4
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Rajungan (Portunus pelagicus) Menurut www.zipcodezoo.com klasifikasi dari rajungan adalah sebagai
berikut: Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Malacostrata
Ordo
: Decapoda
Famili
: Portunoidea
Genus
: Portunus
Spesies
:Portunus pelagicus (Linnaeus, 1758)
Gambar 2. Rajungan (Portunus pelagicus)
Berdasarkan Nontji (1993) in Miskiya (2003) menyatakan bahwa morfologi rajungan adalah memiliki karapas yang berbentuk bulat pipih dengan warna yang sangat menarik (Gambar 2). Warna karapas pada rajungan jantan adalah kebiru-biruan dengan bercak putih terang, sedangkan rajungan betina memiliki warna karapas hijau kecoklat-coklatan dengan bercak putih suram. Rajungan memiliki lima pasang kaki yang beruas-ruas. Sepasang kaki pertama pada bagian ujung terdapat capit bergigi. Kaki-kaki rajungan berjejer dari muka ke belakang pada kedua sisi tubuhnya, sehingga rajungan apabila berjalan arahnya
5
menyamping. Rajungan jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dan capit yang lebih panjang dibandingkan rajungan betina. 2.2.
Alat Tangkap Rajungan Untuk melakukan penangkapan rajungan di perairan Teluk Banten, ada
dua alat tangkap yang digunakan, yaitu jaring rajungan dan bubu. Jaring rajungan sendiri merupakan modifikasi dari jaring insang yang dirubah ukuran mesh sizenya. Selain itu juga dilakukan modifikasi pada lebar jaring, apabila pada jaring insang biasanya lebar jaring lebih pendek dibandingkan panjangnya, maka pada jaring rajungan lebar jaring diperpanjang dengan tujuan mendapatkan mesh depth yang lebih banyak, dikarenakan rajungan memiliki habitat hidup di sekitar dasar perairan. Selain jaring rajungan, alat tangkap lain yang digunakan adalah bubu. Bubu adalah alat tangkap yang umum dikenal di kalangan nelayan yang berupa jebakan, dan bersifat pasif. Bubu biasa disebut perangkap “traps” dan penghadang “guiding barriers”.
Gambar 3. Alat tangkap yang digunakan dalam operasi penangkapan rajungan yang didaratkan di PPN Karangantu, Teluk Banten 2.3.
Nisbah Kelamin Nisbah kelamin merupakan perbandingan jumlah rajungan jantan dengan
rajungan betina dalam suatu populasi. Perbedaan jenis kelamin dapat ditentukan melalui perbedaan morfologi tubuh atau perbedaan warna tubuh. Menurut Bal & Rao (1984) in Tampubolon (2008), kondisi nisbah kelamin yang ideal yaitu memiliki ratio 1:1. Kondisi nisbah kelamin penting diketahui karena berpengaruh terhadap kestabilan suatu populasi. Perbandingan 1:1 ini sering menyimpang, antara lain disebabkan oleh perbedaan pola tingkah laku rajungan jantan dan betina, dan laju pertumbuhannya (Nasabah 1996 in Ismail 2006).
6
Menurut Effendie (2002), perbandingan ratio di alam tidaklah mutlak. Hal ini dipengaruhi oleh adanya pola distribusi yang disebabkan oleh ketersediaan makanan, kepadatan populasi, dan keseimbangan rantai makanan. Keseimbangan nisbah kelamin dapat berubah menjelang pemijahan. 2.4.
Distribusi Frekuensi Lebar Karapas Semua metode pendugaan stok pada intinya memerlukan masukan data
komposisi umur. Beberapa metode numerik telah dikembangkan yang memungkinkan dilakukannya konversi atas data frekuensi panjang dalam komposisi umur. Analisis data frekuensi panjang bertujuan untuk menentukan umur terhadap kelompok-kelompok panjang tertentu. Analisis tersebut bermanfaat dalam pemisahan suatu distribusi frekuensi panjang yang kompleks kedalam sejumlah umur (Sparre & Venema 1999). Iversen (1996) in Sharif (2009) menyebutkan bahwa terdapat faktor pembatas dalam analisis frekuensi panjang yaitu penentuan umur mempersyaratkan banyak contoh dengan selang waktu yang lebar dan umur pada saat pertama kali tertangkap seharusnya diketahui untuk menditeksi kelompok umur pertama. Menurut Lagler (1997) in Sparre & Venema (1999), perbedaan ukuran antar jenis kelamin kemungkinan disebabkan oleh adanya faktor genetik. Analisis frekuensi panjang memiliki kegunaan untuk menentukan umur dan membandingkan pada metode lain yang menggunakan struktur lebih rumit (Pauly 1984). 2.5.
Pertumbuhan Pertumbuhan dapat diartikan sebagai pertambahan dari ukuran lebar
karapas atau bobot tubuh dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan merupakan suatu indikator yang baik untuk melihat kondisi kesehatan individu, populasi, dan lingkungan. Pertumbuhan dipengaruhi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu jumlah makanan yang tersedia dan kualitas air. Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan adalah keturunan, jenis kelamin, umur, dan penyakit (Effendie 2002). Laju pertumbuhan yang cepat menunjukkan kelimpahan makanan dan kondisi lingkungan tempat hidup yang sesuai (Tutupoho 2008).
7
Pertumbuhan rajungan juga dipengaruhi oleh perbedaan musim. Hal ini dikarenakan perubahan musim akan menyebabkan perubahan ketersediaan makanan, perubahan suhu yang akan memberikan pengaruh terhadap aktivitas makan serta aktivitas memijah. Kualitas dan kuantitas makanan merupakan hal yang paling mempengaruhi pertumbuhan, namun temperatur juga memiliki pengaruh yang besar pada wilayah tertentu. 2.5.1.
Hubungan Lebar Bobot Analisa mengenai
hubungan
lebar-bobot
dapat
digunakan
untuk
mempelajari pola pertumbuhan. Lebar karapas pada rajungan dimanfaatkan untuk menjelaskan pertumbuhannya, sedangkan bobot dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari lebar tersebut. Hubungan lebar-bobot hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa bobot rajungan merupakan hasil pangkat tiga dari lebarnya. Nilai pangkat (b) dari analisis tersebut menjelaskan pola pertumbuhan. Nilai b lebih besar dari 3 menunjukan bahwa pertumbuhan bersifat allometrik positif, artinya pertumbuhan bobot lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan lebar karapas. Nilai b lebih kecil dari 3 menunjukan bahawa pertumbuhan bersifat allometrik negatif, artinya pertumbuhan lebar karapas lebih besar dibandingkan dengan perttumbuhan bobot. Apabila nila b sama dengan 3 maka pertumbuhannya bersifat isometrik, artinya pertumbuhan lebar karapas dan bobotnya seimbang. 2.5.2.
Faktor Kondisi Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan secara fisik untuk bertahan
hidup dan bereproduksi. Faktor kondisi juga digunakan untuk mengetahui kemontokan ikan dalam bentuk angka dan faktor kondisi dihitung berdasarkan panjang dan berat. Faktor kondisi merupakan salah satu ekspresi pertumbuhan rajungan Faktor kondisi secara kuantitatif dibutuhkan untuk melihat kondisi rajungan yang berhubungan dengan beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhinya pada kurun waktu tertentu. Adanya perubahan faktor lingkungan secara periodik akan mempengaruhi kondisi dari rajungan tersebut. Faktor kondisi dapat naik turun. Faktor kondisi juga dipengaruhi oleh indeks
8
relatif penting makanan dan pada rajungan betina dipengaruhi oleh indeks kematangan gonad. 2.5.3.
Parameter Pertumbuhan Persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy merupakan persamaan yang
umumnya digunakan dalam studi pertumbuhan suatu populasi. Menurut Beverton & Holt (1957) mengatakan bahwa persamaan Von Bertalanffy menunjukan representasi pertumbuhan suatu populasi yang memuaskan. Hal ini dikarenakan persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy berdasarkan konsep fisiologis sehingga bisa digunakan untuk mengetahui beberapa masalah seperti variasi pertumbuhan karena ketersediaan makanan. Model Ford Walford merupakan model sederhana untuk menduga parameter pertumbuhan L∞ dan K dari persamaan Von Bertalanffy dengan interval waktu pengambilan contoh yang sama (Sparre & Venema 1999). Metode ini memerlukan masukan lebar karapas rata-rata dari beberapa kelompok ukuran. Parameter-parameter yang digunakan untuk menduga pertumbuhan populasi yaitu panjang infinitif (L∞) merupakan lebar karapas maksimum secara teoritis dan koefisien pertumbuhan (K), dan t0 merupakan umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol (Sparre & Venema 1999). Parameter pertumbuhan memiliki peranan yang penting dalam pengkajian stok ikan. Salah satu aplikasi yang sederhana adalah untuk mengetahui lebar karapas rajungan pada saat umur tertentu atau dapat menggunakan inverse persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy maka dapat diketahui umur pada saat panjang tertentu. Dengan demikian penyusunan perencanaan pengelolaan akan lebih mudah. 2.6.
Mortalitas dan Laju Eksploitasi Mortalitas suatu kelompok rajungan yang mempunyai umur yang sama
dan berasal dari stok yang sama atau sering disebut kohort. Mortalitas yang terjadi bisa disebabkan karena adanya penangkapan dan juga adanya sebab-sebab lain yang disebut natural mortality yang meliputi berbagai peristiwa kematian karena adanya predasi, penyakit, dan umur (Sparre & Venema 1999). Laju mortalitas total (Z) adalah penjumlahan dari laju mortalitas alami (M) dan laju mortalitas penangkapan (King 1995).
9
Nilai laju mortalitas alami berkaitan dengan nilai pertumbuhan von Bertalanffy yaitu K dan L∞. Menurut Pauly (1984), faktor lingkungan yang paling mempengaruhi nilai M adalah suhu rata rata perairan selain faktor lebar maksimum karapas secara teoritis (L∞) dan laju pertumbuhan (K). Laju eksploitasi merupakan bagian dari suatu kelompok umur yang akan ditangkap selama rajungan hidup, sehingga laju eksploitasi juga didefinisikan sebagai jumlah rajungan yang ditangkap dibandingkan dengan jumlah total ikan yang mati karena semua faktor baik faktor alami maupun faktor penangkapan. Jika stok yang dieksploitasi optimal, maka laju mortalitas penangkapan (F) sama dengan laju mortalitas alami (M) dan sama dengan 0.5 (Pauly 1984). 2.7.
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Sumberdaya ikan dan non ikan di laut adalah milik bersama (common
property) dan setiap orang berhak memanfaatkannya (open access) sehingga akan menimbulkan adanya persaingan pada proses penangkapan. Persaingan yang ada dapat dilihat dari para pelaku perikanan yang berusaha menangkap ikan sebanyak banyaknya dengan menggunakan teknologi yang terus berkembang dan bukan tidak mungkin akan terjadi konflik antar pelaku perikanan apabila sumberdaya yang ada telah menipis. UU Perikanan No. 45 tahun 2009 pasal 2 menjelaskan bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan Indonesia salah satunya dilakukan melalui asas pembangunan yang berkelanjutan, dimana pengelolaan perikanan yang dilakukan secara terencana dan mampu meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan rakyat dengan mengutamakan fungsi lingkungan hidup untuk masa kini dan masa yang akan datang. Pengelolaan sumberdaya sumberdaya perikanan tanpa melakukan penangkapan sama sekali juga belum tentu dapat mengamankan stok sumberdaya ikan dan non ikan di lautan, akan tetapi kondisi yang berkesinambungan dapat ditentukan banyaknya ikan yang boleh ditangkap (potensi lestari sehingga kegiatan penangkapan dan kegiatan pencegahan dalam rangka mempertahankan volume sumberdaya alam di lautan dapat berlangsung secara berkesinambungan (JICA 2009 in Chaira 2010).