Training Sosial Berbasis Teknologi dalam Kasus Bullying Ni Gusti Made Rai, Ni Wayan Suarmini UPT PMK Sosial Humaniora, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya 60111, Indonesia
[email protected] Abstract This paper describe the bullying phenomenona and its alternative efforts to prevent it. Bullying is a form of negative behavior which is done subconsciously and repeatedly to his/her victim physically or non-physically. Weary and uncomfortable victims’ feelings elevate the domination and superiority of the bully. By an ecology approach, which involving microsystem, ecosystem. and microsystem, it is expected to recognize a prevention action which is more effective and comprehensive. Also, it needs a wider involvement and a thorough control from the community. The training that’s based on technology social is expected to be able to bridge the gap from the challenge given. Technology was not only viewed as a source of the problems, but can beused as a benefitted platform to develop and groom more pro-social behavior. Keywords: Social training, bullying, technology, ecology theory
Abstrak Tulisan ini menjelaskan tentang fenomena bullying dengan bentuk upaya alternatif pencegahannya. Bullying yang merupakan suatu bentuk perilaku negatif yang dilakukan secara sadar dan berulang kepada korban secara fisik maupun nonfisik. Adanya perasaan tidak nyaman yang muncul akan dapat meningkatkan rasa dominasi atau superior dari pelaku. Dengan pendekatan ekologi yang melibatkan mikrosistem, eksositem, dan makro sistem untuk melihat persoalan tersebut diharapkan dapat dikenali bentuk upaya pencegahan yang lebih efektif dan komprehensif. Dan tentunya akan melibatkan kontrol dari masyarakat yang lebih luas. Bentuk training sosial berbasis teknologi diharapkan mampu menjembatani tantangan tersebut. Teknologi bukan dipandang sebagai penyebab saja namun justru dimanfaatkan sebagai sarana memberdayakan perkembangan perilaku yang lebih prososial. Kata Kunci: training sosial, bullying, teknologi, teori ekologi
yaitu atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
Pendahuluan Perkembangan pola kepribadian yang sehat dan kokoh merupakan cermin dari kesehatan mental
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
seseorang. Untuk itu sangat penting bahwa adanya
Dewasa ini kita saksikan pada tayangan berita
karakteristik, pola, faktor dapat menyumbang
di televisi, media massa, dan media sosial yang
keberhasilan
mencapai
menyajkan berita seputar anak dan remaja yang
perkembangan kepribadian yang mantap tersebut.
merupakan perwakilan generasi muda terlibat
Mengamati gejala dan fenomena yang muncul di
perselisihan teman hingga perilaku kekerasan. Tidak
masyarakat
akses
jarang hal ini bermula dari adanya bibit perilaku yang
teknologi dapat berpengaruh terhadap perkembangan
bersifat negatif dengan ciri khusus merugikan orang
kepribadian tersebut. Individu menjadi unit terkecil
lain mungkin secara fisik dan nonfisik (psikologis).
membangun suatu konstruksi masyarakat dalam
Bullying menjadi bagian dari kekerasan yang kerap
suatu bangsa. Persoalan yang dapat memengaruhi
terjadi di tengah kehidupan masyrakat yang dianggap
kehidupan dan perkembangan individu terkadang
wajar. Istilahnya yang semakin populer, bullying
luput dari perhatian yang tidak sesuai dengan hak dari
menjadi semakin santer di telinga kita dengan adanya
warga negara Indonesia terutama dalam usia anak
kasus yang dimuat di media-media tersebut. Semakin
seseorang
dengan
adanya
dalam
kemudahan
170
171 - Training Sosial Berbasis Teknologi dalam Kasus Bullying
pesatnya kemajuan teknologi menjadi pesat pula dan
lebih jauh lagi. Bahkan tidak jarang angka yang
semakin mudah banyak pihak melihat informasi
ditemukan baru sebagian kecil karena banyaknya
tersebut. Melalui penyajian informasi tersebut
kasus yang tidak dilaporkan karena dianggap sebagai
menujukkan semakin luasnya kasus bullying terjadi
aib yang harus disimpan rapat-rapat. Kegiatan dalam
di kalangan generasi muda.
masa orientasi juga sering kali menjadi kesempatan
Banyak hal yang dapat mempengaruhi sampai
para pelaku bullying untuk menciptakan perilaku
dengan munculnya bentuk perilaku negatif ini, mulai
negatif. Padahal berbagai peraturan yang dibuat
adanya pola karaksteristik invidu yang dipengarui
sudah
oleh pengaruh gaya pengasuhan orang tua, adanya
perploncoan terjadi.
menghapuskan
adanya
kesempatan
peran contoh atau model yang ditemui di lingkungan
Menyoroti kasus bullying yang terjadi tidak
termasuk sekolah, adanya banyaknya tayangan yang
hanya pada level perguruan tinggi. Dimana seorang
bisa dilihat dari media yang semakin dekat hingga
anak tumbuh menjadi seorang remaja menuju
dorongan budaya tertentu yang melekat. Secara
dewasa. Seringkali bullying terjadi karena adanya
umum dapat dilihat bahwa munculnya perilaku
pembiasaan merendahkan orang lain dimulai dari
negatif ini menjadi cukup kompleks dan akhirnya
pendidikan usia dini. Pada praktiknya mungkin saja
dapat berakibat tidak baik bagi perkembangan
terjadi meskipun belum mengakibatkan korban yang
kesehatan mental individu baik dari pelaku maupun
secara statistik dapat dihitung jumlahnya. Biasanya
korbannya. Misalnya di sekolah sekalipun yang
terkait adanya pola perilaku yang superior pihak
dianggap suatu tempat yang aman bagi anak untuk
tertentu kepada pihak lain. Jika muncul pertanyaan
berkembang namun tidak dipungkiri justru banyak
dari manakah munculnya perilaku negatif seperti
juga terjadi praktik bullying tersebut. Artinya
bullying ini pada anak bermula dapat diperoleh dari
bullying ini juga dapat melibatkan interaksi negatif
adanya proses modelling yang dilakukan dari orang
siswa dengan siswa atau dengan staf pendidik lain.
tua. Pengaruh dari pengaruhan juga akan terlibat
Bahkan berdasarkan survei yang pernah dilakukan
dalam membentuk perilaku yang diharapkan dan
2004 oleh Departemen Pendidikan di Jepang
bebas dari unsur kekerasan.
menyebutkan 24.898 kasus bullying di sekolah. Dan
Peers atau teman sebaya menjadi salah satu
kurang lebih 12 ribu lebih diantaranya terjadi di
interaksi yang memungkinkan terjadinya praktik
Perguruan Tinggi Swasta (dalam Simbolon 2012). Di
bullying. Dalam aktivitas yang melibatkan teman
Indonesia kasus bullying pada tahun 2006 tercatat
sebaya bentu persaingan, konflik, terutama dalam
247 kasus kekerasan fisik (sebanyak 29 kasus terjadi
rangka mencapai
di sekolah), 426 kekerasan seksual (sebanyak 67
membuat pelaku mencari cara dan upaya melakukan
kasus terjadi di sekolah), dan 451 dalam bentuk
tindakan penindasan terhadap orang yang dianggap
kekerasan psikis (sebanyak 96 kasus terjadi di
lebih inferior. Akhirnya posisi yang diakibatkan dari
sekolah) (Multiply 2007 dalam Simbolon, 2012).
adanya persaingan tersebut menimbulkan kekhasan
Dan angka tersebut dapat terus meningkat jika diteliti
dalam berelasi. Posisi yang dianggap lebih superior
upaya popularitas yang dapat
172 - Training Sosial Berbasis Teknologi dalam Kasus Bullying
membuat mereka menjadi lebih percaya diri tentunya
menjadi aksi saling memaki di media sosial.
dalam sudut pandang yang salah.
Pengambilan
keputusan
sesaat
untuk
dapat
Teknologi dipandang sebagai sarana yang
menuangkan ekspresi diri melalui tampilan di media
dapat meningkatkan kualitas hidup manusia yang
tersebut menjadi “boomerang” yang akan turut
sudah dapat dirasakan sejak manusia dalam
mengembangkan
kandungan. Penggunaan teknologi pada era saat ini
penelitian yang lalu telah banyak dibahas sejak tahun
tentunya bukan semata dikambinghitamkan menjadi
1970 tentang bullying yang terjadi di sekolah.
penyebab utama terjadinya persoalan perilaku pada
Memasuki tahun 2000-an semakin marak adanya
anak hingga remaja. Anak-anak yang terpapar
bullying yang melibatkan penggunaan teknologi
tontonan seperti sinetron yang terkandung pesan
terutama media sosial. Dikenal dengan istilah
kurang baik dalam pengembangan karakter akan
cyberbullying yang juga memiliki karakteristik yang
secara
sama
sistematis
mengajarkan
adanya
upaya
merendahkan orang lain, membodohi orang lain,
dengan
kasus
bullying.
bullying
yang
Berdasarkan
dikenal
secara
tradisional.
menunjukkan perilaku yang sewenang-wenang, dsb.
Dengan demikian perlu diketahui bagaimana
Hal ini menjadi salah satu kesempatan yang dimiliki
proses
anak-anak hingga remaja untuk pada akhirnya dapat
pencegahannya
menumbuhkan
aktivitas
dikatakan bahwa perilaku semacam bullying ini
pergaulan sehari-harinya. Dan secara tidak sadar
dianggap menjadi persoalan biasa bahkan persoalan
perilaku negatif demikian dianggap perilaku yang
klasik yang pasti melanda dan terjadi di dalam
wajar atau bahkan menjadi lelucon yang dapat
interaksi manusia. Namun demikian diketahui pula
menimbulkan kebahagiaan atau kepuasan bagi pihak
dampak bullying bersifat jangka panjang. Bahkan
tertentu.
dapat merusak karir atau pun kehidupan manusia di
sikap
negatif
dalam
bullying
dapat dapat
terjadi
sehingga
dilakukan.
Meskipun
Tidak kalah pentingnya mengenai teknologi
masa datang (Smith, 2000 dalam Abdullah 2013).
yang meningkatkan keunggulan produk gadget
Bullying dapat terjadi dimana saja, bahkan dalam
dalam sistem informasinya juga tersisip kesempatan
aktivitas di dunia maya tersebut. Dan dapat pula
yang meningkatkan munculnya perilaku negatif.
terjadi pada baik sebagai pelaku maupun korbannya,
Media sosial menjadi sarana yang sangat mudah bagi
juga pada golongan mana pun, pada golongan
berkembangnya bullying meskipun di sisi lain
masyarakat atas, masyarakat menengah, serta
memberikan banyak manfaat positif. Kesempatan
masyarakat kelas bawah. Jadi bullying tidak
melakukan aksi negatif akan sangat dimungkinkan
mengenal siapa pun.
karena pelaku dapat mengaburkan identitas aslinya
Saat ini penggunaan internet di Indonesia terus
yang dapat menghindar dari tanggung jawab yang
mengalami peningkatkan. Didorong adanya aktivitas
harus dipatuhi. Peluang yang mungkin terjadi di
pada media sosial atau pun layanan internet niaga.
dunia nyata misalnya: terdapat perselisihan pendapat
Pada tahun 2010, di kota, peningkatannya sekitar 30-
di sekolah yang dapat dengan mudahnya dilanjutkan
35 % sampai dengan 40-45% yang mencapai sekitar
173 - Training Sosial Berbasis Teknologi dalam Kasus Bullying
55 juta pengguna internet hingga tahun 2011
Upaya dalam menurunkan persoalan perilaku
(Markplus 2011, dalam Safaria, 2016). Internet
negatif dengan sebutan bullying ini diharapkan selain
tampaknya mengubah perilaku manusia dan gaya
melibatkan pendekatan sosial namun juga dilengkapi
interaksi manusia yang secara 24 jam dapat
dengan
terkoneksi dalam jangkauan waktu dan wilayah
kemajuan teknologi yang awalnya dianggap sebagai
dimana pun sesuai keinginan. Artinya persoalan yang
suatu sarana yang dapat memicu peningkatan
berhubungan
semakin
perilaku bullying ternyata justru dapat dijadikan obat
Untuk itu mengelola pemanfaatannya
penawarnya. Dengan adanya rancangan berupa
secara tepat justru dapat meningkatkan kualitas hidup
program-program yang tepat diharapkan dapat
manusia.
menjadi solusi praktis yang mudah diterapkan di
kompleks.
dengan
manusia
akan
Pembahasan bullying dalam tulisan ini tidak
sarana
kemajuan
teknologi.
Dengan
lingkungan masyarakat.
dibatasi apakah bullying secara tradisonal yang terjadi dalam dunia nyata atau pun bullying yang
Definisi Bullying
terjadi dalam dunia maya. Perkembangan teknologi
Menurut American Psychological Association
tidak membatasi terjadinya praktik bullying secara
(Dalam Fahrudin, 2013) menjelaskan definisi
langsung atau pun terjadi dalam dunia maya seperti
bullying sebagai: “a form of aggressive behavior in
pada media sosial. Dampak dari teknologi ini dapat
wich someone intentionally and reapeatedly causees
meningkatkan terjadinya praktik bullying dimana
another person injury or discomfort. Bullying can
pun terutama yang terjadi pada usia anak atau pun
take the form of physical contact, words or more
remaja. Seharusnya pemanfaatan terhadap teknologi
subtle
perlu dipikirkan dalam rangka membangun generasi
menunjukkan adanya tindakan agresif dari pelaku
yang lebih baik.
yang dilakukan secara intens dan berulang baik
Dengan
membangun
kesadaran
actions”.
Dari
penjelasan
tersebut
bahwa
secara fisik langsung maupun tidak langsung,
perilaku bullying yang kerap terjadi melibatkan
melibatkan kata-kata, atau tindakan lain yang
banyak pihak, sudah semestinya diperlukan upaya
menimbulkan ketidaknyamanan.
secara preventif untuk bisa mengurangi terbentuknya perilaku
bullying
di
masa
depan.
Bullying dikenal sama dengan kekerasan.
Dengan
Seperti yang dicantumkan pada KBBI bahwa
mempersiapakan generasi yang bebas dari unsur
bullying sebagai suatu usaha menyakiti yang
kekerasan sepanjang fase perkembangan kehidupan
dilakukan oleh perseorangan atau pun secara
akan dapat menumbuhkan adanya kepribadian yang
berkelompok (Sejiwa 2009, dalam Simbolon 2012).
lebih mantap. Bagaimanapun dengan dimilikinya
Menurut Smith et all, 2013 (dalam Simbolon
pola kepribadian yang mantap akan semakin
2012), bahwa bullying merupakan suatu aksi negatif
memperkuat SDM Indonesia sebagai tonggak
secara berkala yang dilakukan dalam rangka
generasi penerus bangsa.
memiliki tujuan untuk menyakiti pihak lain. Andrew Mellor salah satu pakar bullying (dalam Levianti,
174 - Training Sosial Berbasis Teknologi dalam Kasus Bullying
2008), menyebutkan bahwa pelaku bullying secara
terjadi dalam konflik keluarga atau perselisihan satu
sengaja
keluarga yang memiliki kesetaraan.
melakukan
tindakan
negatif
yang
menyebabkan korban merasa takut dan ketakutan
2.
Niat untuk menciderai
akan muncul secara berulang dalam bentuk perasaan
Bullying menyebabkan “luka” emosional yang
khawatir. Perasaan khawatir akan membentuk
diciptakan pelakukan secara sadar. Kepedihan akan
ketidakseimbangan kekuatan baik secara fisik
muncul dari sisi korban yang akan membuat pelaku
maupun emosional.
merasa puas atas perilaku yang ditampilkan. Tidak
Berdasarkan
beberapa
definisi
yang
ada
katanya
maaf
atau
pun
atas
suatu
disebutkan pakar bullying maka dapat disimpulkan
ketidaksengajaan yang dilakukan. Karena munculnya
bahwa bullying merupakan perilaku negatif yang
perilaku bullying ini merupakan suatu yang disadari.
dilakukan
3.
secara
mengintimidasi,
sadar
untuk
menimbulkan
menyakiti,
Ancaman agresi lebih lanjut
kekhawatiran
Pelaku dan korban menyadari bahwa adanya
berulang terhadap korban yang dinggap lemah secara
bullying akan sangat mungkin muncul di waktu
kekuatannya. Dengan adanya perasaan khawatir atau
mendatang. Karena kegiatan yang bertujuan untuk
cemas dari korban maka akan menimbulkan suatu
menimbulkan “luka” tidak sekali saja. Jadi besar
dominasi baik secara fisik maupun psikologis antara
kemugkinan kegiatan tersebut dilakukan berulang
pelaku terhadap korban. Adanya perasaan khawatir
kali.
dan membuat korban merasa lebih inferior tersebut
4.
yang menimbulkan kepuasan dan perasaan bahagia dari pelaku.
Teror Bullying
dilakukan
secara
berulang
kali
direncanakan secara sistematik, meskipun dalam perencanaannya tidak membutuhkan waktu yang panjang. Namun tujuan dari perilaku negatif tersebut
Tanda-Tanda Bullying Bullying merupakan aktivitas yang dilakukan secara sadar. Dan selanjutnya perilaku yang mengandung
unsur
kekerasan
yang
adalah teror yang diciptakan sebagai suatu bentuk adanya dominasi yang dimiliki.
bertujuan
menciptakan teror atau ancaman yang sifatnya dapat menganggu kenyamanan pihak lain. Bullying akan
Bentuk Bullying Ada beberapa bentuk bullying diantaranya,
dipengaruhi oleh beberapa unsur berikut (Abdullah,
menurut Sullivan 2000 (dalam Levianti, 2008):
2013):
1. Fisik,
1.
biasanya
meliputi
aktivitas
seperti
Ketidakseimbangan kekuatan
memukul, mencubit, push-up, jalan jongkok, lari,
Pelaku bullying dapat merupakan seseorang
menampar, meminta dengan paksa, menggigit,
yang lebih tua, lebih mahir dalam bidang tertentu,
menjambak, mendorong, meludahi, mencakar,
lebih populer, hal ini akan menimbulkan jarak yang
merusak barang kepemilikan, dsb.
lebih jauh antara pelaku dan korban. Bullying tidak
2. Verbal dan non-verbal a.
Verbal
175 - Training Sosial Berbasis Teknologi dalam Kasus Bullying
Biasanya
meliputi
aktivitas
yang
disampaikan secara lisan yang berutujuan untuk
menimbulkan
3.
di media sosial berujung pada tindakan kriminal.
Misalnya,
memberikan ejekan, julukan, merendahkan,
Komponen-Komponen Bullying
mengintimidasi,
1.
mengeluarkan
b.
“luka”.
peristiwa yang dimulai dari adanya kekerasan verbal
menghasut, kata-kata
menggosip,
jorok
kepada
Pelaku Bullying Menurut
Stephenson
dan
Smith
(Dalam
korban,
Levianti, 2008) terdapat tiga tipe pelaku bullying
Non-verbal
yaitu: (a) Pelaku yang percaya diri, dimana ia
Tidak ada perbedaan antara anak laki-laki
memiliki sosok mampu tampil di muka umum dan
atau perempuan yang menjadi pelaku
memiliki kelebihan. Bahkan tidak jarang pelaku
bullying. Tapi biasanya laki-laki lebih sering
merupakan
menggunakan bentuk fisik dibandingkan
Biasanya memiliki kekuatan fisik, menyukai agresi
perempuan. Sedangkan perempuan lebih
dan merasa aman berada dalam kelompoknya. (b)
sering menggunakan bentuk verbal dengan
Pelaku yang memiliki kelemahan (cemas). Pada
relasional. Bentuk non-verbal juga dibagi
dasarnya palaku pada tipe ini merasa memilki
menjadi bentuk bullying langsung (misalnya,
kelemahan, misalnya dalam bidang akademik,
adanya gerakkan tangan atau kaki seperti
kurang populer, juga kurang merasa aman di
menunjukkan dengan tatapan ancaman,
kelompoknya. Atau bahkan bisa disebutkan berasal
mengentakkan anggota badan, memalingkan
dari kelompok minoritas. (c) Pelaku yang dengan
muka. Dan bentuk bullying non-verbal secara
sengaja mengincar korbannya dengan maksud dan
tidak langsung (misalnya, mengasingkan
tujuan tertentu. Dan biasanya pelaku pernah menjadi
korban,
korban bullying dan justru meneruskan perilaku
menghasut
teman
lain
untuk
sosok
populer
di
lingkungannya.
menjauhi korban, mengirim pesan teror/
negatif tersebut.
hasutan, bersekongkol, dsb).
biasanya laki-laki yang memiliki kecenderungan
Cyberbullying
Sebagian besar pelaku bullying
pandangan positif terhadap kekerasan (Levianti,
Bullying yang dilakukan dengan menggunakan
2008). Tidak jarang pula para pelaku memiliki
media teknologi. Misalnya melalui pesan singkat
asumsi yang keliru bahwa dengan aktivitas mem-
(SMS), email, media sosial. Aktivitas cyberbullying
bully tersebut akan dapat menjadi pengaruh positif
tentu saja sedikit berbeda. Antara pelaku dan
terhadap korbannya. Dan biasanya pelaku perempuan
korbannya tidak bertemu secara fisik. Tetapi bukan
lebih menggunakan pola bullying secara non-verbal
berarti dampak dari cyberbullying ini bebas secara
tidak langsung. Dengan menggajak banyak rekan
fisik. Adanya perselisihan yang berakhir munculnya
lainnya untuk ikut mem-bully akan membuat pelaku
perilaku bullying dapat berujung pada pertemuan di
merasa perilakunya mendapatkan persetujuan dan
dunia nyata. Dan munculnya adanya bentuk
tidak melanggar ketentuan norma sosial.
kekerasan. Di Indonesia sudah tercatat adanya
2.
Korban atau Victim
176 - Training Sosial Berbasis Teknologi dalam Kasus Bullying
Stephenson dan Smith (dalam Levianti, 2008) menyebutkan terdapat tiga ciri korban antara
strategi yang tepat dalam menurunkan munculnya perilaku bullying.
lain (a) korban pasif, yaitu memiliki karakteristik
Dengan demikian perlunya perhatian dari
pribadi pencemas dan memilki harga diri yang
berbagai pihak untuk menyoroti kasus bullying
cenderung
menunjukkan
sehingga akan diperoleh langkah-langkah sistematis
kelemahan dalam bidang lainnya, seperti akademik,
dalam upaya pencegahan terjadinya perilaku bullying
atau tidak populer, dsb. Ciri karakteristik pribadi
dari tahap perkembangan anak sampai dengan
yang cenderung lemah ini dimanfaatkan oleh pelaku
dewasa awal. Dan terutama jika terjadi dalam
untuk melampiaskan dan merasa puas melihat
lingkungan sekolah atau pendidikan termasuk
semakin merasa tidak berdaya dan lemahnya si
keluarga, tempat umum secara luas.
rendah.
Biasanya
korban. (b) Korban yang proaktif dan cukup aktif dalam lingkungan. Hanya saja biasanya mereka
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Bullying
memilki masalah konsentrasi yang dimanfaatkan
Faktor Individu
pelaku. Pelaku berharap si korban akan meneruskan
Karakteritik individu tentunya memainkan
aktivitas bullying terhadap rekan ataupun kelompok
peran sangat penting baik dalam posisi sebagai
lainnya yang lebih lemah. (c) Korban yang mudah
pelaku maupun korban. Dengan mengetahui bahwa
diprovokasi, Pelaku menjumpai tipe korban yang
terdapat suatu perilaku yang ditampilkan dapat
demikian dengan tujuan meneruskan aktivitas
mempengaruhi orang lain atau bahkan sekelompok
bullying secara lebih luas. Beragamnya ciri korban
orang, kemampuan individu dalam menyerap dan
bullying membuat adanya kemungkinan bahwa
menganalisis informasi akan menentukan bagaimana
bullying dapat terjadi terhadap siapa pun.
ia bertindak. Untuk itu bagi individu yang melakukan
3.
Partisipan atau Bystander
praktik bullying tersebut secara sadar dapat dikatakan
Menurut Sullivan (dalam Levianti, 2008)
mengabaikan nilai dan norma sosial. Selain itu
bullying akan terjadi jika adanya peran dari
individu termasuk dalam kategori memiliki kesulitan
lingkungan dan termasuk orang-orang di sekitarnya.
dalam mengontrol perilaku tersebut. Kemampuan
Bahkan orang yang berada di tempat yang sama
individu memilih dan menyerap informasi di
sebagai observer dapat bersifat mendukung atau
lingkungan diharapkan dapat berpengaruh pada
bahkan tidak dapat berbuat apa pun yang dapat
penanaman nilai prososial.
menghentikan bullying. Alasan yang dapat membuat
Namun demikian bukan berarti seluruh
partisipan menjadi pasif dalam rangka menangkal
individu akan masuk dalam kategori gangguan
terjadinya bullying dapat disebabkan diantaranya,
perilaku.
partisipan takut karena dapat membahayakan diri
mendukung
sendiri, partisipan takut akan menambah situasi
negatif
menjadi lebih tidak kondusif, partisipan tidak
Hiperactivity Disorder). Individu dengan diagnosis
memiliki cukup infomasi atau bekal mengenai
demikian akan membutuhkan treatment secara
Terdapat
beberapa
kemungkinan
seperti
ADHD
diagnosis
yang
munculnya
perilaku
(Attention
Deficit
177 - Training Sosial Berbasis Teknologi dalam Kasus Bullying
khusus dalam bentuk terapi farmakologi atau pun
kontrol dari pihak sekolah yang lemah dianggap
terapi perilaku. Lebih singkat disebutkan bahwa
menjadi salah satu alasan memungkinkan terjadinya
karakteristik dari pelaku tentunya memiliki adanya
persoalan bullying (Pearce & Thompson, 1998 dalam
masalah dalam kepribadiannya.
Fahrudin 2012). Untuk itu sekolah diharapkan kembali memperhatikan seluruh ekosistem yang ikut membangunnya dalam rangka mencapai keamanan
Faktor Teman Sebaya Setiap
fase
perkembangan
memiliki
dalam berinteraksi oleh seluruh anggotanya.
karakteristik tersendiri dalam menyikapi persoalan teman sebaya. Pada usia anak-anak biasanya
Faktor Media
kelompok teman sebaya akan memberikan pengaruh
Media sosial sebagai salah satu akibat adanya
yang cukup kuat untuk menentukan posisi individu di
kemajuan teknologi berdasarkan penelitian terdahulu
lingkungan. Biasanya pada masa anak-anak relasi
turut mempengaruhi perkembangan kasus bullying
teman sebaya bersifat homogen. Variasi munculnya
yang semakin meningkat. Dikenal dengan sebutan
perilaku bullying dipengaruhi bagaimana anak
cyberbullying merupakan suatu penyelewengan
tersebut memliki relasi dengan teman sebayanya.
penggunaan teknologi informasi yang berdampak
Pada usia remaja khususnya peran teman sebaya
pada tindakan menyakiti, merugikan orang lain yang
semakin kuat. Peran teman sebaya dapat mewarnai
secara sengaja dan berulang (Hidajat, 2015).
sekaligus memberikan kekhasan dalam proses
Kecenderungan semakin mudahnya masyarakat
berelasi. Bahkan kepemilikan dan ketiadaan teman
melakukan tindakan bullying dengan melalui media
sebaya dapat berpengaruh terhadap indentitas diri
sosial ini karena cenderung rendahnya jejak identitas
remaja tersebut. Bahkan pemilihan teman sebaya
yang dikehatui keasliannya. Rendahnya punishment
tersebut dapat memberikan kesempatan bagi individu
yang dapat ditujukan kepada pelaku akan semakin
menempatkan dirinya dari suatu struktur sosial.
membuatnya merasa bebas dari tanggung jawab.
Apakah relasi dengan teman sebaya menempatkan
Media sosial yang sering dijadikan tempat terjadinya
seorang remaja dari persoalan bullying akan
praktik bullying saat ini seperti facebook, twiter,
dipengaruhi siapa dan bagaimana teman sebaya yang
instagram dsb.
dimiliki.
Faktor Budaya Faktor Sekolah Sekolah
tempat
Dalam budaya tertentu muncul kebiasaan dimana
proses
belajar
yang terbangun
bahwa dengan mengasuh anak
mengajar berlangsung ternyata menjadi salah satu
menggunakan kekerasan akan menciptakan generasi
tempat yang memungkinkan terjadinya perilaku
yang andal dan kuat secara kepribadian. Sehingga
bullying. Rasa aman yang diharapkan dari segenap
sering kali pendekatan penyelesaian persoalan dari
anggota sekolah menjadi berkurang pada saat
orang tua bahkan guru di sekolah menggunakan
diketahui terjadi praktik bullying. Manajemen dan
kekerasan. Dengan model dari pihak tersebut dapat
178 - Training Sosial Berbasis Teknologi dalam Kasus Bullying
menciptakan paradigma bahwa melakukan upaya
sistem yang berada pada masayarakat baik dalam
penindasan terhadap orang yang nampak inferior atau
aspek sosial meliputi peran institusi pendidikan yang
lemah akan memiliki tujuan baik dan mendidik. Dan
masih lemah dalam mengawasi praktik dan tindakan
dengan kemajuan teknologi akan menjadi mudah
bullying, baik dari senior, orang yang lebih dewasa
untuk disebarkan secara luas hal-hal yang dapat
maupun dalam usia yang setara antara pelaku dan
mengandung
Sangat
korban. Kecerdasan emosional perlu dibangun sejak
memungkinkan itu terjadi dan pada akhirnya menjadi
dini dan mengiringi perkembangan pribadi manusia
suatu contoh yang dapat merusak proses dan cara
untuk mencapai kualitas manusia Indonesia yang
berfikir generasi muda kita. Terutama dengan
kokoh
melepaskan konteks kekuatan budaya yang pada
bermartabat dan berintegritas.
unsur
bullying
tersebut.
awalnya memiliki maksud dan tujuan yang baik.
dan
demi
membangun
bangsa
yang
Pendekatan budaya juga perlu dilakukan karena terdapat asumsi di kalangan masayarakat dari budaya tertentu yang menganggap pendidikan dan
Dampak Bullying Berdasarkan sejumlah penelitian yang telah
pengasuhan
dengan
menggunakan
kekerasan
di lakukan menunjukkan adanya pengaruh yang
menjadi cambuk atau upaya pengemblengan mental.
cukup signifkan terhadap adanya penurunan kondisi
Hal ini akan menjadi lebih sulit di selesaikan. Kasus
self
akan
bullying yang ada pada masyarakat demikian akan
mempengaruhi perkembangan self esteem yang
tidak pernah disentuh dan berusaha diselesaikan
cenderung rendah. Self Esteem atau harga diri
dengan cara yang tepat. perlu dibangun wawasan
menjadi
yang bersifat holistik sehingga upaya pencegahan
esteem
(Khairiah,
salah
satu
2013).
bagian
Dimana
penting
dalam
pembentukan pola kepribadian seseorang. Selain itu juga akan berdampak terhadap munculnya persoalan secara internal atau pun eksternal (Beran, 2007). Problem internal seperti, perasaan sendiri, murung, tidak aman. Sedangkan problem ekternal meliputi, perilaku impulsif, hiperaktif, agresif, dsb. Dalam rangka membangun generasi di kalangan generasi muda kita menjadi suatu tantangan dan hambatan jika persoalan bullying tidak terselesaikan. Terjadi siklus yang terus menerus dan tidak pernah putus jika rendahnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat terhadap fenomena bullying. Di samping adanya arogansi, dan rasa percaya diri yang lebih dari pelaku untuk menindas korban yang tentunya memiliki karakteristik self esteem yang lebih rendah. Selama
dan kuratif bisa diselesaikan secara mantap.
179 - Training Sosial Berbasis Teknologi dalam Kasus Bullying
Gambar 1. Teori Ekologi Perkembangan (Na’imah, 2012) Teknologi
Eksosistem Keluarga (Mikrosistem) Individu Makrosistem
Teknologi
Training Sosial Berbasis Teknologi Melalui
anggota di dalam subsistem ini akan meningkatkan
Pendekatan Teori Ekologi
kualitas
hubungan
di
dalamnya.
Berdasarkan
Berdasarkan teori ekologi perkembangan
kegiatan interaksi demikian, maka dengan kemajuan
menunjukkan bahwa adanya interaksi individu
teknologi ini harus ditemuikan strategi yang tepat
dengan lingkungan fisik dan sosialnya (Na’imah,
untuk menjaga kualitas hubungan yang diharapkan
2012). Individu akan melakukan adaptasi untuk dapat
tersebut. Kehadiran teknologi jangan dipandangan
mencapai perkembangan pola pribadi yang baik.
sebagai pemisah atas interaksi yang terbangun. Justru
Memanfaatkan adanya interaksi individu dengan
akan semakin meningkatkan adanya interaksi yang
lingkungan sosial tersebut maka akan dapat
dua arah yang lebih mantap dengan melibatkan
dirancang suatu program. Program yang dilakukan
kehadiran teknologi. Pemanfaatan dari teknologi
sebagai suatu upaya bentuk intervensi yang bersifat
yang tepat justru akan memungkinkan ditemukan
preventif. Desain dari rancangan program tersebut
kualitas yang lebih baik diantaranya. Tentunya
akan diharapkan sebagai solusi yang efektif dalam
dengan ditunjang program yang tepat. Meskipun
menurunkan tingkat perilaku bullying yang semakin
resiko mungkin dapat terjadi jika kontrol dalam
meluas.
penggunaan teknologi tersebut bersifat rendah. Mikosistem, dipandang sebagai subsistem
Eksosistem, di dalam lingkungan yang lebih
terdepan yang menempatkan individu berinteraksi
luas. Individu mungkin tidak dapat berinteraksi
secara intens. Seperti, interaksi yang melibatkan
secara langsung atau aktif. Lingkungan keluarga
keluarga, sekolah, dan teman sebaya. Individu dalam
yang lebih besar misalnya, dapat mengubah pola
subsistem ini tidak berperan pasif melainkan ikut
berfikir hingga perilaku yang diharapkan. Misalnya
berperan untuk terlibat langsung dengan interaksi di
dengan kebiasaan yang dibangun di dalam keluarga
dalamnya. Melalui interaksi yang intensi antar
besar. Termasuk memandang kehadiran teknologi
180 - Training Sosial Berbasis Teknologi dalam Kasus Bullying
yang ada. Teknologi dimanfaatkan sebagai jejaring
dan akhirnya gagal ditangkis oleh penggunanya.
yang
Fungsi kontrol dalan lingkungan budaya ini juga
dapat
membangun
pola-pola
perilaku.
Diperlukan desaian secara sistematis sehingga
perlu
ditingkatkan.
Bentuk
sosialisasi
dalam
keterlibatan dalam penggunaan teknologi yang tepat
pendekatan budaya perlu semakin dilibatkan dan
dan efektif ini akan diperoleh.
ditingkatkan. Karena dalam upaya yang partial
Makrosistem, lapisan terluar dari sub sistem
memandang penanganan yang seharusnya justru
ini melibatkan budaya. Budaya turut menjadi andil
akan menjadi sia-sia. Pemanfaatan pendekatan
yang besar tentunya dalam memberikan pengaruh
budaya ini dengan didukung dan dikemas dengan
perubahan perilaku yang
mungkin dilakukan.
teknologi akan meningkatkan daya magnet untuk
Khususnya dalam penggunakan teknologi sebagai
percepatan terhadap penurunan bullying yang ada di
bentuk
masyarakat. Menurut hasil penelitian Ruyadi (2010),
sarana
intervensi.
Dengan
semakin
mendekatkan teknologi di masyarakat akan menjadi
dalam
Na’imah
2012,
tantangan yang dihadirkan pula. Persoalan yang
pendidikan karakter jika dilaksanakan berbasis
dihadirkan oleh teknologi bukan dijadikan momok
budaya dimana individu tersebut berada. Dan
sehingga banyak pihak menjauhinya. Dan dengan
teknologi berperan dalam proses sosialisasi tersebut.
demikian akan menimbulkan celah-celah oleh pihak
Dengan
yang berkepentingan. Unsur-unsur negatif dalam
teknologi
penggunakan teknologi ini justru akan semakin dekat
berkelanjutan pula.
tentunya
fungsi
tersebut
dapat
menyebutkan
kontrol
penggunaan
dilakukan
Gambar 2. Kerangka Konseptual Individu Kelurga (pengasuhan) TRAINING SOSIAL BERBASIS TEKNOLOGI
Lingkungan: Sekolah Teman sebaya Dsb Budaya
Pelaku Korban Perilaku Bullying
bahwa
Kecenderungan Kepribadian (Meningkatkan Perilaku Prososial)
secara
181 - Training Sosial Berbasis Teknologi dalam Kasus Bullying
Training Sosial Berbasis Teknologi Sebagai
lingkungan untuk memperoleh lingkungan yang
Program Pencegahan
adaptif. Kedekatan teknologi ini dijadikan kekuatan
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya
untuk mengajak individu khususnya generasi muda,
bahwa disebutkan bentuk training sosial dapat
mulai dari anak dan remaja pada khususnya. Training
meningkatkan perilaku prososial. Pendekatan yang
sosial berbasis teknologi ini diharapkan dapat
dirancang khusus di awal dijadikan sebagai suatu
digunakan
saan pengenalan bentuk perilaku prososial tersebut.
subsistem mikro hingga makrosistem. Penggunaan
Yang selanjutnya dapat dikembangkan dalam
bentuk teknologi dirancang dengan desain khusus
interaksinya di lingkungan dan sekaligus dalam
yang akan mengkoneksikan lingkungan dengan
tujuan membangun self esteem yang positif (Rai,
individu secara tepat.
dalam
aktivitas
menyeluruh
dari
Berdasarkan model rancangan pencegahan
2015). Training
sosial
dalam
tulisan
ini
yang
ditawarkan
oleh
Rigby
(2002)
dalam
dimaksudkan sebagai rancangan program yang dapat
menangani kasus bullying di sekolah (Fahrudin,
susun secara sistematis dengan mengedepankan
2012). Maka dapat disusun program dengan
penggunaan teknologi dalam mengembangkan suatu
menyertakan panduan:
sistem. Tidak bisa dihindari jika kemajuan teknologi yang hadir di tengah masyarakat. Justru teknologi lah yang menjadi alat untuk pemberdayaan individu dan
Gambar 3. Rancangan Panduan Training Sosial Berbasis Teknologi - Menguraikan atau mendefinisikan perilaku bullying - Menguraikan bentuk perilaku bullying - Mengenali bentuk perilaku yang muncul dalam setting tertentu - Menyediakan media komunikasi dalam aplikasi yang melibatkan (mikrosistem, eksosistem, dan makro sistem, secara terpisah). - Menyusun kebijakan dan
strategi melalui media
sebagai fungsi kontrol - Mendorong untuk munculnya perilaku positif. Melalui bentuk cerita, gambar, dsb yang diterjemahkan dalam bentuk aplikasi, games, dsb. - Menyelesaikan kasus (jika masih muncul) - Menyediakan layanan dan bantuan (jika masih muncul) - Menjalin kerjasama dengan pihak lain
TEKNOLOGI -Aplikasi -Games
182 - Training Sosial Berbasis Teknologi dalam Kasus Bullying
Teknologi yang dianggap telah menjadi penyebab
Penyelesaian atas munculnya fenomena
munculnya kesempatan dan mendukung perluasan
bullying tidak lagi menjadi tanggung jawab orang tua
bentuk perilaku bullying ini dapat dijadikan alat
dan keluarga melainkan tanggung jawab masyarakat
untuk melakukan pencegahan. Dengan kemampuan
secara luas. Dengan demikian penyelesaian yang
dan pendekatan yang lebih kreatif sebaiknya mulai di
lebih komprehensif ini akan mendukung percepatan
desain
mengurangi tingkat kasus yang ada.
kepada
generasi
muda
untuk
menyebarluaskan wawasan mengenai bentuk dan dampak dari perilaku bullying. Dengan demikian wawasan masyarakat akan membangun kesadaran
Kesimpulan Perilaku negatif dalam bentuk penindasan dari
upaya pencegahan lebih besar dibandingkan upaya
figur
parsial untuk mengatasi persoalan akibat dampak
menimbulkan perasaan tidak nyaman bahkan tidak
tindakan perilaku bullying ini. Dengan peran
nyaman dari korban merupakan bullying. Fenomena
teknologi yang menciptakan bentuk strategi baru
bullying yang dapat disebutkan sebagai salah satu
sebagai pendekatannya dan dapat diteruskan melalui
fenomena gunung es cukup sulit ditemukan data
aplikasi ataupun games sebagai jembatan yang paling
aktualnya. Dalam rangka menurunkan tingkat jumlah
mudah dan dekat dengan masyarakat.
praktik atau kasus bullying di masyarakat maka
Penggunaan teknologi dalam bentuk aplikasi dan
diperlukan upaya yang melibatkan masayarakat.
games diharapkan dapat menyelesaikan tantangan
Melalui pendekatan ekologi dalam melihat interaksi
yang dihadapi dalam menurunkan tingkat perilaku
individu di lingkungan terdekat hingga melibatkan
bullying ini. Tentunya dengan rancangan dan desain
budaya dinggap dapat ditemukan solusi yang efektif.
khusus dan komprensif. Bentuk aplikasi dan games
Dengan kemajuan teknologi maka tidak dipandang
ini akan disusun berdasarkan kebutuhan dari
sebagai faktor yang dapat meningkatkan jumlah
penggunanya. Bentuk kontrol yang dapat diberikan
kasus yang ada. Justru dengan teknologi yang
orang tua sekalipun menjadi pelajaran berharga bagi
dimanfaatkan mampu memberikan suatu bentuk
individu
ketrampilan
alternatif solusi yang diharapkan. Menekankan
sosialnnya. Dengan demikian anak dan remaja akan
konektivitas antara individu dengan lingkungan
belajar mengenali perilaku positif. Training sosial
dengan sebuah sistem kontrol melalui bentuk aplikasi
berbasis teknologi tersebut akan melibatkan interaksi
teknologi. Dengan rancangan desain pencegahan
secara langsung, misalnya dalam bentuk aktivitas
melalui bentuk kegiatan training sosial dengan
berkelompok. Kegiatan yang disusun melalui
berbasis teknologi ini diharapkan dapat menjawab
program
dapat
tantangan yang ada. Penggunaan yang bersifat
disebarluaskan. Tentunya dengan panduan yang lebih
semakin luas diharapkan dapat menjadi salah satu
tersusun secara kompleks sesuai dengan target yang
alternatif upaya pencegahan terhadap kasus bullying.
sudah ditentukan.
Dan tentunya melibatkan peranan dari berbagai pihak
untuk
training
mengembangkan
terssebut
nantinya
yang
lebih
inferior
sesuai peranan masing-masing.
dari
pelaku
dan
183 - Training Sosial Berbasis Teknologi dalam Kasus Bullying
Daftar Pustaka Abdullah, Nandiyah. (2013). Meminimalisasi Bullying di Sekolah. Jurnal Magistra No. 83. Th. XXV. 50-55. Beran, Tanya. (2007). The Relationship Between Cyberbullying and School Bullying. Journal of Student Wellbeing Vol 1 (2),. 15-33. Fahrudin, Adia.. (2012). Husmiati Yusuf. Perilaku Bullying: Assessment multidimensi dan Intervensi sosial. Jurnal Psikologi Undip Vol 11, No. 2. 1-9. Hidajat, Monika. (2015). Dampak Media Sosial dalam Cyberbullying. Jurnal Comtech Vol. 6. No. 1,72-81. Khairiah, Siti. (2013). Korelasi Antara Perilaku Bullying dan Tingkat Self-Esteem Pada Pelajar Dua Buah SMPN di Surabaya. Jurnal Psikiatri Surabaya Vol. 1, No. 2, 1-11. Levianti. Konformitas dan Bullying pada Siswa. (2008). Jurnal Psikologi Vol. 6. No. 1, 1-9. Na’imah, Tri. (2012). Pendidikan Karakter (Kajian Teori Ekologi Perkembangan). Prosiding Seminar Nasional Psikologi Islami, 159-166. Rai, Ni Gusti Made. (2015). Social Skill Training (SST) sebagai Intervensi Pada Anak dengan Gangguan Sikap Menentang. Jurnal Sosial Humaniora Vol. 8, No. 1, 55-68. Safaria, Triantoro. (2016). Prevalence and Impact of Cyberbullying in Sample of Indonesian Junior High School Students. Journal Tojet (Turkish Online journal of Education Technology). Vol 15, Issue 1. 82-91. Simbolon, Mangandar. (2012). Perilaku Bullying pada Mahasiswa Berasrama. Jurnal Psikologi Vol. 39. No. 2, 233-243.