Pembentukan Varietas Unggul Baru Serealia Jagung Kegiatan pemuliaan merupakan kegiatan yang berantai sehingga siklus pembentukan varietas tidak bisa berhenti meskipun varietas unggul baru telah dirilis, tetapi secara kontinyu dilakukan pembentukan populasi dasar, famili atau galur generasi menengah dan lanjut. Pada tahun 2010 Balitsereal telah merilis varietas jagung hibrida unggul baru yaitu Bima-7, Bima-8, Bima-9, Bima-10, dan Bima-11 berumur sedang (90-100 hari), berpotensi hasil tinggi (>12 t/ha), dan toleran kekeringan (Gambar 6).
Gambar 6. Penampilan tanaman dan tongkol Bima-7, Bima-8, Bima-9, Bima-10 dan Bima-11
10
Perakitan Jagung Hibrida genjah Perakitan varietas unggul baru berumur sedang dan genjah yang toleran terhadap cekaman abiotis merupakan langkah strategis untuk mengantisipasi dan mengatasi perubahan iklim global dan kelangkaan pupuk yang sering melanda petani terutama saat musim tanam. Adapun hasil sementara yang diperoleh adalah : Pembentukan Populasi/Galur untuk Toleran Cekaman Kekeringan Sebanyak 250 galur S4 dari 50 famili galur S3 MSJ (RRS)C7 dan 100 galur S6 dari populasi Arjuna terseleksi berdasarkan karakter fenotipik sebagai bahan seleksi lebih lanjut untuk pembentukan varietas unggul baru toleran kekeringan dan lingkungan normal. Selain itu, telah diperoleh 250 tongkol galur S1 dari hasil rekombinasi hibrida dan komposit untuk pembentukan populasi dasar unggul baru toleran kekeringan (Gambar 7).
Gambar 7.
Pembentukan galur dan hasil panen tongkol galur S1 dari populasi hasil rekombinasi varietas hibrida dan komposit, KP. Maros MT 2, 2010
Hasil perbanyakan dari 15 galur umur genjah dan 20 galur elit umur sedang, diperoleh masing-masing 25 tongkol per galur. Selanjutnya setiap genotip diambil 1.5 - 2.0 kg sebagai bahan uji multilokasi jagung hibrida toleran kekeringan (Gambar 8).
11
Gambar 8. Perbanyakan galur-galur umur genjah dan sedang pada umur 15 hst dan 50 hst. KP. Bajeng MT 1, 2010. Sebanyak 50 F1 hasil persilangan galur S5 dari Arjuna yang disilangkan dengan galur penguji umur genjah Ki3, pada kondisi pengairan normal dievaluasi 100 F1 hasil persilangan galur S3 MSJ x Mr 14 dan Nei9008 sebagai materi evaluasi jagung hibrida umur genjah dan sedang pada pengairan normal serta perlakuan cekaman kekeringan. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebanyak 18 hibrida secara statistik nyata lebih tinggi dari varietas Bima 3, sebagai pembanding dengan umur genjah (< 90 hari) dan rata-rata hasil 10 t/ha. Hibrida yang unggul dari kedua lokasi uji daya hasil lanjutan tersebut akan digunakan sebagai materi uji multilokasi jagung hibrida umur sedang pada program peneltian 2011. Dari hasil analisis gabungan, terseleksi 12 hibrida silang uji hasil evaluasi daya hasil lanjutan untuk digunakan sebagai materi genetik dalam uji multilokasi jagung hibrida umur. Perbaikan populasi/galur untuk toleran cekaman genangan air dan N rendah Hasil evaluasi 16 galur, terdapat 4 galur yang toleran cekaman genangan air, 8 galur yang moderat dan 4 galur yang lain sangat peka. Hasil evaluasi F1 menunjukkan bahwa hibrida hasil persilangan galur toleran x toleran penampilan F1nya toleran cekaman genangan, persilangan galur toleran x moderat penampilan F1nya relatif toleran genangan, sedangkan persilangan galur peka x peka penampilan F1nya juga peka genangan air.. Hasil pengujian galur toleran pemupukan N rendah menunjukkan bahwa 4 galur yang toleran terhadap pemupukan N rendah yaitu setengah dosis pemupukan normal dengan tidak menurunkan produksi yang signifikan.
12
Uji Multilokasi Uji multilokasi pada MT-1 dilakukan di 17 lokasi di seluruh Indonesia di peroleh tiga calon varietas jagung hibrida umur genjah yang prospektif untuk dirilis menjadi varietas unggul baru, yaitu G1003 dengan potensi 13.1 t/ha dan rata-rata hasil 9.0 t/ha, G1005 dengan potensi hasil 12.8 t/ha dan rata-rata hasil 10.1 t/ha, serta G1006 dengan potensi hasil 12.7 t/ha dan ratarata hasil 9.4 t/ha.
Perakitan Jagung hibrida dan Bersari Bebas Umur Super Genjah dan Ulta Genjah Pembentukan populasi, galur dan F1 hibrida jagung Percepatan peningkatan produksi jagung nasional melalui peningkatan produktivitas dan peningkatan intensitas tanam (IP) dari 1-2 kali menjadi 3-4 kali tanam (IP400) dilakukan dengan pemanfaatan varietas berumur super dan ultra genjah. Pembentukan populasi dasar dilaksanakan di KP. Maros, dengan materi genetik yang MS6(RRS)C0 sebagai tetua betina dan varietas Gumarang sebagai tetua jantan. Persilangan dilakukan dengan metode plant to plant. Hasil persilangan diperoleh 200 tongkol dengan persilangan diri (selfing). Pembentukan galur dilaksanakan di KP. Maros, dengan materi genetik MS1(RRS)C4, MS3(RRS) C3, MS5(RRS)C0, dan MS6(RRS)C0. Seleksi pedigree dilakukan dengan membuat silang diri dan tongkol hasil silang diri tersebut dipanen terpisah. Hasil persilangan diperoleh 409 tongkol persilangan diri (selfing). Pembentukan F1 hibrida jagung umur super genjah yang dilaksanakan di KP. Bajeng, menggunakan materi genetik 40 galur jagung umur genjah sebagai tetua betina dan Nei9008 sebagai tetua jantan. Hasil pembentukan F1 hibrida jagung umur super genjah diperoleh + 100 pasangan persilangan. Evaluasi daya hasil pendahuluan jagung super genjah pada lingkungan optimal dan lingkungan kekeringan diperoleh satu genotip memiliki umur panen <80 hari pada evaluasi daya hasil pendahuluan jagung super genjah baik adaptif pada lingkungan optimal maupun lingkungan cekaman kekeringan di KP. Bajeng dan KP. Muneng yakni ST201047 potensi hasil ±12,06 t ha-1. Kemudian dua genotip memiliki umur panen <80 hari pada evaluasi daya hasil lanjutan jagung
13
super genjah baik adaptif spesifik pada lingkungan optimal di KP. Bajeng dan KP. Muneng yakni ST201023 dan ST201047 potensi hasil ±11,73 t ha-1, dan 11,21 t ha-1. Evaluasi daya hasil lanjutan jagung super genjah pada lingkungan tercekam kekeringan, menggunakan materi genetik 25 hibrida silang tunggal. Hasil dari lima belas genotip terbaik pada evaluasi daya hasil lanjutan jagung super genjah pada lingkungan cekaman kekeringan menunjukkan adanya satu genotip memiliki umur panen <80 hari pada evaluasi daya hasil pendahuluan jagung super genjah baik adaptif spesifik pada lingkungan cekaman kekeringan di KP. Bajeng dan KP. Muneng yakni ST201054 potensi hasil ±10,74 t ha-1. Untuk genotip ST201043 potensi hasil ± 9,36 t ha-1 (Gambar 9).
14
Gambar 9. Kondisi pertanaman saat berumur pada 35 hst dan 40 hst
QPM (Quality Protein Maize) Perakitan jagung komposit dan hibrida mendukung pangan fungsional (QPM lysine 0,43%, triptofan 0,12-0,13%, provit-A 8,0 µm/g) pada tahun 2010 telah menghasilkan calon varietas hibrida F1 unggulan baru, varietas (P2TV) yakni QPM biji kuning (Bima-1Q dan Bima2Q) kedua hibrida ini mempunyai potensi hasil 10,0-11,0 t/ha dengan kandungan lisin dan triptofan dua kali lebih tinggi dari Bima-1 dan Bisi-2. Jenis bersari bebas jagung Provit-A telah rampung uji multi loksi (UML) dan populasi Obatanpa (Pro-A)BC1C2-F2 serta KUI Carotenoid Syn yang merupakan unggulan dan pada tahun 2011 akan diusulkan sebagai varietas baru bersari bebas Provit-A. Kedua populasi mempunyai kandungan βeta–carotene lebih tinggi 200-300% serta potensi mencapai 7,52 t/ha atau terdapat kenaikan 21,1% dibanding Sukmaraga dan Srikandi kuning-1. Jagung QPM biji putih yang memberikan hasil terbaik pada UML adalah CML140xCML264Q dan CML150xCML264Q dengan potensi 10,67 t/ha. Perbaikan populasi jagung pulut telah menghasilkan galur generasi lanjut dari populasi lokal dan introduksi, sejumlah galur elit telah direkombinasi untuk menghasilkan populasi sintetik dan disiapkan UML tahun 2011 sebagai salah satu unggulan calon varietas pulut bersari bebas (Gambar 10). Kegaiatan perbaikan populasi jagung manis telah dihasilkan sejumlah galur yang mempunyai DGU dan DGS baik, pasangan F1 terbaik dapat merupakan kandidat calon hibrida jagung manis.
15
Gambar 10. Penampilan jagung pulut putih
Pada penelitian tahun 2010 telah dihasilkan 30-40 galur generasi lanjut dari jagung QPM biji putih dan biji kuning. Galur dievaluasi pada lingkungan kering dan diperoleh sembilan galur superior yang toleran cekaman kering. Calon varietas yang akan diusulkan pada tahun 2011 sebagai varietas unggulan Nasional adalah : 1. Jagung Provit-A dengan potensi hasil 7,0-8,0 t/ha yakni : Obatanpa (Pro-A) BC1C2-F2 , (βeta–carotene = 0,081 ppm) dan KUI Carotenoid Syn (0,144 ppm) Pembanding Sukmaraga (0,048 ppm) dan Srikandi kuning-1 (0,038 ppm) 2. Jagung QPM biji putih CML140 x CML264Q dan CML 143 x CML 264Q dengan potensi hasil 10,0 – 11,0 t/ha (Gambar 11).
Gambar 11. Penampilan provit-A: Obatanpa (Pro-A) BC1C2-F2 dan KUI Carotenoid Syn
16
Gandum Upaya pengembangan gandum tropis di Indonesia terus dilakukan melalui perbaikan sifat genetik gandum dengan sifat-sifat unggul antara lain produtivitas tinggi, umur genjah, toleran kekeringan, toleran suhu tinggi dan dapat ditanam di dataran rendah sampai sedang. Pada penelitian sebelumnya, teridentifikasi sebanyak 14 galur gandum yang berpotensi dikembangkan di Indonesia sebagai gandum tropis. Galur-galur tersebut perlu diuji multilokasi untuk dapat dirilis sebagai gandum tropis di Indonesia. Varietas unggul merupakan komponen teknologi maju yang paling cepat diadopsi petani, murah dan memberikan dampak terhadap peningkatan produksi, serta ramah lingkungan. Penggunaan varietas unggul yang stabil dan beradaptasi luas sangat penting untuk mengurangi resiko petani yang mungkin timbul akibat pengaruh lingkungan yang tidak dapat diramalkan. Penampilan yang stabil adalah salah satu sifat yang paling diinginkan dari suatu genotipe untuk dapat dirilis sebagai suatu varietas unggul yang beradaptasi luas. Ketidakstabilan hasil suatu genotipe di berbagai lingkungan biasanya menunjukkan interaksi yang tinggi antara faktor genetis dan lingkungan. Dengan adanya interaksi genotipe x lingkungan, korelasi genotipe dan fenotipe akan berubah. Uji multi lokasi gandum tahun 2010 terdiri dari 2 set percobaan yaitu set A (set lama) dan set B (set baru) Rancangan yang digunakan pada percobaan ini adalah rancangan acak kelompok (RAK) menggunakan 3 ulangan. Untuk set A jumlah perlakuan (galur) yang diuji sebanyak 13 galur dan 2 varietas pembanding. Pengujian dilakukan di Pujon (Jatim 1000 m d.p.l), Tosari (Jatim 1700 m d. P.l), Enrekang (Sulsel 700 m d.p.l), Malino (sulsel 1300 m d.p.l) dan Tomohon (Sulut 900 m d.p.pl). Sedangkan untuk set B digunakan 10 galur dengan 2 varietas pembanding. Lokasi pengujian untuk set B adalah di Wates (Jatim, 700 m d.p.l), Muneng (Jatim, 100 m d.p.l), Cipanas (Jabar, 100 m d.p.l), Bogor ( Jabar, 400 m d.p.l), Biotrop, Bogor (Jabar, 400 m d.p.l). Ukuran petak untuk masing-masing set percobaan adalah 1,5 m x 5 m dengan jarak antar larikan 25 cm benih ditanam pada larikan dengan kebutuhan benih 100 kg per hektar. Untuk set A, rata-rata hasil biji dari 15 galur/varietas yang diuji di Pujon dan Tosari (Jatim), Malino, Tomohon dan Enrekang (Sulsel) masing-masingnya 1,11 t/ha, 4,29 t/ha, 2,58 t/ha 2,14 t/ha1,27 t/ha. Hasil tertinggi di Tosari (4,29 t/ha) terutama disebabkan ditanam lebih awal (bulan Maret 2010) sehingga tidak terlalu banyak hujan. Hasil tertinggi dari galur uji di lima lokasi pengujian dicapai oleh galur Cazo/kauz//Kauz. dengan hasil 2,74 t/ha, diikuti oleh 17
galur CBD 17 dan KAUZ *2//SAP/MON/... masing-masingnya dengan rata-rata hasil 2,50 dan 2,29 t/ha. Hasil dari ketiga galur ini melebihi hasil biji varietas Dewata (2,12 t/ha) sedangkan hasil varietas pembanding Selayar (2,59 t/ha). Dengan demikian hanya galur Cazo/kauz//Kauz... yang mampu melebihi hasil biji varietas Selayar (Gambar 12).
Gambar 12. Penampilan galur harapan Cazo/kauz//kauz dan galur harapan CBD 17 serta varietas pembanding Selayar di Tosari Jatim (1600 m dpl.) dan di Tomohon-Sulawesi Utara (900 m dpl)
Rata-rata hasil dari 15 galur Set A di 5 lokasi pengujian pada dataran tinggi sebesar 2,28 t/ha dengan hasil bervariasi 0,75-5,50 t/ha. Potensi hasil tertinggi 5,50 t/ha, dicapai oleh galur CAZO/KAUZ//KAUZ dengan rata-rata hasil 2.54 t/ha, sedangkan rata-rata hasil varietas
pembanding Selayar 2,39 t/ha dan Dewata 2,12 t/ha. Untuk set B (set baru), rata-rata hasil biji dari 12 galur/varietas yang diuji di Wates dan Muneng-Jatim, Cimanggu-Bogor, Ciawi-Bogor dan Cipanas-Jabar serta Tomohon-Sulut masingmasingnya 0,72 t/ha; 0,97 t/ha; 2,29 t/ha; 2,13 t/ha;1,90 t/ha dan 1,18 t/ha Gambar 13). Tingginya rata-rata hasil di Cipanas (2,29 t/ha) dan Bogor terutama disebabkan ditanam lebih awal sehingga tidak terlalu banyak hujan.
18
Gambar 13. Keragaan biji galur harapan gandum tropis HP 1744 01ND, OASIS/SKAUS//4* dan varietas pembading Selayar di Cipanas, Jabar.
Hasil tertinggi dari galur uji di enam lokasi pengujian dicapai oleh galur Alibey dengan hasil 1,85 t/ha, diikuti oleh galur HP 1744 01ND dan Basribey masing-masingnya dengan ratarata hasil 1,75 dan 1,62 t/ha. Hasil biji dari ketiga galur ini melebihi hasil biji varietas Dewata (1,02 t/ha) sedangkan dibandingkan dengan hasil biji varietas Selayar (1,67 t/ha) maka hanya dua galur yang mampu melebihi hasil biji varietas Selayar yaitu galur Alibey dan HP 1744 01ND. Rata-rata hasil dari 12 galur gandum tropis set B di 6 lokasi pengujian pada dataran rendah-tinggi (100 m dpl – 900 m dpl) sebesar 1.5 t/ha dengan potensi hasil bervariasi 0,21-2.95 t/ha. Potensi hasil tertinggi 2.95 t/ha, dicapai oleh galur HP1744, sedangkan varietas pembanding Selayar 1.67 t/ha dan Dewata 1.02 t/ha. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kalus dapat diinduksi dari embrio masak pada media MS dengan penambahan 2,4-D (1, 3, dan 5 mg/l), akan tetapi kalus yang dihasilkan tidak dapat beregenerasi dengan baik membentuk tunas, dimana jumlah tunas yang dihasilkan sangat sedikit dan tidak dapat memanjang. Teridentifikasi formulasi media terbaik untuk induksi kalus adalah MS + 2,4-D 3 mg/l. Berdasarkan hasil tersebut, maka dicoba penggunaan eksplan embrio muda yang diisolasi dari buah gandum yang belum masak. Kalus dapat diperoleh dari ketiga varietas yang digunakan dengan menggunakan media MS + 2,4-D (1, 3, dan 5 mg/l). Induksi kalus tertinggi diperoleh dari varietas`Dewata dengan menggunakan 2,4-D 3 mg/l. Regenerasi kalus yang dihasilkan telah dilakukan dengan menggunakan media MS dengan penambahan + BA 0.5 mg/l + kinetin atau IAA (0.5 mg/l) + tirosin 25 mg/l.
19
Pembentukan kalus tertinggi diperoleh dari varietas Nias dengan menggunakan 2,4-D 3 mg/l dengan hasil 97.26% yang tidak berbeda nyata dengan varietas Basri Bay pada media yang sama (95%). Formulasi media terbaik untuk regenerasi kalus gandum adalah MS + BA 0,5 mg/l + kinetin atau IAA (0.5 mg/l) + tirosin 25 mg/l (Gambar 14).
Gambar 14. Regenerasi kalus gandum Regenerasi kalus hasil perlakuan mutasi dan seleksi in vitro dilakukan dengan menggunakan media terbaik. Persentase regenerasi dari masing-masing varietas berbeda- beda tergantung kepada sensitivitas masing-masing varietas serta dosis iradiasi yang diberikan. Persentase regenerasi tertinggi diperoleh dari varietas 66 yang telah diberi perlakuan iradiasi 5 Gy yang tidak berbeda nyata dengan Dewata hasil perlakuan iradiasi 10 Gy. Dari keempat varietas yaitu Nias, Dewata, 66 dan Basri Bay yang digunakan, persentase regenerasi tertinggi diperoleh dari varietas Dewata, dimana kalus yang telah diberi perlakuan iradiasi pada dosis (5 – 40 Gy) dapat beregenerasi membentuk tunas in vitro, sedangkan pada varietas Nias, 66 dan Basri Bay tidak semua kalus dapat beregenerasi membentuk tunas in vitro. Nampaknya varietas Dewata lebih tahan terhadap perlakuan yang diberikan dibandingkan varietas lainnya. Jumlah tunas yang dihasilkan dari masing-masing varietas berbeda-beda tergantung pada dosis iradiasi yang digunakan. Jumlah tunas tertinggi dihasilkan dari varietas 66 hasil perlakuan iradiasi sinar gamma pada dosis 5 Gy (Gambar 13).
20
A
B
Gambar 13. Respon biakan setelah perlakuan iradiasi dan seleksi in vitro : kalus yang hidup setelah perlakuan iradiasi dan seleksi in vitro (A), kalus yang hidup setelah perlakuan iradia dan seleksi in vitro (B), tunas yang dihasilkan dari kalus hasil irradiasi dan seleksi in vitro.
Hasil transformasi dengan menggunakan genotipe Combi, Fasan, Naxos wew dan Perdix, mempunyai respon regenerasi yang baik. Daya seleksi terhadap hygromisin menunjukkan bahwa yang paling efisien adalah genotipe Combi, Naxos, Fasan dan Perdix. Sedangkan daya regenerasi dari kalus yang tahan hygromisisn adalah Naxos, Combi, Fasan dan Perdix. Sedangkan yang paling banyak membentuk spot hijau adalah Fasan, Naxos, Combi dan Perdix. Genotipe yang paling banyak membentuk tanaman transgenic adalah Combi, Fasan, Perdix dan Naxos. Berdasarkan hasil yang telah dicapai genotipe Combi mempunyai respon yang paling baik terhadap seleksi hygromicin, daya regenerasi, dan menghasilkan frekuensi transformasi yang paling tinggi. Fasan mempunyai frekuensi transformasi yang paling baik kedua, dikuti Perdix dan Naxos (Gambar 14).
Gambar 14. Tahapan transformasi embrio belum masak gandum 21
Dihasilkan tanaman transgenik fertil genotipe Perdix sebanyak 4 galur yang telah diekspresikan pada kondisi suhu sekitar 35-400 C. Tanaman non transgenik dan transgenik genotipe Naxos, Combi dan Fasan tidak terjadi ferilisasi. Gambar 14, menunjukkan tahapan transformasi gandum yang terdiri dari inokulasi embrio muda, induksi kalus, pembentukan spot hijau, tunas, dan akar.
Perbaikan Potensi Sorgum untuk Bahan Baku Bioetanol Tahun 2009, uji adaptasi pada 14 lokasi menunjukkan adanya lima galur yang menghasilkan bioetanol tinggi dari nira yaitu Watar Hammu Putih, 4-183A, 15011A, 15011B, dan 15021A yaitu masing-masing 6.616,78 l/ha, 4.999,99 l/ha, 5.927,72 l/ha, 5.732,63 l/ha, dan 6.653,66 l/ha, namun rendemen etanol masih rendah yaitu masing-masing 6,61%, 6,21%, 5,43%, 7,57%, dan 5,48%, sedangkan varietas Numbu sebagai cek menghasilkan etanol sebesar 4.004,71 l/ha dengan rendemen etanol sebesar 5,09%. Pada tahun 2010, eksplorasi potensi etanol sorgum manis lebih diperluas tidak hanya dari nira batang sorgum tetapi juga dari bagase dan biji. Nira adalah cairan yang diperoleh dari hasil perasan batang sorgum manis, sedangkan bagase adalah ampas hasil perasan batang sorgum dalam bentuk sellulosa yaitu polisakarida yang dididrolisis menjadi monosakarida seperti glukosa, sukrosa dan bentuk gula lainnya yang kemudian dikonversi menjadi etanol. Sedangkan sumber etanol dari biji adalah pati yaitu karbohidrat yang berbentuk polisakarida
berupa
polimer
anhidromonosakarida,
dimana
komponen utama penyusun pati adalah amilosa dan amilo-pektin yang masing masing tersusun atas satuan glukosa (rantai glukosida) yang kemudian dikonversi menjadi etanol (Gambar 15).
a
b
c
Gambar 15. Sumber etanol dari tanaman sorgum manis yaitu nira batang (a), bagase (b), dan biji (c)
22
Hasil penelitan menunjukkan bahwa produksi bioetanol dari sorgum manis dapat meningkat 2-3 kali lipat jika potensi bahan baku nira, bagase dan biji serta kemampuan ratun dari sorgum manis dimanfaatkan secara optimal. Rendemen etanol bagase dan biji bahkan lebih tinggi dari nira batang dengan metode fermentasi sederhana yaitu pada bagase sekitar 8-13% dengan perkiraan perolehan etanol per kg batang sekitar 3.880,04-7.392,79 l/ha, pada biji 9,814,0% dengan perkiraan perolehan etanol 1.621,80-2.880,0 l/ha, sedangkan pada nira sekitar 47% dengan perkiraan perolehan etanol 3.986,09-5.215,55 l/ha. Potensi ratun sangat menjanjikan utamanya pada lahan kering dimana tanaman palawija lain sudah tidak bisa tumbuh, namun sorgum ratun mampu tumbuh dengan baik tanpa harus mengolah tanah dan menanam lagi. Hasil uji adaptasi sorgum non saccharing (batang tidak manis) untuk pangan atau pangan fungsional pada tiga lokasi uji adaptasi sorgum yaitu Lombok Barat (Kekalik Jaya), NTB, Mataram (Banyumulek), NTB, dan Tana Toraja (Rantebulo), Sulawesi Selatan menunjukkan rata-rata hasil biji berkisar dari 3,77-7,18 t/ha, termasuk cek yaitu varietas Kawali dan Numbu. Terdapat satu genotipe yang lebih tinggi dan varietas Kawali yaitu genotype Buleleng Empok (7,18 t/ha), sedangkan terhadap varietas Numbu, terdapat tujuh genotipe yang lebih tinggi dan berbeda nyata yaitu genotype 5-193B (4,81 t/ha), 1090A (4,85 t/ha), 15020B (4,81 t/ha), 15105A (4,97 t/ha), KT247-1-1 (5,76 t/ha), dan Buleleng Empok (7,18 t/ha) (Gambar 16).
a b Gambar 16. Penampilan tanaman uji adaptasi di Mataram, NTB (a) dan penampilan malai saat panen di Tana Toraja (b). Jika dikaitkan dengan tujuan awal untuk pangan maka jika diarahkan untuk konsumsi langsung sebagai pengganti atau suplemen beras/nasi maka sebaiknya yang berwarna putih atau krem karena sama halnya dengan beras, semakin putih warnanya semakin lembut untuk dikonsumsi dibandingkan dengan yang berwarna. Jika untuk suplemen atau pengganti terigu maka harus dipilih yang warnanya sangat putih atau yang mirip warna tepung terigu. 23