TINJAUAN PUSTAKA Debu Vulkanik Letusan gunung berapi skala besar dapat melepaskan partikel debu ke stratosfer yang menyebabkan bahaya yang signifikan di lingkungan baik dekat maupun jauh dari gunung berapi. Partikel kasar (> 1 mm) bahan piroklastik yang dilepaskan ke atmosfer oleh letusan tersebut jatuh dalam satu jam, tetapi sisa halus partikel (<10 mm) dapat tetap bertahan selama beberapa hari bahkan sampai berbulan-bulan. Partikel halus ini dapat
terbang hingga jarak yang jauh dan
jumlah yang tidak teratur dari sumber vulkanik. Jarak perpindahan oleh partikel debu tergantung pada beberapa faktor termasuk bentuk partikel yang mempengaruhi aerodinamis dan sifat partikel (Riley, dkk., 2003). Bahan letusan gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api, klastik = bongkahan). Bahan padatan ini berdasarkan diameter partikelnya terbagi atas debu vulkan (< 0.26 mm) yang berupa bahan lepas dan halus, pasir (0.25 – 4 mm) yang lepas dan tumpul, lapilli atau little stone (4 – 32 cm) yang berbentuk bulat hingga persegi dan bom (> 32 mm) yang bertekstur kasar. Batuan hasil erupsi gunung api berdasarkan kadar
silikanya
dapat
dikelompokkan
menjadi
batu
vulkanis
masam
(kadar SiO2 > 65%), sedang (35 – 65%) dan basa / alkali (<35%) (McGeary dkk.,2002 dalam Fiantis, 2006). Debu vulkanik Gunung Sinabung mengandung 0,28 ppm Cu, 0,09 ppm Cd dan 1,07 ppm Pb yang dianalisis dengan metode AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry) (Andhika, 2011). Dari hasil penelitian Barasa, dkk., (2013) di beberapa desa di Kabupaten Karo diketahui bahwa tanah yang terkena debu
vulkanik Gunung Sinabung mengandung Cu, Pb dan B tertinggi berturut-turut 12,59 ppm Cu, 61,01 ppm Pb, dan 10,73 ppm B. Berdasarkan hasil penelitian Andhika (2011), diketahui bahwa debu vulkanik Gunung Sinabung berpengaruh nyata dalam meningkatkan BD tanah 0,17 g/cm3, PD 0,27 g/cm3, persentase fraksi debu 4,5%. Namun, menurunkan porositas 1,31%, persentase fraksi pasir 4,5% dan persentase fraksi liat 0,5%. Perbedaan atau peningkatan nilai BD dan PD tanah diakibatkan karena ukuran debu vulkanik yang kecil atau berukuran 0.002–0.05 mm sehingga mampu mengisi pori-pori tanah dan mampu meningkatkan bulk densiti dan partikel densiti tanah. Debu vulkanik mengandung mineral yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman dengan komposisi total unsur tertinggi yaitu Ca, Na, K, dan Mg, unsur makro lain berupa P dan S, sedangkan unsur mikro terdiri dari Fe, Mn, Zn, dan Cu. Mineral tersebut berpotensi sebagai penambah cadangan mineral tanah, memperkaya susunan kimia dan memperbaiki sifat fisik tanah sehingga dapat miskin
digunakan hara
sebagai
atau
tanah
bahan yang
untuk sudah
memperbaiki mengalami
tanah-tanah pelapukan
(Sediyarso dan Suping, 1987 dalam Rostaman, dkk., 2010). Sebaran Tanah Andisol Tanah yang berasal dari bahan vulkanik (Andisol) memiliki penyebaran yang terpisah dengan jenis tanah lain dimana tersebar di sekitar gunung api yang aktif maupun tidak aktif lagi. Andisol memiliki penyebaran cukup luas yaitu di Eropa (Italia, Sardinia, dan Perancis), di Afrika (Kenya, Ethiopia, Kamerun, Uganda, dan Sudan), di Amerika (Alaska, Inggris, California, Mexico, Costa
Rica, Panama, Colombia, Peru, Cili, Argentina, dan Bolivia), dan di Asia (Hawai, Jepang, Korea, Pilipina, Indonesia, Papua New Guinea, dan New Zealand). Tanah Andisol tersebar hampir 124.000.000 ha atau 0,84% dari daratan dunia dan 60% berada pada daerah tropis (Takahashi dan Shoji, 2002). Tanah Andisol di Indonesia diperkirakan luasnya ± 5.395.000 ha atau ± 2,9% dari luas daratan di Indonesia. Andisol terluas terdapat di provinsi Sumatera Utara dengan luas ±1.062 ha atau sekitar ± 19,86 % dari luas seluruh Andisol di Indonesia, diikuti provinsi Jawa Timur 0,73 juta ha, Jawa Barat 0,50 juta ha, Jawa Tengah 0,45 juta ha, dan Maluku 0,32 juta ha. Tanah Andisol di Sumatera menyebar pada dataran tinggi sepanjang Bukit Barisan yang ada gunung vulkaniknya (Mukhlis, 2011; Musa dkk., 2006). Tanah Andisol terbentuk dari endapan debu vulkanik yang telah mengalami pelapukan sehingga menghasilkan tanah yang subur. Jenis tanah ini berwarna cokelat kehitaman. Tersebar di pulau-pulau yang memiliki gunung api aktif seperti Sumatera bagian barat, Jawa, Bali, dan sebagian Nusa Tenggara. Umumnya terdapat pada ketinggian >600 m dpl pada wilayah yang berbukit sampai bergunung (Ariyanto, 2012). Tanah andisol memiliki potensi yang tinggi untuk pertanian. Banyak daerah produktif di dunia berlokasi dekat dengan gunung berapi aktif atau yang sudah tidak aktif lagi, dan daerah yang berpenduduk padat, seperti di Indonesia, ditemukan dekat gunug berapi dimana Andisol terdapat. Tanah ini menempati wilayah dataran tinggi sekitar 700 m dpl atau lebih tinggi, penggunaan utama umumnya untuk pertanian pangan lahan kering (jagung, kacang tanah, ubi kayu, dan umbi-umbian), hortikultura sayuran dataran tinggi (kentang, wortel, kubis,
kacang merah), bunga, dan juga tanaman perkebunan (teh, kopi, cengkeh, vanili) (Mukhlis, 2011). Andisol merupakan tanah yang didominasi oleh alumunium silikat amorf dan/atau kompleks Al-humus. Biasanya memiliki sekuen horizon A-Bw-C. Mineral sekunder non-kristalin dan sedikit mengkristal mempengaruhi sifat fisika tanah Andisol. Akumulasi sejumlah besar humus membuat agregat yang sangat porous (Mukhlis, 2011). Sifat Fisik Tanah Andisol Sifat
fisik
tanah
sangat
perlu
diketahui
karena
mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi tanaman, menentukan penetrasi akar di dalam tanah, retensi air, drainase, aerasi, dan nutrisi tanaman serta mempengaruhi sifat kimia dan biologi tanah. Sifat-sifat fisika tanah diantaranya adalah tekstur, struktur, bulk density, warna, konsistensi, kadar air tanah, plastisitas, dan laju infiltrasi. Andisol memiliki porositas, permeabilitas, dan stabilitas agregat yang tinggi. Umumnya berkapasitas penyimpan air yang tinggi dan kaya akan unsur hara jika tidak tercuci berat. Mineral sekunder non-kristalin dan sedikit mengkristal mempengaruhi sifat fisika tanah Andisol. Rendahnya bulk densiti Andisol sebagian disebabkan oleh tingginya bahan organik dan rendahnya partikel densiti yaitu 1,4 – 1,8 g/cm3. Rendahnya PD debu vulkanik 2,4 g/cm3 juga menyumbang rendahnya bulk densiti Andisol. Rendahnya bulk densiti Andisol utamanya merupakan refleksi dari porositas yang tinggi (Mukhlis, 2011). Bulk densiti adalah bobot massa tanah kondisi lapangan yang dikeringovenkan per satuan volume. Nilai bulk densiti tanah berbanding lurus dengan tingkat kekasaran partikel-partikel tanah, makin kasar akan makin berat. Tanah
yang bertekstur liat dan berstruktur granular mempunyai bulk densiti antara 1,01,3 g/cm3 sedangkan yang bertekstur kasar antara 1,3-1,8 g/cm3 (Hanafiah, 2005). Bulk densiti merupakan salah satu sifat fisik tanah yang sering ditetapkan karena berkaitan erat dengan perhitungan penetapan sifat-sifat fisik tanah lainnya, seperti retensi air (pF), ruang pori total (RPT), coefficient of linier extensibility (COLE) dan kadar air tanah. Nilai bulk densiti tanah sangat bervariasi antara satu titik dengan titik lainnya karena perbedaan kandungan bahan organik, tekstur tanah, kedalaman tanah, jenis fauna tanah, dan kadar air tanah (Djunaedi, 2008). Semakin tinggi bulk densiti semakin sulit ditembus air atau ditembus oleh akar tanaman dan memiliki porositas yang rendah, juga sebaliknya. Bulk densiti merupakan petunjuk kepadatan tanah, semakin padat suatu tanah semakin tinggi bulk densiti. Selain itu, bulk densiti berperan terhadap infiltrasi, permeabilitas, struktur, dan porositas tanah (Achmad, 2003 dalam Manfarizah dkk., 2011). Partikel densiti berhubungan langsung dengan berat volume tanah. Volume udara tanah, serta kecepatan sedimentasi partikel didalam zat cair. Penentuan tekstur tanah dengan metode sedimentasi, perhitungan-perhitungan perpindahan partikel oleh angin dan air memerlukan data berat jenis partikel. Untuk tanah mineral partikel densiti sering diasumsikan sekitar 2,65 g/cm3. Akan tetapi, sebernarnya partikel densiti tanah sangat bervariasi tergantung kepada komposisi mineral tanah tersebut (Blake, 1986 dalam Kurnia dkk.,2006). Porositas merupakan perbandingan antara massa total fase padat tanah dengan volume fase padat. Massa bahan organik dan anorganik diperhitungkan sebagai massa padatan tanah dalam penentuan berat jenis partikel tanah. Penentuan partikel densiti penting apabila diperlukan ketelitian pendugaan ruang
pori total. Berat jenis partikel berhubungan langsung dengan berat volume tanah, volume udara tanah serta kecepatan sedimentasi partikel didalam zat cair. Berat jenis partikel tanah sangat tergantung kepada komposisi mineral tanah tersebut (Kurnia dkk.,2006). Porositas dinyatakan dalam persen. Porositas yang terbaik terdapat pada struktur yang baik (lempung) dibanding tekstur kasar (pasir). Porositas lebih besar pada tanah berpasir dibanding tanah berliat. Jika bulk densiti dan partikel densiti diketahui, porositas dapat diketahui melalui hubungannya. Meskipun porositas total tanah adalah penting, distribusi ukuran pori adalah sama pentingnya. Poripori individu dapat dikategorikan secara umum sebagai pori makro, yang besar dari pori-pori mikro. Pori-pori makro memungkinkan gerakan bebas udara dan air. Pori-pori mikro mempertahankan lebih banyak air dan membatasi pergerakan udara dan air. Pembatasan aerasi tanah menyebabkan pertumbuhan tanaman berkurang karena akar membutuhkan oksigen. Beberapa reaksi biologi dan kimia dihambat oleh aerasi rendah (Dingus, 1999). Dalam masalah porositas per satuan volume tanah ada tiga fenomena yang perlu diperhatikan, yaitu: a. Dominasi fraksi pasir akan menyebabkan terbentuknya sedikit pori-pori makro (dari 5.700 partikel per gram tanah terbentuk sekitar 1.400 pori makro), luas permukaan sentuh sangat sempit (45 cm2 per gram tanah) sehingga daya pegang air sangat lemah. b. Dominasi fraksi liat akan menyebabkan terbentuknya banyak pori-pori mikro (dari 90.250 juta partikel per gram tanah terdapat 22.500 juta pori mikro), luas
permukaan sentuh sangat luas (8 juta cm2 per gram tanah) sehingga daya pegang air sangat kuat. c. Dominasi fraksi debu akan menyebabkan terbentuknya pori-pori meso dalam jumlah sedang (dari 5.776 juta partikel tanah terbentuk 1.250 pori meso), luas permukaan sentuh menjadi cukup luas (454 cm2 per gram tanah) sehingga menghasilkan daya pegang air yang cukup kuat. (Hanafiah, 2005). Tekstur tanah menggambarkan kandungan relatif (%) butir pasir, debu, dan liat. Tanah mineral terdiri dari tiga bahan utama yaitu pasir, debu, dan liat. Ketiganya dengan komposisi yang berbeda-beda menentukan tekstur tanah. Kandungan bahan organik tanah yang mempengaruhi aspek kimia, fisika, dan biologi tanah tidak menentukan tekstur tanah. Ukuran yang sangat kecil dan fraksi tanah adalah koloid tanah, memilki luas permukaan besar. Koloid ini menentukan kemampuan tanah memegang unsur-unsur hara juga berperan dalam menyimpan air (Musa dkk.,2006). Dari hasil analisis Yuinafatmawita dkk.,(2007), tanah andisol memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir 4,46%, debu 61,68%, dan liat 33,86% yang menunjukkan jumlah pori makro dan mikro yang cukup bagi retensi dan transmisi air. Selain itu, tanah Andisol memiliki bulk densiti 0,64 g/cm3 dan porositas 74,85% yang menunjukkan bahwa tanah Andisol tidak padat. Tanah yang didominasi pasir akan banyak mempunyai pori-pori makro (porous), tanah yang didominasi debu akan banyak mempunyai pori-pori meso (agak porous), sedangkan yang didominasi liat akan banyak mempunyai pori-pori
mikro (tidak porous). Tanah yang baik dicerminkan oleh komposisi ideal ketiga fraksi, sehingga tanah bertekstur debu dan lempung akan mempunyai ketersediaan yang optimum bagi tanaman, namun dari segi nutrisi tanah lempung lebih baik dibanding tanah bertekstur debu (Hanafiah, 2005). Sifat Kimia Tanah Andisol Andisol atau Andosol berasal dari kata 'Ando' yang berarti hitam atau gelap, dan 'Sol' yang berarti tanah, sehingga Andisol atau Andosol berarti juga tanah hitam. tidak semua jenis Andisol berwarna hitam, di beberapa tempat
dijumpai
dengan warna
kecokelatan.
Tanah-tanah Andisol pada
umumnya mempunyai karakteristik utama yaitu memiliki sifat andik, yaitu satu sifat tanah yang mengandung jumlah mineral Al (aluminium) ditambah Fe (ferum/besi) lebih dari atau sama dengan 2 %, dan berat jenisnya kurang dari 9 gr/cc, serta memiliki retensi fosfat lebih dari 85%; atau memiliki paling sedikit 30% fraksinya berukuran 0,002 - 2 mm, serta memiliki kandungan gelas vulkanik antara 5% sampai lebih dari 30% (tergantung kandungan jumlah Al dan Fe-nya) (Rizalmahdi, 2009). Kebutuhan kapur tanah tidak hanya berhubungan dengan pH tanah tetapi juga berhubungan dengan kemampuan menyangga tanah. Jumlah total liat, bahan organik tanah, dan jenis liat akan menentukan kemapuan tanah untuk mempertahankan kondisinya atau daya sangga (buffer). Daya sangga ini adalah seberapa kuat tanah tahan terhadap perubahan pH. Kemampuan menyangga semakin tinggi/meningkat sesuai dengan jumlah liat dan bahan organik tanah (Winarso, 2005).
Nilai pH tanah dapat juga digunakan sebagai indikator kesuburan kimiawi tanah karena dapat mencerminkan ketersediaan hara dalam tanah. pH optimum untuk ketersediaan unsur hara adalah 7,0 karena pada pH ini semua unsur makro tersedia secara maksimum sedangkan unsur hara mikro tidak maksimum sehingga kemungkinan terjadinya toksisitas unsur mikro tertekan (Hanafiah, 2005). Unsur hara sulfur (S) termasuk unsur hara esensial. Suplai unsur sulfur bagi tanah dan tanaman dapat berasal dari atmosfir (gas sulfur dari gunung berapi, asap dari pabrik industri, bensin, dan minyak residu) dan mineral tanah (batuan beku). Dalam kondisi aerobik, sulfur akan dioksidasikan menjadi asam sulfat. Asam sulfat akan mengalami reaksi kembali menjadi ion H+ dan sulfat. Berikut merupakan reaksinya : 2H2SO4
2S + 3O2 + 2H2O
2H2SO4
4H+ + 2SO42-
(Damanik, dkk., 2011). Karena proses pembentukannya yang relatif muda, tanah Andisol lainnya tidak memiliki lapisan-lapisan penciri khusus selain apa yang dinamakan epipedon Mollik atau Umbrik. Epipedon adalah suatu istilah yang ditujukan bagi lapisan di daerah permukaan tanah. Epipedon Mollik adalah lapisan permukaan tanah setebal 18 cm atau lebih, mengandung bahan organik sedikitnya 1%, memiliki warna gelap bila basah, dan agak terang bila kering. Kejenuhan basanya lebih dari 50%, dan tidak pernah kering lebih dari 3 bulan. Tidak keras atau padu apabila kering. Adapun epipedon Umbrik adalah sama dengan Mollik, namun kejenuhan basanya kurang dari 50%. Berdasarkan kandungan kejenuhan basanya ini, maka tanah Andisol yang memiliki epipedon Mollik relatif lebih
subur (secara kimiawi) dibandingkan tanah Andisol yang memiliki epipedon Umbrik (Rizalmahdi, 2009). Tanaman membutuhkan unsur hara yang cukup pada pertumbuhannya. Unsur hara yang dibutuhkan yaitu unsur hara makro dan mikro yang saling mendukung untuk pertumbuhan yang didapat dari alam ataupun dengan penambahan pupuk kedalam tanah. Pada Andisol terjadi retensi P yang tinggi atau >85% sehingga ketersediaan P bagi tanaman cukup rendah. Fiksasi fosfat (P) yang besar pada Andisol merupakan masalah penting yang perlu diperhatikan (Chairunnisa, dkk., 2013). Logam Berat Pada Tanah Logam berat adalah elemen/unsur logam atau metaloid yang memiliki massa jenis atau densitas yang tinggi dan bersifat sangat toksik meski pada konsentrasi sangat rendah. Logam berat merupakan penyusun utama pada kerak bumi yang tidak dapat didegradasi maupun dihancurkan. Logam berat meliputi tembaga (Cu), timbal (Pb), kadmium (Cd), seng (Zn), raksa (Hg), arsenik (As), perak (Ag), kromium (Cr), besi (Fe) dan kelompok logam platina (Pt) (Duruibe dkk.,2007 dalam Ghifari, 2011). Kadmium adalah suatu logam putih, mudah dibentuk, lunak dengan warna kebiruan. Titik didih relatif rendah (76ºC) membuatnya mudah terbakar, membentuk asap kadmium oksida. Kadmium dan bentuk garamnya banyak digunakan
pada
(Sudarwin, 2008).
beberapa
jenis
pabrik
untuk
proses
produksinya
Ketersediaan logam berat di dalam tanah dipengaruhi oleh (1) KTK (Kapasitas Tukar Kation), (2) Reaksi pengkompleksan, (3) pH larutan, (4) Anion dalam larutan tanah, (5) Potensial redoks tanah (Notohadiprawiro, 2006). Kadmium dan Timbal merupakan mineral yang tergolong mikro elemen, merupakan logam berat dan berpotensi menjadi bahan toksik. Jika terakumulatif dalam tubuh, maka berpotensi menjadi bahan toksik pada makhluk hidup. Masuknya unsur Pb dan Cd ke dalam tubuh makhluk hidup dapat melalui saluran pencernaan (gastrointestinal), saluran pernafasan (inhalasi) dan penetrasi melalui kulit (topikal) (Sudarwin, 2008). Logam Tembaga, Seng, dan Kadmium merupakan bahan pencemar tanah. Bahan pencemar tanah dapat dipilah menjadi dua, yakni bahan anorganik dan bahan organik. Bahan anorganik terutama logam berat seperti seng, tembaga, timbal dan arsenikum. Bahan – bahan tersebut cenderung berada didalam tanah dalam waktu yang lama, meskipun status kimianya kemungkinan berubah menurut waktu (Hanafiah, 2005). Timbal termasuk logam berat ”trace metals” karena mempunyai berat jenis lebih dari lima kali berat jenis air. Senyawa Pb yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan kan mengendap pada jaringan tubuh, dan sisanya akan terbuang bersama bahan sisa metabolisme (Sudarwin, 2008). Kadar Pb yang secara alami dapat ditemukan dalam bebatuan sekitar 13 mg/kg. Khusus Pb yang tercampur dengan batu fosfat dan terdapat didalam batu pasir ( sand stone) kadarnya lebih besar yaitu 100 mg/kg. Pb yang terdapat di tanah berkadar sekitar 5 -25 mg/kg dan di air bawah tanah (ground water) berkisar antara 1- 60 µg/liter. Tumbuh-tumbuhan
termasuk sayur-mayur dan
padi-padian dapat mengandung Pb, penelitian yang dilakukan di USA kadarnya berkisar antara 0,1 -1,0 µg/kg berat kering (Sudarmaji dkk.,2006). Berpengaruh langsung terhadap kelarutan unsur logam berat adah pH tanah. Kenaikan pH menyebabkan logam berat mengendap. Pengaruh tidak langsung adalah pengaruh KTK. Sebagian KTK berasal dari muatan tetap dan sebagian lagi berasal dari muatan terubahkan (variable charge). Muatan terubahkan bergantung pda pH yang meningkat sejalan dengan peningkatan pH (Notohadiprawiro, 2006). Masuknya logam berat secara berlebihan pada tumbuhan, misalnya Pb akan mengurangi asupan Mg dan Fe, sehingga menyebabkan perubahan pada volume dan jumlah kloroplas. Perubahan kandungan klorofil akibat meningkatnya konsentrasi logam berat terkait dengan rusaknya struktur kloroplas. Pembentukan struktur kloroplas sangat dipengaruhi oleh nutrisi mineral seperti Mg dan Fe (Widowati, 2011). Logam berat masuk ke lingkungan oleh sumber-sumber alam dan antropogenik kecuali tanah yang berasal dari pelapukan fisik dan kimia dari bahan induk yang mengandung logam berat. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan logam berat yang dapat diserat tanaman antara lain adalah pH tanah, kapasitas tukar kation, kandungan bahan organik, tekstur tanah, dan interaksi antara unsur-unsur (Jung, 2008). Penyerapan logam berat oleh tanaman terutama tergantung pada spesies, kultivar, umur atau fase fisiologisnya serta kualitas tanah. Faktor lain adalah manajemen agronomi, dan jenis sistem akar tanaman serta respon tanaman untuk jenis logam berat yang terkait dengan siklus musiman. Sensitivitas tanaman
terhadap logam berat juga ditentukan oleh jenis logam beratnya. Sebagian besar logam berat diakumulasikan tanaman di akar. Struktur tanah juga telah dianggap sangat penting yang mempengaruhi tingkat logam diambil oleh tanaman. Kelarutan logam dalam tanah secara dominan dipengaruhi oleh pH, jumlah logam kation,
kapasitas
tukar,
kandungan
karbon
organik
dan
oksidasi
(Kabata-Pendias dan Pendias, 1984 dalam Malik, dkk., 2010). Ketersediaan logam berat dalam tanah sangat di pengaruhi oleh reaksi pengkompleksan. Ion logam berat berikatan pada senyawa organik, terutama asam-asam humat dan fulvat membentuk kelat. COO R
COO L
O
R O
Dimana L adalah kation logam yang terkelat, R adalah radikal hidrokarbon, dan COO serta O adalah kelompok fungsional yang telah mendisosiasikan H+. Dalam hal ini mobilitas logam berat meningkat sehingga logam berat lebih mudah terlindi (leached). Kelasi juga menurunkan toksisitas larutan logam berat. Selain itu, pH juga berpengaruh langsung atas keterlarutan unsur logam berat. Kenaikan pH menyebabkan logam berat mengendap (Notohadiprawiro, 2006). Zat humat adalah zat makromolekul dan kompleks dan terdiri dari substitusi aromatik dan bahan hidrokarbon alifatik. Stabilitas kompleks logamorganik tergantung pada mekanisme pengikatan logam pada molekul organik. Jenis pengikatan komples adalah pengekelatan, di mana setidaknya dua atom ligan milik molekul yang sama terikat melalui koordinat obligasi dengan logam dan membentuk cincin heterosiklik. Pengkelatan logam didefinisikan sebagai
kompleks di mana molekul yang mengandung atom donor yang melekat satu sama lain dan juga dengan ion logam. Sebuah molekul yang bertindak sebagai pengkelat harus memiliki minimal dua kelompok fungsional, misalnya gugus asam yang telah kehilangan proton. Stabilitas pengkelatan meningkat ketika cincin menyatu, yaitu dimana ion logam berikatan pada gugus organik lain menutup siklus pengompleksan. Berikut contoh reaksi pengkelatan logam oleh asam humat :
(Falck, 1990). Persyaratan Iklim dan Media Tumbuh Tanaman Jagung Iklim yang dikehendaki oleh tanaman adalah daerah-daerah beriklim sedang dan daerah beriklim subtrpopis/tropis yang basah. Jagung dapat tumbuh didaerah yang terletak antara 0-500 LU – 0-400 LS. Pada lahan yang tidak berigasi, pertumbuhan tanaman ini memerlukan curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembuangan dan pengisian biji tanaman jagung perlu mendapatkan cukup air (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Tanaman jagung membutuhkan air sekitar 100-140 mm/bulan. Oleh karena
itu
waktu
penyebarannya.
penanaman
Penanaman
harus
dimulai
100 mm/bulan (Balitbangtan, 2008).
memperhatikan bila curah
hujan
curah sudah
hujan
dan
mencapai
Macam tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung adalah tanah alluvial atau lempung yang subur, terbebas pengairannya karena tanaman jagung tidak toleran pada genangan air (Kartasapoetra, 1988). Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus. Agar dapat tumbuh optimal tanah harus gembur, subur dan kaya humus. Keasaman tanah erat hubungannya dengan ketersediaan unsur-unsur hara tanaman. Keasaman tanah yang baik adalah pH antara 5,6 - 7,5. Tanaman jagung membutuhkan tanah dengan aerasi dan ketersediaan air dalam kondisi baik (Prihatman, 2010).