e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015)
MENGUNGKAP AKUNTABILITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA LEMBAGA LOKAL SUBAK DALAM MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI PEDESAAN (Studi Kasus pada Subak Tabola, Desa Pakraman Tabola, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem) ¹Ni Made Shanti Widnyani, ¹ Anantawikrama Tungga Atmadja, ²Gede Adi Yuniarta Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail: {
[email protected],
[email protected],
[email protected]} @undiksha.ac.id Abstrak Subak merupakan organisasi yang didirikan untuk mengelola sistem pengairan pertanian masyarakat adat Bali. Aktifitas operasional subak tidak hanya terbatas pada pengelolaan sumber air sawah, tetapi subak juga melaksanakan kegiatan yang bersifat religius dan pembangunan yang memerlukan banyak dana. Subak didirikan dengan kesederhanaan yang jauh dari perkembangan jaman, tingkat pendidikan krama subak juga relatif rendah. Dengan berbagai keterbatasan tersebut, subak mampu menciptakan pengelolaan sumber daya yang akuntabel. Latar belakang inilah yang menjadikan Subak Tabola menarik untuk dikaji untuk mengetahui 1) sumber dana subak dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya, 2) proses pengelolaan keuangan yang dilakukan di subak, dan 3) penerapan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan subak. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif yang dititikberatkan pada deskripsi serta interpretasi perilaku manusia. Data diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi dan studi dokumentasi. Data ini selanjutnya diolah melalui tiga tahapan, yaitu: 1) reduksi data, 2) penyajian data, 3) menarik kesimpulan berdasarkan teori yang telah ditentukan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Sumber dana subak dalam melaksanakan kegiatan operasional diperoleh dari peturunan (iuran) krama subak dan dana bantuan dari pemerintah, 2) Proses pengelolaan keuangan Subak Tabola dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu pengelolaan dana internal dan dana eksternal subak, pertanggungjawaban pengelolaan keuangan dilakukan secara sederhana, perbedaan pengelolaan keuangan tersebut terletak pada bentuk laporan pertanggungjawabannya, 3) Dalam membentuk akuntabilitas pengelolaan keuangan yang disajikan, seluruh krama menjunjung tinggi konsep dan nilai-nilai agama Hindu serta memupuk rasa saling percaya antar krama subak. Kata Kunci: Subak, akuntabilitas, sumber daya, pengelolaan keuangan.
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015) Abstract Subak is an organization established to manage irrigation system of Balinese local society. The subak operational activities does not merely concern with a limited management of rice field water resources, but also manage the religious activities and development which require a lot of fund. The subak itself was established with simplicity very far from the current development by involving the society as the members from relatively low level of education. With it’s variety of restrictions, this organization of subak could be able to create an accountable resource management. This background make the subak “Tabola” very interesting to be observed with few purposes such as, to find out 1) the subak’s source of fund used to maintain its operational activities, 2) the process of financial management conducted in the subak organization, 3) the process of accountability in the financial management of subak. The study was conducted based on a quantitative design focusing on describing and interpreting human behavior. All data were obtained from deep interview, observation and documentation study. Henceforth an analysis was conducted by following three stages, such as 1) data reduction, 2) data presentation, and 3) drawing conclusion based on a predetermined theory. The results indicated that: 1) the Subak in running its operational activities used the funds obtained from different sources, such as the membership fee, and the government contribution. 2) The process of Tabola Subak’s financial management could be grouped into two categories, such as internal financial management, and external financial management with very simple financial accountability process which had a clear cut differences between each other, such as in terms of the form of accountability report. 3) In presenting the report of financial management accountability, all the subak’s members uphold the concept and values from the Hindu religions as well as develop mutual trust among the members. Keywords: Subak, accountability, resource, financial management.
PENDAHULUAN Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai nilai budaya tinggi yang dilandasi oleh falsafah agama dan telah dikenal hingga ke manca negara. Hingga saat ini, Bali masih menjadi tujuan wisata utama di Indonesia. Apabila dilihat dari mata pencahariannya, sebagian besar penduduk Bali bekerja pada sektor pertanian. Hal ini disebabkan karena Bali merupakan daerah agraris, sehingga sektor pertanian memegang peranan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat Bali. Dalam pencapaian pembangunan di Indonesia, tentu tidak akan pernah lepas dari pembangunan di lingkup pedesaan, mengingat sebagian besar wilayah Indonesia merupakan wilayah pedesaan, dan dominasi penduduk di Indonesia juga masih tinggal di wilayah pedesaan. Jadi, cukup beralasan jika pencapaian pembangunan nasional
dimulai dari pembangunan di lingkup pedesaan. Pembangunan di lingkup pedesaan di Bali telah dilakukan secara berkesinambungan. Bali merupakan provinsi yang memiliki keunikan tersendiri, berbagai warisan budaya yang dimiliki membuat provinsi Bali menjadi tujuan wisata yang paling dituju oleh wisatawan, baik wisatawan Indonesia maupun wisatawan manca negara. Salah satu dari sekian banyak budaya unik yang dimiliki oleh masyarakat Bali yaitu organisasi tradisional subak. Sistem subak merupakan ciri khas sistem pertanian di Bali. Seperti disebutkan oleh Pitana (1997) dalam Sunaryasa (2002), subak di Bali memiliki lima ciri, yaitu: 1) Subak merupakan organisasi petani pengelola air irigasi yang memiliki pengurus dan peraturan organisasi (awig-
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015) awig) baik tertulis maupun tidak tertulis. 2) Subak mempunyai suatu sumber air bersama, berupa bendungan (empelan ataupun saluran utama suatu sistem irigasi. 3) Subak mempunyai suatu areal persawahan 4) Subak mempunyai otonomi, baik internal maupun eksternal 5) Subak mempunyai satu atau lebih pura yang berhubungan dengan persubakan. Hal inilah yang membedakan sistem pertanian di Bali dengan sistem pertanian di luar Bali. Konsep kebersamaan dalam kelompok petani di Bali diaplikasikan melalui kegiatan gotong royong yang merupakan ciri yang kuat dari masyarakat petani Bali. Berpijak dari kegotong royongan inilah kepentingan bersama dilandasi rasa paras paros selunglung sebayantaka (tenggang rasa, susah dan senang sama ditanggung bersama), semua yang terkait dengan masalah pertanian disatukan, sehingga muncullah suatu organisasi sosial yang disebut subak (Sumarta, 1992). Seluruh warisan budaya yang dikenal di provinsi Bali sudah tentu memiliki suatu nilai religius yang merupakan sisi menarik yang senantiasa ingin kita ketahui. Sama halnya dengan organisasi subak di Bali, kepentingan bersama dari subak dipadukan dengan nilai-nilai agama Hindu, yang menjadikan organisasi subak mempunyai nilai sosial yang religius. Dengan kebersamaan dan sistem gotong royong yang diterapkan pada organisasi subak, serta ditambah juga dengan konsep Tri Hita Karana (tiga penyebab kebahagiaan yang utuh didalam kehidupan manusia) yang dijunjung tinggi sebagai dasar pelaksanaan setiap kegiatan dalam subak, maka para pakar petani yang merupakan anggota subak beranggapan bahwa subak mampu mengambil peran untuk turut serta melestarikan lingkungan serta membantu mewujudkan kemajuan di pedesaan. Tri Hita Karana merupakan konsep dasar yang dijunjung tinggi dalam subak, oleh karena itu subak melaksanakan
kegiatan yang mengacu pada parahyangan (hubungan manusia dengan Tuhan), pawongan (hubungan manusia dengan manusia) dan palemahan (hubungan manusia dengan lingkungan). Dalam melaksanakan kegiatan operasional, subak memerlukan berbagai jenis sumber daya kolektif sebagai penunjang. Subak umumnya mempergunakan sumber daya yang diperoleh dari kalangan umum maka penting bagi masyarakat untuk mengetahui proses pengelolaan sumber daya tersebut karena sejalan dengan praktik akuntabilitas yang merupakan kajian yang marak dibahas dewasa ini. Mardiasmo (2002: 20) menjelaskan bahwa akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. Menurut Lembaga Administrasi Negara dan Badan Pengawasan Keuangan RI dalam Lestari (2014) akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seorang/pimpinan suatu inti organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau yang berwenang meminta pertanggungjawaban. Demikian halnya dengan pengurus subak yang diharuskan menjunjung tinggi akuntabilitas dalam penyajian pertanggungjawabannya agar pertanggungjawaban yang disajikan andal dan dapat dipercaya. Perbaikan dalam kelembagaan lokal subak sangat penting untuk dilakukan. Hal-hal yang menjadi permasalahan dalam kiat masyarakat lembaga lokal subak dapat diatasi apabila semua pihak yang mempunyai tanggungjawab ikut terlibat dan membantu mengupayakan keberhasilan subak dalam membantu mewujudkan pembangunan berkelanjutan di pedesaan. Hal yang tidak boleh dilupakan dalam suatu organisasi adalah pelaksanaan pengelolaan keuangannya, karena seluruh aktifitas
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015) yang dilakukan dalam suatu organisasi pasti memiliki hubungan penggunaan sumber daya dan pengelolaan keuangan. Akuntabilitas merupakan konsep yang kompleks yang lebih sulit mewujudkannya dari pada memberantas korupsi (Turner and Hulme (1997) dalam Mardiasmo (2002: 21). Meskipun akuntabilitas dikatakan sebagai suatu konsep yang sangat sulit untuk diwujudkan, hal ini tidak menjadi kendala pada organisasi tradisional subak. Subak memiliki suatu peraturan yang disebut dengan awig-awig serta memiliki nilai religius yang tinggi. Kesederhanaan yang disajikan pada subak tidak akan menyebabkan akuntabilitas yang disajikan subak terganggu. Subak adalah organisasi tradisional yang senantiasa diidentikkan dengan kesederhanaan dan sifat tidak modern. Sumber daya manusia krama subak seringkali dianggap tidak cukup memadai untuk mengelola organisasi. Namun, subak tidak pernah kehilangan kepercayaan untuk mengelola sumber daya yang beragam, baik yag diperoleh dari krama subak, bantuan, maupun sumbangan. Akuntabilitas penyajian pertanggungjawaban pengelolaan sumber daya subak dibentuk dengan akuntabilitas yang tercipta bersama dengan kebersamaan krama subak. Subak Tabola, Desa Pakraman Tabola, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem merupakan subak yang dipilih dalam penelitian ini. Adapun alasan yang mendukung dilakukannya penelitian terkait pengelolaan sumber daya lembaga lokal subak di Subak Tabola karena pertama, sumber daya yang dikelola subak terbilang cukup banyak untuk suatu organisasi tradisional yang berada di lingkup pedesaan. Kedua, tingkat pendidikan krama subak yang masih tergolong rendah, orang-orang yang berpendidikan tinggi umumnya tidak bekerja menggarap sawah, melainkan bekerja di sektor lain. Ketiga, krama subak yang ditunjuk sebagai prajuru atau pengurus subak masih menerapkan sistem akuntansi yang sangat sederhana. Merujuk pada hal tersebut diatas maka akuntabilitas pengelolaan sumber
daya lembaga lokal Subak Tabola menarik untuk diangkat dalam penelitian ini. Berkaitan dengan hal tersebut, adapun beberapa permasalahan penelitian yang akan dijawab dalam penelitian ini, antara lain: 1) sumber dana subak dalam melaksanakan aktifititas operasional, 2) proses pengelolaan keuangan subak tabola, dan 3) akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan Subak Tabola. METODE Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif yang dititikberatkan pada deskripsi serta interpretasi perilaku manusia. Dalam penelitian ini, data dikumpulkan dari sumber primer yaitu data yang didapatkan langsung dari informan, serta sumber sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen, tulisan atau artikel. Aneka teknik ini dipergunakan secara triangulatif agar keabsahan data terjamin. Informan dalam penelitian ini ditunjuk secara purposive sampling. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui teknik wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumentasi. Data diolah dengan mempergunakan teknik analisis data yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992) dalam Moleong (2005), yaitu: 1) Reduksi data (data reduction), 2) Penyajian data (data display), dan 3) Menarik kesimpulan (verifikasi) berdasarkan teori yang telah ditentukan. Atmadja dalam Lestari (2015:41) menjelaskan bahwa kegiatan pengumpulan data, reduksi data, penarikan kesimpulan dan penyajian data merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dan bisa berlangsung secara ulangalik, sampai mendapatkan hasil penelitian akhir yang bersifat holistik dan sarat makna, dalam konteks pemberian jawaban terhadap masalah yang dikaji. HASIL DAN PEMBAHASAN Sumber Dana Subak dalam Melaksanakan Aktifitas Operasional Subak merupakan suatu organisasi atau lembaga tradisional yang bergerak dalam bidang pengelolaan air (sistem irigasi) serta untuk mengatur sistem pengelolaan pertanian yang bersifat
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015) sosial, religius serta mandiri yang anggotanya terdiri atas petani yang berada pada suatu wilayah tertentu yang pelaksanaannya diatur berdasarkan awigawig. Aktifitas yang dilaksanakan oleh lembaga lokal subak bukan hanya sebatas pengaturan sistem pengelolaan air semata, namun subak juga mengkoordinir kegiatan yang bersifat sosial dan juga kegiatan-kegiatan yang bersifat religius. Hal ini disebabkan karena subak merupakan organisasi tradisional yang berlandaskan atas Tri Hita Karana. Unsur Tri Hita Karana yang paling menonjol dan merupakan dimensi yang paling mudah diamati pada subak di Bali adalah palemahan atau yang lebih dikenal dengan hubungan manusia dengan lingkungan. Hal ini tercermin dari kegiatan pokok subak yaitu mengatur irigasi air demi terjaganya kelangsungan hidup tanaman-tanaman di sawah. Namun, ketiga unsur Tri Hita Karana bersatu padu dalam kegiatan yang dilaksanakan di subak. Hubungan manusia dengan manusia (pawongan) tercermin dari hangatnya kerjasama yang dilakukan krama subak dalam menyelesaikan segala bentuk pekerjaan di sawah. Selain itu, hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa dijaga dengan senantiasa menghaturkan puji syukur dan rasa terimakasih dengan bentuk upacara keagamaan. Seluruh kegiatan yang dilaksanakan di subak sudah tentu memerlukan biaya agar dapat terlaksana dengan baik. Pemeliharaan lahan pertanian, penunjang administrasi subak dan upacara keagamaan yang dilaksanakan di subak tentunya memerlukan biaya memadai. Sumber dana subak pada umumnya terbatas, karena subak merupakan organisasi dengan lingkup kecil yang hanya terdiri atas petani-petani yang menggarap sawah dengan satu sumber air yang sama. Lienfrnick (2000: 17) menjelaskan bahwa pada mulanya sumber keuangan sekeha subak itu adalah berasal dari subangansumbangan atau uang pangkal yang dibayarkan oleh para anggota pembentuk sekeha, dan kemudian ditambah dengan denda-denda yang dikenakan pada
anggota subak yang melanggar peraturanperaturan subak, serta dana-dana yang kadang-kadang dipungut juga apabila terjadi keadaan khusus. Hal ini sejalan dengan informasi yang didapatkan dari Kelian Subak Tabola di bawah ini: “Dumun (dulu) sumber dana untuk di subak nika (itu) asalnya hanya dari intern subak saja, seperti pungutan untuk pembagian toya (air) kepada krama subak, iuran krama subak, kalau misalnya ada acara atau upacara tertentu, misalnya peturuan (iuran) untuk membeli banten Upacara Ngayuayu, bisa juga dari denda.” Pungutan atas pembagian air yang dilakukan di Subak Tabola tidak berupa uang kas, namun pungutan yang diberlakukan terhadap pembagian air irigasi adalah berupa suwinih (bibit padi). Hal ini menunjukkan bahwa subak tidak hanya memiliki sumber dana saja, namun juga memiliki sumber daya kolektif berupa bibit padi yang dibayarkan oleh krama subak atas air irigasi yang diperolehnya. Suwinih yang dibayarkan oleh krama subak akan dikumpulkan dan dipergunakan sebagai bibit padi. Suwinih tersebut juga dipergunakan dalam pelaksanaan upacara Ngaga Neduh, sebagai sarana persembahan dalam upacara dan sebagai konsumsi. Sumber dana subak internal selanjutnya adalah dana yang berasal dari peturunan (iuran) yang dipungut apabila subak menyelenggarakan kegiatankegiatan tertentu. Iuran yang rutin dipungut dalam subak adalah peturunan untuk menyelenggarakan upacara Ngayuayu. “Ngayu-ayu niki (ini) kan upacara terbesar yang kita laksanakan di subak, jadi seluruh krama dikenakan peturunan (iuran) agar dapat melangsungkan upacaranya niki...” Jumlah peturunan yang dibayarkan oleh krama subak tergantung pada luasnya lahan yang dimiliki, dan tergantung pada jenis upacara Ngayu-ayu yang dilaksanakan. Apabila upacara Ngayu-ayu disertai dengan prosesi nuur Bhatara Tiga maka biaya yang diperlukan
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015) jauh lebih besar, dan peturunan yang dibayarkan krama subak juga akan meningkat. Sumber dana pelaksanaan Upacara Ngayu-ayu tidak hanya diperoleh dari peturunan krama subak saja, dalam pelaksanaan upacara terbesar di subak ini, villa-villa yang dibangun pada lahan pertanian Subak Tabola juga turut membayar iuran wajib. “Kalau dari villa mereka tetap bayar peturunan untuk Upacara Ngayuayu. Tanggungjawabnya membayar peturunan tetap ada itu, dan lebih besar.. Yen misalne (kalau misalnya) tanah produktif mayah satus ane (membayar seratus untuk) atenah (ukuran tanah yang digunakan di subak), nah kalau yang dibebankan ke tanah yang dipakai villa nika (itu) dua kali lipat, satak dadine (dua ratus jadinya)..” Sumber dana Subak Tabola dapat dikatakan terbatas, karena dana peturunan tersebut sudah pasti hanya tercurah untuk pelaksanaan Upacara Ngayu-ayu saja dan bidang kegiatan lainnya tidak akan mendapatkan sentuhan dana. Seiring dengan berjalannya waktu, subak mendapat semakin banyak perhatian dari pemerintah. Pemerintah Kabupaten Karangasem dan Pemerintah Provinsi Bali rutin memberikan dana bantuan untuk membantu pelaksanaan kegiatan di subak. Hal ini dijelaskan dalam pernyataan yang disampaikan oleh Kelian Subak Tabola berikut ini: “... kalau sekarang sudah lebih mencukupi karena ada bantuan dari pemerintah. Nggih (ya) sudah sangat memadai, pelaksanaan kegiatan di subak sudah bisa berjalan cukup lancar dan lebih terjamin jadinya. ... subak rutin mendapatkan bantuan dari pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi. Dari pemerintah kabupaten subak mendapatkan bantuan dana sebanyak Rp3.000.000, kalau dari pemerintah provinsi dumun (dulu) Rp20.000.000, tapi dari tahun 2013
bantuannya meningkat, Rp30.000.000 jadinya total dari pemprov.” Berdasarkan penjelasan Kelian Subak Tabola diatas diketahui bahwa jumlah sumber dana eksternal subak yang bersumber dari dana bantuan pemerintah bernilai cukup besar. Kelian Subak Tabola juga menambahkan bahwa pemanfaatan kedua dana bantuan pemerintah tersebut diupayakan agar dapat dilakukan seefektif mungkin, agar manfaatnya benar-benar dirasakan oleh seluruh krama subak. Selain kedua bantuan dana dari pemerintah diatas, sumber dana eksternal Subak Tabola lainnya adalah dana bantuan dari Desa Pakraman Tabola. Bantuan yang diberikan oleh Desa Pakraman Tabola tidak sebanyak kedua bantuan pemerintah yang telah dijelaskan diatas, pemberian bantuan ini juga bersifat tidak rutin. Bantuan tersebut diberikan oleh Desa Pakraman Tabola kepada Subak Tabola karena Subak Tabola merupakan pengempon (penanggungjawab utama) di Pura Kentel Gumi yang berada di wilayah Banjar Dinas Tabola. Proses Pengelolaan Keuangan Subak Tabola Laporan pertanggungjawaban merupakan suatu bentuk kewajiban yang tidak dapat dipisahkan dari proses pengelolaan sumber daya suatu organisasi. Salah satu bentuk pertanggungjawaban pengelolaan sumber daya adalah pertanggungjawaban pengelolaan keuangan. Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan merupakan suatu bentuk responsibility dari pihak yang bertugas mengelola terhadap pihak yang memberikan tugas ataupun mandat. Spiro (dalam Ndraha 2000: 108) mendefiniskan responsibility sebagai accountability, obligation dan sebagai cause. Sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Spiro maka responsibility Pengurus Subak Tabola telah memenuhi ketiga definisi diatas. Hal ini dapat dilihat dengan adanya laporan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan Subak Tabola merupakan suatu
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015) bentuk kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pihak pengelola yaitu pengurus Subak Tabola. Setelah laporan keuangan dibuat, maka hal selanjutnya yang harus dilakukan adalah mempertanggungjawabkan kepada publik. Sistem pemerintahan yang melibatkan seluruh krama organisasi untuk menentukan keputusan yang menyangkut masalah pembangunan maupun dalam hal pengelolaan keuangan subak dewasa ini diterapkan untuk dapat mengarah pada terwujudnya budaya demokrasi yang adil antar krama subak. Kebijakan yang berlaku di Subak Tabola disampaikan oleh Kelian Subak Tabola dalam kutipan wawancara berikut ini: “...semua krama subak memang diharuskan untuk hadir dalam sangkep yang kita laksanakan setiap bulan. Supaya transparan semuanya, baik kebijakan, keuangan, pertanggungjawaban kan aluh dadine ngurusang (gampang jadinya mengurus). Terutama kalau di subak wenten (ada) proyek yang menggunakan dana banyak. Itu kan harus diketahui oleh semua krama subak, biar sama-sama enak.” Dalam penyusunan laporan pertanggungjawaban, pengurus Subak Tabola senantiasa mengacu pada Rencana Anggaran Biaya (RAB) sebagai dasar pemikiran dalam menentukan langkah-langkah untuk dapat mencapai tujuannya. Pengelolaan keuangan Subak Tabola dibagi menjadi dua bagian, yaitu pengelolaan keuangan internal subak dan pengelolaan keuangan dana eksternal. Pengelolaan keuangan subak dibagi menjadi dua bagian yaitu pengelolaan dana internal (pelaksanaan Upacara Ngayu-ayu) dan pengelolaan dana eksternal (bantuan dana dari pemerintah). Pengelolaan dana bantuan pemerintah dibagi menjadi beberapa aspek, yaitu Ekonomi Produktif (kegiatan simpan pinjam), Operasional Prajuru, Penunjang Administrasi Subak dan Program Pembangunan. Sedangkan pengelolaan dana internal subak adalah pengelolaan keuangan dalam pelaksanaan upacara Ngayu-ayu.
Pengelolaan keuangan Subak Tabola dipertanggungjawabkan kepada seluruh krama subak secara terbuka. Proses akuntabilitas pengelolaan keuangan Subak Tabola dilaksanakan dalam sangkep krama subak. Laporan pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan subak akan segera di rapatkan setelah kegiatan berlangsung, maksimal satu minggu setelah pelaksanaan upacara. “Yen sampun usan (kalau sudah selesai) Ngayu-ayu, kerabange penelasne akuda, akuda maan peturunan (diumumkan biayanya berapa, berapa dapat iuran), semua disampaikan, melin plastik aji siu rupiah nak menek masi di catatane (harga plastik 1000 rupiah juga di cantumkan di catatan).” Berdasarkan pernyataan Kelian Subak Tabola dalam kutipan wawancara diatas, diketahui bahwa setelah pelaksanaan Upacara Ngayu-ayu hal-hal yang berkaitan dengan keuangan upacara Ngayu-ayu akan dipaparkan, mulai dari jumlah pemasukan yang didapatkan dari iuran krama subak, jumlah pengeluaran untuk banten, jumlah pengeluaran untuk konsumsi, total pengeluaran dan yang lainnya akan dibacakan sedetail-detailnya. Selain menjunjung tinggi semangat kebersamaan, seluruh krama subak senantiasa menjaga kepercayaan diantara sesama krama. Menurut Simanjuntak (2011) dalam Pratiwi (2015:111) istilah yang tepat dalam hal ini adalah adanya penerapan akuntansi kekeluargaan yang artinya bahwa menuju praktik transparansi dan akuntabilitas menggunakan sistem kepercayaan oleh seluruh krama Subak Tabola bahwa pengurus subak merupakan individu yang memiliki pemikiran dan perilaku yang baik, serta bekerja secara sukarela dengan mengabdikan diri sebagai pengayah di Subak Tabola. Selain itu, masyarakat Hindu di Bali mengenal adanya hukum karma phala (hasil dari perbuatan), apapun yang mereka tanam, itulah yang mereka petik. Maka dari itu seluruh krama subak meyakini kejujuran pengabdian yang dimiliki oleh pengurus Subak Tabola.
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015) Praktik yang bersih merupakan syarat terpenuhinya akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum dalam dimensi akuntabilitas publik yang disampaikan oleh Ellwood dalam Mardiasmo (2000:22). Kepercayaan krama subak tabola yang diberikan kepada prajuru subak dalam melakukan pengelolaan keuangan merupakan cerminan dari ajaran agama yang tidak boleh dipermainkan. Akuntabilitas dalam Pengelolaan Keuangan Subak Tabola Pengelolaan sumber daya yang akuntabel adalah suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap organisasi demi kelangsungan hidup organisasi tersebut. Dalam upaya mewujudkan suatu akuntabilitas dalam organisasi, maka kinerja organisasi tersebut harus dipertanggungjawabkan secara transparan dan wajar. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang wajib dilaksanakan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. Demikian halnya dengan subak, eksistensi organisasi tradisional ini sudah tidak diragukan lagi. Meskipun hanya merupakan lembaga lokal, Subak Tabola senantiasa menyesuaikan pertanggungjawaban dengan pelaksanaan kegiatan operasionalnya. Hal yang sama disampaikan oleh Kelian Subak Tabola dalam kutipan wawancara berikut: “... Napi je kegiatane (apapun kegiatannya), tetap harus dipertanggungjawabkan, upacara agama, pembangunan, apalagi keuangan ane paling tenget (yang paling seram), harus selalu transparan sama krama.” Pernyataan Kelian Subak Tabola diatas juga diperkuat lagi dengan pernyataan Juru raksa Subak Tabola berikut ini: “Bagaimanapun bentuk organisasinya pasti perlu melakukan pertanggungjawaban, karena nika (itu) nanti yang akan memperngaruhi kepercayaan krama. Ten je perusahaan ageng manten (tidak hanya perusahaan besar saja) yang perlu transparansi, organisasi kecil juga
perlu. Apalagi krama subak kan rata-rata tingkat pendidikannya rendah, biar sedikit-sedikit tidak dicurigai dan dibilang korupsi.” Kutipan wawancara yang disampaikan oleh Juru raksa Subak Tabola diatas mencerminkan bahwa pertanggungjawaban merupakan langkah yang diambil oleh pengurus subak untuk menghindari pemikiran yang tidak baik dari krama subak. Pertanggungjawaban yang disajikan akan lebih baik apabila disertai dengan penggunaan sistem akuntansi. Pengurus subak Tabola sebenarnya telah menciptakan persepsinya sendiri mengenai akuntansi. Seperti halnya yang disampaikan oleh Juru raksa Subak Tabola, berikut ini: “Ya, kalau di subak penggunaan akuntansi sangat diperlukan. Walaupun cuma organisasi kecil tapi kan tetap menggunakan uang milik orang banyak, jadi harus pakai akuntansi, supaya transparan kepada semua pihak... kami melakukan sebisa kami, yang penting tau persis kije lakune pipise (kemana arah uangnya), dan buat pertanggungjawaban penelasne (biayanya).” Triyuwono (2000) menyatakan, akuntansi dibentuk oleh lingkungannya melalui interaksi sosial yang kompleks (complicated social interaction). Subak Tabola menciptakan esensi akuntabilitas dan transparansi dengan mempergunakan caranya sendiri. “...kami mengerjakan laporan penelas kegiatan dengan cara kami di subak manten (saja), tapi kalau laporan ke pemerintah dumun taen bange (dulu pernah dikasi) contoh sama pegawai kantor desa, ya tiang dan temanteman mengacu dari nika manten (itu saja).” Pernyataan Juru raksa Subak Tabola diatas mencerminkan bahwa akuntabilitas yang diterapkan di Subak Tabola tercipta berdasarkan aktifitas kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan. Akuntabilitas yang disajikan oleh Prajuru Subak Tabola dapat diandalkan, dan tidak
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015) mengecewakan pemangku kepentingan di Subak Tabola. Yulianita (2008:20) menyatakan bahwa akuntabilitas secara intern disebut juga akuntabilitas secara spiritual karena merupakan pertanggungjawaban seseorang kepada Tuhannya, sedangkan akuntabilitas secara ekstern adalah pertanggungjawaban seseorang kepada lingkungannya secara formal (terhadap atasan) maupun informal (terhadap masyarakat). “Memang ndak pernah ada jaminan yang diberikan oleh prajuru, tetapi ya rasa percaya antar krama dan rasa takut dengan Tuhan manten kuncinya. Semua orang pasti takut dengan hukum Karma Phala...” Pernyataan Bapak I Wayan Pasek Wenten diatas mencerminkan bahwa meskipun subak tidak memberikan jaminan atas akuntabilitas yang disajikan, tetapi beliau sebagai pemangku kepentingan di subak senantiasa memberikan kepercayaan terhadap pengurus subak tabola dalam melaksanakan pengelolaan keuangan. Good governance tidak akan terwujud tanpa adanya unsur akuntabilitas organisasi yang kuat. Koppel dalam Dewi (2015) mengajukan lima unsur yang harus diterapkan dalam sebuah organisasi dalam mewujudkan akuntabilitas yaitu transparansi, liabilitas, kotrol, responsibilitas dan responsivitas. Unsur transparansi merupakan unsur yang telah dipenuhi dalam subak. Hal ini terlihat dalam pertanggungjawaban pengelolaan keuangan subak yang disampaikan kepada seluruh krama subak. Liabilitas merupakan konsepsi mengenai kesediaan individu atau organisasi untuk menerima pemberian reward dan punishment untuk setiap tindakan yang dilakukannya. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, konsep liabilitas sangat jarang terjadi di subak, karena yang dijunjung tinggi adalah hukum karma phala. Konsep kontrol merupakan unsur ketiga yang harus dipenuhi dalam mewujudkan akuntabilitas. Kontrol berkaitan dengan apakah pihak agen telah
melaksanakan apa yang menjadi arahan prinsipal. Dalam hal ini, pemegang kontrol utama adalah Tuhan. Namun, pemegang kontrol lain adalah pihak Pemerintah Kabupaten Karangasem, pihak Pemerintah Provinsi Bali, serta krama subak. Ketiga pihak tersebut menjadi pihak yang memberikan kontrol, karena sumber dana subak berasal dari ketiga pihak diatas. Responsibilitas memiliki pengertian yang lebih luas apabila dibandingkaan dengan akuntabilitas. Akuntabilitas dapat dilihat sebagai salah satu elemen konsep responsibilitas (Atmadja, dkk, 2013:13). Akuntabilitas belum cukup untuk mewujudkan responsibilitas, karena perwujudan responsibilitas disertai juga dengan kemampuan dan ketersediaan pihak agen untuk dinilai pertanggungjawabannya oleh pihak lain, selain prinsipal. Apabila dikaitkan dengan Tri Hita Karana, konsep responsibilitas berhubungan dengan aspek pawongan (hubungan manusia dengan manusia). Konsep responsibilitas tercermin dari laporan keuangan yang dibuat oleh pengurus subak, yang merupakan respon kepada pemberi amanah, dalam hal ini adalah pemberi bantuan yaitu Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Provinsi. Unsur akuntabilitas terakhir yang adalah responsivitas, yang berkaitan dengan kemampuan pihak agen memenuhi kebutuhan dan kepentingan prinsipal. Kebutuhan krama subak serta krama subak dipenuhi dengan pengajuan proposal yang disertai dengan anggaran, dan melaksanakan sangkep dengan krama subak untuk memutuskan pelaksanaan kegiatan. SIMPULAN DAN SARAN Subak merupakan lembaga lokal yang bergerak di bidang pengelolaan air irigasi pertanian masyarakat Bali. Subak merupakan organisasi tradisional yang diperguanakn sebagai wadah aspirasi petani-petani yang nantinya akan dijadikan gagasan untuk mewujudkan kemajuan pertanian di Bali. Sebagai organisasi tradisional yang bergerak di bidang pertanian, subak memerlukan beraagam
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015) sumber daya agar dapat bertahan ditengah derasnya perubahan jaman. Sumber daya yang dipergunakan subak dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya berasal dari dua sumber utama yaitu pertama, sumber daya non keuangan, yaitu suwinih yang dibayarkan pada saat pembayaran iuran air dam dana internal yang bersumber dari peturunan krama subak. Sumber daya kedua yaitu dana yang diperoleh dari bantuan Pemerintah Kabupaten Karangasem dan Pemerintah Provinsi Bali yang didapatkan dengan mengajukan proposal permohonan bantuan dana. Proses pengelolaan sumber daya Subak Tabola dibagi menjadi dua, yaitu pengelolaan sumber daya internal, dan pengelolaan sumber daya eksternal. Perbedaan yang menonjol diantara kedua jenis pengelolaan sumber daya ini adalah bentuk laporan pertaanggungjawaban yang dihasilkan. Pelaporan pengelolaan sumber daya internal subak dibuat dengan sangat sederhana dengan hanya mencatat pemasukan yang diperoleh dan uraian pengeluaran yang dilakukan, sedangkan sumber daya eksternal subak yang diperoleh dari bantuan pemerintah dipertanggungjawabkan dengan membuat laporan pertanggungjawaban yang lengkap yang disertai dengan uraian kegiatan yang dilaksanakan, pembiayaan, bukti transaksi, dan dokumentasi kegiatan. Krama subak tidak pernah mempermasalahkan bagaimanapun bentuk pertanggungjawaban yang dibuat oleh pengurus subak, satu hal yang mereka pegang teguh adalah rasa percaya terhadap Tuhan dan hukum karma phala yang akan diperoleh oleh pengurus subak apabila melakukan hal yang tidak patut. Hal tersebut menyebabkan pengurus subak memiliki tanggungjawab intern terhadap diri sendiri dan kepada Tuhan. Pengurus Subak Tabola memahami bahwa akuntansi merupakan instrumen akuntabilitas dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan. Adanya pengorganisasian dalam pelaksanaan kegiatan di subak serta buktibukti transaksi dan penggunaan sistem akuntansi sederhana mampu
mempertahankan kepercayaan yang diberikan oleh Krama Subak Tabola. Selain itu, pengurus subak juga merupakan insan beragama yang menjunjung tinggi rasa percaya terhadap Tuhan dan hukum karma phala dan konsep nilai agama Hindu dalam membentuk akutabilitasnya. Dalam penelitian ini, peneliti mempunyai waktu yang terbatas untuk menggali informasi yang mendalam dari informan yang disebabkan karena tingginya tingkat kesibukan para informan. Sehingga, untuk penelitian selanjutnya, keterbatasan ini diharapkan dapat diatasi dengan cara menambah rentang waktu penelitian dan menyesuaikannya dengan kesibukan para informan.
DAFTAR PUSTAKA Atmadja, Anantawikrama Tungga. dkk. 2013. Akuntansi Manajemen Sektor Publik. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Dewi, Komang Gede Suriani Suan. 2015. Konsep Akuntabilitas Keuangan dalam Organisasi Keagamaan (Studi Kasus pada Gereja Kerasulan Baru di Indonesia, Distrik Jawa Timur dan Bali). Skripsi. Universitas Pendidikan Ganesha: Singaraja. Lestari, Ayu Komang Dewi. 2014. Membedah Akuntabilitas Praktik Pengelolaan Keuangan Desa Pakraman Kubutambahan, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali (Sebuah Studi Interpretif pada Organisasi Publik Non Pemerintahan). Skripsi. Universitas Pendidikan Ganesha: Singaraja. Lienfrinck, F.A. 2000. Penanaman di Bali Utara. (Diketik Kembali oleh Ni Made Sukrania). Singaraja: Gedong Kirtya. Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit Andi.
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015) Moleong, Lexy. J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Ndraha, Taliziduhu. 2000. Ilmu Pemerintahan. Jakarta: Rineka Cipta. Pratiwi, Gusti Ayu Made Firma. 2015. Eksistensi Pelaporan Keuangan pada Upacara Ngaben Masal di Banjar Pakraman Banyuning Tengah dan Banyuning Barat, Desa Pakraman Banyuning, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Skripsi. Universitas Pendidikan Ganesha: Singaraja. Sunaryasa, I Made Oka. 2002. Upaya Revitalisasi Peran Subak dalam Pelestarian Fungsi Lingkungan (Studi Kasus: Subak Jatiluwih dan Subak Kloda Tabanan, Bali). Tesis. Universitas Diponogoro Semarang. Sumarta, Ketut. 1992. Subak, Inspirasi Manajement Pembangunan Pertanian. Denpasar: Cita Budaya. Triyuwono, Iwan. 2000. Organisasi dan Akuntansi Syariah. Yogyakarta: Lembaga Kajian Islam dan Sosial. Yulianita, Dewi Ni Wayan. 2008. Akuntabilitas dan Bingkai Filosofi Tri Hita Karana: Suatu Eksplorasi pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Pakraman Dharmajati Tukadmungga, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Skripsi. Universitas Brawijaya: Malang.