Prosiding Seminar Nasional Florikultura 2011
Uji Adaptasi dan Preferensi Konsumen Terhadap Varietas Unggul Nasional Krisan di Bandungan, Kabupaten Semarang Yayuk Aneka Bety, K. Budiarto, dan Suhardi Balai Penelitian Tanaman Hias, Jl. Raya Ciherang, Segunung, Pacet, Cianjur PO Box 8 Sdl Tlp 0263-512607, Fax 514138, E-mai:
[email protected]
ABSTRAK. Uji adaptasi merupakan tahapan penting untuk mendapatkan varietas unggul krisan di daerah tertentu. Penelitian bertujuan untuk menguji pertumbuhan dan penerimaan konsumen terhadap enam varietas unggul nasional krisan. Penelitian dilaksanakan di Bandungan, kabupaten Semarang pada bulan Agustus sampai dengan bulan Desember 2009. Enam varietas unggul nasional yang telah dilepas Balai penelitian Tanaman Hias (Balithi), yaitu Puspita nusantara, Nyi Ageng Serang, Shakuntala, Puspita Asri, Dewi ratih, and Cut Nya’ Dien diuji pertumbuhan vegetatif dan generatifnya dan tingkat penerimaan konsumen terhadap enam varietas tersebut. Penelitian dirancang menggunakan rancang acak kelompok, ulangan tiga kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Shakuntala, Puspita nusantara, dan Puspita asri merupakan varietas yang paling disukai konsumen. Untuk ketahanan terhadap penyakit karat, Puspita asri teridentifikasi sangat tahan, sedangkan Puspita nusantara dan Dewi Ratih agak tahan. Berdasarkan diameter bunga pita dan bunga tabung, Puspita nusantara, Shakuntala, Dewi ratih dan Nyi Ageng Serang tergolong grade AA, sedangkan Puspita asri and Cut Nya’ Dien tergolong grade A. Puspita asri memiliki tinggi tanaman tertinggi dan Cut Nya’Dien memiliki jumlah bunga per tanaman terbanyak. Kata kunci : krisan, adaptasi, preferensi konsumen ABSTRACT. Bety, Y.A., K. Budiarto, and Suhardi. 2011. Adaptation study and consumer preference of National superior varieties of Chrysanthemum sp. in Bandungan, Semarang district. Adaptation study and consumer preference are prerequisite step in supporting successful introduction of new superior varieties in a certain area, involving Chrysanthemum sp. The experiment was aimed to study the growth of some National superior varieties of chrysanthemum and consumer acceptability to these varieties. The experiment was carried out at Bandungan, Semarang on August to December 2009. The six superior varieties released by Indonesian Ornamental Crops Research Institute (IOCRI) i.e. Puspita nusantara, Nyi Ageng Serang, Shakuntala, Puspita Asri, Dewi ratih, and Cut Nya’ Dien were studied to observe their growth and consumer acceptability. The experiment was arranged 60
Prosiding Seminar Nasional Florikultura 2011 in randomized complete block design with three replications. The result of the experiment showed that Shakuntala, Puspita nusantara, and Puspita asri were the most favourite varieties. Puspita asri was identified very resistant to rust, while Puspita nusantara was considered moderate resistant. Based on the diameter of ray floret and disk floret, Puspita nusantara, Shakuntala, Dewi ratih, and Nyi Ageng Serang had AA grade and Puspita asri and Cut Nya’ Dien had A grade. Puspita asri was the tallest varieties, while Cut Nya’ Dien had the largest number of flower per plant. Key words : chrysanthemum, adaptation, consumer preferences.
PENDAHULUAN Krisan (Chrysanthemum multiflorum) merupakan tanaman florikultura yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan sangat prospektif dikembangkan secara komersial. Daerah sentra produksi krisan hingga saat ini masih didominasi Jawa barat, Jawa timur dan Jawa tengah. Meskipun demikian beberapa daerah mulai tumbuh menjadi sentra baru seperti Tomohon, Sulawesi Utara dan Bantaeng, Sulawesi Selatan. Produksi krisan di Indonesia berkembang sangat pesat dari hanya sebesar 47.500.000 tangkai pada tahun 2005 menjadi lebih dari 106 juta tangkai pada tahun 2009 dan diproyeksikan pada tahun 2014 mencapai 353 juta tangkai (Dit Budidaya dan Paska Panen Hortikultura, 2011). Produksi bunga krisan di Indonesia ditujukan terutama untuk pemenuhan pasar dalam negeri. Dari seluruh bunga yang dihasilkan, 80% untuk kebutuhan dalam negeri dan 20% untuk diekspor ke berbagai negara antara lain Singapura, Hongkong, Taiwan, Jepang, dan Timur tengah dan ekspor krisan tahun 2005 mencapai US $ 15 juta (BPS, 2005). Di Indonesia, pada umumnya pusat pemasaran bunga krisan berada di kota besar seperti Rawa belong- Jakarta, Bandung, Medan, Semarang, Surabaya dan Denpasar (Abidin dan Harahap, 1991). Sebagai contoh, penjualan bunga krisan di Rawa belong dari tahun 1997-2001 menempati peringkat I dalam volume penjualan, yaitu sebesar 5.574.670 tangkai per hari (Nurmalinda et. al., 2004), sedangkan di pasar bunga D.I. Jogyakarta, pada hari biasa terjual rata-rata 400 tangkai bunga/hari dengan harga antara Rp. 750,00-Rp. 1500,00/tangkai, sedangkan pada hari-hari besar rata-rata terjual 350-1000 61
Prosiding Seminar Nasional Florikultura 2011
tangkai/hari (Hanafi et al., 2005). Krisan juga terpantau sebagai bunga yang paling banyak digunakan di hotel berbintang dan paling mudah dipadukan dengan bunga jenis lainnya (Nurmalinda dan Yani, 2009) Dalam upaya memenuhi kebutuhan bibit unggul, Balai Penelitian Tanaman Hias telah melepas sejumlah varietas unggul nasional krisan yang memiliki bunga dengan warna, bentuk, dan ukuran bervariasi. Keuntungan dari penggunaan bibit unggul nasional adalah dapat mengurangi ongkos produksi karena tidak perlu membayar royalty dan sudah beradaptasi dengan lingkungan tropis. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil yang maksimal, sebelum dikembangkan, masing-masing varietas harus diuji daya adaptasinya apakah dapat berproduksi dengan baik dan dapat diterima konsumen di daerah tersebut. Lokasi penanaman secara nyata berpengaruh terhadap pertumbuhan krisan seperti yang dikemukakan oleh Wasito dan Marwoto (2004), bahwa krisan yang ditanam pada lokasi dengan ketinggian tempat berbeda memiliki pertumbuhan vegetatif dan generatif yang berbeda. Pengenalan varietas unggul nasional dan cara pembibitannya sangat membantu petani krisan Bandungan yang terkendala masalah bibit (Nurmalinda et al., 2004, Komar et al., 2008)). Petani sering menggunakan bibit yang berasal dari indukan yang berkualitas rendah dan membawa bibit penyakit. Seperti yang dikemukakan oleh Herlina et al. (1997) bahwa tingkat generasi dan kualitas tanaman induk menentukan kualitas bibit. Bibit yang berasal dari generasi lanjut dan tidak diregenerasi menghasilkan bibit berkualitas rendah. Pengenalan varietas tahan karat akan sangat membantu petani, karena meskipun penyakit karat dapat ditanggulangi dengan pemakaian fungisida, namun untuk meningkatkan keuntungan dan menekan penggunaan bahan kimia yang dapat mencemari lingkungan, varietas tahan karat menjadi pilihan yang tepat. Hanudin et al. (2004) dan Djatnika et al. (1994) telah berhasil mengidentifikasi beberapa galur dan varietas krisan tahan karat yang dapat digunakan sebagai sumber ketahanan. Pengenalan varietas di Bandungan juga dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesukaan pengguna krisan di daerah tersebut. Di Bandungan, konsumen pada umumnya menyukai krisan yang berwarna kuning dan putih, bertipe standar, tetapi karena ketersediaan bunga sering 62
Prosiding Seminar Nasional Florikultura 2011
terbatas menyebabkan semua jenis warna dan bentuk bunga tetap terserap pasar. Penelitian bertujuan untuk menguji pertumbuhan vegetatif dan generatif dan penerimaan konsumen enam varietas unggul nasional krisan di Bandungan, kabupaten Semarang, propinsi Jawa Tengah.
BAHAN DAN METODE Enam varietas bunga krisan potong diintroduksikan dan diuji daya adaptasinya di kecamatan Bandungan, kabupaten Semarang. Bandungan merupakan salah satu sentra produksi tanaman hias propinsi Jawa tengah, terletak pada ketinggian 900-1000 m d.p.l dengan rata-rata suhu harian 24o C. Pengujian dilaksanakan pada pada bulan Agustus sampai dengan bulan Desember 2009. Enam varietas yang diuji adalah varietas unggul nasional yang dilepas oleh Balai Penelitian Tanaman Hias. Varietas-varietas tersebut adalah Puspita Nusantara, Nyi Ageng Serang, Puspita Asri, Shakuntala, Dewi Ratih, dan Cut Nya’ Dien yang memiliki warna bunga bervariasi dari kuning, putih, dan ungu dan bentuk bunga adalah spray dan standar. Varietas-varietas tersebut diuji dalam rancangan acak kelompok, ulangan 3 kali. Tiap varietas ditanam pada bedengan berukuran 3 m x 1 m, di dalam rumah plastik yang mampu menahan UV dan dilengkapi dengan instalasi listrik dengan tambahan penyinaran selama 4 jam/hari dari pukul 22.00-02.00 sampai 30-35 HST atau setelah tanaman mencapai tinggi minimal 30 cm. Tambahan cahaya diperlukan untuk mengatur agar fase pembungaan (generatif) dimulai pada saat pertumbuhan vegetatif tanaman dinilai sudah cukup atau sudah mencapai pertumbuhan optimalnya. Tanam dilakukan 2 minggu setelah tanah diolah, dibuat bedengan dan kemudian diberi pupuk kandang 30 t/ha, SP 36 300 kg/ha, urea 200 kg/ha dan KCl 350 kg/ha. Jarak tanam adalah 12,5 cm x 12,5 cm, 1 tanaman/lubang, dan diatas bibit yang baru ditanam dipasang jaring agar tanaman dapat berdiri tegak. Pemupukan susulan dilakukan 2 minggu setelah tanam dengan menggunakan pupuk NPK (16-16-16) 50 g/m2 dan 5 minggu setelah tanam menggunakan pupuk NPK (18-20-20) 50 g/m2. Pupuk daun (label hijau/biru) 63
Prosiding Seminar Nasional Florikultura 2011
dan pupuk bunga (label orange) diberikan 4 minggu setelah tanam dan dilanjutkan 2 kali per minggu dengan dosis sesuai yang tertera pada label kemasan. Perompesan dilakukan 2-3 minggu setelah tanam. Topping (membuang bakal bunga pertama untuk tipe spray) dilakukan pada 3 minggu setelah tanam. Pinching (membuang bakal bunga berikutnya untuk tipe standar) 7 minggu setelah tanam. Pengendalian hama dilakukan dengan pemberian insektisida Agrimec dan Confidor secara bergantian dengan interval 7 hari. Sampai umur 28 hari menggunakan ½ dosis anjuran, setelah 28 HST menggunakan dosis sesuai anjuran. Untuk mengendalikan penyakit digunakan Antracol dan Dithane secara bergantian dengan interval 7 hari. Sampai umur 28 hari menggunakan ½ dosis anjuran, setelah 28 HST menggunakan dosis sesuai anjuran. Penyiangan dilakukan setiap 2 minggu sekali dan penyiraman dilakukan dengan cara digenangi (Jawa: “leb”) dengan frekuensi sesuai dengan kebutuhan. Kemampuan varietas tersebut untuk berdaptasi di lokasi percobaan diukur dengan melakukan pengamatan terhadap tinggi tanaman, jumlah bunga/tangkai, panjang rangkaian bunga, diameter bunga pita, diameter bunga tabung, dan vase life. Penerimaan pengguna terhadap varietas yang diuji dilakukan dengan melakukan wawancara dan pengisian kuisener oleh petani, pedagang bunga, ibu rumah tangga dan petugas pertanian Intensitas serangan diperoleh dengan menentukan indeks penyakit skala 04 (Djatnika., 1994) pada 5 tanaman contoh pada setiap ulangan dan setiap varietas. Selanjutnya intensitas serangan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: IP = Jumlah (n x v) x 100% Nx Z Keterangan : IP = intensitas penyakit N = jumlah tanaman yang diamati Z = nilai skala tertinggi N = jumlah tanaman dalam setiap kategori serangan V = nilai skala penyakit 64
Prosiding Seminar Nasional Florikultura 2011 Tabel 1. Kriteria ketahanan tanaman krisan terhadap penyakit karat putih. Intensitas penyakit (%)
Kriteria
01,00 – 10,99 11,00 – 35,99 36,00 – 65,99 70,00 – 00,00
Tahan Kurang tahan Peka Sangat peka
PEMBAHASAN Tingkat adaptasi suatu varietas di lingkungan tertentu dapat ditentukan berdasarkan pertumbuhan vegetatif dan generatifnya. Enam varietas krisan yang diintroduksikan di Bandungan dapat tumbuh dengan baik selama masa pengujian. Kondisi agroklimat dan intensitas serangan hama penyakit normal. a. Pertumbuhan vegetatif tanaman Pertumbuhan vegetatif sangat penting, karena vigor tanaman menentukan kualitas bunga. Tanaman yang sehat akan menghasilkan bunga yang berpenampilan bagus dan ukurannya optimal. Enam varietas yang diintroduksikan di Bandungan tumbuh dengan optimal dan memiliki rata-rata tinggi tanaman 104-127 cm. Puspita asri memiliki tinggi tanaman tertinggi diantara lima varietas yang diuji dan Cut Nya’Dien yang terpendek. Pada tanaman krisan, tinggi tanaman sebenarnya tidak mempengaruhi kualitas bunga asalkan panjang tangkainya memenuhi standar mutu bunga krisan. Yang harus diperhatikan adalah varietas yang memiliki tinggi tanaman tinggi, batangnya harus kokoh agar tidak mudah patah. Hal ini mengingat krisan biasanya dikembangkan di dataran tinggi yang sering dilewati angin kencang. Varietas Puspita asri yang memiliki tinggi tanaman tinggi tetapi batangnya agak rapuh sebaiknya ditanam dibagian tengah rumah plastik. Pengujian varietas di Bandungan menunjukkan bahwa pertumbuhan tinggi tanaman varietas yang diuji berbeda dengan pertumbuhan tinggi tanaman pada penelitian sebelumnya di Magelang. Di Magelang, dengan 65
Prosiding Seminar Nasional Florikultura 2011
menggunakan lima varietas yang sama, tinggi tanaman tertinggi dicapai oleh varietas Puspita Nusantara (Bety dan Suhardi, 2010), sedangkan di Bandungan Puspita nusantara menempati peringkat dua, lebih rendah secara nyata dari Puspita asri (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa varietas Puspita nusantara dan Puspita asri memiliki kemampuan yang berbeda untuk pertumbuhan vertikalnya bila ditanam pada lokasi yang berbeda. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wasito dan Marwoto (2003) menunjukkan bahwa pertumbuhan vegetatif tanaman krisan yang antara lain tinggi tanaman ternyata dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Hal ini disebabkan masing-masing varietas adaptif di daerah tertentu, sehingga verietas yang berbeda memiliki kemampuan yang berbeda untuk mengoptimalkan pertumbuhan tinggi tanamannya. Tabel 2. Karakter vegetatif, generatif dan ketahanan terhadap penyakit karat enam varietas unggul krisan di Bandungan, kabupaten Semarang, Jawa tengah, Agustus-November 2009.
Varietas
Tinggi tan (cm)
Jml bunga/ tangkai
Panj rangk bunga (cm)
Diameter bunga pita (cm)
Diameter bunga tabung (cm)
Dewi ratih Shakuntala P. Nusantara Nyi Ageng S Puspita asri
11.33 c*) 121.40 b 122.87 b 111.13 c 127.47 a
18,46 ab 1.00 c 11.33 b 13.27 b 16.40 ab
32.33 b 35.47 b 31.00 b 45.40 a
6.03 b 10.87 a 6.08 b 4.77 cd 4.23 d
1.83 a 1.65 a 1.75 a 1,16 b
*)
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT
5%
Pertumbuhan bagian generatif tanaman krisan seperti diameter bunga pita, diameter bunga tabung, jumlah bunga/tangkai, dan panjang tangkai bunga merupakan hal yang sangat penting karena mutu bunga krisan potong segar dinilai dari karakter-karakter tersebut. Pada pengujian ini diamati pertumbuhan generatif tanaman, yaitu jumlah bunga/tangkai, diameter bunga pita, diameter bunga tabung dan panjang rangkaian bunga.
66
Prosiding Seminar Nasional Florikultura 2011
Hasil pengujian menunjukkan bahwa varietas Cut Nya’ Dien memiliki jumlah bunga/tangkai paling tinggi, yaitu 24,20 bunga/tangkai, lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah bunga/tangkai Puspita Nusantara dan Nyi Ageng Serang, tetapi tidak berbeda nyata dengan Dewi ratih dan Puspita asri (Tabel 1). Khusus untuk krisan jenis spray, varietas yang memiliki jumlah bunga/tangkai tinggi menguntungkan perangkai bunga karena makin banyak jumlah bunga/tangkai makin sedikit tangkai bunga yang digunakan. Pedagang bunga di daerah Magelang menyukai jenis krisan yang memiliki jumlah bunga/tangkai yang tinggi dengan alasan memperbesar ukuran ikatan bunga. Sedangkan di Bandungan pengguna sangat menyukai tipe standar yang dalam satu tangkainya hanya terdapat satu bunga dengan ukuran besar. Varietas Shakuntala berjenis bunga standar, bunga dengan sengaja dipelihara hanya satu bunga per tanaman dengan tujuan untuk mendapatkan ukuran bunga yang maksimal. Bunga jenis standar juga dibutuhkan dalam rangkaian sebagai bunga utama, yang kemudian akan dilengkapi dengan bunga pengisi (filler) yang umumnya berukuran kecil Diameter bunga pita dan diameter bunga tabung varietas krisan yang diuji beragam (Tabel 2). Pada SOP mutu bunga potong krisan, ditetapkan bahwa bunga dengan diameter bunga pita > 5 cm masuk grade AA dan 4-5 cm masuk grade A (Dit Tanaman Hias, 2010). Diameter bunga pita ke enam varietas masuk dalam kategori grade AA dan A, yaitu varietas Puspita asri dan Cut Nya’ Dien tergolong grade A, sedangkan empat yang lain masuk dalam kategori grade AA. Panjang rangkaian bunga varietas krisan yang diuji juga beragam. Varietas Puspita asri memiliki panjang rangkaian bunga yang terpanjang dan Nyi Ageng Serang yang terpendek (Tabel 2). Keragaman panjang rangkaian bunga dari enam varietas yang diuji memberikan alternatif bagi pengguna untuk memilih sesuai dengan selera dan peruntukannya.
67
Prosiding Seminar Nasional Florikultura 2011
(a) Dewi ratih
(b) Puspita nusantara
(c) Shakuntala
(d) Puspita asri
(f) Cut Nya’ Dien
(g) Nyi Ageng Serang
Gambar 1. Keragaan enam varietas unggul nasional krisan di Bandungan, kabupaten Semarang. Tahun 2009
68
Prosiding Seminar Nasional Florikultura 2011
3. Ketahanan terhadap penyakit karat Penyakit karat putih yang disebabkan oleh jamur Pucciana horiana merupakan penyakit utama pada pertanaman krisan. Enam varietas yang diuji di Bandungan memiliki tingkat ketahanan yang berbeda terhadap serangan karat (Tabel 3). Hasil ini sesuai dengan hasil pengujian di Magelang. Di Bandungan, Shakuntala merupakan varietas yang paling peka terhadap serangan karat bersama-sama dengan varietas Nyi Ageng Serang, sedangkan varietas Puspita asri secara konsisten menunjukkan sebagai varietas yang sangat tahan. Varietas Puspita asri menunjukkan sifat sangat tahan terhadap karat karena sampai menjelang panen tidak ditemukan becak karat putih pada varietas tersebut. Varietas Puspita nusantara yang teridentifikasi tahan karat pada waktu dilepas, pada pengujian ini menjadi agak tahan, dan hal ini sesuai dengan hasil di Magelang (Tabel 3). Keindahan bunga krisan tidak hanya dinilai dari kualitas bunganya, keindahan dan kebersihan daun ikut menentukan, becak-becak putih dan benjolan-benjolan pada permukaan daun yang disebabkan penyakit karat menurunkan kualitas bunga. Tabel 3. Ketahanan enam varietas unggul krisan terhadap penyakit karat di Bandungan, kabupaten Semarang, Jawa tengah. Agustus-November 2009. Varietas
Bandungan (2009)
Magelang (2007)
Dewi ratih Sakuntala Puspita Nusantara Nyi Ageng Serang Puspita Asri Cut Nyak Dien
Agak tahan Sangat peka Agak tahan Sangat peka Sangat tahan Agak peka
Agak tahan Sangat peka Agak tahan Sangat tahan Peka
69
Prosiding Seminar Nasional Florikultura 2011
4. Respon Pengguna Tabel 4.
Respon pengguna (petani, pedagang bunga, ibu-ibu rumah tangga dan petugas Pertanian) terhadap enam varietas yang dikenalkan di Bandungan, Kabupaten Semarang. Jawa Tengah pada AgustusNovember, 2009.
Varietas
Warna bunga
Bentuk bunga
Ukuran bunga
Jml bunga/ tan
Ketahanan thd karat
Dewi ratih Sakuntala Puspita Nusantara Nyi Ageng Serang
Suka Sangat suka Sangat suka Tidak suka
Suka Sangat suka Sangat suka Suka
Suka Sangat suka Suka Suka
Sangat suka Sangat suka Suka Suka
Puspita Asri Cut Nyak Dien
Sangat suka Suka
Sangat suka Suka
Suka Suka
Suka Suka
Suka Tidak suka Sangat suka Sangat Tidak suka Sangat suka Suka
Kekuatan tangkai bunga Suka Suka Suka Suka Suka Suka
Hasil wawancara memberikan indikasi bahwa pengguna menyukai warna, bentuk, ukuran, produktivitas, pasca panen, dan ketahanan hama penyakit beberapa varietas yang diperkenalkan (Tabel 4). Di Bandungan, Shakuntala, Puspita nusantara dan Puspita asri lebih diapresiasi oleh pengguna daripada Dewi ratih, Cut Nya’ Dien, dan Nyi Ageng Serang. Shakuntala paling disukai karena bertipe standar, diameter bunga besar, warna bunga pita kuning cerah. Pengguna di Bandungan menyukai tipe standar karena sudah terbiasa dengan varietas impor yang kebanyakan bertipe standar. Shakuntala memiliki kelemahan sangat peka terhadap karat, tetapi kekurangan ini dapat ditekan dengan melakukan wiwil lebih awal, yaitu 14 hari setelah tanam dan dilakukan paling lama satu minggu sekali untuk mengeliminir sumber inokulum. Puspita nusantara adalah tipe spray yang paling disukai karena warna dan bentuk bunganya menarik, jumlah bunga/tangkai tinggi, dan agak tahan karat. Puspita nusantara juga disukai di lokasi percobaaan Magelang (Bety dan Suhardi, 2009). Puspita asri disukai pengguna karena memiliki warna dan bentuk bunga yang menarik serta tahan karat. Puspita sari memiliki warna bunga pita ungu tua cerah, dengan bunga tabung yang menonjol dan berdiameter besar (bila dibandingkan dengan diameter bunga pita) dan berwarna kuning cerah 70
Prosiding Seminar Nasional Florikultura 2011
tengah hijau (Gambar d). Ketahanan Puspita asri dapat dideteksi dari tidak terdapatnya pustul pada seluruh organ tanaman sampai menjelang panen meskipun ditanam di dekat sumber inokulum.
KESIMPULAN 1. Enam varietas yang diuji dapat beradaptasi dengan baik di Bandungan, kabupaten Semarang. 2. Berdasarkan diameter bunga pita dan bunga tabung, empat varietas tergolong grade AA dan dua varietas grade A. Puspita asri memiliki tinggi tanaman tertinggi dan Cut Nya’Dien memiliki jumlah bunga/tangkai terbanyak. 3. Varietas Puspita asri sangat tahan penyakit karat, Puspita nusantara dan Dewi Ratih agak tahan, tiga varietas yang lain agak peka dan sangat peka. 4. Berdasarkan tingkat kesukaan pengguna di daerah Bandungan terhadap varietas yang diuji, varietas Shakuntala, Puspita nusantara dan Puspita asri paling banyak diminati.
DAFTAR PUSTAKA Abidin, I.S. dan R.A. Harahap. 1991. Prospek Pengembangan Industri Bunga di Indonesia. Hal. 15-23. Prosiding Seminar Tanaman Hias. Cipanas, 25 Agustus 1991. Sub Balai Penelitian Tanaman Hias Cipanas. Hal. 15-23. Badan Pusat Statistik. 2005. Statistik Tanaman Obat-obatan dan Tanaman Hias. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Hal. 23. Bety, Y.A. dan Suhardi.. 2009. Keragaan Tanaman dan Respon Pengguna Terhadap Varietas Unggul Nasional Krisan di Kabupaten Magelang. J. Agrosains 11(2): 52-57. ………….. dan T. Sarwana, 2008. Ketahanan Beberapa Varietas Unggul Nasional Krisan (Chrysanthemum sp.) Terhadap Penyakit Karat. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian. BBP2TP, BPTP Jateng, Badan Litbang Pertanian, Semarang 8 November 2007. Hal. 239-243.
71
Prosiding Seminar Nasional Florikultura 2011 Dit Budidaya dan Paska Panen Florikultura. 2011. Integrasi Sistem Pengembangan Industri Krisan di Indonesia. Dit Budidaya dan Paska Panen Florikultura, Dirjen Hortikultura, Kementan. 71 hal. Djatnika, I., Dwiatmini, K., dan L. Sanjaya. 1994. Ketahanan beberapa kultivar krisan terhadap penyakit karat. Bull. Penel. Tan. Hias (11)2:19-25. Hanafi, H., Martini, T., MF. Masyhudi. 2006. Analisis Finansial Bunga Potong Krisan di kecamatan Pakem, kabupaten Sleman, DI Jogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Pedesaan. Malang, 13 Desember 2005. BP2TP, Badan Litbang Pertanian. Hal. 197-202. Hanudin, Kardin, K., dan Suhardi. 2004. Evaluasi ketahanan klon-klon krisan terhadap penyakit karat putih. J. Hortikultura. 14 (Edisi khusus):430-435. Herlina, D., Sutater, T., dan M. Reza. 1997. Pengaruh kultivar dan umur tanaman induk terhadap kualitas dan produksi stek krisan. J. Hortikultura 6:440446. Komar, R, D., Nurmalinda, Komariah, N., dan Suhardi. 2008. Agribisnis krisan di Jawa Tengah. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol. 30, No 2. Nainggolan, K. 1995. Analisis Peluang Bisnis Hortikultura Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Hortikultura. Perhorti. Jakarta, 23 September 1995. Nurmalinda, Herlina, D., dan Satsiyati. 2004. Studi Diagnostik Ekploratif Perkembangan Tanaman Hias Potensial. J. Hortikultura 14(Ed khusus):442-453. Wasito, A. dan B. Marwoto. 2004. Daya hasil dan klon-klon harapan krisan di tiga zona elevasi. J. Hortikultura 14(Ed khusus): 390-397. ……………………………. 2003. Evaluasi daya hasil dan adaptasi klon-klon harapan krisan. J. Hortikultura 13: 236-243.
72