BAB II DASAR TEORI
2.1 Umum Komunikasi radio adalah komunikasi tanpa kabel yang memanfaatkan udara (ruang hampa/free space) sebagai media transmisi unuk perambatan gelombang radio ( yang bertindak sebagai gelombang pembawa informasi ). Sistem terdiri atas dua bagian pokok, yaitu pemancar (Tx) dan penerima (Rx). Pemancar terdiri atas modulator dan antena pemancar, sedangkan penerima terdiri atas demodulator dan antena penerima. Modulator berfungsi memodulasi informasi menjadi sinyal yang akan dipancarkan melalui antena pemancar. Antena merupakan suatu sarana atau piranti pengubah sinyal listrik (tegangan/arus) menjadi sinyal elektromagnetik (sebagai pemancar). Sinyal elektromagnetik inilah yang akan dipancarkan melalui udara atau ruang bebas (sehingga sampai ke penerima). Sinyal yang dipancarkan oleh antena pemancar akan ditangkap oleh antena penerima seperti pada Gambar 2.1[1].
Gambar 2.1 Prinsip komunikasi radio
16 Universitas Sumatera Utara
Dalam hal ini, antena merupakan suatu sarana atau piranti pengubah sinyal elektromagnetik menjadi sinyal listrik (tegangan/arus) (sebagai penerima). Demodulator pada bagian penerima akan men-demodulasi (yaitu proses balik dari modulasi) sinyal listrik menjadi sinyal informasi seperti aslinya. Agar antena dapat bekerja dengan efektif, maka dimensi antena harus merupakan kelipatan (orde) tertentu dari panjang gelombang radio yang digunakan. Gelombang radio adalah suatu gelombang elektromagnet yang terdiri dari garis-garis gaya medan listrik dan garis-garis gaya medan magnet yang merambat di ruang bebas dengan kecepatan sebesar kecepatan cahaya yaitu, C = 3.108 m/s. Gelombang radio merupakan bentuk radiasi elektromagnetik tak terlihat.
2.2 Spektrum Frekuensi Radio Rentang frekuensi yang ada harus diatur penggunaannya (disebut alokasi frekuensi) sedemikian rupa sehingga sistem-sistem radio yang ada tidak saling mengganggu. Bidang frekuensi yang digunakan untuk telekomunikasi menempati rentang dari 3 kHz hingga 3 THz (Tera = 1012). Dengan pengaturan alokasi frekuensi, maka setiap sistem yang menggunakan komunikasi radio akan memiliki rentang frekuensi kerja tersendiri yang berbeda dengan rentang frekuensi kerja sistem yang lain. Kenyataan ini juga akan meminimalkan resiko interferensi oleh karena penggunaan frekuensi yang sama oleh dua atau lebih sistem yang berlainan. Interferensi juga sering disebabkan oleh penggunaan filter yang kurang baik, sehingga terjadi kebocoran frekuensi. Pada Tabel 2.1 diperlihatkan salah satu contoh alokasi frekuensi untuk beberapa sistem radio.
17 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Frekuensi dan Panjang Gelombang Menurut ITU (International Telecommunication Union) Jangkauan
Bidang Frekuensi
3 – 30 KHz
VLF(Very Low Frequency)
30 – 300 KHz
LF (Low Frequency) LW (Long Wave)
300 – 3000 KHz
MF (Medium Frequency)
Penggunaan Maritim dan militer Aeronotika,
navigasi,
radio transoseanik Siaran AM
MW (Medium Wave) 3 – 30 MHz
HF (High Frequency)
Radio CB, radio amatir
SW (Short Wave) 30 – 300 MHz
VHF (Very High Frequency)
Radio
bergerak,
TV
VHF,
siaran
FM,
aeronotika 300 – 3000 MHz
UHF (Ultra High Frequency)
TV UHF, satelit, radio bergerak
3 – 30 GHz 30 – 300 GHz
SHF (Super High Frequency)
Rele radio gel. mikro
EHF (Extremely High Frequency) Radio dengan pemandu gelombang
Pengelompokan spektrum frekuensi pada Tabel 2.1 tersebut menunjukkan bahwa spektrum frekuensi merupakan sumber daya yang terbatas dan perlu pengelolaan yang seefisien mungkin untuk menghindari ketidak optimalan pemakaian spektrum frekuensi. Sumber daya yang terbatas ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan regulasi penggunaan spektrum frekuensi di negara18 Universitas Sumatera Utara
negara di dunia pada umumnya dikelola oleh badan tertentu yang dibentuk menurut kebijakan negara tersebut. Di Indonesia, badan pemerintah yang bertugas mengelola dan mengawasi penggunaan spektrum frekuensi radio adalah Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI). Disamping sebagai sumber daya yang terbatas, penggunaan frekuensi semakin meningkat seiring dengan semakin pesatnya perkembangan dunia telekomunikasi dengan berbagai perangkat dan teknologi yang digunakan. Peningkatan itu juga di dorong penggunaan sarana telekomunikasi yang semakin variatif dan intensitas yang semakin besar pula. Contoh yang paling nyata adalah perkembangan teknologi seluler yang semakin tinggi kebutuhannya di masyarakat yang demikian akan membutuhkan penggunaan frekuensi yang semakin tinggi pula. Demikian halnya di bidang teknologi penyiaran dan komunikasi lainnya[2].
2.3
Teknologi Cognitive Radio Dalam dunia telekomunikasi nirkabel (Wireless Communications) spektrum
frekuensi adalah hal yang mendapatkan perhatian penting, karena melalui spektrum inilah data bisa dikirimkan, semakin besar interval frekuensi didapatkan, semakin tinggi pula kecepatan data (data rate dalam bps) yang bisa diperoleh. Karena spektrum sangat penting dan merupakan sumber daya (resource) yang terbatas, penggunaannya harus dilakukan secara efisien dan se-maksimal mungkin. Dalam hal ini teknologi sistem Cognitive Radio menjadi alternatif solusi di masa yang akan datang. Sebuah sistem yang dinamis dan berpotensi untuk terus dikembangkan hingga mampu menjadi andalan dalam tingkat yang lebih praktis pada kebutuhan layanan telekomunikasi di masa depan.
19 Universitas Sumatera Utara
2.3.1
Pengertian Cognitive Radio Istilah Cognitive Radio pertama kali diperkenalkan oleh ilmuwan asal
swedia, Joseph Mitola III, yang mana Cognitive Radio disebut sebagai sistem radio yang dapat memahami konteks keberadaan dalam suatu lingkungan komunikasi, yang mampu mengatur parameternya secara optimal untuk melakukan proses komunikasi. Karena kemampuan performansi dalam akses spektrum tersebut, sehingga Cognitive Radio disebut dapat sebagai solusi untuk masalah keterbatasan spektrum frekuensi[4]. Cognitive Radio didefenisikan sebagai sebuah model pola teknologi komunikasi wireless dimana pengguna lain (secondary user) dapat bekerja pada kanal komunikasi milik pengguna utama (primary user) disaat tidak sedang aktif. Untuk meningkatkan efisiensi kerjanya secondary user berubah melalui parameterparameter transmisinya secara sendiri tanpa mengalami interferensi dengan primary user. Primery User (PU) merupakan pemilik spektrum utama (licensed user) yang ditugaskan pada saluran frekuensi tertentu. Sedangkan Secondary User (SU) merupakan pengguna yang tidak berijin (unlicensed user) yang dapat menggunakan spektrum frekuensi hanya ketika primery user sedang tidak menggunakan spektrum frekuensinya, dengan kata lain spektrumnya sedang kosong[3]. Pengertian ini menjadikan Cognitive Radio harus mampu untuk mendeteksi spektrum frekuensi radio secara baik untuk mencapai operasi jaringan secara optimal sesuai kebutuhannya. Sistem komunikasi saat ini yang menggunakan radio dapat berlaku adaptif di beberapa hal. Sebagai contoh teknologi komunikasi 3G memiliki kemampuan yang dinamis mengatur level daya pancarnya sesuai kondisi lingkungan, yang tidak mempengaruhi kualitas layanan. Sistem WiMAX dapat menyesuaikan karakteristik sinyal yang dikirimkan dalam stabilitas 20 Universitas Sumatera Utara
link dan throughput. Hal tersebut tidak terlihat secara nyata oleh user, padahal kenyataannya sistem komunikasi saat ini mampu berlaku adaftif dalam menjaga kestabilan konektivitas dalam berbagai kondisi. Pada sistem WiMAX, sifat adaftif tersebut diterapkan. Pada sistem komunikasi, modulasi merupakan proses pengalokasian data pada gelombang radio untuk ditransmisikan. Modulasi dengan skema berordo tinggi menawarkan data rate yang lebih tinggi, namun butuh kondisi sinyal yang baik agar optimal bekerja. Sedangkan, modulasi dengan skema berordo rendah menawarkan data rate yang lebih rendah, namun tidak terlalu membutuhkan kondisi optimal sinyal dalam bekerja. Sinyal diterima biasanya berkualitas didekat base station sehingga skema modulasi berordo tinggi dapat digunakan. Sedangkan untuk area disekitar batas jangkauan maksimum base station, level sinyal diterima dalam kondisi kurang baik sehingga sistem akan menggunakan modulasi skema ordo yang lebih rendah digunakan untuk menjaga kualitas konektivitas agar tetap stabil. Sistem Cognitive Radio memiliki sifat adaptif, bahkan lebih kompleks dari yang diterapkan saat ini. Dimana pada sistem ini, bahwa level adaftifitas yang lebih tinggi diaplikasikan ke berbagai parameter kerja seperti frekuensi kerja, level daya, skema modulasi, pola beam antena, penggunaan baterai, penggunaan prosesor, dll. Cognitive Radio memiliki empat jenis masukan (input), yaitu kondisi lingkungan, kondisi sistem itu sendiri, kebijakan regulasi yang berlaku, dan tuntutan telekomunikasi. Sistem ini harus mengenal posisi dan lingkungan area kerjanya. Keempat masukan itu adalah tolak ukur dari persiapan membangun sistem Cognitive Radio sehingga dalam penerapannya tidak akan menimbulkan permasalahan seperti interferensi karena ke tidak aturan dalam merancang sistem tersebut[4]. 21 Universitas Sumatera Utara
2.3.2
Konfigurasi Cognitive Radio Dalam melakukan konfigurasi sistim cognitive radio dilakukan pen-
settingan parameter pada sistim tersebut. Ada banyak pen-settingan yang bisa dilakukan, mulai dari frekuensi, lebar pita frekuensi (bandwidth), durasi sinyal, teknik modulasi, daya pancar (penggunaan baterei), dan sebagainya. Dalam melakukan pen-settingan ini perlu diperhatikan konsekuensinya, banyak konsekuensi positif ataupun negative. Pen-settingan sistim tergantung dari hardware dan software yang tersedia di piranti komunikasi, juga tergantung dari standard dan regulasi yang membawahi piranti tersebut. Visi dari sistim cognitive radio adalah tidak adanya hambatan yang membatasi kemungkinan dan kemampuan untuk melakukan konfigurasi, kecuali konsekuensi negative yang akan muncul. Dari hasil observasi dengan spektrum analyzer yang terintegrasi di dalam sistim, ditambah data-data lainnya, misalnya dari data base regulasi dan spesifikasi alat, dilakukan proses pengambilan keputusan, yang akan memicu proses pensettingan parameter pemancaran dan penerimaan untuk melakukan komunikasi secara kognitif. Adapun komponen pada piranti sistem cognitive radio ditunjukkan pada Gambar 2.2 [4].
Gambar 2.2 Komponen sistem cognitive radio
22 Universitas Sumatera Utara
2.3.2.1 Konfigurasi dari sudut pandang frekuensi Komponen penerima dari sistim cognitive radio yang dilengkapi oleh spectrum analyzer harus mampu untuk bisa mendeteksi wilayah spektrum yang kosong secara akurat, di mana dan seberapa lebar. Sistim cognitive radio ini kemudian menggunakan wilayah yang kosong tersebut untuk suatu waktu tertentu, sampai ia harus kembali meninggalkannya. Untuk melakukan proses di atas, sistim cognitive radio harus didukung oleh kemampuan software dan hardware yang memadai, bagian frekuensi radio (radio frequency/RF) yang berupa synthesizer, filter lolos tengah yang selektif bersama dengan bagian digital yang mempunyai kemampuan prosesor yang besar dan cepat mengupayakan pemanfaatan spectrum yang kosong ini dengan interferensi yang minimal seperti pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Pemanfaatan spectrum yang kosong oleh sistim cognitive radio[3].
2.3.2.2 Konfigurasi dari sudut pandang lokasi geografis Dalam beberapa kondisi, sangat mungkin spectrum yang bisa digunakan hanya berlaku untuk suatu wilayah atau sector arah tertentu. Ada tiga kasus menarik yang ditampilkan di gambar 2.4. Jika BTS sekunder menggunakan antena omnidireksional, bisa jadi, untuk mensuplai pengguna sekunder yang berada relative jauh dari BTS sekunder diperlukan daya yang besar, yang akan menimbulkan interferensi pada pengguna utama yang berada di pinggir wilayah
23 Universitas Sumatera Utara
penyuplaian. Kondisi seperti ini pasti akan dihindarkan oleh sistim cognitive radio Ada dua cara yang akan atau bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Gambar 2.4 (b) menunjukkan, dipergunakannya daya pancar yang lebih kecil dari kasus a), sehingga tidak akan terjadi interferensi di pengguna utama, tetapi ada pengguna sekunder yang akhirnya tidak bisa melakukan hubungan komunikasi, karena berada di luar jangkauan BTS sekunder. Gambar 2.4 (c) memberikan alternative yang sangat menarik, yaitu dengan dipergunakannya antena yang memiliki beamforming khusus, yang dirancang secara configurable untuk setiap kasus yang muncul, sehingga semua pengguna sekunder tetap mendapatkan kesempatan untuk melakukan komunikasi. Komponen utama pada kasus ini adalah antena array, yang bersifat adaptif . Antena adaptif, atau antena cerdas ini terdiri dari sekumpulan antena yang didukung oleh rangkaian elektronika dengan mikroprosesor.
Gambar 2.4 Penggunaan antena dengan beamforming khusus pada cognitive radio[3].
24 Universitas Sumatera Utara
2.3.2.3 Konfigurasi dari sudut pandang ketahanan sinyal Pada bagian sebelumnya, ditunjukkan konfigurasi frekuensi kerja, daya pancar dan bentuk pancaran antena dari sistim cognitive radio. Selain itu diharapkan juga sistim ini bisa mengubah bentuk modulasinya. Misalnya sistim orthogonal frequency division multiplexing (OFDM), bisa menjadi suatu pilihan utama, jika sistem komunikasi berada di lingkungan multipath. Jenis modulasi dan ordo pemodulasian juga menentukan resistensi dari sinyal tersebut terhadap derau. Modulasi ordo tinggi sangat mudah untuk diganggu derau, yang akan mengakibatkan bertambahnya bit error rate (BER). Penggunaan pengkodean saluran dengan coding rate yang rendah akan menaikkan resistensi sinyal dari gangguan, karena di dalam sinyal tersebut terdapat cukup parity yang bisa membantu piranti penerima dalam melakukan proses error detection and correction.
2.3.2.4 Konfigurasi dari segi kecepatan transfer data Konfigurasi sistem yang akan mengubah kecepatan transfer data telah diceritakan sebahagian pada bagian 2.3.3 Modulasi dan koding merupakan proses yang langsung bisa menaikkan atau menurunkan kecepatan transfer data. Terjadi kompromis (trade-off) antara kecepatan transfer data dengan rentanitas sinyal dari gangguan. Pada prakteknya, lebih sering data rate yang dikorbankan untuk mendapatkan sinyal yang lebih tahan dari gangguan dan kesalahan. Sistim multiple input multiple output (MIMO), yang diperkenalkan oleh Foschini di tahun 1996, memberikan usulan yang merupakan jalan keluar penting di akhir abad 20-an, untuk menaikkan data rate dari sebuah hubungan komunikasi tanpa membutuhkan spectrum frekuensi yang lebih besar. Pada sistim MIMO ini diperlukan antena yang 25 Universitas Sumatera Utara
dihubungkan dengan mikroprosessor tertentu, yang akan mengatur amplitude dan phasa dari pencatuan, sehingga bisa dihasilkan pembesaran data rate sesuai dengan jumlah antena yang digunakan. Sistem MIMO akan bekerja secara efisien, jika lingkungan tempat sistem ini berada, bersifat rich scattering, yaitu kondisi dengan banyaknya refleksi dan difraksi, sehingga memungkinkan sinyal satu dengan sinyal lainnya untuk mencapai penerima melalui jalur yang beraneka ragam[3].
2.4
Teknik Spectrum Sensing Salah satu komponen kunci utama pada sistem Cognitive Radio adalah
teknik spectrum sensing. Spectrum sensing didefinisikan sebagai pola penunjukan statistik data dari beberapa spektrum dan memilih keputusan yang relevan dalam menggunakan spektrum berdasarkan hasil pengukuran statistik data tersebut. Spectrum sensing memudahkan dalam mengelola spektrum. Dengan mengetahui bagian-bagian spektrum yang tidak terpakai, kita dapat mengelolanya untuk memaksimalkan penggunaan frekuensi yang ada, akses terhadap spektrum yang sudah terpakai dihindari untuk mencegah interferensi dengan pengguna utamanya (primary user). Ketika sistem radio dapat berubah sewaktu-waktu, diperlukan proses sensing secara periodik sehingga pengguna lain (secondary user) dapat memanfaatkan spektrum yang kosong saat tidak digunakan oleh pengguna utamanya (primary user). Spectrum sensing meningkatkan efisiensi yang mana dapat menambah throughput sistem yang sudah ada[5]. Teknik Spectrum sensing merupakan proses deteksi transmisi primary user (pemilik lisensi kanal tertentu) pada kanal band frekuensinya. Untuk hal itu, jika kanal tidak sedang digunakan maka akan ada kemungkinan untuk secondary user (pengguna lain bersifat Cognitive Radio) menggunakan kanal tersebut dalam jangka 26 Universitas Sumatera Utara
waktu tertentu. Hal ini sekaligus menghindari terjadinya interferensi antar pengguna komunikasi yang berbeda. Melalui teknik spectrum sensing diharapkan sistem mampu mengukur dan menyesuaikan sistem dengan karakteristik dan kemampuan spektrum yang ada serta mengetahui kemampuan sistem terhadap lingkungannya. Kondisi – kondisi tersebut juga dipengaruhi oleh waktu, letak geografi, metode pengkodeannya dan penggunaan spektrum frekuensi[5]. Pada teknik spectrum sensing berdasarkan deteksi primary transmitter, sistem cognitive radio memastikan kekuatan sinyal dari primary user. Pada metode ini, lokasi dari primary receivers tidak diketahui oleh sistem cognitive dimana tidak ada pensinyalan antara primary user dengan cognitive user. Model matematis teknik spectrum sensing dapat dijabarkan Persamaan 2.1
X(t) = n(t) ………… H0 X(t) = h*s(t) + n(t) ... H1
(2.1)
Jika X(t) adalah sinyal diterima oleh cognitive user, n(t) adalah AWGN noise, s(t) adalah primary user dan H1 adalah kehadiran primary user. Model sistem untuk teknik spectrum sensing berbasis deteksi transmitter, ditunjukkan pada blok diagram Gambar 2.5.
27 Universitas Sumatera Utara
Primary user 1 QPSK
RF MODULATION
SSB
Primary user 2 QPSK
RF MODULATION
SSB
∑ Primary user n QPSK
RF MODULATION
SSB
SENSING
CR USER 1
1. Energy Detection 2. Matched Filter Detection 3. Cyclostationary Feature Detection
CR USER 2
1. Energy Detection 2. Matched Filter Detection 3. Cyclostationary Feature Detection
Channel
Gambar 2.5 Model sistem sensing spektrum berbasis deteksi Transmitter[5]
Pada model ini, lingkungan radio telah dibentuk dimana terdapat ‘n’ jumlah primary user yang ditransmisikan pada band frekuensi yang berbeda-beda. Hal itu memiliki tujuan bahwa ada sejumlah primary user mengirimkan data (sinyal) pada lingkungan radio tersebut, dan cognitive user menerima informasi yang digunakan untuk menentukan keberadaan primary user pada lingkungan radio tersebut. Primary user dibangkitkan secara acak untuk mengirimkan sinyal-sinyal yang akan ditransmisikan pada kanal yang telah ditentukan. Sinyal dari primary user yang berbeda tidak identik satu sama lain. Selain primary receiver, cognitive user juga akan mendeteksi sinyal tersebut saat melakukan sensing pada kanal transmisi tersebut. Ada 3 (tiga) teknik umum pada spectrum sensing yaitu: cooperative detection, primary transmitter detection dan interference based detection. Teknik
28 Universitas Sumatera Utara
primary transmitter detection secara umum terdiri dari: energy detection, matched filter detection dan cyclostationery feature detection. Pada dasarnya, belakangan ini para peneliti banyak fokus terhadap spectrum sensing agar menghasilkan komunikasi yang interaktif dan efektif antara cognitive user dengan lingkungannya. Deteksi transmitter adalah salah satu topik utama dalam skema spektrum sensing, yang mana pada skema ini frekuensi dari primary user langsung ditentukan[6].
2.4.1
Energy Detection Teknik spektrum sensing menggunakan metode energy detection
merupakan metode yang cukup umum dimana ciri sistem ini tidak memerlukan terlebih dahulu sejumlah informasi tentang sinyal yang akan dideteksi. Oleh karena itu, teknik ini independen dari sinyal dan dapat digunakan untuk mendeteksi sinyal apapun. Dengan demikian, metode energy detection tidak dapat membedakan antar sinyal. Artinya, metode ini hanya akan membandingkan level daya sinyal tersebut dengan level threshold. Untuk menetapkan level threshold, energy detection memerlukan pemahaman akan parameter-parameter seperti besar noise pada kanal transmisi. Hasil perbandingan level daya sinyal tersebut digunakan untuk mengetahui kehadiran atau ketidakhadiran sinyal primary user[6]. Untuk menghitung energi sinyal, sinyal diterima terlebih dahulu disampling, kemudian diubah ke bentuk domain frekuensi dengan melakukan FFT sinyal yang dilanjutkan dengan menjumlahkan koefisien sinyal dan menghitung rata-ratanya. Pada penelitian ini deteksi energi menggunakan nR yang bervariasi. Kanal ini di atur dengan menggunakan nR yang bervariasi membuat detector harus dapat memiliki kemampuan mendeteksi menggunakan banyak antena penerima.
29 Universitas Sumatera Utara
Digunakan persamaan berdasarkan banyaknya antena penerima yang ditunjukkan pada persamaan 2.2: K
N
E xi (n)
2
(2.2)
i 1 n 1
K= Jumlah Antena N= Jumlah Sampel Metode deteksi energy ini memiliki kelemahan yaitu, detektor harus memiliki pengetahuan mengenai noise power. Pada dasarnya noise power yang tetap membuat detektor berfungsi dengan baik. Tetapi pada prakteknya noise power tidak selalu tetap atau mengalami perubahan (uncertain noise). Maka dari itu harus adanya metode lain yang tahan terhadap perubahan tersebut. Skema deteksi metode energy detection dalam domain frekuensi tersebut dijelaskan seperti Gambar 2.6 . X(t)
Test statistik ADC
FFT
Squarer
Average M bins N times
Gambar 2.6 Skema energy detector domain frekuensi
2.4.2
Matched Filter Detection Pada matched filter detection, filter linear digunakan untuk memaksimalkan
SNR. Deteksi dengan metode ini berguna hanya pada kasus dimana informasi tentang primary user diketahui oleh cognitive user. Pada cognitive radio matched filter dapat dijadikan sebagai salah satu metode sensing atau pendeteksi sinyal yang dikirim dari primary user. Prinsip kerjanya sangat mudah, sinyal input yang telah dibangkitkan dikonvolusi dengan respon impuls dari filter. Metode ini biasanya digunakan untuk mendeteksi sebuah sinyal deterministik. Setiap metode sensing
30 Universitas Sumatera Utara
memiliki ketetapan dalam menetukan kehadiran dan ketidakhadiran dari suatu primery user, dalam hal ini digunakan threshold atau batas ambang sebagai batasan penentu kehadirannya[7].
2.4.3
Cyclostationary Feature Detection Cyclostationary
Feature
Detection
atau
biasa
disebut
dengan
Cyclostationary Detection saja merupakan metode pendeteksi sinyal yang dikirim dari primary user dengan memanfaatkan sinyal yang diterima dari receiver. Metode
pendeteksi
menggunakan
cyclostationary
memanfaatkan
periodisitas dari sinyal yang diterima untuk mengidentifikasi keberadaan primary user. Periodisitas tersebut biasanya terdapat pada sinyal pembawa sinusoidal, spreading code, hopping sequence, atau pada cyclic prefix dari sinyal primary user. Metode Cyclostationery Feature Detection juga memerlukan informasi dari tipe sinyal yang akan dideteksi. Metode ini, membutuhkan informasi tentang tipe modulasi dari sinyal yang akan dideteksi. Dengan demikian, Cyclostationery Feature Detection merupakan metode yang optimal dalam mengisolasi noise dari sinyal user[8].
2.5
PSD ( Power Spectral Density ) Power Spectral Density (PSD) adalah metode yang banyak digunakan untuk
menganalisis hasil sinyal keluaran. Power Spectral Density menggambarkan bagaimana daya dari sebuah sinyal atau waktu yang ada didistribusikan terhadap frekuensi. PSD merupakan fungsi positif dari suatu frekuensi. Dimensi yang dimiliki dari PSD adalah daya per Hz, biasa disebut sebagai spektrum dari sinyal. Power Spectral Density (PSD) biasanya ditunjukkan untuk spektral yang kontinu. 31 Universitas Sumatera Utara
Pada sistem ini digunakan jenis PSD yaitu PSD Periodogram. Secara matematis PSD dapat dilihat pada Persamaan 2.3. 𝑆𝑋 (𝑖) =
|𝑥(𝑖)|2 𝑁
;0≤i≤N
(2.3)
Dari Persamaan 2.3 tersebut maka dapat diturunkan persamaan matematis untuk memperoleh nilai PSD pada Persamaan 2.4. 𝑃𝑥 =
1 𝑁
∑𝑁−1 𝑖=0 𝑆𝑥 (𝑖)
(2.4)
Dimana, Sx(i) = spesifikasi data dari setiap daya rata-rata x(i)
= data
N
= panjang signal atau data Px
2.5.1
= nilai PSD
PSD Blackman-Tukey PSD Blackman-Tukey adalah salah satu jenis PSD periodogram yang sangat
cocok digunakan pada fungsi korelasi dengan penyimpangan data yang cukup ekstrim, dimana penyimpangan data yang direkomendasikan adalah sekitar 30-40% dari total keseluruhan panjang data. Dimana persamaan PSD Blackman-Tukey ini ditunjukkan pada persamaan 2.5 [9]. ^
S BT (e jw )
L 1
^
w(m) r (m)e jwm
(2.5)
m ( L 1)
Dimana w(m) pada window dengan nilai 0 untuk |m|>L-1dan L << N. Persamaaannya akan ditunjukkan pada persamaan 2.6.
32 Universitas Sumatera Utara
^
S BT (e jw )
^
w(m) r (m)e jwm
m
1 S c (e ) * W (e ) 2 ^
jw
(2.6)
^
jw
S
c
jt
(e )W (e
j ( wt )
)dt
Dimana : ^
S BT
= PSD Blackman-Tukey
w(m)
= window yang digunakan untuk mendesign PSD Blackman-Tukey
2.5.2
PSD Welch Metode ini pertama sekali dikemukakan oleh Welch (1967). Isyarat
masukan dibagi menjadi segmen–segmen yang pendek dan perhitungan periodogram dilakukan berdasarkan perhitungan FFT, dengan demikian untuk mencari estimasi spektrum daya dapat dilakukan dengan perhitungan yang lebih efisien. Setiap segmen data dimodifikasi dengan mengalikan pada suatu fungsi jendela (window), sebelum dilakukan perhitungan periodogram. Selanjutnya periodogram yang telah dimodifikasi ini dirata-ratakan dan akan menghasilkan estimasi spektrum yang lebih baik. Persamaan matematis untuk metode ini dapat dilihat pada Persamaan 2.7[9]. xi(n) = x ( iD + n) w(n) ; 0 ≤ n ≤ N-1
(2.7)
Untuk metode Welch, PSD dihitung dengan mempertimbangkan nilai estimasi pada periodogram Blackman-Tukey, sehingga diperoleh Persamaan 2.8 𝑗𝑤 𝑠̂(𝑒 )= 𝑤
1 𝐾
̀ (𝑗𝑤) ∑𝐾−1 𝑝=0 𝑆𝐵𝑇 𝑒
(2.8)
Keterangan: n
= indeks segmen
K
= sampel periodogram
ŜBT
= spectral estimasi Blackman-Tukey 33 Universitas Sumatera Utara
ŝw
= spectral estimasi Welch
xi
= signal masing-masing segmen ditambah window
D
= panjang antar segmen
Untuk memperoleh sinyal keluarannya dengan MATLAB, maka langkah awal dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan objek estimatornya dengan persamaan fungsi: hw = spectrum.welch ({winname,winparameter}), dimana hw menyatakan jenis spektrumnya yaitu Welch, winnname menyatakan jenis window yang digunakan, dan winparameter menyatakan banyaknya parameter frekuensi yang dibangkitkan. Dan untuk menghasilkan estimasi sinyal yang sesungguhnya maka selanjutnya digunakan fungsi Hpsdw = psd (h, x, ‘Fs’,Fs), dimana Hpsdw adalah sinyal keluaran yang dihasilkan oleh PSD Welch.
2.6
Kebijakan Dan Perencanaan Spektrum Untuk Penyiaran Penggunaan spektrum frekuensi radio untuk keperluan penyiaran mengacu
pada definisi Broadcasting Services di Peraturan Radio (Radio Regulation) ITU. Broadcasting
services
menurut
ITU-R,
didefinisikan
sebagai
“aradio
communication service in which the transmissions are intended fordirect reception by the general public. This service may include soundtransmissions, television transmissions or other type of transmissions”. Definisi itu bila diterjemahkan menjadi: suatu servis komunikasi radio di mana transmisinya ditujukan untuk penerimaan langsung oleh masyarakat umum. Servis ini dapat mencakup transmisi suara, transmisi televisi atau jenis transmisi lainnya. Penyiaran adalah servis komunikasi satu arah dan memiliki sejarah panjang terhadap penggunaan spektrum frekuensi radio. Penyiaran digunakan untuk penyebaran program kebudayaan dan
34 Universitas Sumatera Utara
pendidikan, hiburan, informasi serta berita melalui gelombang udara. Penyiaran dalam banyak aspek mempengaruhi kehidupan masyarakat. Secara singkat, sistem penyiaran yang saat ini diadopsi Indonesia dikelompokkan berdasarkan jenis pita frekuensi terdiri dari[2] : 1. Penyiaran Terrestrial Nirkabel a. Pita Frekuensi LF/MF/HF 1.) Siaran radio AM, Analog b. Pita Frekuensi VHF 1.) VHF Band II: Siaran radio FM, Analog 2.) VHF Band III: Siaran TV VHF, Analog c. Pita Frekuensi UHF 1.) UHF Band IV dan V: Siaran TV UHF, Analog 2.) Penyiaran Terrestrial Kabel 3. Penyiaran Satelit a. S-band b. C-band c. Ku-band
35 Universitas Sumatera Utara