TWJAUAN PUSTAKA Botani dan Kegu naao Tallrs (Col~~asia escuknta (L.)Schott)
Talas (Colocasia esculenta (L.) Schott) r n e r u p h tanaman semusim yang term& =
14.
famili Amceae, sub famili Colocasioideae, dengan jurnlah
set
kromosom x
Tabs diperkirakan berasal dari Asia Tenggara atau Asia Tengah bagian
Selatan Ada dua tipe taIas yaitu tipe eddoe yang dikenal sebqai C. esculenta var. antiquorum (Schott) Hubb. dan Rehder clan tipe dashen (C.esculenta var. esculenta)
(Flach dan Rurnawzls 1996). Di Indonesia talas dapat dijumpai hampir di seluruh kepulauan dm tersebar dari p t a i sampai ke pegunungan sampai dengan 1 000 m di atas pennukaan hut, baik
liar maupun dibudidayakan (Direktorat Bina Produksi
1982). Keragaman genetik antar kultivar talas belum banyak diketahui ( L e b t dan
Aradhya 199 1). Talas merupakan tanaman herbaceous yang tingginya dapat mencapai lebih dari 1 meter. Sistem perakarannya adventif, berserabut dan berada di dekat permukaan
tanah (dangkal).
Batang di bawah tangkai daun y q terietak di dalam tanah
berfimgsi sebagai cadangan makanm (corm) dan memiliki kuncup lateral yang akan tumbuh menjadi c o m l , sucker atau stolon. Daun talas merniliki tangkai dam yang panjang dan besar, berbentuk hati dengan panjang 20-50 crn. Bunga talas terdiri atas tangkai, seludang (spathe) dan tongkol (spadix).
Bunga jantan dan betinanya
berukuran kecil dan letaknya saling terpisah, yaitu bunga ktina yang IXI+WWI
hijau
terletak di bagian pangkal dan bunga jantan di bagian ujung. Bunga jantan dm
betha dipisahkan oleh bagian bunga yang steril. Bunga tala menyerbuk sendiri,
akan tetapi adanya lalat Drosophihk amat
tejadinya pen* dm
sendiri yang merata Buah talas dapat dipanen 30-40 hari setelah um~rmryadihasillran 200-500butir per t~ogkolbuah (lhddi 1978).
seami vege#ifdmgm menggunakan potorgan
talas -banyak
Pada urn-
umbii umbi utuh, corael, anakan atau stobn. Manshuri el al. (1997) melaprkan,
potongan rhizom dan c o r d dan irisan
pertmyakan h lbit tdas dengan
mta umbi induk dapat m n i q k d m jumlah W i yang diperokh tanpa ~
~
~
b
b
o
t
dbsiilltan dibandingkan d-an
u
m
b
i
~
j
a
n
g
u
m
b
i
~
bibit yang berasal dari rhizom dan c o r n 1 utuh
Talas m w u p h tmamm A m g u m
Sehlnlh bagiau mlmmn dapat
dikonmmsi Umbinya dapat direbus atau digoreng, daun dan t a q h daun dapat
dikonsumsi sebagai sayuran. Umbi talas mengandung 17-28 % amilosa Pati dari umbi talas sangat mudah dicema sehingga baik digunakan untd tepung IHakanan
i cIaIam campuran inakamm
ternak dan sebagai
aditif dalam pembuatan plastik biodegradable. Dam talas rneru-
makanan yang
bayi. Umbi talas &pat d
i
kaya g E , diddanqa terkandung 23 % protein, k a l s i i fosfor, ksi, vitamin C ,
provitamin A, tiamin, riboflavin dan niasin (Food and Agricdture Organization of The United Nations 1987). Beriawanan dengan kegmamya, sampai sad ini di
lndonesia ptensi talas belum d h d a a t k a n dengan baik.
Di bebadpa negara di Kepulauan Pasif& terms& Hawaii drln Papua New Guinea, tab m p a k a n makman pkok Di Idoaesia talas menipdm makanan
pokok di Kepulauan Mentawai (Yusuf er al. 1996) dan di lrian Jaya (Sahari er al. 1997).
~
~
y
s
Perbmyilmn dan Konsewasi Phsma Natfah S w r r In V i i
Kdtur jarhgan atau kuhur in vitro a d a l d ~t e k d mengisolasi dan menumbuhkan k g i i b a g i tanaman baik organ, jaringan, sel, ataupun protoplasma secara aseptik
dalam d i a buatan yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh, dalam wadah yang
tembus cahaya serta lingkungan tisi y m g terkendali. Metode perbanyakan in vitro dapat d i u k a n melalui (1) rnultiplikasi tunas dari mata tunas aksikr dan (2) melalui pembentukan tunas adventif secara @sung
mdtiplikasi tunas banyak digunakan karena
atau tidak langsung.
cepat clan d
Metode
t mengalami
penyimpangan genetik (Annini el al. 1992). Menurut Gunawan ( I 988) tahap-tahap pelaksanaan kultur jaringan meliputi: p i a p a n media, isolasi hahan tanarrmn, sterilisasi eksplan, induksi eksplan, mengkulturkan, aklimatisasi dan usaha pemhdahan tanaman hasil kuttur jaringan ke
lapang. Keberhasilan pertumbuhan dan morfogenesis tanaman dalam kultur jaringan
ditentukan oleh genotipe eksplan, komposisi media, lrngkungan fisik kultur dan
fisiologi jaringan eksplan (Armini el a/. 1992). Perbanyakan tammm secara ir! v i m memiliki brbagai keunggulan yaitu tanaman dapat diperbanyak setiap saat tanpa tergantung musim karena d i u k a n di ruang tertutup, kecepatan p e r b a n y h y a tinggi, tanaman yang dihasilkan seragam, bahan tanaman yang digunakan sedikit, dm
dapat rnenghasilkan tanaman yang kbas penyakit (Arminiet a!. 1992).
Plasma nutfah mrupakan sumber k e r a g m genetik bagi perbailtan kualitas dart kuantitas dalam program pemuliaan sehingga plasma nut& yang dimil*i perlu
koleksi q a r t d d a r dari kepunahaa, serh dijaga agar tetap hjdup baik dahm
Pelestarian (konservasi) plasma nut&
dapat dU&m secara in-situ di
habitatnya atau ex-situ di lw habitatnya Silitonga (2001) juga mmyatdm perlunya
dilakukan pelestarirrn plasma n& mengemhmgkm w
u jenis p d a
secara
on-farm yaitu peles&rian dengan
areal pertamm
K
o
d in-situ dapat
dhkukm di s u h alam (cagar alam). Konservasi ex-situ clapat dilakukzn secara
konvensional di kebun raya, kebun kokksi, meMui penyimpanan benih mupun secara in vipo melalui kultur jaringan.
B e h p cara dapal d g u d a m pada
penyimpanan m e u u i kdtur in vilro antara lain (1) penyimpm rnehhIi pertumbuhan minimal atau pertumbuhan lambat dan (2) penyimpanan dengan
pembekuan (kriopreservasi). Bdaarkan jangka waktu penyimpmq konservasi in vitro dibagi menjadi dua bagian, yaitu ( I ) penyimpanan jangka pendeklmenengah
dengan tujuan m e n e b pertumbuhm untuk sementara waktu, dhlmkan dengan cara pertumbuhan h h t dan (2) penyimpamn jangka panjang dengan cara krbpreservasi
dimma aktivitas metabolism sel diherrtikan tapi 4-sel tidak mati.
Teknik kultur jaringan dalam konsemasi plasma nutfah bemanhat untuk (1) tanaman yang berbiji rekalsitran seperti kelapa, kakao, rambutan, mangga dan
avokad, dan (2) tamman yang ti&
berbiji (memiliki biji berviabilitas rendah), dan
(3) tanaman yang dipbanyak seam vegetaiif (Imelda dan Soetisna 19!X2), seperti
ubi kayu, ubi jalar, pisang, Dioscorea dan talas. Teknik ini clapat mengatasi nwd& rejuvenasi di lapangan yang setiap tahun hams dilakukan (Plukcnett ef 01. 1987).
Tanaman basil kuttur jaringm yang bebas patogen p
~~ pertukozran
h nutfah htmmsional (Staritsky er al. 1986; MiUer-Jams dan Howell 1986),
khususnya untuk tanaman-tanamrmn yang diperbanyak dengan stek atau pada tamumn-tammm yang me&
biji yang &pat menyebarkan virus, m y a
kentang (Pltlcktt et a/.1987).
Usaha peIestarian in vitro akan berhasil apabila memperhatikan kestabh genetik dari 'koleksi yang d i s i Jenis kultur tertentu mklnya kuftu sel dan kultur kalus kurang stabil dibandingkan kultur laimp terhadap variasi somaklonal.
Untuk menghindari ketidakstabh genetik,
peles&rian in v i m b i y a
menggunakan kultur embrio, tunas dan planlet (Withers 199 1).
Kom posisi Media Perbanyalrao
Untuk memperoleh pertumbuhan optimal dari jaringan yang ditanarn secara in vitro diperlukan media tanam dengan komposisi nutrisi yang tepat. Umumnya media
kuhu jaringan dibedakan menjadi media dasar dan media p r h k ~ ~ nMedia . dasar
terdiri dari umur hara makro @ P,IK, , Ca,Mg dan S), unsur hara mikro (Fe, Mn, Zn, Cu dan Mo), vitamin (thtamin, asam nikotinat dan piridoksii, myo-inositol, asam
amino dm suplemen nitrogen lain (misal casein hydrolisate, L-glutamin, L-aspamgin, adenin) dm gula.
karbon
Gula yang digunalcan dalam media dirnaksudkan untuk sumber
yang b i i y a diperoleh melalui proses fotosintesis (Gunawan 1988).
Vitamin diperlukan dalam sistem enzim (George dan S-on
1984). Thiamin
(Bl) merupakm vitamin yang mutlak diperlukan dalam kdtw in vitro. Vitamin lain
yang suing d @ d m
adahh nkh, pydoxin (B6), d m g b biotin, asam
Media hmhh dapat k h t d c cair atau padat. P-jenis
mempaoleh @I
p e ~ t m b u h yang cqmt.
m e n u m b h h tmas dan akar. keuntmgan d
i
Pqgpmm
media tergantung
Media padat d g u d m untuk media padat memiliki b e k q a
m media cair yaitu eksplan mudah terlihat, eksplan b e d di
penrmkaan media sehingga tidak mmmlukan alat bmtu
untuk aerasi, tunas dan
akar tumbuh temtur (George dm Sherrington 1984). Berbagai jenis media telah hqak digunakan, tetapi media yang umum digunakan adahh media Murashige clan Skoog (1962) tenitam untuk d o g e n e s i s kukur &em
dan regenerasi tanmum
Media ini mengandung garam-garam
mineral dahtn konsentrasi tinggi (Garnborg dan Shyluk 1981).
Selain MS juga
t e r m media lain seperti White, Vacin & Went, Nitsch & Nitsch, Schenk & Hildebndt, WPM dm N6. White mengerndung nitrat tctapi tidak mengmdung amonium, dan 5 5 mengandung garam-gmm mineral dalam komtrasi rendah (Gunawan 1988).
Jenis media y m g digunakan tergzlntung jenis tanaman. Sunariim et al. (1 999) menggunakan media MS + 0.5 mgll BA
+ 0.01 mgl NAA untuk perbanyakan ubi
kayu. Tambong et al. (1998) menggunakan media BS (Gamborg) @a Wur in vitro belitung (Xanthsoma sagittfolium). Kodiswaran dan Ghani (1988) menggunakan medii MS yang ditambah dengan 0.15-3 mgll2,4-D dan 0.5 mg/l kinetin untuk kultur
-
WIS & & MS
-t
5 mg/l BA
+ 0.5-1.5
@ IBA & 0-gmiS
6MS + 0-3.13
meristetn apikal tahq m h g Chand ef al. (1999) mgn
.
dari
n untuk o r g a n o g d dari meristem apikal tdas. Gomez et al.
(1991) mnggudm media MS
+ 2.5 mg/i IAA d perkembangan taaaman dan
d i a MS + 0.05 mgfl IAA + 1 mgll BA lmtuk ~~i
talas.
Zmrt Pengatur Tumbuh
Zat pengatur tumbuh a&hh q w a organik bukan hara (bmiM alamiah
mupun sintetik), yang dalam jumlah sedikit dapat mmpengaruhi proses-proses hiologis dari pertumbuhan ban per-=
tanama~(Nickell 1982).
Diked
enam golongan nat pengatur tumbuh yaitu auksin, g ~ k t i n sitokinin, , asarn absisat,
etilen dm retardan. Juga terdapat senyawa-senyawa lain yang ikut aktii dalam proses pertumbuhan d m perkembangan tarmmn, seperti polifenolik, poliamin, siklitol dan
berbagai senyawa lain. Di dalam perbanyakan in v i m , peranan auksin adalah merangsang pmkntukan k, pemanjangan sel, pembesaran jmhgan dan pemhtukm akar (Pierik 1987).
Beberap eksplan secara alamiah m%mprod?lksi cukup auksin. Jenis auksin endogen (yang diproduksi oleh tanaman) &I& IAA, sedangkan yang termasuk auksin buatan adahh 2.443, NAA, IBA, pCPA (PCMoropenoxy acetic acid).
Pengaruh sitokinin dalam perbm&m
in vitro adahh merangsang pembelahan
sel pada jarhgan eksplan dan merangsang rmhiplikasi tunas. Zat pngatur tumbuh yang termasuk
sitokinin addah BAP/BA (&Bensilarninopurin / 6-Bensiladenin),
Kinetin, Zmth dan 2ip.
Pengad sibkinin m l u k a n a k 4 k h zat ptxkptw
trrmbuhIrrin,terutamaauksin(Bbjwanidanhah 1983). Morfogenesis eksplan tergat.ltung pada k e h b n g m a u k dan sitokirrin di
dalam media clan interaksi antara zat pengatur tumbuh endogen p d a tammn dm zat pengatur tumbuh eksogen yang diserap dari media tumbuh (Wattimam 1988b).
Terdspat siht antagonis dari sitokinin terhadap auksm nRlam inisiasi tunas d m perbanyakan akar. Tunas terbentuk apbih media mengaradung konsentrasi sitokinin yang tinggi clan auksin yang rendah, sedangh a h terbentuk biIa perbaodingrm zatzat
tersebut dalam media addah s e b d h p (Mumshige 1984). K o m t r a s i dari
sitokinin dan auksin yang diperlukan tergantung darijenis eksph, gem*
k
h
kondisi
jenis sitokinin dan auksin yang dipergidam
Giberelin dapat mefangszrng pertumbuhan dan rneqmgaruhi pembentukan tunas atau akar, akan tetapi p q g d m y a k k l a untuk setiap spesies dan koradisi
k b . Penambahm gibrelin tidak esensial dalam perbanyakan in vitro. h a m absisat berinteraksi dengan zat pengatur tumbuh lain di dab proses
pertumbuhan dan perkemhangan tanamn.
nerghmh.
Bhsanya imteraksinya bersiht
Pada keadaan stres hgkmgan, kandungm asam &is
dahm
tanaman meningkat. Asam absisat dapat digumkan untuk konservasi in vifro ubi
kayu (Sunarlim et al. 1999) dan EucuIyp~usgrandis (Watt et al.2000).
Retardan dan Orrmoregulator
Pemebaan tanaman dalam kultur in vitro mmrlukm sub kultur yang terns rnenerus. Sub k*
yang sering dilakukan tdak ekonomis d m berisiko kehilangan
-
n m e r i d t a m m m k a r e m k o ~ Melaluilregiatankodkeghtansub dapat E
be-
- ..
kekb
,,
(Bhojwani dm Razdan 1983).
antara
Kegbhn ini memiliki
lain (1) tidak memerlukan tempat yang h(2)
dam
menghernat temga dan biiya, (3) tidak m@adapi risiko kebilangom genotipa &'bat g q g u a n
penyakit clan c e h m m hngkungan lain, (4) mmhhkau
atau p g k h n b&an
pert-
tamman kepda penggm ( 5 ) memdaWm
d a b mengambil tidakaa pddcan apabiia terjadi kemunduran pada koleksi, dan (6) memudahkan perbanyakan (Markka et al. 19%). Untuk memapi tujuan tefsebut
&pat digunakan metode p
e pada suhu ~ rendah (Hu ~ dan Wang 1983;
senyawa retardm seperti cywcel, awyrmdol dan plobutrazol (Withers 19851, pengurangan garamgaram mineral atau sukrosa (Schnapp dm Preece 1986),
penggunaan osmoregulator seperti manitol d m sorbitol (Withers 1985; Withers dan W
i 1985). Menurut Wattimena (1988a), untuk tanaman tropis penyimpanan in
vitro lebjh baik
dishpan
dilakukan dengan cara pertumbuhan minimal. Tanaman ini dapat
dalam media kuit-m y m g ditambah ancymidol dan paclobutraml
( W a t t k 1988b), atau manitol (Withers 1991).
Retardan merupakan senyawa organik sintetik yang bila diberikan pada tanaman dapat menghambat pepmjmgan batang, meningkatkan warna hijau daun
dan secara tidak langsung mempengaruhi pembungaan tanpa menyebabkan
perturnbuhan yang a b n o d . Retadan &pat dgumkan untuk konserwtsi in vim,
pengakaran tan-
atau pembentukoln
urnbi m k o . Beberapa jenis retardan yang
telah d i k e d adalah cycocel ancymidol dm porclobutraml. Di dalam konservasi in
oltsidasi dari enf k e n e uenejadi asam ent kawemat dalam pernbentukan asarn
Paclobutrazol dapat menghambat pertumbuhan tanaman dengan cara menekan pertamhahan tinggi tanaman, pernanjangan ruas dan luas dam
paclobutrazol terhadap perpanjangm masa do&
Pengaruh
umbi mikro kentang dapat
dhanfaatkan untuk pengiriman umbi antar daerah (Armini et ai. 1992). Dalam kultur jaringan, semakin tinggi konsentrasi paclobutrazol ruas tanaman yang dihasilkan
semakin pendek namun pemendekan ruas mengalami penurunan seiring dengan bertambahya umur sinpan kultur sehgga menghasilkan panjang ruas yang normal pada bagian atas tanaman dalam kdtur.
Dibadngkan dengan retardan b y a ,
p a c l o ~ mempunyai ~ l sifat tmmlokasi yang kbih b& dalarn m
e
sehhgga kbih efkktif
w pertumbuhan (Wattimena dan Mattjik 1992).
Penyimpanan
dengan paclobutrazol pernah dhkukm antara lain pa& tanaman pulasari (Gati et a!. 1994) clan jahe (Mattjik et al. 1994).
Osmoregulator rnerupabn suatu zat yang dapat metanaman dengan cam
..
pertumbuhan
tekanan osmotik dalam media kultur. Manitol
dan sorbit01 rnerupda jmis osmoregulator yang dianjurkan (Grout 1995). W t o l (C6H406) (Gambar I ) adalah gula alkohol polihidrik atau asiklik polyol, diturunkan
dari nmmsa atau fruktosa dan berperan pating dab tmnslokasi asidat di d a b
terhadap stres bgkungan dengan cara mehdungi proses-proses dalam sitosoL
Dalam konsenlasi yang
tinggi, manitol d
i
i untuk pengujian kekeringan
Garnbar 1. Rumus bangun manitol (C6H 1406)
P e n a m b manitol ke dahm media kultur menghambat perturnbuhan dan perkembangan tanaman kdtur (Staritsky et al. 1987) tanpa mempengaruhi sifat genetikr~ya( G h r g dm Shyluk 198I), sehhgga manitol dapat digunakan untuk
kollsewasi in vitro. Penam-
manitol 5 -70 gA mengurangi pertumbuhan kultur
ubi jalar, akan tetapi konsentrasi optimal untuk konservasi ubi jalar s e h m lebih dari 12 bulan adalah 20 gA manitol (Mandal dan Chandel 1996). Suketi et al. (1997)
thelaporkan konsentrasi manitol optimal untuk penyimpanan ubi jalar adalah 40 gll.
Hal ini didukung oleh laporan Sunarlim et al. (1999). - Staritsky et al. (1987) dapat menyimpan talas selama 14 bulan d a b media tanam yang ditambah 45 gll manitor.
tabs
t a x h i t (45 gli) Bessembiada ef al. (1993) &pat
Pada ko-
selama 42 Indm dm pada koIlsentt.asi 30 g/l dapat d i h h h n kommasi s e b 102
b
h dengan jumlah tananwn y m g tumW (nmhw) W ? . Hasil penelitian Acedo
(1994) menunjukkan bahw p m m b a h nmibl2% rlalam media tumbuh ubi Imp
kbih et
d~dmdhgbmkomenhsi yang lebih tinggi (4
- 6%). S
e
u Sunarlim
al. (1W) dan Engelmann (1991) m q a t a h bahwa penggunaan d o 1 tidak
tepat untuk penyimpanan ubi kayu
s e w petlu digunakan zat penghamhat
turnbuh lain seperti asam absisat (ABA) 1 mgll (Sunariim et al. 1999). Konse-i manitol yang opts untuk konservasi pisang srlabtr 2 - 4 % (Bhat dan Chandel 1993). Pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 4%, d o 1 dapat menyebabkan kematian pada kuhm tanaman pisang (Bhat dm Chaadel 1993) dan ubi jalerr (Suketi et al. 1997).