PERENCANAAN AWAL JARINGAN MULTI PEMANCAR TV DIGITAL BERBASIS PENGUKURAN PROPAGASI RADIO DARI PEMANCAR TUNGGAL Yanik Mardiana – 2207 100 609 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111 Email :
[email protected] Abstrak Semakin berkembang teknologi, maka kebutuhan akan frekuensi semakin meningkat, pelanggan menuntut kualitas, ragam dan jumlah program siaran televisi untuk meningkatkan kualitas hidup. Pemerintah telah mengadakan studi untuk melakukan migrasi dari siaran televisi analog ke digital. Peran perencanaan awal jaringan multi pemancar TV Digital, dapat mengaplikasikan migrasi tersebut di Indonesia. Sasaran Tugas Akhir ini adalah akan dilakukan perencanaan awal jaringan multi pemancar TV Digital berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan dibeberapa titik penting di Jakarta. Kemudian data dianalisa, setelah dianalisa dapat diketahui coverage area pada satu pemancar. Selanjutnya menurut standart DVB-T dengan menggunakan teknologi SFN (Single Frekuensi Network), maksimum jarak antar pemancar akan sangat bergantung dari penggunaan panjang guard interval dan signal delay pada saat dilakukan transmisi, untuk menentukan jarak pemancar sangat dibutuhkan informasi tentang topologi wilayah. I.
PENDAHULUAN
Pemerintah Indonesia telah mengadakan studi untuk melakukan migrasi siaran analog ke digital, menurut standart DVB-T dengan menggunakan teknologi SFN (Single Frekuency of Network), dimana stasiun TV yang sama dapat memasang sejumlah pemancar dengan frekuensi yang sama dan tersebar pada wilayah yang luas, sehingga dapat meningkatkan cakupan pelanggan tanpa memerlukan lebih dari satu
kanal frekuensi. Dengan teknologi SFN (Single Frekuensi Network) maksimum jarak antar pemancar sangat bergantung dari penggunaan panjang guard interval dan signal delay pada saat dilakukan transmisi. Untuk menentukan jarak pemancar sangat dibutuhkan informasi tentang topologi wilayah. II. METODE PENELITIAN A. Model Sistem Model yang diterapkan pada tugas akhir ini adalah penerapan sistem teknologi SFN (Single Frekuensi of Network) dengan menggunakan Digital Video Broadcasting - Terrestrial (DVB-T), dimana stasiun TV yang sama dapat memasang sejumlah pemancar dengan frekuensi yang sama dan tersebar pada wilayah layanan yang luas, sehingga dapat meningkatkan cakupan pelanggannya tanpa harus memerlukan lebih dari satu kanal frekuensi untuk dapat diaplikasikan [2]. Pada Gambar 1 menunjukkan diagram sistem SFN menggunakan DVB-T dengan aplikasi lebih dari satu pemancar. SFN (Single Frequency of Network) merupakan suatu single-transmitter sistem yang dimana maksimum jarak antar pemancarnya akan tergantung dari pengunaan panjang guard interval dan signal delay pada saat dilakukan transmisi, untuk dapat menentukan jarak antar pemancar sangat dibutuhkan informasi tentang topologi wilayah. Tabel 1 menunjukkan jarak pemancar dengan panjang Guard Interval dan panjang bandwidth frekuensi yang digunakan sebesar 8 Mhz [1].
Gambar 1 Diagram Sistem SFN dengan Aplikasi lebih dari satu pemancar [2] 1
Gambar 2 Desain perencanaan awal jaringan multi pemancar Tabel 1 Nilai jarak pemancar dengan panjang guard interval yang digunakan [1] Mode
2K 2K 2K 2K 8K 8K 8K 8K
Symbol Length ( µs ) 224 224 224 224 896 896 896 896
Guard Interval 1 4
1 8 1 16
1 32
1 4
1 8 1 16
1 32
Guard Interval ( µs ) 56 28 14 7 224 112 56 28
Transmitter distance (km) 16.8 8.4 4.2 2.1 67.1 33.6 16.8 8.4
separuhnya yaitu 16.8 Km [2]. Berdasarkan data pengukuran didapat nilai optimum antar pemancar digunakan pada tabel 1 dengan guard interval sebesar 56 µs didapat nilai (r) sebagai fungsi jarak sebesar 16.8 km. untuk pemancar jamak. Gambar 2 menunjukkan desain perencanaan awal jaringan multi pemancar dengan 4 pemancar dimana koordinat masing-masing pemancar, A (0,0), B ( r , r 3 ), C 2 2 r r ( − , 3) dan Pemancar D (-r,0) dengan pengguna 22 atau user sebanyak 56. Keterangan pada gambar 2 diatas : = Letak koordinat Pemancar A ( 0,0 )
Setelah didapat informasi tentang topologi wilayah, maka pada setiap pesawat TV akan menerima sinyal dari semua pemancar disekitarnya dengan waktu kedatangan yang berbeda-beda. Jika digunakan standar DVB-T dengan mode 2K dan guard interval 1/8, maka panjang guard interval adalah 28 mikrodetik. Dengan durasi ini sama dengan waktu kedatangan duplikat sinyal pada penerima untuk dapat dimanfaatkan oleh OFDM. Dengan kecepatan rambat gelombang radio pada atmosfir mendekati kecepatan cahaya, maka beda waktu rambat sebesar 28 mikrodetik tersebut setara dengan beda jarak tempuh sebesar 8,4 kilometer. Maka spasi inilah yang digunakan antara pemancar-pemancar jaringan frekuensi tunggal yang berdekatan untuk rasio guard interval 1/8. Rasio guard interval sebesar 1/4 akan memberikan spasi antar pemancar dua kali lebih besar, sebaliknya guard interval 1/16 maka akan menghasilkan spasi
= Letak koordinat Pemancar B ( r , r 3 ) 2 2 = Letak koordinat Pemancar C (- r , r 3 ) 2 2 = Letak koordinat Pemancar D (-r,0) = Letak 56 user = Letak sumbu x = Letak sumbu y Pada gambar 2 merupakan perencanaan awal jaringan multi pemancar dengan menggunakan 4 pemancar dengan jumlah pelanggan sebanyak 56 user. Dengan letak user pertama dibaca secara horizontal terletak paling 2
kanan dengan koordinat ( 4 r , r 3 ) sampai letak 10 10 titik user pada urutan ke 14 dengan koordinat ( − 9r , r 3 ) begitu seterusnya dalam
Pr( dBm ) = 10 log k − 10 n log d (2)
pembacaan koordinat pada user, untuk user yang selanjutnya selalu dimulai dari kanan dibaca secara horizontal sampai pada titik yang paling akhir yaitu user ke 56. Garis horizontal pada gambar yang berwarna merah menunjukkan letak sumbu x sedangkan garis vertikal pada gambar yang berwarna hijau menunjukkan letak sumbu y.
Dari persamaan (2) Pr adalah daya yang diterima (dalam dBm) dengan konstanta k dan pangkat n didapatkan dari jarak (d). Sedangkan pada persamaan (3) Pr adalah nilai hasil pemodelan yang didapat dari hasil analisa, Prpemodelan adalah analisa yang didapat pada persamaan (2), Ptpengukuran adalah Daya pancar yang digunakan pada saat pengukuran dengan nilai sebesar 44.47 (dBw), dan untuk Pt adalah nilai daya pancar yang digunakan untuk proses estimasi pada proses perencanaan awal jaringan multi pemancar dengan jumlah daya pancar yang bervariasi berbeda-beda.
10
Pr(dBw) = Pr pe mod elan − ( Ptpengukuran − Pt ) (3)
10
B. DVB-T Digital Video Broadcasting – Terrestrial ( DVB-T ) merupakan bagian dari konsorsium standar DVB yang diluncurkan di Eropa pada September 1998. DVB-T merupakan salah satu standar transmisi penyiaran televisi terestrial digital. Pada sebuah saluran DVB-T dapat memiliki bandwidth 8, 7 atau 6 MHz. Layanan DVB-T di frekuensi band IV/V (470862 MHz) pada kanal 34[1]. Sistem modulasi pada DVB-T menggunakan Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) yang memungkinkan penggunaan 1705 carriers (2k) atau 6817 carriers (8k). Keuntungan dari penggunaan sistem modulasi tersebut yaitu tahan terhadap pengaruh dari multipath propagasi radio. Data carrier dimodulasikan menggunakan Coded Orthogonal Frequency Division Multiplexing (COFDM) yang dapat dipilih QPSK atau QAM (16QAM, 64QAM) . C.
Distance Power Law Teknik Distance Power law merupakan suatu teori dan pengukuran yang berdasarkan model propagasi menunjukkan bahwa rata-rata daya sinyal yang diterima berkurang secara logaritmis terhadap jarak, di luar atau di dalam kanal radio. Seperti model yang telah digunakan dengan sangat luas di dalam literatur. Rata-rata rugi lintasan skala besar untuk suatu pemisahan T-R yang berubah-ubah dinyatakan sebagai fungsi jarak dengan penggunaan suatu eksponen rugi lintasan, n. d P L ( d ) ∞ d
0
n
,
(1) Dimana nilai n adalah eksponen rugi lintasan yang mengindikasikan adanya tingkatan rugi lintasan meningkat terhadap jarak. d0 adalah jarak referensi terdekat yang mana ditentukan dari pengukuran terdekat pada pemancar, dan d adalah Jarak pemisah T-R.
D.
Analisa Data Pengukuran DVB-T Analisa data pengukuran DVB-T yang diperoleh dengan menggunakan pemodelan Distance Power law dapat digunakan untuk menggambarkan pengaruh jarak (d (m)) terhadap daya terima (Pr (dBw)). Dengan menggunakan persamaan (6) serta melakukan analisa dengan software Matlab 7.5 dapat diketahui nilai daya terima pada masing-masing daerah topologi wilayah tersebut. Dari pemodelan Distance Power law maka secara otomatis dapat diketahui nilai konstanta, k serta eksponen rugi lintasan dari jarak tersebut, n. Dengan hasil pemodelan Distance Power Law didapat persamaan 2 segmen, persamaannya sebagai berikut : (4) y1 = 26 .3 − 24 .2 log( d )
y 2 = 25 .1 − 28 .4 log( d )
(5) Dari kedua persamaan diatas y1 dan y2 merupakan (Pr) daya yang diterima (dalam dBm) dengan menggunakan regresi linier distance power law, sedangkan nilai (d) dinyatakan dalam fungsi jarak (dalam m). Sedangkan persamaan pemodelan yang digunakan pada Tugas Akhir ini adalah persamaan pemodelan pada no (5), karena pada persamaan tersebut nilai redaman masih berada pada batas standar. E.
Nilai Minimum Daya terima Pada Threshold Nilai minimum daya terima pada threshold dapat mempengaruhi tingkatan cakupan coverage area pada pemancar, selama nilai representative C/N dapat dihitung atau berkisar pada range 2 dB - 26 dB. Pada range band I – V penerima dapat diset dengan nilai representative sebesar 7 dB pada semua bidang frekuensi, dengan begitu penerimaan minimum pada receiver tidak akan terikat pada frekuensi pemancar. 3
Namun dalam prakteknya penerimaan minimum daya peningkatannya selalu berhubungan dengan jumlah yang sama. Untuk dapat meningkatkan penerima diperlukan batasan nilai daya minimum pada area tersebut.. Tabel 2 menunjukkan nilai daya minimum pada (C/N) pada frekuensi band IV dan band V, seperti pada table 2 dibawah ini : Tabel 2
Minimum equivalent input single level to receiver
Frequency Band IV dan V Equivalent noise B (Hz) 7.6 x10 6 band width Receiver noise F (dB) 7 figure Receiver noise Pn -128.2 input power (dBW) RF signal/noise C/N 20 ratio (dB) Minimum Us Ps -108.2 receiver signal min input power (dBW) Minimum Us Ps 31 equivalent min receiver input (dBW) voltage 75 Ω Tabel 3
Modulation
QPSK
Code Rate
1 2
5 6
64-QAM
7 -128.2 26 -108.2
37
− 4
Threshold (C/N) utk BER 2 x 10 [6]
2 3 3 4
16-QAM
7.6 x10 6
7 1 2 3 5 7
8 2 3 4 6 8
1 2 2 3
3 4 5 6
7 8
Dengan menggunakan asumsi nilai pada tabel 3 yang menunjukkan nilai threshold pada pemodelan rayleigh channel (P1) pada modulasi 64-QAM, dengan kode rate 2/3 nilai BER yang didapat sebesar 20.3 (dB). Maka nilai tersebut dijadikan sebagai acuan untuk menentukan pendekatan nilai minimum threshold pada tabel 2. Dapat dilihat pada tabel 2 nilai BER yang mendekati nilai threshold pada frekuensi band IV yaitu sebesar 20 (dB), dengan batas minimum daya terima sebesar -108.2 (dBW). Dengan begitu jika penerimaan daya antar coverage area bila didapatkan nilai dibawah nilai threshold maka area tersebut tidak dapat tercakup dengan baik oleh pemancar, namun jika penerimaan daya antar coverage area diatas nilai threshold maka area tersebut dapat tercakup atau terlingkupi dengan baik oleh pemancar. Seperti pada gambar 3 dibawah ini dengan aplikasi pemancar tunggal pada pemancar A dengan daya pancar sebesar 1 kw.
Guard Interval Gaussian Channel (AWGN) 3.5 6.3
Ricean Chann el (F1) 4.1 6.1
Rayleigh Channel (P1) 5.9 9.6
5.3
7.2
12.4
7.3 7.9
8.5 9.2
15.6 17.5
9.3 11.4
9.8 12.1
11.8 15.3
12.6 13.8 14.4
13.4 14.8 15.7
18.1 21.3 23.6
13.8 16.7 18.2 19.4 20.2
14.3 17.3 18.9 20.4 21.3
16.4 20.3 23.0 26.2 28.6
Gambar 3 Grafik pemancar tunggal A dengan threshold Dapat dilihat berdasarkan berbedaan warna pada gambar 3 yang menunjukkan bahwa warna merah agak gelap merupakan gambaran daerah area yang tercakup, sedangkan warna biru merupakan gambaran daerah area yang tidak dapat tercakup oleh pemancar. F. Nilai Effisiensi Daya Terima Pada Pemancar Tunggal dan Multi Pemancar ( SFN ) Efisiensi daya merupakan suatu prosentase yang menunjukkan daya pada cakupan area pemancar, dari prosentase tersebut nantinya dapat dilihat bahwa peningkatan daya apabila menggunakan pemancar tunggal maupun dengan menggunakan multi pemancar (SFN) setelah nilai daya terima dibandingkan dengan daya minimum pada threshold. Tujuan dari adanya efisiensi daya adalah untuk mengetahui tingkatan daya pada semua coverage area dengan menggunakan multi pemancar dibandingkan dengan menggunakan pemancar tunggal.
4
Pada sistem Multi Pemancar (SFN), efisiensi daya dapat dinyatakan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : % Effisiensi = Dayayangte rcakup x100 % ∑ user III.
(6)
ANALISA HASIL SIMULASI
A. Analisa Grafik Pemancar Tunggal dengan daya 1
94(dBw) sampai dengan -112(dBw) sedangkan pada daya pancar 40 kw didapat nilai -00 (dBw) sampai dengan -106(dBw), terlihat dengan pemancar yang sama, akan tetapi variasi daya pancar yang gunakan berbeda-beda, akan mengalami peningkatan daya terima yang lebih besar dengan menggunakan daya pancar yang lebih besar. B. Analisa Grafik Pemancar Tunggal dengan menggunakan Threshold
kw, 4 kw, 10 kw dan 40 kw
Gambar 5 Grafik pemancar tunggal dengan menggunakan threshold dengan daya pancar 10 kw Pada gambar 3 diatas menunjukkan grafik pemancar tunggal A dengan daya pancar sebesar 1 kw dengan menggunakan threshold, dapat dilihat bahwa area yang dapat tercakup setengahnya yaitu 53.6% dibandingkan dengan daerah yang tidak tercakup, dapat dilihat dari perbedaan warna yang ditunjukkan. Sedangkan pada gambar 5 dengan daya pancar yang lebih besar maka daerah cakupan dapat bertambah menjadi lebih luas, daerah tersebut dapat tercakup semua pada daya 40 kw. C. Analisa grafik Multi Pemancar dengan Gambar 4
Grafik Pemancar Tunggal A pada daya pancar 10 kw dan 40 kw pada DVB-T sedangkan warna menunjukkan level daya terima pada masing-masing user
menggunakan Threshold
Pada gambar 4 diatas menunjukkan bahwa penerimaan daya terima pada pemancar tunggal dengan berbagai variasi daya pancar dari 1kw, 4kw, 10kw dan 40 kw dengan jarak pemancar sebesar 16.8 km. Dapat dilihat pada grafik tersebut penerimaan daya terima pada daya pancar 1kw didapat nilai daya terima dari range -104 (dBw) sampai dengan 122 (dBw), penerimaan daya pancar 4 kw didapat dari range -90(dBw) sampai dengan -166 (dBw), penerimaan daya pancar 10 kw didapat nilai 5
Gambar 6
Grafik Multi Pemancar pada daya pancar 1 kw dan 4 kw menggunakan threshold
Pada Gambar 6 diatas menunjukkan grafik multi pemancar pada daya 1 kw dan 4 kw,dapat dilihat dari grafik tersebut pada daya pancar 4 kw dengan menggunakan sistem SFN penerimaan daya terima meningkat hingga kesemua area, terlihat disini peningkatannya cukup signifikan dibandingkan dengan menggunakan pemancar tunggal saja. D.
2.
V. [1]
[2]
Nilai Effesiensi Daya Terima Pada Pemancar Tunggal dan Multi Pemancar (SFN)
Efisiensi daya merupakan suatu prosentase yang menunjukkan daya pada cakupan area pemancar dari tunggal pemancar maupun yang multi pemancar. Dari hasil grafik diatas dapat dilihat, bahwa penggunaan daya pancar yang lebih besar dapat berpengaruh pada daya terima pada masing-masing pemancar jika menggunakan pemancar tunggal saja. Sedangkan jika menggunakan Multi pemancar (SFN) dapat dilihat pada grafik, peningkatan effisiensinya jauh lebih effisien dapat dikatakan penerimaan daya terima dapat meningkat sampai 3x dibandingkan dengan menggunakan pemancar tunggal saja . IV.
PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil analisa, dan pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Pada system pemancar tunggal area dapat tercakup semua dengan menggunakan daya pancar sebesar 40 kw, sedangkan pada multi pemancar dengan area yang sama dapat tercakup semua hanya dengan daya sebesar 4 kw. 2. Dengan menggunakan teknologi SFN dengan jarak optimum antar pemancar sebesar 16.8 km, penerimaan daya terima dapat meningkat hingga 3 kali lipat, berdasarkan batas nilai threshold sebesar -108.2 (dBw) dengan daya pancar 4 kw, 10 kw dan 40 kw dapat mencakup area sekitar pemancar sebesar 100%. 3. Dengan berdasarkan hasil perhitungan dan analisa menggunakan teknologi SFN sebagai aplikasi untuk 4 pemancar memang lebih effsien. B. Saran Saran yang dapat disampaikan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik untuk penelitian selanjutnya adalah : 1. Untuk meningkatkan daya terima lebih baik maka jarak optimum bisa menggunakan jarak optimum < dari 16.8 km.
Topologi suatu wilayah mempengaruhi penerimaan daya terima pada masing-masing pemancar.
[3] [4]
[5]
[6]
[7] [8]
DAFTAR PUSTAKA H.Budiarto,B.H.Tjahjono, A.Rufiyanto, A.A.N.A.Kusuma, G. Hendrantoro, S. Dharmanto, “ Sistem TV Digital dan Prospeknya di Indonesia”, Multikom Indo Persada, 2007. G. Hendrantoro, Sistem TV Digital ( Bagian 1 dan 2 ) ” , dapat di akses http:// blog..its.ac.id/gamantyo. M. Andrers, “ Single Frequency Network in DVT “ Member, IEEE. L.Agnes, Z.Jens, “ Minimal Cost Coverage Planning For Single Frequency Networks “, Member, IEEE Recommendation ITU-R P.1546-4,”Method for point-to-area predictions for terrestrial services in the frequency range 30 MHz to 3000 MHz” (2001-2003-2005) ETSI TR 101 190 V1.3.1,”Digital Video Broadcasting (DVB) Implementation guidelines for DVB terrestrial service Transmission aspects” (2008-2010) Edisi kedua “Rappaport Wireless Communications Principles and Practice” ETSI TR 101 290 V1.2.1,” Digital Video Broadcasting (DVB) Measurement guidelines for DVB systems” (2001-05)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yanik Mardiana dilahirkan di Surabaya, 10 April 1985. Lulus dari SDMI YAPITA Surabaya. Penulis kemudian melanjutkan ke SLTA GIKI-3 Surabaya. Pada tahun 2003 melanjutkan ke SMU GIKI-3 Surabaya. Setelah menamatkan SMU, penulis melanjutkan studinya di Diploma Teknik Elektro Computer Kontrol Jurusan Teknik Elektro Intitut Teknologi Sepuluh November Surabaya pada tahun 2003. Dan pada tahun 2007 penulis kembali melanjutkan studinya di Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.
6
1