TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.)
Menurut Sharma (2002), tanaman kentang mempunyai klasifikasi sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Kelas
: Dicotyleddonae
Ordo
: Tubiflorae
Famili
: Solanaceae
Genum
: Solanum
Species
: Solanum tuberosum L.
Kentang adalah tanaman berumur pendek. Tanaman kentang yang dihasilkan secara aseksual dari umbi memiliki akar serabut dengan percabangan yang halus, agak dangkal, dan akar adventif berserat yang menyebar, sedangkan tanaman yang berasal dari biji membentuk akar tunggang ramping dengan akar lateral yang banyak (Rubatzky, dan Yamaguchi, 1995). Tanaman kentang yang berasal dari umbi tidak terdapat akar tunggang tetapi hanya akar halus saja yang panjangnya dapat mencapai 60 cm. di dalam tanah, akar – akar banyak terdapat pada kedalaman 20 cm (Rich, 1983). Batang tanaman kentang yang berada di atas permukaan tanah berwarna hijau polos, hijau kemerahan, atau ungu tua. Penampang lintang batang berbentuk bulat atau bersudut. Batang yang bersudut dapat bersayap atau tidak bersayap.
Universitas Sumatera Utara
Pada batang yang bersayap, sayap dapat lebar (>0,5 cm) atau sempit (<0,5 cm) dan tepi sayap dapat lurus atau bergelombang. Tanaman kentang berbentuk semak dan panjang batang kentang 50 cm – 120 cm. Batang yang berada di bawah permukaan tanah disebut juga dengan stolon (Soelarso,1997). Daun menyirip majemuk, dengan lebar daun bertangkai memiliki ukuran, bentuk dan tesktur yang beragam (Rubatzky, dan Yamaguchi, 1995). Bunga kentang adalah zygomorph (mempunyai bidang simetris), berjenis kelamin dua (Hermaphroditus) warna mahkota brbentuk terompet dengan ujung seprti bintang, lima benang sari berwarna kuning melingkari tangkai putiknya. Bunga kentang tersusun dalam bentuk karangan bunga (inflorescens) yang tumbuh diujung batang. Satu karangan bunga memiliki 1 – 30 bunga. Tetapi pada umumnya 7 – 15 bunga untuk tiap karangan bunga. Bunga kentang membuka pada pagi hari dan menutup pada sore hari yang berlangsung 3 – 7 hari (Soelarso, 1997). Seminggu setelah penyerbukan, bakal buah membesar dan samapai keunguan, berbentuk bulat, bergaris tengah ± 2,5 cm dan berongga dua. Buah kentang mengandung 500 bakal biji dan yang dapat berkembang menjadi biji hanyalah berkisar antara 10 – 300 biji. Buah kentang dapat dipanen kira – kira 6 – 8 minggu setelah penyerbukan (Soelarso, 1997). Buku (internode) yamg memanjang dan melengkung pada bagian ujungnya
disebut
stolon.
Ujung
stolon
membengkak
sebagai
tempat
berkumpulnya zat cadangan makanan yang di sebut umbi kentang. Seluruh stolon tidak dapat membentuk umbi. Stolon yang tidak tertutup tanah akan berkembang menjadi batang vertical yang ditumbuhi daun. Jumlah mata umbi 2 – 14 buah,
Universitas Sumatera Utara
tergantung ukuran umbi. Mata umbi tersusun dalam lingkaran spiral pada permukaan umbi dan berpusat pada ujung umbi. Waktu tumbuh tunas berkisar antara 3 – 6 bulan (Soelarso, 1997).
Syarat Tumbuh
Iklim
Di Indonesia, tanaman kentang diusahakan di daerah yang memiliki ketinggian 500 meter – 3000 meter di atas permukaan laut, pada ketinggian optimal 1000 meter – 2000 meter di atas permukaan laut. Suhu yang paling baik adalah 20 0C – 24 0C pada siang hari dan 8 0 C – 12 0C pada malam hari. Suhu yang cocok selama periode pertumbuhan dari bertunas sampai stadium primordial bunga adalah 12 0C – 16 0C. Sedangkan setelah stadium primordial bunga suhu yang cocok adalah 19 0C – 21 0C. Tanaman kentang dapat tumbuh baik pada suhu rata – rata 15 0C – 20 0C. Jika suhu rata –rata 23 0C, daun biasanya akan menjadi kecil dan jarak antar ruas menjadi panjang. Curah hujan antara 200 mm – 300 mm / bulan dan rata – rata 1000 mm selama masa pertumbuhan. RH tanah yang paling baik adalah 40% sampai dengan 60%. RH udara yang tinggi 80% - 90% sangat baik untuk pertumbuhan kentang (Soelarso, 1997).
Tanah
Tanaman kentang dapat tumbuh baik pada tanah yang mempunyai struktur cukup halus atau gembur, drainase baik, tanapa lapisan kedap air, debu atau debu berpasir dan sedikit kering. Tanaman kentang lebih menyukai tanah – tanah
Universitas Sumatera Utara
vulkanis (andosol) yang gembur dan bayak mengandung humus atau subur. pH tanah yang cocok adalah 6 – 7 (Ashari, S., 1995).
Penyakit Hawar Daun (Phytophthora infestans (Mont.) de Barry)
Biologi Penyakit
Menurut Agrios (1996) mengklasifikasikan jamur ini sebagai berikut : Kingdom
: Mycetae
Divisio
: Eumycota
Sub Divisi
: Mastigomycotina
Class
: Oomycetes
Ordo
: Peronosporales
Famili
: Pythiaceae
Genus
: Phytophthora
Species
: Phytophthora infestans (Mont.) de Barry
Miselium pada jamur parasit tanaman ini dapat tumbuh di dalam sel (intracelluler) atau antar sel (intercelluler). Sporangiofor biasanya bercabangcabang dan biasanya dibentuk di permukaan tanah, pada tanaman, dan dapat muncul dari inang melalui efidermis atau stomata (Landecker, 1982). Hifa dari species Phytophthora tidak mempunyai sekat dan mempunyai banyak cabang (Lucas, et al, 1985). Miselium biasanya tidak bersepta, hyaline, diameter berubah-ubah, bercabang dan sangat berkembang dibawah epidermis (Weber, 1973).
Universitas Sumatera Utara
Sporangium (zoosporangium) berbentuk bulat telur seperti buah per (pyriform) yang mempunyai sebuah tonjolan (papil). Sporangium mempunyai ukuran (32 – 52) x (29 – 41) µ m. Sporangium dapat berkecambah secara tidak langsung membentuk spora kembara (zoospora) yang keluar satu persatu dari dalam sporangium. Disamping itu sporangium berkecambah secara langsung dengan membentuk hifa atau pembuluh kecambah. Oleh karena itu sporangium Phytophthora disebut konidium. Seperti yang tertera pada gambar 1 (Semangun, 2000).
Gambar 1. Phytophthora sp. A : Sporangia. B : Zoospora. C: Chlamidospora. D.Oospora. (Sumber: Widya, 2009 http://wpcontent.answers.com/wikipedia/commons/thumb/f/fe/Phytophtora reproduction.png/565px-Phytophtora_reproduction.png )
Universitas Sumatera Utara
Zoospora yang dihasilkan sporangia berjumlah 5-30 zoospora yang berukuran 7 x 11 µ m dan mempunyai dua flagel. Klamidospora sphaerical menuju oval dengan diameter 25 µ m (Singh, 2001).
Gejala Serangan Cendawan (Phytophthora infestans (Mont.) de Barry)
Daun – daun yang sakit mempunyai bercak – berrcak nekrotis pada tepid an ujungnya. Kalau suhu tidak terlalu rendah dan kelembaban cukup tinggi, bercak – bercak akan meluasdengan cepat dan mematikan seluruh daun. Bahkan kalau cuaca demikian berlangsung lama, seluruh bagian tanaman di atas tanah akan mati. Dalam cuaca kering jumlah bercak terbatas, segera mengering dan tidak meluas. Umumnya gejala baru tampak bila tanaman sudaah berumur lebih dari 1 bulan, meskipun Kadang – kadang sudah terlihat pada tanaman yang berumur 21 hari. Dalam cuaca yang lembab pada sisi bawah bagian daun yang sakit terdapat lapisan kelabu tipis, yang terdiri darri konidiofor dan konidium jamur. Seperti yang tertera pada gambar 2 (Semangun, 2000).
Gambar 2. Sporulasi Phytophthora infestans pada daun kentang (Sumber: Paul, 1998 http:// www.apsnet.org/online/feature/lateblit/chapter1/epidemic.htm).
Universitas Sumatera Utara
P. Infestans ini juga menyerang umbi kentang, mula – mula adanya bercak coklat dipermukaan kulit umbi kemudian bercak
meluas, selain itu pada
permukaan kulit umbi terlihat miselium – miselium jamur berwarna putih keabu – abuan seperti benang – benang halus. Seperti yang tertera pada gambar 3 (Semangun, 2000).
Gambar 3. Gejala serangan Phytophthora infestans pada umbi kentang (Sumber: Paul, 1998 http:// www.apsnet.org/online/feature/lateblit/chapter1/epidemic.htm).
Daur Penyakit
Jamur ini dapat mempertahankan diri dari musim ke musim dalam umbi – umbi yang sakit. Kalau umbi yang sakit ditanam, jamur dapat naik ke tunas muda yang baru saja tumbuh dan membentuk banyak konidium atau sporangium di sini. Konidium dapat dipencarkan oleh angin dari sumber infeksi ke tanaman atau pertanaman di sekitarnya (Semangun, 2000).
Universitas Sumatera Utara
sporangium zoospora sporangium Sporulasi dari tanaman muda Tabung kecambah oospora Sporulasi di daun
Oogonium Antheridium sporangium
Reproduksi Seksual Tanaman terinfeksi
Gambar 4. Daur hidup Phytophthora infestans (Sumber: Paul, 1998 http:// www.apsnet.org/online/feature/lateblit/chapter1/epidemic.htm).
Faktor – Faktor Yang Menyebabkan Penyakit
Pembentukan
dan
perkecambahan
konidium
P.
infestans
sangat
dipengaruhi oleh kelembaban dan suhu, terutama kelembaban. Pada udara yang kering konidium sudah mati dalam waktu 1 – 2 Jam, sedangkan pada kelembaban 50 – 80 % dalam waktu 3 – 6 jam. Pada suhu 10 – 25 0C, kalau ada air, konidium membentuk spora kembara dalam waktu ½ - 2 jam, dan spora kembara ini akan membentuk pembuluh kecambah dalam waktu 2 – 2 ½ jam. Perkembangan bercak pada daun paling cepat terjadi pada suhu 18 – 20 0C. pada suhu 30 0C perkembangan bercak akan terhambat. Oleh karena itu pada tanaman kentang dataran rendah (kurang dari 500 meter di atas permukaan laut) P. infestans bukan merupakan masalah. Epidemik penyakit ini biasanya terjadi pada suhu 16 – 24 0C, dan biasanya pada bulan Desember dan Februari (Semangun, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Temperatur yang optimum untuk pertumbuhan patogen ini adalah 16 – 18
0
C sedangkan suhu yang diperlukan patogen ini untuk bersporulasi
adalah 9 – 29
0
C, optimumnya 21 0C. Pada saat perkecanbahan spora dengan
zoospora memerlukan suhu 12
0
C, sedangkan untuk membentuk tabung
kecambahnya suhu yang diperlukan 21
0
C. Temparatur minimum untuk
perkecambahan spora adalah suhu sangat rendah yaitu 2 – 3 0C (Mehrotra, 1983).
Pengendalian Penyakit
Penyakit dapat dikendalikan dengan melakukan beberapa usaha dibawah ini secara terpadu : 1. Hanya menanam umbi – umbi (bibit) yang sehat 2. Penanaman jenis kentang yang tahan 3. Penyemprotan dengan fungisida, dengan menggunakan Dithane M-45 (Mankozeb) dengan kadar 0,2 – 0,3 % atau 2 – 3 kg/ha (Semangun, 2000). Pengendalian penyakit hawar daun juga dapat dilakukan dengan menggunakan ekstrak tumbuh-tumbuhan yang biasa disebut fungisida botani contohnya adalah minyak atsiri dari daun sirih, ekstrak cengkeh. Eksudat tanaman lainnya seperti tanaman paku ekor kuda/ horsetail Equisetum sp. Yang mengandung silika untuk menekan pertumbuhan pathogen Phytophthora infestans (Syamsudin dkk, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Pemanfaatan Daun Paku Ekor Kuda
Semua anggota paku ekor kuda bersifat tahunan, (tinggi 0.2-1.5 m), meskipun beberapa anggotanya (hidup di Amerika Tropik) ada yang bisa tumbuh mencapai 6-8 m (E. giganteum dan E. myriochaetum). Batang tumbuhan ini berwarna hijau, beruas-ruas, berlubang di tengahnya, berperan sebagai organ fotosintetik menggantikan daun. Batangnya banyak mengandung silika. Seperti yang tertera pada gambar 5 (Azwar, 2009).
Gambar 5. paku Ekor kuda/ horsetail ( Equisetum sp.) (Sumber: Watson, 2009 http://www.mdidea.com/products/herbextract/horsetail/data.hmtl).
Ekstrak Equisetum sp. merupakan fungisida nabati dimana pada bagian batangnya memiliki kandungan silika sebanyak 7 – 8 %. Pembuatan ekstrak Equisetum sp. dengan mengambil batang tanaman segar sebanyak 1 kg dan ditambahkan 10 liter air. Ekstrak dapat dibuat menjadi tepung berwarna kuning terang yang memiliki umur simpan selama 18 – 24 bulan di dalam kondisi yang baik (gambar 6). Agar bertahan lama tepung Equisetum disimpan di tempat yang sejuk, kering, dan jauh dari sinar matahari langsung (Watson, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 6. Ekstrak equisetum sp. Berbentuk tepung (Sumber: Watson, 2009 http://www.mdidea.com/products/herbextract/horsetail/data.hmtl).
Pemanfaatan Bunga Cengkeh
Fungisida nabati yang berasal dari ekstrak minyak bunga cengkeh yang memiliki kandungan atsiri. Minyak atsiri adalah senyawa yang mudah menguap dan tidak larut di dalam air yang berasal dari tanaman. Minyak atsiri dapat dipisahkan dari jaringan tanaman melalui proses distilasi. Kandungan utama minyak cengkeh terdiri dari 70-80% senyawa eugenol, eugenol asetat dan caryophylene. Sedangkan 20% yang lain adalah methyl n-hepthyl alcohol, benzyl alcohol, methyl salicylate, methyl n-amyl carbinol (Aryabudi, 2009). Eksudat bunga cengkeh ternyata memiliki daya penghambatan lebih baik terhadap pertumbuhan koloni cendawan P. infestans dibandingkan jenis fungisida nabati lainnya. Minyak cengkeh telah mampu menghambat pertumbuhan koloni cendawan P. infestans hingga 62,56 % pada konsentrasi fungisida 0.020 %, sementara pada konsentrasi yang sama jenis fungisida lainnya, hanya mampu menghambat di bawah 50 %, kecuali jenis fungisida nabati yang berasal dari kencur. Peningkatan konsentrasi minyak cengkeh hingga 0.025 %, menyebabkan pertumbuhan koloni P. infestans terhambat hingga >90 %. Minyak kencur juga
Universitas Sumatera Utara
memiliki kemampuan lebih baik terhadap penghambatan pertumbuhan koloni P. capsici secara in vitro (Syamsudin dkk, 2007).
Universitas Sumatera Utara