Tinjauan Sosial Tata Kelola Pemerintahan Kalimantan Selatan Oleh: Alfisyah Pendahuluan Sebagai negara yang sedang mengalami pertumbuhan cepat, Indonesia memerlukan suatu sistem pengelolaan yang ideal, agar proses pertumbuhannya bisa adil dan mensejahterakan. Sistem pengelolaan yang ideal tersebut bisa terwujud jika Indonesia mampu melaksanakan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), mulai dari pusat sampai ke daerah. Bicara soal tata kelola pemerintahan yang baik bukan hanya membicarakan halhal yang terkait dengan pemerintah (government) saja, melainkan juga sektor-sektor lain yang mempengaruhinya. Sebab, tata kelola pemerintahan (governance) sejatinya adalah proses pembuatan dan implementasi kebijakan melalui interaksi antar empat arena governance, yaitu: pemerintah (government), birokrasi (bureaucracy), masyarakat sipil (civil society) dan masyarakat ekonomi (economic society). Oleh karena itu, kualitas dan kemajuan suatu tata kelola pemerintahan tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah saja, melainkan juga seberapa jauh masing-masing arena mampu menerapkan prinsipprinsip: partisipasi (participation), akuntabilitas (accountability), keadilan (fairness), transparansi (transparency), efisiensi (efficiency) dan efektivitas (effectiveness). Governance diartikan sebagai mekanisme, praktek dan tata cara pemerintahan dan warga mengatur sumber daya serta memecahkan masalah masalah publik. Dalam konsep governance, pemerintah hanya menjadi salah satu aktor dan tidak selalu menjadi aktor yang menentukan. Implikasi peran pemerintah sebagai pembangunan maupun penyedia jasa layanan dan infrastruktur akan bergeser menjadi bahan pendorong terciptanya lingkungan yang mampu memfasilitasi pihak lain di komunitas. Governance menuntut redefinisi peran negara, dan itu berarti adanya redefinisi pada peran warga. Adanya tuntutan yang lebih besar pada warga, antara lain untuk memonitor akuntabilitas pemerintahan itu sendiri (Hetifa, 2003). Menurut dokumen United Nations Development Program (UNDP), tata pemerintahan adalah “penggunaan wewenang ekonomi politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negra pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup
seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompokkelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka. Adapun Indonesia Governance Index (IGI) mendifinisikan tata kelola pemerintahan sebagai proses memformulasi dan melaksanakan kebijakan, peraturan serta prioritas-prioritas pembangunan melalui interaksi antara eksekutif, legislative dan birokrasi dengan partisipasi dari masyarakat sipil dan masyarakat ekonomi (bisnis). Definisi yang dikembangkan oleh Partnership pada tahun 2007 juga sejalan dengan konsep Berggruen dan Gardels (Gismar, 2013) yang mengatakan bahwa, tata kelola (governance) ”adalah bagaimana kebiasaan budaya, institusi politik dan sistem ekonomi dalam masyarakat dapat berjalan selaras dalam menciptakan kehidupan masyarakat yang diinginkan. Tata kelola yang baik adalah ketika struktur-struktur ini bertautan secara seimbang sehingga mampu memproduksi hasil-hasil yang efektif dan berlanjut dalam bingkai kepentingan yang sama. UNDP merekomendasikan beberapa karakteristik governance, yaitu legitimasi politik, kerjasama dengan institusi masyarakat sipil, kebebasan berasosiasi dan berpartisipasi, akuntabilitas birokratis dan keuangan (financial), manajemen sektor publik yang efisien, kebebasan informasi dan ekspresi, sistem yudisial yang adil dan dapat dipercaya.
Sedangkan World Bank mengungkapkan sejumlah karakteristik good
governance adalah masyarakat sispil yang kuat dan partisipatoris, terbuka, pembuatan kebijakan yang dapat diprediksi, eksekutif yang bertanggung jawab, birokrasi yang profesional dan aturan hukum. Masyarakat Transparansi Indonesia menyebutkan sejumlah indikator seperti: transparansi, akuntabilitas, kewajaran dan kesetaraan, serta kesinambungan. Asian Development Bank sendiri menegaskan adanya konsensus umum bahwa good governance dilandasi oleh 4 pilar yaitu: (1) accountability, (2) transparency, (3) predictability, dan (4) (Krina P, 2003). Jelas bahwa jumlah komponen atau pun prinsip yang melandasi tata pemerintahan yang baik sangat bervariasi dari satu institusi ke institusi lain, dari satu pakar ke pakar lainnya. Namun paling tidak ada sejumlah prinsip yang dianggap sebagai prinsip-prinsip utama yang melandasi good governance,yaitu: (1) Akuntabilitas, (2) Transparansi, dan (3) Partisipasi Masyarakat.
Dalam konteks tersebut beberapa waktu lalu dilakukan penelitian tentang tata kelola propinsi se Indonesia dengan melibatkan empat arena yang diukur yaitu pemerintah, birokrasi, masyarakat sipil dan masyarakat ekonomi. Adapun komponen yang diukur dalam konteks kajian ini mengikuti prinsip yang digunakan oleh lembaga Partnership yang meliputi enam prinsip yaitu partisipasi (participation), akuntabilitas (accountability), keadilan (fairness), transparansi (transparency), efisiensi (efficiency) dan efektivitas (effectiveness). Partisipasi (participation) difahami sebagai tingkat keterlibatan para pemangku kepentingan (stakeholders) dalam proses pembuatan kebijakan dalam setiap arena dan sub-arena. Keadilan adalah kondisi dimana kebijakan dan program diberlakukan secara adil kepada seluruh siapapun (tanpa diskriminatif) terhadap status, ras, agama maupun jenis kelamin. Akuntabilitas (accountability) yaitu kondisi dimana pejabat, lembaga dan organisasi publik di setiap arena ber-tanggungjawab atas tindakan-tindakannya serta responsive terhadap publik. Transparansi (transparency) adalah kondisi dimana keputusan yang diambil oleh pejabat publik, lembaga non-pemerintah serta lembaga bisnis di setiap arena dan sub arena terbuka kepada public untuk memberi masukan, memonitor dan mengevaluasi serta kondisi dimana informasi publik tersebut tersedia maupun dapat diakses oleh publik. Efisiensi (efficiency) kondisi dimana kebijakan dan program yang dijalankan telah menggunakan sumberdaya -manusia, keuangan dan waktu- secara optimal. Efektifitas (effectiveness) kondisi dimana tujuan kebijakan dan hasil program telah dicapai sesuai dengan tujuan yang diharapkan (yaitu merujuk pada mandat konstitusi –masyarakat yang cerdas, makmur, adil dan beradab- menjadi parameter utama). Penelitian tersebut menghasilkan index tata kelola pemerintahan Indonesia atau Indonesia Governance Index (IGI) yang menempatkan Provinsi Kalimantan Selatan di urutan tujuh diantara 33 provinsi yang ada di Indonesia.
Tata Kelola Pemerintahan (Governance) Kalimantan Selatan Secara umum Provinsi Kalimantan Selatan dalam pengelolaan pemerintahan mendapat nilai cukup baik. Provinsi Kalimantan Selatan berada di urutan tujuh dari tiga puluh tiga. Propinsi yang ada di Indonesia. Bahkan nilai indeks yang diperoleh propinsi
ini berada di atas rata-rata nasional. Dengan nilai sebesar ini maka provinsi ini berada pada urutan pertama di bumi Kalimantan dan urutan ke 9 dari seluruh provinsi di Indonesia. Adapun posisi Kalimantan Tengah berada di urutan ke 13 secara nasional dan urutan kedua di region Kalimantan yang diikuti oleh Kalimantan Timur di urutan 23 dan Kalimantan Barat di urutan ke 26.
Nilai cukup baik ini didapat karena hampir semua arena atau unsur yang terlibat dalam tata pemerintahan, baik pemerintah, birokrasi, masyarakat sipil, dan masyarakat ekonomi mendapat nilai yang cukup baik dan semuanya berada diatas rata-rata nasional. Sementara skor ahir dari empat arena tersebut diperoleh berdasarkan kontribusi dari skor
enam prinsip tata kelola pemerintahan. Enam prinsip itu meliputi partisipasi, fairness (keadilan), akuntabilitas, transparansi, efisiensi dan efektivitas. Indeks yang ditunjukkan oleh Gambar 1. ini memperlihatkan bahwa indeks keseluruhan tata kelola pemerintahan di Kalimantan Selatan termasuk pada kategori “cukup”. Kesimpulan nilai ahir ini seperti diuraikan di atas merupakan kontribusi dari empat arena dan enam prinsip. Kontribusi terbesar diberikan oleh arena masyarakat sipil dengan nilai cenderung baik dan berada di atas rata-rata nasional. Kontribusi terendah diberikan oleh arena pemerintah yang hanya mendapat nilai cukup. Meskipun memberi kontribusi terkecil terhadap indeks keseluruhan Kalimantan Selatan namun nilai arena pemerintah di Kalimantan Selatan berada di atas rata-rata nasional di arena pemerintah. Adapun arena birokrasi menempati kategori cenderung baik dan arena masyarakat ekonomi mendapat nilai cukup. Berikut ini akan diuraikan lebih rinci tentang indeks tata kelola pemerintahan Kalsel berdasarkan arena dan prinsip-prinsip tersebut. Penjelasan lebih jauh dari uraian di atas dapat diartikan bahwa kinerja pemerintahan hanya mencapai kategori cukup, sedangkan arena masyarakat sipil merupakan arena tertinggi yang bahkan lebih tinggi dari nilai rata-rata nasional.
Kinerja Pemerintah: Partisipatif tetapi Kurang Efektif Di Kalimantan Selatan prinsip partisipasi pada arena pemerintah menunjukkan nilai yang cenderung baik. Hal ini disebabkan karena hampir semua indikator yang ada pada prinsip ini memberikan nilai yan cukup baik dan bahkan hampir semua berada di atas rata-rata nasional. Adapun prinsip fairness memberi kontribusi nilai cukup. Nilai ini diantaranya disumbangkan dari beberapa indikator yang hampir semuanya di atas rata-rata nasional. Indikator yang paling banyak berkontribusi pada prinsip fairness adalah adanya pelembagaan terhadap upaya perlindungan dan pemberdayaan perempuan. Hal ini disebabkan karena di wilayah Kalimantan Selatan telah terbentuk Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BPPPA) Prov. Kalimantan Selatan sebagai salah satu SKPD sejak 7 Januari 2009. Sebelumnya badan ini merupakan bagian atau badan pada Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan Kalsel. Badan ini memiliki sekretarian di Jalan D.I. Panjaitan No.34 Lt.IV Banjarmasin Telp. 05113350782. Badan
ini bekerja cukup optimal melalu berbagai kegiatan yang terprogram. Selain itu alokasi dana untuk pendidikan dan penanggulangan kemiskinan juga dinilai cukup baik. Alokasi dana untuk pendidikan di provinsi ini berada diangka Rp. 548.403 persiswa. Angka ini berada diposisi paling tinggi dibandingkan dengan anggaran pendidikan di wilayah atau di provinsi lainnya di Kalimantan. Kalimantan Timur yang dikenal sebagai wilayah yang ‘kaya’ hanya memiliki anggaran pendidikan sebesar Rp. 386.799 persiswa dan Kalimantan Tengah Rp. 380.979 persiswa. Bahkan Kalimantan Tengah hanya mengalokasian dana pendidikan sebesar Rp. 63.834 persiswa. Pada prinsip akuntabilitas, indeks Kalimantan Selatan berada pada posisi cukup. Hal ini disebabkan karena dalam beberapa hal akuntabilitas pemerintahan Kalimantan Selatan dinilai sangat baik khususnya dalam hal ketepatan waktu pengesahan APBD Provinsi tahun 2011. Pengesahan Perda APBD Kalimantan Selatan dilaksanakan pada bulan November 2010 meskipun ada beberapa propinsi lain yang lebih cepat seperti Sumatra Utara pengesahan APBD dilakukan pada bulan Oktober. Demikian juga rasio belanja hibah dan bantuan sosial terhadap belanja barang/jasa dan modal juga mendapatkan nilai baik.. Namun salah satu hal yang membuat penilaian akuntabilitas pemerintahan Kalimantan Selatan kurang adalah kurang sesuainya target capaian prioritas RPJMD dengan capaian tahunan pemerintah provinsi dalam LKPJ. Hal ini salah satu penyebabnya adalah karena target capaian prioritas yang terdapat dalam RPJMD sifatnya masih sangat abstrak dan sulit diukur. Hal lain yang jadi ukuran penilaian prinsip akuntabilitas adalah rasio realisasi pengesahan perda dibandingkan dengan jumlah rencana legalisasi daerah. Persoalan transparansi di arena pemerintah tampaknya merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian karena pada prinsip ini nilainya cenderung buruk. Salah satu faktor terbesar yang menyebabkan prinsip ini mendapat nilai terendah adalah persoalan aksesibilitas penggunaan dana aspirasi anggota DPRD propinsi yang dalam proses pengumpulan data tidak didapatkan karena ketiadaan akses untuk itu. Demikian juga dengan akses terhadap kegiatan pengawasan DPRD, risalah rapat dan kunjungan kerja relatif sulit diakses karena pendokumentasian yang kurang baik. Berbanding terbalik dengan aksesibilitas penggunaan dana aspirasi, akses terhadap dokumen Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Gubernur (Pergub) relatif cukup mudah, selain diberikan
akses yang luas untuk mendapatkan dokumen hard copy, data tentang itu juga dapat diakses melalui website meskipun tidak lengkap. Kualitas komunikasi gubernur dalam mengkordinasikan pembangunan juga cenderung baik. Sedangkan akses terhadap kelengkapan APBD dan pertanggungjawaban APBD mendapat nilai cukup. Komposisi nilai tinggi dan rendah ini menyebabkan nilai transparansi di arena ini berada relative di tengah atau cukup. Dalam hal efisiensi, arena pemerintah mendapatkan nilai cukup. Hal ini disebabkan karena rendahnya ketepatan waktu dalam pembuatan regulasi baik itu perda maupun pergub. Bahkan dalam data untuk mengukur ketepatan waktu ini pun sulit didapatkan karena tidak ada dokumen tentang kapan mulai raperda mulai dibahas. Namun satu hal yang membuat kinerja pemerintah dinilai efisien dapat dilihat dari indicator rasio total budget DPRD terhadap total APBD yang sangat baik. Pada sisi efektifitas, arena pemerintah di Kalimantan Selatan memiliki nilai yang cukup. Dengan nilai ini maka prinsip efektifitas merupakan nilai terendah dibanding prinsip lainnya di arena ini. Bahkan jika dibandingkan dengan rata-rata nasional maka nilai ini berada dibawah rata-rata nasional. Kinerja pemerintah dinilai kurang efektif karena banyak hal diantaranya dilihat dari jumlah perda inisiatif yang digagas pada tahun 2011 hanya sedikit. Selain itu tingkat kemiskinan dan tingkat pengurangan pengangguran terbuka juga cukup tinggi. Selain itu, prosentase perempuan di parlemen juga sangat sedikit yaitu hanya 0,13 persen dari keseluruhan anggota dewan. Bahkan khusus untuk tingkat kemiskinan mendapatkan nilai yang buruk. Nilai tertinggi pada prinsip efektifitas ini mendapat kontribusi terbesar dengan adanya regulasi tentang Perlindungan Lingkungan Hidup. Regulasi lingkungan hidup ini tercermin dari beberapa perda Pemerintah Kalimantan Selatan seperti perda tentang RT/RW dan perda tentang Pertambangan.
Birokrasi: Transparan tetapi Tidak Partisipatif Seperti telah dituliskan di atas bahwa prinsip partisipasi di arena birokrasi memiliki nilai yang cenderung rendah. Salah satu yang memberi kontribusi terbesar untuk nilai prinsip ini dengan nilai sempurna adalah adanya forum regular antara pemerintah provinsi dan masyarakat untuk memperkuat iklim investasi, penciptaan
lapangan kerja dan pemberdayaan ekonomi rakyat. Forum ini di antaranya difasilitasi melalui forum coffee morning yang dilaksanakan setiap bulan di hari rabu pada minggu pertama. Pada forum ini baik SKPD maupun steakholder yang terkait dengan pemerintah terutama yang terkait dengan persoalan yang akan dibahas akan dihadirkan dan dilibatkan oleh pemerintah. Demikian juga dengan keberadaan dewan kesehatan, dan dewan pendidikan member kontribusi yang cukup tinggi pada prinsip ini. Namun terlepas dari kedua hal tersebut, partisipasi di arena birokrasi menjadi tidak maksimal karena ketiadaan unit pelayanan pengaduan masyarakat di bidang pendidikan, kesehatan dan pengentasan kemiskinan demikian juga unit pelayanan pengaduan masyarakat di Dispenda provinsi. Dalam hal keadilan (fairness) di arena birokrasi berada pada nilai cukup baik. Nilai ini sebagian besar terkait dengan keadilan gender dan kelompok-kelompok terpinggirkan. Di Kalimantan Selatan keterlibatan perempuan dalam birokrasi khususnya di tingkat eselon II sangat minim. Beberapa nilai yang cukup tinggi disebabkan adanya pelayanan publik yang tidak diskriminatif. Demikian juga dalam hal pengadaan barang dan jasa pemerintah provinsi yang telah melalui mekanisme lelang langsung melalui website dapat meminimalisir terjadinya praktek diskriminatif. Bahkan nilai sempurna diberikan karena saat ini telah ada Peraturan Daerah tentang Pengarus Utamaan Gender yaitu Perda Prov. Kalsel No. 6 Th. 2008 tentang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Prov. Kalsel serta Perda No. 5 Th. 2009 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Daerah. Namun terlepas dari hal itu semua, salah satu hal yang perlu mendapat perhatian dalam konteks keadilan gender ini adalah bahwa prosentase pejabat perempuan di provinsi ini khusunya yang menempati eselon 2 masih relative sedikit. Dari 296 eselon II di Pemprov Kalsel pada tahun 2010 hanya 15 orang atau 4,09 persen saja perempuan. Selanjutnya arena birokrasi pada prinsip akuntabilitas dapat dikatakan cenderung baik, karena birokrasi memiliki tingkat konsistensi yang cukup baik dalam hal kebijakan ekonomi birokrasi dengan kebijakan kelestarian lingkungan. Selain itu opini BPK terhadap APBD Provinsi juga telah berada pada ‘wajar dengan pengecualian’. Transparansi birokrasi juga cenderung baik karena akses terhadap dokumen keuangan daerah dan regulasi investasi cukup mudah. Demikian juga dengan prinsip efisiensi, birokrasi dianggap efisien karena rasio belanja aparatur baik atau berimbang. Khususnya
terhadap realisasi PAD dan juga terhadap total belanja public propinsi. Adapun prinsip efektifitas di arena birokrasi sangat tampak kurang baik karena kualiatas air, udara & tutupan hutan dianggap buruk meskipun pertumbuhan investasi dan jumlah proyek mendapat nilai sempurna
Optimalisasi Kinerja Masyarakat Sipil Arena masyarakat sipil di provinsi yang beribukota Banjarmasin ini juga tergolong baik. Nilai ini memposisikan arena masyarakat sipil di posisi terbaik dibanding arena lainnya. Arena ini disumbang oleh semua prinsip –partisipasi, keadilan, akuntabilitas transparansi, efisiensi dan efefektivitas- yang mendapat nilai cenderung baik. Indikator dari pencapaian ini diantaranya disebabkan oleh adanya wadah keterlibatan masyarakat yang disediakan OMS dan adanya pelibatan masyarakat oleh OMS dalam upaya pemberdayaan perempuan meskipun tidak maksimal. OMS juga cukup adil dalam mengangkat isu-isu advokasi mereka dan cukup berpihak pada kelompok-kelompok rentan & gender. Demikian juga dengan akuntabilitas dan transparansi OMS. OMS dianggap baik dalam hal akuntabilitas melalui pelaporan program dan keuangan mereka serta dalam hal prosedur monitoring dan evaluasi. Transparansi OMS juga dinilai baik melalui kemudahan akses terhadap informasi kelembagaan dan kegiatan mereka. Hal yang sama juga terjadi pada prinsip efisiensi dan efektifitas. Kinerja OMS dinilai cukup efisien dan juga cukup efektif melalui Kordinasi kegiatan mereka serta kontribusi mereka terhadap upaya pemberantasan korupsi, peningkatan kualitas pelayanan, dan pemberdayaan kelompok rentan.
Peningkatan Efisiensi dan Efektifitas Masyarakat Ekonomi Tidak jauh berbeda dengan kondisi masyarakat sipil, masyarakat ekonomi juga memiliki nilai cukup baik dalam beberapa aspek seperti partisipasi, fairness, akuntabilitas dan transparanasi. Nilai partisipasi dan keadilan yang baik diperoleh karena kualitas partisipasi masyarakat ekonomi dalam asosiasi dan dalam perumusan kebijakan daerah dinilai baik. Masyarakat ekonomi juga dinilai baik dan adil dalam persamaan kesempatan untuk mendapatkan informasi, fasilitas dan mengikuti tender serta dinilai baik dalam
masalah perlindungan hak-hak buruh. Demikian juga dalam hal akuntabilitas dan transparansi, masyarakat ekonomi dinilai baik dalam soal pertanggungjawaban kegiatan dan keuangan asosiasi, serta dalam kepatuhan sector usaha dalam membayar pajak serta terhadap aturan dan prusedur pelaksanaan usaha. Masyarakat ekonomi hanya dinilai sedikit kurang dalam hal efisiensi dan efektifitas. Hal ini diantaranya disebabkan karena sektor usaha dianggap kurang dalam penggunaan energy dan sumberdaya alam yang ramah lingkungan dan kurang dalam penyerapan tenaga kerja serta penciptaan lapangan kerja.
Penutup Dari analisis di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja masyarakat sipil di wilayah Kalimantan Selatan dinilai paling baik di atas kinerja arena lainnya, Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa masyarakat sipil memiliki nilai baik dalam semua prinsip. Mengikuti dibawah masyarakat sipil, diurutan selanjutnya adalah birokrasi. Meskipun dalam beberapa prinsip birokrasi dinilai kurang seperti dalam hal partisipasi namun arena ini dinilai baik dalam efisiensi. Selanjutnya diikuti oleh masyarakat ekonomi yang cenderung stabil dalam hampir setiap prinsip, kecuali pada prinsip efisiensi dan efektifitas arena ini dinilai masih sedikit kurang, Di urutan terahir ditempati arena pemerintah. Situasi ini terjadi karena dibeberapa prinsip pemerintah dinilai kurang maksimal khususnya dalam hal efektivitas dan transparansi. Dilihat dari sisi prinsip, Kalimantan Selatan tidak banyak memiliki kesenjangan nilai, yang terlalu tinggi. Prinsip yang cenderung rendah atau cukup ada pada prinsip efektifitas dan nilai cenderung baik berada pada prinsip akuntabilitas.
Daftar Pustaka
Alfisyah, 2013. “Merintih di Lumbung Energi” dalam Abdul Malik Gismar dkk. (ed.). Indonesia Governance Index 2012: “Tantangan Tata Kelola Pemerintahan di 33 Provinsi. Jakarta: The Partnership for Governance Reform (Kemitraan) BAPPENAS, 2002. Public Good Governance: Sebuah Paparan SingkatI. Jakarta: Sekretariat Pengembangan Public Good Governance Bappenas Gismar, Abdul Malik dkk. (ed.). 2013. Indonesia Governance Index 2012: “Tantangan Tata Kelola Pemerintahan di 33 Provinsi. Jakarta: The Partnership for Governance Reform (Kemitraan) Hetifa, Sumarto, 2003. Inovasi, Partisipasi dan Good Governance, Bandung: Yayasan Obor Indonesia, hal 1-2 Kurniawan, Teguh. 2006. Mewujudkan Good Governance di Era Otonomi Daerah Perspektif UU No.22 tahun 1999 dan UU No.32 tahun 2004. Available Online: http://teguh-kurniawan.web.ugm.ac.id/publikasi/Tugas_Otonomi_Daerah_TK.pdf (05 September 2013) Krina P, Loina Lalolo, 2003. Indikator & Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas, Transparansi & Partisipasi, Jakarta: Sekretariat Good Public Governance Badan Perencanaan Pembangunan Nasional