TUGAS BROADCASTING NASKAH FILM PENDEK “BUNDA KURINDUKAN SENYUMMU”
MUHAMMAD AL FATIH 08.11.2006 S1 TI B
SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER
AMIKOM YOGYAKARTA 2010/2011
Judul : “BUNDA KURINDUKAN SENYUMMU” COLOR BAR. CAPTION TEXT : “BOGOR TAHUN 2016” FADE IN 01. TEASER OPENNING. / Ilustrasi musik lagu Theme Song mulai terdengar, kegelapan berganti dengan terlihatnya suasana kamar yang berantakan, pakaian gaul gadis remaja bertebaran di lantai, foto-foto pribadi berserakan bersama alat tulis di meja, berganti-gantian nama-nama dalam TEXT SUPER IMPOSE, diselingi mengiringi adegan. Sebuah kartu ucapan selamat ulang tahun yang ke-17 (22 Pebruari 2016) tergeletak, sebuah potongan koran tentang peristiwa reformasi (1998), sebuah stiker GENERASI REFORMASI, I LOVE INDONESIA menempel di kaca rias kecil, sebuah foto gedung bersejarah dikota BOGOR, sebuah kalender bulan Juni tahun 2016. sebuah SUPERS TEXT :” BUNDA KURINDUKAN SENYUMMU”, melebur bersama gambar patung bunda maria disudut meja. FADE OUT 02. INT. DALAM KAMAR YOLANDA . MALAM/ Alunan lagu masih terdengar. Sebuah tas besar terbuka menganga di atas tempat tidur. Sesosok gadis remaja muncul melipat pakaian, menyusunnya kedalam tas. Narasi terdengar secara OFF SCREEN, mengiringi kegiatannya merapikan pakaiannya. Beberapa lama perhatiannya tertuju pada sebuah foto, diraih dan kemudian ditatapnya lekat-lekat. Yolanda: (Voice Over) Namaku Yolanda…aku lahir di Jakarta 22 Pebruari 1999, sekarang umurku sudah 17 tahun. Sudah naik kelas tiga SMU. Dan sekarang aku sedang bergembira, karena hari ini, hari pertama libur panjang kenaikkan kelas. Dan papa, akan datang menjemputku untuk bersama-sama pulang dan berlibur di Jakarta. Sejak aku memasuki SMU, papa menyekolahkan aku di kota BOGOR, padahal sesungguhnya aku lebih suka dekat dengan papa di Jakarta. Namun menurut papa, kalau ingin serius belajar maka kita harus mencari tempat yang tenang, jauh dari kebisingan kota. Betul juga sih, malah dibandingkan semua temantemanku, aku jauh lebih dewasa dan mandiri, mungkin karena aku tidak mempunyai seorang ibu. Kata papa, mama sudah meninggalkan dunia nyata dan hidup dalam dunianya sendiri. Tapi tak mengapa, kasih sayang papa sudah cukup, dan aku tidak pernah kekurangan sesuatu apapun. Walaupun aku kadang juga iri kalau melihat Ria dan Yolanda bercerita tentang mamanya, mereka bisa berbagi cerita khususnya tentang hal kewanitaan. Sedangkan papa, selalu kebingungan menjawab, kalau aku bertanya tentang hal itu. Masih teringat, waktu papa panik setengah mati, saat aku kesakitan mendapat haid yang pertama. ….(tertawa sendiri) Ria dan Yolanda muncul dari balik pintu. Ria : “Yak ampun, yang mau pulang ….kayak telenovela aja..mandangin foto mulu..” Ria meraih fotoku, dan duduk disisi tempat tidur. Sementara Yolanda bergerak mengambil salah satu pakaian dari kursi. Yolanda membantunya merapikan barang-barang. Ria : “Eh, lia..! semakin dilihat-lihat, tampang lu..beda benar sama bokap dan nyokap lu…jangan-jangan lu anak pungut ya…? Yolanda : “Ha..ha…ha….ha…” Yolanda: “Enak aja…!! Sini fotonya, mau gue bawa pulang”
Ria mengelak tangan Yolanda yang ingin meraih foto, dan memberikannya kepada Yolanda. Yolanda : “Iya..bokap-nyokap lu cina, sipit-sipit, eh mata lu, kok belo’ kayak gitu…” . Yolanda: “ah cerewet …deh kalian semua ! Tau nggak, .kata bokap gue, saudara mama ada yang belo juga..tau..!” Ria : “tapi ada miripnya juga sih, apalagi kalau elo lagi ngambeg, bibirnya sama deh”. Yolanda : “ Iya mirip sama Nyokap lu” “Lagian nyokap lu difoto kok gayanya resmi banget, enggak ada senyumnya “ Yolanda: (lirih.) “Gue juga selalu membayangkan kayak apa senyumnya mama “ Ria dan Yolanda langsung diam,saling sikut karena mereka keceplosan berbicara soal mama Yolanda yang sudah lama meninggal. Yolanda menghampiri dan menyerahkan fotonya. Yolanda : “….ehm……..berarti sekalian ke kuburan dong” Yolanda: “He eh” jawab Yolanda singkat. Suasana hening sesaat, Ria yang terkenal bawel langsung berreaksi. Ria : “eh, jam berapa, kok bokap lu belum datang ?..wah jangan-jangan mampir dulu nih..” Yolanda : ha..ha…ha Ria : eh iya loh..bokap lu walau umurnya sudah 40-an, masih ganteng juga loh..penuh wibawa, kebapakan..uh pokoknya sesuai sama type gue… Yolanda : ha..ha..ha.. Ria : “eh, benar loh…Yolanda, kalau kita bukan sahabat, papa lu bisa gue gaet loh…” Papa Bambang : (OS) “ah, masa..!” Sebuah suara berat mengagetkan mereka, rupanya Papa Yolanda sudah berdiri disamping Ria, membuat Ria malu sekali dan Yolanda tertawa kencang, sementara Yolanda berlari memeluk papanya. Suasana dipenuhi tawa. Papa memberikan bungkusan martabak sebagai oleh-oleh. Mereka menyalami, dan ngobrol sejenak. Papa Yolanda memang ayah yang akrab dengan semua orang. Ria : Eh, maaf ya om Yohan…Ria suka ngomong sembarangan…
Papa Bambang : Ah, tidak apa-apa Ria…om senang kalian membicarakan Om berarti umur Om panjang… Eh, bagaiman dengan nilai kalian…naik kelas nggak..? Ria : Naik dong Om… Yolanda : Hi..hi..kayak nggak tau ria aja Om… Diantara kita bertiga cuma Ria yang daya tangkapnya kurang… Ria : Sialan lu… Yolanda : Eh, Om yohan..liburan kali ini, rencananya mau kemana ?” Papa menarik napas panjang, berat untuk mengutarakan rencananya. Papa Bambang : “ehm…..rencananya…Kita akan menjenguk mama Yolanda”. Yolanda : “malam-malam ke kuburan ? “. Papa Bambang : “tidak, ke rumahsakit.”. Yolanda menengok ke papa, mengira papa sedang bercanda. Namun ekspresi serius itu, mengubah raut muka Yolanda. Papa Bambang : “Ada, rahasia yang selama ini papa simpan, dan papa baru akan beritahukannya kalau kamu sudah cukup dewasa……………papa rasa sekaranglah saatnya.” Yolanda: (mengeryitkan dahi). “Rahasia apa ?” Papa Bambang : “mengenai mamamu, inilah saat yang tepat, kita akan bertemu dengannya”. Yolanda: “Mama ? bukankah kata papa……..”. Papa Bambang : “Papa tidak pernah mengatakan kalau mama sudah meninggal. “. Yolanda: “Loh…tapi, kuburan …yang tiap tahun kita kunjungi…..”. Papa Bambang : “Itu kuburan tantemu, tante Melissa..adik kandung mama, mamamu masih hidup, sayang”. Yolanda shock mendengar perkataan papa. Ria dan Yolanda juga, mereka pelan-pelan meninggalkan kamar. Yolanda mundur selangkah demi selangkah, Papa mencoba menenangkan hatinya, namun Yolanda menyuruhnya keluar.
Papa Bambang : “Yolanda…dengarkan papa…” Yolanda: pergi…pergi….papa bohong… Papa Bambang : Papa tidak berbohong….papa akan jelaskan semua… Yolanda: Yolanda tidak mau mendengarkan penjelasan dari papa…sekarang juga papa pergi…tinggalkan Yolanda sendiri…hu..hu.. Papa Bambang : Hari Rayai…. Yolanda: PERGIIIIII………. Papa dengan berat melangkah keluar, pintu kamar langsung ditutup keras-keras. Yolanda menangis dibalik pintu. Sementara papa terpaku menyesal. Tubuh Yolanda bergetar, bagaimana bisa seorang papa yang selalu dikasihinya tega berbohong padanya. Hancur semua kenangan manis bersama papa, ia kini sangat membencinya. Apalagi semua temannya mendengar hal itu. Yolanda: “Kenapa papa berbohong …selama ini Yolanda merindukan kehangatan seorang ibu, kasihsayang ibu, kenapa papa tega melakukannya…kenapa pa… selama ini, papa selalu merawat dan membimbingku, selalu mengajariku berdoa, mengajari aku untuk selalu mengasihi sesama, memberitahu mana yang baik dan yang buruk,……papa selalu bercerita tentang perjuangan kaum muda Indonesia yang membanggakan waktu berhasil menurunkan Soeharto, atau mengatakan bahwa aku adalah saksi dari lahirnya sebuah era reformasi, yang ditunggu-tunggu masyarakat…. Semua memuakkan, ……..kenapa papa tidak bercerita tentang hal yang penting bagiku, tentang mama. Ada apa dengan mama ?………. Yolanda kesegukkan menangis sejadi-jadinya. CUT TO. 03. EXT. RUMAH SAKIT JIWA.PAGI/ Mobil mereka perlahan memasuki sebuah pelataran rumah sakit. Papa Bambang : (OS) “Sudah sampai, Yolanda”. Yolanda memperhatikan sekitarnya. Sebuah papan bertuliskan Rumah Sakit Jiwa, menambah gentar perasaannya. Papa keluar dari mobil, mengajaknya berjalan menuju sebuah ruangan seperti ruang dokter. CUT TO. 04. EXT. LORONG DEPAN RUANG DOKTER. PAGI/ Yolanda memperhatikan mereka diluar ruangan, ia tidak mau masuk, mereka tampak sedang berbicara serius. Yolanda mendengar kata dokter, Dokter Santoso : “Sepertinya sekarang bukan waktu yang tepat untuk menjenguknya, pak Bambang”
Papa terlihat memakluminya, dan sambil menunduk mereka menghampiri Yolanda. Papa Bambang : “Apakah……? Kumat lagi?” Dokter Santoso : “Iya, tadi malam ada laporan, tapi sudah agak tenang, tapi kondisinya belum pulih…kami telah memberi obat penenang” Papa menghembuskan napas tertekan, ia memandang Yolanda. Papa Bambang : “Ehm..bagaimana kalau kita datang esok hari..mungkin mama sudah bisa dijenguk ?” Yolanda: “Tidak…! Saya ingin bertemu mama…” Dokter Santoso : “em…tapi kondisinya sungguh sangat tidak bisa diduga….” Yolanda: “Dengar dokter, saya anaknya, dan saya sudah menantikan pertemuan ini selama 17 tahun……saya tidak sanggup menunggu walau hanya sedetik…” Papa Bambang : “Lia…!! Maafkan anak saya dokter, ia sangat tegang..” Dokter Santoso : “saya mengerti, pak Yohanes…” “mudah-mudahan penantian ini tidak sia-sia…Baik, mari kita menjenguknya…” Mereka berjalan kearah taman, melewati lorong-lorong panjang. Yolanda menggandeng tangan papa, menuju taman didalam Rumah Sakit itu, Yolanda berjalan paling depan. Sepintas terdengar kata-kata dokter, Dokter Santoso : (OS) “Pak Bambang, entah kenapa, sejak tadi malam Sandra tidak mau didekati oleh para perawat, terpaksa kami mohon maaf karena membiarkannya dengan kondisi yang demikian…”. Di taman yang terawat indah tersebut, tampak beberapa pasien didampingi para perawat rumah sakit. Mereka terus berjalan, melewati seorang yang sedang tertawa-tawa sendiri, melewati seorang yang sedang menangis, kemudian seorang yang sedang duduk diam tanpa busana, kemudian seorang yang sedang marah-marah sendiri. Takut melihat pasien yang terakhir, tangan Yolanda tanpa sadar berusaha meraih tangan papa disampingnya. Tapi tangan itu tidak ada, Yolanda melihat kebelakang, papa dan dokter yang bersamanya telah berhenti berjalan, berdiri didepan seorang pasien wanita yang tanpa busana penutup dada. Membelalak mata Yolanda, sangat kaget. Papa Bambang : “Sandra, tolong, pakailah pakaianmu..”. Papa dengan lembut menegur mama. Tapi wanita itu diam dengan pandangan hampa. Papa berlutut mendekat. Papa Bambang : “Sandra, inilah anakmu…Yolanda, Yolanda sapalah mamamu..”. Yolanda mencoba tabah, walau airmata tanpa terasa membasahi pipi indahnya.
Yolanda: “Mama…?”. Sedih bercampur haru, Yolanda memakaikan jaket yang diberikan papa, ke tubuh mamanya. Yolanda: “mama, ini Yolanda…”. Wanita itu tetap diam seperti tidak memperhatikan orang lain. Yolanda: “Yolanda sayang sama mama”. Papa tidak kuasa menahan haru, begitu pula dokter Santoso yang bersamanya, ia pun mohon pamit keruangannya. Papa memegang pundak Yolanda. Papa Bambang : “mamamu, sejak peristiwa itu, sudah tidak lagi hidup didunia kita, sayang”. Yolanda: “kata-kata itu yang selalu papa katakan padaku..tapi…Kenapa…pa?”. Papa Bambang : “Pernahkah papa bilang, kalau kamu terlahir pada masa reformasi?”. Yolanda: “Iya…berkali-kali”. Papa mengambil napas dalam, melihat kesudut lain. Papa Bambang : “Yolanda, setiap ada gejolak politik yang besar, selalu ada pihak yang menjadi korbannya. Dan kita, adalah korbannya, mamamu, papa, kamu, dan tante Melissa.”. Yolanda menatap tajam kearah papa.
Yolanda: “Apa maksud, papa?”.
Papa Bambang : “Papamu ini terlahir sebagai pria yang mandul, Yolanda. Papa tidak menyadari, setidaknya setelah dua tahun perkawinan dengan mamamu, namun kami saling mencintai, dan papa terus berdoa, agar suatu saat terjadi mukjizat”. Yolanda: “Lalu…Yolanda…?” Papa Bambang : “Ya… peristiwa tanggal 13 Mei 1998 itu, merubah segalanya. Saat itu keadaan sangat kacau, kerusuhan terjadi diseluruh kota. Papa terjebak selama 2 hari didalam ruangan kantor. Dengan baterai Handphone yang sudah sekarat, papa menenangkan hati mama dan tante Melissa yang begitu panik saat segerombolan massa mendobrak pintu apartement kita. Selanjutnya….. doa papa terkabul papa punya anak, kamu…Yolanda !” Yolanda: “Jangan katakan …issu tentang pemerkosaan itu………..?.”
Papa Bambang : (mengangguk pelan) “Heem..itu sungguh terjadi…..”.. “Mamamu dan tante Melissa, mamamu menjadi kehilangan akalnya, sedangkan tante Melissa bunuh diri, setahun sesudah peristiwa pemerkosaan itu.”. Yolanda berteriak dalam kepedihan, ia merasa sebagai penyebab kehancuran ini, ia ingin menjauh dan merasa hina. Papa segera memeluknya. Papa Bambang : Maafkan kalau Papa harus menceritakan ini padamu, tapi kamu sudah dewasa sekarang, kamu sudah boleh mendengarkan semua jawaban yang sejak dulu kamu tanyakan kepada Papa.. tentang perbedaan warna kulit kita, tentang Mama, tentang masa lalu kita.. “Papa, tau perasaanmu…tapi ketahuilah papa sangat mencintaimu…. Yolanda, dengarkan papa… sebahagian dari dirimu, berasal dari mamamu, dan apa yang menjadi milik mamamu adalah milik papa juga, karena papa dan mama bukan lagi dua, melainkan satu daging “. “Coba lihat mamamu…kemudian lihat juga dirimu…sebagian gen dari mama, ada padamu, kecerdasanmu, kecantikanmu…….dan seluruh budi pekerti yang melekat dalam tingkah lakumu, adalah teladan yang telah papa berikan selama ini…”. “Apakah hal itu belum cukup bagimu untuk mengakui bahwa kita memang satu keluarga…Keluarga Bambang.”. Kamu tidak boleh merasa sebagai orang asing. Tuhan menyatukan kita dalam satu ikatan keluarga. Yolanda: “Papa tidak dendam padaku…?”. Papa Bambang : “Papa mencintaimu..”. Yolanda memandang ke papa, masih pedih tapi dicobanya untuk tersenyum, senyum untuk orang yang sangat dicintainya. Papa membalas senyumnya, dengan penuh rasa lega melihat Yolanda sudah dapat menerima kenyataan pahit itu. Yolanda merapikan jaket penutup badan mama, ditatapnya mama lekatlekat. Yolanda: “Mama ini aku anakmu, dan mulai saat ini aku akan merawatmu“ Pedro : (OS) “aku juga mau dong…” Salah seorang pasien dengan aksen anak kecil, memotong percakapan mereka, perawat menegur, semua tertawa. Mereka menghabiskan waktu bersama, diantara banyak penderita lain, Yolanda merasa bahagia. CUT TO. 05. KAMAR PASIEN , PAGI/. Pintu kamar terbuka, Yolanda melongok melihat kedalam. Yolanda: “selamat hari Hari Raya, ma..”. Mama masih diam, tapi Yolanda terus berbicara, mengambil bantal dan membantunya berdiri.
Yolanda: “Sekarang sudah hari Hari Raya, nggak terasa ya, sudah tujuh bulan sejak Yolanda bertemu mama, bagaimana keadaan mama ? Yolanda datang dijemput papa seperti kemarin, Yolanda ingin menghabiskan liburan Hari Raya ini bersama mama…. Eh, ma..tapi ada kejutan lagi…Yolanda datang bersama papa, dan Ira dan Yolanda. Mereka mau merayakan Hari Raya disini…” “Senang khan…..?” Mama masih diam, namun tangannya menggengam erat tangan Yolanda, Yolanda tersenyum, ia mengusap rambut mama. Yolanda: “Yolanda pengin deh mama bisa tersenyum…” “Eh itu mereka datang”. Rombongan papa, Ira dan Yolanda masuk dan menyapa mama dan Yolanda. Keceriaan tampak diwajah mereka, Ria langsung bersuara. Ria : “Eh..rese lu ya…begitu keluar mobil langsung kabur aja, nih bawaannya… Yolanda tertawa memeluk Ria, papa mencium pipi mama, Yolanda menyikut Ria, Yolanda membuka kado dari papa. Mereka tertawa karena kadonya, begitu kecil sehingga Yolanda kesal membuka bungkusnya. Tapi ternyata, kadonya berupa Handphone. Yolanda senang. Kecerian bertambah dengan hadirnya pak Dokter Santoso, ke kamar. Dokter Santoso : Halo..halo..baru datang dari BOGOR..? Wah..ramai sekali… Papa Bambang : Bagaimana pak Dokter..? Dokter Santoso : Saya sungguh kagum dengan keluarga ini, kondisi Sandra semakin lama, semakin membaik, ini semua berkat sosialisasi yang kuat dari Yolanda. Yolanda: Ah..dokter bisa saja…………nih ada kado buat Pak Dokter….selamat Hari Raya.” Dokter Santoso : Oh, terimakasih…selamat Hari Raya juga.” Kemudian Yolanda mengambil kado yang dipersiapkannya untuk mama, diberikannya kepada mama. Yolanda meraih tangan mama, menuntunnya untuk membuka kado. Yang ternyata berisi sebuah daster cantik. Tanpa diduga, pelan-pelan mama mengangkat kepalanya, mengarahkan perlahan pandangannya menuju Yolanda. Semua kaget dengan kemajuan mama. Yolanda terhenyak, mama dapat melihat secara fokus kearahnya. Tiba-tiba sebuah senyum manis tersungging diwajahnya, senyum yang paling manis yang pernah dilihat Yolanda. Mereka memeluk mama, kesembuhan sudah dekat berkat sosialisasi yang dilakukan Yolanda selama ini, kuasa Tuhan menaungi mereka. CAPTION : “SELESAI” CAPTIONS : UCAPAN TERIMA KASIH : ROLLING UP CREDIT TITLE