TUGAS AKHIR Analisa Setting Parameter Pemancar TV Digital Dan Pengaruhnya Terhadap Jumlah Isi Siaran Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Disusun Oleh : Nama NIM Jurusan Peminatan
: Joko Rusenohadi : 4140411-081 : Teknik Elektro : Telekomunikasi
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2009
LEMBAR PENGESAHAN
Analisa Setting Parameter Pemancar TV Digital Dan Pengaruhnya Terhadap Jumlah Isi Siaran
Disusun Oleh : NAMA NIM Program Studi Peminatan
: Joko Rusenohadi : 4140411-081 : Teknik Elektro : Telekomunikasi
Mengetahui, Pembimbing
Koordinator TA
( Dr.-Ing Mudrik Alaydrus )
( Yudhi Gunardhi, ST. MT )
Mengetahui, Ketu Program Studi Teknik Elektro
( Yudhi Gunawan, ST. MT )
iii
ABSTRAK
Pemancar DVB-T milik yang dilakukan analisa adalah milik KTDI (Komisi TV Digital Indonesia) berlokasi di Joglo Jakarta Barat. Mulai beroperasi sejak Mei 2009 yang berisi 6 stasiun penyiaran televisi swasta nasional yaitu : ANTV, Metro TV, SCTV, TransTV, Trans7 dan TVOne. Beroperasi pada channel 46 UHF (674 MHz) dengan daya pancar 5 kWatt, sedang dalam masa percobaan siaran. Pemancar DVB-T tersebut menggunakan settingan modulasi 64QAM, FEC 3/4, Guard Interval 1/32 berisi 6 isi siaran. Dengan menganalisa setting parameter tersebut dan melakukan test & commissioning pada pemancar DVB-T yang menggunakan alat ukur TV Analyzer, maka penulis mencoba memaparkan hasil pengukuran dan perhitungan pengaruh perubahan setting parameter terhadap jumlah isi siaran yang dapat ditampilkan oleh sebuah pemancar DVB-T.
Kata kunci: 64QAM, MER, Bandwidth 8 MHz.
iv
DAFTAR ISI
Halaman Judul ...........................................................................................
i
LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................
iii
ABSTRAK ................................................................................................
iv
KATA PENGANTAR ……………………………………………………
v
DAFTAR ISI ……………………………………………………………..
vi
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………..
viii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………...
ix
BAB I
BAB II
BAB III
PENDAHULUAN ………………………………………………
1
1.1. Latar Belakang ……………………………………………..
1
1.2. Rumusan Masalah ......……………………………………...
2
1.3. Batasan Masalah ................…………………………………
2
1.4. Tujuan Penulisan .………………………………………….
2
1.5. Metodologi Penelitian ……………………………………...
2
1.6. Sistematika Penulisan ...........................................................
3
LANDASAN TEORI ....………………………………………..
4
2.1. Pengenalan DVB-T...……………………………………….
4
2.2. Karakteristik DVB-T .......……………………...…………..
6
MODULASI DAN SISTEM CODING PADA DVB-T..……..
8
3.1. Modulasi Digital ....................………………………………..
8
vi
BAB IV
3.1.1. OFDM ......................................................................….....
9
3.1.2. QPSK, 16QAM, 64QAM ..................................................
12
3.1.3. Modulation Error Rate .......................................................
15
3.1.4. Guard Interval ....................................................................
16
3.2. Sistem Coding .......................................................................
20
ANALISA DAN PEMBAHASAN………………………….
27
4.1. Setting Parameter Dan Hasil Pengukuran DVB-T KTDI Joglo
..........................................................
27
4.2. Analisa Perhitungan Isi Siaran ……………………………
31
KESIMPULAN ..............................…………………………….
34
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
35
BAB V
vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri : No.07/P/M.KOMINFO/3/2007 tentang Standar Penyiaran Digital Terestrial Untuk Televisi Tidak Bergerak di Indonesia, maka seluruh sistem pemancar televisi terestrial analog yang ada saat ini nantinya akan digantikan dengan sistem pemancar televisi terestrial digital (DVB-T). Semua negara khususnya negara maju telah menetapkan tahun konversi dari sistem analog ke sistem digital. Pemerintah Indonesia telah menetapkan tahun 2014 seluruh kota besar sudah beralih ke televisi digital dan pada tahun 2017 seluruh Indonesia sudah bermigrasi ke sistem digital. Indonesia memiliki jumlah stasiun radio dan televisi terbesar kedua di Asia setelah Cina. Yaitu 1 televisi publik milik pemerintah, 10 televisi swasta nasional 70 televisi swasta lokal, 2 televisi satelit (DVB-S), 2 televisi kabel (DVBC) dan lebih dari 1.800 stasiun radio. Dari sekian banyak stasiun televisi yang masih menggunakan sistem pemancar analog, maka nantinya semua akan bermigrasi ke sistem pemancar digital. Saat ini sudah mulai dilakukan siaran percobaan siaran televisi digital oleh Komisi TV Digital Indonesia (KTDI) yang merupakan konsorsium beberapa stasiun siaran televisi swasta nasional yaitu : ANTV, Metro TV, SCTV, TransTV, Trans7 dan TVOne. Dalam masa transisi (sebelum siaran digital secara penuh), semua stasiun TV melaksanakan siaran secara simulcast / dual transmission, sehingga siaran analog masih dapat diterima oleh TV set yang ada sekarang. Siaran Digital dapat diterima oleh pesawat penerima analog / TV set yang ada sekarang dengan menggunakan Set Top Box (STB). Pemancar DVB-T
milik Konsorsium TV Digital Indonesia (KTDI)
berlokasi di daerah Joglo Jakarta Barat menggunakan pemancar TV digital dengan
1
2
daya 5 kW (rms) merk Rohde & Schwarz tipe NV7500 channel 46 (674 MHz). Untuk saat ini coverage areanya meliputi wilayah Jakarta dan sekitarnya. Penulis mencoba melakukan analisa pengaruh perubahan setting parameter pada pemancar DVB-T terhadap kualitas siaran.
1.2
Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan beberapa masalah, antara lain
adalah: a. Apa saja setting parameter yang terdapat pada pemancar DVB-T? b. Apa pengaruh perubahan setting parameter terhadap kualitas sinyal penerimaan di receiver? c. Berapa isi program siaran (content programe) yang bisa dipancarkan dalam 1 pemancar DVB-T?
1.3
Batasan Masalah Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis akan membatasi permasalahan
pada berapa banyak jumlah program siaran yang bisa dipancarkan dalam sebuah DVB-T dengan setting parameter 64QAM, code rate 3/4, guard interval 1/32 milik KTDI di Joglo Jakarta Barat.
1.4
Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah melakukan analisa terhadap setting parameter DVB-T milik KTDI yang berada di Joglo agar dapat digunakan seberapa banyak pemilik siaran TV bisa bergabung dalam satu pemancar.
1.5
Metodologi Penelitian Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis menggunakan metode lapangan
dengan melakukan penelitian saat pengerjaan instalasi, test & commissioning pada stasiun pemancar DVB-T milik KTDI dan studi pustaka dari buku-buku dan beberapa literatur / jurnal.
3
1.6
Sistematika Penulisan Tugas akhir ini menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Batasan Masalah 1.4 Tujuan Penulisan 1.5 Metodologi Penelitian 1.6 Sistematika Penulisan
BAB II
LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan DVB-T 2.2 Karakteristik DVB-T
BAB III
MODULASI DAN SISTEM CODING PADA DVB-T 3.1 Modulasi Digital 3.1.1 OFDM 3.1.2 QPSK, 16QAM, 64QAM 3.1.3 Modulation Error Rate 3.1.4 Guard Interval 3.2 Sistem Coding 3.2.1
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Setting Parameter DVB-T KTDI Joglo 4.2 Analisa Perhitungan Jumlah Isi Siaran
BAB V
KESIMPULAN 5 Kesimpulan
BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Pengenalan DVB-T DVB dikembangkan berdasarkan latar belakang pentingnya sistem
broadcasting yang bersifat terbuka (open system) yang ditunjang oleh kemampuan interoperability, fleksibilitas dan aspek komersial. Sebagai suatu open system, maka standard DVB dapat dimanfaatkan oleh para vendor untuk mengembangkan berbagai layanan inovatif dan jasa nilai tambah yang saling kompatibel dengan perangkat DVB dari vendor lain. Selain itu program digital yang dikirimkan berdasarkan spesifikasi DVB dapat ditransfer dari satu medium transmisi ke medium transmisi lain dengan murah dan mudah. Pendekatan yang dilakukan oleh DVB adalah dengan memaksimalkan perangkat eksisting dan sistem umum yang tersedia di pasar komersial. Dengan teknologi digital, DVB dapat memanfaatkan penggunaan bandwidth secara lebih efisien. Satu transponder satelit yang biasanya hanya dapat digunakan untuk satu program TV analog, dengan menggunakan DVB dapat digunakan untuk menyiarkan 8 channel TV digital. Selain penambahan kapasitas channel TV, pada media transmisi terestrial dapat diperoleh kualitas gambar yang lebih baik dan bahkan pada media kabel TV, DVB-C menawarkan layanan interaksi two-way. DVB-T (Digital Video Broadcast Terrestrial) adalah pemancar TV yang menggunakan sistem digital pada informasinya, sistem encoding, modulasi sampai sisi penerimaannya. Perbedaan yang mendasar dari sistem pemancar TV analog dan TV digital adalah informasi yang dikirim bukan lagi informasi terpisah antara sinyal video dan sinyal audio, tetapi sudah merupakan sinyal paket data dimana didalamnya sudah terdapat sinyal video dan sinyal audio yang sudah diencode. Agar dapat mengirimkan paket data tersebut, tentunya juga diperlukan metode transmisi yang sesuai yaitu menggunakan metode modulasi digital.
4
5
Gb. 2.1. Ilustrasi TV Analog dengan TV Digital.
Karena sinyal informasi berupa paket data digital (encoded), maka pada sisi penerima harus menggunakan decoder yang dinamakan Set Top Box untuk DVBT. Pada sistem pemancar TV analog, semakin jauh sebuah tv penerima dari stasiun pemancar, signal akan melemah dan penerimaan gambar akan berkurang kualitasnya (berbayang atau buruk). Berbeda dengan dengan sistem digital yang kualitas gambarnya akan ditangkap dengan jernih sampai pada titik dimana sinyal tidak akan diterima lagi. Pemancar tv digital hanya mengenal 2 kondisi: Terima (1) atau Tidak (0).
Selain DVB-T ada beberapa jenis DVB lainnya yaitu : •
DVB-S ( Digital Video Broadcast Satellite )
•
DVB-C ( Digital Video Broadcast Cable )
•
DVB-H ( Digital Video Broadcast Handheld )
6
DVB-Terestrial digunakan karena beberapa alasan berikut : -
lokasi geografis dimana sinyal dari satelit tidak bisa diterima dengan baik, kalaupun bisa harus menggunakan ukuran antena parabola yang cukup lebar. Misalnya di daerah Scandinavia dan Greenland.
-
kebutuhan pengguna TV yang mobile atau berpindah.
-
daerah yang padat penduduk dimana jaringan TV kabel tidak bisa dikembangkan.
Ada 5 standard TV Digital yang digunakan didunia, yaitu : -
European Digital Video Broadcasting Terrestrial (DVB-T)
-
American Advanced Television Systems Comitee (ATSC)
-
Japanese Integrated Services Digital Broadcasting Terrestrial (ISDB-T)
-
the Brazilian International Standard for Digital Television (ISDTV/Tb)
-
the Chinese Standard for Digital Television (DTMB)
Untuk Indonesia sendiri mengadopsi standard Eropa yaitu DVB-T.
2.2
Karakteristik DVB-T Pada perkembangannya, teknologi audio video yang berawal dari sistem
analog ke digital dengan tujuan mendapatkan kualitas yang lebih baik. Era audio mono yang berkembang menjadi sistem stereo. TV monochrome (hitam putih) berubah menjadi TV warna. Dari kualitas VCD (Video CD) sampai DVD (Digital Versatile Disc), semakin tinggi kualitas audio video, akan semakin besar membutuhkan kapasitas Transport Stream yang lebih besar juga. Dalam teknologi transmisi digital, hal ini berhubungan dengan pemakaian bandwidth yang akan semakin besar. Salah satu keputusan mendasar yang diambil dalam menetapkan standard DVB adalah pemilihan MPEG-2 sebagai "data containers / Transport Stream". Dengan konsepsi tersebut maka transmisi informasi digital dapat dilakukan secara fleksibel tanpa perlu memberikan batasan jenis informasi apa yang akan disimpan dalam "data container" tersebut. Pemilihan MPEG-2 untuk sistem coding dan kompresi dilakukan karena terbukti bahwa MPEG-2 mampu memberikan kualitas
7
yang baik sesuai dengan sumber daya yang tersedia. Dari sudut pandang komersial, pengadopsian MPEG-2 yang merupakan standard eksisting dan proven sangat menguntungkan karena memungkinkan DVB untuk berkonsentrasi pada upayanya dalam menemukan cara untuk mengemas paket data MPEG-2 melalui media transmisi yang berbeda-beda termasuk satelit, kabel, maupun terestrial. Chip-sets untuk keperluan coding dan decoding MPEG-2 telah tersedia secara komersial sehingga harga decoder di pasar komersial berharga murah. Walaupun demikian karena MPEG-2 yang terdapat pada dokumen ISO bersifat generik, maka proyek DVB mengembangkan dokumen yang berisikan pembatasan terhadap sintaks dan parameter MPEG-2 serta rekomendasi nilai yang digunakan dalam aplikasi DVB. Selain itu, MPEG-2 memungkinkan desain decoder yang fleksibel seiring peningkatan kualitas pada sisi encoding. Setiap peningkatan unjuk kerja baru karena pengembangan sistem encoding akan secara otomatis direfleksikan pada kualitas gambar dari decoder. DVB menawarkan perbaikan – perbaikan dari sisi kualitas gambar dengan resolusi yang lebih tinggi dan suara yang istilahnya "cinema sound" serta penggunaan program siaran yang lebih banyak. Pada DVB umumnya baik DVBS, DVB-C maupun DVB-T, modulasi digital digunakan untuk mengurangi bandwidth transmisi sinyal data. Pada DVB-T, karakteristik transmisi terestrial selalu ada gangguan berupa: -
multipath reception, berupa sinyal echo / pantulan yang berasal dari bangunan gedung, gunung, pepohonan ataupun kendaraan.
-
Additive White Gaussian Noise (AWGN)
-
Interferensi dari pemancar radio lainnya
-
Efek Doppler, pada keadaan penerimaan bergerak
DVB-T menggunakan metode multi carrier yaitu Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) karena akan memperkecil penggunaan bandwidth frekuensi dan semua permasalahan diatas bisa diatasi.
8
BAB III MODULASI DAN SISTEM CODING PADA DVB-T
3.1 Modulasi Digital Pada sistem analog, informasi yang dikirim sering mengalami kecacatan karena dibutuhkan sinyal yang sangat linear. Dengan sistem digital, cacat informasi bisa dihindarkan. Informasi atau data yang akan dikirim disimpan dalam format digital Binary Digit (bit). Hal ini untuk menghidari cacat informasi saat proses transmisi karena saat informasi tersebut mengalami kecacatan, akan bisa diperbaiki dan ditata ulang menggunakan error control code atau sistem error correction. Didunia TV informasi video audio yang dikirim akan membutuhkan transfer rate yang sangat tinggi karena gambar bergerak dan suara analog yang dirubah ke format digital untuk mendapatkan kualitas bagus, kapasitasnya sangat besar. Dengan sistem multicarrier data yang dikirimkan akan sangat efisien dengan menggunakan sistem Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM).
OFDM dipilih untuk siaran TV / komunikasi digital karena : 1. OFDM meningkatkan efisiensi frekuensi pada channel transmisi komunikasi digital. 2. OFDM tahan terhadap gangguan interferensi. Hanya sebagian kecil frekuensi subcarrier yang bisa terpengaruh. Namun hal ini dapat diatasi dengan tehnik FEC (Forward Error Correction). 3. OFDM cocok diaplikasikan untuk daerah yang berpotensial menghasilkan multipath signal. 4. OFDM mudah digunakan untuk siaran TV dan pengguna yang bergerak (mobile). 5. OFDM sangat menguntungkan pada penggunaan jaringan siaran TV pada satu frekuensi.
9
3.1.1 OFDM
Gb. 3.1. Coded - Orthogonal Frequency Division Multiplex (COFDM)
DVB-T menggunakan modulasi OFDM (Orthoghonal Frequency Divion Multiplex) yaitu metode transmisi multicarrier yang berisi banyak subcarrier dimana tiap – tiap subcarrier-nya tidak akan saling mengganggu (interfere) karena mereka saling tegak lurus (orthogonal). Setiap subcarrier-nya bisa dimodulasi secara terpisah yang berisi informasi berbeda dan tidak akan saling mengganggu. QPSK (Quadrature Phase Shift Keying), 16QAM (16 Quadrature Amplitude Modulation) atau 64QAM (64 Quadrature Amplitude Modulation) adalah jenis – jenis modulasi subcarrier yang dipakai pada DVB-T, dalam hal ini pemancar yang dianalisa milik KTDI menggunakan modulasi 16QAM. Dalam 1 channel frekuensi dengan lebar bandwidth 6 / 7 / 8 MHz, terdapat banyak subcarrier. Dengan Coded Orthogonal Frequency Division Multiplex (COFDM) dilengkapi dengan sistem proteksi error / FEC (Forward Error Correction).
10
Gb. 3.2. Spektrum Modulasi OFDM
Gambar diatas menunjukkan gabungan dari beberapa subcarrier (QAM), yang membentuk transisi fasa pada batas simbolnya.
Gb. 3.3. Bentuk sebenarnya OFDM menggunakan alat ukur
Lebar bandwidth satu channel DVB-T untuk band UHF adalah 8 MHz yang merupakan standard untuk broadcasting TV. Span bandwidth 16 MHz. Satu div / kotak mewakili lebar frekuensi 2 MHz.
11
Pada gambar diatas, koordinat Lower (-4,-40) dan Upper (4,-40) merupakan titik yang dinamakan Shoulder Attenuation, dimana hasil pengukuran yang sebenarnya menggunakan alat ukur harus -30 dB dari level puncaknya (peak level).
Gb.3.4. Shoulder attenuation
DVB-T menggunakan modulasi OFDM mode 2048 carrier (2k) atau 8192 carrier (8k). Namun tidak semua dari carrier tersebut digunakan sebagai payload carrier / carrier pembawa informasi utama. Untuk mode 2k ada 1512 sebagai payload carrier. Untuk mode 8k ada 6048 sebagai payload carrier-nya. Macam – macam carrier yang terdapat pada DVB-T adalah : -
Payload carrier
-
Inactive carrier
-
Continual pilot
-
Scattered pilot
-
Transmission Parameter Signalling / TPS carrier
Payload carrier adalah carrier yang digunakan untuk membawa data transmisi yang sebenarnya. Pinggiran carrier pada upper dan lower channel di-set ke nol, tidak ada modulasi dinamakan Inactive carrier. Continual pilot berada pada sumbu utama pada sumbu "I" (in-phase). Continual pilot dinaikkan levelnya (boost) 3 dB
12
diatas sinyal power rata – rata dan digunakan direceiver sebagai referensi fasa dan untuk Automatic Frequency Control (AFC), misalnya untuk men-locked frekuensi pada frekuensi pemancar. Scattered pilot menyebar pada semua spektrum dari sebuah channel, dari simbol ke simbol dan menjadi sinyal sweep secara virtual pada channel tersebut. Dalam tiap simbol, terdapat Scattered pilot tiap 12 carrier. TPS carrier berada di posisi frekuensi yang tetap. Misalnya carrier no.50 adalah TPS carrier. TPS carrier ini mewakili informasi parameter transmisi pada sebuah channel yang dipancarkan. Parameter – parameter yang dibawa oleh TPS adalah: -
Nomer Frame : 00 / 01 / 10 / 11
-
Tipe constellation : QPSK, 16QAM, 64QAM
-
Mode subcarrier : 2k atau 8k
-
Forward Error Correction Code Rate : 1/2, 2/3, 3/4, 5/6, 7/8
-
Guard interval : 1/4, 1/8, 1/16, 1/32
-
Bandwidth yang digunakan : 6, 7, 8 MHz
3.1.2 QPSK, 16QAM, 64QAM Quadrature Amplitude Modulation (QAM) merupakan modulasi digital yang digunakan pada DVB-T. Merupakan bentuk modulasi yang berisi 2 digital bit streams dengan merubah amplitudo dari dua gelombang carrier menggunakan Amplitude Shift Keying (ASK). Dua gelombang tersebut yang biasanya sinusoidal akan saling beda fasa 90º dan dinamakan quadrature carrier. Gelombang modulasi saling menjumlahkan dan menghasilkan gelombang kombinasi antara Phase Shift Keying (PSK) dan Amplitude Shift Keying (ASK). Pada QAM biasanya ditampilkan dalam bentuk diagram konstelasi / constellation diagram. Bentuk yang paling umum adalah 4QAM / QPSK, 16QAM, 64QAM, 128QAM dan 256QAM. Dengan menaikkan nilai QAM akan mungkin untuk lebih banyak mengirimkan transfer rate data lebih besar. Semakin tinggi transfer rate data artinya kualitas informasi akan semakin bagus maka akan semakin rentan terhadap gangguan.
13
Berikut perbandingan constellation diagram antara QPSK, 16QAM dan 64QAM:
Gb. 3.5a. Constellation diagram QPSK
Gb. 3.5b. Constellation diagram 16QAM
14
Gb. 3.5c. Constellation diagram 64QAM
Gb. 3.5d. Sinyal constellation MQAM
Dari gambar diatas, dengan menggunakan alat ukur analisa pengukuran yang bisa dilakukan dengan hasil constellation diagram adalah:
15
-
Signal/noise ratio S/N
-
Phase Jitter
-
I/Q amplitude imbalance
-
I/Q phase error
-
Modulation error rate
3.1.3 Modulation Error Rate Modulation Error Rate (MER) adalah pengukuran parameter dari semua efek interferen yang terjadi pada link transmisi DVB-T. Seperti pada Signal/noise ratio, pengukuran MER menggunakan satuan dB. MER akan sama dengan S/N hanya jika ada satu efek noise saja. Pada gambar dibawah, tampak terjadi deviasi pada constellation diagram. Apabila deviasi yang terjadi terlalu besar, titik tersebut akan menyentuh batas dari bit sehingga muncul bit error.
I Gb. 3.6. Error Vector menunjukkan Modulation Error Rate (MER)
Deviasi yang terjadi pada garis batas diatas, bisa dianggap sebagai pengukuran parameter untuk magnitude dari arbitrary interferrer. Saat melakukan pengukuran MER, dengan asumsi bahwa titik yang sebenarnya pada daerah constellation
16
bergeser menjauh dari tengah – tengahnya yang berarti terjadi error karena interferen.
Untuk nilai MER yang dianggap normal menggunakan alat ukur
adalah harus lebih besar dari 33 dB. Perbedaan mendasar dari ketiga constellation tersebut adalah semakin tinggi nilai QAM-nya maka akan semakin besar pula transfer rate data yang bisa ditransmisikan, tetapi akan sangat rentan terhadap gangguan yang bisa merusak sinyal. 16QAM lebih besar transfer rate data yang bisa ditransmisikan daripada QPSK. 64QAM akan lebih besar lagi transfer rate data yang dtransmisikan. Tetapi semakin besar transfer rate, akan semakin rentan terhadap gangguan yang bisa menimbulkan cacat informasi.
3.1.4 Guard Interval Pada OFDM terdapat parameter yang dinamakan Guard Interval yang fungsinya untuk menghilangkan inteferensi intersimbol dengan memberi jarak / spacing dan waktu untuk impulse response pada suatu channel saat encoder berubah nilai simbolnya dan saat decoder menerima sinyal demodulasi. Guard interval dihasilkan dengan membuat sebagian salinan simbol guard interval tersebut pada bagian akhir saat akan dipancarkan dan mememancarkannya pada bagian awal dari sebelum simbol datanya seperti tampak pada gambar dibawah. Pada DVB Guard Interval adalah : 1/4, 1/8, 1/16 atau 1/32 dari simbol periode OFDM.
17
Gb. 3.7. Guard Interval pada DVB Tanpa Guard Interval pada receiver akan terjadi gangguan berupa interferensi intersimbol yang disebabkan multipath propagation. Pemilihan nilai Guard Interval akan mempengaruhi kapasitas isi siaran pada channel yang tersedia.
Berdasarkan buku Coding and Modulation for Digital Television karangan Gordon Drury, Garik Markarian dan Keith Pickavance didapat rumus penghitungan lebar bandwidth yang bisa digunakan adalah : Rdes
= Transport Stream data rate yang digunakan
W
= lebar bandwidth yang digunakan pada satu channel (6, 7, 8 MHz)
D
= delay maximum => 100 µs
R
= FEC code rate (1/2, 2/3, 3/4, 5/6, 7/8 )
fo
= jarak antar subcarrier (subcarrier sparation)
Ns
= total subcarrier
ksubcarrier = jumlah informasi bit per subcarrier B
= total bandwidth yang dipakai
Constellation = (QPSK, 16-QAM, 64-QAM)
18
Digunakan guard time interval : T GUARD
=4xD
Didapat persamaan : T(symbol duration)
= 5 x TGUARD
Jarak antar subcarrier (subcarrier sparation): fo
= 1 / ( T - TGUARD )
Simbol OFDM ditentukan oleh : k
= T x Rdes
Dengan constellation QPSK, 16-QAM atau 64-QAM dan FEC code rate (R) jumlah informasi bit per subcarrier didapatkan : k subcarrier = R log2 • Constellation
Total subcarrier didapat dari perhitungan : Ns
= k / k subcarrier
Dengan subcarrier sparation ( fo) , didapat total lebar bandwidth : B
= fo x Ns
Hasil yang didapat harus lebih kecil dari lebar bandwidth yang digunakan << W = 6,7, 8 MHz.
19
Tabel 3.1 Net Data Rate pada lebar bandwidth 8 MHz
Berdasarkan tabel diatas, akan didapat perhitungan banyaknya jumlah isi siaran sebagai berikut: X
= net_data_rate / TS data rate
x
= jumlah isi siaran dalam satu bandwidth
Rdes
= Transport Stream data rate
20
3.2 Sistem Coding Data stream yang akan dimodulasi dan ditransmisikan oleh pemancar berisi source coding (Transport Stream) dan channel coding. Source coding atau disebut juga Transport Stream / TS merupakan coding yang yang terdiri dari : -
MPEG audio dan video coding
-
Data insertion
-
Multiplexing
-
Scrambling code
Sedangkan untuk channel coding yang merupakan Forward Error Correction code terdiri dari : -
Outer Reed Solomon coding
-
Bit interleaver coding
-
Inner coding
FIR Filter
PreCorr.
Symbol Interleaver
Mapper
O(rthogonal) F(requency) D(ivision) M(ultiplex)
C(oded)
IF RF
Power Ampl.
BandPass Filter
IFFT
Guard Interv. Insert.
TS1
TS2
FEC HP (Option)
Demux
FEC LP Bit Interleaver
Frame Adapt.
(2, 4, 6) Pilots, TPS
Gb. 3.8a. Blok Diagram Modulator DVB-T (C-OFDM)
Pada
gambar
(Gb.8a
Blok
Diagram Modulator
DVB-T)
diatas
menunjukkan bahwa COFDM merupakan inti dari sistem pemancar DVB-T. Input sinyal yang disebut TS1 dan TS2 / Transport Stream merupakan gabungan data
21
stream yang menggunakan format MPEG-2 (Moving Picture Experts Group versi 2) yang berisi beberapa program siaran. MPEG-2 adalah format standard internasional untuk coding dan compression data video dan audio. TS1 sebagai input LP (Low Priority) akan mendistribusikan MPEG-2 dengan data rate yang tinggi, kompresi data rendah sehingga kualitas gambar / suara bagus, error protection rendah dengan modulasi 16QAM / 64QAM. Sedangkan TS2 merupakan input HP (High Priority) mendistribusikan MPEG-2 dengan data rate yang lebih rendah, kompresi data tinggi sehingga kualitas gambar / suara rendah, tapi dengan error protection tinggi dengan modulasi QPSK. Untuk kualitas siaran yang baik, sinyal yang dipancarkan DVB-T membutuhkan Bit Error Rate (BER) yang sangat kecil. (10-10 – 10-12 dengan bit rate 30 Mbit/s). Channel yang mempunyai BER sangat kecil dinamakan Quasi Error Free (QEF).
FEC1/ Outer Coder
Inv. Sync.
TS In Baseband Interf.
Sync Invers.
ReedSolom. Enc.
Energy Disp.
x2
x (1.5-Code Rate)
FEC2/ Inner Coder Conv. Interleaver
Conv. Coder
Synchronization same as DVB-C
= Date Rate Out [2.17...(1.63)...1.36]
Puncturing
x 204/188
Data Rate In
Coded Data Out
Code Rate 1/2...(3/4)...7/8
same as DVB-S Gb. 3.8b. Blok Diagram Modulator DVB-T (Coded OFDM) DVB-T menggunakan 204 byte untuk setiap paket 188 byte. Untuk proteksi terhadap error saat Transport Stream dikirimkan, terdapat FEC1 Outer Coder yang menggunakan sistem Red Solomon encoder (204, 188, t=8). Saat 188 bytes diterima, maka akan diperpanjang 16 byte. 188 byte pertama tetap. Code redundancy Red Solomon akan memperbaiki sampai 8 byte error pada satu frame
22
(204 byte). Jika terdapat lebih dari 8 error pada saat pengiriman satu paket data frame, indikator trasnport error akan menandai paket data ini sebagai paket data yang rusak. Decoder MPEG tidak akan men-encode paket data ini.
Gb. 3.9. Reed Solomon FEC (Forward Error Correction)
Gb. 3.10. MPEG-2 Paket Transport Stream dengan Reed Solomon error correction
Decoding dari Reed Solomon menggunakan Fast Fourir Transform untuk mengkalkulasi algoritma Euclidean untuk mencari kesalahan / error dan memperbaikinya menggunakan formula Forney.
23
Selanjutnya seperti tampak pada Gb. 3b, selain FEC1 Outer Coder yang menggunakan Reed Solomon coder, terdapat FEC2 yang dinamakan Inner Coder. Inner coder tersebut dinamakan Convolutional coding. Coding ini pada prakteknya akan menjadi continuous bitstream dari panjang arbitrary yang biasa dinamakan Viterbi coding. Digunakan untuk memperbaiki error yang random. Convolution coding men-transform input stream menjadi beberapa output stream sehingga menjadi saling me-redundansi. Standard video kompresi yang digunakan didunia pertelevisian antara lain: -
MPEG-1 merupakan standard pertama untuk gambar bergerak dengan
resolusi 384x288 pixel. Video data rate kurang dari 1,44 Mbit/s dengan kualitas gambar setara dengan VCD. MPEG-1 hanya digunakan untuk standard gambar bergerak pada media penyimanan seperti CD, dan belum digunakan pada dunia broadcasting. -
MPEG-2 pengembangan dari MPEG-1 dengan resolusi dan kualitas yang
lebih baik. Paket data yang lebih kecil dibandingkan MPEG-1 dengan error corection dan sistem multiplexing lebih baik. Merupakan standard untuk dunia pertelevisian (SDTV / Standard Definition TV dan HDTV / High Definition TV). Resolusi gambar untuk SDTV 720x576 dengan video data rate sampai 15 Mbit/s. MPEG-2 inilah yang dijadikan standard untuk transport stream pada DVB-T. -
MPEG-4 adalah standard yang digunakan untuk aplikasi multimedia
dengan komponen interaktif. Biasanya digunakan pada internet, aplikasi multimedia interaktif pada PC dan bagian kecil dari program siaran pada broadcast. -
MPEG-7 akan digunakan untuk Multimedia Home Platform (MHP)
merupakan standard untuk set top box modern. -
MPEG-21 akan digunakan untuk sistem broadcast via internet nantinya.
Masih dalam proses pengembangan.
24
Gb. 3.11. MPEG-2 Transport Stream
MPEG-2 Transport Stream adalah standard format encoding video, audio dan data yang digunakan dalam dunia broadcasting sebagai sinyal baseband digital. Standard Definition TV (SDTV) mempunyai total data rate sampai 270 Mbit/s. Untuk keperluan broadcast, data rate ini terlalu besar sehingga harus dilakukan proses video kompresi sampai 2-7 Mbit/s.
Gb. 3.12. Proses sinyal video sebelum dikompres menjadi format MPEG-2
25
Pada Gb. 3.12. tampak proses pengambilan gambar sebelum dilakukan kompresi ke format MPEG-2.
Gb. 3.13. Proses sinyal audio sebelum dikompres menjadi format MPEG-2
Untuk audio dengan sistem stereo akan menghasilkan data rate total 1,5 Mbit/s. Dan harus dikompres hingga 100 - 400 kbit/s. Semakin besar data rate yang akan ditransmisikan, akan semakin bagus juga kualitas gambar dan suaranya.
Gb. 3.14. Sinyal video dan audio yang sudah terkompres berupa MPEG-2
26
Keluaran dari MPEG-2 Multiplexer ini yang merupakan Transport Stream yaitu sinyal Video dan Audio yang sudah terkompres 2-7 Mbit/s. Semaik besar nilai Transport Stream maka akan semakin banyak / bagus kualitas paket data informasi yang bisa ditransmisikan.
27
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1
Setting Parameter Dan Hasil Pengukuran DVB-T KTDI Joglo Pengumpulan data berikut dilakukan oleh penulis pada saat pengerjaan
instalasi, maintenance dan test & commissioning DVB-T milik KTDI yang berada di Joglo Jakarta Barat pada bulan April - Mei 2009. Settingan terakhir adalah sebagai berikut :
Merk Pemancar
: Rohde & Schwarz
Tipe
: NV 7500V
Power
: 5 kW
Channel (Frekuensi) : 46 UHF ( 674 MHz ) Bandwidth
: 8 MHz
Jenis jaringan
: SFN (Single Frequency Network)
Mode
: 8k
Constellation
: 64QAM
Input TS
: Transport Stream ASI
FEC Code rate
: 3/4
Guard Interval
: 1/32
TS ASI data rate
: 3 Mbits/s VBR (variable bit rate sesuai isi program siaran tiap content-nya)
Jumlah isi siaran
: 6 (SCTV, ANTV, MetroTV, TVONE, TransTV, Trans7)
Test & commissioning dilakukan menggunakan alat ukur TV Analyzer merk Rohde & Schwarz tipe ETL. Test & commissioning pada perangkat pemancar DVB-T ini meliputi : 1. Kualitas transmisi:
- Harmonic emission - Spurious signal
2. Modulation analisis:
- Constellation diagram - MER
28
3. Channel analysis:
- Amplitude & phase - Amplitude & group delay
4. Spectrum :
- Shoulder attenuation
Hasil dari pengukuran sebagai berikut: 1. Kualitas Transmisi
Gb. 4.1. Hasil pengukuran harmonic emission
M1 adalah sinyal carrier dari pemancar ini di frekuensi 674 MHz dengan level 19.75 dBm. D2 adalah sinyal harmonic 1 pada frekuensi 1,348 GHz, tidak tampak sinyal emisi pada titik tersebut. Level yang terbaca -55.46 dB. D3 adalah sinyal harmonic 2 pada frekuensi 2,022 GHz. Tidak ada sinyal emisi. Level yang terbaca -53.1 dB.
29
Dari hasil pengukuran diatas, dinyatakan bahwa D2 (harmonisa 1) terbaca -55.46dB yang artinya berada di level absolut -19.75 – (-55.46) = -75.21 dBm. Hasil ini menandakan bahwa level tersebut masih normal dibawah -60dBm.
2. Modulation Analysis
Gb. 4.2. Constellation diagram 64QAM
Dari hasil pengukuran menggunakan alat ukur TV Analyzer, tampak constellation diagram pada pemancar DVB-T milik KTDI Joglo menunjukkan tidak ada kesalahan pada modulasi 64QAM. Karena semua titik yang tampak dalam keadaan fokus (tidak menyebar atau blur).
30
Gb. 4.3. Modulation Error Rate
Dari hasil pengukuran menggunakan alat ukur TV Analyzer, tampak Modulation Error Rate menunjukkan nilai 35.1 dB dimana ambang batas untuk MER yang normal adalah lebih besar dari 33 dB.
31
4.2
Analisa Perhitungan Isi Siaran Seperti yang sudah dibahas pada bab sebelumnya, didapat rumus
penghitungan lebar bandwidth yang bisa digunakan pada settingan diatas adalah : Rdes
= 3 Mbit/s
W
= 8 Mhz
D
= delay maximum => 100 µs
R
= FEC code rate => 3/4
Constellation = 64-QAM fo
= jarak antar subcarrier (subcarrier sparation)
Ns
= total subcarrier
ksubcarrier = jumlah informasi bit per subcarrier B
= total bandwidth yang dipakai
Digunakan guard time interval : T GUARD
=4xD = 4 x 100 µs = 400 µs
Didapat persamaan : T(symbol duration)
= 5 x TGUARD = 5 x 400 µs = 2000 µs
Jarak antar subcarrier (subcarrier sparation): fo
= 1 / ( T - TGUARD ) = 1 / (2000 – 400) = 625 Hz
Untuk mendapat data rate Rdes = 3 Mbit/s, simbol OFDM ditentukan oleh : k
= T x Rdes = 2000 x 3
32
= 6000 bit/s
Dengan constellation 64-QAM dan FEC code rate (R) = 3/4, jumlah informasi bit per subcarrier didapatkan : k subcarrier = R log2 64 = R ( log 64 / log 2 ) = 3/4 ( 6 ) = 4.5 bit / simbol / subcarrier
Total subcarrier didapat dari perhitungan : Ns
= k / k subcarrier = 6000 / 4.5 = 1333,333 subcarrier
Dengan subcarrier sparation fo = 625 Hz, didapat total lebar bandwidth : B
= fo x Ns = 625 x 1333,333 = 833333.125 Hz => 800 kHz
Hasil ini masih jauh dari lebar bandwidth yang digunakan : 800 kHz << W = 8 MHz bandwidth yang digunakan.
33
Berdasarkan tabel diatas dan settingan TS data rate pada pemancar DVB-KTDI Joglo didapat perhitungan banyaknya jumlah isi siaran sebagai berikut: Rdes
= Transport Stream data rate yang digunakan => 3Mbit/s
R
= FEC code rate => 3/4
Constellation = 64-QAM Guard interval = 1/32
X
= net_data_rate / Rdes = 27,14439 [Mbit/s] / 3 [Mbit/s] = 9,04813 => 9 isi siaran
Apabila menggunakan TS data rate, code rate dan guard interval yang sama, tetapi menggunakan modulasi 16QAM maka akan didapat perhitungan sebagai berikut :
X
= net_data_rate / Rdes = 18,09626 [Mbit/s] / 3 [Mbit/s] = 6,0320 => 6 isi siaran
Dari hasil analisa perhitungan diatas dan settingan FEC (3/4), Guard Interval (1/32) dan constellation (64QAM), maka Transport Stream data rate yang digunakan bisa dinaikkan nilainya agar mendapat kualitas siaran yang maksimal dengan perhitungan berikut : Rdes
= net_data_rate (berdasarkan tabel) / X = 27,14439 [Mbit/s] / 6 = 4,524065 Mbit/s
34
BAB V KESIMPULAN 5. Kesimpulan Hasil dari pengukuran parameter menggunakan alat ETL - TV Analyzer merk Rohde & Schwarz, pemancar DVB-T milik KTDI di Joglo menunjukkan level sinyal carrier pada frekuensi 674 MHz (Ch. 46 UHF) adalah -19,75 dBm. Harmonisa 1 pada frekuensi 1,348 GHz level sinyalnya -75,21 dBm, dimana batas normal sebuah sinyal harmonisa harus dibawah -60 dBm. Harmonisa 2 pada frekuensi 2,022 GHz level sinyalnya -73,66 dBm, masih dalam batas normal (dibawah -60 dBm). Untuk hasil pengukuran MER dengan modulasi 64QAM adalah 35.1 dB, dimana batas normal sebuah pengukuran MER harus diatas 33 dB.
Dengan menggunakan FEC 3/4, constellation 64QAM, Guard Interval 1/32 dan TS data rate 3 Mbit/s maka siaran yang bisa ditampilkan adalah 6 stasiun siaran dengan kualitas yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Digital Television : A Practical Guide for Engineers; Walter Fischer, Penerbit: Springer; Munchen, 2004. 2. Digital Television; Satellite, Cable, Terrestrial, IPTV, Mobile TV in the DVB Framework; Hervé Benoit, Penerbit : Elsevier; Paris, 2006. 3. Modulation for Digital Television, Gordon Drury, Garik Markarian, Keith Pickavance; Penerbit : Kluwer Academic Publisher; NewYork, 2002. 4. Digital Television Systems; Marcelo S. Alencar; Penerbit: Cambridge University Press; Cambridge, 2009. 5. Digital Transmission Engineering; John B. Anderson; Penerbit: A John Wiley & Sons, Inc; Canada 2005 6. Detection, Estimation, and Modulation Theory; Harry L. Van Trees; Penerbit: John Wiley & Sons, Inc. ; Canada, 2001. 7. Fundamental of Digital Communication; Upamanyu Madhow; Penerbit: Cambridge University Press; Cambridge, 2008. 8. Digital Television, Technology and Standards; John Arnold, Michael Frater and Mark Pickering; Penerbit: John Wiley & Sons, Inc. ; Canada, 2007 9. Situs internet: www.ktdi.tv
35