2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Keong Matah merah (Cerithidea obtusa) Kelas Gastropoda merupakan kelas terbesar dari Moluska. Lebih dari 75.000 spesies yang ada dan telah teridentifikasi serta 15.000 diantaranya dapat dilihat bentuk fosilnya.
Keong merupakan salah satu spesies dari kelas
Gastropoda dan merupakan kelompok moluska (Barnes 1980). Keong matah merah memilki tubuh simetris bilateral, dilindungi oleh sebuah cangkang berbentuk kerucut dan melingkar karena torsi, bentuk kepala jelas, mempunyai tentakel, mata dan radula. Klasifikasi keong matah merah (Cerithidea obtusa) menurut Abbot dan Boss (1989) adalah sebagai berikut: Filum
: Molusca
Kelas
: Gastropoda
Sub Kelas
: Orthogastropoda
Ordo
: Caenogastropoda
Super Famili : Sorbeococha Famili
: Cerithiodea
Sub Famili
: Potamididae
Genus
: Cerithidea
Spesies
: Cerithidea obtusa Pada cangkang keong matah merah terdapat rusuk-rusuk yang membujur
dan melintang. Bagian ujung cangkang tidak selalu runcing dan tampak seperti terpotong. Mata mempunyai tangkai, bagian tepi luar kaki jalannya juga dihiasi dengan garis berwarna merah, secara lengkap ditampilkan pada Gambar 1.
Gambar 1 Keong matah merah (Cerithidea obtusa) (Anonim 2009).
Tubuh keong terdiri dari empat bagian utama yaitu kepala, kaki, isi perut dan mantel. Pada bagian kepala terdapat sepasang mata dan tentakel, sebuah mulut serta siphon. Kaki berukuran besar dan pipih yang berfungsi untuk melekat dan merayap. Mantel merupakan pembentuk cangkang. Cangkang Gastropoda terdiri dari lapisan kalsium karbonat sebanyak tiga lapis, lapisan terluar adalah prismatik, lapisan tengah atau lamella dan lapisan paling dalam nacre atau hypostracum (Suwignyo et al. 1997). Keong matah merah hidup pada akar, batang dan ranting-ranting mangrove, juga menempel dengan benang-benang lendir, khususnya pada bagian batang mangrove yang tidak terkena air, guna mengurangi panas yang masuk ketubuhnya dan sangat umum dijumpai di hutan mangrove di kawasan Asia Tenggara (Coremap 2010). 2.2 Komposisi Kimia Keong Matah merah (Cerithidea obtusa) Komposisi kimia yang terkandung dalam suatu bahan makanan menunjukkan seberapa besar kuantitas dan kualitas bahan tersebut memberikan asupan
gizi
sesuai
kebutuhan
manusia
(Winarno
2008).
Menurut
Adeyeye dan Afolabi (2003), keong laut merupakan makanan yang bergizi tinggi terutama kandungan kalsium sebesar 65-70 % dan protein sebesar 80 % dari bobot tubuh keong, kaya akan lisin dan umumnya rendah kolesterol.
Menurut
Prabowo (2009), keong matah merah mempunyai aktivitas antioksidan yang mengandung senyawa kimia golongan alkaloid dan flavonoid. Kandungan gizi keong matah merah disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Kandungan zat gizi keong matah merah (Cerithidea obtusa) Zat Gizi Kadar air Kadar abu Kadar lemak Kadar protein
Komposisi (%) 80,3 4,5 2,8 11,8
Sumber: Purwaningsih (2006)
Komposisi kimia dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternalnya. Faktor internal meliputi umur, jenis, ukuran dan lain-lain. Faktor eksternalnya meliputi habitat dan kondisi lingkungan (Winarno 2008).
2.3 Mineral dan Fungsinya Manusia memerlukan berbagai jenis mineral untuk metabolisme terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas-aktivitas enzim. Keseimbangan ion-ion mineral di dalam cairan tubuh diperlukan untuk pengaturan pekerjaan enzim, pemeliharaan keseimbangan asam-basa, membantu transfer ikatan-ikatan penting melalui membran sel dan pemeliharaan kepekaan otot dan saraf terhadap rangsangan (Almatsier 2003). Mineral dapat ditemukan di dalam sel, jaringan dan organ tubuh manusia. Unsur-unsur mineral terbagi menjadi dua golongan, yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro diperlukan untuk membentuk komponen organ di dalam tubuh, sedangkan mineral mikro diperlukan dalam jumlah sedikit dan umumnya terdapat dalam jaringan tubuh (Berdanier 1998). 2.3.1
Mineral makro Mineral makro merupakan unsur mineral pada tubuh manusia yang
dibutuhkan dalam jumlah besar. Mineral makro dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari. Mineral makro terdiri dari kalsium, fosfor, kalium, natrium, sulfur, klor dan magnesium (Almatsier 2003). Beberapa unsur mineral makro yang dibutuhkan oleh tubuh sebagai berikut: 1) Kalsium (Ca) Unsur anorganik yang paling penting di dalam tubuh dan dalam jumlah yang terbanyak adalah kalsium. Fungsi dari kalsium adalah sebagai pembentuk tulang dan gigi, memegang peranan dalam proses pembekuan darah, perkembangan fetus dalam fase kehamilan, merangsang syaraf, kontraksi otot dan mempertahankan permeabilitas dinding sel (Piliang dan Djojosoebagjo 2006). Kebutuhan tubuh akan kalsium berbeda bagi setiap orang. Di Amerika kebutuhan kalsium bagi orang dewasa adalah 800 mg per kapita per hari namun untuk orang yang hidup di daerah tropis dapat mempertahankan status kalsiumnya dengan hanya mengkonsumsi 200-400 mg per kapita per hari. Hal ini disebabkan oleh adanya sinar matahari yang dapat membantu pembentukan vitamin D yang selanjutnya membantu peningkatan metabolisme kalsium (Muchtadi et al. 1993). Angka kecukupan rata-rata sehari untuk kalsium pada orang Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Angka kecukupan rata-rata sehari untuk kalsium Usia Bayi (0-12 bulan) Anak-anak (1-9 tahun) Laki-laki dan wanita (10-19 tahun) Usia 19-65 tahun ke atas
Angka kecukupan rata-rata sehari (mg) 200 - 400 500 - 600 1000 800
Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2008)
Kekurangan kalsium akan menyebabkan kadar kalsium darah menurun. Kondisi dimana kadar kalsium berada dibawah kisaran normal (9-10 mg/100 ml) disebut hipokalsemia yang dapat menyebabkan tetani atau kejang pada otot. Kelebihan kalsium pada manusia dapat menimbulkan batu ginjal atau gangguan ginjal dan konstipasi (susah buang air besar) (Almatsier 2003). 2) Kalium (K) Kalium merupakan ion bermuatan positif atau kation dan terdapat di dalam sel (intraseluler). Recommended Dietary Allowance (RDA) menyarankan untuk mengkonsumsi kalium tidak lebih dari 2-6 gram per hari (Berdanier 1998). Kalium berperan dalam pengaturan fungsi otot. Kalium yang dikonsumsi dalam jumlah besar akan menurunkan tekanan darah, sehingga dapat mencegah penyakit darah tinggi (Okuzumi dan Fujii 2000). Angka kecukupan gizi kalium pada orang dewasa adalah sebesar 2000 mg/hari. Kekurangan kalium pada manusia akan mengakibatkan lemah, lesu, kehilangan nafsu makan dan kelumpuhan, sedangkan kelebihan akan menyebabkan gagal jantung yang berakibat kematian serta gangguan fungsi ginjal (Almatsier 2003). 3) Natrium (Na) Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler, beberapa diantaranya terdapat dalam tulang. Sumber utama natrium adalah garam dapur, makanan ringan serta makanan siap saji. Garam dapat berperan sebagai pemberi rasa dan pengawet (Bardanier 1998). Angka kecukupan gizi rata-rata natrium orang dewasa adalah sebesar 2400 mg/hari. Kekurangan natrium disebabkan oleh berkurangnya cairan ekstraseluler sehingga tekanan osmotik dalam tubuh menurun. Natrium dalam
jumlah banyak akan menyebabkan orang muntah-muntah atau diare, kejang dan kehilangan nafsu makan. Pada saat kadar natrium dalam darah turun, maka perlu diberikan air untuk mengembalikan keseimbangan (Almatsier 2003). 4) Magnesium (Mg) Magnesium berfungsi sebagai aktivator enzim peptidase, meningkatkan tekanan osmotik serta membantu mengurangi getaran otot. Magnesium diserap diusus kecil dan diduga hanya sepertiga dari yang tercerna akan diserap karena kelarutan garam magnesium rendah (Budiyanto 2002). Angka kecukupan ratarata sehari untuk magnesium pada orang Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Angka kecukupan rata-rata sehari untuk magnesium Usia Bayi (0-12 bulan) Anak-anak (1-9 tahun) Laki-laki dan wanita (10-19 tahun) Usia 19-65 tahun ke atas
Angka kecukupan rata-rata sehari (mg) 25 - 55 60 - 120 170 - 270 270 - 300
Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2008).
Kekurangan magnesium terjadi apabila kekurangan konsumsi protein dan energi. Kekurangan magnesium pada manusia akan mengakibatkan kurang nafsu makan, gangguan dalam pertumbuhan, koma, gagal jantung dan hypomagnesema (keadaan defisiensi magnesium dalam darah) dengan gejala denyut jantung tidak teratur, insomia, lemah otot, kejang kaki serta telapak kaki dan tangan gemetar (Almatsier 2003). Kelebihan konsumsi magnesium juga akan berdampak buruk terhadap kesehatan seperti diare kronik, kejang perut, dan gagal ginjal serta dapat menyebabkan perubahan mental (akibat gangguan pada sistem saraf). Terjadinya kelebihan magnesium pada umumnya tidak bersumber dari konsumsi bahan pangan, tetapi bersumber dari konsumsi suplemen atau obat (Astawan 2010). 5) Fospor (P) Sekitar 85% fosfor ditemukan di dalam tulang pada tubuh orang dewasa dan
sekitar
15%
sisanya
ditemukan
dalam
bentuk
jaringan
lunak.
Rekomendasi dari National Academy of Sciences memberikan angka kecukupan fosfor tiap individu sesuai dengan Recommended Dietary Allowance (RDA) yaitu
1250 mg untuk usia muda 9-18 tahun dan 700 mg untuk orang dewasa >19 tahun (IOM 1997). Angka kecukupan rata-rata sehari untuk fosfor pada orang Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Angka kecukupan rata-rata sehari untuk fosfor Usia Bayi (0-12 bulan) Anak-anak (1-9 tahun) Laki-laki dan wanita (10-19 tahun) Usia 19-65 tahun ke atas
Angka kecukupan rata-rata sehari (mg) 100 - 225 400 1000 800
Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2008)
Fosfor merupakan nutrisi penting bagi kehidupan manusia yang berfungsi untuk pertumbuhan, pemeliharaan dan perbaikan semua jaringan tubuh bersamaan dengan kalsium serta magnesium. Asupan fosfor cukup penting untuk memastikan keseimbangan mineral dalam menjaga kesehatan tulang dan gigi (Heaney 2004). 2.3.2
Mineral mikro Mineral mikro merupakan unsur mineral pada tubuh manusia yang
dibutuhkan dalam jumlah kecil. Mineral mikro dibutuhkan tubuh dalam jumlah kurang dari 100 mg sehari. Mineral mikro terdiri dari besi, tembaga, iodium, mangan, seng, kobalt, fluor dan selenium (Almatsier 2003).
Beberapa unsur
mineral mikro yang dibutuhkan oleh tubuh adalah sebagai berikut: 1) Besi (Fe) Besi merupakan konstituen penting dari hemoglobin dan sitokrom. Zat besi dapat diabsorpsi oleh tubuh dalam kondisi normal sekitar 15% dari makanan yang dikonsumsi, sedangkan pada kondisi kekurangan zat besi tubuh dapat mengarbsorpsi sampai dengan 35% (Groft dan Gropper 1999). Angka kecukupan rata-rata sehari untuk besi pada orang Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Angka kecukupan rata-rata sehari untuk besi Usia Bayi (0-12 bulan) Anak-anak (1-9 tahun) Laki-laki dan wanita (10-19 tahun) Usia 19-65 tahun ke atas
Angka kecukupan rata-rata sehari (mg) 0,5 - 7 8 - 10 13 - 19 13 - 26
Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2008)
Besi memiliki fungsi untuk transportasi oksigen ke jaringan (hemoglobin) dan mekanisme oksidasi seluler. Penipisan cadangan besi dapat menyebabkan anemia defisiensi besi (Almatsier 2003). Kelebihan zat besi adalah pusing, mual, lemah, sakit kepala dan nafas pendek. Kelainan genetik yang disebut hemochromatosis juga bisa menyebabkan tubuh memproduksi zat besi berlebih. Kelebihan ini umumnya dikarenakan pemakaian obat suplemen secara berlebihan (Ulfah 2009). 2) Selenium (Se) Konsentrasi selenium tertinggi terdapat dalam ginjal, diikuti dengan hati, limpa, pankreas dan testes. Selenium mudah diabsorpsi dan diekskresikan melalui urin dan feses. Selenium merupakan komponen penting enzim Glutathione Perokxidase dalam eritrosit. Enzim ini berfungsi untuk melindungi terjadinya akumulasi hidrogen peroksida. Selenium mudah hilang saat pencucian, pemasakan serta penyimpanan bahan makanan. Recommended Dietary Allowance (RDA) belum menetapkan kebutuhan konsumsi selenium untuk tubuh namun diperkirakan sebanyak 75 mikrogram per hari (Piliang dan Djojosoebagjo 2006). Selenium sangat esensial bagi enzim Glutathione Perokxidase, yaitu enzim yang paling penting untuk menetralkan radikal bebas. Selenium membantu sel hidup lebih lama dengan melindungi membran sel. Selenium membantu memproduksi enzim khusus yang akan merubah peroksida menjadi cairan yang tidak berbahaya (Wirakusumah 1995). 3) Seng (Zn) Seng diperlukan dalam jumlah sangat kecil dalam tubuh (dalam diet) dan membentuk bagian yang esensial dari banyak enzim (misalnya karbonat anhidrase yang penting dalam metabolisme karbondioksida). Seng memiliki peranan yang penting dalam sintesis protein serta pembelahan sel.
Defisiensi seng sering
dihubungkan dengan anemia, kerdil, penyembuhan luka dan ketidaknormalan mengecap rasa (Almatsier 2003). Angka kecukupan rata-rata sehari untuk seng pada orang Indonesia dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Angka kecukupan rata-rata sehari untuk seng Usia Bayi (0-12 bulan) Anak-anak (1-9 tahun) Laki-laki dan wanita (10-19 tahun) Usia 19-65 tahun ke atas
Angka kecukupan rata-rata sehari (mg) 1,3 - 7,5 8,2 - 11,2 12,6 - 17,4 9,3 - 13,4
Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2008)
Mineral seng banyak terdapat pada hati, telur, makanan dari laut terutama kerang-kerangan. Seng berperan dalam beberapa kegiatan metabolisme tubuh seperti
mengatur
aktifitas
enzim
dan
sintesis
protein
asam
nukleat
(Piliang dan Djojosoebagjo 2006). Kekurangan seng dapat terjadi pada golongan rentan yaitu anak-anak, ibu hamil dan menyusui serta orang tua. Kekurangan seng dapat menyebabkan terjadinya diare, gangguan pertumbuhan, gangguan kematangan seksual, gangguan sistem saraf, sistem otak dan gangguan pada fungsi kekebalan (Almatsier 2003). 4) Tembaga (Cu) Tembaga terdapat dalam tubuh orang dewasa sekitar 100-150 mg dengan konsentrasi tertinggi terdapat pada hati, ginjal, rambut dan otak. Tembaga berperan dalam beberapa kegiatan enzim pernafasan sebagai kofaktor bagi enzim tiroksinase dan sitokrom oksidase. Tembaga juga diperlukan dalam proses pertumbuhan sel-sel darah merah yang masih muda (Almatsier 2003). Mineral tembaga merupakan komponen beberapa enzim yang memegang peranan penting dalam tubuh terutama yang berhubungan dengan fungsi-fungsi perkembangan tubuh dan pemeliharaan tubuh yaitu fungsi sistem syaraf pusat serta pembentukan eritrosit (Piliang dan Djojosoebagjo 2006). Kekurangan tembaga dapat menyebabkan anemia, demineralisasi tulang dan kurangnya jumlah sel darah merah yang dihasilkan.
Kelebihan tembaga
secara kronis mengakibatkan penumpukan tembaga di dalam hati yang dapat menyebabkan kerusakan pada hati (Almatsier 2003). 2.4 Logam Berat Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam-logam lain. Perbedaanya terletak dari pengaruh yang
dihasilkan bila logam berat ini masuk ke dalam tubuh organisme. Berbeda dengan logam biasa, logam berat biasanya menimbulkan efek-efek khusus pada makhluk hidup. Dapat dikatakan bahwa semua logam berat dapat menjadi bahan racun yang akan meracuni tubuh makhluk hidup (Palar 1994). Jenis logam berat yang membahayakan kesehatan antara lain timbal (Pb), kadmium (Cd), arsen (As), khromiun (Cr) dan nikel (Ni). Jenis biota laut yang sangat potensial terkontaminasi logam berat adalah kerang, mengingat cara makannya dengan menyaring air (filter feeder). Disamping itu, sifat kekerangan ini lebih banyak menetap (sessile) dan bukan termasuk migratory. Logam berat bersifat toksik karena tidak bisa dihancurkan (non-degradable) oleh organisme hidup yang ada di lingkungan sehingga logam-logam tersebut terakumulasi ke lingkungan, terutama mengendap di dasar perairan dan membentuk senyawa kompleks bersama bahan organik dan anorganik (Widowati et al. 2008). Salah satu logam berat yang banyak mencemari air adalah timbal (Pb). Tercemarnya air oleh limbah pabrik yang mengandung Pb menyebabkan kerusakan
pada
lingkungan
sekitar
termasuk
biota
di
dalamnya
(Kohar et al. 2004). Timbal (Pb) mempunyai arti penting dalam dunia kesehatan bukan karena penggunaan terapinya, melainkan lebih disebabkan sifat toksisitasnya. Absorpsi timbal di dalam tubuh sangat lambat, sehingga terjadi akumulasi dan dasar keracunan progresif (Kamal et al. 2007). Timbal (Pb) adalah logam yang bersifat toksik terhadap manusia, yang bisa berasal dari tindakan mengkonsumsi makanan, minuman, atau melalui inhalasi dari udara, debu yang tercemar Pb, kontak lewat kulit, kontak lewat mata, dan lewat parenteral. Logam Pb bisa menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin (Hb) di dalam tubuh manusia dan sebagian kecil Pb diekskresikan lewat urin atau feses karena sebagian terikat oleh protein, sedangkan sebagian lagi terakumulasi dalam ginjal, hati, kuku, jaringan lemak, dan rambut (Widowati et al. 2008). Merkuri digolongkan sebagai pencemar paling berbahaya diantara berbagai macam logam berat. Produksi merkuri cukup besar dan penggunaannya di berbagai bidang cukup luas (Budiono 2003). Menurut Cruz et al. (2009), toksisitas logam berat merkuri merupakan akumulasi dari tingginya polusi
terutama udara dan air dalam jangka waktu yang panjang dan dapat berakibat buruk bagi kesehatan manusia. Logam berat merkuri (Hg) merupakan cairan yang berwarna putih keperakan.
Paparan logam berat Hg terutama methyl mercury dapat
meningkatkan kelainan janin dan kematian waktu lahir serta dapat menyebabkan Fetal Minamata Disease seperti yang terjadi pada nelayan Jepang di Teluk Minamata. Merkuri juga dapat menyebabkan kerusakan otak, kerusakan syaraf motorik, cerebral palsy, dan retardasi mental. Paparan di tempat kerja utamanya oleh methyl mercury pada pria akan dapat menyebabkan impotensi dan gangguan libido, sedangkan pada wanita akan menyebabkan gangguan menstruasi (Sudarmaji et al. 2006). Batas aman timbal dan merkuri dalam makanan yang ditetapkan oleh World Health Organization (2010) secara berturut-turut sebesar 1 ppm dan 0,5 ppm. 2.5 Kelarutan Mineral Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat tertentu untuk larut (solute) dalam suatu pelarut (solvent). Kandungan mineral dalam bahan pangan hanyalah salah satu parameter awal untuk menilai kualitas bahan pangan tersebut, karena yang lebih penting adalah bioavailabilitasnya. Bioavailabilitas adalah proporsi dari suatu komponen yang dapat digunakan untuk menjalankan dan memelihara metabolisme pada tubuh normal (Watzke 1998). Bioavailabilitas atau ketersediaan biologis adalah ukuran kuantitatif dari penggunaan nutrisi pada kondisi tertentu untuk menunjang struktur normal organisme serta proses-proses fisiknya (Kaya 2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan mineral terlarut antara lain interaksi mineral dengan mineral, interaksi vitamin dengan mineral dan interaksi serat dengan mineral. Mineral dengan jumlah muatan (valensi) yang sama akan bersaing satu sama lainnya untuk diabsorpsi. Kalsium yang terlalu banyak dikonsumsi dapat menghambat absorpsi besi. Keberadaan vitamin C meningkatkan absopsi besi apabila dikonsumsi dalam waktu bersamaan, sedangkan vitamin D akan meningkatkan daya absorpsi dari kalsium (Almatsier 2003).
Pengolahan bahan pangan akan menurunkan kandungan mineral karena zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan akan rusak pada sebagian besar proses pengolahan yang disebabkan oleh pH, oksigen, sinar dan panas atau kombinasinya (Sediaoetama 1993). Santoso (2003), menyatakan bahwa mineral pada makanan dapat berubah struktur kimianya pada waktu proses pengolahan atau akibat interaksi dengan bahan lain. Kelarutan mineral dapat meningkat atau menurun tergantung pada prosesnya dan juga dapat dipengaruhi struktur kimianya.
Proses pemanasan dapat menyebabkan denaturasi protein yang
berakibat pada interaksi antara mineral dengan protein sehingga mineral sulit larut. Hampir semua logam dapat larut dalam air. Reaksi kimiawi yang terjadi yaitu proses hidrolisis [M (H2O)6 n] adalah logam.
[M (H2O)5 (OH)]
(n-1)
+ H, dimana M
Proses pengolahan dapat mengubah pH yang menyebabkan
kelainan proses fisiologis sehingga proses hidrolisis tidak berjalan sempurna, namun ion logam yang hampir sama sifatnya akan berinteraksi antar ion logam dan akan saling berikatan dengan protein. Bentuk kompleks tersebut dinyatakan sebagai kompleks protonik ligan, H x L sebagai protein dengan persamaan sebagai berikut H x L + M++
M L+ x L+ (L= Ligan).
Hal ini yang
menyebabkan mineral sulit larut dalam air (Darmono 1995). Menurut Torre et al. (1995), penyerapan mineral terlarut juga dipengaruhi oleh zat organik, vitamin D, serat makanan, protein, nilai pH dan kelarutannya itu sendiri. Peningkatan penyerapan mineral terjadi pada suasana asam dan akan menurun sejalan dengan penurunan nilai pH dan sebaliknya. Defisiensi mineral terjadi ketika kekurangan jumlah dari suatu mineral menyebabkan defisiensi pada mineral lainnya. Hal ini disebabkan karena mineral akan melengkapi satu sama lain untuk proses penyerapan dan pengikatan. Zat besi, tembaga. dan seng akan saling berkompetisi jika jumlah mereka tidak seimbang. Tembaga dibutuhkan untuk mengubah zat besi menjadi hemoglobin, tetapi jika seng terlalu banyak, sedangkan zat besi kurang, maka tidak akan terbentuk hemoglobin, yang akhirnya menyebabkan anemia (Shinya 2008).
2.6 Pengaruh Pengolahan terhadap Penurunan Mineral Proses pengolahan dengan menggunakan proses pemanasan merupakan salah satu tahap penting dalam pengolahan bahan pangan.
Pemanasan yang
diupayakan pada bahan pangan adalah untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang diinginkan, seperti mempertahankan mutu ikan, perbaikan terhadap cita rasa dan tekstur, nilai gizi dan daya cerna (Tanikawa 1985). Pengolahan panas merupakan salah satu cara untuk memperpanjaang umur simpan bahan pangan namun pengolahan panas mempunyai dampak negatif yaitu menurunnya zat gizi karena degradasi protein dan kehilangan mineral oleh suhu tinggi. Pengolahan pangan bertujuan untuk mendapatkan bahan pangan yang aman untuk dimakan sehingga nilai gizi yang dikandung bahan pangan tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal. Tujuan lain dari pengolahan yaitu agar bahan pangan tersebut dapat diterima, khususnya diterima secara sensori (penampakan, aroma, rasa dan tekstur) (Apriyantono 2002). Perebusan merupakan proses transfer kalor (yang diukur dengan panas) dari sumber ke material dengan menggunakan medium yang mengandung senyawa air (H2O). Perebusan adalah metode konvensional yang telah lama dikenal untuk memasak. Bahan makanan yang langsung terkena air rebusan akan menurunkan nilai gizinya (Gsianturi 2002). Perebusan adalah cara memasak makanan dalam cairan yang sedang mendidih (100oC). Bahan pangan yang dimasak menggunakan air akan meningkatkan daya kelarutan. Pemanasan dapat mengurangi daya tarik-menarik antara molekul-molekul air dan akan memberikan cukup energi pada molekulmolekul air tersebut sehingga dapat mengatasi daya tarik menarik antar molekul dalam bahan pangan tersebut (Winarno 2008). Faktor yang mempengaruhi susut selama perebusan adalah faktor yang mempengaruhi perpindahaan massa yaitu luas permukaan, konsentrasi zat terlarut dalam air panas dan pengadukan air (Harris dan Karmas 1989). Garam berfungsi sebagai pemberi rasa, pengawet dan meningkatkan daya ikat dari protein daging. Garam dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk karena mempunyai sifat tekanan osmotik yang tinggi sehingga kadar air sel-sel bakteri berkurang dan kemudian bakteri akan mati (Hariyadi 2007).
Pengukusan adalah proses pemanasan suatu bahan pangan dengan menggunakan uap panas sebagai medium penghantar panas. Banyak sistem telah dirancang untuk menyentuhkan produk dengan medium panas selama waktu yang diperlukan untuk mencapai kondisi “telah dikukus”.
Kekurangan dari proses
pengukusan adalah susutnya vitamin yang larut air namun vitamin larut minyak tetap. Pengukusan dengan uap panas menghasilkan retensi zat gizi larut air yang lebih
besar
dibandingkan
pengukusan
dengan
air
(perebusan)
(Harris dan Karmas 1989). Pengolahan makanan dengan cara dikukus memiliki keuntungan yaitu, dapat mengurangi jumlah nutrisi yang hilang karena bahan makanan tidak langsung bersentuhan dengan air (Gsianturi 2002).