Transparency International (TI) Indonesia adalah chapter otonom dari Transparency International (TI) yang bekerja di lebih dari 90 negara di dunia. TIIndonesia merupakan jaringan LSM yang memfokuskan diri pada upaya melawan korupsi dan berupaya membangun koalisi/kemitraan dalam rangka membasmi efek buruk dari korupsi terhadap kaum lelaki, perempuan, dan anakanak. Misi utama dari TIIndonesia adalah menciptakan lingkungan yang bersih dari praktik korupsi.
Transparansi
E-NEWSLETTER E-Newsletter TI-Indonesia
E D I S I
I V
V O L
V I 1
A P R I L
2 0 1 1
Upaya Sistematis Melawan KPK
DAFTAR ISI: Upaya Sistematis Melawan KPK
1
Rilis Media Tolak Rencana pembangunan Gedung Baru DPR oleh Koalisi LSM
2
Kick Off Meeting PAC REDD+
3
Reinventing Me: Menemukan Kembali Semangat Diri
3
Berita Daerah: Dharmasraya siap Luncurkan Perda Transparansi dan Partisipasi Publik
4
Resensi Buku: Perjalanan Politik Perempuan Indonesia Pasca-Reformasi
5
Opini: DPR (Tak) Beradab
6
Agenda Kegiatan
7
Album Kegiatan
7
Salam Redaksi
8
Dok.TI-Indonesia Transparancy (TI) International Indonesia dan Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) menolak dilakukannya revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini disampaikan dalam konferensi pers yang dimoderatori oleh Heni Yulianto, Procurement Specialist TIIndonesia, Kamis (28/4). Indikasi DPR melakukan upaya sistematis untuk “melawan” dengan cara menggunakan kewenangan yang dimilikinya yaitu hak menginisiasi legislasi sebagai upaya balas dendam DPR terhadap KPK. "Ada beberapa eskalasi serangan terhadap KPK yang menjadi sangat sistematis, mulai dari sistem politik yang mengancam pengurangan anggaran politik DPR sampai judicial review kewenangan KPK.," kata Vidya Dyasanti. Menurut Vidya, serangan terhadap KPK ini semakin gencar dilakukan oleh DPR pasca
tertangkapnya 24 anggota DPR pada kasus cek pelawat saat pemilihan Gubernur Senior BI Miranda S Gultom. Upaya balas dendam juga dilakukan sejumlah politisi yang terga-
Dok.inibuku.com
bung dalam Setgab. “Upaya pemandulan KPK dimulai sejak Setgab partai koalisi menyepakati untuk membentuk lima pokja yang meliputi bidang Politik, Energi, Pangan, Hukum dan Pertahanan Keamanan,” tambah Vidya. Salah satu yang krusial adalah terbitnya surat tertanggal 24 Januari bernomor BW 01/0045/DPR RI/1/2001 dari wakil ketua DPR, Priyo
Budi Santoso kepada Komisi III. Isi surat tersebut antara lain adalah meminta Komisi III DPR-RI untuk menyusun Draft NA dan RUU KPK. “Selain itu Revisi UU KPK juga dimasukan dalam prolegnas dengan cepat mengalahkan RUU yang sudah lama belum dituntaskan,” ujar Vidya menambahkan. Sementara itu, Jamil Mubarok menjelaskan saat ini sebanyak 42 anggota DPR yang diperiksa oleh KPK. Sehingga Jamil mensinyalir kuatnya dorongan DPR untuk melemahkan KPK. "Ada upaya sistematis dan terorganisir yang dilakukan DPR untuk melemahkan KPK. Ini terlihat dari tidak ada satu pun partai tidak menolak revisi UU KPK," kata Jamil Mubarok. Dengan merevisi UU KPK, DPR dituding telah melakukan balas dendam terhadap lembaga antikorupsi yang telah berhasil memproses hukum 48 anggota DPR.[dk/ws]
2
Rilis Media
Tolak Rencana Pembangunan Gedung Baru DPR Oleh Koalisi LSM
“Kerasnya penolakan dari rakyat dan semakin terkuaknya informasi seputar rencana proyek gedung senilai Rp 1,162 triliun yang sarat dengan cacat politik ini pun mengundang para politisi DPR ikut bersuara”.
Dalam rentang waktu tiga bulan terakhir TIIndonesia secara intensif melakukan aksi advokasi untuk menolak Rencana Pembangunan Gedung baru DPR. Bersama koalisi Penegak Citra DPR dan Pengawasan rencana proyek gedung DPR (yang beranggotakan LIMA, Formappi, TePi, SSS, LSPP, TII dan IBC) melaporkan indikasi kasus pelanggaran dan penyimpangan proyek kepada KPK pada tanggal 16 Maret 2011, yang kemudian ditindaklanjuti de-ngan mengadukan Ketua DPR, Marzuki Alie kepada Badan Kehormatan DPR pada 13 April 2011, dan kampanye publik melalui Metro TV terkait rangkaian aksi tersebut dalam acara Suara Anda. Mengapa Rencana ini Harus Dilawan dan Kronologi Proyek Kerasnya penolakan dari rakyat dan semakin terkuaknya informasi seputar rencana proyek gedung senilai Rp 1,162 triliun yang sarat dengan cacat politik ini pun mengundang para politisi DPR ikut bersuara. Awalnya proyek ini bukanlah sebatas rencana pembangunan gedung tetapi penataan kawasan komplek DPR RI. Pada tahun 2007 Pimpinan DPR mensepakati adanya Keputusan Sayembara untuk membuat perencanaan utama penataan Kawasan Gedung DPR bernilai Rp 90 milliar. BURT DPR menindaklanjutinya dengan membentuk Tim Grand Desain yang terdiri dari Steering Committee (SC) dan Organizing Committee (OC) yang beranggotakan Setjen DPR dan Tim Teknis. Namun proses ini diikuti penyimpangan (entah siapa yang memulai), karena semua pihak saling melempar tangan, secara bersamaan dan tiba–tiba muncul “Desain Gambar Gedung Baru DPR” yang disodorkan oleh Setjen DPR dan beredar di kalangan
menjadi 36 lantai karena dilakukan penunjukan langsung kepada kontraktor pelaksana pekerjaan tahun sebelumnya, dan sangatlah tidak rasional hanya melakukan penghitungan ulang desain gedung 27 lantai menjadi 36 lantai, nilai proyek mencapai Rp Dok. Media Indonesia.com 3.965.753.000, itupun informasi terkait hal ini anggota DPR seolah–olah metidak jelas dan sangat simpang rupakan hasil pekerjaan, padasiur. Pada tahun 2011, kesalahal proses belum dimulai. Sehan makin menjadi–jadi, karena hingga diduga telah terjadi seharusnya Setjen hanya dituproses “negosiasi gelap” antara gaskan melanjutkan proses para pihak terkait. perencanaan dengan meminta pendapat teknis pekerjaan Pada tahun 2008, tanpa melalui lanjutan dan analisis kebutuhan sayembara dan hanya didasari anggaran serta pendapat teknis pada hasil workshop, Setjen dari Kementerian PU dalam DPR RI melakukan pelelangan rangka usulan Multi Years pekerjaan dengan nilai total Contract. Namun pada tanggal sebesar Rp 8.990.990.000 yang meliputi: (1) pengadaan Konsul- 14 Maret 2011, Sekjen secara langsung telah melaksanakan tan Review Masterplan, AM“Pengumuman Prakualifikasi DAL, dan audit struktur untuk Pekerjaan Konstruksi : Gedung Nusantara dengan nilai Pembangunan Gedung DPR pekerjaan Rp. 4.152.896.000 RI” yang akan menggunakan yang dimenangkan oleh PT. APBN TA 2011, 2012 dan Virama Karya ; (2) pekerjaan 2013 dan menghasilkan 11 konsultan perencana senilai Rp. perusahaan yang berkompetisi 4.478.894.000 yang dimenangdalam tender yaitu PT Hukan oleh PT. Yodya Karya, dan tama Karya, PT Waskita (3) pekerjaan manajemen konKarya, PT Pembangunan Pestruksi. Rp. 360.000.000 yang rumahan, PT Tetra Konstrukdimenangkan PT Ciria Jasa. sindo, PT Nindya Karya, KonNamun demikian, sampai saat sorsium (KSO) Adhi Karya dan ini, hampir semua pihak tidak Wijaya Karya, PT Duta Graha mengetahui seperti apa dan bagaimana hasil pekerjaan tahun Indah, PT Krakatau Engineering, PT Abdi Mulia Berkah, PT anggaran 2008 ini. Jaya Konstuksi MP, dan PT Tiga Mutiara (25 Maret 2011) Pada Tahun 2009, patut diduga terjadi penyimpangan oleh SetAtas semua informasi seputar jen DPR karena mengeluarkan rencana pembangunan gedung belanja anggaran senilai Rp 1.843.882.000 untuk melakukan DPR tersebut Ketua DPR justru makin memperkeruh pekerjaan perencanaan manakeadaan dengan semua perjemen konstruksi gedung 27 nyataannya secara sembaralantai sebagai kelanjutan pekerjaan tahun anggaran sebelumnya ngan, baik terkait grand desain, yang cacat politik dan menunjuk rencana dan nilai proyek, selangsung kontraktor yang belum hingga Marzuki Alie pantas untuk diadukan kepada Badan jelas hasil pekerjaannya. SeKehormatan DPR.[hy] dangkan untuk tahun 2010, penyimpangan terjadi lagi untuk pekerjaan penyusunan ulang dari rencana gedung 27 lantai
3
Kick-Off Meeting PAC REDD+ REDD+. Mekanisme REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) merupakan suatu mekanisme global yang bertujuan untuk memperlambat perubahan iklim dengan memberikan kompensasi kepada negara berkembang untuk memelihara hutannya. Sampai dengan hari ini, mekanisme REDD+ masih dipelajari dan diujicobakan, untuk kemudian siap diluncurkan pada 2012.
Dok.TI-Indonesia Hasil pelaksanaan program antikorupsi TI-Indonesia di sektor kehutanan pada 2009 sampai dengan Maret 2011 menemukan sejumlah celah korupsi. TIIndonesa melalui program FAAA1 (Forest Governance Anticorruption Advocacy, Analysis and Monitoring) bersama empat negara anggota Transparency International lainnya, yaitu China, Solomon Island, Papua New Guinea dan Malaysia, menyusun dan mendokumentasikan temuan terse-
but menjadi perangkat analisa dan pengawasan terhadap praktek korupsi di sektor kehutanan. Adalah program PAC REDD yang dimulai sejak Oktober 2010 dan berakhir Juni 2012 yang didanai oleh NORAD sebagai mekanisme awal untuk memastikan implementasi transparansi dan akuntabilitas lembaga pemerintah dan sektor swasta dalam mengelola mekanisme pembayaran
Berkejaran dengan waktu, oleh karenanya TI-Indonesia menganggap penting workshop dan kick-off meeting untuk program anti-korupsi tatakelola kehutanan yang diselenggarakan pada Senin-Rabu, 4-6 April 2011. Dihadiri oleh 16 orang peserta dari Jakarta, Aceh, Riau dan Papua, workshop ini bertujuan untuk menyamakan visi di antara peserta dalam melaksanakan program PAC REDD untuk tiga tahun ke depan. Dalam workshop ini hadir pula dua narasumber yaitu Farah Sofa dan Bernadinus Steni untuk berdiskusi tentang isu REDD+ terkini dan berbagai tantangan dan kemungkinan kendala yang dihadapi.[mm/lt]
Reinventing Me:
Menemukan Kembali Semangat Diri Jenuh, bosan, capek dan sumpek adalah hal yang biasa dialami setiap pekerja di kantor. Setiap hari kita dihadapkan pada pekerjaan yang menyita waktu, sehingga kita tidak sempat untuk bersantai dan menghargai diri kita sendiri. Di tengah kebosanan dan kejenuhan itulah TI-Indonesia menggelar workshop Reinventing Me yang diadakan setiap Jumat selama bulan April 2011 bertempat di Sekretariat TIIndonesia. Acara yang dirancang sebagai ruang untuk Pause, Reflect, and Grow bagi semua staf ini, memberi inspirasi bagaimana cara kita menggunakan potensi tiap individu sebagai kekuatan dalam berorganisasi. Retha Dungga –staf ACIC TIIndonesia, yang sebelumnya sudah mendapatkan pelatihan tentang training fasilitasi metode vibrant selama seminggu di Bali, memfasilitasi workshop dengan semangat dan bergaya khas anak muda.
Sebuah lagu bernuansa rap berjudul “Bebas” dari Iwa K, membuka acara workshop. Maka, para peserta pun langsung berjoget dan mengekspresikan lagu itu seolah merasa terbebas dari beban pekerjaan selama ini.
rinya kemudian menceritakannya kepada kelompok masing-masing. Ketika mereka bercerita, teman di dalam kelompok akan memberi tanggapan. Salah satu yang menarik dari acara ini adalah ketika setiap kelompok diberi tugas untuk mencari sebuah lagu yang menggambarkan kekuatan dari kelompoknya dan mengkoreografikan sekreatif mungkin. Hasilnya, kekompakan dan keseruan pun tercipta lewat sesi ini.
Sesi demi sesi dilalui dengan perasaan senang, bangga dan bersemangat. Banyak sekali pelajaran yang didapat dari workshop ini. Kejenuhan, kebosanan dan kesumpekan seolah-olah hilang seketika, peserta Dok.TI-Indonesia seperti menemukan kembali kekuatan untuk mewujudkan impian masing-masing yang nantinya daDalam workshop tersebut, peserta dipat diadopsi dalam rutinitas pekerjaan bagi menjadi empat kelompok, lalu sehari-hari. [nf/lt] masing-masing peserta membuat book of me , sebuah buku yang berisikan gambargambar yang menceritakan tentang di-
4
Berita Daerah
Dharmasraya Siap Luncurkan Perda Transparansi dan Partisipasi Publik lukan terhadap hasil pengaduan tersebut.
“Usaha untuk mendorong penyelenggaraan pemerintah yang baik perlu didukung oleh pertumbuhan berbagai institusi yang dapat menerima dan menindaklanjuti kebutuhan masyarakat”.
Kabupaten Dharmasraya merupakan salah satu dari tiga kabupaten baru hasil pemekaran Kabupaten Sawahlunto/ Sijunjung di Propinsi Sumatera Barat, dan dibentuk berdasarkan Undang -Undang Nomor 38 Tahun 2003 yang kemudian diresmikan pada 7 Januari 2004. Tepat di ulang tahun keempat pada 2008, Kabupaten Dharmasraya menyatakan komitmen untuk melaksanakan dan menerapkan tatakelola pemerintah yang baik dan bersih melalui penandatanganan Pakta Integritas. Terobosan lain yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Dharmasraya adalah membentuk Tim Pengelola Pengaduan (TPP) sebagai implementasi salah satu dari Prinsip Pakta Integritas. Tim ini memiliki tugas dan fungsi untuk mengelola pengaduan masyarakat terkait penyimpangan dalam Pengadaan Barang dan Jasa, serta memberikan rekomendasi kepada Bupati untuk mengambil langkah-langkah yang diper-
Usaha untuk mendorong penyelenggaraan pemerintah yang baik perlu didukung oleh pertumbuhan berbagai institusi yang dapat menerima dan menindaklanjuti kebutuhan masyarakat. Mediasi hak dan kepentingan masyarakat terhadap pemerintah juga menjadi penting mengingat dinamika kehidupan masyarakat. Semakin hari, kritisisme dan upaya antisipasi tuntutan masyarakat terhadap iklim keterbukaan untuk berperan serta dalam aspek penyelenggaraan pemerintahan semakin meningkat. Berangkat dari situasi sosial dan politik tersebut, Pemerintah Kabupaten Dharmasraya menyikapinya dengan sebuah rencana penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda). Bekerjasama dengan TIIndonesia (PO/ Project Office Sumatera Barat), Pemerintah Kabupaten Dharmasraya membentuk tim penyusun naskah akademis (NA). Tim beranggotakan lima orang yang terdiri dari elemen masyarakat, praktisi, dan pemerintah. Tugas utama tim ini adalah merumuskan dan menyusun naskah akademis sebagai landasan penyusunan Ranperda. Metode penyusunan naskah akademis yang digunakan adalah metode sosio-legal, di mana melalui metode ini di-
harapkan materi pengaturan yang disusun dapat sesuai dengan kaidah budaya-hukum yang ada di masyarakat. Tahapan dalam menyusun naskah akademis dan Ranperda dilakukan secara partisipatif yang meliputi tiga tahapan, yaitu: (1) tahap konseptualisasi, (2) tahap sosialisasi dan konsultasi publik, dan (3) tahap proses penetapan dan institutional building. Dalam rangka mematangkan dan menyempurnakan naskah akademis dalam tataran konseptual yang telah disusun oleh Tim Perumus, pada tanggal 24 April 2011 dilakukan Diskusi Terbatas (FGD/ Focus Group Discussion). Kegiatan ini difasilitasi oleh TI-Indonesia dan PO Sumatera Barat yang diikuti oleh beberapa anggota Tim Perumus naskah akademis dan peserta undangan lainnya. Pokok bahasan yang mendesak dalam proses ini adalah pembahasan landasan sosiologis. Di dalam sebuah naskah akademis, tiga landasan yang menjadi acuan dalam penyusunan Ranperda adalah landasan filosofis, sosiologis dan yuridis. Berangkat dari pengalaman beberapa kabupaten/ kota/ propinsi yang telah lebih dulu melahirkan Perda Transparansi dan Partisipasi tetapi tidak dapat berjalan dan berfungsi sebagaimana yang dicita-citakan. Oleh karena itu pada diskusi terbatas lalu, fokus pembahasan lebih kepada pematangan landasan sosiologis.[jo/ lt]
Dok.kip.sloka.or.id
5
Resensi Buku
Politik Harapan: Perjalanan Politik Perempuan Indonesia Pasca-Reformasi pekerjaan rumah yang mudah, susahsusah gampang. Tantangan feminisasi kemiskinan, struktur birokrasi dan institusi pembangunan di Indonesia yang masih dilekati oleh “watak patriarki”. Maka, pertanyaan besarnya adalah bagaimana gerakan perempuan Indonesia harus menyikapi kondisi secara politik? Pengamat politik senior Ani Soetjipto memaparkan temuan-temuan empiris serta pemikirannya tentang tantangan dan masa depan gerakan perempuan dalam konstelasi politik Indonesia terkini dalam sebuah buku. Diawali dengan tajuk “Politik Harapan” tidak berlebihan rasanya di tengah arus menggila dan menggilas belakangan ini, para pembaca diberikan setitik cahaya. Optimisme.
Judul : Politik Harapan: Perjalanan Politik Perempuan Indonesia Pasca-Reformasi Penulis : Ani Soetjipto Editor: Fitri Bintang Timur Penerbit: Marjin Kiri, Jakarta Cetakan pertama, April 2011 Tebal: 139 hal + xxi “Whatever women do they must do twice as well as men to be thought half as good. Luckily, this is not difficult.” (Charlotte Whitton) Kutipan di atas menjadi pamungkas pengantar Rocky Gerung dalam buku kedua yang ditulis oleh Ani Soetjipto, Politik Harapan: Perjalanan Politik Perempuan Indonesia Pasca-Reformasi. Gerakan politik perempuan Indonesia telah mencapai beberapa kemajuan penting, kuota bagi perempuan di kursi dewan salah satunya. Tetapi, apakah capaian kuantitatif cukup dijadikan dasar bagi keberhasilan sebuah gerakan perempuan di Indonesia secara menyeluruh? Tujuan transformasi politik bukanlah
Bingkai pendahuluan menjadi sesi perkenalan dari penulis kepada pembaca tentang apa yang ingin disampaikan dalam buku ini. Disampaikan lugas dan tidak bertele-tele, pembaca bisa dengan mudah memahami apa isi buku. Uraian singkat tersebut setidaknya menjadi acuan penting bagi pembaca sebelum memulai tur babak pertama hingga ketiga. Bab pertama memaparkan perkembangan gerakan perempuan di arena politik formal di Indonesia. Penulis menggunakan pendekatan periodical pada bab ini, yaitu fokus temuan dari tahun 1998 – 2008. Isinya merupakan kombinasi hasil studi dan analisis esai, memaparkan capaian, kendala dan tantangan yang dihadapi oleh gerakan perempuan. Premis besar dalam bab pertama buku ini adalah tantangan implementasi pengarusutamaan gender (PUG), khususnya pejabat publik dalam kebijakan, program, dan penganggaran. Gerakan sosial, (semestinya) juga gerakan perempuan pada masa kekinian lebih direlasikan dengan masyarakat sipil, bukan ekonomi bahkan politik. Salah satu penelitian empiris menemukan “struktur kesempatan politik” yang diusung gerakan sosial
(justru) bias gender. Partai politik dan negara (lokal dan nasional) cenderung didominasi oleh laki-laki. Analisa dan jawaban tentang tantangan tersebut dipaparkan secara komprehensif dalam bab pertama. Bab kedua berisi catatan advokasi yang berfokus pada upaya mendesak perubahan sistemik lewat amandemen paket Undang-Undang Politik yang berlangsung sepanjang 2007-2009. Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menghantam gerakan perempuan dengan kejutan pada akhir 2008. Pembatalan Pasal 214 Undang-Undang Nomor 10/ 2008 yang mengatur tata cara penentuan calon terpilih menggunakan nomor urut namun di sisi lain menerima secara konstitusional Pasal 53 dan 55 yang mengatur tentang kebijakan alternatif untuk kelompok perempuan. Inkonsistensi sikap politik pejabat publik pembuat dan pemutus kebijakan terpapar dalam pembahasan bab ini. Penutup dalam buku ini lebih kepada ajakan penulis untuk bersama-sama kita mewujudkan mimpi gerakan perempuan Indonesia dengan format dan strategi baru. Reformasi 1998 yang dianggap sebagai tonggak pembaharuan kehidupan politik dan upaya membangun pemerintahan yang demokratis tentunya tidak bisa lepas dari gerakan perempuan. Pengarusutamaan gender dan engendering democracy dianggap sebagai jawaban yang tepat untuk tantangan situasi gerakan politik perempuan di Indonesia saat ini. Ulasan buku ini menjadi jawaban atas kebutuhan mendesak politik perempuan. Bahwasanya, politik perempuan adalah politik untuk memperbaiki peradaban, yaitu upaya historis untuk membebaskan kemanusiaan dari cengkeraman kekuasaan (patriarkis). Membaca buku ini memberikan segurat harapan dan semangat optimisme bahwa politik perempuan perlu dan tidak mungkin tidak dijalankan. [lt]
Dok.jendelapemikiran.wordpress.com
6
Opini
DPR (Tak) Beradab Oleh Reza Syawawi
Siapa pun yang mendukung pembangunan gedung baru DPR adalah golongan manusia tak beradab. Demikian pernyataan yang begitu keras dilontarkan sejumlah tokoh lintas agama menyikapi polemik pembangunan gedung baru DPR (5/4). Namun, hal ini tak mengubah sikap DPR sama sekali. Rapat konsultasi pimpinan DPR dan pimpinan fraksi akhirnya memutuskan untuk tetap melanjutkan pembangunan ( Kompas , 8/4). Kritik keras dan penolakan publik yang begitu kuat ternyata tak meluluhkan ”kepala batu” anggota DPR. Bahkan, intervensi presiden sekalipun tak memecah kebuntuan komunikasi DPR dengan rakyat. Padahal, Presiden jelas menyatakan agar ditunda dan bahkan dibatalkan jika tidak jelas urgensinya ( Kompas , 8/4). Di internal DPR, pembangunan gedung baru hanya menuai penolakan dari beberapa fraksi, yakni Gerindra dan PAN. Kedua fraksi ini menolak karena pembangunan tak memiliki urgensi jelas. Di pihak yang lain, fraksi PDI-P, yang awalnya menolak pembangunan gedung DPR, tiba-tiba berubah haluan dalam rapat konsultasi. Aroma busuk persekongkolan makin tercium oleh publik. Benarkah DPR telah berubah menjadi ”segerombolan” manusia yang tidak beradab? Permainan elite Jika ditelisik ke belakang, tampak jelas permainan di tingkat elite untuk memuluskan pembangunan gedung baru. Tak tanggung-tanggung, baik Sekretaris Jenderal DPR, pimpinan DPR, maupun pimpinan beberapa fraksi rela ”pasang badan”. Pemufakatan jahat ini begitu rapi tersusun dan hanya diketahui oleh unsur pimpinan saja, baik pimpinan DPR maupun pimpinan alat kelengkapan, seperti badan urusan rumah tangga dan fraksi. Anggota DPR lain
hanya ”melongo” dan seolah tidak bisa berbuat apa-apa. Persekongkolan ini sangat mudah terlacak dari adanya upaya mengarahkan agar polemik pembangunan gedung DPR diputuskan hanya melalui forum rapat konsultasi terbatas. Terbatas hanya pada pimpinan DPR dan pimpinan fraksi. Ini menyalahi prosedur pengambilan keputusan yang seharusnya mengakomodasi suara semua ang-
mendengar aspirasi masyarakat. Hal ini tecermin dalam beberapa survei Kompas yang menyebutkan 74,3 persen masyarakat menganggap DPR sudah tidak lagi mewakili kepentingannya. Jika ini yang terjadi, hampir bisa dipastikan, demokrasi dengan sistem perwakilan sudah tak mampu lagi menjalankan fungsinya. Maka, rakyat sebagai pemegang kedaulatan (kekuasaan) dalam sistem ini berhak menarik dukungannya. Ketentuan perundangundangan memang tidak mengatur hak masyarakat pemilih melakukan recall terhadap anggota DPR. Undang-undang hanya memberikan hak kepada partai politik untuk melakukan hal itu.
Pengaturan ini tentu membatasi hak masyarakat seDok. Media Indonesia.com bagai pemegang kedaulatan yang dijamin oleh UUD gota DPR. Pasal 84 UU Nomor 27 (Pasal 1 Ayat 2). Dengan kondisi DPR Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, yang begitu buruk saat ini, masyarakat dan DPRD (MD3) seyogianya hanya pemilih yang menganggap anggota DPR memberikan tugas kepada pimpinan sudah tak mampu lagi mewakili keDPR sebatas memfasilitasi anggota pentingannya dapat menggunakan hak DPR, bukan pada tataran mewakili konstitusionalnya mencabut mandat anggota DPR dalam pengambilan kepuitu. tusan yang sifatnya strategis. Penyederhanaan pengambilan keputusan ini Gerakan mencabut mandat DPR harus merupakan pelanggaran UU MD3 oleh segera disuarakan agar masyarakat jajaran pimpinan DPR. tidak perlu menunggu proses pemilu berikutnya. Pembodohan dan pemboKeterlibatan fraksi dalam pengambilan hongan yang selama ini dilakukan DPR keputusan semacam ini juga bentuk hanya bisa dilakukan dengan peng”pembungkaman” parpol terhadap gantian rezim. anggotanya. Padahal, fraksi hanyalah perwakilan parpol dan bukan merepre- Kritik, hujatan, dan cacian terbukti tak sentasikan anggota DPR sebagai wakil ampuh untuk mengubah pendirian dan rakyat (Pasal 11 Ayat 1 UU MD3). Jika sikap angkuh anggota DPR. Mereka ini yang terjadi, parpol justru jadi seolah telah kehilangan ”adab” sebagai bagian dari ”persekongkolan” untuk wakil rakyat yang seyogianya mendememuluskan pembangunan gedung. ngarkan dan memperjuangkan aspirasi Hal ini makin mengukuhkan bahwa rakyat yang diwakilinya. Benarlah angparpol telah keluar dari demarkasi gapan yang menyatakan bahwa DPR sebagai penyerap, penghimpun, dan memang sudah tidak beradab. penyalur aspirasi politik masyarakat. Reza Syawawi, Peneliti Hukum Cabut mandat DPR Transparency International Indonesia DPR seperti telah kehilangan akal sehat dan sudah telanjur ”tuli” untuk
http://cetak.kompas.com/ read/2011/04/12/04270322/
7
Agenda Kegiatan 28 April 2011 Konferensi Pers “Revisi UU KPK: Upaya Sistemastis DPR Memandulkan KPK” Sekretariat TI-Indonesia 03 & 05 Mei 2011 Anticorruption Youth Workshop Sekretariat TI-Indonesia 04 Mei 2011 Diskusi Kritik Terhadap Good Governance Sekretariat TI-Indonesia 13 Mei 2011 Diskusi Jum’atan Sekretariat TI-Indonesia 20 Mei 2011 Diskusi Jum’atan Sekretariat TI-Indonesia
Album Kegiatan
Dok. Media Indonesia.com Audiensi dan Konferensi Pers Pembangunan Gedung Baru DPR, Gedung KPK Jakarta (30/03/11)
Dok.TI-Indonesia Workshop Reinventing Me, Sekretariat TI-Indonesia (8/04/11)
Dok.TI-Indonesia Kick Off Meeting PAC REDD+, Hotel Harris Jakarta (4-6/04/11)
Dok.TI-Indonesia Konferensi Pers Revisi UU KPK; Upaya Sistemis DPR Memandulkan KPK, Sekretariat TI-Indonesia, (28/04/11)
Salam Transparansi Para pembaca setia E-Newsletter Transparansi, Edisi kali ini mengangkat sikap TI-Indonesia dan MTI terhadap rencana revisi UU KPK yang dilakukan DPR yang disinyalir merupakan upaya sistematis DPR untuk memandulkan kewenangan KPK. Sedangkan rubrik rilis media, TI-Indonesia bersama Koalisi LSM Penegak Citra DPR dan Pengawasan rencana proyek gedung DPR kembali menolak rencana pembangunan baru DPR dan mengapa rencana pembangunan ini harus dilawan. Sementara dari rubrik kegiatan kami menghadirkan berita tentang workshop dan kick-off meeting untuk program anti-korupsi tatakelola kehutanan dan workshop Reinventing Me yang diadakan setiap jum’at selama bulan April 2011. Dari daerah, kami menyajikan berita dari Kabupaten Dharmasraya tentang FGD pembahasan Naskah Akademik Perda Transparansi dan Partisipasi Publik guna mematangkan landasan sosiologis Perda tersebut. E-Newsletter juga menampilkan Resensi Buku ’Politik Harapan: Perjalanan Politik Perempuan Indonesia Pasca-Reformasi” karya Pengamat Politik Senior Ani Soetipto. Sebagai penutup, opini dari Reza Syawawi, Peneliti Hukum dan Kebijakan TI-Indonesia menyikapi DPR yang tak beradab karena DPR “kepala batu” dengan tetap membangun gedung baru. Semoga E-Newsletter ini bermanfaat dan selamat membaca, Redaksi
E-NEWSLETTER TRANSPARANSI diterbitkan oleh Transparency International Indonesia atas dukungan Danish International Development Agency (DANIDA) PENANGGUNG JAWAB: Teten Masduki. REDAKTUR PELAKSANA: Dwipoto Kusumo. Co-REDAKTUR PELAKSANA: Lia Toriana . REDAKSI: Soraya Aiman, Ilham B. Saenong, Retha Dungga, Heni Yulianto, Jonni Oeyoen, Florian Vernaz, Arief Nur Alam, Rivan Praharsya, Teguh Setiono, Frenky Simanjuntak, Putut A Saputro, Utami Nurul, Wawan H. Suyatmiko . LAY-OUT: Nur Fajrin ALAMAT REDAKSI: Jl. Senayan Bawah No.17, Blok S, Rawa Barat, Jakarta 12180. Tel: 6221 7208515, Fax: 6221 7267815, Email:
[email protected], Web: www.ti.or.id REDAKSI MENERIMA ARTIKEL ATAU TULISAN DARI PIHAK LUAR SECARA SUKARELA, YANG BERKAITAN DENGAN ISU GERAKAN ANTIKORUPSI DI INDONESIA DAN LUAR NEGERI, PANJANG ARTIKEL ATAU TULISAN 6000 KARAKTER