2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rajungan (Portunus pelagicus) Portunus pelagicus tergolong hewan crustacea. Crustacea merupakan hewan yang dapat hidup di perairan tawar, laut dan darat. Kemampuan crustacea hidup di berbagai habitat disebabkan oleh badannya yang bersendi-sendi, sehingga mudah berjalan dan berenang dengan cepat. Kulit crustacea yang keras dan berduri menyebabkan kelas crustacea kurang disukai oleh predator (Suwignyo et al. 1998). 2.1.1 Klasifikasi serta deskripsi morfologi dan anatomi Portunus pelagicus termasuk ke dalam filum arthropoda dan kelas crustacea. Tubuh crustacea dapat dibedakan menjadi kepala, thorax dan abdomen. Tubuh crustacea seperti halnya arthropoda lain dilapisi kutikula dan biasanya mengandung zat kapur dengan organ pernafasan insang (Suwignyo et al. 1998). Contoh rajungan dapat dilihat pada Gambar 1. Menurut Saanin (1984) diacu dalam DKP (2004) klasifikasi rajungan adalah sebagai berikut: Filum
: Arthropoda
Kelas
: Crustacea
Sub kelas
: Malacostraca
Ordo
: Eucaridae
Sub ordo
: Decapoda
Famili
: Portunidae
Genus
: Portunus
Spesies
: Portunus pelagicus
Gambar 1 Rajungan (Portunus pelagicus) (Galil 2006).
Portunus pelagicus bisa mencapai panjang 18 cm, capitnya kokoh, panjang dan berduri-duri. Perbedaan antara hewan jantan dan betina sangat terlihat pada rajungan. Rajungan jantan mempunyai ukuran tubuh lebih besar dan capitnya lebih panjang daripada betina. Perbedaan lainnya adalah warna dasar, rajungan jantan berwarna kebiru-biruan dengan bercak-bercak putih terang, sedangkan betina berwarna dasar kehijau-hijauan dengan bercak-bercak putih agak suram. Perbedaan warna ini jelas pada individu yang agak besar walaupun belum dewasa (Suwignyo et al. 1998). Rajungan mempunyai karapas berbentuk bulat pipih dengan warna yang sangat menarik. Ukuran karapas lebih besar ke arah samping dengan permukaan yang tidak terlalu jelas pembagian daerahnya. Sebelah kiri dan kanan karapasnya terdapat duri besar, jumlah duri sisi belakang matanya sebanyak 9, 6, 5 atau 4 dan antara matanya terdapat 4 buah duri besar. Rajungan mempunyai 5 pasang kaki jalan, yang pertama ukurannya cukup besar dan disebut capit yang berfungsi untuk memegang dan memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Sepasang kaki terakhir mengalami modifikasi menjadi alat renang yang ujungnya menjadi pipih dan membundar seperti dayung, sehingga rajungan digolongkan ke dalam kelompok kepiting berenang (swimming crab) (Suwignyo et al. 1998). Rajungan merupakan binatang yang aktif, namun ketika sedang tidak aktif atau dalam keadaan tidak melakukan pergerakan, rajungan akan diam di dasar perairan sampai kedalaman 35 meter dan hidup membenamkan diri dalam pasir di daerah pantai berlumpur, hutan bakau, batu karang tetapi sekali-kali dapat juga terlihat berenang dekat permukaan. Rajungan akan melakukan pergerakan atau migrasi ke perairan yang lebih dalam sesuai umur dan menyesuaikan diri pada suhu dan salinitas perairan (Nontji 1993 diacu dalam Indriyani 2006). Rajungan sering berganti kulit secara teratur. Kulit kerangka tubuhnya terdiri dari bahan berkapur dan karenanya tidak terus bertumbuh. Jika ia akan tumbuh lebih besar maka kulitnya akan retak pecah dan dari situ akan keluar individu yang lebih besar dengan kulit yang masih lunak. 2.1.2 Komposisi kimia dan pemanfaatan Daging kepiting dan rajungan memiliki nilai gizi yang tinggi. Berdasarkan kandungan lemaknya, hasil perikanan (termasuk kepiting dan rajungan) dapat
digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu golongan kandungan lemak rendah (kurang dari 2-3%), golongan berlemak medium (2-5%) dan golongan berlemak tinggi dengan kandungan lemak antara 6-10%. Rajungan (crab), oyster, udang, ikan mas, ekor kuning, lemuru dan salmon termasuk golongan berlemak medium (sedang) (Winarno 1993).
Komponen gizi daging rajungan dipengaruhi oleh
musim, ukuran rajungan, kematangan gonad, suhu dan ketersediaan bahan makanan (Sudhakar et al. 2009). Komposisi proksimat daging kepiting dan rajungan antara jantan dan betina dapat dilihat pada Tabel 1. Data tersebut menunjukkan bahwa kandungan protein dan lemak daging rajungan lebih tinggi dari pada daging kepiting. Tabel 1 Hasil analisis kimia daging kepiting dan rajungan Jenis komoditi Protein (%) Kepiting (Jantan) 11,45 Kepiting (Betina) 11,90 Rajungan (Jantan) 16,85 Rajungan (Betina) 16,17
Lemak (%) 0,04 0,28 0,10 0,35
Air (%) 80,68 82,85 78,78 81,27
Abu (%) 2,45 1,08 2,04 1,82
Sumber : BBPMHP (1995)
Rajungan banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan bagi manusia dan sebagai salah satu sumber protein hewani. Rajungan biasanya tersedia dalam bentuk segar, beku dan bentuk olahan daging rajungan dalam kaleng yang kaya akan protein. Tangko dan Rangka (2009) menyatakan bahwa cangkang dan kepala rajungan dapat dibuat kitosan yang bisa berfungsi sebagai bahan pengawet. 2.2 Protein Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini berfungsi sebagai bahan bakar serta zat pembangun dan pengatur (Winarno 2008). Berdasarkan sumbernya, protein terbagi menjadi dua, yaitu protein hewani yang berasal dari hewan dan protein nabati yang berasal dari tumbuhan. Protein hewani memiliki mutu lebih baik bila dibandingkan dengan protein nabati, namun protein hewani lebih mahal. Fungsi protein sebagai zat pembangun adalah sebagai pembentuk jaringanjaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Proses pembentukan jaringan terjadi secara besar-besaran pada masa pertumbuhan. Protein berperan
membentuk jaringan janin dan pertumbuhan embrio pada masa kehamilan. Protein juga mengganti jaringan tubuh yang rusak dan yang perlu dirombak. Protein juga dapat digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein ikut pula mengatur berbagai proses tubuh dengan membentuk zat-zat pengatur proses dalam tubuh. Protein mengatur keseimbangan cairan dalam jaringan dan pembuluh darah, yaitu dengan menimbulkan tekanan osmotik koloid yang dapat menarik cairan dari jaringan ke dalam pembuluh darah (Winarno 2008). Kebutuhan setiap manusia akan protein sangat bervariasi, tergantung umur, jenis kelamin, keadaan fisik dan aktivitas yang dilakukan (Adawyah 2007). Orang dewasa memerlukan kira-kira 1 gram protein untuk setiap kg berat badan. Protein dibutuhkan lebih banyak selama periode pertumbuhan, misalnya anak-anak usia 5-6 tahun membutuhkan kira-kira 2 gram untuk setiap kg berat badan. Wanita memerlukan lebih banyak protein dalam susunan makanannya selama hamil dan menyusui, karena harus memenuhi kebutuhan bayinya disamping keperluan tubuhnya sendiri. Tubuh kehilangan sejumlah protein setelah sakit atau menjalani operasi, sehingga kebutuhan energi dinaikkan sampai 14% dari seluruh asupan energi (Gaman 1998). Kandungan protein pada daging ikan umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan hewan darat. Protein ikan menyediakan lebih kurang 2/3 dari kebutuhan protein hewani yang diperlukan oleh manusia. Kebutuhan protein dan jumlah daging ikan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan protein pada manusia dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Kebutuhan manusia akan protein dan daging ikan Keadaan Manusia Anak-anak Laki-laki Dewasa Wanita Dewasa Wanita Hamil Wanita Menyusui
Tingkat Kebutuhan (g/orang/hari) Protein Daging 25-45 125-200 50-60 250-325 50-55 250-275 60-75 300-375 75-80 375-400
Sumber: Adawyah (2007)
Kekurangan protein bisa menimbulkan penyakit pada manusia. Kekurangan konsumsi protein pada anak kecil bisa menyebabkan terganggunya pertumbuhan
badan, sedangkan pada orang dewasa kekurangan protein mempunyai gejala yang kurang spesifik (Winarno 2008). Kekurangan protein dapat mengakibatkan timbulnya penyakit kwashiorkor, busung lapar, menurunnya tingkat kecerdasan terutama pada anak-anak, terganggunya pertumbuhan mata, kulit, dan tulang bahkan dapat menyebabkan kematian (Adawyah 2007). Protein pada daging ikan dapat diklasifikasikan menjadi protein miofibril, sarkoplasma dan stroma. Komposisi ketiga jenis protein pada daging ikan terdiri dari 65-75% miofibril, 20-30% sarkoplasma dan 1-3% stroma. Protein tersebut sangat mudah mengalami kerusakan atau denaturasi yang disebabkan oleh proses pengolahan (Okuzumi dan Fujii 2000) 1) Protein miofibril Protein miofibril merupakan bagian terbesar dalam jaringan daging komoditas hasil perairan dan merupakan jenis protein yang larut dalam larutan garam (PLG) (Junianto 2003). Penyusun utama PLG adalah miosin (sebesar 50-60% dari total PLG), aktin (hampir 20% dari total PLG) serta protein regulasi (tropomiosin, troponin dan aktinin). Miosin merupakan protein esensial untuk peningkatan elastisitas gel protein (deMan 1997). Protein miofibril berfungsi untuk kontraksi otot. Protein ini dapat diekstrak dengan larutan garam netral yang berkekuatan ion sedang (0,5 M). Protein miofibril akan mengalami denaturasi dengan kisaran pH 6,5 yang berdampak pada kemampuan pembentukan gel (Suzuki 1981). Protein yang larut dalam larutan garam lebih efisien sebagai pengemulsi dibandingkan dengan protein yang larut dalam air (Junianto 2003). 2) Protein sarkoplasma Sarkoplasma atau protein larut air (PLA) sebagai protein terbesar kedua dalam jaringan daging hasil perikanan. Protein sarkoplasma atau miogen terdiri dari albumin, mioalbumin, dan mioprotein (Junianto 2003). Protein sarkoplasma tidak berperan dalam pembentukan gel dan kemungkinan mengganggu proses pembentukan gel (Suzuki 1981). Sarkoplasma memiliki bobot molekul yang relatif rendah, pH isoelektrik tinggi dan struktur berbentuk bulat. Karakteristik fisik ini mungkin yang bertanggung jawab untuk daya larut sarkoplasma yang tinggi dalam air (DeMan 1997).
Protein sarkoplasma akan mengganggu
cross-linking miosin selama
pembentukan matriks gel karena protein ini tidak dapat membentuk gel dan mempunyai kapasitas pengikatan air
yang rendah. Kandungan protein
sarkoplasma pada komoditas hasil perairan bervariasi berdasarkan spesiesnya. Salah satu jenis protein sarkoplasma yang berkaitan dengan mutu daging adalah mioglobin, yang terdiri dari dua komponen, yaitu fraksi protein yang disebut globin dan fraksi non protein yang disebut heme. Protein ini bertanggung jawab dalam memberikan warna merah pada daging segar (Suzuki 1981). 3) Protein stroma Protein stroma adalah protein yang membentuk jaringan ikat. Protein stroma tidak dapat diekstrak dengan larutan asam, alkali, atau larutan garam netral pada konsentrasi 0,01-0,1 M. Protein stroma terdapat pada bagian luar sel otot. Protein kontraktil misalnya konektin dan desmin juga tidak dapat terekstrak. Kolagen dan elastin merupakan komponen penyusun protein stroma (Suzuki 1981). 2.3 Asam Amino Protein tersusun dari berbagai asam amino yang masing-masing dihubungkan dengan ikatan peptida. Protein yang dihidrolisis dengan asam, alkali, atau enzim akan menghasilkan campuran asam-asam amino. Asam amino terdiri dari sebuah gugus amino, sebuah gugus karboksil, sebuah atom hidrogen, dan gugus R yang terikat pada sebuah atom C yang dikenal sebagai karbon α. Gugus R merupakan rantai cabang yang membedakan satu asam amino dengan asam amino lainnya (Winarno 2008). Struktur asam amino secara umum dapat dilihat pada Gambar 2. COOH (gugus karboksil)
H
C
R (gugus radikal)
NH2 (gugus amino) Gambar 2 Struktur umum asam amino (Almatsier 2006). Asam amino memiliki atom C pusat yang mengikat empat gugus yang berbeda, maka molekul asam amino memiliki dua konfigurasi yaitu konfigurasi L dan konfigurasi D. Molekul asam amino dikatakan mempunyai konfigurasi L,
apabila gugus –NH2 terdapat di sebelah kiri atom karbon α dan bila posisi gugus -NH2 disebelah kanan, maka molekul asam amino itu disebut asam amino konfigurasi D (Lehninger 1990). Asam amino konfigurasi L dan D dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Asam amino konfigurasi L (kiri) dan D (kanan) (Lehninger 1990). Asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik non polar, misalnya eter, aseton dan kloroform. Asam amino biasanya diklasifikasikan berdasarkan sifat kimia rantai samping tersebut menjadi empat kelompok. Rantai samping dapat membuat asam amino bersifat asam lemah, basa lemah, hidrofilik jika polar dan hidrofobik jika nonpolar (Lehninger 1990). Asam amino dalam kondisi netral (pH isolistrik, pI) berada dalam bentuk ion dipolar atau disebut juga ion zwitter. Asam amino dipolar mengandung gugus amino dengan tambahan sebuah proton dan gugus karboksil terdisosiasi. Derajat ionisasi dari asam amino sangat dipengaruhi oleh pH (Winarno 2008). Asam amino yang terdapat di alam lebih dari 100 jenis, tetapi yang digunakan dalam biosintesis biokimia hanya 20 jenis. Asam amino tersebut dibagi dalam dua kelompok yaitu asam amino esensial dan asam amino non-esensial. Asam amino esensial tidak dapat diproduksi dalam tubuh sehingga sering harus ditambahkan dalam bentuk makanan, sedangkan asam amino non-esensial dapat diproduksi dalam tubuh. Asam amino umumnya berbentuk serbuk dan mudah larut dalam air, namun tidak larut dalam pelarut organik non polar (Sitompul 2004). 1) Asam amino esensial Asam amino esensial adalah asam amino yang tidak dapat dibuat dalam tubuh dan harus diperoleh dari makanan sumber protein yang disebut juga asam amino eksogen. Asam amino seringkali disebut dan dikenal sebagai zat pembangun yang merupakan hasil akhir dari metabolisme protein. Jenis asam amino esensial beserta singkatan dan berat molekulnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Asam amino esensial Asam amino Histidin Arginin Treonin Valin Metionin Isoleusin Leusin Fenilalanin Lisin Triptofan
Singkatan tiga huruf His Arg Thr Val Met Ile Leu Phe Lys Trp
Berat Molekul (g/mol) 155,2 174,2 119,1 117,1 149,2 131,2 131,2 165,2 146,2 204,2
Sumber: Hames dan Hooper (2005)
Hampir semua jenis asam amino mempunyai fungsi khusus. Manfaat dari beberapa asam amino esensial, diuraikan sebagai berikut: Triptofan adalah prekursor vitamin niasin dan pengantar serotonin saraf. Metionin memberikan gugus metal guna sintesis kolin dan kreatinin serta sebagai prekursor sistein dan ikatan yang mengandung sulfur lainnya. Fenilalanin merupakan prekursor tirosin, dimana tirosin sendiri berperan dalam pembentukan pigmen kulit dan rambut. Arginin dan sentrulin terlibat dalam sintesis ureum dalam hati (Almatsier 2006). Histidin merupakan asam amino yang bermanfaat baik untuk mendorong pertumbuhan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak. Histidin merupakan asam amino yang esensial bagi perkembangan bayi, tetapi tidak diketahui pasti apakah dibutuhkan oleh orang dewasa (Linder 1992). Lisin merupakan asam amino yang bersifat basa karena mengandung gugus -NH (Lehninger 1990). Lisin merupakan bahan dasar antibodi darah dan memperkuat sistem sirkulasi, mempertahankan pertumbuhan sel-sel normal bersama prolin dan vitamin C akan membentuk jaringan kolagen. Treonin merupakan asam amino yang mempunyai rantai cabang gugus alifatik hidroksil (Winarno 2008). Leusin, valin dan isoleusin merupakan jenis asam amino esensial alifatik yang memiliki rantai cabang terdiri atas hidrokarbon dan mempunyai sifat kimia yang hampir sama (Almatsier 2006). Leusin merupakan asam amino yang berperan dalam menjaga sistem imun tubuh (Edison 2009). Valin merupakan asam amino yang berperan dalam pertumbuhan dan memelihara jaringan otot.
Kekurangan asam amino ini dapat menyebabkan kehilangan koordinasi otot dan tubuh menjadi sangat sensitif terhadap rasa sakit (Edison 2009). 2) Asam amino non esensial Asam amino non esensial adalah asam amino yang dapat dibuat dalam tubuh disebut juga asam amino endogen (Winarno 2008). Beberapa asam amino non esensial dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Asam amino non esensial Asam amino Alanin Asam aspartat Asam glutamat Glisin Prolin Serin Tirosin Sistin
Singkatan tiga huruf Ala Asp Glu Gly Pro Ser Thr Sis
Berat Molekul (g/mol) 89 133,1 147,2 75,0 115,1 105,1 181,1 120,1
Sumber: Hames dan Hooper (2005)
Asam amino non esensial seperti juga asam amino esensial memiliki manfaat yang baik untuk makhluk hidup. Manfaat dari beberapa asam amino non esensial diuraikan sebagai berikut. Tirosin merupakan asam amino yang mempunyai gugus fenol dan bersifat asam lemah. Asam amino ini dapat diperoleh dari kasein, yaitu protein utama yang terdapat dalam keju dan susu. Tirosin memiliki beberapa manfaat, yaitu, dapat mengurangi stress, anti depresi, serta detoksifikasi obat dan kokain (Linder 1992). Asam glutamat dapat diperoleh dari glutamin. Gugus amida yang terdapat pada molekul glutamin dapat diubah menjadi gugus karboksilat melalui proses hidrolisis dengan asam atau basa. Asam glutamat bermanfaat untuk menahan keinginan konsumsi alkohol berlebih, mempercepat penyembuhan luka pada usus, meningkatkan kesehatan mental dan meredam emosi (Linder 1992), Asam glutamat juga bermanfaat sebagai prekursor pengantar saraf gamma aminoasam butirat (Almatsier 2006). Glisin dan alanin merupakan asam amino alifatik yang rantai cabangnya terdiri atas hidrokarbon. Glisin mampu mengikat bahan-bahan toksik di dalam tubuh dan mengubahnya menjadi bahan yang tidak berbahaya (Almatsier 2006). Alanin berfungsi untuk memperkuat membran sel dan membantu metabolisme
glukosa menjadi energi tubuh, sedangkan asam aspartat bermanfaat untuk penanganan pada kelelahan kronis dan peningkatan energi (Linder 1992). Asam amino serin berfungsi membantu pembentukan lemak pelindung serabut syaraf (myelinsheaths). Serin sangat penting dalam metabolisme lemak dan asam lemak, pertumbuhan otot dan kesehatan sistem imun serta membantu produksi antibodi dan immunoglobulin (Linder 1992). Sistin dihasilkan bila dua molekul sistein berikatan kovalen sebagai jembatan disulfida atau ikatan disulfida. Sistin digunakan sebagai prekursor taurin. Sistin berperan pada struktur beberapa protein fungisional seperti pada hormone insulin, imunoglobin sebagai antibodi dan keratin yang ditemukan pada rambut, kulit dan kuku (Hawab 2007). 2.4 Pengukusan Pemanasan merupakan perlakuan suhu tinggi yang diberikan pada suatu bahan pangan yang bertujuan untuk mengurangi populasi mikroorganisme yang ada di dalam bahan pangan. Perlakuan-perlakuan pemanasan biasanya dikombinasikan dengan perlakuan lainnya untuk mencegah rekontaminasi oleh mikroorganisme (Tamrin dan Prayitno 2008). Pengukusan adalah proses
pemanasan yang sering diterapkan dengan
menggunakan banyak air, tetapi air tidak bersentuhan langsung dengan produk. Bahan makanan dibiarkan dalam panci tertutup dan dibiarkan mendidih. Pengukusan sebelum penyimpanan bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam bahan baku sehingga tekstur bahan menjadi kompak. Suhu air pengukusan yang digunakan harus lebih dari 66 0C tetapi kurang dari 82 0C (Harris dan Karmas 1989). Pengukusan akan berpengaruh pada komponen gizi yang terdapat dalam bahan makanan. Besarnya perubahan zat gizi akibat proses pengukusan tergantung dari cara mengukus dan jenis makanan yang dikukus. Keragaman susut zat gizi diantara berbagai cara pengukusan terutama terjadi akibat degradasi oksidatif. Proses pengolahan dengan pengukusan memiliki susut gizi yang lebih kecil dibandingkan dengan perebusan (Harris dan Karmas 1989). Pemanasan pada proses pengukusan kadang-kadang tidak merata karena bahan makanan di bagian tepi tumpukan biasanya mengalami pengukusan
berlebihan, sementara di bagian tengah mengalami pengukusan sedikit. Pengukusan sebaiknya dilakukan setengah matang untuk produk-produk sayuran. Hal ini akan membuat sayuran tetap renyah dan mengurangi kerusakan vitamin yang terkandung didalamnya. Produk-produk hewani misalnya daging, telur dan ikan sebaiknya dimasak sampai matang, karena kondisi setengah matang atau kurang matang akan menimbulkan ancaman keamanan pangan (Tamrin dan Prayitno 2008). Pengukusan juga sering dilakukan dalam industri mendahului proses pengalengan bahan makanan. Tujuannya hanya untuk menonaktifkan enzim, bukan untuk membunuh mikroba sehingga perubahan warna, cita rasa atau nilai gizi yang tidak dikehendaki selama proses penyimpanan dapat dicegah (Tamrin dan Prayitno 2008). Pengukusan tradisional dilakukan menggunakan air panas atau uap panas sebagai medium penghantar panas. Faktor yang mempengaruhi susut gizi selama pengukusan dengan air adalah faktor yang mempengaruhi pemindahan massa yaitu luas permukaan, konsentrasi zat terlarut dalam air panas dan pengadukan air. Beberapa metode pengukusan yang sering digunakan yaitu, pengukusan dengan uap panas, pengukusan dengan gelombang mikro dan pengukusan dengan gas panas (Harris dan Karmas 1989). Pengukusan dengan uap panas menghasilkan retensi zat gizi larut air yang lebih besar dibandingkan dengan pengukusan menggunakan air karena adanya pemanasan yang merata hampir di seluruh bagian bahan. Pengukusan konvensional menyebabkan bagian tepi bahan akan mengalami pengukusan yang berlebihan, sedangkan pada bagian tengah hanya mengalami pengukusan yang sedikit (pengukusan tidak merata) (Harris dan Karmas 1989). Pengukusan dengan gelombang mikro telah diterapkan untuk produk makanan.
Metode
ini
dipakai
karena
energi
gelombang
mikro
tidak
mempengaruhi peningkatan degradasi komponen makanan secara langsung selain melalui peningkatan suhu. Metode ini memiliki retensi zat gizi yang lebih besar dibandingkan dengan metode pengukusan menggunakan air panas dan uap panas, tetapi biaya yang dibutuhkan sangat mahal (Harris dan Karmas 1989).
Pengukusan dengan gas panas juga telah dikembangkan, terutama untuk mengurangi efluen yang timbul selama pengukusan. Suhu yang digunakan mencapai 121 0C namun suhu produk tidak akan melampui 100 0C karena terjadi penguapan cairan di permukaan. Produk yang dikukus menggunakan air panas atau gas panas tidak memiliki perbedaan nyata dari kandungan gizinya (Harris dan Karmas 1989). 2.5 High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Kualitas suatu protein dapat ditentukan dengan mengetahui kandungan asam aminonya. Bila suatu protein dihidrolisis dengan asam, alkali atau enzim akan menghasilkan campuran asam-asam amino (Winarno 2008). Asam-asam amino esensial harus ada dalam jumlah yang cukup dalam makanan supaya aktivitas metabolisme tubuh tetap terjaga secara optimal (Buckle et al. 1978). Analisis asam amino bertujuan untuk mengetahui jenis dan jumlah asam amino yang terkandung dalam suatu protein bahan pangan. Analisis asam amino ini sangat diperlukan, misalnya untuk menganalisis hasil industri makanan, makanan ternak, obat-obatan, analisis cairan biologi dan hidrolisat protein. Cara analisis asam amino yang masih lazim digunakan sampai saat ini adalah kromatografi dengan berbagai macam teknik misalnya kromatografi kertas, lapisan tipis, dan kolom (Rediatning dan Kartini 1987). Akhir-akhir ini analisis asam amino menggunakan kromatografi cair dengan kinerja tinggi atau yang dengan istilah lebih dikenal High Performance Liquid Chromatography (HPLC) (Muchtadi 1989). Komponen utama alat yang dipakai dalam HPLC antara lain: reservoir zat pelarut untuk fase mobil, pompa, injektor, kolom, detektor dan rekorder (Adnan 1997). High Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan alat yang bermanfaat untuk menganalisis komposisi gizi bahan pangan secara kualitatif dan kuantitatif (Pomeranz dan Meloan 2000). HPLC memiliki dua fase, yaitu fase diam dan fase stasioner. Pelarut yang lebih polar biasanya digunakan sebagai fase stasioner. Secara umum, dapat dikatakan bahwa kromatografi adalah suatu proses migrasi diferensial dimana komponen-komponen sampel ditahan secara selektif oleh fase diam (Sudarmadji et al. 2007).
Pelarut-pelarut yang biasa digunakan dalam HPLC adalah air, metanol, asetomitril, kloroform dan pelarut-pelarut lain yang memiliki viskositas yang rendah (Pomeranz dan Meloan 2000). Tahap awal yang dilakukan sebelum dilakukan analisis asam amino dengan kromatografi, yaitu pembuatan hidrolisat protein yang bertujuan untuk memutuskan ikatan peptidanya dengan hidrolisis asam atau basa. Hidrolisis asam yang umum digunakan yaitu HCl 6 N yang menyebabkan kerusakan triptofan dan sedikit juga kerusakan terjadi pada serin dan treonin. Hidrolisis basa biasanya menggunakan NaOH 2-4 N dan tidak merusak triptofan tetapi menyebabkan deaminasi asam amino lain (Nur et al. 1992). Contoh Gambar HPLC bisa dilihat pada Lampiran 1.