TINJAUAN PUSTAKA
Saus dan Pengolahan Saus adalah olahan makanan yang umumnya berasal dari buah dan sayur yang merupakan jenis bumbu penyedap makanan berbentuk bubur, dengan warna oranye hingga merah yang berasal dari bahan baku alami maupun penambahan zat pewarna makanan. Bahan baku saus pada dasarnya berasal dari pasta tomat akan tetapi dapat diganti dengan buah yang memiliki karakteristik pink-merah seperti buah pepaya yang memiliki daging buah tebal dan berwarna merah cerah (Musaddad dan Hartuti, 2003). Saus dibuat dalam bentuk pasta yang terdiri atas campuran buah dengan penambahan cabai untuk menambah rasa pedas. Saus memiliki berbagai variasi rasa tergantung bumbu yang ditambahkan. Saus umumnya dapat disimpan dalam waktu yang lama akibat penambahan bahan pengawet (Hambali, dkk., 2006). Pada umumnya produk saus yang ada di Indonesia sebagai bahan tambahan digunakan buah pepaya dan buah labu kedalam saus tomat dengan tujuan meningkatkan volume dari hasil olahan saus dan meningkatkan nilai ekonomis serta menurunkan jumlah modal apabila produksinya cukup besar. Saus umumnya memiliki tekstur yang agak kental yang dihasilkan dari pengolahan buah tomat dan ditambahkan bahan lain seperti gula, garam, bahan pewarna untuk meningkatkan warna alami dan penambahan bahan pengawet untuk memperlama daya simpannya (Sutardi dan Kapti, 1994). Menurut Hambali, dkk., 2006, saus tidak hanya digunakan sebagai penyedap rasa tetapi juga sebagai bahan pendamping berbagai makanan seperti
Universitas Sumatera Utara
pergedel, bakwan, tahu isi dan sebagai bahan campuran kuah bakso, mie ayam serta makanan laut yang selalu menggunakan saus sebagai pelengkap. Prinsip pengolahan agar diperoleh hasil olahan yang baik adalah kualitas bahan baku (bebas dari kerusakan fisik, mekanik maupun mikroba), proses persiapan bahan baku dan persiapan alat, prosedur pengolahan yang tepat yaitu menggunakan suhu yang tidak merusak nilai gizi bahan baku, saat yang tepat untuk menghentikan pemanasan dalam pengolahan. Tahapan ini menentukan mutu hasil olahan, selanjutnya tahapan berikutnya adalah pengemasan dan penyimpanan, yang dilakukan agar produk yang dikemas dan disimpan tidak mengalami penyimpangan (Suprapti, 2000). Pada proses pengolahan saus tomat maka penggunaan suhu dan waktu pemanasan menentukan saus yang dihasilkan. Suhu yang digunakan dibawah titik didih, dilakukan pengadukan yang kontinu atau terus menerus agar tidak terjadi karamel yang mempengaruhi warna saus yang dihasilkan. Selama proses pemanasan dilakukan pengamatan terhadap keasaman saus yanng dihasilkan, untuk memenuhi persyaratan keasaman saus maka dapat ditambahkan asam organik atau asam sintetik yang diperbolehkan oleh Departemen Kesehatan (Sutardi dan Kapti, 1994). Kerusakan saus tomat terjadi karena adanya aktivitas mikroba selama penyimpanan yang disebabkan karena saus kurang asam atau pH masih tinggi, kadar air relatif tinggi atau lebih dari 40% yang ditunjukkan saus masih encer, atau pengemasan kurang steril sehingga wadah dan saus terkontaminasi mikroba. Untuk menghindari kerusakan selama penyimpanan tersebut maka pH saus dapat diturunkan dengan menambahkan asam, kekentalan saus ditingkatkan dengan
Universitas Sumatera Utara
menambahkan bahan pengisi dan kontaminasi mikroba dapat dihindari dengan menggunakan wadah steril dan dituang ke dalam wadah saat masih panas (>800C) (Sutardi dan Kapti, 1994). Proses pengolahan saus diawali dengan mempersiapan bahan-bahan dan alat yang akan digunakan serta melakukan pengolahan bahan yaitu : - Persiapan Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan saus harus dalam keadaan segar, bebas dari kotoran agar dihasilkan saus dengan mutu yang baik. Sebaiknya tidak menggunakan buah yang terlalu matang karena kandungan gizinya relatif mengalami penurunan dan mutunya rendah (Amila, 2008). - Pembersihan Dilakukan pembuangan bagian yang tidak dapat dipakai seperti kulit, bagian yang busuk, kering dan sebagainya. Lalu dilakukan pencucian pada air yang mengalir (Amila, 2008). - Pengukusan (Blanching) Pengukusan dilakukan pada suhu 80-850C selama 10 menit menggunakan panci pengukusan dengan tujuan menonaktifkan enzim dan mempertahankan warna alami bahan (Amila, 2008). - Penghancuran Buah Penghancuran dilakukan dengan penambahan air 1:1 pada masing-masing buah dengan menggunakan blender sampai diperoleh bubur buah yang halus (Hambali, dkk., 2006).
Universitas Sumatera Utara
- Pencampuran Proses pencampuran sangat penting untuk mendapatkan bahan pangan yang seimbang, pencampuran dilakukan untuk memberikan pindah panas yang baik di seluruh campuran dan memisahkan lemak dari jaringan. - Pemasakan Pemasakan dilakukan selama 30 menit dengan suhu 800C sampai mengental dan kekentalannya dapat diukur secara manual dengan melihat aliran saus dari sendok pemasakan saat dialirkan kebawah dan pemasakan dihentikan (Hambali, dkk., 2006). - Pengemasan Dimasukkan saus yang telah dimasak kedalam botol kaca yang terlebih dahulu disterilisasikan setelah itu ditutup rapat dan disterilisasi kembali selama 5 menit. Syarat mutu saus menurut SNI 01-3546-2004 adalah sebagai berikut : Tabel 1. Syarat mutu saus Uraian Aroma Rasa Warna Jumlah Total soluble solid Keasaman Bahan Tambahan Makanan - Pengawet - Pewarna Cemaran Logam - Timbal (Pb) - Tembaga (Cu) - Seng (Zn) - Timah (Sn) - Raksa (Hg) da Arsen (As) - Angka Lempeng Total - Kapang dan Khamir
Persyaratan normal normal normal min 30, Brix 20 0C min 0,8, % bb SNI 01-0222-1995 SNI 01-0222-1995 maks 0,1 mg/kg maks 50,0 mg/kg maks 40,0 mg/kg maks 40,0-250 mg/kg maks 0,03 mg/kg maks 2 x 102 koloni/g maks 50 koloni/g
Sumber: SNI 01-3546-2004
Universitas Sumatera Utara
Bahan Baku Buah belimbing Tanaman belimbing berasal dari India, semula tanaman belimbing merupakan vegetasi alami yang tumbuh liar di hutan-hutan. Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, tanaman belimbing mulai diperhatikan dan dibudidayakan oleh masyarakat India. Tanaman belimbing berangsur-angsur menyebar ke berbagai negara tropis, termasuk Indonesia. Pengembangan budidaya belimbing di Indonesia dirintis sebelum tahun 1892 di Kabupaten Demak, Indonesia (Cahyono, 2010). Belimbing yang selama ini dikenal sebagai belimbing buah dapat disajikan sebagai buah meja dan juga digunakan untuk pengobatan. Buah belimbing berkhasiat sebagai analgesik, diuretik, penyembuhan batuk, mengatasi demam, kencing manis, kolesterol tinggi, sakit tenggorokan, diabetes mellitus dan hipertensi (Ovinta, 2007). Belimbing juga sarat akan vitamin A dan C yang merupakan anti oksidan untuk menangkal radikal bebas yang dapat menyebabkan kanker serta meningkatkan daya tahan tubuh. Belimbing banyak mengandung pektin yang merupakan polimer heterosakarida yang mampu menyerap kolesterol, mencegah hepatitis atau penyakit pengerasan hati, dan asam empedu yang terdapat dalam usus serta membantu pembuangannya. Serat belimbing berfungsi untuk memperlancar proses pencernaan sehingga efektif untuk menurunkan tekanan darah bagi penderita penyakit hipertensi. Selain itu, buah belimbing dapat meredakan berbagai penyakit seperti diabetes, batuk, radang tenggorokan dan demam. Bunga belimbing yang berwarna keunguan dipercaya berkhasiat untuk
Universitas Sumatera Utara
mengobati penyakit malaria. Daun belimbing berkhasiat untuk mengobati sakit maag, melancarkan air seni, hipertensi, dan penyakit bisul. Akar belimbing dapat mengobati penyakit rematik (Sapphire, 2010). Komposisi dalam setiap 100g buah belimbing dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan nilai gizi buah belimbing dalam 100g bahan Kandungan Gizi
Jumlah
Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Serat (g) Besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B1(mg) Vitamin B2 (mg) Vitamin B3 (mg) Vitamin C (mg) Air (g)
36 0,4 0,4 7,7 8 22 0,9 0,8 170 0,03 0,02 0,4 35 90
Sumber: Depkes RI, 1972. Penggunaan buah belimbing menjadi bahan penyedap makanan seperti saus dan pasta belum populer di masyarakat luas. Namun di beberapa daerah penghasil buah belimbing, pengolahan buah belimbing menjadi saus sudah dilakukan. Tekstur saus belimbing sangat mirip dengan saus tomat yang umumnya dipasaran, namun aroma dan rasanya sangat jauh berbeda. Pemilihan dan pengolahan sangat mempengaruhi kualitas dari saus belimbing. Biasanya produsen menggunakan buah belimbing matang fisiologis pada saat pengolahan (Hes, 2013).
Universitas Sumatera Utara
Labu Kuning Labu kuning merupakan tanaman yang berasal dari Benua Amerika terutama di Negara Peru dan Meksiko. Tanaman ini tumbuh merambat dengan daun yang berukuran besar dan berbulu. Terdapat lima spesies labu kuning yang umum dikenal, yaitu Cucurbita maxima Duchenes, Cucurbita ficifolia Bouche, Cucurbita mixta, Cucurbita moschata Duchenes, dan Cucurbita pipo L (Brotodjojo, 2010). Buah labu kuning berbentuk bulat pipih, lonjong, atau panjang dengan banyak alur (15-30 alur). Ukuran pertumbuhannya mencapai 350 gram per hari. Buahnya besar dan warnanya hijau apabila masih muda, sedangkan yang lebih tua berwarna kuning orange sampai kuning kecokelatan. Daging buah tebalnya sekitar 3 cm dan rasanya agak manis. Bobot buah rata-rata 3-5 kg bahkan sampai 15 kg (Brotodjojo, 2010). Buah labu kuning berwarna jingga, kuning dan orange disebabkan adanya senyawa karotenoid. Karotenoid adalah istilah yang digunakan untuk pigmen karotenoid yang memiliki aktivitas vitamin A. Karotenoid merupakan sekelompok pigmen yang berwarna kuning hingga merah yang tersebar secara luas pada tanaman dan hewan. Jenis-jenis karotenoid sangat banyak namun hanya sedikit yang mempunyai aktivitas vitamin A diantaranya yaitu ά- karoten, β- karoten, γkaroten. β- karoten merupakan senyawa yang paling tinggi keaktifannya sebagai pro-vitamin A yang terdapat dalam tanaman dan berperan sebagai antioksidan yang efektif pada konsentrasi oksigen rendah (Rustishauser, 1992). Penelitian Kandlakunta, dkk.,(2008), menyatakan bahwa kandungan beta karoten pada labu kuning sebesar 1,18 mg/100 g. Manfaat lain labu kuning adalah
Universitas Sumatera Utara
mengobati
demam,
migrain,
diare,
penyakit
ginjal,
serta
membantu
menyembuhkan radang (Brotodjojo, 2010). Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1972, kandungan senyawa dalam buah labu dalam 100 g adalah seperti ditampilkan dalam Tabel 3. Tabel 3. Kandungan nilai gizi labu kuning dalam 100g bahan Kandungan Gizi Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg) Air (g)
Jumlah 2,9 1,1 0,3 6,6 45 64 1,4 180 0,08 52 91,2
Sumber: Depkes RI 1972 Dalam industri pangan, labu kuning sudah sering digunakan sebagai bahan baku pembuatan saus dan pasta. Penggunaan labu kuning sebagai bahan penyedap makanan dikarenakan kandungan antioksidannya yang cukup tinggi sehingga dapat menangkal radikal bebas dan segala jenis kanker, terutama kanker prostat (Brotodjojo, 2010).
Bahan Tambahan Natrium benzoat Penambahan bahan tambahan atau zat aditif ke dalam makanan merupakan hal yang dipandang perlu untuk meningkatkan mutu suatu produk sehingga mampu bersaing di pasaran. Bahan tambahan tersebut diantaranya: pewarna, penyedap rasa dan aroma, antioksidan, pengawet, pemanis, dan pengental (Winarno, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Secara umum bahan tambahan atau aditif ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu: (1) aditif sengaja yaitu aditif yang secara sengaja ditambahkan untuk meningkatkan konsistensi, citarasa, mengendalikan keasaman atau kebasaan, dan memantapkan bentuk dan rupa; (2) aditif tidak sengaja yaitu aditif yang memang telah ada dalam makanan (walaupun sedikit) sebagai akibat dari proses pengolahan (Winarno, 1997). Bahan pengawet yang ditambahkan dalam makanan bertujuan untuk membuat makanan tampak lebih berkualitas, tahan lama, menarik, serta rasa dan teksturnya lebih sempurna. Apabila pemakaian bahan pengawet tidak diatur dan diawasi, kemungkinan besar akan menimbulkan suatu permasalahan terutama bagi konsumen. Bahan pengawet yang diizinkan hanya bahan yang bersifat menghambat, bukan mematikan organisme-organisme pencemar. Oleh karena itu, sangat penting diperhatikan bahwa penanganan dan pengolahan bahan pangan dilakukan secara higinies (Buckle,dkk., 2009). Penggunaan bahan kimia seperti nitrit, natrium benzoat, K sulfit, kalium dapat berfungsi sebagai antioksidan. Tetapi pengawet anorganik ini memiliki pengaruh yang buruk pada kesehatan. Penggunaan bahan pengawet bergantung pada derajat keasaman, dimana semakin rendah pH suatu asamnya bahan akan mengakibatkan kecepatan reaksi yang semakin tinggi. Maka dari itu setiap penggunan bahan tambahan makanan dalam suatu produk akan dicantumkan komposisi makanan yang berisi cantuman bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan makanan tersebut (Gay, 2009). Salah satu bahan pengawet yang sering digunakan dalam makanan adalah asam benzoat (C6H5COOH). Pengawet ini sangat cocok digunakan untuk bahan
Universitas Sumatera Utara
makanan yang bersifat asam seperti saus. Bahan ini bekerja sangat efektif pada pH 2,5–4,0 untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri. Mekanisme penghambatan mikroba oleh benzoat yaitu mengganggu permeabilitas membran sel, struktur sistem genetik mikroba, dan mengganggu enzim intraseluler (Branen, dkk., 1990). Menurut FDA, asam benzoat hingga konsentrasi 0,1% digolongkan sebagai “generally recognized as safe” (GRAS). Di negara-negara selain Amerika Serikat, natrium benzoat digunakan hingga konsentrasi 0,15% dan 0,25%. Batas Europe Commision untuk asam benzoat dan natrium benzoat adalah 0,015-0,5%. Di Indonesia, penggunaan asam benzoat dan natrium benzoat telah diatur dalam SNI 01-0222-1995 tentang bahan tambahan makanan yang kadarnya berkisar antara 0,06%-0,1%. Benzoat yang umumnya digunakan adalah benzoat dalam bentuk garamnya karena lebih mudah larut dibanding dengan asamnya. Dalam bahan pangan, garam benzoat terurai menjadi bentuk efektif yaitu bentuk asam benzoat yang tidak terdisosiasi (Cahyadi, 2008). Gula Dalam proses pengolahan bahan pangan peranan gula tidak dapat dihilangkan. Digunakan dalam rumah tangga sebagai penambah rasa manis, bumbu masakan dan digunakan terutama pada industri pengolahan biskuit pabrik gula, pembuatan es krim, pencampuran sirup, selai dan lainnya (Gay, 2009). Penambahan gula dalam produk bukanlah untuk menghasilkan rasa manis saja meskipun sifat ini penting. Gula bersifat menyempurnakan rasa asam dan citarasa lainnya dan juga memberi kekentalan, daya larut yang tinggi dari gula,
Universitas Sumatera Utara
kemampuan mengurangi kelembaban relatif dan daya mengikat air adalah sifatsifat yang menyebabkan gula dipakai dalam proses pengawetan bahan pangan (Buckle, dkk., 2009). Dengan adanya gula pertumbuhan mikroba dapat ditekan, adanya proses pemanasan pada gula akan menyebabkan reaksi yang menyebabkan terjadinya karamelisasi gula yang menyebabkan rasa yang khas pada produk olahan makanan. Pada pembuatan manisan dan saus gula dapat membentuk tekstur, warna, dan rasa (Gay, 2009). Garam Garam dapur (NaCl) merupakan racun untuk jasad renik, mikroba perusak yang terdapat pada buah menjadi mati bila ditambahkan garam. Jika dikombinasikan dengan asam, daya bunuhnya terhadap jasad renik menjadi lebih kuat (Satuhu, 1996). Penambahan garam pada produk tertentu dapat berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dari produk itu sendiri. Kebutuhan garam sebagai pemantap cita rasa adalah sebanyak 2-5% dari total bahan bakunya (Suprapti, 2000). Garam memberi sejumlah pengaruh bila ditambahkan pada jaringan tumbuh tumbuhan yang segar. Pertama-tama garam akan berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu. Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan juga pembentuk spora, adalah yang paling mudah terpengaruh walau dengan kadar garam yang rendah sekalipun (yaitu sampai 6%). Garam juga mempengaruhi aktivitas air (Aw) dari bahan, jadi dapat
Universitas Sumatera Utara
mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan suatu metode yang bebas dari pengaruh racunnya (Buckle, dkk., 2009). Garam akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak terutama mikroba pembusuk dan proteolitik yang dapat membentuk spora sebagai perkembangannya. Hanya dengan kadar garam rendah yaitu 6% saja mikroba seperti Clostridium botulinum sudah dapat dimusnahkan, kecuali jenis Streptococcus aureus hanya dapat dimatikan dengan kadar garan antara 10-15% (Gay, 2009). Bumbu Bumbu selain memberi rasa, aroma dan aroma pada masakan, bumbu juga berfungsi sebagai bahan pengawet. Penggunaan bumbu yang benar dan tepat pada suatu masakan, menghasilkan makanan yang baik, enak dan menggungah selera. Bumbu jadi merupakan ramuan bumbu-bumbu untuk suatu masakan tertentu. Bentuknya ada yang kering dan basah (Tarwotjo, 1997). Bumbu yang ditambahkan dalam pembuatan saus adalah bubuk merica, cengkeh, bawang putih, bawang merah, kayu manis, pala, garam gula dan asam cuka. Masing-masing bumbu yang ditambahkan memiliki manfaat sebagai penambah cita rasa, flavour, dan pengawet (Maryati, 2000). Bawang putih (Allium sativum) berasal dari daerah Asia Tengah. Bawang putih mempunyai aroma yang tajam karena umbinya mengandung sejenis minyak atsiri (Methyl allyl disulfida) sehingga akan memberikan aroma yang harum dan merupakan salah satu zat aktif yang diduga dapat membunuh kuman-kuman penyakit (bersifat antibakteria). Umbinya dapat digunakan sebagai campuran bumbu masak serta penyedap berbagai masakan (Wibowo, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Bawang putih mempunyai karakter aroma sulfur yang khas keluar setelah bawang putih dipotong atau dihancurkan. Bawang putih mengandung minyak volatil kurang dari 0,2% (w/w). Komponen-komponen yang terdapat dalam minyak bawang putih adalah dialil disulfida (60%), dialil trisulfida (20%), alil propil disulfida (6%), dietil disulfida (6%), dialil polisulfida, alinin, serta allisin dalam jumlah kecil. Allisin adalah komponen terbesar yang menentukan rasa bawang putih segar, sedangkan disulfida dan trisulfida mendukung aroma bawang putih yang dimasak (Wibowo, 2004). Kandungan allisin pada bawang putih digunakan sebagai pembunuh kuman dengan sifatnya sebagai bakterisida. Bawang dalam penggunaannya tidak hanya sebagai penambah rasa pada makanan, tetapi juga untuk terapi, bawang berkhasiat sebagai anti bakteri dan anti jamur (Nurwijaya, 2008). Selain bawang putih, bawang merah juga ditambahkan dalam pembuatan saus. Bawang merah termasuk salah satu sayuran umbi multiguna, dan yang paling penting digunakan sebagai bahan dapur sehari-hari dan penyedap berbagai masakan. Khasiat bawang merah sebagai obat diduga karena mempunyai efek antiseptik dari senyawa allin atau allisin. Senyawa allin ataupun allisin oleh enzim allisin liase diubah menjadi asam piruvat, ammonia, dan allisin anti mikroba yang bersifat bakterisida (Rukmana, 1994). Bahan pengasam seperti asam cuka juga ditambahkan dalam pembuatan saus. Menurut Tranggono, dkk., (1990) fungsi pengatur keasaman pada makanan adalah untuk membuat makanan menjadi lebih asam, lebih basa, atau menetralkan makanan. Pengasam digunakan untuk mengasamkan atau untuk menurunkan pH saus menjadi 3,8-4,4. Pada pH rendah pertumbuhan kebanyakan bakteri akan
Universitas Sumatera Utara
tertekan dan sel genaratif serta spora bakteri sangat sensitif terhadap panas. Dengan demikian proses sterilisasi bahan yang ber-pH rendah dapat dilakukan dengan suhu mendidih (100 oC) dan tidak perlu dengan suhu tinggi (121oC). Asam juga bersinergi dengan asam benzoat dalam menekan pertumbuhan mikroba. Dalam pembuatan saus tomat digunakan bahan pengasam jenis asam sitrat. Menurut DepKes No. 235/MenKes/Per/1997 menyatakan bahwa penggunaan zat pengasam ini yaitu 0,25% dari total pasta saus. Tepung maizena Tepung maizena yang berasal dari jagung ini digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan saus. Tepung maizena berfungsi sebagai pengikat dan perekat antara satu bahan dengan bahan yang lain. Kualitas tepung maizena yang digunakan sebagai bahan makanan sangat berpengaruh terhadap makanan yang dihasilkan (Suprapti, 2000).
Penelitian Sebelumnya Pada penelitian Kleofla (2010) menyatakan bahwa saus dengan kadar βkaroten tertinggi terdapat pada saus labu kuning dengan kombinasi kontrol labu kuning. Kombinasi labu kuning dan tomat berpengaruh terhadap kualitas saus,yang ditinjau dari parameter kekentalan, kadar β-karoten, vitamin C, pH dan asam lemak jenuh, tetapi tidak berpengaruh terhadap kadar air, kadar serat, total padatan serta jumlah kapang dan khamir. Kombinasi kadar labu kuning dan tomat yang tepat untuk menghasilkan saus berkualitas baik adalah 3:1 ditinjau dari kandungan β-karoten dan vitamin C, sedangkan berdasarkan uji organoleptik yang terbaik adalah kombinasi 1:1 ditinjau dari parameter aroma, warna, dan rasa.
Universitas Sumatera Utara
Pada penelitian Sigit (2007) menyatakan bahwa perbandingan konsentrasi xanthan gum memberikan pengaruh terhadap total solid, total asam, TSS, kekentalan dari saus yang dihasilkan. Total asam tertinggi terdapat pada perlakuan K1 (0,2%) yaitu sebesar 0,62% dan yang terendah terdapat pada perlakuan K4(0,5%) yaitu sebesar 0,39%. TSS tertinggi terdapat pada perlakuan K4 (0,5%) yaitu sebesar 34,75 0Brix dan yang terendah terdapat pada perlakuan K1 (0,2%) yaitu sebesar 30,75%. Kekentalan tertinggi terdapat terdapat pada perlakuan K4 (0,5%) yaitu sebesar 90,27 Nm-2s dan yang terendah terdapat pada perlakuan K1 (0,2%) yaitu sebesar 22,74 Nm-2s.
Universitas Sumatera Utara