Komposisi Siaran TV dan Stasiun TV Deni Khanafiah*, Hokky Situngkir**
* Dept. of Computational Sociology Bandung Fe Institute mail:
[email protected] ** Dept. of Computational Sociology, Bandung Fe Institute/ Research Fellow in Surya Research International mail:
[email protected]
Abstrak Makalah ini menunjukkan bagaimana struktur atau pola tayangan televisi di Indonesia, dan kemungkinan dampak sosiologis yang ditimbulkannya. Kita menggunakan data acara dari 10 stasiun televisi swasta di Indonesia dari tanggal 4 september 2007 hingga 11 september 2007, dan kemudian merepresentasikan acara tersebut ke dalam data deret waktu berdasarkan jenis acaranya. Sekuen data deret waktu tersebut kemudian kita jajarkan dengan menggunakan metode penjajaran sekuen. dari hasil penjajaran tersebut kita mengkalkulasi jarak antara stasiun televisi, yang kemudian kita gunakan untuk mengkonstruksi diagram pohon media massa dengan menggunakan metode UPGMA Dari diagram pohon tersebut, kita menganalisis kedekatan dan pola pengelompokan yang terjadi dalam stasiun televisi berdasarkan acara yang ditampilkannya. Keyword: analisis media, kultur, psikologi, penjajaran sekuen, pohon evolusi, pengelompokkan.
1
1. Pendahuluan Televisi, radio dan media massa lainnya merupakan media penyampai informasi dan juga hiburan. Suatu produk kultur manusia yang juga mempengaruhi bagaimana kehidupan budaya masyarakat saat ini. Mereka memberikan definisi tentang bagaimana “wajah” lingkungan di sekitar kita, dan juga gambaran tentang bagaimana posisi kita di tengah lingkungan tersebut, yang disampaikannya melalui media suara, gambar, dan tulisan (Grispurd, 1999). Kajian mengenai pengaruh media massa, merupakan kajian yang banyak dikaji dalam psikologi (Giles, 2003) dan juga sosiologi kontemporer (Grispurd, 1999). Media massa modern, seperti televisi, radio, hingga internet, pada dasarnya bisa mempengaruhi sistem kognitif seorang individu, dan menimbulkan fenomena psikologis tertentu, baik perasaan, kebiasaan, perilaku, emosi, perasaan terhadap identitas kolektif tertentu, dan lain‐lain. Hal ini tentunya akan berpengaruh pula pada pola hubungan dan interaksi antar individu, hingga pada akhirnya meembrojolkan budaya tertentu di masyarakat. Dalam bidang sosiologis, kajian tentang bagaimana pengaruh media massa dan film, terhadap individu dan juga kehidupan sosial masyarakat, berkembang sangat pesat terutama ketika terjadi “kepanikan media” dengan adanya booming di indutri per‐film‐an di era 50an. Hingga saat ini, kajian mengenai bagaimana pengaruh media massa dan juga film dalam membentuk kehidupan sosio‐kultural masyarakat masih terus dilakukan, seiring dengan berkembangnya teknologi dari media massa itu sendiri. Televisi merupakan salah satu jenis media massa yang bisa kita anggap mewakili media massa modern lainnya saat ini. Ia merupakan salah satu media yang memberikan informasi yang paling lengkap, meliputi: suara, gambar dan juga tulisan. Televisi juga merupakan media massa yang mudah dimiliki oleh setiap rumah atau individu. Industri televisi swasta yang marak di Indonesia saat ini, khususnya semenjak keruntuhan rezim Orde Baru, telah menandai era keterbukaan informasi di negeri ini. Namun di sisi lain, dengan maraknya industri tersebut dan bervariasinya jenis tayangan yang ditampilkan, mau tak mau kita dihadapkan pada perubahan kondisi sosio‐kultural masyarakat Indonesia saat ini. Televisi bagaimanapun telah menghadirkan berbagai realitas di ruang‐ruang pribadi publik. Analisis mengenai media massa, khususnya televisi, merupakan salah satu analisis yang cukup penting untuk dilakukan, terutama untuk mengetahui gambaran mengenai struktur dan pola informasi yang disuguhkan, serta bagaimana dampaknya bagi kondisi sosio‐kultural masyarakat. Tentu harus disadari bahwa televisi dengan program‐program acara yang ditawarkannya tidak hanya akan menggambarkan suatu realita tertentu, tetapi juga 2
standardisasi mengenai bagaimana kehidupan yang ideal, cara pandang tertentu dan juga ide tertentu. Televisi menjadi tidak hanya penyampai informasi dan hiburan, tapi lebih jauh merupakan media pengkonstruksi opini, ide wacana hingga gaya hidup. Dalam sudut pandang memetika, televisi merupakan bisa dianggap sebagai mesin replikator meme massal yang cukup dominan dalam membrojolkan pola kultural tertentu, yang memberikan andil dalam budaya konsumsi dan berbagai kenyataan hidup lainnya. Ia merupakan media diseminasi budaya dan sifat‐sifat kultural tertentu di masyarakat. Dalam makalah ini kita melakukan kajian mengenai media massa saat ini, khususnya televisi, terutama guna memberikan gambaran mengenai pola informasi yang disampaikan oleh media massa, melalui komposisi acara, pemberitaan dan hiburan yang ditayangkannya. Dalam analisis yang dilakukan kita menggunakan data berupa urutan acara durasi dari masing‐masing acara dari 10 stasiun televisi swasta di Indonesia selama seminggu. Kita merepresentasikan program setiap stasiun televisi sebagai sebuah sekuen data deret waktu. Kita meminjam model penjajaran sekuen dan analisis pohon evolusioner, yang berkembang di bidang biologi, untuk melihat bagaimana pola pengelompokan yang terjadi pada stasiun televisi di Indonesia, berdasarkan kemiripan program‐program yang ditayangkannya. 2. Struktur Tayangan Televisi Indonesia Era reformasi, merupakan era keterbukaan informasi. Hal ini diiringi juga dengan maraknya industri media massa, termasuk televisi. Hingga saat ini, Indonesia telah memiliki 10 stasiun televisi swasta, yang menawarkan program tayang yang berbeda‐beda, mulai dari berita, sinetron, film, hingga informasi seputaran hobi tertentu. Dengan menggunakan data acara harian dan deskripsi dari acara tersebut dari tanggal 4 september 2007 hingga 11 september 2007, dari berbagai sumber∗, kita mencoba melakukan analisis terhadap media, berupa pola tayangan dan dampak yang mungkin ditumbulkan dari tayangan tersebut terhadap masyarakat. Untuk mempermudah analisis kita mengklasifikasikan acara yang ditayangkan oleh setiap stasiun tersebut, dengan klasifikasi jenis siaran sebagai berikut: ∗
harian umum Kompas, dan sumber informasi dari internet, meliputi : www.sctv.co.id; www.lativi.com; www.an.tv; www.tpi.tv; www.indosiar.com; www.metrotvnews.com; www.rcti.tv; www.trans7.co.id; www.transtv.co.id; www.global.tv www.republika.co.id 3
1. Siaran analisis dan diskusi Acara diskusi dan analisis terdiri dari acara yang menampilkan informasi sosial ekonomi budaya politik dan hukum yang melibatkan beberapa orang atau tokoh yang bertukar pikiran, atau informasi disampaikan sebagai hasil analisis (opini) dari sebuah permasalahan atau kejadian. 2. Berita Acara berita terdiri dari acara yang menampilkan berbagai kejadian sosial ekonomi politik, budaya, hukum, dan olahraga. Siaran ini ditandai dengan keberadaan penayangan si pembaca berita, wartawan atau juru kamera yang menyampaikan dari tempat kejadian, berita disajikan secara berurutan dalam durasi tertentu. 3. Dokumenter Acara dokumenter menyajikan informasi dalam bentuk sinematografi yang menggambarkan kisah yang nyata dan terkadang melibatkan tokoh nyata, kejadian nyata, dan tempat yang nyata. 4. Acara anak Acara anak menyajikan informasi seputar dunia anak, musik, pendidikan, atau sinema yang dibuat khusus untuk anak‐anak. 5. Infotainment Acara infotainment berisi informasi tentang gosip‐gosip seputar kehidupan selebritis termasuk di dalamnya acara reality show dan talk show yang dibawakan oleh para artis. 6. Film Acara film terdiri dari tayangan sinema yang melibatkan akting/penokohan di dalamnya dan bukan buatan indonesia atau tayangan sinema buatan Indonesia yang pernah tampil di bioskop. 7. Sinetron Acara sinetron terdiri dari tayangan sinematografi buatan indonesia yang melibatkan akting/penokohan yang khusus dibuat untuk penayangan di layar kaca. Termasuk di dalamnya adalah acara komedi situasi. 8. Acara lain‐lain Acara yang tidak terklasifikasikan sebagai salah satu dari acara di atas dekelompokkan dalam acara lain‐lain Jadwal acara kemudian diubah menjadi data deret waktu dengan kode acara seperti klasifikasi di atas. Data deret waktu acara per 15 menit per stasiun televisi dibuat dari hari selasa 5 september 2007 jam 00.15 WIB sampai dengan hari senin 11 september 2007 jam 00.00 WIB. 4
Sinetron
Film
Infotainment
Acara anak
Dokumenter
Berita
Analisis
-3
-2
-1
1
2
3
4
Gambar 1 Kategorisasi acara ke dalam level nonfiksi‐informatif dan fiksi‐ hiburan
Guna mempermudah kita melihat pola informasi yang disampaikan oleh seluruh stasiun televisi. Kita mengklasifikasikan ulang setiap acara yang ditayangkan ke dalam level pengukuran tertentu, yaitu dari yang paling informatif dan nonfiksi hingga paling menghibur dan fiksi (gambar 1). Data deret waktu dari acara setiap stasiun TV yang diklasifikasi menurut kategorisasi tersebut dapat kita lihat pada gambar 2. Gambar 2 Deret waktu penayangan acara 10 stasiun televisi swasta di Indonesia berdasarkan level nonfiksi‐informatif dan fiksi‐hiburannya Dari grafik data deret waktu pada gambar 2, kita bisa melihat bagaimana frekuensi tayangan yang berbeda untuk masing‐masing stasiun televisi. Dari jenis acara televisi tertentu yang disuguhkan dan frekuensi dari tayangan tersebut tentunya kita bisa memberikan pengukuran tertentu mengenai efek yang ditimbulkannya di masyarakat. Dominasi acara hiburan‐fiksi berupa sinetron, film dan infotainment merupakan pola yang bisa kita amati dari grafik tersebut. Jenis acara tersebut senantiasa hadir dan ditayangkan dalam setiap waktunya oleh stasiun yang berbeda, silih berganti, sehingga bisa kita pastikan bahwa hampir dalam setiap waktunya, kita bisa mendapati acara tersebut ditayangkan di televisi. 5
Disadari atau tidak, acara sinetron, film dan infotainment menggambarkan suatu realita tertentu, yang tentunya akan berdampak pada bagaimana cara pandang atau perspektif konsumennya dalam memandang realita yang terjadi di sekitarnya. Yang tentunya perlu kita perhatikan adalah bagaimana efek yang terjadi ketika konten atau isi dari jenis penayangan tersebut didominasi oleh penggambaran realita masyarakat yang jauh dari kenyataan yang sesungguhnya, seperti gaya hidup mewah dan pola‐pola konsumeristik, kekerasan, dan lain sebagainya. Gambar 3 Rata‐rata lama tayangan sinetron per hari sinetron di televisi (dalam menit) Hal yang menarik lainnya yang bisa kita amati adalah bagaimana komposisi dari masing‐masing stasiun televisi terhadap jenis acara sinetron. Seperti yang telihat pada gambar 3, terdapat total 3186 menit atau sekitar 53 jam tayangan sinetron di televisi kita rata‐rata per hari. Dalam hal stasiun televisinya, SCTV, RCTI, INDOSIAR, dan TPI merupakan empat stasiun yang secara dominan menayangkan sinetron sepanjang hari. Hal ini cukup menarik jika kita kontraskan dengan jenis acara berita dan analisis (gambar 6), di mana tayangan berita dan dokumenter yang semestinya lebih informatif bagi penonton cenderung sangat sedikit. Pengecualian tentu adalah stasiun MetroTV yang memang mengkhususkan diri sebagai televisi berita. Dari sisi sejarah, sinetron (sinema elektronika) merupakan sebuah solusi ketika perfilman Indonesia mandeg pada kisaran 1980‐an. Jenis siaran ini lahir ketika adanya regulasi bahwa siaran televisi minimal harus 80% program produksi lokal dengan tujuan agar tayangan layar kaca lebih menggambakan kondisi sosial dan budaya nasional dan menghempang sedikit banyak pengaruh 6
dari siaran ulang berbagai acara televisi asing di tanah air. Namun hal ini menjadi sebuah permasalahan pelik ketika sinetron justru menampilkan berbagai hal yang justru “asing” bagi masyarakat Indonesia. Analisis tematik terhadap sinetron yang dilakukan oleh Wahyudi (2005) terhadap berbagai tayangan sinetron Indonesia menunjukkan bahwa tema‐tema yang dominan justru adalah tema‐tema melodramatik seperti pengkhianatan, cinta segitiga, kejahatan ibu tiri, keretakan rumah tangga dan hal‐hal yang identik balas dendam ditambah dengan latar belakang kehidupan glamor dan mewah yang tentu saja “asing” bagi kebanyakan masyarakat Indonesia yang komposisi penduduknya menunjukkan 60 juta penduduknya berada di bawah garis kemiskinan (2005). Gambar 4 Rata‐rata lama tayangan sinetron dan gosip artis dan selebritis per hari di televisi (dalam jam) Berbagai kritikus film dan hiburan audio‐visual mengungkapkan adanya kecenderungan keinginan kalangan borjuis film (produsen film) untuk menampilkan apa yang tidak biasa dimiliki oleh masyarakat luas. Ia 7
menciptakan kepuasan semu (pseudo‐satisfaction) dalam bentuk seksualitas, politik, emosional, ekonomi, bahkan metafisika yang kesemuanya melegitimasi alienasi (pengasingan) yang dilakukan oleh kapitalisme. Lebih jauh, penonton akan mendelegasikan kekuatannya untuk melakukan perubahan masyarakat ke dalam karakter yang disajikan tontonan tersebut. Ini merupakan pompa masyarakat sehingga permisif dan hidup dalam dunia imajiner dan melupakan realitas yang dihadapinya sendiri (Rodowick, 1994). Tampilan dalam sinetron kebanyakan saat ini dikritisi memberikan proses pengasingan diri anggota masyarakat dari realitas, dan energi yang seharusnya dapat tersalurkan dalam sikap kritis terhadap permasalahan sendiri dalam lingkungan sosial sendiri tersedot dalam dunia imaji yang terdelegasi ke arah sikap kritis atas tampilan karakterisasi yang ditunjukkan oleh tontonan. Apa yang tidak mungkin dalam kehidupan, adalah mungkin dalam sinematografi, dan apa yang kita lihat di layar kaca menjadi seolah mungkin terjadi dalam hidup sehari‐hari. (a) (b) Gambar 5 (a). Fraksi jam tayang acara sinetron dan infotainment dari 10 stasiun televisi di Indonesia. 8 (b). Fraksi jam tayang acara berita dan analisis dari 10 stasiun televisi di Indonesia
Lebih jauh lagi, jika kita anggap konstruksi realitas dalam ruang pribadi anggota masyarakat ini termasuk pula acara infotainment yang seperti sinetron tak jarang menampilkan realita hidup glamor dan mewah, maka dari gambar 4 kita melihat bahwa terdapat lebih dari total 86 jam setiap hari. Ketimpangan jenis tayangan informasi dan sinetron dan infortainment terlihat pada grafik di gambar 5(a) dan 5(b). Pada gambar 5(a), terdapat 5 stasiun televisi yang begitu dominan dalam penayangan jenis acara sinetron dan infotainment dengan fraksi jam tayang terhadap keseluruhan jam siaran hampir setengahnya. Hal ini berbeda dengan jenis acara diskusi dan analisis, di mana fraksi jam tayang yang dimiliki oleh stasiun TV tidaklah semerata tayangan jenis sinetron dan infotainment, dengan fraksi yang secara keseluruhan sangatlah kecil jika dibandingkan dengan acara jenis sinetron dan infotainment. Dari sini kita bisa melihat bagaimana dominasi jenis acara sinetron dan infotainment ditayangkan di televisi Indonesia. Gambar 6 Rata‐rata lama tayangan siaran yang dikategorikan informatif per hari di televisi (dalam jam) 9
3. Pengelompokan Media Televisi di Indonesia dengan Metode Penjajaran Sekuen Data deret waktu dari program‐program televisi tertentu, pada dasarnya bisa kita lihat sebagai untai atau sekuen dengan pola tertentu. Secara umum, untai atau sekuen tersebut bisa kita gunakan untuk melihat bagaimana suatu stasiun yang satu mempunyai kedekatan dengan stasiun yang lainnya. Biasanya kebanyakan orang mengaitkan hal tersebut sebagai segmentasi pasar atau pemirsa. Tentunya secara sekilas kita bisa memahami bahwa “jarak” antara satu stasiun akan sangat besar tatkala program yang ditampilkannya begitu berbeda satu sama lain. Namun, untuk mengukur sejauh mana sekumpulan stasiun TV berbeda dengan yang lainnya, kita memerlukan perangkat kuantitatif sebagai landasan yang bisa kita gunakan untuk mengukur kedekatan tersebut, sehingga kita tidak sekadar berdasarkan aprori semata dalam menentukan kemiripan dan segmentasi dari stasiun televisi. Oleh karena itu, di sini kita menggunakan metode penjajaran sekuen (sequence alignment method) – yang umum digunakan dalam biomolekular untuk melihat kemiripan untai‐untai gen atau asam amino dari spesies yang berbeda – untuk mengukur kedekatan stasiun TV berdasarkan data sekuen acara yang telah kita konstruksi sebelumnya. Metode Penjajaran Sekuen Ketika kita mengkomparasi dua buah sekuen, maka tentunya akan banyak cara yang bisa kita lakukan untuk melihat seberapa jauh “jarak” sekuen tersebut, salah satunya adalah dengan melihat kesamaan atau similaritasnya. Salah satu metode yang bisa kita gunakan adalah metode penjajaran sekuen atau sequence aligment. Suatu metode yang umumnya digunakan oleh ilmuwan biologi dan biomolekular untuk melihat bagaimana hubungan secara evolusi dari suatu spesies dengan spesies lainnya berdasarkan sekuen molekular tertentu, baik itu asam amino maupun asam nukleatnya (Waterman. 1995). Metode penjajaran pada dasarnya berupaya menemukan suatu cara tertentu yang memberikan jarak paling pendek (kesamaan paling tinggi) diantara dua sekuen yang dibandingkan, dimana satu sekuen bisa berbeda dengan sekuen lain, karena adanya substitusi atau delesi/insersi. Sebagai contoh andaikan kita mempunyai 2 buah sekuen huruf, sekuen 1 adalah UDCPDUCD dan sekuen 2 adalah UDSCPCD. Dua buah sekuen ini akan bisa kita jajarkan dengan banyak kemungkinan. Salah satu contohnya terlihat pada gambar 7, di mana pada penjajaran ke‐1, sekuen 2 bisa kita lihat sebagai delesi dari sekuen 1 di posisi huruf ke‐7 (yaitu C), sementara pada penjajaran ke‐2, sekuen 2 adalah insersi atau penyisipin huruf S di posisi huruf ke‐3 dan delesi huruf UD diposisi ke‐7 dan ke‐8 sekuen 1. Penjajaran ke‐1 menghasilkan 3 huruf yang sama
10
(berwarna merah), sementara penjajaran ke‐2 menghasilkan 5 huruf yang sama (berwarna merah). Lalu manakah penjajaran yang paling optimal? UD-CPDUCD UDCPDUCD UDSCPC--D UDSCPC-D penjajaran penjajaran ke-1 ke-2 Gambar 7 Penjajaran yang mungkin untuk dua buah sekuen huruf Untuk menentukan penjajaran paling optimal, kita tentu akan kesulitan ketika kita berhadapan dengan sekuen yang cukup panjang. Untuk menentukan penjajaran paling optimal tentunya hanya bisa dilakukan secara komputasi. Secara komputasional, metode ini umumnya terbagi menjadi dua, yaitu secara heuristik dan program dinamik. Salah satu metode kita gunakan di sini adalah metode pemograman dinamik. Kita menggunakan algoritma penjajaran dengan menggunakan matriks jarak dari S. B. Needleman and C. D. Wunsch (1970), sebagai berikut: Untuk dua buah sekuen a = a1a2 ...am and b = b1b2 ...bn , pada dasarnya, setiap sekuen kita bisa terjajarkan dalam 3 cara: ⎛ am ⎞ ⎛ am ⎞ ⎛− ⎞ ⎜ ⎟ , ⎜ ⎟ , or ⎜ ⎟ ⎝ − ⎠ ⎝ bn ⎠ ⎝ bn ⎠ Sehingga penjajaran a dan b bisa kita lakukan mulai dari kondisi dimana a dan b sama sekali tidak cocok (match) satu sama lain: a1a2 ...am − − − − − − .... − b1b2 ....bn Hingga kondisi:
...am ...am ... − ... −
... bn ...bn
Dalam program dinamik, proses penjajaran dilakukan dengan menyusun matriks jarak global (M) atau matriks similaritas berukuran (m+1) X (n+1), dengan terlebih dahulu memberikan skor atau nilai tertentu pada setiap kemungkinan penjajaran. Skor untuk kondisi match s (a, b) , dimana am = bn
11
diberikan prioritas tertinggi, dengan memberikan nilai lebih besar dibanding delesi/insersi ((am , −), (−, bn )) atau substitusi. Setelah itu, nilai matriks jarak global dikalkukasi dari mulai baris 0, kolom 0, dengan proses maju sebagai berikut: M[0,0] = M[0,j] = M[i,0] = 0 M[i,j] = max { M[i,j‐1] + skor Insersi (b[j]), M[i‐1,j‐1] + skor Substitusi (b[i], b[j]), M[i‐1,j] + skor Delesi(a[i])} Proses ini bisa kita ilustrasikan seperti pada gambar 8, di mana skor match adalah m ementara skor delesi/substitusi adalah –d. Proses untuk mendapatkan hasil penjajaran kemudian dilakukan dengan men‐trace back matriks tersebut dari mulai M (i, j ) hingga M (0, 0) untuk mencari tahu dari mana asal nilai dari kolom tersebut. Dalam setiap tahapnya, kita bergerak ke arah belakang dari M (i, j ) ke kolom yang tetangga yang mungkin M (i − 1, j − 1), M (i − 1, j ) atau M (i, j − 1) , sehingga didapat skor yang paling besar. Pada saat yang sama kita melakukan penjajaran dari arah depan, ai dan b j ketika langkahnya adalah M (i − 1, j − 1) , ai dan ‘‐‘ ketika langkahnya adalah
M (i − 1, j ) serta b j dan ‘‐‘ ketika M (i, j − 1) . Ilustrasi sederhananya dari proses ini dapat kita lihat pada gambar 9. Gambar 8 Langkah yang mungkin untuk pemberian nilai matriks jarak dalam proses penjajaran. Langkah yang diambil ditentukan dari nilai yang paling besar Saat ini, penjajaran tidak hanya dapat dilakukan untuk dua pasang sekuen. Metode penjajaran dapat dilakukan juga untuk menjajarkan lebih dari dua pasang sekuen secara simultan. Metode ini dikenal sebagai penjajaran multipel (multiple alignment). Tujuannya hampir serupa dengan penjajajaran dua pasang, yaitu mencari kesamaan yang paling tinggi untuk semua untai sekuen. 12
Namun di sini ditambahkan tujuan baru, yaitu mutasi atau perubahan yang terjadi untuk keseluruhan sekuen harus seminimal mungkin. Beberapa algoritma dan program telah dikembangkan dan bisa digunakan untuk tujuan tersebut, salah satunya adalah penjajaran progresif yang dikembangkan oleh Feng and Doolittle (1987) yang kemudian menjadi dasar bagi penyusunan program penjajaran multipel seperti CLUSTALW (Thompson, et al, 1994). Secara umum tahapan dari metode ini dilakukan sebagai berikut: Tahapan pertama adalah mengkomputasi penjajaran pasangan sekuen yang mungkin, sehingga didapat nilai jarak atau similaritas dari masing‐masing sekuen. Dari matriks jarak ini kemudian di buat pohon sementara yang menggambarkan pasangan untai yang paling berhubungan. Pohon tersebut dijadikan semacam patokan untuk menentukan prioritas pasangan mana yang akan dijajarkan. Hasil penjajaran masing‐masing pasangan akan dianggap sebagai satu untai baru, dan kemudian dijajarkan kembali dengan hasil penjajaran pasangan lainnya dengan menggunakan algoritma program dinamik yang sama seperti penjajaran dua buah sekuen seperti yang telah dijabarkan di atas. Demikian seterusnya hingga didapat penjajaran secara keseluruhan yang memberikan kesamaan paling tinggi, namun dengan meminimaliasi perubahan yang mungkin terjadi di setiap sekuen. Untuk lebih jelasnya, bagan algoritma ini dapat dilihat pada bagan di gambar 10. Gambar 9 Proses penjajaran dimulai dari ujung matriks dan kemudian mencari jalur yang memberikan nilai paling tinggi Proses penjajaran yang sama seperti di atas kita gunakan juga untuk kasus sekuen acara televisi. Dari proses penjajaran kita diharapkan akan mendapatkan 13
perbandingan berupa tingkat kesamaan atau similaritas sekuen‐sekuen tersebut. Umumnya kita bisa merepresentasikan kesamaan sebagai skor penjajaran atau fraksi huruf yang sama dan sejajar (% identitas). Untuk data‐data sekuen acara TV kita menggunakan %identitas sebagai jarak masing‐masing sekuen. Jarak yang dihasilkan dari masing‐masing hasil penjajaran direperesentasikan sebagai matriks jarak stasiun televisi yang menjadi dasar untuk penyusunan diagram serupa pohon, yang lebih dikenal sebagai pohon filogenetik. Representasi pohon tersebut serupa dengan filomemetika yang digunakan untuk analisis memetika, yaitu inovasi artefak kultural (Khanafiah dan Situngkir, 2005). Konstruksi Pohon Media Massa (Televisi) Untuk penyusunan pohon, kita menggunakan beberapa metode konstruksi pohon yang didasarkan pada jarak, salah satunya adalah UPGMA atau Unweighted Pair Group Method with Aritmatic Mean. UPGMA merupakan algoritma penyusunan pohon menggunakan teknik analisis kerumunan (clustering) yang didasarkan kesamaan karakter diantara unit, yang kemudian direpresentasikan sebagai jarak. Ketika kita memilih urutan (sequence) gen, makromolekul atau urutan (sequence) lain sebagai karakter yang dijadikan dasar perbandingan (Waterman, 1995. pp. 192). Gambar 10 Proses penjajaran multipel dengan menggunakan algoritma penjajaran secara heuristik. UPGMA mengkonstruksi suatu pohon di mana spesi atau taksa tertentu akan berkerabat dengan taksa yang mempunyai kesamaan karakter yang paling besar. Dalam UPGMA pohon dibuat dengan didasarkan pada data jarak, di 14
mana spesi yang mempunyai jarak berdekatan akan dikelompokan ke dalam satu kelompok (cluster). Jarak antara node suatu cluster c ‐‐ yang mengandung unit i dan j, dengan unit lain k, kemudian dikalkulasi dengan menggunakan rata‐rata aritmatika sebagai berikut: d (i, k ) + d ( j , k ) d (c, k ) = , di mana c = {i, j} (1) 2 UPGMA akan menghasilkan pohon dengan topologi atau pola percabangan tertentu yang diharapkan mempunyai jarak antar node yang minimal. Metode ini merupakan metode yang cukup cepat untuk memperkirakan topologi pohon terpendek.
Gambar 11 Pohon stasiun televisi di Indonesia dengan metode penjajaran. Jarak dihasilkan dari penjajaran global dua untai sekuen (pairwise aligment), pohon dikonstruksi dari matriks identitas (fraksi yang identik) sebagai jarak dengan menggunakan metode UPGMA Pohon “stasiun televisi” yang kita dapatkan dengan metode yang kita jabarkan di atas, dapat kita lihat pada gambar 10. Seperti terlihat pada gambar tersebut, pada umumnya stasiun televisi terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu RCTI, SCTV, INDOSIAR, TRANSTV dan TPI sebagai kelompok pertama dan ANTV, GLOBALTV, TRANS7, LATIVI dan METRO sebagai kelompok kedua. Pola pengelompokan yang membrojol dari stasiun televisi tersebut akan 15
menggambarkan bagaimana kesamaan dari program acara yang ditayangkannya. Dari sini kita bisa mengukur seberapa jauh stasiun televisi dengan televisi lainnya dilihat dari jadwal dan durasi dari program yang ditayangkannya. Di sini telihat bagaimana METROTV dan SCTV – sebagai dua stasiun yang memiliki share jadwal dan durasi yang dominan untuk dua jenis acara yang berbeda – akan terkelompokkan ke dalam dua kelompok yang berbeda. . Gambar 12 Pohon stasiun televisi di Indonesia dengan penjajaran multipel. Jarak dihasilkan dari penjajaran multiple untai‐untai sekuen (pairwise aligment), semntara pohon dikonstruksi dari
fraksi identitas (fraksi yang sama) sebagai jarak dengan menggunakan metode UPGMA.
Pohon yang berbeda kita dapatkan ketika kita menggunakan jarak yang dihasilkan dari proses penjajaran multipel (gambar 10). Kita mendapati 4 buah kelompok yang berbeda dari stasiun televisi di Indonesia. METROTV mengelompok ke dalam satu kelompok tersendiri. Hal ini semakin menunjukkan adanya perbedaan atau segmentasi dari acara yang ditampilkan METROTV dibandingkan stasiun lainnya, dalam hal ini acara berita dan analisis. RCTI, SCTV, TPI, INDOSIAR dan TRANSTV masih mengelompok ke dalam kelompok yang sama. Hal menunjukkan tingkat kesamaan yang tinggi dari masing‐masing stasiun tersebut, dari sisi acara dan durasi acara yng ditayangkannya. Yang 16
cukup menarik adalah munculnya dua kelompok stasiun televisi yang baru, yaitu TRANS7 dan GLOBALTV, serta ANTV dan LATIVI. Hal ini tentunya memunculkan suatu dugaan bahwa kedua kelompok stasiun ini memiliki karakteristik atau segmentasi yang berbeda dalam hal jenis dan jadwal penanyangan acara tertentu serta dan durasinya. Dengan melihat grafik di gambar 4, 5, dan 6, serta pohon di gambar 11, kita bisa menduga bahwa televisi dengan jumlah fraksi jam tayang untuk jenis sinetron dan infotainment yang tinggi terkelompokkan ke dalam kelompok yang sama, sementara METROTV sebagai satu‐satunya televisi yang mendominasi jenis acara berita dan analisis, terkelompokkan ke dalam kelompok tersendiri dan tunggal.
4. Beberapa Catatan Simpulan Analisis mengenai pengaruh dan peran media massa terhadap perubahan sosial merupakan analisis yang penting untuk dilakukan. Media massa khususnya televisi pada dasarnya merupakan produk kultural manusia, yang pada akhirnya mempengaruhi kultur manusia itu sendiri. Hal ini tak lepas dari “kemampuan” televisi sebagai media penyampai pesan dan juga pembawa informasi tertentu yang dapat membentuk opini publik, mempengaruhi psikologis konsumennya, dan juga mempengaruhi bagaimana “wajah” kehidupan sosial kita saat ini. Dari data jenis acara dan durasi yang ditayangkan oleh 10 stasiun televisi di Indonesia, kita mendapati bahwa terdapat porsi yang tidak seimbang dari masing‐masing kategori jenis acara yang ditampilkan oleh seluruh televisi di Indonesia, baik dari segi jumlah stasiun televisi maupun durasi dari acara tersebut. Porsi yang lebih besar terdapat dalam kategori hiburan: sinetron, film dan infotainment. Hal ini merupakan fenomena yang tentunya patut kita cermati, terutama terkait dengan beberapa dampak negatif yang mungkin ditimbulkannya berdasarkan berbagai pemikiran kritis atas berbagai tayangan hiburan yang ada. Pengelompokan stasiun televisi ke dalam kelompok‐kelompok tertentu membrojol ketika kita gambarkan mereka dalam suatu pohon evolusioner dengan berdasarkan data sekuen acara televisi tersebut. Dari pola pengelompokan kita bisa mendapati bahwa secara umum terdapat perbedaan dari stasiun televisi tersebut berdasarkan jenis, jadwal dan durasi tayangannya. Hal ini bisa menggambarkan bagaimana pola atau struktur dari stasiun televisi dan lebih jauh struktur dari pesan dan informasi yang disampaikan ke publik. Dalam makalah ini juga kita menunjukkan bagaimana metode‐metode yang sebelumnya kurang akrab digunakan dalam analisis sosiologis, yaitu metode penjajaran dan pohon evolusioner, pada dasarnya bisa kita gunakan 17
untuk sebagai alat analisis kuantitatif yang diharapkan memperkuat kajian‐ kajian media massa yang telah ada saat ini. Daftar Pustaka 1. Feng,D.F. and Doolittle.R. F.(1987). Progressive sequence alignment as a prerequisite to correct phylogenetic trees. Journal of Molecular Evolution, 25:351– 360. 2. Giles, David.(2003). Media Psychology. Lawrence Erlbaum Associates, Publisher. New Jersey 3. Gripsrud, Jostein. (1999). Understanding Media Culture. Arnold Publisher. New York 4. Khanafiah, Deni and Situngkir, Hokky. (2004). Innovation as Evolution: Phylomemetic of Cellphone Designs. Working Paper Series WPV2004. Bandung Fe Institute 5. Needleman, S.B. and Wunsch, C.D.(1970). A General Method Applicable to the Seacrh for Similarities in the Amino Acid Sequence of Two Proteins, Journal of Molecular Biology 48:443‐453 6. Rodowick, D. (1994). The Crisis of Political Modernism: Criticsm and Ideology in Contemporary Film Theory. University of California Press. 7. Thompson, J.D., Higgins, D.G. and Gibson, T.J. (1994). CLUSTAL W: improving the sensitivity of progressive multiple sequence alignment through sequence weighting, position specific gap penalties and weight matrix choice. Nucleic Acids Research, Oxford University Press. Vol 22.No.22: 4673‐4680. 8. Wahyudi. (2005). 5.600 menit untuk sinetron. Online: http://www.panyingkul.com/ 9. Waterman, Michael S. (1995). Introduction to Computational Biology: Maps, Sequence and Genomes ‐ Interdiciplinary Statistics. Chapman & Hall. London. pp.345‐367.
18