BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1
Konsep Pemodelan
II.1.1
Pemodelan Transportasi Model adalah sesuatu yang dapat menggambarkan
keadaan yang
sebenarnya yang ada di lapangan atau merupakan suatu alat bantu atau media yang dapat digunakan untuk mencerminkan dan menyederhanakan suatu realita (dunia sebenarnya) secara terukur. Model memiliki berbagai macam jenis, seperti dikutip dari: 1. Model verbal, yakni model yang menggambarkan keadaan yang ada dalam bentuk kalimat. Misalnya: suatu kota yang dipenuhi dengan pepohonan yang rindang dengan sungai yang indah. 2. Model fisik, yakni model yang menggambarkan keadaan yang ada dengan ukuran yang lebih kecil. Misalnya: model bangunan, model saluran, model jembatan dan maket bangunan. 3. Model matematis, yakni model yang menggambarkan keadaan yang ada dalam bentuk persamaan-persamaan matematis. Model inilah yang dipakai pada perencanaan transportasi. Misalnya: jumlah lalu lintas yang sebanding dengan jumlah penduduk. Model matematis transportasi dapat dijabarkan dalam bentuk-bentuk berikut ini: 1. Deskriptif, yang menjelaskan keadaan yang ada atau keadaan jika dilakukan suatu perubahan terhadap keadaan yang ada. 2. Prediktif, yang meramalkan keadaan yang akan datang.
Universitas Sumatera Utara
3. Planning, yang meramalkan keadaan yang akan datang disertai dengan rencana-rencana perubahannya.
II.1.2
Konsep dasar pemodelan transportasi(model empat langkah/Four
step model) 1.
Model bangkitan perjalanan (Trip Generation Model)
2.
Model distribusi perjalanan (Trip Distribution Model)
3.
Model pemilihan jenis kendaraan/moda(Moda Choice)
4.
Model pemilihan rute perjalanan(Traffiic Assignmen)
Namun dalam penelitian ini hanya akan dibahas mengenai model pemilihan jenis kendaraan (moda choice).
II.2
Model Pemilihan Jenis Kendaraan/Moda Pemilihan
moda
merupakan
model
penting
didalam
perencanaan
transportasi angkutan umum. Hal ini dikarenakan peran kunci dari angkutan umum dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitas sistem pergerakan dalam suatu sistem transportasi (Tamin, 2000). Model pemilihan jenis kendaraan/moda ini digunakan untuk menghitung distribusi perjalanan beserta moda yang digunakan. Ini dapat dilakukan apabila tersedia berbagai macam kendaraan/moda yang menuju tempat tujuan, seperti kendaraan pribadi (misalnya mobil, sepeda motor, sepeda) serta angkutan umum (becak, bus, kereta api). Masalah pemilihan moda dapat dikatakan sebagai tahap terpenting dalam perencanaan dan kebijakan transportasi. Hal ini menyangkut efisiensi pergerkan didaerah perkotaan, ruang yang harus disediakan kota untuk
Universitas Sumatera Utara
dijadikan prasarana transportasi, dan banyaknya pilihan moda transportasi yang dapat dipilih penduduk (Tamin, 2000). Sebelum masuk kedalam proses analisis pilihan moda, terlebih dahulu harus mengelompokkan pengguna jasa dan moda transportasi kedalam beberapa kelompok (Miro, 2005) yaitu: A. Pengguna jasa transportasi/pelaku perjalanan Pelaku perjalanan (konsumen jasa transportasi), terbagi menjadi 2 kelompok: 1) Golongan paksawan (captive) merupakan jumlah terbesar di negara berkembang, yaitu golongan masyarakat yang terpaksa menggunakan angkutan umum karena ketiadaan mobil pribadi. Mereka secara ekonomi adalah golongan masyarakat lapisan menengah ke bawah (miskin atau ekonomi lemah). 2) Golongan masyarakat yang mempunyai kemudahan (akses) ke kendaraan pribadi dan dapat memilih untuk menggunakan angkutan umum atau angkutan pribadi. Mereka secara ekonomi adalah golongan pilihan (choice), merupakan jumlah terbanyak di negara-negara maju, yaitu golongan masyarakat lapisan menengah ke atas (kaya atau ekonomi kuat). B. Bentuk alat (moda) transportasi /jenis pelayanan transportasi Secara umum, ada 2 (dua) kelompok besar moda transportasi yaitu: 1) Kendaraan pribadi (private transportation), yaitu: Moda transportasi yang dikhususkan buat pribadi seseorang dan seseorang itu bebas memakainya ke mana saja, di mana saja dan kapan
Universitas Sumatera Utara
saja dia mau, bahkan mungkin juga dia tidak memakainya sama sekali (mobilnya disimpan di garasi). 2) Kendaraan umum (public transportation), yaitu: Moda transportasi yang diperuntukkan buat bersama (orang banyak), kepentingan bersama, menerima pelayanan bersama, mempunyai arah dan titik tujuan yang sama, serta terikat dengan peraturan trayek yang sudah ditentukan dan jadwal yang sudah ditetapkan. Dalam penulisan ini yang akan dibahas adalah angkutan umum jenis taksi. Taksi atau angkutan taksi (Aang Gunawan, TRANSPOR Vol.22 2004) adalah kendaraan angkutan penumpang umum yang melayani trayek yang tidak tetap (tidak dalam trayek) yang mengangkut penumpang dari satu tempat ke tempat lainnya di wilayah perkotaan dengan menggunakan argometer (meter taksi) sebagai alat penunjuk pemakaian atau penyewaan. Sedangkan definisi argometer adalah suatu alat hitung pada taksi sebagai penunjuk penyewaan taksi yang secara elektronis dihitung berdasarkan jarak dan waktu. Sebagai informasi: menurut KM 35 Tahun 2003 mengatur tentang angkutan tidak dalam trayek yang tertuang dalam Bab IV. Bagian Pertama: Jenis Angkutan, pasal 28 yang berbunyi: angkutan orang dengan kendaraan umum tidak dalam trayek, terdiri dari (a) angkutan taksi, (b) angkutan sewa, (c) angkutan pariwisata, dan (d) angkutan lingkungan. Pada bagian kedua tentang angkutan taksi pasal 29: Pelayanan angkutan taksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 huruf (a) merupakan pelayanan angkutan dari pintu ke pintu dalam wilayah operasi terbatas meliputi daerah kota atau
Universitas Sumatera Utara
perkotaan. Pelayanan angkutan taksi diselenggarakan dengan ciri-ciri sebagai berikut: a) Tidak berjadwal b) Dilayani dengan mobil penumpang umum jenis sedan atau station wagon dan van yang memiliki konstruksi seperti sedan, sesuai standar teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jendral. c) Tarif angkutan berdasarkan argometer d) Pelayanan dari pintu ke pintu
II.2.1 Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Moda Model pemilihan moda bertujuan untuk mengetahui proporsi orang yang akan menggunakan setiap moda. Pemilihan moda mempertimbangkan pergerakan yang menggunakan lebih dari satu moda dalam perjalanan (multimoda). Jenis pergerakan inilah yang sangat umum dijumpai di Indonesia yang terdiri dari banyak pulau sehingga presentase pergerakan multimoda sangat tinggi. Jadi, dapat dikatakan bahwa pemodelan pemilihan moda merupakan bagian terlemah dan tersulit dimodelkan dari keempat tahapan model perencanaan transportasi (Tamin, 2000). Merupakan tahapan I (pertama) dalam analisis pemilihan moda yaitu mengidentifikasi berbagai faktor dan variable yang diasumsikan berpengaruh terhadap perilaku pelaku perjalanan (trip maker behavior). Ada 4 (empat) kelompok faktor yang dianggap kuat pengaruhnya terhadap pelaku perjalanan dalam memilih suatu moda transportasi (Bruton seperti dikutip Fidel Miro, 2005), yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Kelompok faktor karekteristik si pelaku perjalanan (traveler characteristics factor). Beberapa variabel berikut ini diyakini sangat mempegaruhi pemilihan moda: •
Ketersediaan atau pemilikan kendaraan pribadi (car ownership).
•
Pendapatan (income), berupa daya beli sang pelaku perjalanan untuk membiayai perjalananya.
•
Kondisi kendaraan pribadi (tua, jelek, baru dll).
•
Kepadatan pemukiman (density of residential development).
•
Sosial ekonomi lainnya, seperti struktur dan ukuran keluarga (pasangan muda, punya anak, pensiun atau bujangan), usia, jenis kelamin,
jenis
pekerjaan,
lokasi
pekerjaan,
punya
lesensi
mengemudi (SIM) atau tidak. 2. Kelompok faktor karakteristik perjalanan (travel charecteristics factor). Terdapat beberapa variable yang dianggap kuat pengaruhnya terhadap perilaku pengguna jasa moda transportasi dalam memilih moda: •
Tujuan perjalanan (trip purpose) seperti pergi bekerja, sekolah, sosial dan lain-lain.
•
Waktu perjalanan (time of trip made) seperti pagi hari, siang, tengah malam, hari libur dan seterusnya.
•
Panjang perjalanan (trip length), merupakan jarak fisik (km) antara asal dengan tujuan, termasuk panjang rute, waktu pembanding kalau menggunakan moda-moda lain, disini berlaku bahwa semakin jauh perjalanan, semakin orang cendrung memilih untuk naik angkutan umum.
Universitas Sumatera Utara
3. Kelompok faktor karakteristik sistem transportasi (transportation system characteristics factor) . Hal ini dapat dikelompokkan menjadi dua kategori. Pertama, faktor kuantitatif seperti: •
Waktu relatif perjalanan (relative travel time): mulai dari lamanya waktu menunggu kendaraan, dan waktu diatas kendaraan.
•
Biaya relative perjalanan (relative travel cost), merupakan seluruh biaya yang timbul akibat melakukan perjalanan dari asal ke tujuan untuk semua moda yang berkompetisi seperti tarif, bahan bakar dan lain-lain.
•
Tingkat kehandalan angkutan umum dari segi waktu (tepat waktu), ketersediaan ruang parkir dan tarif.
Kedua, faktor kualitatif •
Tingkat pelayanan relative (relative level of service). Merupakan variable yang cukup bervariasi dan sulit diukur, contohnya adalah variabel kenyamanan dan kesenangan.
•
Tingkat akses/indeks daya hubung/kemudahan pencapaian tempat tujuan.
4. Kelompok faktor karakteristik kota dan zona, yaitu: •
Jarak kediaman dengan tempat kegiatan.
•
Kepadatan penduduk (population density).
Universitas Sumatera Utara
II.2.2 Pemilihan Moda Transportasi Beberapa prosedur pemilihan moda memodelkan pergerakan dengan hanya dua buah moda transportasi yaitu angkutan umum dan angkutan pribadi. Dibeberapa negara barat terdapat pilihan lebih dari dua moda misalnya, London mempunyai kereta api bawah tanah, kereta api, bus, dan mobil. Di Indonesia terdapat beberapa jenis moda kendaraan bermotor (termasuk ojek) ditambah becak dan pejalan kaki (Miro,2005). Khusus untuk Indonesia pendekatan yang lebih cocok adalah seperti Gambar 2.1 dibawah ini:
TOTAL PERJALANAN POTENSIAL
Melakukan Perjalanan
Berjalan kaki
Tidak Melakukan Perjalanan
Berkendaraan
Angkutan Umum
Bermotor
Tidak Bermotor (Becak/Ojek Sepeda)
Jalan Raya Jalan Rel (Kereta Api)
Bus Mikrolet
Taksi
Mobil Pribadi
Tidak Bermotor (Sepeda)
Sepeda Motor (roda 2)
Bermotor
Mobil (roda 4)
becak mesin
Gambar 2.1 Proses pilihan lebih dari 2 moda yang dipilih Sumber: Perencanaan transportasi (Fidel Miro)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 diatas mengilustrasikan betapa rumitnya memodelkan seluruh moda transportasi yang ada dalam suatu sistem. Masalah lain dalam hal angkutan pribadi adalah pengendara dan penumpang. Keduanya mempunyai atribut yang berbeda yang sangat berpengaruh dalam proses pemlihan moda. Rumitnya memodelkan moda transportasi membuat kondisi ini menarik perhatian penulis untuk melakukan studi mengenai pengguna angkutan umum terutama taksi, hal ini dikarenakan perkembangan angkutan taksi di kota-kota besar terutama kota Medan dan juga dikarenakan kebanyakan studi yang dilakukan adalah mengenai angkutan kota dan bus saja.
II.2.3 Pendekatan Model Pemilihan Moda Dalam model pemilihan moda ini ada beberapa hipotesis yang diajukan yaitu bahwa pelaku perjalanan selalu memilih moda yang salah satu atau kombinasi dari beberapa atribut berikut yaitu: tercepat, termurah, dan ternyaman. Oleh karena itu, untuk memodelkan pemilihan moda tersebut (Watson, 1974 seperti dikutip Tamin, 2000) merekomendasikan asumsi-asumsi sebagai berikut : 1. Pelaku perjalanan yang waras (rasional) selalu memaksimumkan kepuasan yang diperolehnya. 2. Dalam pemanfaatan sumber kepuasan tersebut, pelaku perjalanan mempunyai batasan-batasan seperti pendataan dan sebagainya. 3. Pelaku
perjalanan
mempunyai
pengetahuan
yang
cukup
tentang
karakteristik masing-masing alternatif moda yang akan dipilihnya.
Universitas Sumatera Utara
4. Jatuhnya pilihan pada salah satu moda menunjukkan bahwa dia mempertimbangkan karakteristik moda tersebut sesuai dengan karakteristik perjalanannya. 5. Pelaku perjalanan konsisten sepanjang waktu terhadap pilihannya selama tidak terdapat peubah pada karakteristik pribadinya. Model pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini terhadap pemilihan moda adalah model pemilihan diskret. Secara umum, model pemilihan diskret dinyatakan sebagai probabilitas setiap individu memilih suatu pilihan merupakan fungsi ciri sosioekonomi dan daya tarik pilihan tersebut. Untuk menyatakan daya tarik suatu alternatif,
digunakan konsep utilitas. Utilitas didefinisikan sebagai
sesuatu yang dimaksimumkan oleh setiap individu.(Lancaster, 1996 seperti dikutip Tamin , 1997). II.2.3.1 Pendekatan Agregat Pendekatan agregat yaitu bagaimana menganalisa prilaku pelaku perjalanan secara kelompok (sekelompok individu atau perusahaan). Menurut Manhein (1979) seperti dikutip Miro (2005), agregat dapat dilakukan dua cara, yaitu : a. Membagi objek atas beberapa kelompok/segmen/zona yang mempunyai elemen-elemen yang relatif homogen. b. Melakukan agragasi dari data agregat, dimana fungsi agregat untuk suatu kelompok tertentu dapat diturunkan dari fungsi utilitas individu sebagai anggota tersebut.
Universitas Sumatera Utara
II.2.3.2 Pendekatan Disagregat Menganalisis prilaku pelaku perjalanan secara individu. Hal ini mencakup bagaimana merumuskan tingakah laku individu kedalam model kebutuhan transportasi. Pendekatan semacam ini ada dua yaitu: a. Pendekatan Disagregat Deterministik Asumsi pendekatan disagregat deterministik menjadi dasar dari kebanyakan model perjalanan, dengan asumsi ini dianggap bahwa pemilihan terhadap sesuatu tidak berubah bila pelaku perjalanan dihadapkan pada sekumpulan alternatif secara berulang-ulang dan sama persis. Pendekatan ini mempunyai syarat-syarat sebagai berikut : a. Pemakai mampu mengidentifikasikan semua atribut yang ada pada setiap alternatif. b. Pemakai mampu merumuskan persepsi dan preferensi tentang atribut – atribut secara eksplisit. c. Pemakai mampu menggunakan semua informasi diatas untuk mengambil keputusan. b. Pendekatan Disagregat Stokastik Asumsi bersifat stokastik adalah dengan melihat kenyataan bahwa proses pemilihan
tidak
selamanya
deterministik.
Hal
ini
dikarenakan
terdapat
ketidakmampuan konsumen untuk memperoleh informasi secara lengkap, baik untuk alternatif moda maupun atributnya, dan pilihan moda yang diambil pelaku perjalanan dapat berubah oleh pengaruh -pengaruh tertentu. Oleh karena itu, untuk mengatasinya diperlukan unsur error atau unsur residual yang bersifat random.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pengalaman para ahli dalam menganalisa perilaku perjalanan diperoleh kesimpulan bahwa model pemilihan determinan deterministik mungkin akan terbatas dalam menjawab suatu permasalahan yang ada dalam kenyataan yang sebenarnya. Alasan digunakan model stokastik (Kanafani, 1983 seperti dikutip Tamin, 2000): 1. Perilaku dari individu – individu tidak selalu dapat mengikuti aturan pemilihan rasional dan perilaku yang khas dari pelaku perjalanan tidak dapat diantisipasi dalam suatu model deterministik. 2. Biasanya tidak memungkinkan untuk memasukkan semua variabel yang dapat mempengaruhi pemilihan ke dalam suatu rumus/model pemilihan. (Kalaupun bisa, akan diperoleh rumus yang rumit dan tidak praktis). 3. Tidak tersedianya informasi yang lengkap sehingga mengakibatkan pelaku perjalanan yang dapat kurang mengerti tentang sistem transportasi dan alternatif-alternatif yang diberikan.
II.3
Model Pemilihan Diskret Secara umum, menurut Tamin (2000) pemilihan diskret dinyatakan sebagai
“the probability of individuals choosing a given option is a function of their socioeconomics characteristics and the relative attractiveness of the option” atau peluang setiap individu memilih suatu pilihan merupakan fungsi ciri sosioekonomi dan daya tarik pilihan tersebut. Model ini lebih menekankan pada analisis pilihan konsumen untuk memaksimalkan kepuasannya dalam mengkonsumsi pelayanan yang diberikan oleh
Universitas Sumatera Utara
suatu moda transportasi pilihan. Konsumen sebagai pembuat keputusan, akan menyeleksi berbagai alternatif dan memutuskan memilih moda transportasi yang memiliki nilai kepuasan tertinggi (highest utility). Utilitas didefinisikan sebagai ukuran istimewa seseorang dalam menentukan pilihan alternatif terbaiknya atau sesuatu yang dimaksimumkan oleh setiap individu (Tamin, 2000). Misalkan, utilitas suatu moda angkutan penumpang bagi individu tertentu jadi dipresentasikan sebagai fungsi dari atribut-atribut berikut : •
Waktu perjalanan rata-rata
•
Ongkos yang dikeluarkan
•
Waktu tunggu dan waktu berjalan kaki
Dan atribut-atribut yang membuat keputusan : •
Pendapatan
•
Umur
•
Pekerjaan
Bentuk fungsi utilitas sulit untuk diasumsikan, oleh karena itu dengan alasan kemudian dalam perhitungan, maka fungsi utilitas sering dipresentasikan utilitas dari suatu pilihan/bagi individu n dapat dituliskan sebagai berikut : Uin = β1 (waktu in) + β2 (ongkos in) …………………………………..…(2.1) Dimana : Uin
= Utilitas alternatif i pembuatan keputusan n
Xin1, ….. Xin2 …. Xin taksi
= Sejumlah variabel taksi yang menerangkan atribut - atribut i bagi pembuat keputusan i.
β1, β2, β taksi
= Koefisien-koefisien yang diinferensi dari data yang tersedia.
Universitas Sumatera Utara
Prosedur model diskret ini diawali dengan menentukan nilai-nilai parameter (koefisien regresi) dari sebuah fungsi kepuasan yang dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas. Model ini untuk pertama kali diterapkan dalam transportasi, disebut sebagai model pilihan biner (binary choice model) (Warner, 1962). Rumus umum persamaan regresi fungsi kepuasan adalah sebagai berikut: Vin/U = β1 xin 1 + β2 xin 2 + …….+ βk xin k………………………………(2. 2) Di mana: Vin/U
= Nilai kepuasan konsumen memakai moda i (maksimum kepuasan)
xin 1 s/d xin k = Sekelompok variabel bebas yang mempengaruhi kepuasan maksimum β1 s/d βk
= Koefisien regresi/parameter variabel bebas
Sebagai contoh: utilitas biasanya didefenisikan sebagai kombinasi linier dari beberapa peubah berikut: Vcar = 0,25 – 1,21 IVT – 2,5 ACC – 0,31 C/I + 1,1NCAR………...…(2. 3) IVT
= Perubahan satu unit waktu selama perjalanan
ACC
= Perubahan satu unit waktu tunggu
C/I
= Perubahan satu unit biaya/pendapatan
Setelah nilai Vin/U didapat, maka kita masukkanlah nilai tersebut dalam beberapa model pilihan diskret (biner). Menurut Fidel Miro model pilihan diskret (biner) dibagi menjadi 3 jenis model diantaranya : d. Model Logit Biner Model logit biner ini hanya untuk pilihan 2 moda transportasi alternatif yaitu moda i dan moda j. Bentuk model ini berupa: probabilitas (%) peluang moda i
Universitas Sumatera Utara
untuk dipilih adalah bergantung pada nilai parameter atau kepuasan menggunakan moda i dan j serta nilai eksponensial. e. Model Probit (Binary Probit) Juga untuk 2 moda altenatif, tetapi model ini menekankan untuk menyamakan peluang (kemungkinan) individu untuk memilih moda 1, bukan moda 2 dan berusaha menghubungkan antara jumlah perjalanan dengan variabel bebas yang mempengaruhi, misalnya biaya (cost) dan variabel ini harus terdistribusi normal. f. Model Multi Nominal (MNL) Model ini merupakan model pilihan diskret yang paling terkenal dan popular. Pilihan yang dihadapi oleh konsumen dalam model ini cukup banyak (lebih dari 2 pilihan) seperti 3 pilihan, 4 pilihan, dan seterusnya, sebagai contohnya ada moda kendaraan pribadi, ada mikrolet, ada taksi,ada taxi, ada sepeda motor, ada berjalan kaki, ada bus umum, atau kereta api cepat.
II.4
Model Logit Biner/ Binomial Model ini adalah model pemilihan diskrit yang paling mudah dan sering
digunakan. Model ini biasanya didapat dengan mengasumsikan bahwa residu acak disebarkan dengan residu Gumbel yang tersebar bebas dan identik. Model logit biner/binomial dapat ditulis sebagai berikut : Pj Pi
= exp{v j + vi }……………………………………………..………... (2.4)
Universitas Sumatera Utara
Pj =
exp
∑ (exp
Uj
=
Uj
+ expU i
)
exp(U j − U i )
……………………………………..... (2.5)
1 + exp(U j − U i )
PExpress = 1 − Pj =
1 ……………………..….......................(2.6) 1 + exp(U j − U i )
Dimana: Pj
= Probabilitas (%) peluang moda j untuk dipilih.
Pi
= Probabilitas (%) peluang moda i untuk dipilih.
Exp
= eksponensial
Uj
= Nilai parameter atau nilai kepuasan menggunakan moda j.
Ui
= Nilai parameter atau nilai kepuasan menggunakan moda i. Dengan menganggap bahwa fungsi utilitas linier, maka perbedaan utilitas
diekspresikan dalam bentuk perbedaan dalam sejumlah atribut n yang relevan diantara kedua moda, dirumuskan sebagai berikut : U j − U i = a 0 − a1 ( X 1 j − X 1i ) + a 2 ( X 2 j − X 2 i ) + ... + an( X n j − X n i )....................(2.7)
Analisa pengolahan data diperlukan guna mendapatkan hubungan kuantitatif antara atribut dan respon yang diekspresikan dalam skala semantik dengan rumusan model seperti pada persamaan diatas, dimana : Uj – Ui
= Respon individu pernyataan pilihan
a0
= Konstanta
a1, a2, ……., an
= Koef. masing-masing atribut yang ditentukan melalui metode least square dengan multiple linier regression
Universitas Sumatera Utara
II.5
Teknik Stated Preference Menurut Charles Sitendaon dalam tesisnya, dalam survei preferensi dikenal
adanya dua metode pendekatan. Pendekatan pertama adalah analisis pilihan masyarakat berdasarkan laporan yang sudah ada. Dengan menggunakan teknik statistik diidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan. Teknik ini disebut Revealed Preference (RP). Kelemahan pada cara pendekatan pertama ini dicoba diatasi dengan pendekatan kedua yang disebut teknik Stated Preference (SP). Teknik SP merupakan pendekatan terhadap responden untuk mengetahui respon mereka terhadap situasi yang berbeda. Pada teknik SP ini, peneliti dapat mengontrol secara penuh faktor-faktor yang ada pada situasi yang dihipotesis. Masing-masing individu ditanya tentang responnya jika mereka dihadapkan kepada situasi yang diberikan dalam keadaan yang sebenarnya (bagaimana preferensinya terhadap pilihan yang ditawarkan) (C.Sitindaon). Kebanyakan SP menggunakan perancangan eksperimen untuk menyusun alternatif-alternatif yang disajikan kepada responden. Rancangan ini biasanya dibuat “orthogonal” artinya kombinasi antara atribut yang disajikan bervariasi secara bebas satu sama lain. Salah satu keuntungannya adalah bahwa efek dari masing-masing atribut yang direspon lebih mudah diidentifikasi (C.Sitindaon). Selanjutnya responden ditanya mengenai pilihan apa yang mereka inginkan untuk melakukan sesuatu atau bagaimana mereka membuat rangking/rating atau pilihan tertentu didalam satu atau beberapa situasi dugaan. Sifat utama dari stated preference survey (C.Sitindaon) adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
7. Stated preference didasarkan pada pernyataan pendapat responden mengenai bagaimana respon mereka terhadap beberapa alternatif hipotesa. 8. Setiap pilihan dipresentasikan sebagai “paket” dari atribut yang berbeda seperti waktu, ongkos, headway, reability dan lain-lain. 9. Peneliti membuat alternatif hipotesa sedemikian rupa sehingga pengaruh individu pada setiap atribut dapat diestimasi; ini diperoleh dengan teknik desain eksperimen (eksperimental design). 10. Alat interview (questionnaire) harus memberikan alternatif hipotesa yang dapat di mengerti oleh responden, tersusun rapi dan masuk akal. 11. Responden menyatakan pendapatnya pada setiap pilihan (option) dengan melakukan ranking, rating dan choice pendapat terbaiknya dari sepasang atau sekelompok pernyataan. 12. Respon sebagai jawaban yang diberikan oleh individu dianalisa untuk mendapatkan ukuran kuantitatif mengenai hal yang penting (reality) pada setiap atribut. Kemampuan penggunaan stated preferance terletak pada kebebasan membuat desain eksperimen dalam upaya menemukan variasi yang luas bagi keperluan penelitian. Kemampuan ini harus diimbangi oleh keperluan untuk memastikan bahwa respon yang diberikan cukup realistis. Untuk membangun keseimbangan dalam penggunaan stated preference, dibuat tahapan-tahapan berikut (C.Sitindaon): 1. Identifikasi atribut kunci dari setiap alternatif dan buat “paket” yang mengandung pilihan; seluruh atribut penting harus dipresentasikan dan pilihan harus dapat di terima dan realistis.
Universitas Sumatera Utara
2. Cara yang digunakan di dalam memilih akan disampaikan pada responden yang diperkenankan untuk mengekspresikan apa yang lebih disukainya. 3. Bentuk penyampaian alternatif harus mudah dimengerti dalam konteks pengalaman responden dan dibatasi. 4. Strategi sampel harus dilakukan untuk menjamin perolehan data yang representatif.
II.5.1 Identifikasi pilihan (Identification of preference) Berikutnya bagaimana responden akan ditanya supaya mengekspresikan preferensi terbaiknya terhadap setiap pilihan yang ditawarkan padanya, hal ini dibutuhkan untuk merancang kuisioner. Menurut Sitindaon ada 3 teknik/cara utama untuk mengetahui dan mengumpulkan informasi mengenai perference pesponden terhadap alternatif pilihan yang ditawarkan kepadanya, yaitu: 1. Ranking responses Pendekatan ini dilakukan dengan cara menyampaikan seluruh pilihan pendapat kepada responden. Lalu responden diminta untuk merankingnya kedalam pilihan lain yang secara tidak langsung merupakan nilai hiraraki dari utilitas. Dalam pendekatan ini seluruh pilihan dipresentasikan tetapi jumlah alternatif pilihan harus dibatasi agar tidak melelahkan responden. 2. Rating techniques Dalam kasus ini responden ditanya, untuk mengekspresikan derajat pilihan terbaiknya, menggunakan aturan skala, sering berada diantara 1 dan 10, dengan disertakan label spesifik sebagai angka kunci, untuk contoh 1 = ’sangat tidak suka’, 5 = ’tidak suka’, 10 = ’sangat disukai’.
Universitas Sumatera Utara
Disini diperlihatkan bahwa respon tidak lepas dari skala yang digunakan dan label yang disertakan, untuk itu pilihan terbaik didapatkan dan diteremahkan kedalam skala cardinal. 3. Choice Experiment Individu hanya ditanya untuk memilih pilihan preferencenya dari beberapa alternatif (dua atau lebih) dalam sekumpulan pilihan. Selanjutnya memperkenankan responden untuk mengekspresikan derajat keyakinannya kedalam pernyataan pilihan. Diakhir responden ditawarkan skala semantik (makna). Beberapa tipe antara lain: 1)Pasti pilih pilihan pertama, 2)Mungkin menyukai pilihan pertama, 3)Tidak dapat memilih (berimbang), 4) Mungkin menyukai pilihan kedua, 5) Pasti pilih pilihan kedua. Cara inilah nantinya yang akan penulis gunakan dalam mengidentifikasikan pilihan dalam penulisan ini.
II.5.2 Analisa Data Stated Preference Fungsi utilitas adalah mengukur daya tarik setiap pilihan (Skenario hipotesa) yang diberikan pada responden. Fungsi ini merefleksikan pengaruh pilihan responden pada seluruh atribut yang termasuk dalam stated preference. Umumnya, fungsi utilitas berbentuk linear sebagai berikut: U1= a+b1. x1+ b2.x2+ ... + bn. xn ....................................................................(2.8) Dimana: U1
= utilitas plihan i
a, b1, ..., bn
= parameter model
x1, x2, …, xn = nilai atribut
Universitas Sumatera Utara
Tujuan analisa adalah menentukan estimasi nilai sampai dimana nilainilai tersebut disebut sebagai bobot pilihan atau komponen utilitas. Dari nilai paremeter medel dapat efek relatif setiap atribut pada seluruh utilitas. Setelah komponen utilitas dapat diestimasi, maka selanjutnya dapat digunakan untuk berbagai tujuan seperti menentukan kepentingan relatif dari atribut yang termasuk dalam eksperimen dan menentukan fungsi utilitas untuk peramalan model.
II. 5.3 Estimasi parameter Stated Preference Ada beberapa cara yang secara keseluruhan dapat menetukan komponen utilitas. Empat teknik analisa stated preferance yaitu (C.Sitindaon): 1. Naiva atau Metode Grafik Naive atau metode garfik sangat sederhana digunakan dengan pendekatan yang didasarkan pada prinsip bahwa tiap level dari atribut sering muncul sama- sama dalam desain eksperimen tertentu. Oleh karena itu, beberapa ciri utilitas dari pasangan level atribut tersebut bisa ditentukan dengan menghitung rata- rata( mean) nilai ranking, rating, dan choice setiap pilihan yang telah dimasukkan dalam level tersbut dan membandingkannya dengan rata- rata mean yang sama untuk level dan atribut yang lain. 2. Non- Metric Scaling Metode ini menggunakan analisa Monotonic Variance (MONANOVA) yaitu pendekatan yang digunakan untuk skala non- metric, dengan menggunakan seluruh urutan ranking pilihan yang diperoleh dalam eksperimen stated preference. Metode ini memperkirakan komponen
Universitas Sumatera Utara
utilitas melalui cara iterasi, yaitu perkiraan nilai utilitas menyesuaikan pada setiap alternatif. Komponen utilitas yang pertama dihasilkan menggunakan metode naive, jika komponen utilitas Naive mampu menghasilkan urutan ranking serta pasti, proses iterasi selesai. Jika metode Naive menghasilkan ranking yang tidak sama dengan yang diberikan oleh responden, komponen utilitas secar sistematik divariasikan dalam suatu urutan untuk diperbaiki, yaitu dengan menyesuaikan antara ramalan dan urutan ranking yang diobservasi sampai dicapai nilai optimum. Metode ini diterapkan pada setiap responden secara terpisah dan tidak memberikan secara keseluruhan ’goodness of fit’ statistik mengenai ketepatan model. Oleh karena itu, teknik ini menjadi kurang popular dalam studi pengembangan transportasi sekarang ini. 3. Metode Regrasi Metode regrasi secar luas digunakan pemodelan tranprtasi. Dalam penggunaan analisa stated preference, teknik regrasi digunakan pada pilihan rating. Pengelolaan data dilakukan untuk mendapatkan hubungan kuantitatif antara sekumpulan atribut dan responden. Hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk persamaan linear sebagai berikut: y =a+b1.x1+ b2.x2+…+ bn. xn ……………………………………..…….(2.9) Dimana: y
= respon individu
x1, x2,…,x3
=
a
=
konstanta regresi
b1, b2,…, b3
=
parameter model
atribut pelayanan
Universitas Sumatera Utara
4. Analisa logit Teknik estimasi pilihan diskrit, seperti logit diperlukan teknik statistik yang lebih maju dalam analisis data stated preferance dan secara umum metode ini lebih disukai. Meskipun pada mulanya dimasukkan untuk menganalisa choice data diskrit, tipe lain dalam mengukur pilihan seperti rating dan ranking dapat juga dianalisa sebagai choice data melalui pendekatan transpormasi atu rating yang diperlakukan sebaai proporsi pilihan (choice poportion).
II.6
Studi Terdahulu Yang Berkaitan Dengan Moda Choice Sebagai bahan pebandingan penulis mengemukakan salah satu contoh studi
terdahulu yang juga membahas tentang pemilihan moda transportasi yaitu dengan menggunakan metode stated preference, yaitu sebagai berikut: 1. Studi lainnya yang membahas tentang moda choice yaitu taksi (“Model Pemilihan dan tingkat kebutuhan taksi di kota Padang”:Yosritzal, ITB). Dalam studinya beliau menggunakan metode stated preference dimana utilitas pemilihan taksi dikembangkan dengan memanfaatkan data SP yang dianalisis dengan pendekatan multi regresi. Sensitifitas respon individu dalam memilih angkutan taksi terhadap perubahan atribut diukur dengan menggunakan analisis elastisitas model. Model pemilihan taksi dibangun berdasarkan analisis terhadap data stated preference. Uji statistik yang dilakukan terhadap model menunjukkan bahwa model yang diperoleh cukup baik.
Universitas Sumatera Utara
Analisis elastisitas menunjukkan bahwa pengaruh masing-masing atribut berbeda menurut golongan sosio ekonomi orang. Orang dengan pendapatan diatas Rp. 1.000.000,00, pilihannya lebih dipengaruhi oleh perubahan waktu dari pada perubahan ongkos dan penghasilan. Sedangkan orang dengan penghasilan kurang dari Rp. 500.000,00 lebih mempertimbangkan perubahan ongkos. Pada analisis data SP, model utilitas yang dihasilkan cukup memenuhi syarat uji statistik meskipun koefisien determinasinya relatif rendah.
2. ”Analisa Pemilihan Moda Transportasi Pengguna Jasa Angkutan Umum Medan-Pematang Siantar” (Desfine Silitonga, 2006). Moda angkutan yang dipilih adalah bus Intra dan KUPJ, penelitian dilakukan dengan metode stated preference dengan melibatkan sebanyak 189 responden. Model pemilihan moda yang digunakan adalah model logit binomial dan etimasi parameternya menggunakan analisa multiple liner regression. Berdasarkan hasil analisa diperoleh model pemilihan moda untuk bus Intra dan KUPJ, dalam bentuk utilitasnya adalah sebagai berikut: U (B.Intra-B.KUPJ)= -2.040+0.0012 X1+ 0.064 X2 + 0.040 X3, dari hasil persamaan tersebut dapat diketahui koefisien regresi tiap-tiap atribut, yaitu selisih cost (X1)= 0.0012, selisih time (X2)= 0.064, dan selisih headway (X3)= 0.040. Sehingga diketahui bahwa atribut yang paling sensitive mempengaruhi probabilitas pemilihan moda adalah waktu tempuh perjalanan (time).
Universitas Sumatera Utara
3. Penelitan terhadap bus AC dan non AC di kota Medan (Desy Juliana, 2008). ssDalam penelitiannya penulis menggunakan pendekatan disagregat stokastik serta menggunakan model pemilihan diskret, yaitu model Logit Multinominal/Binominal (Teknik Stated Preference). Hasil analisis menunjukkan alasan pemilihan terbesar untuk moda bus non AC adalah pertimbangan kemudahan/mobilitas, sedangkan untuk bus AC karena pertimbangan kenyamanan. Hasil pengukuran presentase pengaruh semua atribut (R²) diperoleh nilai yang cukup rendah yaitu 11.3% dipengaruhi tiga variabel dan sisanya 88.7% dipengaruhi variabel lain yang belum dipertimbangkan.
Universitas Sumatera Utara