PENGARUH STOCK, SIZE, COLLATERAL, PROFIT, LIQUID ASSET, DAN SHORT TERM BANK LOAN TERHADAP CORPORATE TRADE CREDIT PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2008 - 2012 Tomy Yudo Prabowo dan Maria Eurelia Wayan Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia E-Mail:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh dari stock, size, collateral, profit, liquid asset dan short term bank loan terhadap corporate trade credit. Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari laporan keuangan perusahaan manufaktur yang disajikan oleh Bursa Efek Indonesia periode 2008 – 2012. Penelitian ini menggunakan teknik sampling judgement, dan diperoleh data observasi sebesar 81 perusahaan. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa stock berpengaruh positif signifikan terhadap account payable, dan berpengaruh negatif signifikan pada account receivable dan net trade credit. Size berpengaruh positif signifikan pada account receivable dan account payable, sedangkan tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada net trade credit. Collateral berpengaruh negatif signifikan terhadap account receivable dan net trade credit, sedangkan tidak ada pengaruh yang signifikan pada account payable. Profit berpengaruh negatif signifikan terhadap account payable, dan tidak ditemukan pengaruh yang signifikan pada account receivable dan net trade credit. Liquid asset ditemukan tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada account receivable, account payable, dan net trade credit. Short term bank loan berpengaruh positif signifikan pada account receivable dan net trade credit, serta hungan yang negatif signifikan terhadap account payable. Stock, size, collateral, profit, liquid asset,dan short term bank loan secara simultan berpengaruh terhadap corporate trade credit pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012. Kata kunci
:
Trade Credit, Account Payable, Account Receivable, Net Trade Credit, Stock, Size, Collateral, Profit, Liquid Asset, Bank Loan
Analysis of the effect of Stock, Size, Collateral, Profit, Liquid Asset, and Short Term Bank Loan on Corporate Trade Credit in Manufacturing Companies Listed in Indonesian Stock Exchange, period 2008 – 2012. Abstract This research aims to analyze the effect of stock, size, collateral, profit, liquid asset, and short term bank loan on corporate trade credit. This research used data derived from financial statement of manufacturing companies provided by Indonesian Stock Exchange in 2008 - 2012 period. The samples obtained by sampling judgement, which is found 81 companies as observation data. As for the result, this study found that stock has positive significant relationship with account payable, and negative significant relationship on both account receivable and net trade credit. Size has positive significant relationship with account receivable and account payable, however it is insignificant related to net trade credit. Collateral has negative significant relationship on both account receivable and net trade credit, and insignificant relationship with account payable. Profit has negative significant relationship with account payable, but insignificant with account receivable and net trade credit. Liquid asset turn to insignificant with all specification (account receivable, account payable, and net trade credit). Short term bank loan has positive significant influence on both account receivable and net trade credit, and negative significant influence with account payable. Stock, size, collateral, profit, liquid assets and short term bank loan simultaneously affect on corporate trade credit in manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange, period 2008-2012. Keywords : Trade Credit, Account Payable, Account Receivable, Net Trade Credit, Stock, Size, Collateral, Profit, Liquid Asset, Bank Loan
1 Pengaruh stock…, Tomy Yudo Prabowo, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
2 1. Pendahuluan Salah satu bentuk pendanaan yang dapat dilakukan perusahaan adalah dengan melakukan pendanaan jangka pendek atau yang biasa disebut short term financing. Suatu kegiatan dapat dikategorikan sebagai short term finance apabila melibatkan arus kas masuk maupun arus kas keluar yang berlangsung dalam periode satu tahun (Ross , Westerfiled, Jaffe ; 2010). Salah satu bentuk dari short term financing yang paling banyak dilakukan hampir di setiap kegiatan bisnis adalah dengan trade credit. Trade credit merupakan suatu mekanisme pembayaran dimana, pembeli tidak perlu melakukan pembayaran saat barang tiba, melainkan dapat melunasi kewajiban pembayaran nya pada akhir periode jatuh tempo yang telah ditentukan (Van Horne dan Wachowicz, 2001). Dengan adanya sistem delay payment yang dimiliki oleh trade credit, menjadikan bentuk pendanaan ini dilakukan oleh banyak perusahaan dan kegiatan bisnis, dan juga dengan melakukan trade credit perusahaan dapat merangsang pertumbuhan penjualan mereka. Dalam kegiatannya, trade credit dapat dikategorikan menjadi 3 bagian, yaitu yang pertama adalah trade credit extended dimana pada sistem ini akan mempengaruhi tingkat piutang atau account receivable perusahaan, dimana perusahaan menjadi supplier dalam mekanisme trade credit. Kedua, trade credit granted dimana padasistem ini akan mempengaruhi tingkat hutang atau account payable perusahaan, dimana perusahaan menjadi buyer dalam mekanisme trade credit. Ketiga, net trade credit yaitu selisih dari piutang dan hutang perusahaan, yang mana hasilnya akan menunjukan posisi perusahaan dalam value chain. Apabila bernilai positif, maka perusahaan tersebut merupakan net giver, sedangkan apabila bernilai negatif, maka perusahaan tersebut merupakan net receiver (Vaidya, 2011). Dalam perkembangannya di Indonesia, trade credit menunjukan pertumbuhan yang cukup signifikan yaitu mencapai tingkat 8,40% dari tahun 2008 – 2012 melalui indikator Domestic Credit to Private Sector GDP Indonesia, hal tersebut juga diikuti dengan kontribusi sektor manufaktur pada PDB Indonesia yang memiliki pertumbuhan positif pada tahun 2008 2012, sebagaimana ditunjukan dalam Gambar 1, dan Tabel 1. Tabel 1 Kontribusi & Pertumbuhan Industri Manufaktur di PDB Indonesia NO
Tahun
Kontribusi Industri Manufaktur pada PDB
Pertumbuhan Industri Manufaktur
Pertumbuhan PDB
1 2 3 4 5
2008 2009 2010 2011 2012
23,0095% 22,6125% 21,5131% 20,9241% 20,4727%
4,0468% 2,5614% 5,1165% 6,8270% 6,1265%
6,0137% 4,6289% 6,1954% 6,4570% 6,3077%
Sumber: www.kemenperin.co.id
Pengaruh stock…, Tomy Yudo Prabowo, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
3
. Gambar 1 Grafik Domestic Credit to Private Sector GDP Indonesia Sumber:http://www.tradingeconomics.com/indonesia/domestic-credit-to-private-sector-percent-of-gdp-wb-data.html (diakses pada 28 November 2013, pukul 19.41 wib)
Perusahaan dalam melakukan trade credit pada umumnya berlandaskan dengan 3 motif, yaitu financial motives, commercial motives, dan operational motives (Petersen dan Rajan, 1997). Dalam financial motives atau financial advantage theory, disebutkan bahwa perusahaan dengan keterbatasan akses pendanaan eksternal, seperti melalui bank, cenderung akan menggunakan trade credit sebagai sumber pendanaannya. Disisi lain, perusahaan dengan akses pendanaan eksternal yang mudah, akan berperan sebagai financial intermediaries atau supplier dalam mekanisme trade credit. Terdapat 3 keuntungan yang akan didapatkan para pelaku trade credit apabila ditinjau melalui financial advantage theory, seperti 1) Akuisisi informasi dan evaluasi kemampuan perusahaan. Melalui trade credit, supplier dapat mengetahui kemampuan keuangan perusahaan, prospek perusahaan di masa mendatang, serta kelayakan kredit perusahaan. Dengan mengetahui hal ini, perusahaan dapat menerapkan peraturan yang berbeda pada tiap-tiap konsumennya, seperti masa pemberian diskon dalam credit period. 2) Kontrol lebih terhadap pelamggan, supplier mempunyai kekuatan atas konsumennya dalam menekan pembayaran secara teratur. Apabila pembayaran dilakukan tidak teratur, maka supplier mempunyai kewenangan untuk menghentikan pengiriman barang. 3) Efisiensi likuidasi aset, apabila terjadi gagal bayar maka supplier dapat dengan mudah melikuidasi asset perusahaan konsumen seperti inventory stock, yang dapat dijual kembali pada konsumen lainnya. Commercial motives atau price discrimination theory dalam trade credit memungkinkan supplier memberikan diskriminasi harga yang berbeda-beda pada tiap konsumennya. Pada umumnya, dalam credit term yang diberikan oleh perusahaan, terdapat discount period dimana apabila pembayaran dilakukan pada masa tersebut, konsumen akan
Pengaruh stock…, Tomy Yudo Prabowo, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
4 mendapatkan potongan harga. Hal ini sangat membantu untuk konsumen, baik yang memiliki kemampuan keuangan yang baik, mupun yang buruk (Meltzer, 1960; Petersen dan Rajan, 1997). Dengan adanya dikriminasi harga ini, perusahaan akan mengharapkan terciptanya hubungan bisnis jangka panjang antara supplier dan buyer, dimana diskriminasi harga seperti ini hanya dapat dilakukan melalui trade credit (Vaidya. 2011). Transaction cost theory yang kemudian dikategorikan sebagai operational motives dikemukanan oleh Emery (1984) dan Frank Maksimovic (2004), mengemukakan bahwa perusahaan cenderung lebih senang dalam mengakumulasi biaya-biaya yang akan timbul, dan kemudian membayarnya. Prinsip ini sesuai dengan trade credit dimana biaya-biaya yang ada akan diakumulasi dalam credit period dan dibayarkan saat jatuh tempo. Selain itu, trade credit dapat meminimalisasi munculnya biaya penyimpanan persediaan dan perawatan persediaan. Dengan adanya operational motives diharapkan perusahaan akan mendapatkan efisiensi saat permintaan barang mengalami penurunan (Bougheas et al, 2009). Menurut penelitian Xiuli Li (2011) terdapat 2 faktor yang mempengaruhi trade credit perusahaan. Faktor yang pertama adalah faktor ekonomi makro, dan yang kedua adalah firm specific factor. Demirguc-Kunt dan Maksimovic (2001) menjelaskan bahwa faktor ekonomi adalah faktor yang tidak bisa dihindari dan diluar kendali dari perusahaan. Oleh karena itu, penelitian mengenai trade credit lebih berfokus mengenai hubungan trade credit dengan firm specific factor. Vaidya (2011) melakukan penelitian untuk melihat hubungan firm specific factor dengan trade credit. Proksi yang digunakan adalah stock, sales, size, collateral, profits, liquid assets, dan short term bank loan. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa trade credit di India digunakan sesuai dengan inventory management motive. Perusahaan menggunakan trade credit untuk mendorong peningkatan penjualan, serta meminimalisir penyimpanan persediaan. Bougheas, Mizen dan Mateut (2009) juga melakukan penelitian serupa dengan menggunakan proksi stock, sales, size, riks, profits, liquid assets, dan bank loan. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa trade credit digunakan sesuai dengan inventory management motive. Perusahaan menggunakan trade credit untuk mendorong peningkatan penjualan, serta meminimalisir penyimpanan persediaan. Variabel stock yang digunakan oleh 2 penelitian sebelumnya merujuk pada stock inventories (finished goods, semi finished goods, dan raw material). Keduanya menemukan bahwa trade credit digunakan untuk mengurangi biaya gudang dan persediaan, sesuai dengan operational motives. Dengan memperhatikan macro economic factor, seperti pertumbuhan sektor manufaktur dalam PDB Indonesia dan pertumbuha trade credit dalam GDP Indonesia, serta
Pengaruh stock…, Tomy Yudo Prabowo, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
5 frim specific factor yaitu stock, size, collateral, profits, liquid assets, dan short term bank loan, adapun pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh stock, size, collateral, profits, liquid assets, dan short term bank loan terhadap account receivable pada perusahaan manufaktur yang tercatat di bursa efek Indonesia periode 2008-2012? 2. Bagaimana pengaruh stock, size, collateral, profits, liquid assets, dan short term bank loan terhadap account payable pada perusahaan manufaktur yang tercatat di bursa efek Indonesia periode 2008-2012? 3. Bagaimana pengaruh stock, size, collateral, profits, liquid assets, dan short term bank loan terhadap net trade credit pada perusahaan manufaktur yang tercatat di bursa efek Indonesia periode 2008-2012? 4. Apakah stock, size, collateral, profits, liquid assets, short term bank loan secara simultan berpengaruh terhadap corporate trade credit pada perusahaan manufaktur yang tercatat di bursa efek Indonesia periode 2008-2012?
Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1.
Menganalisis pengaruh stock, size, collateral, profits, liquid assets, dan short term bank loan terhadap account receivable pada perusahaan manufaktur yang tercatat di bursa efek Indonesia periode 2008-2012.
2.
Menganalisis pemgaruh stock, size, collateral, profits, liquid assets, dan short term bank loan terhadap account payable pada perusahaan manufaktur yang tercatat di bursa efek Indonesia periode 2008-2012.
3.
Menganalisis pengaruh stock, size, collateral, profits, liquid assets, dan short term bank loan terhadap net trade credit pada perusahaan manufaktur yang tercatat di bursa efek Indonesia periode 2008-2012.
4.
Menganalisis pengaruh stock, size, collateral, profits, liquid assets, dan short term bank loan secara simultan terhadap corporate trade credit pada perusahaan manufaktur yang tercatat di bursa efek Indonesia periode 2008-2012.
2. Tinjauan Teoritis Trade credit sebagai salah satu jenis sumber pendanaan jangka pendek, banyak dilakukan oleh hampir setiap kegiatan bisnis perusahaan. Penundaan waktu supply barang dengan waktu pembayaran menjadi keunggulan trade credit dibandingkan sumber pendanaan jangka pendek lainnya. Dalam aktifitas trade credit, pada umumnya akan melibatkan
Pengaruh stock…, Tomy Yudo Prabowo, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
6 perubahan pada tingkat piutang (account receivable), hutang (account receivable), dan persediaan (stock/inventories) peusahaan yang melakukan pendanaan jenis ini. Piutang (account receivable) akan mencerminkan tingkat trade credit extended yang diberikan supplier kepada konsumennya, sedangkan hutang (account payable) akan mencerminkan trade credit granted yang diterima buyer dari suppliernya (Van Horne, 2001). Vaidya (2011) dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa dalam trade credit selain trade credit extended dan trade credit granted terdapat net trade credit, yaitu selisih dari account receivable dan account payable yang menunjukan posisi perusahaan dalam value chain. Terdapat beberapa teori yang digunakan untuk menjelaskan alasan mengapa supplier bersedia untuk menawarkan trade credit kepada buyer, dan mengapa buyer bersedia untuk menggunakan trade credit dengan biaya yang tinggi apabila digunakan dalam jangka panjang. Dari keseluruhan teori tentang motif trade credit, pada umumnya akan mengacu pada motif trade credit yang dikemukakan oleh Petersen dan Rajan (1997). Bahwa terdapat 3 kategori motif perusahaan dalam menggunakan trade credit, adalah financial advantage theory (financial motives), price discrimination theory (commercial motives), dan transaction costs theory (operational motives). Dalam financial advantage theory (financial motives), Petersen dan Rajan (1997) dan Huyghebaert (2006) membuktikan bahwa perusahaan dengan akses untuk mendapatkan external financing yang terbatas cenderung menggunakan trade credit sebagai sumber pendanaannya. Hal ini sesuai dengan financial motives bahwa perusahaan yang memiliki kemudahan dalam mengakses ke dalam lembaga keuangan, akan berperan sebagai supplier serta financial intermediaries kepada perusahaan yang memiliki keterbatasan akses ke lembaga keuangan (Emery, 1984; Schwartz, 1974). Keuntungan yang diperoleh dari motif ini adalah 1) Akuisisi informasi dan evaluasi kinerja perusahaan, 2) Kontrol lebih terhadap pelanggan, 3) Efisinesi likuidasi asset. Price discrimination theory atau disebut juga sebagai commercial motives, menjelaskan bahwa penggunaan trade credit memiliki keunggulan dengan memanfaatkan diskriminasi harga (price discrimination) kepada pelanggan yang berbeda (Meltzer, 1960; Petersen dan Rajan, 1997). Diskriminasi harga menjadi hal yang dilarang/ilegal di beberapa negara, tetapi melalui trade credit, supplier dapat melakukan diskriminasi harga terhadap para pelangganya (Vaidya, 2011). Diskriminasi harga ini dapat dilakukan dengan memberikan potongan harga terhadap perusahaan yang melakukan pembayaran pada saat discount period.
Pengaruh stock…, Tomy Yudo Prabowo, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
7 Transaction cost theory yang kemudian dikategorikan sebagai operational motives dikemukanan oleh Emery (1984) dan Frank Maksimovic (2004). Dalam operational motives ini terdapat 2 dasar pendekatan dari transaction cost theory, yang pertama adalah perusahaan cenderung menyukai akumulasi biaya, dan membayarnya pada masa jatuh tempo. Yang kedua adalah trade credit dapat meminimalisasi munculnya biaya gudang dan perawatan persediaan, sehingga akan muncul efisiensi biaya. Proksi yang digunakan dalam penelitian ini, stock, size, collateral, profits, liquid assets, dan short term bank loan,tela digunakan dalam penelitian sebelumnya, serta dapat menjelaskan pengaruhnya pada corporate trade credit. Stock, merupakan tinggkat persediaan yang dimiliki perusahaan yang terdiri dari raw material, finished goods, work in process. Proksi ini sangat penting karena dalam trade credit, stock merupakan barang yang diperjual belikan dalam mekanisme ini (Vaidya, 2011). Size, merupakan besarnya perusahaan dilihat melalui total asetnya. Besar kecilnya ukuran perusahaan ini akan menunjukan kemampuan perusahaan dalam mengakses dana eksternal, seperti lembaga keuangan, dan posisinya dalam trade credit. Selain itu, size dapat digunakan sebagai dasar melihat creditworthiness perusahaan pelanggan (Petersen dan Rajan, 1997; Garcia-Teruel dan Martinez Solano, 2010). Collateral merupakan asset yang ditangguhkan atau dijaminkan saat melakukan trade credit. Tingkat collateralizable asset perusahaan pun akan mempengaruhi kelayakan kredit dan likuiditas perusahaan saat mengalami gagal bayar (Frank dan Maksimovic, 1998). Profitability, merupakan ukuran kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari kegiatan operationalnya. Dengan tingkat profitability yang tinggi, perusahaan dirasakan tidak perlu melakukan trade credit dikarenakan biaya tinggi yang ditimbulkan dari mekanisme ini. Liquid assets merupakan asset-aset perusahaan yang mudah untuk di uangkan. Liquid assets dapat berupa uang kas, saldo bank, marketable investment yang dimiliki perusahaan. Menurut Petersen dan Rajan (1997) keberadaan asset yang likuid akan dapat digunakan apabila perusahaan tersebut mengalami kesulitan bayar. Kreditur dapat mengakuisisi asset yang likuid sebagai kompensasi dari utang yang tidak terbayar. Short term bank loan merupakan hutang/pinjaman yang diterima oleh perusahaan dari bank/lembaga keuangan. Pinjaman/kredit bank yang dimaksud di sini adalah pinjaman jangka pendek. Dengan adanya bank loan, akan memperlihatkan bahwa perusahaan tersebut mempunyai akses ke lembaga keuangan, juga kualitas kredit perusahaan tersebut dapat dikatakan bagus. Dalam trade credit, bank loan akan menjadi komplemen dari trade credit disisi account receivable. Perusahaan cenderung akan melakukan pinjaman ke bank, dan menawarkan trade credit kepada para pelanggannya.
Pengaruh stock…, Tomy Yudo Prabowo, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
8 3. Metode Penelitian 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif, dimana pendekatan kuantitatif merupakan pendekatan yang menggunakan alat analisis yang bersifat kuantitatif, dengan menggunakan model matematis, model statistik, dan ekonometrik. Hasil dari analisis tersebut kemudian disajikan dalam bentuk angka-angka, yang kemudian dijelaskan dan diintrepertasikan dalam suatu uraian. Berdasarkan tujuan, penelitian ini bersifat eksplanatif. Penelitian eksplanatif mencoba menjawab pertanyaan “bagaimana” suatu fenomena terjadi. Berdasarkan manfaat, penelitian ini bersifat murni. Penelitian ini mendukung teori yang menjelaskan atau yang menyebabkan hubungan antara stock, size, collateral, profits, liquid assets, dan short term bank loan terhadap corporate trade credit. Berdasarkan dimensi waktu, penelitian ini bersifat longitudinal. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian panel study dikarenakan kelompok sampel yang diambil dan digunakan adalah sama tetapi dalam beberapa waktu periode yang berbeda, yaotu tahun 2008 – 2012. Berdasarkan teknik pengumpulan data, penelitian ini bersifat data sekunder kuantitatif menggunakan existing statistic (Neuman, 1997). 3.2. Jenis Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data berupa laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia periode 2008 – 2012. Data keuangan tersebut diperoleh melalui situs resmi Bursa Efek Indonesia, maupun situs resmi perusahaan terkait. Sampel penelitian ini secara khusus diperoleh dengan menggunakan teknik sampling judgment. Pemilihan sampel dilakukan terlebih dahulu dengan menentukan kriteria-kriteria yang ditetapkan untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun kriteria yang ditetapkan adalah sebagai berikut: (1) Perusahaan go public pada sektor manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian, yaitu pada tahun 2008 – 2012. (2) Perusahaan manufaktur secara rutin menerbitkan laporan keuangan yang breakhir pada 31 Desember selama periode penelitian, yaitu pada tahun 2008 – 2012. (3) Perusahaan manufaktur tidak mengalami kerugian selama periode penelitian, yaitu pada tahun 2008 – 2012. (4) Perusahaan yang digunakan sebagai sampel penelitian memiliki data keuangan yang lengkap dan dibutuhkan sebagai variabel penelitian. Dari kriteria tersebut, perusahaan yang memnuhi kriteria observasi adalah sebesar 81 perusahaan,
Pengaruh stock…, Tomy Yudo Prabowo, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
9 dari total populasi 140 perusahaan. Dari 81 perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini, dapat ditarik 405 data observasi selama tahun penelitian, 2008 – 2012. 3.3. Model Penelitian Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan model regresi linier berganda yang merujuk pada penelitian Rajendra R. Vaidya (2011). Tujuan dari analisis ini adalah untuk melihat apakah stock, size, collateral, profit, liquid asset, dan short term bank loan mempengaruhi corporate trade credit. Penelitian ini menggunakan tiga model regresi untuk menjawab pertanyaan penelitian dengan membagi corporate trade credit menjadi account receivable, account payable, dan net trade credit. ARit/SALESit = αi + β1 STOCKit/SALESit + β2 SIZEit + β3 COLLATERALit + β4 PROFITit/SALESit + β5 LIQUID ASSETit/SALESit + β6 SHORT TERM BANK LOAN it/SALESit + eit APit/SALESit = αi +
1
STOCKit/SALESit +
PROFITit/SALESit +
5
2
SIZEit +
3
COLLATERALit +
LIQUID ASSETit/SALESit +
6
4
SHORT
TERM BANK LOAN it/SALES it + uit (ARit - APit) /SALESit = αi + τ1 STOCKit/SALESit + τ2 SIZEit + τ3 COLLATERALit + τ4 PROFITit/SALESit + τ5 LIQUID ASSETit/SALESit + τ6 SHORT TERM BANK LOANit/SALESit + vit Dimana: ARit
: Account receivable (trade credit extended) perusahaan i dalam waktu t
APit
: Account payable (trade credit granted) perusahaan i dalam waktu t
ARit - APit
: Net trade credit perusahaan i dalam waktu t
STOCKit
: level of inventory (finished goods, semi finish goods and raw material) perusahaan i dalam waktu t
SIZEit
: ukuran perusahaan i dalam waktu t
COLLATERALit
: Collateralizable Assets perusahaan i dalam waktu t
PROFITit
: Profitability perusahaan i dalam waktu t
LIQUID ASSETit
: liquid asset perusahaan i dalam waktu t
SHORT TERM BANK LOANit
: bank loan perusahaan i dalam waktu t
SALESit
: volume penjualan perusahaan i dalam waktu t
α
: konstanta persamaan regersi
Pengaruh stock…, Tomy Yudo Prabowo, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
10 β,
,π
: koefisien regresi
eit, uit, vit
: variabel residual pada perusahaan i periode t
3.4. Hipotesis Penelitian Penelitian ini menggunakan beberapa proksi determinan kebijakan trade credit yang pernah digunakan dalam penelitian sebelumnya. Variabel-variabel ini secara luas telah digunakan oleh beberapa penelitian sejenis. Adapun secara khusus proksi kebijakan trade credit yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada penelitian Rajendra D.Vaidya (2011). Dengan menggunakan variabel-variabel tersebut, maka peneliti mendapati hipotesis penelitian sebagai berikut: Stock dengan Trade Credit. Vaidya (2011), Bougheas, Mateut, Mizen (2009), Akinlo (2012) menjelaskan bahwa tingkat persediaan menjadi faktor pendorong terjadinya transaksi trade credit. Perusahaan akan berupaya menjaga kapasitas produksinya dengan terus memproduksi barang. Konsekuensinya adalah akan timbul biaya gudang dan inventory cost apabila barang hasil produksi tersebut tidak laku dijual.Untuk mengurangi hal ini, pemasok akan menyalurkan barang produksinya kepada para pelanggannya melalui trade credit, sehingga akan meminimalisir kedua biaya tersebut. Dari segi pelanggan, supply barang dari pemasok akan memudahkan produksi perusahaan mereka dengan sumber pendanaan yang murah, hal ini sesuai dengan operational motives yang dikemukanan oleh Petersen dan Rajan (1997). Dengan mengetahui hal ini, maka stock akan menjadi proksi dari penelitian ini, sesuai dengan variabel yang digunakan oleh Vaidya (2011), Bougheas, Mateut, Mizen (2009), Akinlo (2012).Adapun hipotesis penelitian yang diajukan adalah: Hβ1: Stock memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap account receivable H
1: Stock memiliki pengaruh positif signifikan terhadap account payable
H τ1: Stock memiliki pengaruh yang signifikan terhadap net trade credit Size dengan Trade Credit. Semakin besar ukuran perusahaan (dilihat melalui total aset) akan semakin mudah perusahaan dalam mengakses dana dari lembaga keuangan, serta akan semakin mudah pula dalam memberikan trade credit kepada perusahaan lain. Petersen dan Rajan (1997) menjelaskan bahwa ukuran perusahaan akan memiliki hubungan yang positif dengan trade credit. Dengan memiliki akses ke lembaga keuangan serta kapasitas produksi yang besar, size digunakan sebagai proksi dalam penelitian untuk melihat trade credit yang dilakukan oleh
Pengaruh stock…, Tomy Yudo Prabowo, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
11 suatu perusahaan Vaidya (2011), Bougheas, Mateut, Mizen (2009), Akinlo (2012). Adapun hipotesis penelitian yang diajukan adalah: H β2: Size memiliki pengaruh positif signifikan terhadap account receivable H
2: Size memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap account payable
H τ2: Size memiliki pengaruh yang signifikan terhadap net trade credit Collateral dengan Trade Credit. Cunat (2007) menjelaskan bahwa perusahaan dengan tingkat collateralizable assets yang tinggi dikatakan lebih mudah untuk mengakses sumber pendanaan kredit, termasuk di dalamnya adalah kredit dari bank. Dengan tingkat collateralizable assets yang tinggi dan kemudahan akses ke kredit bank, dimungkinkan bahwa perusahaan akan meminimalkan penggunaan trade credit. Proksi collateralizable assets digunakan pula pada penelitian Vaidya (2011), Bougheas, Mateut, Mizen (2009), Akinlo (2012), dan memiliki hubungan yang signifikan dengan trade credit. Adapun hipotesis penelitian yang diajukan adalah: Hβ3: Collateral memiliki pengaruh positif signifikan terhadap account receivable H 3: Collateral memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap account payable Hτ3: Collateral memiliki pengaruh yang signifikan terhadap net trade credit Profitability dengan Trade Credit. Profitability digunakan untuk mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungan dengan penjualan, aktiva maupun laba dan modal sendiri. Berdasarkan penelitian Bougheas, Mateut, Mizen, (2009) perubahan dalam profitability akan berpengaruh pada trade credit perusahaan (dilihat dari account payable dan account receivable), dan juga akan mempengaruhi resiko perusahaan. Profitability merupakan proksi untuk melihat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atau kas dari kegiatan penjualannya. Seiring dengan bertambah besarnya laba perusahaan, maka perusahaan akan cenderung memperkecil penggunaan trade credit Dengan memasukan profitability sebagai salah satu proksi dari penelitian seperti penelitian Vaidya (2011), Bougheas, Mateut, Mizen (2009), Akinlo (2012), Adapun hipotesis penelitian yang diajukan adalah: Hβ4: Profitability memiliki pengaruh positif signifikan terhadap account receivable H 4: Profitability memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap account payable Hτ4: Profitabilitymemiliki pengaruh yang signifikan terhadap net trade credit
Pengaruh stock…, Tomy Yudo Prabowo, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
12 Liquid Asset dengan Trade Credit. Liquid assets merupakan asset-aset perusahaan yang mudah untuk di uangkan. Liquid assets dapat berupa uang kas, saldo bank, marketable investment yang dimiliki perusahaan. Menurut Petersen dan Rajan (1997) keberadaan asset yang likuid akan dapat digunakan apabila perusahaan tersebut mengalami kesulitan bayar. Kreditur dapat mengakuisisi asset yang likuid sebagai kompensasi dari utang yang tidak terbayar. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Petersen dan Rajan (1997) dan Bougheas, Mateut, Mizen, (2009) liquid asset memiliki pengaruh yang signifikan pada trade credit perusahaan. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Hβ5: Liquid Asset memiliki pengaruh positif signifikan terhadap account receivable H 5: Liquid Asset memiliki pengaruh positif signifikan terhadap account payable Hτ5: Liquid Asset memiliki pengaruh yang signifikan terhadap net trade credit Short term bank loan dengan Trade Credit. Bank loan, akan memperlihatkan bahwa perusahaan mempunyai akses ke lembaga keuangan, juga kualitas kredit perusahaan tersebut dapat dikatakan bagus. Dalam trade credit, bank loan akan menjadi komplemen dari trade credit disisi account receivable. Perusahaan cenderung akan melakukan pinjaman ke bank, dan menawarkan trade credit kepada para pelanggannya. Dalam penelitian Vaidya (2011) bank loan dan trade credit memiliki penaruh yang signifikan, dan dapat dikatakan sebagai komplemen terhadap piutang perusahaan. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Hβ6: Short term bank loan memiliki pengaruh positif signifikan terhadap account receivable H 6: Short term bank loan memiliki pengaruh positif signifikan terhadap account payable Hτ6: Short term bank loan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap net trade credit 3.5. Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan teknik analisis data deskriptif dan uji asumsi klasik yaitu uji normalitas. menggunakan grafik histogram dari residual (Nachrowi dan Usman, 2006). Uji multikolinearitas dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan erat dari variabelvariabel bebas. Pada penelitian penelitan ini, masalah heterokedastisitas dianggap tidak ada dengan menambahkan cross section weight pada uji regresi (Gujarati, 1992). Setelah seluruh asumsi klasik terpenuhi, maka data tersebut diuji menggunakan uji data panel.
Pengaruh stock…, Tomy Yudo Prabowo, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
13 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Statistik Deskriptif Tabel 2. Statistik Deskriptif Penelitian
ARPS APPS NTC STOCK SIZE COLL PROFITS LIQUID BANK Valid N (listwise)
N Minimum Maximum 405 .003833 .942626 405 .003460 .871879 405 -.691760 .593800 405 .001172 1.144348
Mean .154275 .093180 .061095 .163696
Std. Deviation .093301 .082171 .108044 .119460
405
24.850203
32.836532
27.897197
1.511971
405
.000203
.787999
.344779
.186624
405 405 405
.001487 .001575 .000000
.474169 .785134 1.501442
.109535 .106622 .106187
.082097 .131779 .145734
405
Sumber: Diolah oleh Peneliti (2014)
Dalam penelitian ini, terdapat 3 variabel dependen yang termasuk dalam corporate trade credit, yaitu account receivable, account payable, dan net trade credit. Dari 405 data observasi, diketahui bahwa rata-rata perusahaan di Indonesia yang melakukan trade credit melalui account receivable adalah sebesar 15,43%, dengan nilai maksimal sebesar 94,26% dan nilai minimum sebesar 0,3%. Untuk rata-rata perusahaan yang melakukan trade credit melalui account payable memiliki rata-rata sebesar 9,31%, dengan nilai maksimal sebesar 87,18% dan nilai mimimum sebesar 0.3%. Untuk rata-rata net trade credit, yaitu selisih antara piutang dan hutang didapatkan sebesar 6,10%, dengan nilai maksimal sebesar 59,38% dan nilai minimum -69,17%. Variabel independen dari penelitian ini terdiri dari stock, size, collateral,profits, liquid asset,dan short term bank loan. Stock merupakan tingkat persediaan yang dimiliki perusahaan, yang meliputi raw material, work in process, dan finished goods. Varibel ini memiliki nilai rata-rata sebsesar 16,36%. Size mencerminkan ukuran perusahaan dilihat melaui total asetnya, dimana memiliki nilai rata-rata sebesar 27,891797. Collateral merupakan asset perusahaan yang digunakan sebagai jaminan, dimana memiliki rata-rata sebesar 34,47%. Profitability merupakan tingkat laba yang dimiliki perusahaan melalui
Pengaruh stock…, Tomy Yudo Prabowo, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
14 kegiatan operasionalnya, dimana memiliki rata-rata sebesar 10.95%. Liquid asset merupakan asset lancer yang dimili perusahaan, yang dapat berupa kas, surat berharga, deposito dan sebagainya, dimana variabel ini memiliki rata-rata sebesar 10.66%. Bank loan merupakan dana pinjaman dari bank yang bersifat jangka pendek, atau jatuh tempo kurang dari 1 tahun, dimana rata-rata yang dimiliki adalah sebesar 10.61%. 4.2. Hasil Uji Parsial Model 1, Model 2, dan Model 3 Tabel 3. Rangkuman Hasil Uji Parsial Model 1, Model 2, dan Model 3
Variabel
Model 1 (AR) Koef Sig
Model 2 (AP) Koef Sig
Model 3 (NTC) Koef Sig
STOCK
-0.0357
0.0997*
0.0791
0.0001***
-0.1678
0.0000***
SIZE COLL
0.0248 -0.0488
0.0000*** 0.0031***
0.0168 0.0097
0.0000*** 0.2799
0.0032 -0.0565
0.4320 0.0069***
PROFIT
0.0494
0.1028
-0.0642
0.0121**
0.0047
0.9110
LIQUID 0.0201 0.1613 0.0022 BANK 0.0606 0.0009*** -0.0395 * Signfikansi pada tingkat 0.10 ** Signifikansi pada tingkat 0.05 *** Signifikansi pada tingkat 0.01
0.8444 0.0491**
0.0133 0.1256
0.5815 0.0000***
Sumber: Diolah oleh Peneliti (2014)
Berdasarkan uji regesi yang telah dilakukan pada 3 model penelitian, didapatkan bahwa stock berpengaruh negatif signifikan terhadap account receivable pada tingkat 10%. Hasil ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Bougheas, Mateut, Mizen (2009) dan Vaidya (2011). Hasil ini sesuai dengan transaction costs theory, dimana supplier akan melakukan penjualan melalui trade credit kepada buyer, untuk mendorong laju perputaran barang dan juga meningkatkan penjualan. Selain itu, supplier akan terhindar dari inventories holding cost yang mungkin timbul akibat dari persediaan yang menganggur (Petersen dan Rajan, 1997). Selain itu, ditemukan hubungan yang positif signifikan antara stock dengan account payable di tingkat 1%. Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian yag dilakukan oleh Vaidya (2011) dan Akinlo (2012). Hubungan ini sesuai dengan financial motives, dimana perusahaan yang memiliki akses pendanaan ke lembaga keuangan akan cenderung menawarkan trade credit kepada pelanggannya, sedangkan perusahaan yang memiliki akses terbatas, akan cenderung menggunakan trade cedit. Dalam commercial motives juga menyebutkan bahwa buyer lebih menyukai trade credit daripada pinjaman bank,
Pengaruh stock…, Tomy Yudo Prabowo, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
15 dikarenakan adanya delay payment juga adanya discount period yang akan memberikan keuantungan dengan pemotongan harga (Petersen dan Rajan,1997).
Sedangkan stock
memiliki pengaruh negatif signifikan dengan net trade credit pada tingkat 1%. Size memiliki hubungan positif signifikan dengan account receivable pada tingkat 1%. Hasil penelitian yang serupa juga ditemukan oleh penelitian Petersen dan Rajan (1997), Wilson dan Summer (2002), Bougheas, Mateut, Mizen (2009) dan Vaidya (2011). Semakin besar ukuran perusahaan, akan merefleksikan semakin bagus pula credit worthiness yang dimiliki perusahaan, dan akan memudahkan perusahaan tersebut untuk mengakses sumber pendanaan ke lembaga keuangan. Disisi lain, dalam financial advatge theory disebutkan bahwa perusahaan yang besar, dengan akses ke lembaga keuangan yang mudah akan bertindak sebagai financial intermediaries bagi perusahaan yang memiliki kesulitan dalam mengakses sumber pendanaan melalui lembaga keuangan dengan memberikan piutang melalui mekanisme trade credit (Petersen dan Rajan, 1997). Size memiliki hubungan positif signifikan dengan account payable pada tingkat 1%. Hasil serupa juga ditemukan pada penelitian Petersen dan Rajan (1997), Miwa dan Ramseyer (2005), Bougheas, Mateut, Mizen (2009), yang menyimpulkan bahwa size sebagai proksi dari credit worthiness atas suatu perusahaan memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan account payable. Perusahaan yang besar, akan memilih untuk melakukan piutang dan hutang secara bersamaan. Dengan tingkat credit worthiness yang besar, perusahaan tersebut cenderung dengan mudah untuk memperoleh sumber pendanaan dari lembaga keuangan. Sedangkan tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara size dengan net trade credit. Collaterals berpengaruh negatif signifikan terhadap account receivable di tingkat 1%. Hasil penelitian yang sama juga ditemukan dari penelitian yang dilakukan Akinlo (2012). Pada saat tingkat aset tetap perusahaan menurun, supplier akan menaikan tingkat account receivable nya dengan melakukan trade credit. Keuntungan yang didapatkan oleh supplier dalam melakukan hal ini adalah bahwa supplier akan mendapatkan keuntunngan dari akuisisi informasi dari buyer. Selain itu, supplier dalam trade credit melakukan investasi berupa memberikan piutang persediaan kepada buyer sebagai ganti dari pemegangan kas, dengan harapan dapat mencairkannya pada saat perusahaan membutuhkan dana. Persedian yang diberikan melalui trade credit, akan menambah tingkat piutang perusahaan, yang mana piutang dan persediaan dapat dijadikan sebagai jaminan (non solid collaterals) kepada bank, dalam prinsip 5C kredit yang dikemukakan oleh Saunders dan Allen (2002). Dalam model yang kedua, collateral tidak berpengaruh signifikan terhadap account payable. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelittian yang dilakukan oleh Vaidya
Pengaruh stock…, Tomy Yudo Prabowo, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
16 (2011). Hubungan ini disebabkan oleh karena bahwa perusahaan yang memiliki tingkat collateralizable asset yang kecil akan sulit untuk mengakses dana dari bank, dan lebih memilih menggunakan trade credit, dikarenakan supplier bersifat lebih fleksible terhadap kondisi keuangan konsumennya. Dalam model yang ketiga, collateral memiliki pengaruh yang negatif signifikan terhadap net trade credit pada tingkat 1%. Profitability ditemukan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap account receivable dan net trade credit. Hubungan yang tidak signifikan ini dapat disebabkan karena cash conversion cycle perusahaan yang lambat. Cash conversion cycle merupakan hubungan antara piutang, laba, dan waktu produksi yang akan mempengaruhi turn over dari penjualan barang oleh perusahaan. Apabila salah satu dari ketiga komponen tersebut memiliki perputaran yang lambat, maka akan mengganggu laba perusahaan (Iksan Pradana, 2009). Sedangkan ditemukan hubungan negatif signifikan antara profitability dengan account payable. Hubungan ini mendukung teori pecking order (Myers, 1984), dimana perusahaan akan menggunakan sumber pendanaan internal terlebih dahulu, baru kemudian dikuti oleh pendanaan ekternal dengan biaya yang murah. Trade credit sendiri merupakan pendanaan dengan biaya yang tinggi apabila digunakan dalam waktu yang lama, oleh karena itu, perusahaan dengan laba yang tinggi cenderung tidak menggunakan sumber pendanaan ini. Liquid asset ditemukan tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap corporate trade credit. Hal ini disebabkan bahwa perusahaan pada umumnya tidak terlalu memperhatikan pertumbuhan kas konsumennya, dikarenakan trade credit lebih bersifat fleskibel dalam pemberian dana dan dalam melikuidasi asset perusahaannya. Terlebih lagi, para pelaku trade credit dapat menjaga hubungan kerja sama bisnis dalam waktu yang lama, dan melihat prospek bisnis di masa depam, meskipun terdadap pertumbuhan kas yang kurang baik. Short term bank loan memiliki pengaruh yang positif signifikan dengan account receivable dan net trade credit. Hasil ini menandakan bahwa perusahaan dengan akses pendanaan ke bank akan bertindak sebagai financial intermediaries pada perusahaan lainnya dalam trade credit Selain itu, Burkart dan Ellingson (2004) juga menyebutkan bahwa dalam sisi supplier, short term bank loan adalah komplemen dari account receivable. Hal ini dibuktikan dengan hubungan positif dari short term bank loan dengan account receivable. Hubungan positif antara short term bank loan dengan net trade credit disini juga menandakan bahwa rata-rata perusahaan di Indonesia bertindak sebagai net giver, karena dapat mengakses pendanaan bank dan bertindak sebagai financial intermediaries dalam trade credit.
Pengaruh stock…, Tomy Yudo Prabowo, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
17 Hubungan negatif signifikan ditemukan antara short term bank loan dengan account payable. Hasil ini sama dengan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Bougheas, Mateut, Mizen (2009), bahwa perusahaan dengan kemampuan keuangan yang terbatas dan mempunyai keterbatasan dalam mengakses sumber pendanaan melalui bank, akan menggunakan trade credit sebagai sumber pendanaan alternatifnya. Burkart dan Ellingson (2004) juga menyebutkan bahwa dalam sisi buyer, hutang bank adalah subtitusi dari trade credit. Pada saat buyer kesulitan dalam mengakses dana pinjaman dari bank, maka buyer akan memilih trade credit dikarenakan adanya penundaan pembayaran dan discount period.
5. Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan 1. Terdapat pengaruh yang negatif signifikan antara tingkat persediaan perusahaan (stock) dengan account receivable, dimana hasil ini mendukung operational motives dari trade credit. Collaterals memiliki hubungan yang negatif signifikan dengan account receivable. Size memiliki pengaruh positif signifikan pada account receivable, hasil ini menandakan bahwa hasil penelitian ini mendukung financial motives dari trade credit. Short term bank loan memiliki pengaruh yang positif signifikan dengan account receivable,yang menandakan bahwa bank loan dijadikan sebagai komplemen dari trade credit. Sedangkan profitability dan liquid asset memiliki pengaruh positif tidak signifikan terhadap account receivable pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012. 2. Terdapat pengaruh yang positif signifikan antara tingkat persediaan perusahaan (stock) serta ukuran perusahaan (size) dengan account payable, hasil ini mendukung dari operational motives dan financial motives dari trade credit. Profitability memiliki pengaruh negatif signifikan dengan account payable, dimana hasil ini sesuai dengan trade off theory. Short term bank loan berpengaruh negatif signifikan pada account payable, hal ini menandakan bahwa bank loan merupakan subtitusi dari trade credit. Sedangkan collaterals dan liquid asset didaptkan hubungan yang positif, namun tidak signifikan dengan account payable. 3. Terdapat pengaruh yang negatif signifikan antara tingkat pesediaan perusahaan (stock) dan collaterals dengan net trade credit, hasil ini mendukung operational motives dari trade credit. Short term bank loan memiliki hubungan positif signifikan dengan net trade credit, dimana rata-rata perusahaan dalam penelitian ini merupakan
Pengaruh stock…, Tomy Yudo Prabowo, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
18 net giver. Sedangkan untuk size, profitability, dan liquid asset terdapat hubungan yang positif, namun tidak signifikan terhadap net trade credit. 4. Variabel stock, size, collateral, profit, liquid asset,dan short term bank loan secara simultan berpenagruh terhadap corporate trade credit pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012. 5.2. Saran 5.2.1. Saran Kepada Manajemen Penelitian ini menunjukan bahwa stock, size, collaterals, profit, liquid asset,dan short term bank loan memiliki pengaruh yang signifikan pada corporate trade credit, sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bougheas, Mateut, dan Mizen (2004) dan Vaidya (2010). Trade credit digunakan perusahaan untuk mengatasi pemasalahan berupa biaya gudang (warehousing cost) dan biaya inventaris (financing cost of inventory). Trade credit juga dapat digunakan sebagai sumber pendanaan alternatif apabila perusahaan memiliki keterbatasan dalam mengakses kredit melalui lembaga keuangan, serta discount yang diberikan dalam trade credit dapat menguntungkan konsumen dalam efisiensi biaya. Namun perlu dicermati bahwa apabila digunakan dalam jangka waktu yang lama, trade credit akan menjadi sumber pendanaan yang memiliki biaya yang tinggi. Terlebih lagi, apabila perusahaan melakukan trade credit dan berinvestasi pada piutang, tingkat likuiditas perusahaan akan berkurang, dan akan menggangu cash conversion cycle perusahaan. Dalam hal ini, pihak manajemen perusahaan harus membuat kebijakan manajemen piutang dan persediaan dengan baik, agar piutang dan persediaan dapat secara optimal digunakan melalui trade credit. Pihak manajemen perusahaan perlu memperhatikan credit standard yang akan ditetapkan perusahaan kepada para konsumennya, Hal ini penting dilakukan untuk meminimalisasi munculnya resiko gagal bayar oleh para konsumennya. Terlebih lagi hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa rata-rata perusahaan manufaktur dalam Bursa Efek Indonesia merupakan net giver, sehingga pengawasan kelayakan kredit dirasakan semakin penting untuk menghindari munculnya resiko, dan dapat menaikan penjualan serta laba perusahaan. Trade credit juga dirasakan menjadi kesatuan yang penting dalam pendanaan jangka pendek perusahaan, khususnya untuk menjaga keseimbangan antara sisi piutang dan uyang perusahaan dalam laporan keuangannya. Dengan memberikan piutang melalui tarde credit perusahaan mempunyai keunggulan dalam melihat potensi usaha perusahaan konsumen
Pengaruh stock…, Tomy Yudo Prabowo, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
19 dimasa mendatang, bila dibandingkan dengan bank. Dengan melakukan utang, perusahaan juga dapat menjaga cash conversion cycle mereka tetap stabil dalam kegiatan bisnisnya. 5.2.2 Bagi Investor Penelitian ini telah menunjukan bahwa stock, size, collaterals, profit, liquid asset,dan short term bank loan memiliki pengaruh yang signifikan pada corporate trade credit. Selain itu, penelitian ini menunjukan bahwa rata-rata perusahaan yang termasuk ke dalam sektor industri manufaktur di bursa efek Indonesia merupakan net giver. Dalam hal ini investor dapat menyimpulkan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut memiliki tingkat piutang yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat hutangnya. Peningkatan piutang persusahaan merupakan salah satu indikator bahwa tingkat penjualan perusahaan tersebut cukup besar, sehingga memungkinkan untuk mendapatkan laba yang besar pula dari kegiatan penjualannya tersebut. Akan tetapi, investor perlu mewaspadai bahwa dengan tingkat piutang perusahaan yang tinggi, akan muncul resiko piutang tak tertagih yang akan mengurangi laba penjualan perusahaan, selain itu semakin tingginya tingkat piutang, akan berakibat berkurangnya tingkat likuiditas dari perusahaan tersebut. Di sisi lain, investor tentunya ingin berinvestasi pada perusahaan yang memiliki nilai perusahaan yang tinggi. Salah satu indikator nilai perusahaan yang tinggi adalah dengan melihat tingginya proporsi hutang perusahaan, dimana semakin tinggi proporsi hutang, akan semakin tinggi pula nilai perusahaan tersebut, dikarenakan adanya tax shiled (Mogdiliani dan Miller, 1963). Akan tetapi, dengan tingkat hutang yang tinggi, potensi resiko baru akan muncul seperti potensi kebangkrutan, menurut trade off theory. Dalam hal ini, investor harus cermat dalam melakukan investasi pada perusahaan dengan melihat kesetaraan antara piutang dan utang perusahaan, agar investor mendapatkan return yang optimal dengan resiko seminimal mungkin. 5.2.3 Bagi Penelitian Selanjutnya Penelitian ini telah menunjukan bahwa stock, size, collaterals, profit, liquid asset,dan short term bank loan memiliki pengaruh yang signifikan pada corporate trade credit.Variabel – variabel tersebut mendukung teori tentang trade credit yang telah dilakukan sebelumnya. Akan tetapi, pada penelitian ini tidak disertai variabel yang dapat mengukur resiko perusahaan dalam melakukan trade credit. Pemberian trade credit melalui piutang akan mendorong penjualan perusahaan meningkat, terlebih lagi apabila credit standard yang ditetapkan perusahaan rendah. Dari hubungan piutang, penjualan, dan credit standard ini akan memunculkan resiko dari ketidakmampuan konsumen melunasi kewajibannya (Van
Pengaruh stock…, Tomy Yudo Prabowo, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
20 Horne dan Wachowicz , 2001). Variabel risk perlu ditambahkan dalam penelitian selanjutnya untuk mengukur tingkat perusahaan menemui kegagalan dalam membayar kewajibannya, seperti yang telah dilakukan dalam penelitian Bougheas, Mateut, dan Mizen (2004). DAFTAR REFERENSI Buku: Gujarati, Damodar N. 1988. Basic Econometrics. Second Edition. Mc-Graw-Hill, Inc. Gujarati, Damodar N. 1992. Essentials of Econometrics. McGraw Hill International Editions. Hasan, Iqbal. 2004. Analisis Data Penelitian Dengan Statistik. Bumi Aksara: Jakarta Nachrowi D & Usman H. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika untuk Analisa Ekonomi dan Keuangan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Univesitas Indonesia Neuman, L William. 2000. Social Research Methods Qualitative and Quantitative Aprroach, 4th Edition. Allyn&Bacon: USA Ross, Stephen, Westerfield and Jaffee. 2010. Corporate Finance. McGraw Hill International Edition Sugiyono. 2000. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta: Bandung Van Horne, James, Wachowicz JR. 2001. Fundamentals of Financial Management, twelfth edition. Prentice Hall, Inc. Jurnal: A. Demirguc-Kunt dan V. Maksimovic. 2001. Firms as Financial Intermediaries: Evidence from Trade Credit Data.. World Bank Research Working Paper No. 2696. Akinlo, Enisan A. 2012. The Determinants of Trade Credit Evidence from Nigerian Manufacturing Firms. Economic Journal. Bougheas S. Mateut, S. Mizen. P. 2009. Corporate trade credit and inventories: evidence of a trade-off from accounts payable and receivable. Journal of Banking and Finance. Burkart, M. Ellingsen, T. 2004. In-kind finance: A theory of trade credit. American Economic Review 94, 569 –590. Cheng, N. S. and Pike, R. 2003. The trade credit decision: evidence of UK firms.Managerial and Decision Economics Cunat, V. 2007. Trade credit: suppliers as debt collectors and insurance providers.Review of Financial Studies, 20, 2: 491-527. Deloof, M., & Jegers, M. 1996. Trade Credit, Product Quality, and Intragroup Trade: Some European Evidence. Financial Management, 25(3), 33-43. Ferris, J. S. 1981. A transaction theory of trade credit use.Quarterly Journal of Economics, 96: 243-270. Fisman, R. Love, I. 2003. Trade credit, financial intermediary development and industry growth. Journal of Finance 58, 353 – 374. Guariglia, A. Mateut, S. 2006. Credit channel, trade credit channel, and inventory investment: Evidence from a panel of UK firms. Journal of Banking and Finance 30, 2835–2856. J. Nilsen. 2002. Trade Credit and the Bank Lending Channel. Journal of Money Credit and Banking, Vol. 34, No. 1, pp. 226-253. Mulianti, Fitri Mega. 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang dan Pengaruhnya Terhadap Nilai Perusahaan.Tesis. Magister Manajemen. Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro. Nadiri, M. 1969. The determinants of trade credit in US total manufacturing sector. Econometrica 37, 408–423 Ono, M. 2001. Determinants of Trade Credit in Japanese Manufacturing Sector. Journal of the Japanese and International Economies, 15, 160-177. Omenguele René Guy & Math Mazra. 2012. The Determinants of Trade Credit Demand: An Empirical Study from Cameroonian Firms. International Journal of Business and Management; Vol. 7, No. 17 Pradana, Ikhsan. 2009. Analisis Pengaruh Manajemen Modal Kerja Bersih terhadap Profitabilitas Perusahaan Go Public Sector Trading periode 2003-2007. Skripsi. Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Petersen, M. Rajan, R. 1997. Trade credit: Theories and Evidence. Review of Financial Studies 10, 661–697. Rahayu, Noviani. 2013. Analisis Hubungan antara Trade Credit dan Pemegangan Kas.Skripsi. Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia Vaidya, RR. 2011. The determinants of trade credit; evidence from Indian manufacturing firms.Modern Economy, 2: 707-716. Li, Xiuli. 2011. Determinants of Trade Credit: A Study of Listed Firms in The Netherlands.Thesis. School of Management and Governance. University of Twente.
Pengaruh stock…, Tomy Yudo Prabowo, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia