BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tumbuhan Pala Tanaman pala berasal dari “Malaise Archipel”, yaitu dari gugusan kepulauan
Banda dan Maluku, yang kemudian menyebar ke pulau-pulau lain disekitarnya termasuk pulau Jawa. Konon ada bukti yang menggambarkan, bahwa pada saat perjalanan Marcopollo ke Tiongkok yang melewati pulau Jawa pada tahun 1271 sampai 1295. Ia telah melihat tanaman pala diusahakan para petani. Pembudidayaan tanaman pala terus meluas sampai Sumatera Utara (Sunanto, 1993). Jika dilihat data pada tahun 1971 lalu, luas tanaman pala di Indonesia sekitar 22.809 hektar dengan daerah penyebaran yang terpusat di Sulawesi utara , Irian Jaya, Aceh, Jawa barat dan Maluku. Produksi pala (biji dan fuli) setiap tahun terus meningkat. Kedudukannya sebagai bahan penting untuk industri atau sebagai komoditas di benua Eropa memperebutkan daerah sumber-sumber pala di Indonesia. Hasil pala Indonesia mempunyai keunggulan di pasaran dunia karena memiliki aroma yang khas dan memiliki rendemen minyak yang tinggi (Nurjannah, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.1.1 Sistematika Tumbuhan
Berikut sistematika tumbuhan pala, menurut Hasanah, 2011
2.1.2
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophya
Sub-Divisio
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyletydoneae
Ordo
: Magnoliales
Famili
: Myrtaceae
Genus
: Myristica
Species
: Mirystica fragrans
Morfologi Tumbuhan Pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan jenis tanaman yang dapat
tumbuh baik didaerah tropis. Tanaman ini termasuk dalam Familia Myristicaceae, yang mempunnyai sekitar 200 spesies. Tanaman ini jika pertumbuhannya baik dan tumbuh di lingkungan terbuka, tajuknya akan rindang dan ketinggiannya dapat mencapai 15 - 18 meter. Tajuk pohon ini bentuknya meruncing ke atas dan puncak tajuknya tumpul (Sunanto, 1993).
Universitas Sumatera Utara
Daun pala berbentuk bulat telur, pangkal dan pucuknya meruncing. Warna bagian bawah hijau kebiru-biruan muda. Bagian atsanya hijau tua. Jangka waktu pertumbuhan buah dari mulai persarian hingga masa petik tidak boleh lebih dari 9 bulan. Buah berbentuk bulat, lebar, ujungnya meruncing. Kulitnya licin, berwarna kuning, berdaging, dan cukup banyak mengandung air. Bijinya tunggal, berkeping dua, dilindungi oleh tempurung, walaupun tidak tebal namun cukup keras. Bentuk bijinya bulat telur lonjong, bila sudah tua warnanya coklat tua (Rismunandar, 1992). Sifat-sifat biji pala antara lain (Rismunandar, 1992). -
Biji pala yang masih belum cukup tua bila dikeringkan akan menghasilkan daging biji yang agak rapuh, dan mudah menjadi sasaran serangga gudang.
-
Biji pala yang sudah cukup tua bila dikeringkan mengahsilkan biji yang cukup keras, dan jika diparut akan menghasilkan parutan yang berbentuk bubuk. Tempurung biji di selubungi oleh selubung biji yang berbentuk jala, berwarna merah terang. Selebung biji ini disebut fuli atau bunga pala. Seluruh bagian pala yang terdiri dari daging, fuli dan bijinya memiliki banyak manfaat (Rismunandar, 1992). 2.1.3 Syarat Tumbuh Tanaman ini membutuhkan tanah yang gembur, subur dan sangat cocok pada tanah vulkanis yang mempunyai pembuangan air (drainase) yang baik. Tanaman pala juga dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang bertekstur pasir sampai lempung dengan kandungan bahan organik yang tinggi. Pada tanah yang tidak atau kurang subur, tanaman ini dapat tumbuh dengan baik jika dilakukan
Universitas Sumatera Utara
pemupukan dan perawatan yang baik. Sedangkan pH tanah yang cocok untuk tanaman pala adalah 5,5 - 6,5. Tanaman pala membutuhkan iklim yang agak stabil terutama pada masa pertumbuhan vegetatif. Tanaman pala juga membutuhkan iklim yang panas dengan curah hujan yang tinggi dan agak merata atau tidak banyak berubah sepanjang tahun. Iklim lingkungan yang cocok untuk tanaman pala adalah sekitar 20 – 300C. Sedangkan curah hujan terbagi secara teratur sepanjang tahun (Sunanto,1993). 2.1.4
Kegunaan Tumbuhan Daging buah pala berpotensi untuk diolah menjadi berbagai produk
makanan dan minuman. Berbagai produk yang sudah dikenal antara lain manisan pala, sirup pala, dodol, selai, minuman non-alkohol, es krim, biskuit roti, bumbubumbu. Bunga pala dimanfaatkan untuk menenangkan syaraf yang tegang. Biji pala digunakan untuk menghilangkan rasa lelah. Selain itu biji pala dimanfaatkan sebagai penambah aroma dalam masakan sup, gulai, perkedel, daging, bistik, dan semur (Rismunandar, 1989). Di negara-negara Asia Tenggara buah pala dibuat menjadi manisan, dimakan segar, atau dibuat jus. Bubuk pala dipakai sebagai penyedap untuk kue, puding, sayuran dan minuman penyegar (Trubus, 2012). Daging buah pala juga dapat digunakan menjadi obat sariawan yaitu dengan meremas-remas dengan air. Air remasan ini untuk berkumur. Biji pala bersifat karminatif (peluruh angin), stomakik, stimulan, spasmolitik, dan anti mual (Sunanto, 1993).
Universitas Sumatera Utara
2.1.5 Minyak Pala Di dalam buah pala terdapat biji pala (nutmeg) dan pembungkus biji (fuli atau mace). Biji dan fuli yang berukuran kecil dan cacat dijadikan serbuk untuk disuling, dikempa atau dijadikan oleoresin (Harris, 1987). Dari daging biji pala dapat pula diperoleh lemak dan minyak atsiri. Ratarata kandungan lemak biji pala 30 - 40% dan minyak atsiri rata-rata 12%. Perbedaan komponen tersebut bervariasi tergantung pada letak geografis dan tempat tumbuhnya. Tinggi rendahnya minyak atsiri tergantung pada tua mudanya buah. Pada hakekatnya minyak atsiri dalam biji dibentuk terlebih dahulu daripada lemaknya. Oleh sebab itu, biji pala yang akan disuling, hendaknya dipetik pada saat menjelang terbentuk tempurung yaitu kira-kira buah sudah mencapai umur 4 - 5 bulan. Buah yang masih muda memiliki kadar minyak atsiri yang tinggi. Biji pala yang masih muda tersebut dapat menghasilkan 8 - 17% minyak atsiri (Rismunandar, 1989). Spesifikasi biji pala sesuai SNI 01-0006-1987 dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Spesifikasi Biji Pala Sesuai SNI 01-0006-1987 No
Jenis Uji
Satuan
Persyaratan Mutu I
Mutu II
1
Kadar air, (b/b)
%
Maks 14,0
Maks 14,0
2
Kadar minyak atsiri
%
Min 10
Min 8
3
Benda asing (b/b)
%
Maks 0,5
Maks 0,5
Universitas Sumatera Utara
Dalam dunia perdagangan, minyak biji pala dan fuli tidak dapat dibedakan, karena kesamaan unsur. Rendemen nutmeg oil dan mace oil sekitar 7 - 15%, mengandung unsur-unsur: eugenol, iso eugenol, terpineol, borneol, linalol, geraniol, safrole, aldehyde, terpene, dan cairan bebas. Nutmeg oleoresin berwarna kuning, dan mengandung aroma pala, tetapi kurang memiliki rasa (Harris, 1987). 2.1.5.1 Efek Farmakologi Minyak pala Minyak pala memiliki banyak kegunaan dalam bidang farmasi. Minyak pala digunakan dalam industri obat-obatan seperti obat sakit perut, diare, bronchitis, dan rematik. Minyak atsiri biji pala memiliki kemampuan lain yaitu, dapat mematikan serangga (insektisidal), antijamur (fungisidal), antibakteri dan antioksidan yang kuat (Nurjannah, 2007). Akhir-akhir ini ada perkembangan baru pemanfaatan minyak atsiri pala, yaitu sebagai bahan baku dalam aromaterapi. Dilaporkan bahwa komponen utama pala yaitu myristicin, elimicin, isoelemicin dalam aromaterapi bersifat menghilangkan stress. Di Jepang beberapa perusahaan menyemprotkan aroma minyak pala pada sistem sirkulasi udara untuk meningkatkan kualitas udara dan lingkungan (Nurjannah, 2007). Minyak pala bersama-sama dengan minyak permen (pepermint oil) digunakan sebagai penyegar pasta gigi. Minyak pala bersama dengan minyak cengkeh, vanili, dan minyak cassia banyak dipakai sebagai pencampur aroma tembakau (Harris, 1987 Minyak biji pala mengandung unsur psikotropik yang menimbulkan rasa berkhayal dan merasa memliki kekuatan yang istimewa kalau dimakan. Unsur
Universitas Sumatera Utara
yang dapat mengakibatkan timbulnya halusinasi tersebut berdasarkan dugaan para ahli, disebabkan oleh senyawa yang bernama miristin (Lutony, 2002).
2.2 Minyak Atsiri Minyak atsiri merupakan senyawa yang pada umumnya berwujud cairan, yang diperoleh dari bagian tanaman, akar, kulit, batang, daun, buah, dan biji maupun dari bunga dengan beberapa cara penyulingan minyak atsiri (Sastrahamidjojo, 2004). Minyak atsiri dapat dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, minyak atsiri yang dengan mudah dapat dipisahkan menjadi atau komponen-komponen atau penyusun murninya. Komponen ini dapat menjadi bahan dasar untuk diproses menjadi produk lain. Contoh kelompok pertama ini adalah, minyak sereh, minyak daun cengkeh, minyak permen, dan minyak terpentin. Kelompok kedua adalah minyak atsiri yang sukar dipisahkan menjadi komponen murninya. Contoh minyak atsiri kelompok kedua ini antara lain minyak akar wangi, minyak nilam, dan minyak kenanga (Sastrahamidjojo, 2004). 2.2.1
Sifat-sifat Minyak atsiri Adapun sifat-sifat minyak atsiri sebagai berikut (Gunawan, 2010)).
-
Tersusun oleh bermacam-macam komponen senyawa.
-
Memiliki bau khas. Umumnya bau ini mewakili bau tanaman asalnya.
-
Bau
minyak atsiri satu dengan yang lain berbeda-beda, sangat tergantung dari
macam dan intensitas bau dari masing-masing komponen penyusunnya.
Universitas Sumatera Utara
-
Mempunyai rasa getir, kadang-kadang berasa tajam, menggigit, memberi kesan hangat sampai panas, atau justru dingin ketika terasa di kulit, tergantung dari jenis komponen penyusunnya.
-
Dalam keadaan murni (belum tercemar oleh senyawa lain) mudah menguap pada suhu kamar sehingga bila diteteskan pada selembar kertas maka ketika dibiarkan menguap, tidak meninggalkan bekas noda pada benda yang ditempel. Bersifat tidak bisa disabunkan dengan alkali dan tidak bisa berubah menjadi tengik.
-
Indeks bias umumnya tinggi.
-
Pada umumnya bersifat optis aktif dan memutar bidang polarisari dengan rotasi yang spesifik karena banyak komponen penyusun yang memiliki atom C asimetrik.
-
Pada umumnya tidak dapat bercampur dengan air, tetapi cukup dapat larut hingga dapat memberikan baunya kepada air walaupun kelarutannya sangat kecil.
2.3
Tahap Pengambilan Minyak Atsiri
2.3.1
Perlakuan Bahan Tanaman
2.3.1.1.
Pemotongan dan Memperkecil Bahan Tanaman Pekerjaan utama penyulingan adalah mengisolasi minyak atsiri dari bahan
tanaman yang beraroma. Minyak atsiri hanya akan keluar setelah uap menerobos jaringan-jaringan yang terdapat di permukaan. Proses lepasnya minyak atsiri hanya dapat terjadi dengan hidrodifusi atau penembusan air pada jaringanjaringan tanaman. Biasanya proses difusi berlangsung sangat lambat. Untuk mempercepat proses difusi maka sebelum penyulingan bahan di perkecil dengan
Universitas Sumatera Utara
cara dipotong atau digerus. Ada kalanya meskipun sudah dihaluskan ternyata hanya sebagian minyak atsiri yang dapat terbebaskan (Sastrohamidjojo, 2004). Namun demikian tidak semua bahan tanaman yang mengandung minyak atsiri harus dipotong-potong. Bahan tanaman seperti bunga, daun, atau bagianbagian tipis tidak berserat dapat disuling tanpa harus dipotong-potong. Perlu diperhatikan bila telah di haluskan harus segera disuling. Jika tidak segera di lakukan penyulingan, ada dua hal yang merugikan proses ini: pertama, hasil total minyak atsiri yang diperoleh berkurang karena ada yang menguap; kedua, komposisi minyak atsiri akan berubah, hingga akan mempengaruhi baunya (Sastrohamidjojo, 2004). 2.3.1.2 Penyimpanan Bahan Tanaman Penyimpanan bahan setelah penghalusan harus sangat diperhatikan, karena dapat mempengaruhi rendemen minyak atsiri. Bahan ditempatkan dalam suatu ruangan yang tidak terkena sinar matahari secara langsung. Biasanya hilangnya minyak atsiri oleh penguapan relatif sedikit, tetapi hilangnya minyak atsiri kebanyakan disebabkan oleh peristiwa oksidasi dan pendamaran atau resinifikasi. Bahan tanaman tersebut harus pada ruangan yang udaranya kering dan bebas terhadap sirkulasi udara, lebih tepat jika disimpan dalam ruangan yang ber-AC (Sastrohamidjojo, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Cara Umum Penyulingan Minyak Atsiri
2.4
Pada umumnya cara isolasi minyak atsiri adalah sebagai berikut: uap menembus jaringan tanaman dan menguapkan semua senyawa yang mudah menguap. Jika hal ini benar, maka seakan-akan minyak atsiri dari tanaman dengan cara hidrodestilasi merupakan yang sederhana, hanya membutuhkan jumlah uap yang cukup. Namun kenyataan hal tersebut tidak sederhana yang kita bayangkan. Hidrodestilasi
atau
penyulingan
dengan
air
meliputi
beberapa
proses.
(Sastrahamidjojo, 2004). Pengambilan (ekstraksi) minyak atsiri dari tumbuh – tumbuhan dilakukan dengan tiga cara yaitu : 1. Penyulingan menggunakan uap air (Steam Distillation) 2. Ekstraksi menggunakan pelarut (Solvent Extraction) 3. Pengempaan (Expression) Dari ketiga cara ini, penyulingan menggunakan uap air dan ekstraksi menggunakan pelarut merupakan dua cara terpenting (Harris, 1987). 2.4.1
Penyulingan Menggunakan Uap Air Penyulingan merupakan proses pemisahan komponen cairan atau padatan
dari berbagai macam campuran berdasarkan titik uap atau perbedaan kecepatan menguap bahan. Penyulingan menggunakan uap air merupakan cara pengambilan minyak yang tertua, namun masih paling banyak digunakan. Akan tetapi, cara ini tidak cocok untuk minyak – minyak tanaman yang tidak rusak oleh panas uap air (Harris, 1987). Ada dua jenis penyulingan menggunakan uap air, yaitu (Harris, 1987).
Universitas Sumatera Utara
1. Penyulingan Langsung Bahan tumbuhan yang akan diambil minyaknya dimasak dengan air. Dengan demikian, penguapan air dan minyak berlangsung bersamaan. Kendati penyulingan langsung seolah – olah memudahkan penanganan, tetapi ternyata mengakibatkan kehilangan hasil dan penurunan mutu. Penyulingan langsung mengakibatkan pengasaman (oksidasi) serta persenyawaan zat ester yang dikandung dengan air (hidrolisis ester). Selain itu, penggodokan ini menyebabkan timbulnya aneka hasil sampingan yang tidak dikehendaki. 2. Penyulingan Tidak Langsung Cara yang lebih melipatkan hasil serta meningkatkan mutu adalah memisahkan penguapan air dengan penguapan minyak bahan tumbuhan yang diolah. Bahan tumbuhan diletakkan di tempat tersendiri yang dialiri dengan uap air, yaitu diletakkan di atas air mendidih. 2.4.2
Ekstraksi Menggunakan Pelarut Ekstraksi menggunakan pelarut adalah cara pengambilan minyak yang
lebih halus daripada penyulingan menggunakan uap air. Cara ini cocok untuk mengambil minyak bunga yang kurang stabil dan dapat rusak oleh panas uap. Sampai sekarang teknik ini masih dipakai, dengan menggunakan bahan – bahan yang lazim, yaitu : cloroform, ether, ecetone, alcohol, dan eter minyak bumi (Harris, 1987). 2.4.3
Pengepresan Sebagian besar pengepresan dilakukan untuk mendapatkan berbagai
minyak jeruk. Minyak ini terkandung dalam sel – sel kecil daging buah. Di negara
Universitas Sumatera Utara
kita, cara pengepresan digunakan untuk memeras air tebu dan berbagai jenis minyak nabati (kacang tanah, kedelai, wijen, dan lain - lain). Minyak yang diperoleh dari pengepresan ialah campuran minyak nabati dengan minyak atsiri. Bila dikehendaki, pemisahan kedua minyak ini dilakukan dengan penyulingan pada panas yang sedikit diatas titik didih minyak atsiri (Harris, 1987).
2.5
Faktor yang Mempengaruhi Mutu Minyak Atsiri
2.5.1
Sumber Bahan Baku Adapun permasalahan yang berkaitan dengan pengadaan bahan baku
antara lain meliputi pemilihan lokasi untuk tempat pembudidayaan, cara pengolahan lahan, pemakaian varietas atau kultivar tanaman, pelaksanaan budidaya, dan pemanenan. Pemilihan lokasi seharusnya disesuaikan dengan persyaratan tumbuh yang dikehendaki oleh tanaman minyak atsiri yang akan dibudidayakan.
Program
intensifikasi
perlu
diterapkan,misalnya
dengan
pemupukan, pengendalian hama penyakit, pemangkasan, dan hal lain yang berkaitan dengan masalah pemeliharaan (Lutony, 2002). 2.5.2
Penanganan Pascapanen Penangan pascapanen dari bahan tanaman yang akan diambil minyak
atsirinya berkaitan erat dengan mutu dan rendeman minyak atsiri yang dihasilkan. Penangan pascapanen masing – masing bahan tanaman penghasil minyak atsiri tidaklah sama (Lutony, 2010).
Universitas Sumatera Utara
2.5.3 Proses Produksi Dalam kaitannya dengan proses produksi minyak atsiri, kesalahan yang menurunkan mutu serta rendemen terletak pada kondisi peralatan yang digunakan atau karena faktor lain seperti metode pengambilan minyak atsiri yang salah. Penanganan terhadap minyak atsiri yang dihasilkan harus diperhatikan kemasan yang sesuai (Lutony, 2010).
Universitas Sumatera Utara