AGROTROP, 3(2): 77-84 (2013) ISSN: 2088-155X
C
Fakultas Pertanian Universitas Udayana Denpasar Bali - Indonesia
Komparasi Laju Pertumbuhan Miselium Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus (Jacq. ex Fr) Kummer) pada Komposisi Media Bibit (F3) dan Baglog yang Berbeda I MADE SUDARMA, GEDE WIJANA, NI MADE PUSPAWATI, NI WAYAN SUNITI, DAN I GUSTI NGURAH BAGUS Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana Jl. P.B. Sudirman, Denpasar, Bali 80232 E-mail :
[email protected].
ABSTRACTS The growth rate comparison of white oyster mushroom (Pleurotus ostreatus (Jacq. ex Fr) Kummer) mycelium in the composition of different seed (F3) and baglog media . Cultivation of oyster mushroom (Pleurotus ostreatus (Jacq. ex Fr) Kummer) has grown rapidly along with the increase in income and health awareness. Oyster mushrooms growing need for media with a particular composition in order to grow optimally. Oyster mushroom production is determined by the quality of the seeds (F3) is used, which is sourced from the media with good quality and composition. The research aimed to determine the rate of growth of white oyster mushroom mycelium in the different composition of seed medium (F3) (sawdust: fine bran: corn flour: CaCO3 ). The experiments was conducted at nurseries and oyster mushroom development, Jl. Siulan Gang Zella No. 7 Denpasar, from June to August 2013. Each treatment contained 50 bottles, and 10 bottles only used as a sample, in environmental conditions with temperature and humidity ranges, 20-29oC and 59-86% respectively . T-test was used to differentiate the growth rate of white oyster mushroom mycelium with different compositions. The results showed that seeds (F3) derived from the growing media composition, sawdust (1 week old): fine bran: corn flour: CaCO3 (10:4:2:0,5) significantly different and better than the composition sawdust (age 1 month ): fine bran: corn flour (20:2:1:0.5), with a growth rate of mycelium in a mean 6.14±0.56 cm/week and 1,81±0,82 cm/week, respectively. Spawn running in baglog with media composition 10:4:2:0.5 was 2.77±1.22cm/week, but with composition media 20:2:1:0.5 mycelium could not grow. Effect of temperature and humidity on the growth rate of white oyster mushroom mycelium in seed media (F3) is not significantly. Key words : white oyster mushroom (Pleurotus ostreatus (Jacq. ex Fr) Kummer), growth rate of mycelium (spawn running), and composition of media. PENDAHULUAN Jamur yang dapat dimakan mengandung nilai gizi (umumnya termasuk klas : Basidiomycetes), yang secara alami dapat tumbuh pada batang, daun dan akar pohon yang telah melapuk. Jamur ini termasuk Agaricus spp. (button mushroom),
Volvariella volvacea (oil palm mushroom), Auricularia auricular (wood ear mushroom), begitu juga Pleurotus ostreatus (oyster mushroom) (Narh et al., 2011). Jamur tiram merupakan kelompok jamur saprofitis yang termasuk dalam genus Pleurotus. Jamur ini sumber 77
pangan yang baik dengan bahan sedikit karbohidrat, kandungan serat dan protein yang cukup, termasuk asam amino, mineral dan vitamin. Kandungan protein bervariasi dari 1,6 sampai 2,5%, dan kandungan niacin kira-kira sepuluh kali lebih tinggi dari pada sayuran lainnya. Disamping itu jamur tiram juga mengandung vitamin C, B komplek, dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh manusia (Ahmed et al., 2013; Raymond et al., 2013). Menurut Bhatti et al. (2007) Jamur tiram dapat tumbuh secara alami di bawah kondisi pohon, yang hidup sebagai parasit atau cabang kayu yang telah mati sebagai saprofit dan sebagai dekomposer primer. Komposisi kimia tubuh buah jamur tiram ditunjukkan dengan sejumlah besar kadar air (90,8%), sedangkan jamur titam kering kaya dengan protein (30,4%), lemak (2,2%), karbohidrat (57,6%), serat (8,7%) dan abu (9,8%) dengan nilai energi 345 K (cal) pada 100 g berat kering; sedangkan kandungan vitaminnya seperti thiamin (4,8 mg), riboflavin (4,7 mg) dan niacin (108,7 mg), mineral seperti kalsium (98 mg), fosfor (476 mg), besi (8,5 mg) dan sodium (61 mg) pada 100 g berat kering, dan mengndung senyawa antitumor. Hasil penelitian Patil et al. (2010) menunjukkan bahwa substrat yang berbeda (limbah jerami kedelai, padi dan gandum) atau dengan kombinasi perbandingan 1:1, memberikan nilai nutrisi yang berbeda pula. Sebagai contoh jerami kedelai memberikan hasil protein, lemak, abu, P, K dan Na maksimum, sedangkan pada kombinasi jerami kedelai dengan padi ditemukan kandungan Na dan Fe maksimum, begitu juga profil asam amino dari protein jamur tiram adalah kaya dengan asam glutamat, asam aspartat dan lysine, sementara kandungan vitamin C dan asam folat kurang. Perubahan biokimia terjadi pada substrat akibat pertumbuhan jamur dekomposer. Penurunan kandungan selulose, hemiselulose, serat kasar, lignin karbohidrat, dan tannin, sementara kandungan protein, abu dan mineral meningkat pada substrat jerami. 78
Pertumbuhan jamur tiram pada media baglog membutuhkan bibit (F3) yang baik, termasuk substrat yang digunakan sebagai media dan komposisi media. Substrat yang baru (sedikit kontaminan) akan memberikan pengaruh yang berbeda dengan substrat yang lama (peluang kontaminasi lebih tinggi), begitu juga komposisi media yang baik, dengan campuran yang kandungannya memenuhi hara bagi pertumbuhan jamur tiram putih yang optimal (Parlindungan, 2003). Serbuk gergaji yang baru dengan warna kuning sampai coklat muda cerah memberikan peluang pertumbuhan jamur tiram lebih baik, karena belum terjadi dekomposisi lanjut akibat jamur kontaminan yang menghasilkan enzim selulase. Atas dasar hal tersebut perlu dibandingkan mana yang lebih baik, antara media bibit dan media baglog dengan menggunakan serbuk gergaji yang baru (umur 1 minggu) dengan sebuk gergaji lama (umur 1 bulan), dan dengan komposisi campuran yang berbeda. BAHAN DAN METODE Pembuatan Bibit F0 Bibit F0 dibuat dengan memilih tubuh buah tunggal yang pertumbuhannya paling baik. Bagian tudung jamur dipotong kecil (sekitar 1 cm2), selanjutnya dibilas dengan air steril, dan alkohol 70% selama 1-2 detik. Potongan jamur ini ditempatkan dalam cawan Petri yang steril, kemudian dimasukkan satu potongan jamur ke dalam cawan Petri yang lain yang telah diisi dengan media PDA (potato dextrose agar) sebanyak 10 ml. Media PDA yang dibuat dari campuran kentang 200 g, gula 15 g, agar 20 g dalam aquades 1000 ml dan livoplosaxin (antibiotik antibakteri) dengan konsentrasi 0,1% (w/v) digunakan untuk isolasi jamur. Lima cawan Petri disiapkan untuk setiap larutan. Biakan diinkubasi pada ruang gelap pada suhu 27±2oC, Cawan Petri yang telah ditanami potongan jamur selanjutnya ditempatkan dalam lemari inkubator selama satu minggu.
I Made Sudarma, et al : Komparasi Laju Pertumbuhan Miselium Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus.....
Pembuatan Bibit F1 Beberapa jenis biji-bijian seperti jagung, beras merah dan beras hitam disiapkan untuk digunakan sebagai media F1. Sebanyak 1 kg biji-bijian tersebut direndam selama 6 jam, selanjutnya dimasak selama 30 menit. Biji yang telah dimasak diteriskan dan didinginkan untuk menguapkan uap airnya sampai kering dan dingin. Biji dimasukkan ke dalam botol yang bersih dan diisi kurang lebih 2/3 ukuran botol, selanjutnya ditutup dengan kapas dan ujung botol dibungkus dengan plastik yang diikat dengan karet gelang. Botol yang telah diisi dengan biji-bijian disterilisasi menggunakan pengukus dan dipanaskan selama kurang lebih satu jam. Botol dengan media biji-bijian yang telah disterilisasi didinginkan terlebih dahulu sebelum diinokulasi dengan bibit F0. Bibit F1 siap digunakan setelah disimpan dalam ruang gelap selama kurang lebih satu minggu.
dengan bibit F2 dan, diinkubasikan dalam kamar inkubasi. Seminggu setelah inokulasi, laju pertumbuhan miselium dalam botol mulai diamati. Sebagai sampel digunakan 10 botol. Komposisi yang sama juga diperlakukan untuk media baglog. Rancangan yang digunakan rancangan acak lengkap, dengan 3 kali ulangan, dan sampel yang diambil untuk mengetahui signifikansinya menggunakan uji t test. Parameter yang diamati 1) Laju pertumbuhan miselium Laju pertumbuhan miselium dalam botol dan dalam baglog dapat dihitung dengan penggunakan rumus (Zadoks dan Schein, 1979): L2 – L1 R=
Pembuatan Bibit F2 dan F3 Bibit F1 yang telah disiapkan dapat diperbanyak menjadi bibit F2, tetapi apabila waktu mendesak untuk membuat media baglog yang akan segera ditanami, dapat digunakan F1, tetapi mebutuhkan media biji-bijian yang cukup banyak. Oleh karena itu dibutuhkan perbanyakan menjadi bibit F2. Komposisi medium F2 pada dasarnya sama dengan log produksi F3. Bagian yang membedakannya hanya kapasitas/bobot medium. Uji Komparasi Media Bibit F3 dan Baglog Dua jenis komposisi media bibit F3 yang dibandingkan adalah sebagai berikut : A) Media bibit (F3) dengan komposisi : serbuk gergaji (umur 1 minggu) : dedak halus : tepung jagung : CaCO3 = 10:4:2:0,5. B) Media bibit (F3) dengn komposisi: serbuk gergaji (umur 1 bulan) : dedak halus : tepung jagung : CaCO3 = 20:2:1:0,5. Masingmasing media dimasukkan ke dalam botol besar (botol bir) sebanyak 50 botol, diseterilkan dengan suhu 121oC selama 2 jam, selanjutnya diinokulasi
t2 – t1 Keterangan : R = laju pertumbuhan miselium dalam botol (cm/hari) L1 = Panjang pertumbuhan miselium dalam botol dari titik tumbuh, pengamatan pertama (cm) L2 = Panjang pertumbuhan miselium dalam botol dari titik tumbuh pengamatan kedua (cm). Setiap botol F3 diukur perpanjangan miselium di empat sisi botol, sehingga diperoleh untuk setiap botol laju pertumbuhan miselium rerata. Pengukuran panjang miselium dari titik tumbuh diukur setiap 2 hari sekali, sampai pertumbuhan miselium mencapai dasar botol, dianggap pertumbuhan telah mencapai maksimal, maka pengukuran dihentikan. Pengukuran dengan metode yang sama juga dilakukan untuk pertumbuhan miselium pada media baglog.
79
2) Efisiensi Biologi (Biological Efficiency) Efisiensi biologi (BE) dihitung menggunakan rumus Chang et al. (1981) sebagai berikut: Berat segar jamur BE (%) = x 100 Berat kering substrat 3) Pengamatan Suhu dan Kelembaban Suhu dan kelembaban lingkungan tempat inkubasi diukur dengan menggunakan alat thermohygrometer. Pengamatan dilakukan setiap hari sebanyak tiga kali (pagi jam 7.00, siang jam 13.00 dan sore jam 17.00 wita). Selanjutnya suhu dan kelembaban harian diperoleh dari rerata pengamatan suhu dan kelembaban pagi, siang dan sore tersebut. Data suhu dan kelembaban digunakan untuk mencari hubungan regresi dan korelasi antara laju pertumbuhan miselium jamur tiram dengan suhu dan kelembaban lingkungan, dengan menngunakan uji regresi dan korelasi (Gomes dan Gomes, 2007).
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata laju pertumbuhan miselium jamur tiram pada media bibit F3 komposisi media A mencapai 6,14±0,56 cm/minggu, berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan laju pertumbuhan miselium jamur ini pada komposisi media B yaitu 1,81±0,82 cm/ minggu (Tabel 1). Pertumbuhan miselium jamur pada media bibit F3 komposisi media A berlanjut sampai mencapai dasar botol secara penuh, sedangkan pada media bibit F3 komposisi media B miselium jamur tidak sampai mencapai dasar botol (Gambar 1). Pertumbuhan miselium jamur pada media B hanya berlangsung satu kinggu, yaitu saat pengamatan pertama; pada pengamatan berikutnya media berubah menjadi warna hitam yang mengindikasikan tumbuhnya jamur kontaminan. Laju pertumuhan miselium pada media baglog hanya ditemukan pada media dengan komposisi A setinggi 2,77±1,22 cm/minggu, sedangkan pada media dengan komposisi B jamur tiram tidak dapat tumbuh (Tabel 2).
Tabel 1. Laju Pertumbuhan Miselium Jamur Tiram pada Dua Komposisi Media yang Ditumbuhkan dalam Botol
Sampel
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Rerata
Komposisi media A (10:4:2:0,5) Laju pertumbuhan miselium pada media F3 (cm/minggu)** 7,602 5,719 6,055 5,964 6,433 5,747 6,272 6,125 6,125 5,383
1,75 0,875 1,022 1,344 2,919 2,744 2,681 2,541 1,106 1,141
6,14±0,56
1,81±0,82
**berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan uji t 80
Komposisi media B (20:2:1:0,5) Laju pertumbuhan miselium pada media F3 (cm/minggu)
I Made Sudarma, et al : Komparasi Laju Pertumbuhan Miselium Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus.....
Tabel 2. Laju Pertumbuhan Miselium dan Produksi Jamur Tiram pada Dua Komposisi Media yang Ditumbuhkan dalam Baglog Komposisi media A (10:4:2:0,5) Sampel Laju pertumbuhan Produksi miselium pada baglog media baglog (gram)** (cm/minggu)** 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rerata BE
Komposisi media B (20:2:1:0,5) Sampel Laju pertumbuhan Produksi miselium pada baglog (gram) media baglog (cm/minggu)
3,250 3,800 1,325 1,875 2,750 1,925 1,750 5,500 2,875 2,675
260 240 160 180 175 330 210 180 265 220
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1,75 0,875 1,022 1,344 2,919 2,744 2,681 2,541 1,106 1,141
2,77±1,22
222±52,7
1,81±0,82
22,2%
0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
**berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan uji t
Gambar 1. Pertumbuhan Miselium Jamur Tiram dalam Media Bibit F3 Selang Dua Hari, (A) Komposisi Media 10:4:2:0,5; (B) Komposisi Media 20:2:1:0,5 Komposisi media sangat mempengaruhi pertumbuhan jamur tiram, karena kandungan nutrinya. Jamur tiram membutuhkan nutrisi untuk perpanjangan miselium dan pembentukan badan
buah. Menurut Shah et al. (2004) penggunaan substrat serbuk gergaji adalah paling baik dibandingkan dengan substrat yang lain dalam produksi dan efisiensi biologi jamur tiram. Peneliti yang lain menemukan bahwa penambahan suplemen tepung jagung dapat meningkatkan produksi jamur tiram sebesar 25% (Fanadzo et al., 2010). Penggunaan substrat serbuk gergaji umur satu bulan (komposisi media B), memberikan peluang lebih besar bagi jamur decomposer untuk tumbuh dan berkembang sebagai jamur kontaminan bagi jamur tiram. Pemanasan dengan suhu dan waktu yang sama untuk sterilisasi baik komposisi media A dan B, memberikan hasil yang berbeda. Komposisi media B tidak cukup dengan pemanasan selama tiga jam. Menurut Yildiz et al. (2002) ada beberapa spesies jamur kontaminan yang dapat tumbuh dengan cepat apabila pemanasan belum cukup untuk sterilisasi media, jamur tersebut adalah Alternaria sp., Aspergillus 81
Gambar 2. Pertumbuhan Miselium pada Media F3 dengan Komposisi A (10:4:2:0,5) dan Komposisi B (20:2:1:0,5) (kiri); dan pada Media Baglog dengan Komposisi A dan B (kanan) sp., Fusarium sp., Monilia sp., Mucor sp., Rhizopus sp. dan Trichoderma sp. Percobaan menggunakan baglog menunjukkan bahwa produksi jamur tiram putih yang dicapai dengan menggunakan media komposisi A rerata 222±52,72 g, dengan efisiensi biologi (BE) mencapai 22,2%. Hal ini berarti jamur tiram dapat memanfaatkan berat kering substrat seberat 1000 g sebanyak 22,2%. Sedangkan pada media komposisi B, miselium jamur tiram tidak tumbuh, terdapatnya kontaminan menyebabkan media berwarna hitam dan pertumbuhan jamur tiram terhenti (Gambar 2). Hal yang sama dialami pada media bibit F3 dengan komposisi media B. Efisiensi biologi (BE) yang dicapai relatif kecil. Menurut Suriawiria (2002) BE optimal sebesar 40-85%, dalam percobaan ini belum dicapai BE sebesar itu, sehingga dibutuhkan kajian komposisi substrat dengan bahan suplemen lain untuk meningkatkankan BE. Penggunaan substrat jerami padi dengan BE setinggi 95,46% Sharma et al. (2013). Hasil penelitian Mamiro dan Mamiro (2011) yang menggunakan substrat jerami padi 82
ditambah dengan suplemen kulit biji bunga matahari 2% dapat mencapai produksi 1.087,5 g, dengan BE 103,3%. Komposisi media sebagai substrat pertumbuhan jamur tiram sangat menentukan keberhasilan pertumbuhan jamur atau kecepatan pertumbuhan miselium serta produksi jamur tiram (Khan et al., 2012; Samuel dan Eugene, 2012). Hasil penelitian Frimpong-Manso et al. (2011) menunjukkan bahwa penggunaan kulit ari gabah dapat meningkatkan BE, terdapat korelasi positif antara peningkatan persentase kulit ari gabah dengan BE jamur tiram. Dalam percobaan ini, penggunaan dedak halus yang hanya 2 bagian pada media dengan komposisi B, diperkirakan menyebabkan laju pertumbuhan miselium dan BE jamur tiram lebih rendah dibandingkan dengan media komposisi A yang menggunakan dedak halus sebanyak 4 bagian. Korelasi antara laju pertumbuhan miselium jamur tiram dengan faktor lingkungan yaitu suhu dan kelembaban udara tidak nyata. Hal ini terjadi karena fluktuasi suhu dan kelembaban maksimum dan minimum yang tinggi, yaitu suhu berkisar 2029oC and kelembaban berkisar 59-86%. Tidak
I Made Sudarma, et al : Komparasi Laju Pertumbuhan Miselium Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus.....
terjadi lonjakan yang diiringi oleh peningkatan atau penurunan laju pertumbuhan miselium. Di Banglades dengan suhu 14-27oC dan kelembaban 70-80% pada musim dingin BE dan produksi jamur tiram lebih tinggi dibandingkan musim lainnya (Uddin et al., 2011). Menurut Suriawiria (2002) suhu optimal untuk pertumbuhan miselium pada substrat tanam adalah 24-29oC, RH 90-100%, waktu tumbuh 10-14 hari, kandungan CO2 berkisar 5.000-20.000 ppm, cahaya 500-1.000 lux dan sirkulasi udara 1-2 jam. Di tempat penelitian yaitu tempat penempatan baglog/kubung kelembaban udara hanya berkisar 40-85%, yaitu jauh lebih rendah daripada kondisi optimum. Penelitian ini dilakukan pada saat musim kemarau (bulan Juni – Agustus 2013). Kondisi lingkungan ini yang mungkin menyebabkan, BE yang dicapai hanya 22,2% lebih kecil dibandingkan BE optimal hasil penelitian Suriawiria (2002).
Bhatti, M.I., M.M. Jiskani, K. H. Wagan, M.A. Pathan and M.R. Magsi. 2007. Growth, Development And Yield Of Oyster Mushroom, Pleurotus Ostreatus (Jacq. Ex. Fr.) Kummer As Affected By Different Spawn Rates. Pak. J. Bot., 39(7): 2685-2692. Chang, S.T.; O.W. Lau and K.Y. Cho. 1981. The cultivation and nutritive value of Pleurotus sojar –caju. European J. Appl. Microbiol. Biotechnol 12:58 – 62. Fanandzo, M., D.T. Zireva, E. Dube and A.B. Mashingaidze. 2010. Evaluation of various substrates and supplements for biological efficiency of Pleurotus sajor-caju and Pleurotus ostreatus. African Journal of Biolotechnology 9(19): 2756-2761. Frimpong–Manso, J., M. Obodai, M/ Dzomeku, and M.M. Apertorgbor. 2011. Influence of rice husk on biological efficiency and nutrient content of Pleurotus ostreatus (Jacq. ex. Fr.) Kummer. International Food Research Journal 18: 249-254.
KESIMPULAN Komposisi media tanam bibit F3 dan baglog masing-masing dengan komposisi serbuk gergaji: bekatul: tepung jagung: CaCO3 = 10:4:2:0,5, lebih baik daripada komposisi media 20:2:1:0,5. Laju pertumbuhan miselium yaitu 6,14 ±0,56 cm/ minggu, produksi yaitu 222±52,72 g dan BE 22,2% pada komposisi media 10:4:2:0,5, lebih tinggi dari pada laju pertumbuhan miselium, produksi, dan BE pada media 20:2:1:0,5 yaitu tidak menghasilkan pertumbuhan miselium dan produksi, bahkan pada media ini ditemukan kontaminasi sangat tinggi.
Khan N.A., M. Ajmal¹, .I.U. Haq, N. Javed, M. A. Ali., R. Binyamin and S. A.Khan. 2010. Impact Of Sawdust Using Various Woods For Effective Cultivation Of Oyster Mushroom. Pak. J. Bot., 44(1): 399-402.
UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih ditujukan kepada Si Putu Atmanadi atas bantuannya meminjamkan beberapa alat laboratorium yang sangat membantu selama penulis mengadakan penelitian.
M. Fanadzo, D. T. Zireva, E. Dube and A. B. Mashingaidze. 2010. Evaluation of various substrates and supplements for biological efficiency of Pleurotus sajor-caju and Pleurotus ostreatus. African Journal of Biotechnology 9(19): 2756-2761.
DAFTAR PUSTAKA Ahmed, M., N.Abdullah, K.U. Ahmed and M. H. M. B. Bhuyan. 2013. Yield and nutritional composition of oyster mushroom strains newly introduced in Bangladesh. Pesq. agropec. bras., Brasília 48(2): 197-202.
Gomes, K.A. dan A.A. Gomes, 2007. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Edisi kedua. Penerbit Universitas Indonesia (UIPress). Jakarta.
Mamiro, D.P. and Mamiro, P.S. 2011. Yield and mushroom size of Pleurotus ostreatus grown on rice straw basal substrate mixed and supplemented with various crop residues. Journal of Animal & Plant Sciences 10(1): 1211- 1218. 83
Narh, D. L., M. Obodai, D. Baka, and M. Dzomeku. 2011. The efficacy of sorghum and millet grains in spawn production and carpophore formation of Pleurotus ostreatus (Jacq. Ex. Fr) Kummer. International Food Research Journal 18(3): 1143-1148.
Shah, Z.A., M. Ashraf and M. Ishtiaq Ch. 2004. Comparative Study on Cultivation and Yield Performance of Oyster Mushroom (Pleurotus ostreatus) on Different Substrates (Wheat Straw, Leaves, Saw Dust). Pakistan Journal of Nutrition 3(3): 158-160.
Parlindungan, A.K. 2003. Karakteristik Pertumbuhan dan Produksi Jamur Tiram Putih(Pleorotus ostreatus) dan Jamur Tiram Kelabu (Pleurotus sajor Caju) pada Baglog Alang-alang. Jurnal Natur Indonesia 5(2): 152-156.
Sharma S., R.K.P. Yadav, and C.P. Pokhrel. 2013. Growth and Yield of Oyster mushroom (Pleurotus ostreatus) on different substrates. Journal on New Biological Reports 2(1): 03-08.
Patil, S.S., S.A. Ahmed, S.M. Telang, M.M.V. Baig. 2010. The Nutritional Value Of Pleurotus Ostreatus (Jacq.:Fr.) Kumm Cultivated On Different Lignocellulosic Agrowastes. Innovative Romanian Food Biotechnology. Research Article 7: 66-77. Raymond, P., A.M. Mshandete, and A.K. Kivaisi. 2013. Cultivation of Oyster Mushroom (Pleurotus HK-37) On Solid Sisal Waste Fractions Supplemented With Cow Dung Manure. Journal of Biology and Life Science 4(1): 273-286. Samuel A.A., and T. L. Eugene. 2012. Growth Performance and Yield of Oyster Mushroom (Pleurotus Ostreatus) on Different Substrates Composition in Buea South West Cameroon. Science Journal of Biochemistry: 1-6.
84
Suriawiria, H.U. 2002. Budidaya Jamur Tiram. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 87h. Uddin M.N., S. Yesmin, M. A. Khan, M. Tania, M. Moonmoon, and S. Ahmed. 2011. Production of Oyster Mushrooms in Different Seasonal Conditions of Bangladesh. J. Sci. Res. 3(1): 161-167. Yildiz S., ü. Cafer., E. Derya-Gezer, and A. Temiz. 2002. Some lignocellulosic wastes used as raw material in cultivation of the Pleurotus ostreatus culture mushroom. Process Biochemistry 38: 301– 306. Zadoks, J.C. and R.D. Schein. 1979. Epidemiology and Plant Disease Management. New York. Oxford University Press.