TUGAS AKHIR ANALISA PENYEBAB CACAT LAS PADA PROSES PABRIKASI PIPING FLOW LINE Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1)
DISUSUN OLEH : NAMA NIM JURUSAN
: : :
FREDY NULLIE 41305120036 TEKNIK MESIN
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2007
i
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawahdi bawah ini: Nama
:
Fredy Nullie
N.I.M
:
41305120036
Jurusan
:
Teknik Mesin
Fakultas
:
Teknik Industri
Judul Skripsi :
ANALISA PENYEBAB CACAT LAS PADA PROSES PABRIKASI PIPING FLOW LINE
Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan Skripsi yang telah saya buat ini merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata di kemudian hari penulisan Skripsi ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi berdasarkan aturan tata tertib di Universitas Mercu Buana. Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan. Penulis,
Fredy Nullie
ii
LEMBAR PENGESAHAN ANALISA PENYEBAB CACAT LAS PADA PROSES PABRIKASI PIPING FLOW LINE
DISUSUN OLEH : NAMA NIM JURUSAN
: : :
FREDY NULLIE 41305120036 TEKNIK MESIN
Mengetahui Pembimbing
Koordinator Tugas Akhir
( DR. Mardani Ali Sera, M.Eng )
(Nanang Ruhyat, ST.MT)
iii
ABSTRAK Skripsi ini berusaha untuk menjelaskan tentang proses pabrikasi dan cacat yang disebabkan oleh proses pabrikasi di PT. Gearindo Prakarsa. Dalam proses produksi perpipaan harus dilakukan baik dan sempurna. Pada kenyataannya banyak masalah dan kendala yang ditemui didalam pabrikasi di work shop. Pemasangan jalur pipa (piping) digunakan untuk industri ( proses), marine, transportasi, teknik sipil, dan untuk tujuan komersil ( pipa ledeng. Yang dimaksud dengan perpipaan adalah suatu sistem penyaluran media produksi, yang terdiri dari pi pa, fittings, valves dan flensa dan pautan lain yang terkait seperti hangers, supports, dan lain-lain. Tujuan penelitian adalah untuk melihat masalah yang sebenarnya terjadi dan dihadapi dalam suatu industri pabrikasi, seperti kemungkinan nilai penjualan yang terus meningkat, ditambah dengan tuntutan kemampuan untuk bersaing dengan produksi dari perusahaan lainnya. Pengolahan data pada penelitian kali ini mengenai proses quality control pada pabrikasi jalur pipa. Proses quality control yang dilakukan adalah untuk hasil pengelasan pada sambungan pipa yang dipabrikasi oleh PT. Gearindo Prakarsa dengan mengolah data dari hasil NDT (Non Destructive Test). Pengolahan data pada penelitian ini menganalisa hasil dari NDT (Non Destructive Test) project modification flow line well A-9 & A-11 dengan klien Premier Oil. Hasil tersebut memberitahukan adanya cacat dalam hasil lasan. Setelah ditemukan cacat dalam lasan, akan di analisa untuk dicari penyebab terjadinya cacat tersebut. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa hasil lasan dapat dipengaruhi oleh 3 hal yaitu peralatan mengelas, juru las, lingkungan sekitar.
iv
KATA PENGANTAR Puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat, taufiq, hidayah dan karunia-nya, penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ANALISA PENYEBAB CACAT LAS PADA PROSES PABRIKASI PIPING FLOW LINE. Yang merupakan salah satu syarat guna mencapai gelar sarjana teknik program studi Teknik Mesin pada Universitas Mercu Buana. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa di dalam penyusunan skripsi ini, masih banyak terdapat kekurangan serta masih jauh dari kesempurnaan, hal ini disebabkan karena berbagai keterbatasan yang penulis hadapi oleh karena itu saran dan kritik dari semua pihak demi perbaikan dan penyempurnaan penulisan skripsi ini baik sekarang ataupun dimasa yang akan datang sangat penulis harapkan dan akan diterima dengan penuh ketulusan. Pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan ucapan rasa syukur dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. ALLAH S.W.T atas segala berkah, rahmat dan karunianya tugas akhir ini dapat terselesaikan denagn baik. 2. Kedua orang tua saya yang tercinta yang selama ini telah mendukung sepenuhnya baik moril maupun materiil. 3. Ir. Ruli Nutranta, M. Eng. Selaku Dosen Koordinator Tugas Akhir dan Kepala Program studi Fakultas teknologi Industri, program studi Teknik Mesin Universitas Mercu Buana 4. DR. Mardani Ali Sera, M.Eng. Selaku Dosen Fakultas teknologi Industri, program studi Teknik Mesin Universitas Mercu Buana dan Selaku dosen pembimbing dalam penyusunan skripsi yang saya tulis. 5. Seluruh dosen Fakultas teknologi Industri, program studi Teknik Mesin Universitas Mercu Buana yang telah banyak memberikan ilmu kepada penulis. 6. Terima kasih kepada Windi Widia Ningsih yang tiada henti memberikan dukungan dan mendoakan saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
v
7. Teman-teman kuliah PKSM program studi Teknik Mesin angkatan VIII, yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu terima kasih selalu memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi yang saya tulis ini. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan hidayah-nya kepada mereka yang telah banyak membantu penulis dalam pembuataan skripsi ini. Penulis senantiasa menerima kritik dan saran dari berbagai pihak, baik yang berkenaan dengan materi maupun teknis penyusunan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang menggunakannya.
Jakarta,
Agustus 2007
Penulis
(Fredy Nullie)
vi
DAFTAR ISI Halaman Judul .................................................................................................. Halaman Pernyataan ......................................................................................... Halaman Pengesahan ........................................................................................ Abstraksi ........................................................................................................... Kata Pengantar .................................................................................................. Daftar Isi ........................................................................................................... Daftar Tabel ...................................................................................................... Daftar Gambar ..................................................................................................
i. ii. iii. iv. v vii ix x
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah …......………………………............... 1 1.2 Rumusan Masalah……………......…….……................….…… 2 1.3 Batasan Masalah ………………….…....……………..……….. 2 1.4 Tujuan Penelitian...……………….…….……...………….…… 3 1.5 Metodologi Penelitian…...…..………….………..…………..... 3 1.6 Sistematika Penulisan ………………………………………..... 3 BAB II. DASAR TEORI 2.1 Material ..................................................................................... 6 2.1.1 Pipa ...................................................................................... 6 2.1.1.1 Komponen Perpipaan .................................................... 8 2.1.1.2 Pemilihan Bahan .......................................................... 8 2.1.1.3 Macam Sambungan Perpipaan ...................................... 9 2.1.1.4 Tipe Sambungan Cabang .............................................. 9 2.1.1.5 Diameter, Ketebalan, Schedule ..................................... 9 2.2 Fitting ........................................................................................ 10 2.3 Flensa ........................................................................................ 13 BAB III. METODOLOGI 3.1 Metodologi Penelitian ............................................................... 19 3.1.1 Identifikasi Masalah ............................................................ 21 3.1.2 Tujuan Penelitian ................................................................ 21 3.1.3 Studi Pendahuluan .............................................................. 21 3.1.4 Pengumpulan Data .............................................................. 22 3.1.5 Pengolahan Data ................................................................. 22 3.1.6 Analisa dan Kesimpulan ..................................................... 22 3.2 Prosedur Pabrikasi dan Pengelasan .......................................... 22 3.2.1 Umum ................................................................................. 22 3.2.2 Prosedur dan Proses Pengelasan ......................................... 23 3.2.3 Persiapan Penyambungan, Jarak dan Pensejajaran ............ 24 3.2.4 Material Pengisi, Elektroda dan Kawat Las ....................... 24 3.2.5 Kontur pengelasan dan Finishing ....................................... 24 3.2.6 Perlakuan panas .................................................................. 25 3.2.7 Piping Bonding ................................................................... 25 3.2.8 Toleransi Pabrikasi ............................................................. 25 3.3 Instalasi Pipa dan Peralatan Penunjang ................................... 25
vii
3.3.1 Support ................................................................................ 3.3.2 Pemasangan Pipa ................................................................ 3.3.3 Penyambungan Pada Peralatan ........................................... 3.3.4 Pemasangan antar Flanges ……………………………….. 3.3.5 Valves ................................................................................. 3.3.6 Insulation ............................................................................ 3.3.7 Gasket ................................................................................. 3.3.8 Bolting ................................................................................ 3.3.9 Workmanship ..................................................................... 3.3.10 Persyaratan Untuk Vendor and Dokumentasi .................... 3.4 WPS ........................................................................................ 3.5 Non Destructive Inspection ..................................................... 3.5.1 Inspeksi Cairan Peresap ................................................... 3.5.1.1 Prinsip ......................................................................... 3.5.1.2 Maksud dan Tujuan .................................................... 3.5.2 Inspeksi Butir Magnetik .................................................... 3.5.2.1 Umum .......................................................................... 3.5.2.2 Keuntungan dan Kerugian ........................................... 3.5.2.3 Magnetisasi ………………………………………….. 3.5.3 Radiografi ......................................................................... 3.5.3.1 Cakupan ....................................................................... 3.5.4 Ultrasonic ......................................................................... 3.5.4.1 Perlengkapan .............................................................. 3.5.4.2 Keuntungan ................................................................. 3.5.4.3 Kerugian ……………………………………………. 3.6 Spesifikasi Material ................................................................ BAB IV. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Awal ..……….................................…….. 4.1.1 Hasil NDT-RT dari gambar 1 (P-302/P/06) ....................... 4.1.2 Hasil NDT-RT dari gambar 2 (P-304/P/06) ....................... 4.1.3 Hasil NDT-RT dari gambar 3 (P-306/P/06) ....................... 4.2 Analisa Data Awal ..………………………..........………….... 4.2.1 Analisa awal pada gambar 1 (P-302/P/06) .......................... 4.2.2 Analisa awal pada gambar 2 (P-304/P/06) ......................... 4.2.3 Analisa awal pada gambar 3 (P-306/P/06) ......................... 4.3 Pengumpulan Data Setelah Perbaikan ………..……………… 4.4.1 Hasil Perbaikan (P-302/P/06) ……………………………. 4.3.2 Hasil Perbaikan (P-304/P/06) ………………………….... 4.3.3 Hasil Perbaikan (P-306/P/06) ……………………………. 4.4 Analisa Hasil Akhir .…………………….………….…….…. . BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ……………….………..........…………................ 5.2 Saran ......................................................................................... Daftar Pustaka .................................................................................................. Lampiran
viii
25 27 28 29 30 30 30 30 31 31 31 32 33 33 34 37 37 38 40 42 43 44 44 45 46 46 48 48 52 54 55 55 58 61 62 62 65 66 67 70 71 73
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 3.1
Tinggi maksimum penyangga
Tabel 4.1
Laporan NDT yang terdapat cacat Pada Joint 1 (P-302/P/06)
Tabel 4.2
49
Laporan NDT yang terdapat cacat Pada Joint 17 (P-302/P/06)
Tabel 4.3
50
Laporan NDT yang terdapat cacat Pada Joint 23 (P-302/P/06)
Tabel 4.4
51
Laporan NDT yang terdapat cacat Pada Joint 5 (P-304/P/06)
Tabel 4.5
52
Laporan NDT yang terdapat cacat Pada Joint 12 (P-304/P/06)
Tabel 4.6
53
Laporan NDT yang terdapat cacat Pada Joint 19 (P-306/P/06)
Tabel 4.7
54
Laporan NDT setelah diperbaiki pada Joint 1 (P-302/P/06)
Tabel 4.8
63
Laporan NDT setelah diperbaiki pada Joint 17 dan 23 (P-302/P/06)
Tabel 4.9
26-27
64
Laporan NDT setelah diperbaiki pada Joint 5 dan 12 (P-304/P/06)
65
Tabel 4.10 Laporan NDT setelah diperbaiki pada Joint 19 (P-306/P/06)
66
ix
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1
Pipa ditinjau dari pembuatannya
6
Gambar 2.2
Elbow, untuk membelokkan aliran
10
Gambar 2.3
Return bend, untuk memutar balik aliran
11
Gambar 2.4
Reducer, untuk mengecilkan dan membesarkan diameter
11
Gambar 2.5
Tee, untuk membuat cabang perpipaan
11
Gambar 2.6
Cross, Untuk membuat persilangan pipa
12
Gambar 2.7
Y atau Lateral
12
Gambar 2.8
Cap
12
Gambar 2.9
Saddle
13
Gambar 2.10
Let
13
Gambar 2.11
Flensa Buta
14
Gambar 2.12
Flensa lap Joint
14
Gambar 2.13
Flensa Slip on
15
Gambar 2.14
Flensa berulir
15
Gambar 2.15
Flensa welding neck
16
Gambar 2.16
Orifice welding neck
17
Gambar 2.17
Orifice slip on
17
Gambar 2.18
Beberapa jenis muka flensa
18
Gambar 3.1
Langkah-langkah dalam melakukan penelitian
20
Gambar 3.2
crack, seam, fold, porosity, slag inclusion
35
Gambar 3.3
Metode pembersihan (penetrant)
36
Gambar 3.4
Dua kelompok zat peresap (penetrant)
36
Gambar 3.5
Inspeksi butir Magnetik
40
Gambar 3.6
Inspeksi prod tunggal
41
Gambar 3.7
inspeksi dengan prod ganda
41
Gambar 4.1
Grafik Persentase Keberhasilan juru las dalam pengelasan
x
68
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tidak ada satupun industri, yang di dalam proses produksinya menggunakan tekanan dan transportasi media, yang tidak menggunakan instalasi perpipaan, oleh karenanya perpipaan dapat dikatakan sebagai urat nadi industri yang fungsinya sangat vital di dalam proses produksi. Jika sistem perpipaan terkendala, maka otomatis proses produksi terkendala pula, yang semuanya akhirnya bermuara pada kerugian materi, waktu dan finansial, belum lagi apabila akibat terkendalanya sistem perpipaan terjadi kebakaran, peledakan dan pencemaran lingkungan, yang tidak jarang mengakibatkan hilangnya jiwa, cacatnya raga secara permanen dan hal-hal lain yang merugikan, hal ini tentu merupakan kejadian yang harus dihindari baik oleh pihak produsen maupun masyarakat. Untuk menjamin bahwa suatu sistem perpipaan dapat berfungsi secara optimal dengan waktu kendala sesedikit mungkin, diperlukan upaya pengendalian dan pengawasan mutu struktural maupun operasional yang konsisten dan berkesinambungan. Pengendalian dan pengawasan mutu yang optimal bukan hanya menyelamatkan instalasi / sistem perpipaan, namun juga menghemat biaya maintenance dan meningkatkan produktivitas. Yang dimaksud dengan perpipaan adalah suatu sistem penyaluran media produksi, yang terdiri dari pipa, fittings, valves dan flensa dan pautan lain yang terkait seperti hangers, supports, expansion bends dan lain-lain. Pabrikasi yang akan diamati dilakukan di PT. Gearindo Prakarsa melalui beberapa tahap yaitu: 1. Pengecekan material. 2. Penyetelan pipa dengan fittings (Fit-Up). 3. Pengelasan (welding)
1
4. NDT (Non Destructive Test) Yaitu pengetesan hasil pengelasan tanpa merusak material dan hasil lasan. 5. Hydrotest (test kebocoran dengan media air) 6. Pengecatan (painting). Melatarbelakangi kenyataan yang ada, maka saya mencoba untuk menganalisa penyebab kegagalan proses pabrikasi flow line piping premier oil di work shop PT. Gearindo Prakarsa.
1.2. Rumusan Masalah Dalam proses produksi perpipaan harus dilakukan sebaik dan sesempurna mungkin. dalam kenyataannya banyak masalah dan kendala yang ditemui didalam pabrikasi di work shop. Masalah yang biasanya terjadi yaitu: 1. Material yang tidak mempunyai sertifikat manufaktur, sehingga tidak dapat diketahui secara pasti keaslian material tersebut. 2. Alat penunjang pabrikasi seperti mesin las yang sudah tidak bekerja dengan baik. 3. Man power atau pekerja yang kurang terlatih, masih kurang pengalaman dalam pabrikasi pemipaan. 4. Waktu pabrikasi yang singkat. Sedangkan proses pabrikasi harus berjalan baik dan tanpa melakukan kesalahan yang fatal. Sehingga hasil dan waktu yang diharapkan dapat tercapai dengan baik, sesuai dengan standar yang ditetapkan BP migas dan juga standar dari perusahaan pemesan.
1.3. Batasan Masalah Mengingat proses pabrikasi dapat mencakup hal-hal yang luas sifatnya. maka penelitian ini digunakan batasan-batasan sebagai berikut: 1.
melakukan pengamatan hanya dari hasil NDT (Non Destruktif Test) radiography test.
2. mengamati kondisi alat-alat penunjang proses pengelasan.
2
1.4. Tujuan Penelitian Adapun maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah selain dalam pemenuhan syarat dalam mencapai gelar sarjana starata satu (S1) PKSM Universitas Mercu Buana, adalah : 1. Memperoleh hasil pabrikasi yang maksimal dan sebaik mungkin dengan melakukan pengamatan selama proses pabrikasi. Cara tersebut dilakukan dengan harapan pada proses pabrikasi berikutnya akan berjalan dengan baik dan lancar karena kendala-kendala pada proses produksi sebelumnya telah teridentifikasi dan ditemukan pemecahan masalahnya. 2. Menjaga kualitas hasil produksi sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan baik oleh migas maupun oleh perusahaan pemesan.
1.5. Metodologi Penelitian Pengimpulan data pada laporan tugas akhir ini diperoleh melalui metode berikut: 1.
Metode lapangan/ observasi Metoda lapangan meliputi pengamatan dan peninjauan secara langsung dilapangan kemudian melakukan pendataan, sehingga diperoleh materi atau data penunjang didalam penyusunan laporan.
2. Metode studi pustaka Metode ini meliputi pengambilan sumber-sumber laporan dari berbagai buku. baik yang teradapat di perpustakaan kampus maupun dari perusahaan tempat bekerja.
1.6. Sistimatika Penulisan Penulisan ini dibuat dengan cara yang sistematis, agar pemecahan masalah dapat lebih mudah dipahami. Adapun sistematika penulisan ini adalah dengan membagi pokok-pokok bahasan menjadi beberapa bab, yaitu:
3
BAB I
:
PENDAHULUAN Dalam
bab
ini
dijelaskan
latar
belakang,
pokok
permasalahan, tujuan penelitian pembatasan masalah dan sistematika penulisan.
BAB II
:
LANDASAN TEORI Bab ini menjelaskan tentang landasan teori-teori yang mendukung penulisan sebagai dasar dalam pengolahan dan penganalisaan data dalam pemecahan masalah.
BAB III
:
METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menjelaskan cara pengambilan dan pengolahan data dengan terjun langsung di lapangan.
BAB IV
:
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Bab ini berisikan penganalisaan data-data yang telah diolah, dan menganalisa proses serta hasil penyelesaian masalah.
BAB V
:
KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir ini terdiri dari dua bagian, yaitu: - Kesimpulan Berisi jawaban dari maslah yang diajukan penulis, yang diperoleh dari penelitian.
- Saran Ditujukan kepada pihak-pihak terkait, dalam hal ini pihak perusahaan tempat penulis bekerja, sehubungan dengan hasil penelitian.
4
BAB II DASAR TEORI
Pemasangan jalur pipa (piping) digunakan untuk industri ( proses), marine, transportasi, teknik sipil, dan untuk tujuan komersil ( pipa ledeng. Yang dimaksud dengan perpipaan adalah suatu sistem penyaluran media produksi, yang terdiri dari pi pa, fittings, valves dan flensa dan pautan lain yang terkait seperti hangers, supports, dan lain-lain. (ref. the piping guide) Jalur pipa sering di definisikan sebagai alat untuk memindahkan material (cair, gas, dll) dari satu tempat ke tempat lainnya. Macam kegunanaan jalur pipa yaitu: •
Marine Piping lebih banyak dipergunakan untuk kapal. Kebanyakan fabrikasinya dilakukan dengan pengelasan dan pengikatan jalur pipa dari carbon steel, menggunakan pipa, dan fittings.
•
Transportation Piping biasa menggunakan pipa berukuran besar untuk menyalurkan benda cair, dan gas. Kadang panjangnya sampai ratusan mil. Minyak mentah, air, dan benda padat seperti batubara ( dibantu dengan media air) disalurkan melalui jalur pipa. Dan pengaturan jalur pipa yang bercabang ditujukan untuk mengarahkan aliran ke tempat atau tujuan yang berbeda.
•
Civil piping biasanya digunakan untuk mendistribusikan kebutuhan umum ( air, bahan bakar, gas), dan untuk mengumpulkan air hujan, limbah industri, dan lain-lain. Kebanyakan jalur pipa untuk civil piping di tempatkan di bawah tanah.
•
Plumbing (jalur pipa niaga) adalah pemasangan jalur pipa di gedung bertingkat, Sekolah, rumah sakit, apartemen, dan lainnya.
Untuk
menyalurkan bahan bakar, mengumpulkan air limbah, dan untuk kebutuhan lainnya.
5
2.1
Material Bahan atau material harus diteliti dan diverifikasi oleh inspektor melalui hal-hal sebagai berikut: a.Material certificate yang asli atau fotocopy yang disahkan oleh pihak manufaktur. b. Heat number (nomor cor) yang tertera pada pipa/pelat, harus sesuai dengan material certificate (lihat contoh pada Bab Receiving Inspection berikut). c.Identifikasi bahan menggunakan : spectro metalografic analizer, TEXAS instrument post material identificator, dan lain-lain yang sejenis. d. Jika pihak pemasok tidak dapat membuktikan keaslian fotocopy material certificate, atau apabila heat number pada pipa tidak terdaftar pada material certificate yang mengiringinya, atau apabila inspektor menemukan kejanggalan-kejanggalan dan non conformance pada permukaan pipa seperti di bawah ini, maka bahan pipa ditolak. Demikian pula dengan material valve, fitting, flensa, baut dan mur, semuanya harus diteliti dan diverifikasi terhadap material certificate yang mengiringi pemasokannya.
2.1.1 PIPA Pipa ditinjau dari pembuatannya terdiri dari pipa tanpa seam (seamless pipe), pipa seam memanjang (longitudinal seam pipe), dan pipa las spiral (spiral welded pipe).
Gambar 2.1 Pipa ditinjau dari pembuatannya Jenis-jenis kerusakan dan kelainan atau ketidaksesuaian (non
6
conformance) yang umum terjadi pada perpipaan disebabkan oleh proses operasi, fabrikasi, konstruksi, dan lingkungan. Faktor-faktor penyehab lainnya dianggap tidak lazim dan karenanya merupakan hal khusus atau pengecualian. (ref. inspeksi teknik buku 3) Jika ditinjau dari ukuran dan penggunaannya, pipa terdiri dari pipa dan tube. Pipa berukuran dari ½" hingga 60" yang digunakan untuk proses, transfer dan transpor. Pipa ukuran kecil digunakan untuk sistem kendali dan pendingin peralatan berotasi (rotating equipment). Tube adalah istilah yang diberikan pada sistem pipa yang digunakan di dalam peralatan proses, misalnya heat exchanger (alat penukar kalori) yang biasanya berdiameter antara ½" hingga 1", steam boiler dan waste heat boiler yang berukuran antara 2" hingga 4", box cooler atau cooling tower yang herukuran antara 4" hingga 8". Khususnya untuk peralatan penukar kalori yang menggunakan gas atau udara sebagai media pemanas atau pendingin, tube penyalur media cair diberi sirip yang disebut fin, sehingga tube nya disebutfinned tubes. Kegunaan fin ini untuk memperluas permukaan sehingga pertukaran kalori dapat terjadi secara maksimal pada panjang dan diameter tube yang terbatas. Untuk waste heat boiler, bentuk perluasan permukaan berupa paku-paku sehingga tube nya disebut spiked tubes. Untuk ketel uap pipa air (water tubes boiler), pipa dindingnya dilengkapi sayap kanan kiri sehingga satu dengan lainnya dapat dipadukan melalui sambungan las antar sayap. Desain ini sekaligus membentuk dinding pipa yang menyatu satu dengan lainnya sehingga menjadi sangat kokoh, karenanya desain ini disebut monowall. Tubing adalah istilah yang diberikan untuk sistem perpipaan diameter kecil (1/4") untuk penggerak instrumentasi secara pneumatik/sistem kendali proses dan untuk penggerak hydraulic pada beberapa peralatan seperti pesawat terbang, loading arm, garbarata, buldozer dan lain-lain, dan diameter besar (2" hingga 10") untuk pengeboran eksplorasi minyak bumi. Selanjutnya untuk pipa berukuran sangat besar digunakan istilah-
7
istilah khusus sesuai dengan fungsi/pemakaiannya seperti misalnya hume (tempolong air), tunnel (terowongan), dan lain-lain. Ukurannya berkisar antara diameter 30" hingga beberapa puluh kaki. Adapun bahan pembuatnya berbagai macam, mulai dari metal ferrous (besi maleable, besi tuang, baja, baja paduan), metal non ferrous (tembaga, aluminium, monel dan lain-lain), plastik (PVC, polyurethane), fibre glass, concrete, karat sintetis dan composite. Komponen perpipaan harus dibuat berdasarkan spesifikasi isi, standar yang terdaftar dalam simbol dan kode yang telah dibuat atau dipilih sebelumnya. 2.1.1.1 Komponen perpipaan Komponen perpipaan yang dimaksud di sini meliputi I. Pipes (pipa-pipa). 2. Flanges (flens-flens) 3. Fittings (sambungan) 4. Valves (katup-katup). 5. Boltings (baut-baut). 6. Gasket. 7. Special items (bagian khusus). 2.1.1.2 Pemilihan Bahan Pemilihan bahan perpipaan haruslah disesuaikan dengan pembuatan teknik perpipaan dan hal ini dapat dilihat pada ASTM serta ANSI dalam pembagian sebagai berikut: I. Perpipaan untuk pembangkit tenaga. 2. Perpipaan untuk industri bahan gas. 3. Perpipaan untuk penyulingan minyak mentah. 4. Perpipaan untuk pengangkutan minyak. 5. Perpipaan untuk proses pendinginan. 6. Perpipaan untuk tenaga nuklir. 7. Perpipaan untuk distribusi dan transmisi gas. Selain dari penggunaan instalasi atau konstruksi seperti diterangkan di
8
atas perlu pula diketahui jenis aliran temperatur, sifat korosi, faktor gaya serta kebutuhan lainnya dari aliran serta pipanya. (ref. buku system perpipaan) 2.1.1.3 Macam Sambungan Perpipaan Sambungan perpipaan dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Sambungan dengan menggunakan pengelasan. 2. Sambungan dengan menggunakan ulir. Selain sambungan seperti di atas, terdapat pula penyambungan khusus dengan menggunakan pengeleman (perekatan) serta pengkeleman (untuk pipa plastik dan pipa vibre glass). Pada pengilangan umumnya pipa bertekanan rendah dan pipa di bawah 2" sajalah yang menggunakan sambungan ulir. (ref. buku system perpipaan) 2.1.1.4Tipe Sambungan Cabang Tipe sambungan Cabang (brance conection) dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1.
Sambungan langsung (stub in).
2.
Sambungan dengan menggunakan fittings (alat penyambung).
3.
Sambungan dengan menggunakan flanges (Flens-flens).
Tipe sambungan cabang dapat pula ditentukan pada spesifikasi yang telah dibuat sebelum mendisain atau dapat pula dihitung berdasarkan perhitungan kekuatan, kebutuhan, dengan tidak melupakan faktor efektivitasnya. Sambungan cabang itu sendiri merupakan sambungan antara pipa dengan pipa, misalkan sambungan antara header dengan cabang yang lain apakah memerlukan alat bantu penyambung lainnya atau dapat dihubungkan secara langsung, hal ini tergantung kebutuhan serta perhitungan kekuatan. (ref. buku system perpipaan) 2.1.1.5 Diameter, Ketebalan, Schedule Spesifikasi umum dapat dilihat pada ASTM (American Society of Testing Materials). Di mana di situ diterangkan mengenai diameter, ketebalan serta schedule pipa. Diameter luar (out side diameter), ditetapkan sama, walaupun ketebalan (thickness) bar-Ueda untuk setiap schedule. Diameter
9
dalam (inside diameter), di ditetapkan berbeda untuk setiap schedule. Diameter nominal adalah diameter pipa yang dipilih untuk pemasangan ataupun perdagangan (commodity). Ketebalan dan schedule, sangatlah berhubungan, hal ini karena ketebalan pipa tergantung daripada schedule pipa itu sendiri. (ref. buku system perpipaan) Schedule pipa ini dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1.
Schedule: 5, 10, 20, 30, 40, 60, 80, 100, 120, 160.
2.
Schedule standard. 3.
Schedule extra strong (XS).
4.
Schedule double extra strong (XXS).
5.
Schedule special.
Perbedaan-perbedaan schedule ini dibuat guna: 1.
Menahan internal pressure dari aliran.
2.
Kekuatan dari material itu sendiri (strength of material).
3.
Mengatasi karat.
4.
Mengatasi kegetasan pipa.
2.1.2 FITTING Selanjutnya piranti lain yang terkait dengan perpipaan, yakni fittings jika ditinjau dari bentuk dan fungsinya terdapat beberapa jenis, antara lain misalnya: •
elbow (siku) sudut 45` dan 90`, radius pendek dan radius panjang, flanged end (ujung berflensa),welded end (ujung dilas),screwed end (ujung berulir) dan socket end (ujung bersoket), dengan berbagai material, ketebalan (schedule standard hingga schedule XXS), dan diameter (1" hingga 42") digunakan untuk membelokkan aliran.
Gambar 2.2 Elbow, untuk membelokkan aliran.
10
•
return bend (putar balik) dengan cakupan ukuran sama dengan elbow, digunakan untuk memutar balik aliran. (ref. inspeksi teknik buku 3)
Gambar 2.3 Return bend, untuk memutar batik aliran •
reducer, bentuk konsentrik dan eksentrik, dengan cakupan ukuran sama dengan elbow, digunakan untuk mengecilkan dan membesarkan diameter. (ref. inspeksi teknik buku 3)
Gambar 2.4 Reducer, untuk mengecilkan dan membesarkan diameter •
tee, dengan cakupan ukuran sama dengan elbow, digunakan untuk membuat cabang perpipaan. (ref. inspeksi teknik buku 3)
Gambar 2.5 Tee, untuk membuat cabang perpipaan
11
•
cross, mirip dengan tee hanya kegunaannya untuk membuat persilangan pipa. (ref. inspeksi teknik buku 3)
Gambar 2.6 Cross, untuk membuat persilangan pipa •
y, atau lateral, dengan cakupan ukuran sama dengan elbow, dengan tipe straight (diameter sama) dan reducing (diameter mengecil), digunakan untuk membuat cabang pipa bersudut atau untuk memasang saringan (strainer). (ref. inspeksi teknik buku 3)
Gambar 2.7 Y atau lateral •
cap (penutup, mangkuk) dengan berbagai ukuran dan diameter sebagaimana halnya elbow, berfungsi sebagai penutup ujung perpipaan yang tidak akan dibuka-buka lagi. (ref. inspeksi teknik buku 3)
Gambar 2.8 Cap •
saddle (pelana), dengan berbagai ukuran dan ketebalan, digunakan
12
untuk memperkuat cabang pipa/ nozzle. (ref. inspeksi teknik buku 3)
Gambar 2.9 Saddle •
let, weldolet (let yang dilas), threadolet (let yang berulir), dan sockolet (let yang disok), dengan berbagai ukuran, digunakan untuk membentuk sekaligus memperkuat akar cabang perpipaan dengan ukuran dari 3/8" X 1/8" hingga 36" X 24" X 4". (ref. inspeksi teknik buku 3)
Gambar 2.10 Let
2.1.3 FLENSA Komponen perpipaan yang fungsinya sangat vital, khususnya untuk perpipaan yang mudah dilepas-lepas, adalah flensa (flange). Kata flange berarti sisi yang menonjol atau juga dikatakan kupingan atau bibir yang dapat diikat dengan baut. Maksudnya adalah agar potongan pipa yang satu dapat disambung dengan potongan pipa lainnya dan sewaktu-waktu dapat dilepas untuk maksud-maksud maintenance, dan lain-lain. (ref. inspeksi teknik buku 3)
13
Jika ditinjau dari bentuk dan fungsinya, flensa dapat dibagi menjadi beberapa jenis, seperti: •
flensa buta, yakni flensa yang tidak berlubang pipa, yang berfungsi untuk menutup aliran atau tekanan media di dalam pipa. Flensa diikat dengan baut untuk merapatkan sambungan. Cakupan ukurannya meliputi pipa diameter 2" hingga 36", dengan serf 150 psi hingga 2500 psi. Flensa ini bermuka menonjol (raised face) untuk pemasangan gasket. (ref. inspeksi teknik buku 3)
Gambar 2.11 Flensa Buta •
flensa lap joint, yakni flensa yang digunakan untuk penyambungan pipa bertekanan. Tersedia dalam berbagai seri (150 hingga 2500 psi), dan diameter (dari 3/4" hingga 36"). Flensa ini bermuka datar (flat face). Pipa berujung flensa dipasang ke dalam flensa lap joint dengan menyusupkannya ke dalam lubang flensa lap joint, sehingga flensa ujung pipa terjepit di antara dua flensa lap joint, kemudian gasket diletakkan di antara kedua flensa ujung pipa tersebut dan kemudian baut-baut pada flensa lap joint dikencangkan untuk merapatkan sambungan. (ref. inspeksi teknik buku 3)
Gambar 2.12 Flensa lap joint
14
•
slip on flange, fungsinya untuk penyambungan pipa bertekanan, dimana dalam penggunaannya pipa disusupkan ke dalam lubang flensa. Tersedia dalam berbagai sari (150 hingga 2500 psi) dan diameter (dari 3/4" hingga 36"). (ref. inspeksi teknik buku 3) Pemasangan pipa pada flensa dapat menggunakan las fillet sambungan overlap, atau sambungan socket las fillet tunggal.
Gambar 2.13 Slip on flange •
flensa berulir (threaded atau huh type), bentuknya mirip slip on flange. hanya cars memasang pipa ke dalamnya menggunakan ulir.Tersedia dalam berbagai sari (150 hingga 2500 psi), dan diameter (3/4' hingga 24"). Flensa ini bermuka menonjol untuk pemasangan gasket.
Gambar 2.14 Flensa berulir •
flensa welding neck, digunakan untuk menyambung pipa bertekanan, dimana pipa dipasang langsung pada leher flensa dan dilas butt (tumpul) kampuh V tunggal bertembusan penuh (full penetration). Tersedia dalam berbagai seri (150 hingga 2500 psi) dan diameter (3/4" hingga 36"). (ref. inspeksi teknik buku 3)
15
Gambar 2.15 Flensa welding neck •
flensa orifice, digunakan disamping menyambung dua bagian pipa juga sekaligus sebagai terminal pipa instrumentasi yang dipasang ke dalam bibir flensa menggunakan ulir (tapping). Di antara dua lembar gasket yang dijepit terdapat pelat yang diberi lubang orifice yang maksudnya untuk menciptakan perbedaan tekanan (delta pressure) dari media dalam pipa, yang selanjutnya dimanfaatkan sebagai sarana pengendalian proses. Terdapat beberapa jenis flensa o r i f i c e seperti welding neck raised face, welding neck ring joint, slip on raised face, dan threaded orifice flange. Tersedia dalam berbagai seri (300, 400, 600, 900 dan 1500) dan diameter (dari 1" hingga 42"). (ref. inspeksi teknik buku 3)
16
Gambar 2 .16 Orifice welding neck
Gambar 2.17 Orifice slip on Ada beberapa jenis muka flensa yang umum digunakan, yakni raised face (muka menonjol), flat face (muka datar), ring joint (sambungan bercincin), male & female (jantan dan betina), serta tongue & groove (lidah & alur).
17
Gambar 2.18 Beberapa jenis muka flensa
18
BAB III METODOLOGI 3.1 Metodologi Penelitian Setiap usaha dalam pemecahan masalah dalam suatu penelitian diperlukan
adanya
informasi
mengenai
faktor-faktor
yang
berpengaruh dan berkaitan langsung secara sistematis, agar upaya yang dilakukan didalam penelitian tersebut dapat menghasiikan suatu bentuk pemecahan masalah yang terintegrasi, menuju pada suatu tujuan, yaitu memberikan jawaban atau pemecahan atas perumusan masalah. Keberhasilan suatu penelitian sangat ditentukan oleh langkahlangkah penelitian yang baik dan jelas, sehingga dengan mudah pula dapat diketahui langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk Iebih memudahkan proses pencapaian tujuan dari penelit ian ini. Dalam kaitan ini, metodologi penelitian dirumuskan cenderung mengarah
kepada
kerangka
penulis
dalam
memecahkan
permasalahan pada penelitian ini. Adapun langkah-langkah dalam melakukan penelitian dibagi menjadi enam tahap, yaitu: 1.
Identifikasi masalah
2.
Tujuan penelitian
3.
Studi pendahuluan
4.
Pengumpulan data
5.
Pengolahan data
6.
Analisis & KesimpuIan
19
Awal
Identifikasi masalah
Tujuan Penelitian
Studi pendahuluan
Studi lapangan
Studi pustaka
Pengumpulan data
Pengolahan data
Analisa pemecahan Masalah
Kesimpulan dan saran
selesai
Gambar 3.1 langkah-langkah dalam melakukan penelitian.
20
3.1.1 Identifikasi Masalah Dalam indutri migas persaingan dalam merebut pasar atau konsumen sangat berat, maka dari pihak perusahaan dituntut untuk menciptakan suatu sistem pengendalian kualitas manufaktur yang optimal serta dapat dihandalkan dengan mempertimbangkan dan memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki. Faktor-faktor yang berpengaruh dan terkait. serta
memperhatikan keterbatasan-keterbatasan
yang
ada
sehingga
memungkinkan rencana dan tujuan perusahaan dapat terlaksana dengan maksimal. 3.1.2 Tujuan Penetitian Tujuan penelitian adalah untuk melihat masalah yang sebenarnya terjadi dan dihadapi dalam suatu industri pabrikasi, seperti kemungkinan nilai penjualan yang terus meningkat, ditambah dengan tuntutan kemampuan untuk bersaing dengan produksi dari perusahaan lainnya. Dan juga produksi dari segi kualitas produk yang dihasilkan juga perlu ditingkatkan. 3.1.3 Studi Pendahuluan Sebelum kegiatan dimulai, studi pendahuluan merupakan dasar dan tahap awal untuk melakukan proses penelitian. Studi pendahuluan ini didukung oleh dua kegiatan, yaitu: 1. Studi Pustaka Yaitu studi yang mendukung dan berkaitan dengan teori-teori yang akan digunakan dalam proses pemecahan masalah. studi pustaka ini dilakukan bersamaan pada saat penelitian, hal ini mempunya tujuan agar dalam proses pemecahan masalah tidak hanya berdasarkan situasi dan kondisi perusahaan tetapi juga didukung oleh teori-teori yang terkait. 2. Studi Lapangan Yaitu suatu studi untuk mencari keterangan, data, atau informasi yang akurat tentang gambaran umum perusahaan , dengan cara melakukan pengamatan langsung kelokasi lapangan tersebut.
21
3.1.4 Pengumpulan Data Pengumpulan data sangat diperlukan untuk mencapai tujuan penelitian. Adapun data yang dikumpulkan terdiri dari dua bagian yaitu data tentang gambaran umum perusahaan dan data khusus pengolahan data. 3.1.5 Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan sebagai bahan dasar untuk melakukan analisa untuk memecahkan masalah yang timbul, berkaitan dengan masalah kualitas. Sehingga pekerjaan dapat lebih baik dan optimal pada masa yang akan datang. Pengolahan data kali ini mengenai proses quality control pada pabrikasi jalur pipa. Proses quality control yang dilakukan adalah untuk hasil pengelasan pada sambungan pipa yang dipabrikasi oleh PT. Gearindo Prakarsa dengan mengolah data dari hasil NDT (Non Destructive Test). Pada bulan november dan desember 2006. Pengambilan data dilakukan pada divisi quality control. 3.1.6 Analisa dan Kesimpulan Pada tahap ini dilakukan analisis dari pengumpulan data dan pengolahan data yang telah dilakukan dan menyimpulkan serta m e mberikan gagasangagasan baru didalam upaya menambah kinerja perusahaan yang bersangkutan.
3.2
Prosedur Fabrikasi dan pengelasan
3.2.1 Umum Pabrikasi perpipaan (piping), pengelasan (termasuk pengelasan support untuk pipa), inspeksi, pengetesan, dan perlakuan panas mengacu pada spesifikasi perusahaan kami dan ASME B31.3, tentang perpipaan. Semua detail dan sertifikat dari bermacam-macam teknik pengelasan diserahkan kepada manajer proyek untuk disahkan. Juru las harus dikualifikasi dahulu sesuai teknik pengelasannya yang tertera dalam sertifikat migasnya mengacu pada ASME section IX. Hasil kualifikasi diserahkan kepada manajer proyek untuk disahkan.
22
Penekukan panas dan dingin diperbolehakan dengan mengikuti persyaratan yang ada. Karbon steel tidak boleh dipanaskan antara 1200 F – 1600 F dan penekukan pada suhu antara 400 F - 800 F tidak dapat dilakukan. Stainless steel tidak boleh dipanaskan antara 1000 F – 1700 F. 3.2.2 Prosedur dan proses pengelasan a.
Umum Pengelasan yang digunakan dalam pabrikasi di workshop PT. Gearindo Prakarsa adalah SMAW (Shielded Metal Arc Welding), GTAW (Gas Tungsten Arc Welding). Pengelasan semi otomatis dan full otomatis dibuat dengan teknik multi pass (pengelasan berlapis). Untuk pengelasan tipe lainnnya, termasuk FCAW (Flux Core Arc Welding) harus dikoordinasikan dahulu dengan manajer proyek untuk disetujui. Kecepatan angin pada saat pengelasan tidak boleh lebih dari 5 mph di area pengelasan. Proses pengelasan diidentifikasi dengan angka. Angka identifikasi dapat dilihat pada gambar pabrikasi yang telah disetujui oleh pihak pemesan.
b.
GTAW Jika elektrode SMAW low hidrogen tidak sesuai untuk memproduksi lasan yang sesuai dengan kualitas radiograpi, proses pengelasan GTAW digunakan untuk mengisi akar lasan. Apabila diameter pipa yang kecil sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan proses pengelasan dengan SMAW maka pengelasan seluruhnya diisi oleh GTAW.
c.
SMAW Pengelasan SMAW digunakan setelah akar las sudah terbentuk (jika akar lasan tidak dapat menggunakan proses pengelasan SMAW). Yaitu pada periode hot pass, filler, dan caping.
23
3.2.3 Persiapan penyambungan, jarak, dan pensejajaran. Proses beveling atau ujung pipa dibuat runcing 45° harus dilakukan untuk mempermudah proses pengelasan serta menguatkan sambungan lasaan. Proses beveling dilakukan dengan mesin bubut, gerinda atau juga dengan thermal cutting. Permukaan bevel harus rata dan halus. Material yang cukup tebal atau memiliki ukuran yang besar, dianjurkan untuk dipanaskan dahulu (pre heat) sebelum dilas. Permukaan yang akan dilas harus bersih dari cat, oli, dan kotoran lainnya yang dapat mengganggu proses pengelasan. 3.2.4 Material pengisi, Elektroda, dan Kawat las. Kandungan dari material pengisi harus sesuai dengan kandungan material yang akan dilas. Semua material pengisi harus memiliki spesifikasi low hidrogen, material lain diijinkan jika mendapat persetujuan dari pihak pemesan. Material pengisi untuk bahan karbon steel menggunakan tipe E390L, diperbolehkan sampai 500° F, dimana dipakai merk Inco 182. Penggunaan produk pengelasan (seperti kawat las) mengacu pada rekomendasi yang diberikan pabrikan. Elektroda, kawat las, dan material pengisi lainnya harus dijaga kebersihan,
kelembapan,
dan
penyimpanannya.
Mengacu
pada
rekomendasi dari pabrikan.elektroda yang kotor karena terkena gemuk, atau terkontaminasi karat tidak dipakai. 3.2.5 Kontur pengelasan dan Finishing Alur dari pengelasan keliling harus terlebur secara sempurna di sisi bevel untuk meminimalkan cacat hasil pengelasaan. Kotoran dari hasil pengelasan harus dibuang dari alur lasan sebelum melanjutkan pengelasan kembali, dan juga dari permukaan lasan yang sudah selesai dilas. Penguatan hasil lasan dan finishing mengacu pada aturan yang berlaku.
24
3.2.6 Perlakuan panas a.
Proteksi pada permukaan Permukaan yang dibuat dengan proses mesin akan di lindungi dengan cat tertentu atau kompon untuk melindungi dari kerusakan selama proses perlakuan panas (heat treatment).
b.
Penyangga (Support) Selama proses Heat treatment, pipa harus di beri penyangga agar meminimalkan dari pembengkokan material dan penyimpangan lainnya.
c.
Temperatur Preheating Batas minimal temperatur Pre-heat untuk pemotongan, pengelasan mengacu pada ANSI B31.3.
3.2.7 Piping Bonding ( pabrikasi/perakitan pipa ) Piping dan fittings dirancang, dibuat dan diinstall mengacu ke ANSI B31.3, kecuali dibahas di tempat lain di (dalam) Spesifikasi ini. Semua pembuatan dan instalasi pipa harus sesuai dengan rekomendasi pabrikan pipa. 3.2.8 Toleransi Pabrikasi Toleransi
pabrikasi
dijelaskan
oleh
Asme
B31.3
dengan
penambahan toleransi yang mematuhi Catatan Apendix A.
3.3
INSTALASI PIPA DAN PERALATAN PENUNJANG
3.3.1 Supports (Penyangga) Supports untuk Pipa dan pengelasannya untuk komponen piping akan dilas mengacu pada prosedur pengelasan yang digunakan untuk pemasangan sekelas/setingkat pipa. Semua peralatan pabrikasi dan supports untuk Pipa mempunyai persiapan mengelas menurut ASME B31.3. Pemborong akan menginstal semua alat pendukungan, pondasi, pemandu dan alat pendukung tambahan lainnya menurut detail yang digambarkan pada gambar pabrikasi.
25
Pemborong akan memastikan bahwa semua pipa cukup dan pipapipa penyangga tambahan untuk membantu proses pabrikasi yang tidak ditunjukkan pada gambar harus disetujui oleh perusahaan pemesan. Penggunaan alat pendukungan temporer selama instalasi peralatan akan menjadi keputusan manager proyek. Semua pendukungan temporer akan dipindahkan setelah pabrikasi selesai. Lokasi pipework akan didukung sesuai rancang-bangun baku dengan menghitung penempatan pipe support dengan tujuan untuk mencegah pembengkokkan dan tekanan berlebihan . Jarak maksimum yang ditunjukkan di bawah mengumpamakan pipa penuh dengan air pada 68oF untuk digunakan sebagai pemandu:
Nominal
Pipe
(Inch)
Size
Maximum Support Spacing (Feet) Steel Pipe
Cu Ni Pipe
GRE M7000
½
6½
5½
-
¾
8
6
-
1
10
7
8
1½
11½
8
9
2
13
9
10½
3
18
10½
12
4
20
12
13½
6
23
15
15
8
28
17
17
10
30
20
19½
12
33
20
21
14
33
22
16
34½
23½
26
18
36
25
20
38
26
24
40
28½
Tabel 3.1 Tinggi maximum dari penyangga 3.3.2 Piping Erection ( pemasangan pipa ) Sebelum perakitan semua pemasangan jalur pipa akan secara penuh dicat sesuai spesifikasi perusahaan, pengecatan dan protective coating spesifikasi, dengan pengelasan dilapangan . Pipa harus bebas dari semua karat, tack weld, oli, gemuk sebelum perakitan. Tiap-Tiap tindakan pencegahan akan diambil selama pemasangan untuk mencegah benda asing dari luar memasuki piping system . cover pelindung tidak akan dipindahkan sampai perakitan berakhir. Pengelasan dilapangan (field weld) dilakukan setelah permukaan yang akan dilas telah bersih dari kotoran atau benda lain yang mengganggu proses mengelas sesuai dengan spesifikasi perusahaan. Rantai tidak akan digunakan untuk penyetelan pipa, valve atau yang berhubungan dengan assesories pipa. Ketika pengangkatan hanya menjamin tali atau tali gantungan (web sling) yang akan digunakan. Semua pemasangn jalur pipa akan diinstall sesuai gambar yang telah disetujui oleh perusahaan pemesan. Modifikasi untuk menyalurkan lewat pipa penaklukan mungkin perlu untuk menghindari gangguan campur tangan. modifikasi seperti itu akan dilakukan atas persetujuan oleh Manager proyek. Pemborong akan melaksanakan modifikasi dengan cekatan dan rapi. Hasil Modifikasi akan dicatat dalam ’ as-built record drawings’. Pemborong akan memperbaharui gambar pekerjaan yang sesuai kenyataan untuk laporan ke perusahaan pemesan. Pemaksaan dalam pemasangan jalur pipa untuk kepentingan perbaikan sambungan tidak diijinkan kecuali jika ditetapkan pada gambar.
27
Valve dan komponen berat akan terus menerus dijaga atau disimpan untuk mencegah tenaga putaran berlebihan, pembengkokkan dan bentuk kerusakan lainnya ketika dalam pengiriman bersamaan dengan piping system lainnya. Penting bagi pipa hasil pabrikasi untuk dipisahkan dari pipe support, dengan memberikan bantalan ke pipa untuk mencegah kerusakan. Pemborong
akan
menghubungi
perusahaan
pemesan
untuk
persetujuan rencana sket pantas menyangkut lokasi pemasangan pipa dan menunjukkan kegunaan pipa tersebut. 3.3.3 Connections to Equipment ( penyambungan pada peralatan ) Pemasangn jalur pipa akan membantu dan menjadi pendukung di dalam suatu system peralatan seperti kompresor, mesin, pompa, dan heat exchangers. prosedur yang berikut akan menjelaskan: a.
Setelah peralatan telah menetapkan pipa akan [menjadi] dihubungkan kepada peralatan tanpa membuat koneksi atau pengikatan ke flens.
b.
flat face flanges dan full face flange gasket akan digunakan pada pemasangn jalur pipa yang menghubungkan ke peralatan dengan flat face flanges.
c.
Flenges akan dicek untuk memastikan bahwa tidak ada benda asing dalam peralatan tersebut. Jika pipa tidak benar-benar sejajar, akan dipindahkan dan diperbaiki kembali. Koreksi kelurusan tidak akan dilakukan selagi pipa dihubungkan kepada peralatan utama. Pemanasan dalam pemasangan jalur pipa untuk mengoreksi misalignment tidak akan diijinkan. Prosedur Yang berikut akan dilakukan untuk kelurusan flens ke
rotating equipment (peralatan yang bekerja dengan putaran): a.
mensejajarkan pipework ke peralatan utama, mengacu kepada toleransi dari pabrikan. Lakukanlah penyesuaian terhadap pipe support jika perlu.
28
b.
muka flanges untuk flanges di jalur pipa ke peralatan utama harus berada sejajar dengantoleransi 1/16 inci mengacu pada titik tengah diameternya.
c.
pengikatan antar flanges pipa dan flanges peralatan utama dengan menggunakan baut (stud bolt). Torsi dari pengencangannya mengacu pada tegangan yang ditetapkan dari pabrikan.
d. memeriksa kesejajaran kopling selama pemasangan baut dan pengencangan antara flanges pipa dan flanges dari peralatan utama. Pengencangan berlebihan terhadap flanges tidak mempengaruhi proses pensejajaran antara kedua kopling. e.
Cek settingan dari pipe support.
3.3.4 Flange Connections ( pemasangan antar flanges ) Flange connections shall be made up as follows: •
Bersihkan pelumas / lemak bersifat melindungi dari muka flanges tempat gasket berada dan posisi dimana baut di pasang. Muka antar flange harus pararel dan sejajar baik horizontal dan vertical. Posisikan gasket dan menginstal baut dan mur lalu di kencangkan.
•
Semua baut untuk koneksi flange memerlukan perhatian lebih dalam perakitan untuk memastikan seragam pada permukaan yang memuat gasket. Selain itu dalam pemasangan kedua flange, apabila terdapat kotoran dimuka flange atau goresan yang dalam mengenai muka flange maka akan dicopot dan diperbaiki dengan mengganti flange dengan yang baru.
•
Alat penunjang untuk melakukan penyatuan di flange, gauge antara flange, kunci torsi. Alat tersebut sangat penting untuk mensejajarkan kedua flange tersebut, dan jangan memasang gasket terlebih dahulu. Masukkan baut ke semua lubang flange dengan tangan dahulu, setelah itu baru masukkan mur yang berlawanan dan kemudian dikencangkan dengan kunci torsi. Semua sambungan flanged harus dikencangkan seluruhnya dan
pengencangannya tidak melebihi batas yang diberikan oleh pabrikan.
29
3.3.5 Valves ( katup ) Valve akan diinstall dengan tuas mengarah tegak lurus atas atau yang di jelaskan pada gambar. Split disk Wafer tipe check valve akan dipasang dengan shaft pada posisi vertikal. Semua valve, termasuk mengendalikan atau menutup valve, akan diinstall di dalam orientasi yang benar terhadap aliran. Di mana jika instalasi salah, maka valve akan di bongkar dan diperbaiki lagi arahnya, dioperiksa dan dengan tepat memposisikan biaya ditanggung oleh Pemborong. 3.3.6 Insulation ( isolasi pada pengepakan ) piping, valve dan peralatan yang berhubungan, juga fittings untuk penyekatan / isolasi mengacu pada standar spesifikasi piping, dan peralatan penyekatan / isolasi perusahaan pemesan. 3.3.7 Gasket Pemborong harus memastikan bahwa material gasket yang kan dipakai adalah material yang benar dan ketebalannya. Seperti spesifikasi yang ada dalam spesifikasi desain dan material dalam gambar pemipaan. Kepedulian akan diambil untuk memastikan bahwa gasket dan muka flens bersih, bagus dan bebas dari cacat. Pemborong akan memastikan bahwa gasket tidak tertindih benda apapun. Sambungan gasket dan gasket ring tidak boleh digunakan lagi setelah dibuka dari sambungan flange. 3.3.8 Bolting ( mur dan baut ) Pemborong harus memastikan bahwa ukuran mur dan baut yang akan dipakai adalah benar dan material juga benar. Seperti spesifikasi yang ada dalam spesifikasi desain dan material dalam gambar pemipaan. Semua baut yang masuk ke lubang flanges harus bebas bergerak tanpa terhambat apapun. Pemborong bertanggung jawab untuk semua ukuran torsi pengencangan baut dan aplikasi lainnya yang berhubungan dengan ukuran pengencangan baut.
30
Untuk penggabungan flange, ukuran tekanan kelas 600 ke atas. Dimana flange tersebut di sambungkan satu dengan yang lainnya, lalu di hidrotest, baut dibuka dan dikencangkan lagi, pengencangan dengan menggunakan baut, dan sudah menjalani uji tekanan dengan menggunakan media air, baut yang akan digunakan lagi tidak dianjurkan untuk menjalani pengencangan lebih dari 80% dari maksimal pengencangan yang ditetapkan oleh pabrikan. Sebagai alternatif, kontarktor menyiapkan mur dan baut khusus untuk pengetesan hydrotest. Setelah selasai melakukan hydrotest maka untuk instalasi digunakan mur dan baut yang baru sesuai dengan spesifikasi yang ada dalam gambar. Pengencangan mur dan baut dengan sistim hydrolik, harus melalui persetujuan perusahaan pemesan. Alat tersebut digunakan untuk baut diameter 1¼” keatas.baut yang dipakai harus lebih panjang dari yang standar, dan dilengkapi dengan pelindung ulir. 3.3.9 Workmanship ( jadwal pekerja ) Pengaturan pekerja dengan sistim ship bergantung pada spesifikasi dari perusahaan dan toleransi pabrikasi yang mengacu pada appendix A, dengan mengikuti syarat-syarat tambahan sebagai berikut:. Pembersihan harus dilakukan dengan cara tidak merusak atau mengkontaminasi hasil pengelasan atau sambungan dengan base plate. Pembersihan
kembali
dilakukan
setelah
selesai
melakukan
pengelasan. Potongan metal, tangkai kawat las, spater (kotoran setelah pengelasan), dan material asing harus di pindahkan dari peralatan atau pipa. 3.3.10 Persyaratan Untuk Vendor and Dokumentasi Aturan kepada penjual (vendor) harus mengacu pada spesifikasi dari perusahaan pemesan, dan juga tentang dokumentasi dari penjual (vendor).
3.4
WPS (Welding Prosedur Spesification) Pengelasan produksi baru boleh dilaksanakan apabila rekayasa
31
sambungan las telah memiliki spesifikasi prosedur las (WPS =welding procedure specification) yang teruji melalui rekaman kualifikasi prosedur (PQR = procedure qualification record). Apabila pengelasan pipa tidak didasari atas persyaratan tersebut di atas, maka jelas fabrikasi pipa tidak memenuhi standar internasional (ASME IX, AWS Dl.l, ANSI B 31.3, B 31.4, B 31.8, API 1104 atau 5L). WPS dapat disiapkan oleh pihak fabrikator, namun pengujiannya hams oleh pihak ketiga yang berwenang. Berikut ini dapat dilihat contoh dari suatu WPS dan PQR pendukungnya serta basil pengujian juru las yang direkam dalam rekaman uji kinerja juru las (welder performance test record) serta sertilikat kompetensi juru las. Di dalam pengelasan pipa terdapat ketentuan-ketentuan yang harus ditaati, seperti jenis dan ukuran cacat las yang dapat diterima, sistem identifikasi juru las dan nomor sambungan las, bentuk desain kampuh yang telah disepakati secara internasional, sistem pengujian yang ditentukan, perlakuan panas yang diperlukan untuk bahan dan ketebalan material tertentu, serta bahan las yang sesuai (compatible).
3.5 NON DESCTRUCTIVE INSPECTION (N.D.E) Uji tanpa rusak atau lazim disebut NON DESTRUCTIVE TEST (N.D.T), adalah sarana penunjang yang sangat diandalkan oleh kegiatan pengendalian dan pemastian mutu (quality control and quality assurance), sebagai sarana untuk mendapatkan data dari ukuran / dimensi objek inspeksi maupun jenis, bentuk. dan lokasi non konformasi yang terdapat pada objek inspeksi tersebut. Karena jenisnya yang beragam dan tingkat kesulitan interpretasinya yang tinggi, diperlukan seseorang yang sangat ahli dalam pelaksanaan NDT ini (NDT Inspector), yang untuk itu diperlukan kualifikasi kompetensi yang berjenjang mulai dari level 1 hingga level 3 yang tertinggi. Beberapa macam tipe NDT,adalah sebagai berikut: •
Radiografi
32
•
Ultrasonik
•
Magnetic particle
•
Dye/ liquid penetration
•
Eddy current
§
Electro magnetic sorting -
•
Neutron radiografi
•
Optical & acoustic holografi
•
Acoustic emission
•
Microwave inspection
•
Hardness test
•
Leak test
•
Spark test
•
Chemical spot check
Penulis akan berupaya menjelaskan prinsip maupun maksud dan tujuan pelaksanaan inspeksi NDT (Non Destructive Test). dengan menggunakan peralatan tersebut di alas dalam batas kemampuan dan pengalaman yang ada. Berikut adalah NDT yang sering digunakan didalam proses pabrikasi:
3.5.1 INSPEKSI CAIRAN PERESAP ( LIQUID PENETRANT INSPECTION ) 3.5.1.1 Prinsip Prinsip inspeksi dengan menggunakan cairan peresap adalah: membersihkan permukaan yang akan diselidiki dengan membuang kerak dan kotoran lainnya pada permukaan yang akan dideteksi kemudian menyemprotkan zat pelarut lemak / minyak dan mengeringkannya. Selanjutnya menyemprotkan cairan berwarna yang mempunyai daya resap (penetrasi) sangat tinggi yang lazim disebut "dye", pada permukaan yang bersih tadi dan membiarkannya untuk beberapa saat guna memberikan kesempatan bagi cairan tersebut untuk meresap ke celahcelah retak terbuka atau poripori kekeroposan (porosity), kemudian
33
membasuh permukaan yang tersemprot dye. tadi dengan cairan pelarut (cleaner) dan membiarkannya hingga beberapa saat untuk tuemberikan kesempatan cairan di permukaan mengering, selanjutnya meyemprotkan cairan yang mengandung kapur yang memiliki daya serap (absorpsi) yang tinggi. Cairan dye, yang meresap ke celah-celah tadi, yang walaupun sudah agak lama masih dalam keadaan basah karena tidak mengalami penguapan (evaporasi), akan terserap ke atas oleh serbuk kapur, sehingga kapur yang semula berwarna putih hersih akan temoda oleh zat pewarna dalam dye tali. Konfigurasi noda tadi menggambarkan keberadaan, jenis, dan bentuk non konformasi yang terhuka di permukaan. Makin lebar noda yang terjadi menunjukkan makin banyaknya cairan yang terserap, yang herarti pula makin hesar / dalant non konformasi yang terdeteksi tersebut. Untuk pendeteksian n.c yang lebih rinci dan akurat, digunakan jenis penetrant yang bersinar di tempat gelap (fluorescent). Untuk membacanya digunakan sinar ultra violet yang lazim disebut black light atau sinar hitam. Fluorescent dye yang terkena sinar ultraviolet akan tampak cemerlang di kegelapan dan menunjukkan secara sangat rind bentuk non konformasi hingga ke cabang dan akarnya. 3.5.1.2 Maksud dan Tujuan Jenis inspeksi NDT (Non Destructive Test). ini dimaksudkan untuk mengungkap (reveal), jenisjenis non konfornasi yang terbuka ke permukaan seperti retak (crack), lipatan (seam.), kekeroposan (porosity), lapisan (fold atau lap) dan inklusi terak (slag) atau benda asing lainnya.
34
Gambar 3.2 a. crack, b. seam, c. fold, d. porosity, e. slag inclusion
Tujuannya adalah, setelah cacat atau non konformasi tersebut diperbaiki, menghasilkan permukaan benda objek inspeksi yang bebas cacat, sekaligus mencegah terjadinya perkembangan cacat tersebut menjadi penyebab kerusakan yang lebib serius. Di bawah ini digambarkan secara skematis tahap-tahap pengujian dengan cairan peresap: 1) Tahap pembersihan awal Terdapat tiga metode pembersihan, yakni:
35
Gambar 3.3 Metode Pembersihan 2) Tahap aplikasi baban peresap (penetrant) Terdapat dua kelompok zat peresap, yakni:
Gambar 3.4 Dua Kelompok Zat Peresap
36
Setelah zat peresap disemprotkan, dilunggu beberapa saat (dwell time) secukupnya untuk memberikan waktu bagi zat tersebut untuk meresap ke dalam eelah-celah non konformasi yang terbuka di permukaan. Sebaiknya dwell time sesuai dengan saran pihak pabrik pembuat zat peresap (penetrant). Dwell time berlebihan dapat menyebabkan keringnya zat peresap di dalam eelab-celah non konformasi. Penyemprotan tergantung pada suhu dan kondisi permukaan uji. Suhu hiasanya herkisar antara 50 hingga 100°F (10 hingga 38°C). Jika suhu lebih tinggi dari batasan tersebut di alas, hares terlebih dahulu diadakan kualifikasi prosedur dengan menggunakan bahan, jenis carat dan suhu permukaan yang disimulasikan. Cacat dapat sesungguhnya ataupun buatan. Prosedur ini hares disetujui oleh pihak pemilik.(ASME V Par. 10.2) Penyemprotan dapat dilaksanakan dengan cara biasa (portable aerosol) atau menggunakan piranti elektromagnetik untuk mencegah penyemprotan berlebihan.
3.5.2 INSPEKSI BUTIR MAGNETIK 3.5.2.1 Umum Inspeksi butir magnetik digunakan untuk mengungkap carat atau non konforrnasi di permukaan dan di bawah permukaan (sub surface) dengan memanfaatkan kebocoran garis-garis gaya magnetik (flux) pada permukaan benda uji, sehingga dengan menyemprotkan butir ferromagnetik akan berkumpullah serhuk magnetik tersebut pada hocoran flux tadi sehingga karenanya terungkaplah jenis dan dimensi carat permukaan dan hawah permukaan. Karena hutir magnetik ini memerlukan garis-garis gaya magnetik, maka jenis inspeksi ini hanya dapat dilaksanakan pada material yang dapat menjadi magnetik, seperti misalnya bahan besi, baja dan paduan nikel, paduan cobalt, juga baja precipitation hardening seperti stainless steel 17-4 PH, 17-7PH, dan 15-4 PH, yang menjadi magnetik setelah berusia cukup lama (aging).
37
Material tersebut di atas akan kehilangan daya ferromagnetiknya apabila bersuhu melampaui 760°C (1400°F) yang lazim disebut Titik Curie (Curie point). Bahan non magnetik tidak dapat diperiksa dengan peralatan ini seperti misalnya bahan paduan aluminium, tembaga, perunggu (bronze), kuningan (brass), dan austenitic stainless steel. Di samping penerapan metode hutir magnetik pada bahan-bahan tersebut di atas, terdapat pula metode serupa yang menggunakan magnetic flux yakni: inspeksi karet magnetik (magnetic rubber inspection), pengecatan magnetik (magnetic painting) dan percetakan magnetik (magnetic printing). Adapun penggunaannya pada inspeksi akhir (final inspection), inspeksi penerimaan (receiving inspection), inspeksi dalam proses produksi (in process inspection), pengendalian mutu, pemeliharaan dan overhauling. Walaupun inspeksi butir magnetik telah mengungkap adanya cacat di bawah permukaan peralatan saat beroperasi, tetap diperlukan inspeksi tahap akhir untuk meyakinkan kembali keberadaan cacat tersebut setelab peralatan dihentikan untuk pemeriksaan. Khususnya dalam inspeksi penerimaan, inspeksi butir magnetik secara luas digunakan untuk mendeteksi secara dini carat-cacat pada bahan-bahan yang diterima seperti besi batangan, balok haja, pelat, barang tempaan dan barang cor-coran yang kasar. 3.5.2.2 Keuntungan dan Kerugian Di samping kerugian penggunaan jenis inspeksi ini yang hanya terbatas pada baban yang magnetik, inspeksi butir magnetik juga memerlukan sumber tenaga listrik untuk menghasilkan gaya elektromagnet, sehingga jenis inspeksi ini juga memiliki keterbatasan tidak dapat digunakan di daerah yang tidak memiliki sumber tenaga listrik. Selanjutnya walaupun terdapat sumber tenaga listrik, inspeksi ini rnasih memerlukan piranti khusus untuk pelaksanaannya seperti yoke, horse sboe, kahel-kabel khusus, dan lain-lain. Selanjutnya sebagaimana telah diutarakan di depan, inspeksi butir
38
magnetik hanya mampu mengungkap keberadaan carat di permukaan atau sedikit di bawah permukaan. Makin jauh lokasi cacat dari permukaan makin sulit dideteksi oleh peralatan ini kecuali jika cacat tersebut sangat besar. Suatu hal yang agak sulit dilaksanakan adalah demagnetisasi benda uji setelah pengujian butir magnetik. Pembersihan akhir kadang-kadang juga diperlukan akihat adanya percikan-percikan busur sewaktu mernasang dan melepas elektroda pada permukaan benda uji, khususnya pada permukaan uji yang sangat halus (finished) hares dijaga jangan sampai terjadi busur listrik maupun overheating di lokasi kontak antara elektroda dengan permukaan uji, karena jika hal ini terjadi akan memsak permukaan yang halus tali bahkan dapat meninx bulkan cacat Baru yang seharusnya tidak terjadi. Masih diperlukan keahlian khusus untuk mengoperasikan dan menginterpretasi temuan inspeksi ini. Karena adanya kemungkinan terjadinya busur listrik, maka jenis inspeksi ini tidak dapat dilaksanakan pada proses produksi di lingkungan yang kenyang dengan keberadaan gas yang mudah terbakar. Keuntungan penggunaan butir magnetik adalah sebagai berikut: 1) Indikasi carat langsung tampak di lokasi keberadaannya. 2) Tidak memerlukan kalibrasi peralatan. 3) Tidak memerlukan pemhersihan awal pada permukaan uji. 4) Tidak ada batasan terhadap luas permukaan uji.
39
Gambar 3.5 Inspeksi butir magnetic
3.5.2.3 Magnetisasi Magnetisasi didapatkan dari anus listrik searah yang dihasilkan dari rectifier atau dari generator arus searah. Untuk maksud mengungkap herbagai jenis defect yang berserak pada permukaan uji dengan segala dimensi dan arch, maka didesain beberapa konfigurasi elektroda dan kabel untuk menghasilkan berhagai arah garisgaris magnet atau flux, misalnya longitudinal, melingkar, dan sirkular pada permukaan datar. Flux longitudinal akan mengungkap jenis defect yang malintangflux, yakni jenis defect yang transversal. Flux yang melingkar sepanjang benda uji yang panjang akan mengungkap selunrh jenis defect yang longitudinal. Flux yang melingkar pada permukaan uji akan mengungkap jenis-jenis defect di antara dua elektroda.
40
Gambar 3.6 inspeksi prod tunggal
Gambar 3.7 Inspeksi dengan Prod Ganda
41
3.5.3 RADIOGRAFI Radiografi adalah salah satu uji tanpa merusak yang menggunakan sinar x atau sinar y yang mampu menembus hampir semua logam kecuali timbal dan material padat lainnya sehingga dapat digunakan untuk mengungkap cacat atau ketidaksesuaian di balik dinding metal atau di dalam bahan metal itu sendiri. Di dalam pengelasan, radiografi merupakan faktor penting untuk menentukan mutu internalnya secara cepat sebelum melangkah ke jenis uji mutu lainnya seperti uji merusak, uji etsa, uji kekerasan dan uji tanpa merusak lainnya jika ditentukan. Di samping kelebihan uji radiografi, terdapat pula kerugian penggunaannya, yakni radiasi dari sinar x atau y yang berbahaya bagi kesehatan manusia, yang jika melebihi batas ambang yang diizinkan dapat merusak kesehatan hingga mematikan. Oleh karenanya di dalam radiografi diberikan peralatan perlindungan radiasi dan izin khusus baik dalam penggunaan maupun pengangkutannya (khususnya gammagrafi). Sinar x berasal dari arus listrik bertegangan sangat tinggi dari 100 hingga 500 kVolt. Karenanya sinar x dapat dikendalikan dengan mengatur besar kecilnya arus, demikian juga dengan pengarahannya sangat terfokus sehingga radiasinya tidak menyebar ke mana-mana. Sebaliknya sinar gamma yang berasal dari zat radio aktif seperti misalnya Iridium 192 yang disebut isotop, sinar radiasinya menyebar ke segala arah sebagaimana sinar matahari, sehingga untuk dapat memfokuskannya harus dimasukkan ke dalam kemasan khusus yang terhuat dari timbal atau uranium yang diperlemah yang lazim disebut kamera dengan bukaan tertentu. Dari bukaan inilah seberkas sinar radioaktif y terpancar dan dimanfaatkan. Para pelaksana radiografi dilengkapi dengan peralatan penyelamat seperti survei monitor yang mengukur tingkat radiasi yang terpancar dari sumber penyinaran yang kekuatannya merupakan fungsi jarak dan intensitas radiasinya. Dengan demikian dapat ditentukan daerah yang aman bagi para
42
pelaksana radiografi dan sekaligus memagarinya untuk peringatan bagi orang yang berlalu-lalang di sekitar kegiatan radiografi. Para pelaksana juga dilengkapi dengan pena dosimeter yang merekam jumlah radiasi yang diserap oleh seseorang, dan juga film badge yang berfungsi sama dengan pena dosimeter tersebut. 3.5.3.1 Cakupan Di Iuar kegiatan medis, penggunaan teknik radiografi adalah untuk mendeteksi carat-cacat konstruksi dan material akibat bawaan dari mill, pengaruh pekerjaan las, serta akibat dari pengoperasian peralatan. Di dalam dunia irigasi, teknik radiasi digunakan untuk menguji kekedapan suatu bendungan. Di dalam dunia industri pengolahan, teknik radiografi digunakan untuk: inspeksi on stream (sewaktu peralatan dioperasikan), teknik pengukuran level suatu mated padat / slurry di d a la m bejana pemroses, pengukuran ketebalan, dan pengawetan bahan makanan. Masih banyak lagi kegunaan teknik radiasi yang tidak akan dibahas di sini. Khususnya di dunia pengelasan, teknik radiasi sangat deminim dalam menentukan mutu suatu sambungan las, sekaligus menentukan batasan penerimaan dan penolakannya. Radiografi juga menentukan dalam menilai tingkat kemampuan / kinerja seseorang juru las sehingga merupakan faktor kunci dalam kualifikasi prosedur las dan kinerja juru / operator las. Namun demikian bukan berarti radiografi merupakan teknologi yang super dan tidak ada cacat, terdapat beberapa kelemahan yang cukup menyulitkan pihak inspektor dalam mendeteksi keberadaan cacat seperti fusi tidak sempurna (incomplete fusion), lapis dingin (cold lap), serta retak bawah kampuh (underbead crack). Ketiga cacat ini sulit dideteksi oleh radiografi karma posisinya. Di dalam praktek, terdapat beberapa hal yang menimbulkan keraguan interpretasi film radiografi yang diakibatkan oleh: (1) lead screen yang tergores atau carat, (2) terdapat kotoran atau rambut di antara film dan lead screen, (3) kondisi cairan kimia pencuci film yang telah kotor, dan film radiografi yang carat atau tergores. Keempat jenis non konformasi tersebut
43
dapat menimbulkan imaji palsu pada film radiografi sehingga meragukan pihak radiografer untuk menginterpretasikannya.
3.5.4 UJI ULTRASONIK (ULTRASONIC EXAMINATION) Uji ultrasonik termasuk salah satu dari uji tanpa rusak yang fungsinya saling mendukung dengan jenis uji tanpa rusak lainnya terutama untuk mendeteksi carat internal dan ketebalan dinding. Penggunaan UT di lapangan masih dianggap lebih mahal daripada radiografi, di samping pada umumnya UT tidak dapat dibuktikan dengan catatan tertulis sebagaimana halnya radiografi (kecuali jika dilengkapi pirand khusus perekam indikasi), jadi baik buruk rekomendasi inspektor benar-benar didasarkan atas profesionalitas dan tingkat kualifikasinya sebagai ahli uji ultrasonik dengan level tertentu dengan lingkup tanggung jawabnya. Uji ultrasonik sama dengan uji radiografi, memerlukan bukti kualifikasi inspektor dan mutu kinerja yang hams didemonstrasikan, kecuali apabila sertifikasi kompetensinya dikeluarkan oleh institusi yang telah diakui secara internasional (seperti misalnya ASNT) dan masih valid pada saat rekruitmennya. Selanjutnya bagi seorang ahli uji ultrasonik, untuk meningkatkan kinerja dan kehandalannya walaupun telah berkualifikasi tingkat tertinggi tetap diperlukan praktek dan eksperimen yang terus-menerus dan inovatif untuk dapat menangani berbagai bentuk non konformasi yang rumit dan unik dalam berbagai material dengan variabel komponen yang berbeda seperti misalnya accoustic impedance dan lain-lain yang cukup dominan. 3.5.4.1 Perlengkapan lnspeksi ultrasonik mencakup perlengkapan sebagai berikut: 1. Generator yang menghasilkan sinyal elektronik yang mengeluarkan 2. semburan voltase bolak-balik apabila dipicu secara elektronik. 3. Transducer yang mengeluarkan berkas gelombang suara
ultrasonik
apabila dikenai voltase bolak-balik. 4. Couplant, zat penghantar gelombang getaran ultra ke benda uji.
44
5. Couplant yang meneruskan output ultrasonik (accoustic energy) dari benda uji ke transducer penerima 6. Transducer atau lazim disebut unit pencari yang merubah energi ultrasonik menjadi semburan voltase bolak-balik. Di dalam beberapa sistem transducer juga bekerja baik sebagai pengirim dan penerima gelombang suara ultrasonik. 7. Piranti elektronik untuk memperkuat (amplify) dan jika perlu dimodulasi atau jika tidak merubah sinyal dari transducer penerima. 8. Piranti (osiloskop) untuk mendisplay atau mengindikasikan record output dari benda uji berupa charta atau computer print out. 9. Electronic clock sebagai titik referensi primer dan mengkoordinasi seluruh sistem. 3.5.4.2 Keuntungan Keuntungan inspeksi ultrasonik dibanding dengan inspeksi NDT lainnya adalah: 1. Kemampuan penetrasi yang unggul sehingga mampu mengungkap ca-cat yang jauh di dalam material. Kemampuan penetrasi dapat meneapai 20 kaki (240 inei), seperti misalnya untuk inspeksi pores (shaft), rotor, tempaan dan lain-lain. 2. Kepekaan yang sangat tinggi mampu mendeteksi cacat yang sekecil apapun. 3. Akurasi yang tinggi dalam menentukan posisi, ukuran, bentuk, orientasi, kondisi dan sifat cacat internal. 4. Hanya diperlukan sebuah permukaan yang dapat dicapai untuk inspeksi. 5. Karena sifatnya elektronik, maka indikasinya langsung dan instan, sehingga mempercepat interpretasi, dalam kasus-kasus yang memerlukan penanggulangan cepat. Catatan / record indikasi dapat dibuat untuk pengarsipan yang bermanfaat untuk waktu yang akan datang. 6. Kemampuan scanning volumetrik menyebabkan inspektor mampu menginspeksi sejumlah metal yang menghubungkan permukaan muka dan belakang dari suatu peralatan (misalnya tube di antara dua buah tube
45
sheet). 7. Tidak berbahaya bagi operator, personil di sekitar, serta peralatan. (kecuali apabila kondisi instalasi kenyang dengan gas yang mudah terbakar/ meledak). 8. Ringan dan portable. 3.5.4.3 Kerugian Adapun kerugiannya dibanding dengan inspeksi NDT lainnya adalah: 1. Diperlukan seorang ahli dengan tingkat teknologi yang tinggi dalam mengoperasikan peralatan ultrasonik, menginterpretasikan indikasi serta menyusun prosedur inspeksi. 2. Diperlukan tingkat kehati-hatian yang tinggi. 3. Material yang kasar permukaannya, bentuk yang tidak beraturan, ukuran kecil, tipis, atau yang memiliki susunan material yang tidak homogen, sulit untuk diinspeksi. 4. Cacat yang sangat dekat dengan permukaan sulit untuk dilacak. 5. Masih tergantung pada zat couplant untuk menyalurkan gelombang suara ultrasonik. 6. Masih selalu diperlukan acuan (referensi) untuk kalibrasi maupun interpretasi cacat / indikasi.
3.6
SPESIFIKASI MATERIAL Spesifikasi material yang akan diamati pada pabrikasi Pipa Flow Line yaitu: 1.
Pipa ASTM A-106 GR.B SMLS, 6" Sch. 160 Material pipa karbon steel produksi jepang yang memiliki standar API 5L, ASTM A-106-04B/ ASME 2004 SA-106 GR.B. Dengan tipe seamless yaitu tanpa ada sambungan disekitar badan pipa. Memiliki kempuan terhadap tekanan sampai 3000 Psi/ 206.8 bar.
2.
Pipa ASTM A-106 GR.B SMLS, 4" Sch. XXS Material pipa karbon steel produksi jepang yang memiliki standar API 5L, ASTM A-106-04B/ ASME 2004 SA-106 GR.B.
46
Dengan tipe seamless yaitu tanpa ada sambungan disekitar badan pipa. Memiliki kempuan terhadap tekanan sampai 3000 Psi/ 206.8 bar.
47
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Awal. Data yang dikumpulkan disini adalah hasil dari NDT (Non Destructive Test) project modification flow line well A-9 & A-11 dengan klien Premier Oil. Hasil tersebut memberitahukan ada-tidaknya cacat dalam hasil lasan. Apabila ditemukan cacat dalam lasan, akan di analisa untuk dicari penyebab terjadinya cacat tersebut. Berikut ini hasil dari pengumpulan data dari project modification flow line well A-9 & A-11. 4.1.1 Hasil NDT-RT dari gambar 1 (P-302/P/06) Tabel 4.1 Laporan NDT yang terdapat cacat pada Joint 1 (P-302/P/06)
48
49
Tabel 4.2 Laporan NDT yang terdapat cacat pada Joint 17 (P-302/P/06)
50
Tabel 4.3 Laporan NDT yang terdapat cacat pada Joint 23 (P-302/P/06)
51
4.1.2 Hasil NDT-RT dari gambar 2 (P-304/P/06). Tabel 4.4 Laporan NDT yang terdapat cacat pada Joint 5 (P-304/P/06)
52
Tabel 4.5 Laporan NDT yang terdapat cacat pada Joint 12 (P-304/P/06)
53
4.1.3 Hasil NDT-RT dari gambar 3 (P-306/P/06). Tabel 4.6 Laporan NDT yang terdapat cacat pada Joint 19 (P-306/P/06)
54
4.2 Analisa Data Awal. 4.2.1 Analisa awal pada gambar 1 (P-302/P/06). Ditemukan cacat lasan pada hasil proses NDT-RT(Non Destructive Test-Radiografi Test). Cacat yang ditemukan yaitu: 1. Lack of Fusion (Joint 1 ) Cacat ini termasuk jenis yang amat berbahaya karena sulit dideteksi pada imagi film radiografi. Disebahkan oleh: suhu metal terlalu rendah. kampuh kotor, ayunan elektroda tidak sempurna. Akibatnya fatal. Penanggulangannya dengan membongkar keseburuhan sambungan las, memperingatkan atau mengganti juru las, dan mengelas ulang sesuai WPS.
•
Sebab Penyebab dari cacat lack of fusion dapat terjadi dari beberapa hal.
Berdasarkan kutipan dari “buku inspeksi teknik karangan sri widharto”. Penyebabnya, pertama suhu rendah pada metal/ material yang akan dilas,
55
hal
tersebut
mempengaruhi
panas
yang
dibutuhkan
untuk
melebur/menyambung kedua material yang dilas. Kampuh yang kotor juga berpengaruh pada saat terjadinya proses pengelasan, kotoran akan tercampur kedalam material lasan. Posisi dan sudut pengelasan yang salah juga berpengaruh pada proses dan hasil lasan.juru las terkadang terlalu terburu-buru dalam melakukan pengelasan sehingga kecepatan las menjadi tinggi, hal tersebut berpengaruh terhadap proses peleburan yang terlalu dini dan tidak terlebur secara sempurna. Ayunan yang dilakukan pada saat proses lasan terkadang tidak mencairkan sisi lasan, hal tersebut dapat dikarenakan ayunan yang terlalu cepat atau bisa juga ayunan tidak merata satu sama lainnya. Yang paling terakhir penyebab terjadinya lack of fusion yaitu mesin las dan aksesori lainnya yang tidak terkalibrasi dengan baik, karena bagaimanapun mesin las merupakan salah satu penunjang utama dalam proses pengelasan. •
Akibat: Fatal, karena kekuatan dari sambungan lasan tidak mempunyai
kekuatan penuh, yang dapat menimbulkan terjadinya kerusakan pada sambungan
apabila
tetap
dipergunakan.
Kerusakan
tersebut
yaitu
kemungkinan bolong pada sambungan lasan, retak pada sambungan lasan, bahkan dapat terjadi pula patah pada sambungan lasan. Sehingga potensi kegagalan sangat besar apabila tidak segera diperbaiki. •
Penanggulangan: Dari kutipan ”buku inspeksi teknik karangan sri widharto” cara
penanggulangan dari cacat las ”lack of fusion” terdiri dari beberapa tahap yaitu membongkar total keseluruhan sambungan yang cacat dengan mengacu pada hasil NDT (Non Destructive Test). Juru las juga diperingatkan keras untuk memperbaiki kinerjanya atau diganti jika tidak dapat memperbaiki hasil pekerjaannya. Selain itu periksa sertifikat kalibrasi mesin las, kalau sertifikat
56
kalibrasi mesin las tidak ada/ kadaluwarsa, mesin las harus dikalibrasi ulang.
2. Repair Caping (Joint 17 dan Joint 23) Caping merupakan lapisan terluar (permukaan atas) dari lasan. Cacat permukaan atas yang terdiri dari: undercut, high low (tinggi rendah), crater crack atau crow feet (retak kawah), pin hole (lubang jarum), spatter (percikan las), surface crack (retak permukaaan), longitudinal/ transversal, wide bead (jalur lebar), excessive reinforcement (jalur menonjol), stop start/ fault of electrode junction (kesalahan saat penggantian elektroda), weaving fault (salah ayun), surface porosity (permukaan berlubang), surface concaviry (permukaan cekung). Jenis cacat ini kadang-kadang dapat langsung tampak oleh pandangan mata, kadang-kadang baru tampak setelah diuji penetrant, atau bahkan baru diketahui setelah melakukan test radiografi.
57
•
Sebab Pada cacat las tipe ini ada beberapa penyebab terjadinya cacat yang
dikutip dari “buku inspeksi teknik karangan sri widharto”. Pertama juru las tidak menyelesaikan capping (lajur las yang teratas) dengan baik atau pengelasan capping tidak konsisten yang berpengaruh pada hasil lasan yang kurang baik. Kecepatan pengelasan pada bagian capping yang terlalu tinggi juga berpengaruh terhadap hasil lasan pada bagian capping. Selain itu lebar kampuh yang tidak tetap pada bagian capping juga dapat mempengaruhi hasil lasan. •
Akibat Kekuatan pada sambungan lasan akan berkurang dibandingkan
dengan sambungan lasan yang penuh. Kekuatan sambungan sangat diperlukan untuk menopang dua benda yang disambung menjadi satu. Selain itu kurangnya luasan yang diisi oleh material lasan dapat memicu terjadinya karat sehingga umur dari sambungan lasan lebih pendek dibandingkan dengan sambungan lasan yang sempurna. •
Penanggulangan Cara penangggulangan pada tipe cacat ini seperti yang dikutip dari
“buku inspeksi teknik karang sri widharto” yaitu dengan mengisi ulang cekungan yang kurang pada bagian capping hingga penuh dengan menggunakan teknik ayunan.
4.2.2 Analisa awal pada gambar 2 (P-304/P/06). Ditemukan cacat lasan pada hasil proses NDT-RT. Cacat yang ditemukan yaitu: 1. Porosity
(Joint 5)
Cacat ini biasanya disebabkan oleh kondisi pengelasan yang basah/lembab, gas yang merasuk ke dalam kolam las. salah jenis arus, salah jenis polaritas. Akibatnya memperlemah sambungan las. Penanggulangannya dengan menggerinda atau menggauge bagian
58
yang cacat hingga porositas hilang dan mengelas ulang sesuai W PS.
•
Sebab Penyebab dari cacat porosity berdasarkan kutipan dari ”buku
inspeksi teknik karangan sri widharto” dapat terjadi karena kondisi lingkungan sekitar ataupun material lasan yang lembab pada saat proses pengelasan dilakukan, sehingga berpengaruh pada proses peleburan yang kurang sempurna atau bahkan terkontaminasi dengan uap air yang disebabkan oleh kelembapan yang berlebihan. Kampuh yang kotor juga berpengaruh terhadap timbulnya cacat porosity pada saat terjadinya proses pengelasan, kotoran atau minyak akan tercampur kedalam material lasan. Selain itu elektroda yang lembab berpengaruh terhadap terjadinya cacat pada hasil lasan. Karena elektroda yang lembab terdapat kandungan uap air yang berpotensi besar tercampur pada proses peleburan.
Lapisan
pelindung
59
elektroda
yang
terkelupas
juga
berpengaruh pada saat mengelas, karena proses peleburan yang dihasilkan tidak tercampur dengan sempurna karena lapisan pelindung elektroda sudah tidak ada. Kolam las tertembus angin yang dapat diakibatkan oleh tersendatnya aliran gas pelindung karena stang las kotor, habisnya gas pelindung yang terdapat pada tabung, sampai cuaca lingkungan yang anginnya bertiup dengan kencang berpengaruh pada peluang masuknya udara luar pada proses pengelasan sehingga udara dari luar tercampur dengan material pada proses peleburan. Apabila material yang dilas diberi lapisan galvanize sebelum terjadi proses pengelasan maka sebaiknya material tersebut di gerinda terlebih dahulu, karena lapisan tersebut berpengaruh pada proses peleburan yang natinya jika tidak digerinda akan ada perbedaan material yang masuk pada proses peleburan. •
Akibat Porosity mempunyai akibat yang mirip dengan lack of fusion yaitu
berakibat kurangnya kekuatan dari sambungan lasan yang dapat menyebabkan kerusakkan pada sambungan lasan dan juga mengurangi umur dari sambungan lasan, sehingga dapat menyebakan kerugian pada ongkos operasional. •
Penanggulangan Cara penanggulangan dan perbaikan yang harus dilakukan apabila
terjadi cacat seperti ini menurut kutipan dari buku inspeksi teknik yaitu pada bagian yang terindikasi cacat dari hasil NDT dipotong atau digerinda, kemudian diisi kembali pada bagian yang dipotong sesuai dengan prosedur yang berlaku.
60
2. Caping
(Joint 12)
(Sama penjelasan cacat las pada gambar 1, joint 17)
4.2.3 Analisa awal pada gambar 3 (P-306/P/06). Ditemukan cacat lasan pada hasil proses NDT-RT. Cacat yang ditemukan yaitu: 1. Porosity
(Joint 19)
61
(Sama penjelasan cacat las pada gambar 2, joint 5)
4.3
Pengumpulan Data Setelah Perbaikan. 4.3.1 Hasil Perbaikan (P-302/P/06) Berikut adalah hasil NDT-RT setelah perbaikan lasan. Data yang didapat yaitu:
62
Tabel 4.7 Laporan NDT setelah diperbaiki pada Joint 1 (P-302/P/06)
63
Tabel 4.8 Laporan NDT yang terdapat cacat pada Joint 13 & 23 (P-302/P/06)
64
4.3.2 Hasil Perbaikan (P-304/P/06) Berikut adalah hasil NDT-RT setelah perbaikan lasan. Data yang didapat yaitu: Tabel 4.9 Laporan NDT setelah diperbaiki pada Joint 5 dan 12 (P-304/P/06)
65
4.3.3 Hasil Perbaikan (P-306/P/06) Berikut adalah hasil NDT-RT setelah perbaikan lasan. Data yang didapat yaitu: Tabel 4.10 Laporan NDT setelah diperbaiki pada Joint 19 (P-306/P/06)
66
4.4
Analisa Hasil Akhir. Dari pengamatan pada proses pabrikasi project modification flow line well A-9 & A-11 P.T Gearindo Prakarsa. Ada 3 hal yang mempunyai pengaruh besar dalam proses pengelasan untuk mendapatkan hasil lasan yang baik, yaitu: 1. Peralatan Peralatan yang baik (mesin las, kabel las, stang las, dan lain-lain) sebagai penunjang pengelasan. Peralatan yang digunakan tidak harus baru, tetapi kondisinya harus terjaga atau baik dengan perawatan yang rutin atau berkala. Berikut ini pengaruh peralatan terhadap hasil lasan: o Mesin las Apabila mesin las dalam keadaan yang tidak baik biasanya hasil keluaran listrik untuk membantu penyalaan dan peleburan kawat las sudah tidak merata (voltasenya naik-turun). Keadaan tersebut berpengaruh terhadap proses pengelasan menjadi tidak merata, yang kemudian dapat mengakibatkan cacat lasan. Perbaikan harus dilakukan untuk mendapatkan hasil keluaran listrik yang stabil dan konstan. o Kabel las Kabel las mempunyai peran yang penting untuk menyalurkan arus dari mesin las ke stang las. Apabila kabel sudah ada yang terkelupas maka kabel las harus diganti, karena berpengaruh pada baik-tidaknya penyaluran arus yang akan berpengaruh pula pada proses peleburan kawat las. o Stang las Stang las mempunyai peran sebagai penjepit stik las. stang las menyalurkan arus litrik dari kabel las ke stik las yang nantinya akan terbakar dan melebur pada titik lasan yang dituju. Apabila stang las sudah tidak berfungsi dengan baik, maka arus yang disalurkan tidak seluruhnya sampai ke stik las (kawat las). Sehingga berpengaruh
67
pada proses peleburan stik las tersebut, yang apabila peleburannya tidak merata maka akan timbul cacat pada hasil lasan.
2. Juru las Juru las (welder) mempunyai pengaruh besar terhadap hasil lasan karena pada pengelasan pipa masih menggunakan tenaga manusia. seperti terlihat di tabel dan grafik dibawah ini. Kode Identitas Juru Las 06 32 39 40 41 43 49 50
No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Jumlah total hasil pengelasan yang dikerjakan (A) 3 2 1 40 12 12 8 10
Jumlah hasil pengelasan yang gagal (B) 1 1 1 1 1 1 -
Perentase keberhasilan (P = B/A x 100%) 66.7 % 50 % 0% 96.7 % 91.7 % 91.7 % 100 % 100 %
persentase keberhasilan juru las persentase keberhasilan
100 80 60
persentase keberhasilan tiap welder
40 20 0 06
32
39
40
41
43
49
50
kode identitas juru las
Gambar 4.1 Grafik Persentase Keberhasilan juru las dalam pengelasan
dari grafik diatas dijelaskan bahwa ada beberapa juru las yang kinerjanya kurang baik, sehingga hasil pengelasan yang dilakukan ada beberapa yang menimbulkan cacat. Kesimpulannya juru las yang persentase keberhasilannya kurang baik atau bahkan nol persen
68
merupakan salah satu penyebab terjadinya cacat pada hasil pengelasan. Untuk mendapatkan hasil yang baik secara terus menerus, salah satu caranya yaitu dengan mengkualifikasi lagi juru las setiap 3 bulan sekali untuk melatih keterampilan mereka terutama untuk mereka yang keterampilannya dan kemampuannya menurun. Kegiatan tersebut dilakukan untuk membuat para juru las tetap bersungguh-sungguh dalam melakukan pekerjaan mereka.
3. Lingkungan Lingkungan mempunyai pengaruh juga pada hasil lasan. Pengaruhnya yaitu pada kelembapan lingkungan sekitar. Makin besar nilai kelembapan makin besar pula kemungkinan cacat yang terjadi pada hasil lasan, karena kelembapan udara yang tinggi maka kandungan H2O-nya pun tinggi. Sehingga apabila masuk dalam reaksi pengelasan akan banyak pula atom hydrogen yang masuk dan memicu terjadinya porosity. Maka untuk mencegah terjadinya cacat yang terdapat pada hasil pengelasan, caranya dengan menggunakan elektroda low hydrogen. Dengan tujuan mengecilkan kandungan hydrogen yang masuk pada proses pengelasan.
69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil pengolahan data dan perbaikan yang telah dilakukan. Diambil beberapa kesimpulan dan saran terhadap proses pabrikasi, baik untuk perusahaan maupun untuk pengembangan penelitian ini.
5.1
Kesimpulan Bagian akhir dari penelitian ini adalah menarik beberapa kesimpulan yang menyangkut pada pelaksanaan penelitian dan teori-teori yang digunakan dan situasi serta kondisi aktual diperusahaan. P.T Gearindo Prakarsa adalah sebuah perusahaan pabrikasi yang bergerak dibidang pemipaan (Piping) untuk melayani pesanan dari perusahaan minyak dan gas bumi di Indonesia. Pengambilan data dilakukan dengan mengambila data hasil NDT radiografi test yaitu dengan menggunakan sinar x atau sinar y yang mampu menembus hampir semua logam kecuali timbal dan material padat lainnya sehingga dapat digunakan untuk mengungkap cacat atau ketidaksesuaian di balik dinding metal atau di dalam bahan metal itu sendiri. Di dalam pengelasan, radiografi merupakan faktor penting untuk menentukan mutu internalnya secara cepat sebelum melangkah ke jenis uji mutu lainnya seperti uji merusak, uji etsa, uji kekerasan dan uji tanpa merusak lainnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan untuk skripsi ini. Maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut: 1. Dari hasil pengumpulan dan pengolahan data pada bab IV dapat ditarik kesimpulan, bahwa hasil lasan dapat dipengaruhi oleh 3 hal yaitu : peralatan mengelas, juru las, lingkungan sekitar. Kesimpulan tersebut didapat setelah melakukan pengolahan data hasil NDT-RT. Pada saat dilakukan uji NDT yang pertama, ditemukan sejumlah cacat yang terdapat pada hasil pengelasan.
70
Cacat yang ditemukan antara lain lack of fusion, repair caping, dan porosity. Setelah dianalisa penyebabnya dan dilakukan perbaikan pada hasil pengelasan yang cacat, maka dilakukan uji NDT yang kedua untuk mengetahui masih adanya cacat yang terdapat pada hasil lasan setelah dilakukan perbaikan. Dari hasil yang kedua tidak lagi ditemukan cacat yang pada hasil pengelasan setelah dilakukan perbaikan. Sehingga diambil kesimpulan bahwa hasil lasan dapat dipengaruhi oleh 3 hal yaitu : peralatan mengelas, juru las, lingkungan sekitar. 2. Pengamatan yang dilakukan terhadap hasil NDT-RT pada waktu awal pengambilan menunjukkan bahwa alat dan juru las (welder) mengalami masalah. Sehingga pada 2 hal tersebut dituntut adanya perbaikan. 3. Sebagian besar hasil lasan dipengaruhi oleh Juru las (welder), Karena proses pengelasan masih sepenuhnya dikendalikan oleh tenaga manusia. 4. setelah dilakukan revisi dengan melakukan perbaikan berdasarkan analisa yang diperoleh, maka dilakukan pembongkaran sebagian dari lingkaran lasan (sambungan). Kemudian diperbaiki lagi dengan memperhatikan hasil analisa secara seksama sehingga tidak mengulangi lagi kesalahan seperti yang dilakukan pada awal pengelasan.
5.2
Saran Setelah penulis mempelajari penyebab dari gagalnya hasil pengelasan (cacat las) di P.T Gearindo Prakarsa, maka penulis akan mencoba untuk memberi saran-saran yang sekiranya dapat bermanfaat untuk penelitian yang akan dilakukan selanjutnya, saran-saran tersebut adalah: 1. penelitian pada saat ini menggunakan pipa yang memiliki tingkat ketebalan
yang
tinggi.
71
Diharapkan
penelitian
selanjutnya
dilakukan dengan menggunakan material pipa yang memiliki tingkat ketebalan yang lebih rendah atau tipis. 2. jenis material yang digunakan nantinya diharapkan berbeda dari penelitian yang dilakukan kali ini. Misalnya menggunakan material pipa tembaga, aluminium, stainless steel, duplex, dan yang lainnya. 3. uji NDT yang dilakukan pada penelitian berikutnya diharapkan denga menggunakan tipe lain, seperti magnetik partikel test, penetrant, ultrasonik test, dan yang lainnya. 4. ruang tempat dilakukan pengujian diharapkan dilakukan pada tempat yang tertutup. Sehingga pengaruh udara dari luar yang masuk keproses pengelasan dapat diminimalkan.
72
Daftar Pustaka 1. Raswari. Perencanaan dan Penggambaran Sistem Perpipaan. Cetakan 1. Jakarta: Penerbit Universitas Indonasia (UI- Press). 1987 2. Whistance, Dennis and David R. Sherwood. The Piping Guide. Second Edition. San Fransisco: Syentek Books Company. 1991 3. Widhato, Sri. Inspeksi Teknik. Buku 1. Cetakan 2. Jakarta: Pradnya Paramita. 2005 4. Widhato, Sri. Inspeksi Teknik. Buku 2. Cetakan 2. Jakarta: Pradnya Paramita. 2004 5. Widhato, Sri. Inspeksi Teknik. Buku 3. Cetakan 2. Jakarta: Pradnya Paramita. 2005 6. Widhato, Sri. Inspeksi Teknik. Buku 4. Cetakan 1. Jakarta: Pradnya Paramita. 2004 7. Widhato, Sri. Inspeksi Teknik. Buku 5. Cetakan 1. Jakarta: Pradnya Paramita. 2004
73