UJI ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU KEDELAI DALAM MENDUKUNG PROGRAM SL-PTT DI SULAWESI SELATAN Ir. Abdul Fattah, MP, dkk Ringkasan Sulawesi Selatan mempunyai potensi pengembangan kedelai yang cukup luas dengan teredianya potensi lahan sawah sekitar 586.987 ha. Dari luas lahan sawah tersebut, terdapat lahan sawah tadah hujan sekitar 239.055 ha yang umumnya ditanami dua kali palawija termasuk kedelai. Kegiatan ini bertujuan untuk menentukan varietas yang mempunyai produksi tinggi dan umur genjah dalam mendukung Program SL-PTT. Uji adaptasi beberapa varietas unggu baru kedelai dalam mendukung program SL-PTT telah dilaksanakan di Desa Panincong, Kecamatan Marioriawa, Kabupaten Soppeng pada MT.2010. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAK) dengan 11 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan (varietas) yang diuji : 1). Grobogan, 2) Argomulyo, 3) Sinabung, 4) Kaba, 5) Burangrang, 6) Wilis, 7) Anjasmoro, 8) Detam-1, 9) Detam-2, 10) Ijen, dan 11) Mahameru. Hasil yang dicapai menunjukkan bahwa produksi tertinggi ditmukan pada varietas Argomulyo (1,96 t/ha), kemudian disusul dengan varietas Detam-2 (1,79 t/ha), Grobogan (1,64 t/ha), dan Anjasmoro (1,65 t/ha). Sedangkan produksi yang paling rendah ditemukan pada varietas Sinabung (0,77 t/ha) dan Wilis (0,96 t/ha). Umur masak yang paling pendek/genjah ditemukan pada varietas Grobogan (75 hari) dan Argomulyo (78 hari) sedangkan yang paling panjang/dalam ditemukan pada varietas Mahameru (93 hari). Kata kunci : Kedelai, varietas unggul baru, produksi, umur genjah, Sulawesi Selatan.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 1
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Dalam tiga tahun terakhir, produksi kedelai di Indonesia hanya berkisar antara 600 – 700 ribu ton
per tahun, sementara kebutuhan telah mencapai 2,0 juta ton Untuk memenuhi kekurangan produksi, pemerintah mengimpor kedelai dari Negara lain seperti Amerika sekitar 1,30 ton ((Badan Litbang Pertanian, 2008). Tingginya kebutuhan kedelai menyebabkan naiknya harga dari Rp 3.500,- /kg menjadi Rp 7.500,-/kg. Kenaikan harga kedelai tersebut akan berdampak terhadap industri yang berbahan baku kedelai seperti tahu, tempe, kecap, dan produk lain. Untuk mengantisipasi kenaikan harga kedelai, industri terpaksa menaikan harga produknya Dampaknya, komsumen yang kurang mampu mengurangi jumlah kebutuhannya sehingga dapat mengganggu terpenuhi kebutuhan gizi bagi masyakat termasuk balita. Produksi kedelai di Indonesia pada 14 tahun terakhir mengalami penurunan drastis yaitu dari 1.869.713 ton pada tahun 1992 menjadi 592.534 ton pada tahun 2007, sementara impor mengalami kenaikan yaitu 890.287 ton pada tahun 1992 menjadi 1.199.839 ton tahun 2006 Sulsel, 2007).
Untuk meningkatkan produksi
( Distan Provinsi
dan mengurangi impor kedelai, maka pemerintah
memprogram pengembangan kedelai di seluruh Indonesia termasuk di Sulawesi Selatan. Kedelai di Sulawesi Selatan umumnya dikembangkan di lahan sawah setelah panen padi. Potensi pengembangan kedelai cukup tinggi dengan tersediaanya lahan sawah sekitar 586.987 ha dan lahan kering (kebun/tegalan) seluas 548.595 ha (Distan Provinsi Sulawesi Selatan, 2007). Luas lahan sawah tersebut, terdapat luas lahan sawah tadah hujan sekitar 239.055 ha. Pada lahan sawah tadah hujan tersebut umumnya ditanami padi satu kali, setelah itu ditanami palawija termasuk kedelai dan jagung. Salah satu masalah yang dialami petani kedelai
adalah seringnya gagal panen karena
kekeringan dan tingginya serangan hama dan penyakit. Curah hujan di Sulawesi Selatan terutama di wilayah Pantai Timur sangat pendek (2-3 bulan) (Sulawesi Selatan dalam Angka, 2007) yaitu bulan Oktober sampai Desember dan sering tidak menentu . Untuk mengantispasi masalah tersebut maka diperlukan varietas unggul baru umur genjah dan tahan kekeringan Penurunan produksi kedelai juga terjadi di Sulawesi Selatan yaitu dari 25.940 ton menjadi 20.380 ton. Disamping penurunan produksi, juga terjadi penurunan luas areal tanam dari 17.393 ha menjadi 12.951 ha ((Dinas Pertanian dan Hortikuluta Provinsi Sulsel, 2008)
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 2
Produktivitas kedelai yang dicapai di tingkat petani masih rendah hanya sekitar 1,4 – 1.57 t/ha (Distan Provinsi Sulsel, 2008) dan
rata-rata
produksi nasional berkisar 1,3 t/ha (Puslitbangtan, 2008).
Sementara produksi yang dicapai hasil penelitian Badan Litbang pertaniani berkisar 2,50 – 3,05 t/ha (Balitkabi Malang, 2007). 1.2.
Tujuan Mendapatkan 1-3 varietas unggul baru kedelai yang produksi tinggi dan umur genjah.
1.3. Keluaran Yang Diharapkan Satu sampai tiga varietas unggul baru kedelai yang umur genjah dan mempunyai produktivitas yang tinggi 1.4.
Hasil Yang Diharapkan
Penggunaan varietas unggul baru produksi tinggi dan umur genjah yang dapat meningkatkan pendapatan petani
1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak Perkiraan manfaat : Peningkatan kesejahteraan petani melalui peningkatan produksi dan produktivitas lahan sawah Peniingkatan pemanfaatan lahan dengan mengintroduksi varietas umur genjah Perkiraan Dampak : Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani dapat berdampak terhadap peningkatan daya beli masyarakat sehingga perekonomian berjalan lanjar dan pendapatan Negara meningkat.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 3
II.TINJAUAN PUSTAKA
Beberapa varietas yang mempunyai biji besar, toleran terhadap lahan kering masam serta mempunyai produksi tinggi 2,0-3,9 t/ha seperti Rajabasa,(Balitkabi Malang, 2007). Sejak tahun 2003 sampai 2008, Balitkabi Malang telah menghasilkan beberapa varietas unggul baru kedelai umur genjah (70 hari – 85 hari) dan produksi tinggi (2,21 – 3,40 t/ha) seperti Gepak Ijo, Gepak Kuning, Grobogan, Arjasari, Gumitir, Argopuro, Baluran, dan Kipas Merah (Balitkab, 2008). Varietas Panderman yang mempunyai umur 85 hari yang bijinya besar dan tahan terhadap ulat grayak (Puslitbangtan, 2007). Beberapa varietas yang tahan kering dan masam serta mempunyai produksi yang tinggi (2,5 t/ha) seperti varietas Tanggamus, Sibayak, Nanti, Rata, dan Seulawan (Balitkabi, 2004). Sedangkan menurut hasil penelitian Balitkabi Malang (2008), menunjukkan bahwa beberapa varietas yang mempunyai produksi tinggi seperti Grobogan (2,70 t/ha), ukuran biji 18 g/100 biji (biji besar) dan umur masak sekitar 76 hari (umur genjah),varietas Detam-1 (2,51 t/ha), ukuran biji 14,84 g/100 biji (biji sedang), dan umur masak sekitar 85 hari (umur sedang), varietas Detam-2 (2,46 t/ha), ukuran biji 13,54 g/100 biji (biji sedang), dan umur masak 82 hari (umur sedang), varietas Ijen (2,49 t/ha), ukuran biji 11,23 g/100 biji (ukuran sedang), dan umur masak 83 hari (umur sedang), varietas Anjasmoro (2,25 t/ha), ukuran biji 14,8-15,3 g/100 biji besar), umur masak 92
hari (umur
dalam/panjang), varietas Mahameru (2,04-2,16 t//ha), ukuran biji 16,5-17,0 g/100 (biji besar), dan umur masak 94 hari (umur dalam/panjang), varietas Tanggamus (1,22 t/ha), ukuran biji 11 g/100 (ukuran sedang), dan umur masak 88 hari (umur sedang), varietas Kaba (2,13 t/ha), ukuran biji 10,37 g/100 biji (biji sedang), dan umur masak 85 hari (umur sedang), varietas Sinabung (2,16 t/ha), ukuran biji 10,68 g/100 biji (biji sedang), dan umur masak 88 hari (umur sedang), varietas Burangrang (2,05 t/ha), ukuran biji 17 g/100 biji (biji besar), dan umur masak 82 hari (umur sedang), varietas Argomulyo (2,0 t/ha), ukuran biji 16 g/ha, dan umur masak 81 hari (umur sedang, dan vrietas Wilis (1,60 t/ha), ukuran biji 10 g/ha (biji sedang), dan umur masak 87 hari (umur sedang).
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 4
III.METODE PENELITIAN
3.1.Waktu dan Tempat Kajian varietas kedelai ini
dilaksanakan di
Desa Panincong, Kecamatan Marioriawa,
Kabupaten Soppeng, MT.2010. 3. 2. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada kajian varietas ini : benih kedelai, pupuk organik, pupuk kimia, inskitisida, fungisida, dan rhizogen. Sedangkan alat yang digunakan antara lain cangkul, alat tugal, tali nilon, meteran, ajir, hand sprayer, dan hand counter. 3.3. Rancangan Kegiatan Kajian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 11 perlakuan (10 varietas unggul baru + 1 varietas pembanding) dan 3 ulangan. Varietas yang akan dikaji : Grobogan, Argomulyo, Sinabung, Kaba, Burangrang, Ijen, Anjasmoro, Wilis, Detam-1, Detam-2, dan Mahameru (kontrol). Varietas tersebut ditanam pada plot yang berukuran 5 m x 8 m dengan 2 biji per lubang dan jarak tanam 40 cm x 15 cm. Dosis pupuk yang 75 kg/ha Urea + 100 kg/ha SP-36 + 100 kg/ha KCl. Pengendalian hama dan penyakit digunakan insektisida dan fungisida sesuai jenis hama dan penyakit yang muncul. 3.4. Parameter yang diamati : Tinggi tanaman (cm) Jumlah cabang per tanaman (cabang) Jumlah polong per tanaman (polong) Berat 100 biji (gram) Tingkat serangan hama dan penyakit (%) Umur masak/panen (hari) Produksi (t/ha) Data iklim (curah hujan)
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 5
3.5. Analisis Data Data yang telah dikumpulkan akan dianalisis dengan menggunakan Analisis Sidik Saragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Sedangkan untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan digunakan uji Duncan 5%.
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Tinggi Tanaman, Jumlah Cabang per Tanaman, dan Tingkat Serngan Hama Ulat Grayak Pada Table 1, terlihat bahwa tinggi tanaman tertinggi ditemukan pada varietas Detam-2 (67,57 /tanaman) dan terendah ditemukan pada Wilis (45,25 cm/tan). Tinggi tanaman yang dicapai pada varietas Detam-2 tersebut lebih tinggi disbanding hasil penelitian yang dilakukan oleh Balitkabi Malang (Deskripsi Varietas Unggul Baru Kacang-Kacang dan Umbi-Umbian, 2008). Sedangkan varietas Wilis tinggi tanaman yang dicapai (45,25 cm/tan) hampri sama dengan tinggi tanaman yang dicapai pada Deskripsi Varietas Kacang-kacangan dan Umbi-Umbian (2008) sekitar 50 cm. Jumlah Cabang per tanaman tertinggi dicapai pada varietas Ijen (3,73 cbg/tan) dan terendah ditemukan pada varietas Grobogan (2,53 cbg/tan.). Jumlah cabang per tanaman ini secara umum dari semua varietas tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (2,53 – 3,73 cbg/tanaman). Dan nampaknya jumlah cabang per tanaman ini tidak member pengaruh yang nyata terhadap produksi yang dicapai setiap varietas. Tingkat serangan hama ulat Grayak terendah ditemukan pada varietas Grobgogan (8,16%), kemudian disusul varietas Argomulyo (10,16%) dan Anjasmoro (10,94%). Sedangkan tingkat serangan tertinggi ditemukan pada varietas Mahameru sebagai control (17,26%) (Tabel.1). Tinggimya tingkat serangan hama ulat Grayak pada varietas tersebut kemungkinan disebabkan oleh sudah seringkali ditanam pada lokasi tersebut. Biasanya pada mula ditanam suatu varietas masih tahan terhadap suatu hama tetapi setelah ditanam beberapa kali akhir juga menjadi peka. Hal ini terjadi akibat adanya interaksi antara tanaman dan serangga hama yang saling mengeluarkan zat dapat meracuni satu sama lain. Berbeda halnya dengan varietas lain seperti Grobogan, Argomulyo, dan vareitas lainnya hanya baru kali ini ditanam sehingga serangga hama belum mampu menghalau zat racun yang dikeluar oleh tanaman.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 6
Tabel 1. Tingi tanaman, jumlah cabang per tanaman, dan tingkat serangan hama ulat Grayak pada uji varietas unggul baru kedelai di Panincong, Kabupaten Soppeng.MT.2010 No Nama Varietas Tinggi tanaman Jumlah Cabang per Tingkat Serangan (cm) tanam Hama Ulat Grayak (%) 1 Grobogan 48,96 ab 2,53 a 8,61 a 2 Argomulyo 48,63 ab 2,83 ab 10,16 b 3 Sinabung 59,77cd 3,13 ab 12,16 cd 4 Kaba 58,47 cde 3,60 ab 13,51 de 5 Burangrang 56,97 cd 3,20 ab 12,12 cd 6 Ijen 53,67 bc 3,73 b 14,11 ef 7 Anjasmoro 62,90 ef 3,33 ab 10,94 bc 8 Detam-1 55,13 cd 3,27 ab 12,53 d 9 Detam-2 67,57 f 3,30 ab 15,34 f 10 Wilis 45,25 a 3,07 ab 14,41 ef 11 Mahameru (control) 56,83 cd 3,33 ab 17,26 g Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji DMRT
4.2. Jumlah Polong per Tanaman, Jumlah Polong Hampa per Tanaman, dan Umur Masak Jumlah polong per tanaman tertinggi ditemukan pada varietas Detam-2 (74,08 ), Grobogan (57,90 ), Argomulyo (57,10 ), dan Ijen (57,10 ). Sedangkan terendah ditemukan pada varietas Detam-1 (48,57 ). Jumlah polong yang dicapai dari setiap varietas akan berpengaruh terhadap tinggirendahnya produksi yang dicapai varietas tersebut. Selain jumlah polong , jumlah polong hampa dan besar ukuran biji juga turut berpengaruh terhadap produksi yang dicapai varietas tersebut. Jumlah polong hampa per tanaman terendah ditemukan pada varietas Argomulyo (7,21) dan tertinggi pada varietas Kaba (17,08). Tinggi-rendahnya jumlah polong hampa yang dicapai suatu varietas akan berpengaruh terhadap tinggi-rendahnya produksi. Polong hampa ini ada dua penyebab utmanya antara lain polong hampa karena tidak terisi oleh biji. Hal ini biasanya disebabkan oleh kurangnya bahan makan yang terangkut kebagian polong, dan penyebab kedua adalah plong bisa menjadi hampa karena biji yang masih muda diisap oleh hama pengisap polong. Pada Table 2 terlihat bahwa umur masak terendah (tergenjah) ditemukan pada varietas Grobogan (75 hari) dan Argomulyo (78 hari) dan umur masak tertinggi ditemukan pada varietas Mahameru (93 hari). Varietas Grobogan dan Argomulyo mempunyai umur paling genjah sehinggah dapat dijadikan varietas untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan baik pada lahan sawah maupun lahan kering. Lahan sawah yang kosong 2,5 bulan dapat ditanami kedelai untuk membantu negari dalam pengadaan kebutuhan kedelai untuk komsumsi. Begitu pada pemanfaatan lahan kering, pada
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 7
daerah yang mempunyai curah hujan yang pendek ( sekitar 2 bulan bulan hujan dengan rata-rata 150200 mm) dapat dimanfaatkan untuk menanam kedelai dalam mendukung program swasembada kedelai. Tabel 2. Jumlah polong per tanaman, jumlah polong hampa per tanaman, dan umur masak pada uji varietas unggul baru kedelai di Panincong, Kabupaten Soppeng.MT.2010 No
Nama Varietas
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Grobogan Argomulyo Sinabung Kaba Burangrang Ijen Anjasmoro Detam-1 Detam-2 Wilis Mahameru (control)
Jumlah polong per tanaman 57,90 ab 59,85 ab 56,80 a 57,40 ab 53,32 a 57,10 ab 53,85 a 48,57 a 74,08 b 51,48 a 52,18 a
Jumlah polong hampa per tanaman 8,31 ab 7,21 a 9,38 ab 17,08 c 14,65 bc 12,47 abc 10,95 abc 11,70 abc 15,17 bc 14,33 bc 11,73 abc
Umur masak 75 a 78 ab 89 cd 87 cd 85 bcd 85 bcd 90 cd 85 bcd 83 bc 88 cd 93 d
Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji DMRT
4.3. Berat 100 biji (gram) dan Produksi (t/ha) Pada Table 3 terlihat bahwa berat 100 biji tertinggi ditemukan pada varietas Grobogan (18,83 g/100). Berat 100 biji dicapai pada varietas Grobogan ini hampir sama berat 100 biji yang dicapai hasil penelitian Balitkabi (18 g/100 biji) (Dekripsi Varietas Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian , 2008). Kemudian varietas yang selanjutnya yang mempunyai Anjasmoro (16,09 g/100 biji), Burangrang (16,01 g/100), Argomulyo, dan Mahameru (16,0 g/100) sebagai kontrol. Tabel 3. Berat 100 biji dan produksi pada uji varietas unggul baru kedelai di Panincong, Kabupaten Soppeng.MT.2010 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nama Varietas Grobogan Argomulyo Sinabung Kaba Burangrang Ijen Anjasmoro Detam-1 Detam-2
Berat 100 biji 18,83 f 15,83 e 12,95 c 11,94 b 16,01 e 11,01 a 16,09 e 11,03 a 14,00 d
Produksi 1,64 bc 1,96 c 0,77 a 1,33 abc 1,35 abc 1,83 c 1,65 bc 1,38 abc 1,79 c
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 8
10 11
Wilis Mahameru (control)
12,02 b 16,00 e
0,94 ab 1,34 abc
Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji DMRT
Sedangkan berat 100 biji, terkecil ditemukan pada varietas Ijen (11,01 g/100) dan Detam-1 (11,03 g/100). Berat yang dicapai pada varietas Ijen tersebut hampir sama dengan berat yang dicapai dari hasil penelitian Balitkabi Malang (11,23 g/100). Berdasarkan ukur biji yang dicapai dari hasil penelitian ini, maka varietas unggul baru yang bisa dikembangkan di Sulawesi Selatan adalah varietas ukuran besar yang disenangi petani seperti Grobogan, Argomulyo, Anjasmoro, dan Burangrang. Berdasarkan Table 3, menunjukkan bahwa varietas unggul baru yang memberi produksi yang tertinggi dicapai pada varietas Argomulyo, Detam-2, Ijen, Grobogan, dan Anjasmoro. Namun yang layak dikembangkan di Sulawesi Selatan adalah varietas unggul baru yang mempunyai biji besar seperti Grobogan, Anjasmoro, Argomulyo, dan Burangrang, sedangkan biji kecil seperti Ijen dan Detam-2 kurang diminati petani, namun produksinya tinggi. Pemasaran kedelai biji kecil dan sedang di Sulawesi Selatan kurang disenangi pedagang karena peminatnya/komsumennya juga rendah. 4.4.Rata-Rata Curah Hujan pada Tahun 2010 dan Tahun 2005- 2009 di Panincong, Kabupaten. Soppeng
Gambar 1. Curah Hujan per Bulan (mm) Thn 2010 di Panincong, Kabupaten Soppeng
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 9
Berdasakan
data curah hujan
yang diambil di Penangkar Curah Hujan di Panincong
menunjukkah bahwa mulai bulan April sampai Nopember rata-rata jumlah curah hujan per bulan (mm) di atas 200 mm/bulan, artinya bahwa curah hujan untuk tahun 2010 mulai April-Nopember termasuk tinggi (Gambar 1). Pada Gambar 1, tersebut juga terlihat bahwa pada bulan Mei curah hujan dapat mencapai 400-450 mm/bulan yang sudah menelewati batas ambang (300 mm/bulan). Kemudian kalau kita bandingkan dengan data curah hujan mulai tahun 2004-2009 (5 tahun) data curah hujan tertinggi pada bulan Mei tetapi jumlah curah hujannya hanya mencapai 220 mm/bulan sedangkan jumlah curah hujan per bulan yang dicapai pada bulan yang sama 2010 mencapai 450 mm/bulan atau 2 kali lipat disbanding tahun 2004-2009. ‘
/; Gambar 2. Rata-rata curah hujan per Bulan dalam 5 tahun (2005-2009) di Panincong, Kabupaten Soppeng Pada Gambar 2 terlihat bahwa rata-rata curah hujan selama 5 tahun (2005-2009) tertinggi dicapai pada bulan Mei (220 mm/bln), tetapi jumlah tersebut masih jauh lebih rendah dibanding tahun 2010 (450 mm/bln) pada bulan yang sama.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 10
Gambar 3. Jumlah hari per bulan di Panicong, Kabupaten Soppeng Tahun 2010 Pada Gambar 3 terlihat bahwa, rata –rata jumlah hari hujan berkisar 7-26 hari per bulan dan tertinggi ditemukan pada bulan Juni-Juli sekitar 20-26 hari/bln . Pada bulan Agustus-Oktober bisanya rendah bahwa biasanya untuk bulan Agustus dan September jumlah hari hujan hanya berkisar 0-5 hari/bln, tetapi pada tahun 2010 ini sangat melenceng dari biasanya yaitu jumlah hari hujan mencapai 18-20 hari/bln. Kesemuanya itu baik jumlah curah hujan maupun jumlah hari hujan yang melenceng di tahun 2010 akan mempengaruhi produksi yang dicapai khususnya tanaman pangan termsuk kedelai. Komoditas kedelai yang tidak membutuhkan jumlah air yang banyak, penanaman pada kondisi iklim tersebut akan berpengaruh terhadap produksi yang dicapai (menurunkan produksi per hektar).
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 11
V.KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan 1.
Varietas unggul baru yang mempunyai produki tertinggi ditemukan pada varietas Ijen, Argomulyo
Grobogan, Anjasmoro, dan Detam-2. Namun demikian varietas unggul baru yang
dapat dikembangkan di Sulawesi Selatan hanya Argomulyo, Anjasmoro, Grobogan, dan Burangrang karena ukur bijinya besar (15,83 – 18,83 g/100 biji). 2.
Umur genjah digemukan pada varietas unggul baru Gorobgan dan Argomulyo
3.
Produksi yang dicapai dari setiap varietas yang dikaji belum optimal akibat tingginya curah hujan mulai dari umur 2 minggu setelah tanam sampai umur masak/panen.
5.2..Saran Pengujian varietas unggul baru sebaiknya dilaksanakan juga di musim kemarau untuk mengetahui varietas yang tahan kekeringan.
VI.KINERJA HASIL PENELITIAN Hasil penelitian yang dicapai berupa varietas unggul baru yang mempunyai produksi tinggi dan ukuran biji besar, akan mudah diadopsi atau diteima petani karena petani kedelai di Sulawesi Selatan sangat menyukai kedelai yang mempunyai biji besar seperti Grobogan, Anjasmoro, Burangrang, dan Argomulyo. Varietas unggul baru tersebut akan dianjurkan untuk dikembangkan di Sulawesi Selatan. Sebagai implementasinya, perbanyakan benihnya akan dikerjasamakan dengan Balai Benih yang ada di Sulwesi Selatan.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 12
DAFTAR PUSTAKA Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. Inovasi teknologi kedelai. Pandum Pelaksanaan Sekolah Lapang. Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT ) Kedelai. Departemen Pertanian. Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian Malang. 2004. Pemulia Tanaman Kedelai Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. Malang. Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian Malang. 2007. Laporan Tahunan. Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. Malang. Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. 2007. Panduan umum. Pengelolaan Tanaman Terpadu Kedelai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Selatan.2007. Laporan Tahunan. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Selatan.2008. Materi Pertemuan Kedelai di Sulsel pada tanggal 15-18 Desember 2008 di Hotel Delta Makassar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2007. Varietas unggul. Teknologi Unggulan Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2008. Panduan Teknis Budidaya Kedelai di Berbagai Agroekosistem. Badan Litbang Pertanian. Sulawesi Selatan Dalam Angka. 2007. Statistik Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 13