 11,8
Kadar air merupakan jumlah air yang terkandung dalam bahan pangan. Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang dan khamir untuk berkembang biak sehingga akan terjadi perubahan
pada
bahan
pangan
yang
dapat
mempercepat
pembusukan
(Winarno 1997). Hasil pengukuran kadar air keong matah merah mentah pada penelitian ini adalah 75,98 %. Penelitian Purwaningsih (2006), kadar air keong matah merah segar adalah 80,3 %. Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat dalam suatu bahan pangan. Hasil pengukuran kadar abu dari keong matah merah pada penelitian ini adalah 5,73 %. Penelitian Purwaningsih (2006), kadar abu keong matah merah segar adalah 4,5 %. Jika dibandingkan dengan literatur yang ada maka nilai hasil analisis memiliki nilai yang tidak jauh berbeda. Hasil pengukuran kadar lemak dari keong matah merah pada penelitian ini adalah 2,55 %. Penelitian Purwaningsih (2006), kadar lemak keong matah merah adalah 2,8 %.
Kadar lemak merupakan komponen yang larut dalam pelarut
organik seperti heksan, eter dan kloroform. Menurut Poejiadi (1994), lemak hewan umumnya berupa padat pada suhu ruangan, sedangkan lemak yang berasal dari tumbuhan berupa zat cair. Lemak yang memiliki titik lebur tinggi mengandung asam lemak jenuh, sedangkan lemak cair atau yang biasa disebut minyak merupakan asam lemak tidak jenuh. Pengukuran protein kasar pada bahan pangan digunakan untuk mengetahui kemampuan bahan pangan sebagai sumber protein atau tidak. Protein merupakan zat makanan yang sangat penting bagi tubuh yang berfungsi sebagai zat pembangun.
Kadar protein keong matah merah adalah 9,85 %. Penelitian
Purwaningsih (2006), kadar protein keong matah merah adalah 11,8 %. 4.2.2. Hasil ekstraksi bahan aktif Ekstraksi keong matah merah (Cerithidea obtusa) dilakukan menggunakan pelarut tunggal dengan tiga jenis pelarut yaitu metanol (polar), etil asetat (semi polar) dan heksana (non polar). Penggunaan ketiga jenis pelarut ini adalah untuk
mengetahui banyaknya rendemen dan sifat antioksidan keong matah merah pada masing-masing pelarut.
Tahapan ekstraksi yang dilakukan adalah persiapan
sampel, maserasi, penyaringan dan evaporasi. Rendemen hasil ekstraksi pada ketiga jenis pelarut yang berbeda akan mempunyai hasil yang berbeda. Banyaknya rendemen bergantung pada sifat kelarutan komponen bioaktifnya. Berdasarkan hasil ekstraksi, komponen bioaktif dari keong matah merah cenderung bersifat polar. Nilai rendemen terbesar diperoleh dari ekstrak metanol yaitu sebesar 2,68 % diikuti oleh etil asetat 1,25 % dan ekstrak heksana 0,2 %. Rendemen hasil ekstraksi keong matah merah pada masing-masing pelarut dapat dilihat pada Gambar 6.
Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti huruf berbeda pada jenis pelarut yang digunakan menunjukkan beda nyata (p<0,05)
Gambar 6. Histogram rendemen hasil ekstraksi pada masing-masing pelarut Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa rendemen ekstrak keong matah merah dipengaruhi secara nyata oleh jenis pelarut yang digunakan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pelarut metanol menghasilkan rendemen ekstrak tertinggi dan berbeda nyata dengan pelarut lainnya. Dengan demikian, proses ekstraksi menggunakan pelarut metanol merupakan ekstraksi yang dapat menghasilkan rendemen yang paling besar. Menurut Harbone (1987), senyawa alkaloid dan flavonoid cenderung larut dalam pelarut polar.
Sedangkan menurut Pratt dan Hudson (1990) senyawa
antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik
yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol, dan asam-asam organik polifungsional.
Golongan flavonoid yang memiliki
aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, kateksin, dan kalkon. Menurut Cook dan Samman (1996), flavonoid merupakan grup polofenol yang memiliki sifat dan struktur kimia yang beragam. Lebih dari 4000 jenis flavonoid telah diketahui dari klas flavonoid yaitu antara lain flavonol, flavon, flavanon,
kateksin, antosianidin,
isoflavon,
dihidroflavonol dan kalkon.
Flavonoid diserap melalui sistem pencernaan yang sebelumnya mengalami metabolisme dalam tubuh. Menurut Frankel et al. (1999), aktivitas antioksidan alami dari golongan flavonoid memang sulit diperkirakan akan tetapi flavonoid dapat mengurangi kecenderungan inflamatori di dalam tubuh. 4.2.3. Hasil uji aktivitas antioksidan Aktivitas antioksidan diukur dengan melihat kemampuan ekstrak keong matah merah dalam menghambat aktivitas radikal bebas DPPH (1,1 difenil 2 pikril hidrazil) yang merupakan radikal bebas yang stabil dalam larutan berair atau larutan dalam metanol serta memiliki serapan kuat dalam bentuk teroksidasi pada panjang gelombang 517 nm. Radikal bebas DPPH mampu menerima elektron atau radikal hidrogen dari senyawa lain sehingga membentuk molekul diamagnetik yang stabil (Masuda et al.1999). Metode DPPH dipilih karena memiliki beberapa kelebihan antara lain sederhana, mudah, cepat, peka, serta memerlukan sedikit sampel. Parameter yang digunakan untuk mengetahui aktivitas antioksidan adalah IC50 yang didefinisikan sebagai konsentrasi senyawa antioksidan yang menyebabkan hilangnya 50 % aktivitas DPPH (Molyneux 2004). Larutan DPPH yang awalnya berwarna ungu setelah bereaksi dengan antioksidan alami akan membentuk warna kuning. Semakin tinggi kandungan antioksidan maka warna ungu pada larutan DPPH akan semakin berkurang dan membentuk warna kuning. Konsentrasi ekstrak yang digunakan untuk pengujian antioksidan adalah 50, 100, 500, 1000, dan 2000 ppm. Hasil pengujian aktivitas antioksidan terhadap pelarut yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7.
Hubungan konsentrasi dengan persentase penghambatan ekstrak keong pada ketiga jenis pelarut
Gambar 7 menunjukkan bahwa persentase penghambatan (% inhibisi) ekstrak cenderung mengalami kenaikan pada setiap pelarut yang digunakan dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak.
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan oleh Hanani (2005), persentase penghambatan ekstrak terhadap aktivitas radikal bebas meningkat dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak. Kemampuan penghambatan tertinggi pada pelarut heksan adalah 33,06 %. Berdasarkan hasil uji sidik ragam pada pelarut heksan (Lampiran 3) didapatkan bahwa perbedaan konsentrasi larutan ekstrak berpengaruh nyata terhadap aktivitas antioksidan keong matah merah sehingga dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan (Lampiran 4) dan dapat diketahui bahwa ekstrak yang memiliki aktivitas terbaik untuk menangkap radikal bebas adalah konsentrasi ekstrak sebesar 2000 ppm. Kemampuan penghambatan tertinggi pada pelarut etil asetat adalah 17,47 %. Berdasarkan hasil uji sidik ragam pada pelarut etil asetat (Lampiran 7) didapatkan bahwa perbedaan konsentrasi larutan ekstrak berpengaruh nyata terhadap aktivitas antioksidan keong matah merah sehingga dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan (Lampiran 8) dan dapat diketahui bahwa ekstrak yang memiliki aktivitas terbaik untuk menangkap radikal bebas adalah pada konsentrasi ekstrak sebesar 2000 ppm.
Kemampuan penghambatan tertinggi pelarut metanol adalah 76.80 %. Berdasarkan hasil uji sidik ragam pada pelarut metanol (Lampiran 11) didapatkan bahwa perbedaan konsentrasi larutan ekstrak berpengaruh nyata terhadap aktivitas antioksidan keong matah merah sehingga dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan (Lampiran 12) dan dapat diketahui bahwa ekstrak yang memiliki aktivitas terbaik untuk menangkap radikal bebas adalah pada konsentrasi ekstrak 2000 ppm. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi terbaik yang dimiliki ketiga jenis pelarut adalah pada konsentrasi 2000 ppm karena didapatkan kemampuan penghambatan maksimal. Kemampuan penghambatan terbaik dari ketiga jenis pelarut yang ada adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut metanol. Berdasarkan hasil uji sidik ragam pada pelarut (Lampiran 15) didapatkan bahwa perbedaan jenis pelarut berpengaruh nyata terhadap aktivitas antioksidan keong matah merah sehingga dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan (Lampiran 16) dan dapat diketahui bahwa ekstrak yang memiliki aktivitas terbaik untuk menangkap radikal bebas adalah pada pelarut metanol dengan konsentrasi ekstrak sebesar 2000 ppm. Berdasarkan nilai aktivitas antioksidan, ekstrak keong pada pelarut heksan dan etil asetat tidak menunjukkan adanya aktivitas antioksidan.
Hal ini
ditunjukkan dengan nilai IC50 yang sangat besar yaitu 34.582,1 ppm untuk ekstrak heksan dan 2,80 x 106 ppm untuk ekstrak etil asetat. Aktivitas antioksidan terbaik adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut metanol yaitu 967,89 ppm. Aktivitas antioksidan yang tinggi pada sampel dengan pelarut metanol ini disebabkan kandungan senyawa alkaloid dan flavonoid yang terdapat di dalamnya.
Menurut Pratt dan Hudson (1990) senyawa
antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol, dan asam-asam organik polifungsional.
Golongan flavonoid yang memiliki
aktivitas antioksidan meliputi flavon,flavonol, isoflavon, kateksin, flavonol dan kalkon. Menurut Cook dan Samman (1996), flavonoid merupakan antioksidan yang potensial, penangkap radikal bebas, pengkelat logam dan penghambat oksidasi lemak. Flavonoid memiliki fungsi sebagai antioksidan dan penangkap
radikal bebas karena memiliki struktur yang terdiri dari grup hidroksil pada karbon ketiga, memiliki ikatan ganda antara karbon kedua dan ketiga, posisi karbon keempat terdapat grup karbonil serta polihidroksilasi pada cincin aromatik A dan B. Studi epidimiologi tentang flavonoid menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang terbalik antara asupan flavonoid dengan kematian akibat jantung koroner. Asupan flavonoid yang disarankan adalah 23 mg/hari untuk negara Belanda dan 170 mg/hari untuk negara Amerika. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa ekstrak metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan ekstrak heksan dan ekstrak etil asetat. aktivitas antioksidan semakin baik.
Semakin kecil nilai IC50 maka nilai
Nilai aktivitas antioksidan keong matah
merah (Cerithidea obtusa) dapat dilihat pada Gambar 8.
Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti huruf berbeda pada jenis pelarut yang digunakan menunjukkan beda nyata (p<0,05), nilai aktivitas antioksidan etil asetat tidak ditampilkan karena nilainya sangat besar.
Gambar 8. Histogram nilai aktivitas ekstrak keong matah merah (Cherithidea obtusa) Uji aktivitas antioksidan terhadap ekstrak metanol menunjukkan bahwa sebesar 50 % radikal bebas DPPH berhasil dihambat aktivitasnya konsentrasi ekstrak sebesar 967,89 ppm (Gambar 8). Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui bahwa ekstrak metanol mempunyai aktivitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan ekstrak heksan dan ekstrak etil asetat. Akan tetapi, aktivitas antioksidannya tergolong rendah karena nilai IC50 lebih dari 200 ppm. Aktivitas
antioksidan baik ditunjukkan dengan nilai IC50 kurang dari 200 ppm (Blois 1958 diacu dalam Molyneux. 2004). Aktivitas antioksidan dengan pelarut metanol bila dibandingkan dengan penelitian lain yang sudah dilakukan terhadap sumber-sumber antioksidan alami diurutkan dari aktivitas tertinggi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Aktivitas ektrak metanol keong matah merah dengan sumbersumber antioksidan alami lainnya Asal antioksidan Sponge Callyspongia Sp. Rumput laut hijau (Caulerpa lentilifera) Rumput laut merah (Rhodymenia palmata) Keong matah merah (Cerithidea obtusa)
pelarut Aseton dan metanol Metanol Metanol Metanol
IC50 (ppm) 41,21
Sumber Hanani et al. (2005)
356,12
Maulida (2007)
464,89
Wikanta et al. (2005)
959,54
_*
Keterangan : * = hasil penelitian
4.2.4. Hasil uji fitokimia Uji fitokimia adalah analisa yang mencakup pada aneka ragam senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun oleh mahkluk hidup, yaitu mengenai sturuktur kimia, biosintesa, perubahan metabolisme, penyebaranya secara alamiah dan fungsi biologinya.
Alasan dilakukan analisis fitokimia adalah untuk
menentukan ciri senyawa yang terdapat dalam suatu bahan yang mempunyai efek racun atau bermanfaat, yang ditunjukkan oleh ekstrak kasar bila diuji dengan sistem biologi (Harbone 1987). Uji fitokimia apat digunakan untuk menganalisa struktur kimia suatu bahan, biosintesis, perubahan metabolisme, dan fungsi biologi dari suatu bahan yang sedang dianalisa (Harbone 1987). Ekstrak terpilih dari keong laut matah merah yang diekstrak dengan pelarut metanol diketahui memiliki aktivitas antioksidan dibandingkan dengan yang diekstrak dengan pelarut lainnya. Kandungan senyawa kimia dan yang terdapat pada ekstrak keong matah merah terpilih dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil fitokimia ekstrak metanol keong matah merah. Uji Fitokimia a. Alkaloid - Wagner - Meyer - Dregendorf b. Steroid/Triterpenoid
c. Flavonoid
Hasil (warna)
Standar (warna)
Endapan coklat (+) Endapan putih (+) Endapan jingga (+)
Endapan coklat Endapan putih kekuningan Endapan merah sampai jingga Bening ada lapisan Perubahan warna merah minyak berwarna coklat menjadi biru atau hijau (-) Ada lapisan amil alkohol Merah, kuning/jingga pada dengan warna lapisan amil alkohol kekuningan (+)
Hasil uji fitokimia terhadap ekstrak keong matah merah terpilih yang mempunyai aktivitas antioksidan, menunjukkan bahwa keong matah merah mengandung senyawa kimia berupa alkaloid dan flavonoid. Kandungan senyawa alkaloid terlihat pada tiga uji yang dilakukan yaitu pereaksi wagner, meyer, dan dragendorf. Adanya senyawa alkaloid ditunjukkan adanya endapan coklat pada pereaksi wagner, adanya endapan putih kekuningan pada pereaksi meyer dan endapan merah sampai jingga pada pereaksi dragendorf. Kandungan senyawa flavonoid pada ekstrak terpilih ini ditandai dengan terbentuknya lapisan amil alkohol yang berwarna kuning atau jingga. Menurut Pratt dan Hudson (1990) senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol, dan asam-asam organik polifungsional. Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon,flavonol, isoflavon, kateksin, flavonol dan kalkon. Senyawa alkaloid maupun flavonoid yang dihasilkan oleh keong matah merah merupakan hasil metabolit sekunder. Hasil uji fitokimia dapat dlihat pada Gambar 9.
a
Gambar 9.
b
c
d
e
Hasil uji fitokimia keong matah merah (Cherithidea obtusa).
Keterangan : (a) Uji Flavonoid; (b) Uji Steroid; (c) Uji Meyer; (d) Uji Dragendorff; (e) Uji Wagner.
4.2.5. Hasil aplikasi ekstrak terpilih dalam menghambat oksidasi Penentuan aktivitas antioksidan dari keong matah merah diterapkan pada emulsi minyak.
Antioksidan berfungsi untuk menghambat pembentukan
peroksida pada minyak. Peroksida adalah hasil reaksi antara lemak tidak jenuh dengan oksigen yang dapat dijadikan indikasi kerusakan lemak (Ketaren 1986) Nilai peroksida suatu ekstrak menunjukkan kemampuan ekstrak untuk menghambat laju oksidasi lemak. Lemak dan senyawa-senyawa yang dapat larut dalam lemak sangat rentan terhadap proses oksidasi. Proses oksidasi ini bersifat merugikan terutama pada bahan yang mengandung lemak. Kemampuan suatu ekstrak untuk menghambat laju oksidasi yang diindikasikan dengan nilai peroksida suatu ekstrak kemungkinan dapat dimanfaatkan sebagai suatu bahan yang bersifat antioksidan. Aktivitas antioksidan diukur dengan cara menghitung nilai bilangan peroksida emulsi minyak yang diinkubasi 37 oC selama 7 hari. Ekstrak keong matah merah yang ditambahkan diharapkan akan menghambat oksidasi lemak sehingga nilai bilangan peroksida emulsi minyak akan lebih kecil. Perlakuan yang diberikan adalah perlakuan konsentrasi ekstrak yang ditambahkan. Konsentrasi yang diberikan antara lain 0 ppm (kontrol); 2000 ppm; 3000 ppm;
dan 4000 ppm ekstrak dengan 3 kali ulangan. Hasil nilai bilangan peroksida pada emulsi minyak dengan penyimpanan selama 7 hari dapat dilihat pada Gambar 10.
nilai bilangan peroksida yang semakin kecil jika dibandingkan dengan kontrol (ekstrak 0 ppm). Menurut Alamsyah (2005) tentang syarat mutu minyak kelapa sebagai bahan pangan menyebutkan bahwa nilai bilangan peroksida maksimum yang terdapat dalam bahan pangan adalah 3 Meq/1000 g. Jika dibandingkan dengan penelitian yang ada maka penambahan konsentrasi ekstrak 4000 ppm memiliki nilai berada dibawah 3 Meq/1000 g. Dengan demikian dapat diketahui bahwa kemampuan penghambatan oksidasi terbaik adalah penambahan ekstrak sebesar 4000 ppm.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Pelarut yang paling baik digunakan dalam ekstraksi keong matah merah adalah metanol dengan metode ekstraksi pelarut tunggal. Rendemen terbesar diperoleh dari ekstrak metanol yaitu sebesar 2,68 % diikuti ekstrak etil asetat 1,25 % dan ekstrak heksana 0,2 %. Keong matah merah memiliki kandungan kadar air
75,98 %; kadar abu 5,73 %; kadar lemak 2,55 % dan kadar protein 9,85 %. Aktivitas antioksidan terbaik adalah ekstraksi dengan menggunakan
pelarut metanol yang diperlihatkan dengan IC50 sebesar 967,89 ppm. Hasil uji fitokimia terhadap ekstrak keong matah merah (Cerithidea obtusa) terpilih yang mempunyai aktivitas antioksidan, menunjukkan bahwa keong matah merah mengandung senyawa kimia golongan alkaloid dan flavonoid. Nilai bilangan peroksida pada emulsi minyak dengan penambahan ekstrak 0 ppm; 2000 ppm; 3000 ppm; dan 4000 ppm berturut-turut 4,75 Meq/1000g; 3,92 Meq/1000g; 3,33 Meq/1000g dan 2,83 Meq/1000g.
Kemampuan
penghambatan oksidasi terbaik adalah penambahan ekstrak sebesar 4000 ppm. 5.2. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perbedaan aktivitas antioksidan jika dilihat dari perbedaan umur panen dari keong matah merah dan penelitian tentang fraksinasi sehingga dapat diketahui zak aktif apa yang berperan sebagai antioksidan.
DAFTAR PUSTAKA
Alam Syah, A.N. 2005. Virgin Coconut Oil. Minyak Penakluk Aneka Penyakit. Agromedia Pustaka. Jakarta [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Methods of Analysis. Ed ke-16. AOAC. Virginia. Aryanti D. 2007. Penapisan Awal Senyawa Aktif antioksidan dari Spons yang berasal dari Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, Jakarta. [skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Cook NC, Samman S. 1996. Flavonoid Chemistry, metabolism, cardioprotective effect, and dietary sources. Nutritional Biochemistry 7:66-76. Fang Y, Yang S, Wu G. 2002. Free radicals, antioxidant, and nuttrition. J. Nutrition 18:872-879 Frankel EN. 1999.Food antioxidant and phitochemicals: present and future perspective. Nordic Lipid 12:450-455. Goutara, W Ciptadi, B Djatmiko, TA Wahab. 1980. Mempelajari Pembuatan Minyak Kelapa dengan Cara Ekstraksi Basah serta Pemakaian Antioksidan pada Kelapa Santan. [laporan penelitian]. Proyek Peningkatan/ Pengembangan Perguruan Tinggi. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Gordon MH. 1990. The Mechanism of antioksidant Activity In Vitro. Di dalam: BJF Hudson (ed). Food Antioxidants. London: Elseviere Appl Sci. Harliansyah. 2005. Mengunyah halia menyah penyakit. Indonesian Student Association in Malaysia. Hal 92-96. Harbone JB. 1984. Phytochemical Method: A Guide to Modern Technicques of Plant Analysis.Second Edition. London: Chapman and Hall Ltd. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Padmawinata K, penerjemah. Edisi Kedua. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Terjemahan dari: Phytochemical Methods. Hart H. 1987. Kimia Organik. Suatu Kuliah Singkat. Achmadi S, penerjemah. Jakarta : PT. Erlangga. Terjemahan dari Organic Chemistry. Hidajat B. 2005. Penggunaan Antioksidan AntiOxidantCentre.com. [17 Februari 2008].
pada
Anak.
http://www.
Hyman LH. 1967. The Invertebrates : Mollusca I. New York: McGraw-Hill, Inc. Kaur C, Kapoor HC. 2001. Antioxidant activity and total phenolic content of some Asian vegetables. International Journal of Food and Technology. 2002.37.153-161. Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press. Kumalaningsih S. 2007. Radikal Bebas. http://www.AntiOxidantCentre.com. [15 Februari 2008]. Maulida R. 2007. Aktivitas Antioksidan Rumput Laut (Caulerpa lentillifera). [skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Molyneux P. 2004. The use of the stable free radical diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for estimating antioxidant activity. Songklanakarin J.Sci Technol. 26(2):211-219. Pramadhany WW. 2006. Penapisan Komponen Antibakteri dari Spons asal Pulau Bonerate Sulawesi Selatan. [skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Poedjiadi A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Press. Pratt DE, Hudson BJF. 1990. Natural Antioxidants not Exploited Comercially. Di dalam : B.J.F. Hudson, editor. Food Antioxidants. Elsevier Applied Science, London Purwaningsih S. 2007. Kajian Pemanfaatan keong matah merah (Cerithidea obtusa) dan uji aktivitas anti proliferasi pada sel lestari tumor secara in vitro dan in vivo. [disertasi]. Bogor : Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. [PDPERSI]. Pusat Data dan Informasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia. 2003. Fitonutrisi Bisa Menjadi Pelindung Radikal Bebas. Jakarta. Santoso J. 2003. Studies on nutritional component and antioxidant activity in several Indonesian seaweeds [disertasi]. Tokyo: Tokyo Univercity of Fisheries Santoso J,Yoshie Y, Suzuki T. 2004. Antioxidant activity of methanol extracts from Indonesian seaweeds in an oil emulsion model. Fish.Sci. 70:183-188 Steel RGD dan Torrie JH. 1980. Principles and procedures of Statistic: A Bimetrical Appoach 2ndEd. New York: Mc Graw-Hill Book Company.
Winarsi H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta: Kanisius Winarno FG, Fardiaz D, Fardiaz S. 1973. Ekstraksi, Kromatografi, dan Elektroforesis. Bogor. Institut Pertanian Bogor. ____________. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta : PT. Gramedia. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil uji normalitas pelarut heksana
Kolmogorov-Smirnova Derajat Statistik Signifikan bebas Pelarut Heksan
0.200
10
0.200*
Statistik 0.870
Saphiro-Wilk Derajat bebas 10
Signifikan 0.099
Lampiran 2. Plot normal pelarut heksan
1.5
1.0
Harapan Normal 0.5
0.0
-0.5
-1.0
-1.5 -10
0
10
20
Nilai Pengamatan
30
40
Lampiran 3. Hasil uji sidik ragam pelarut heksana
Antar grup Dalam grup Total
Jumlah kuadrat 1570,827 11,854 1582,681
Derajat bebas 4 5 9
Kuadrat ratarata 392,707 2,371
F hitung 165,645
Signifikan ,000
Lampiran 4. Hasil uji lanjut Duncan pelarut heksana
Konsentrasi 50 100 500 1000 2000 Signifikan
N 2 2 2 2 2
α = 0,05 1 -1,2250 2,0800
2
3
4
6,8000 18,4400 0,085
1,000
1,000
33,0650 1,000
Lampiran 5. Hasil uji normalitas pelarut etil asetat Kolmogorov-Smirnova Derajat Statistik Signifikan bebas Pelarut Etil asetat
0.218
10
0.195
Statistik 0.916
Saphiro-Wilk Derajat bebas 10
Signifikan 0.328
Lampiran 6. Plot normal pelarut etil asetat
Normal Q-Q Plot dari pelarut Etil asetat
1.5
1.0
Harapan normal 0.5
0.0
-0.5
-1.0
-1.5 -5
0
5
10
Nilai pengamatan
15
20
Lampiran 7. Hasil uji sidik ragam pelarut etil asetat
Antar grup Dalam grup Total
Jumlah kuadrat 477,206 8,036 485,242
Derajat bebas 4 5 9
Kuadrat ratarata 119,302 1,607
F hitung 74,232
Signifikan ,000
Lampiran 8. Hasil uji Duncan pelarut etil asetat
Konsentrasi 50 100 500 1000 2000 Signifikan
N 2 2 2 2 2
α = 0,05 1 -1,1350 -0,0850
2
3
4
6,2300 10,5600 0,445
1,000
1,000
17,4750 1,000
Lampiran 9. Hasil uji normalitas pelarut metanol Kolmogorov-Smirnova Derajat Statistik Signifikan bebas Pelarut Metanol
0.188
10
0.200
Statistik 0.887
Saphiro-Wilk Derajat bebas 10
Signifikan 0.156
Lampiran 10. Plot normal pelarut metanol
Normal Q-Q Plot dari Pelarut Metanol
1.5
1.0
Harapan Normal
0.5
0.0
-0.5
-1.0
-1.5 -20
0
20
40
Nilai Pengamatan
60
80
Lampiran 11. Hasil uji sidik ragam pelarut metanol
Antar grup Dalam grup Total
Jumlah kuadrat 9375,171 69,556 9444,727
Derajat bebas 4 5 9
Kuadrat ratarata 2343,793 13,911
F hitung 168,483
Signifikan ,000
Lampiran 12. Hasil uji Duncan pelarut metanol Metanol Duncan Konsentrasi 50 100 500 1000 2000 Signifikan
N 2 2 2 2 2
α = 0,05 1 -4,8100 -1,8750
2
3
4
24,8150 46,0750 0,467
1,000
1,000
76,8050 1,000
Lampiran 13. Hasil uji normalitas pelarut dengan konsentrasi terbaik
Nilai hasil
Kolmogorov-Smirnova Derajat Statistik Signifikan bebas 0.280 6 0.153
Statistik 0.829
Saphiro-Wilk Derajat bebas 6
Signifikan 0.106
Lampiran 14. Plot normal pelarut dengan konsentrasi terbaik
Normal Q-Q Plot dari Nilai hasil
1.0
Harapan Normal 0.5
0.0
-0.5
-1.0
10
20
30
40
50
Nilai pengamatan
60
70
80
Lampiran 15. Hasil uji sidik ragam pelarut dengan konsentrasi terbaik
Antar grup Dalam grup Total
Jumlah kuadrat 3784,190 12,877 3797,066
Derajat bebas 2 3 5
Kuadrat ratarata 1892,095 4,292
F hitung 440,823
Signifikan ,000
Lampiran 16. Hasil uji Duncan pelarut dengan konsentrasi terbaik
Konsentrasi Etil asetat Heksan Metanol Signifikan
N 2 2 2
1 17,4750
α = 0,05 2
3
33,0650 1,000
1,000
76,8050 1,000
Lampiran 17. Hasil uji normalitas bilangan peroksida
Nilai hasil
Kolmogorov-Smirnova Derajat Statistik Signifikan bebas 0.141 12 0.200*
Statistik 0.963
Saphiro-Wilk Derajat bebas 12
Signifikan 0.832
Lampiran 18. Plot normal bilangan peroksida
Normal Q-Q Plot dari bilangan peroksida
1.5
1.0
Harapan Normal 0.5
0.0
-0.5
-1.0
-1.5 2.0
2.5
3.0
Nilai pengamatan
3.5
4.0
Lampiran 19. Hasil uji sidik ragam bilangan peroksida
Jumlah kuadrat Antar grup Dalam grup Total
Derajat bebas 3,907 0,240 4,147
3 8 11
Kuadrat ratarata 1,302 0,030
F hitung 43,407
Signifikan ,000
Lampiran 20. Hasil uji Duncan bilangan peroksida
Konsentrasi 0,4% 0,3% 0,2% 0% Signifikan
N 3 3 3 3
α = 0,05 1
2
3
4
2,83 3,33 3,92 1,000
1,000
1,000
4,75 1,000
Lampiran 21. Hubungan konsentrasi dengan persentase penghambatan ekstrak keong pada ketiga jenis pelarut
Lampiran 22. Contoh perhitungan penentuan nilai IC50 Blanko
1.757
Konsentrasi Absorbansi 50 1.787 100 1.72 500 1.671 1000 1.435 2000 1.201
Persen Hambatan -1.71 2.11 4.89 18.33 31.64
% inhibisi (50): ( Absorbansi blanko – Absorbansi hasil ) x 100 Absorbansi blanko : ( 1,757-1,787 ) x 100 1,757 : - 1,71
didapatkan persamaan y : 8,541 ln(x) – 37,34 IC50
: nilai x pada persamaan dengan mengganti nilai y sebesar 50
50
: 8,541 ln(x) – 37,34
ln (x) : (50 + 37,43) 8,541 ln (x) : 10,236 x
: exp 10,236 : 27610.98 ppm